Anda di halaman 1dari 5

Balanced Scorecard

Kartu skor berimbang (bahasa Inggris: balanced scorecard, BSC) adalah suatu konsep untuk
mengukur apakah aktivitas-aktivitas operasional suatu perusahaan dalam skala yang lebih kecil
sejalan dengan sasaran yang lebih besar dalam hal visi dan strategi. BSC pertama kali
dikembangkan dan digunakan pada perusahaan Analog Devices pada tahun 1987. Dengan tidak
berfokus hanya pada berfokus pada hasil finansial melainkan juga masalah manusia, BSC
membantu memberikan pandangan yang lebih menyeluruh pada suatu perusahaan yang pada
gilirannya akan membantu organisasi untuk bertindak sesuai tujuan jangka panjangnya. Sistem
manajemen strategis membantu manajer untuk berfokus pada ukuran kinerja sambil
menyeimbangkan sasaran finansial dengan perspektif pelanggan, proses, dan karyawan.

Pada tahun 1992, Robert S. Kaplan dan David P. Norton mulai mempublikasikan kartu skor
berimbang melalui rangkaian artikel-artikel jurnal dan buku The Balanced Scorecard pada tahun
1996. Sejak diperkenalkannya konsep aslinya, BSC telah menjadi lahan subur untuk
pengembangan teori dan penelitian, dan banyak praktisi yang telah menyimpang dari artikel asli
Kaplan dan Norton. Kaplan dan Norton sendiri melakukan tinjauan ulang terhadap konsep ini
satu dasawarsa kemudian berdasarkan pengalaman penerapan yang mereka lakukan.

Di Indonesia, fenomena lain penggunaan BSC di pelbagai perusahaan cenderung jor joran dan
mengarah ke asal (latah). Jika kita sebutkan beberapa nama perusahaan milik negara (BUMN)
dari yang beraset besar hingga bermodal cekak, rata-rata sudah mengadopsi konsep BSC ini.
Namun jika ditelaah saksama, ketahuan BSC sb sebatas konsep, tidak jelas ujung pangkal.
Alhasil, meski sudah rame-rame menggunakan konsep BSC, pengelolaan BUMN masih tidak
beranjak dari keadaan seperti 30 tahun lalu. Pekerja malas dan tidak produktif tetap digaji dan
menikmati kenaikan pangkat. Orang berpretasi dan andal dihargai setara orang bodoh, asal sama-
sama karyawan. Tidak ada yang dipecat karena berbuat salah. Pengelolaan keuangan sesuka hati
yang sedang menjadi direksi. (POY)

Berkenalan dengan Balanced


Scorecard (BSC)
Juli 19, 2006 in Balanced Scorecard, Business, Information Tech, Knowledge Center

Idealnya, setiap manajemen perusahaan memerlukan suatu alat ukur untuk mengetahui
seberapa baik performa perusahaan. Objek yang selalu diukur adalah bagian keuangan, mengapa
hanya bagian keuangan ? Jawabannya sederhana karena keuangan berbicara mengenai angka,
sesuatu yang mudah dihitung dan dianalisa. Dengan perkembangan ilmu manajemen dan
kemajuan teknologi informasi, sistem pengukuran kinerja perusahaan yang hanya mengandalkan
perspektif keuangan dirasakan banyak memiliki kelemahan dan keterbatasan.
Sesungguhnya ada perspektif non keuangan yang lebih penting yang dapat digunakan dalam
mengukur kinerja perusahaan. Kenyataan inilah yang menjadi awal terciptanya konsep balanced
scorecard. Sejarah Balanced scorecard dimulai dan diperkenalkan pada awal tahun 1990 di USA
oleh David P Norton dan Robert Kaplan melalui suatu riset tentang “pengukuran kinerja dalam
organisasi masa depan”. Istilah balanced scorecard terdiri dari 2 kata yaitu balanced
(berimbang) dan scorecard (kartu skor). Kata berimbang (balanced) dapat diartikan dengan
kinerja yang diukur secara berimbang dari 2 sisi yaitu sisi keuangan dan non keuangan,
mencakup jangka pendek dan jangka panjang serta melibatkan bagian internal dan eksternal,
sedangkan pengertian kartu skor (scorecard) adalah suatu kartu yang digunakan untuk mencatat
skor hasil kinerja baik untuk kondisi sekarang ataupun untuk perencanaan di masa yang akan
datang.

Dari definisi tersebut pengertian sederhana dari balanced scorecard adalah kartu skor yang
digunakan untuk mengukur kinerja dengan memperhatikan keseimbangan antara sisi keuangan
dan non keuangan, antara jangka pendek dan jangka panjang serta melibatkan factor internal dan
eksternal. Dari hasil studi dan riset yang dilakukan disimpulkan bahwa untuk mengukur kinerja
masa depan, diperlukan pengukuran yang komprehensif yang mencakup 4 perspektif yaitu:
keuangan, customer, proses bisnis/intern, dan pembelajaran-pertumbuhan. Berdasarkan konsep
balanced scorecard ini kinerja keuangan sebenarnya merupakan akibat atau hasil dari kinerja
non keuangan (costumer, proses bisnis, dan pembelajaran).

Pada awal perkembangan penerapan konsep balanced scorecard, perusahan-perusahaan yang


ikut sebagai “kelinci percobaan” mengalami pelipatgandaan kinerja keuangan mereka.
Keberhasilan ini membuka cakrawala baru bagi eksekutif akan pentingnya perspektif non
keuangan yang berperan sebagai pemicu kinerja keuangan (measures that drive performance).

Bagaimana balanced scorecard ditinjau dari sistem manajemen strategik perusahaan ? Di dalam
sistem manajemen strategik (Strategik management sistem) ada 2 tahapan penting yaitu tahapan
perencanaan dan implementasi. Posisi balanced scorecard awalnya berada pada tahap
implementasi saja yaitu sebagai alat ukur kinerja secara komprehensif bagi para eksekutif dan
memberikan feedback tentang kinerja manajemen. Dampak dari keberhasilan penerapan
balanced scorecard memicu para eksekutif untuk menggunakan balanced scorecard pada
tahapan yang lebih tinggi yaitu perencanaan strategik. Mulai saat itu, balanced scorecard tidak
lagi digunakan sebagai alat pengukur kinerja namun berkembang menjadi strategik management
sistem .
Cerita suksesnya penerapan konsep balanced scorecard pada berbagai perusahaan dilaporkan
pada artikel Harvard Business Review ( 1996) yang berjudul “Using Balanced Scorecard as a
strategik management sistem ”. Terobosan konsep balanced scorecard menyebar dengan cepat
melalui seminar, artikel manajemen, academic dan journal ekonomi seluruh dunia.Mengapa
balanced scorecard lebih unggul dibandingkan dengan metode pengukuran lainnya? Sepanjang
pengamatan saya dari berbagai artikel dan literature bahwa keunggulan balanced scorecard
adalah sebagai berikut:

1. Komprehensif

Sebelum konsep Balanced scorecard lahir, perusahaan beranggapan bahwa perspektif keuangan
adalah perspektif yang paling tepat untuk mengukur kinerja perusahaan. Setelah balanced
scorecard berhasil diterapkan, para eksekutif perusahaan baru menyadari bahwa perspektif
keuangan sesungguhnya merupakan hasil dari 3 perspektif lainnya yaitu customer, proses bisnis,
dan pembelajaran pertumbuhan. Pengukuran yang lebih holistic, luas dan menyeluruh
(komprehensif) ini berdampak bagi perusahaan untuk lebih bijak dalam memilih strategi
korporat dan memampukan perusahaan untuk memasuki arena bisnis yang kompleks.

2. Koheran

Di dalam balanced scorecard dikenal dengan istilah hubungan sebab akibat (causal relationship)
. Setiap perspektif (Keuangan, costumer, proses bisnis, dan pembelajaran-pertumbuhan)
mempunyai suatu sasaran strategik (strategic objective) yang mungkin jumlahnya lebih dari satu.
Definisi dari sasaran strategik adalah keadaan atau kondisi yang akan diwujudkan di masa yang
akan datang yang merupakan penjabaran dari tujuan perusahaan. Sasaran strategik untuk setiap
perspektif harus dapat dijelaskan hubungan sebab akibatnya, sebagai contoh pertumbuhan
Return on investmen (ROI) ditentukan oleh meningkatnya kualitas pelayanan kepada customer,
pelayanan kepada customer bisa ditingkatkan karena perusahaan menerapkan teknologi
informasi yang tepat guna. dan keberhasilan penerapan teknologi informasi didukung oleh
kompetensi dan komitmen dari karyawan. Hubungan sebab akibat ini disebut koheren, kalo
disimpulkan semua sasaran strategik yang terjadi di perusahaan harus bisa dijelaskan. Sebagai
contoh mengapa loyalitas customer menurun, mengapa produk perusahaan menurun, mengapa
komitmen karyawan menurun dan sebagainya. Ilustrasi mengenai komprehensif dan koheren
dapat dilihat melalui diagram dibawah ini:

3. Seimbang

Keseimbangan sasaran strategik yang dihasilkan dalam 4 perspektif meliputi Jangka pendek dan
panjang yang berfokus pada faktor internal dan eksternal. Keseimbangan dalam balanced
scorecard juga tercermin dengan selarasnya scorecard personal staff dengan scorecard
perusahaan sehingga setiap personal yang ada di dalam perusahaan bertanggungjawab untuk
memajukan perusahaan.

4. Terukur

Dasar pemikiran bahwa setiap perspektif dapat diukur adalah adanya kenyakinan bahwa ‘if we
can measure it, we can manage it, if we can manage it, we can achieve it’. Sasaran strategik yang
sulit diukur seperti pada perspektif customer, proses bisnis/ intern serta pembelajaran dan
pertumbuhan dengan menggunakan balanced scorecard dapat dikelola sehingga dapat
diwujudkan.

Penerapan Balance Scorecard

Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) kota Bandung merupakan salah satu perusahaan
yang berada dalam pengawasan pemerintah kota Bandung yang bergerak di bidang
pelayanan air bersih dan air kotor. Unit bisnis PDAM kota Bandung lebih difokuskan
pada nilai sosial dalam hal pelayanan sesuai dengan tujuan serta fungsi yang telah
ditetapkan oleh Pemerintah Daerah. Dalam usaha melakukan perbaikan terhadap
kinerja perusahaan, PDAM kota Bandung perlu melakukan pengukuran terhadap kinerja
perusahaan. Dimana saat ini PDAM kota Bandung telah melakukan pengukuran dengan
menggunakan metode evaluasi yang mengacu pada KepMendagri no 47 tahun 1999
mengenai Pedoman Penilaian Kinerja PDAM. Pengukuran dengan metode tersebut tidak
secara menyeluruh menilai aspek yang ada pada perusahaan sehingga pengukuran
yang dilakukan kurang terintegrasi pada aspek yang dapat meningkatkan kinerja
perusahaan.
Oleh karena itu, dalam penelitian kali ini dilakukan pengukuran kinerja pada PDAM kota
Bandung dengan menggunakan metode yang dapat mengintegrasikann seluruh aspek
yang terkait dalam perusahaan yaitu metode balanced scorecard. Metode ini mengukur
kinerja perusahaan berdasarkan empat perspektif yaitu keuangan, pelanggan, proses
bisnis internal serta pembelajaran dan pertumbuhan sehingga dapat diperoleh
pencapaian tujuan perusahaan yang lebih efektif dan terintegrasi. Proses pengukuran
kinerja PDAM kota Bandung diawali dengan penjabaran visi, misi dan strategi
perusahaan kedalam tujuan strategis, critical success factor serta tolok ukur
keberhasilan perusahaan. Proses selanjutnya yaitu pembobotan menggunakan bantuan
metode analytical hierarchy process (AHP) kemudian proses terakhir yaitu pengukuran
kinerja PDAM kota Bandung
Evaluasi kinerja PDAM kota Bandung menghasilkan 18 buah tolok ukur keberhasilan
yang berpengaruh terhadap kinerja perusahaan. Besarnya pengaruh tolok ukur
keberhasilan perusahaan bergantung pada besarnya bobot tolok ukur tersebut. Tolok
ukur keberhasilan tiap perspektif serta bobotnya adalah sebagai berikut :
Ø Perspektif Pelanggan (38.74%) : Indeks kepuasan pelanggan (50.54%), prosentase
penurunan pengaduan (26.82%), prosentase penambahan pelanggan baru (14.45%)
serta prosentase subsidi yang diberikan kepada masyarakat kurang mampu (8.19%).
Ø Perspektif Proses Bisnis Internal (28.84%) : Durasi pengaliran rata-rata per hari
(36.50%), prosentase kapasitas produksi terhadap kapasitas terpasang (28.24%),
prosentase air yang hilang (14.90%), debit produksi air bersih (10.91%) serta
prosentase cakupan pelayanan (9.75%).
Ø Perspektif Pembelajaran dan Pertumbuhan (20.20%) : Jumlah pelatihan per tahun
(37.70%), indeks kep
Ø uasan karyawan (34.49%), rasio kompetensi karyawan teknis dan non-teknis
(21.53%) serta prosentase kemampuan karyawan menangani pengaduan (9.75%).
Ø Perspektif Keuangan (12.22%) : Rasio biaya operasi terhadap pendapatan operasi
(40.76%), rasio pendapatan terhadap karyawan (26.11%), rasio laba terhadap
penjualan (12.26%), rasio aktiva terhadap penjualan (11.42%) serta rasio hutang jangka
panjang terhadap ekuitas (9.46%).
Pengukuran kinerja keseluruhan dilakukan dengan menghitung nilai kinerja tiap
perspektif. Dimana nilai kinerja PDAM kota Bandung secara keseluruhan yang dihitung
menggunakan metode balanced scorecard untuk tahun 2007 yaitu 4.0965 dengan
kategori penilaian Baik.

Anda mungkin juga menyukai