Anda di halaman 1dari 4

PEMBANGUNAN KESEHATAN DAERAH TERPENCIL, PERBATASAN DAN KEPULAUAN (DTPK)

Pendahuluan Indonesia memiliki wilayah yang sangat luas dengan ribuan pulau besar kecil. Disetiap pulau masih banyak ditemukan daerah-daerah yang terpencil , karena secara topografis daerahnya berbukit dan berlembah, sehingga banyak wilayah terpencil yang sulit dicapai karena infrastruktur yang tidak memadai dan alat transportasi yang sangat jarang. Akses pelayanan kesehatan timbal balik diwilayah terpencil ini sangat sulit terlaksana, akibatnya masyarakat yang berada di willayah terpencil sangat sulit untuk mendapatkan pelayanan kesehatan yang memadai. Daerah daerah terpencil tersebut banyak ditemukan di daerah perbatasan dan kepulaun yang sulit dijangkau. Pelayanan kesehatan didaerah terpencil telah menjadi program prioritas yang telah ditetapkan dalam rencana strategis program pembangunan kesehatan, yakni memberikan layanan kesehatan kepada masyarakat pada daerah terpencil dan tertinggal, perbatasan dan kepulauan (DTDK). Daerah yang menjadi sasaran kegiatan adalah daerah yang mempunyai kriteria sulit dari segi transportasi, kondisi alam yang sulit dan masyarakat yang masih tergolong KK miskin juga memiliki status kesehatan yang masih rendah. Permasalahan penting yang masih dihadapi dalam pembangunan kesehatan saat ini adalah terbatasnya aksesibilitas terhadap pelayanan kesehatan yang berkualitas terutama pada kelompok penduduk miskin, penduduk daerah tertinggal, terpencil dan di daerah perbatasan serta pulau-pulau terluar. Hal ini, antara lain, disebabkan oleh karena kendala jarak, biaya dan kondisi fasilitas pelayanan kesehatan seperti Puskesmas dan jaringannya yang belum sepenuhnya dapat dijangkau oleh masyarakat.

Langkah-langkah tindak lanjut dan telah ditempuh untuk mengatasi berbagai masalah yang menonjol khususnya untuk pembangunan kesehatan DTPK adalah sebagai berikut :

1. Peningkatan jumlah, jaringan dan kualitas sarana dan prasaranapelayanan kesehatan dasar dan rujukan, terutama pada daerah dengan aksesibiltas yang relatif rendah. Aksesibilitas masyarakat terhadap sarana pelayanan kesehatan terus membaik dengan bertambahnya fasilitas kesehatan seperti puskesmas, puskesmas pembantu, pos kesehatan desa (poskesdes), serta rumah sakit. Jumlah puskesmas terus meningkat.

Namun, sekitar 14 persen puskesmas berada dalam kondisi rusak. Peningkatan jumlah fasilitas pelayanan kesehatan juga ditunjukkan dengan bertambahnya puskesmas pembantu dan puskesmas keliling.Sementara itu, lebih dari 95 persen masyarakat dapat menjangkau sarana kesehatan dalam jarak dan waktu tempuh yang pendek. Demikian pula, utilisasi fasilitas kesehatan meningkat pesat namun akses penduduk terhadap fasilitas belum optimal sehingga masih terdapat sekitar 33,7 persen penduduk mengalami kendala jarak dan biaya. Di pulau Jawa dengan jumlah penduduk yang lebih padat, akses terhadap pelayanan kesehatan relatif mudah karena permukiman penduduk lebih dekat dengan Puskemas dan jaringannya. Namun, di kawasan Indonesia bagian timur, dengan jumlah penduduk kecil dan bertempat tinggal tersebar dan menghadapi kendala geografis menyebabkan akses masyarakat terhadap fasilitas kesehatan lebih rendah. Peningkatan status Puskesmas menjadi Puskesmas Perawatan. 2. Peningkatan pembiayaan yang diikuti oleh efisiensi penggunaan anggaran. 3. Pengembangan jaminan pelayanan kesehatan, antara lain dengan pengembangan asuransi kesehatan wajib dan pengembangan kemitraan dengan penyedia pelayanan masyarakat dan swasta; 4. Peningkatan jumlah, jenis, mutu dan penyebaran tenaga kesehatan untuk pemenuhan kebutuhan nasional serta antisipasi persaingan global yang didukung oleh system perencanaan dan pengembangan SDM kesehatan secara sistematis dan didukung oleh peraturan perundangan; Pemenuhan tenaga kesehatan Indonesia yang merupakan daerah kepulauan, yang sampai saat ini masih terdapat sekitar 199 kabupaten tertinggal, 19 kabupaten perbatasan dan 33 pulau kecil terluar berpenduduk. Secara bertahap pemenuhan kebutuhan tenaga kesehatan juga telah dilakukan untuk daerah-daerah tersebut. Guna memenuhi kebutuhan dan pemerataan tenaga kesehatan di daerah, terutama di daerah terpencil, sangat terpencil, dan daerah perbatasan, telah dilakukan penempatan tenaga kesehatan, untuk menjamin pelayanan kesehatan yang lebih baik di daerah-daerah tersebut. Sejak tahun 2005 sampai dengan Juni 2009, telah diangkat dan ditempatkan dokter spesialis PTT sebanyak 249 orang, dengan rincian 48 orang bertugas di daerah biasa, 272 orang bertugas di daerah terpencil, dan 29 orang bertugas di daerah sangat terpencil. Pada tahun 2005 sampai 2008 telah diangkat dan ditempatkan dokter umum PTT sebanyak 13.370 orang, dengan rincian 3.106 orang bertugas di daerah biasa, 4.658 orang bertugas di daerah terpencil, dan 5.606 orang bertugas di daerah sangat

terpencil, sedangkan untuk dokter gigi PTT untuk kurun waktu yang sama diangkat dan ditempatkan sebanyak 3.998 orang, dengan rincian 1.187 orang bertugas di daerah biasa, 1.037 orang bertugas di daerah terpencil, dan 1.774 orang bertugas di daerah sangat terpencil. Bidan PTT yang diangkat untuk kurun waktu tahun 20052008 berjumlah 45.379 orang, yang terdiri dari 26.298 orang untuk daerah biasa, dan 19.081 orang untuk daerah terpencil. Untuk menarik minat tenaga kesehatan ditempatkan di daerah terpencil, sangat terpencil, perbatasan, dan pulau-pulau terluar. Departemen Kesehatan telah memberikan insentif setiap bulan untuk dokter spesialis sebesar Rp. 7,5 juta, dokter/ dokter gigi sebesar Rp. 5 juta dan bidan Rp. 2,5 juta. Agar tidak terjadi kekosongan tenaga kesehatan di suatu daerah (termasuk tenaga residence senior), yang akan berakibat terganggunya penyelenggaraan pelayanan kesehatan di daerah tersebut, peran dan dukungan pemerintah daerah sangat diperlukan untuk dapat memberikan insentif tambahan serta fasilitas perumahan dan transportasi. Selain itu, pemerintah daerah diharapkan dapat menyediakan formasi CPNS Daerah (CPNS-D) untuk daerah biasa agar dapat menampung dokter/dokter gigi Pasca PTT. 5. Peningkatan ketersediaan, keterjangkauan, mutu, dan penggunaan obat, terutama obat esensial termasuk penggunaan obat yang rasional, yang didukung oleh pengembangan peraturan perundangan dan peningkatan pemanfaatan bahan obat asli Indonesia; Khususnya Dalam rangka meningkatkan keterjangkauan masyarakat terhadap obat, sejak tahun 2006 lebih dari 150 item/jenis obat generik harganya telah dapat diturunkan sampai dengan 70 persen, dan disusul dengan penurunan harga 1.418 item/jenis obat esensial generik bermerek antara 10-80 persen pada tahun 2007. Untuk lebih meningkatkan keterjangkauan masyarakat terhadap obat, telah diluncurkan pula program Obat Serba Seribu agar masyarakat dapat melakukan pengobatan sendiri (self medication) untuk keluhan-keluhan umum. Saat ini, melalui program Obat Serba Seribu telah tersedia 12 jenis dan akan terus bertambah dalam waktu dekat. Obat Serba Seribu dapat dibeli oleh masyarakat di apotik, apotik rakyat, toko obat, toko maupun warung dan juga di Pos Kesehatan Desa. 6. Peningkatan promosi kesehatan dan pemberdayaan masyarakat dengan penekanan pada perilaku dan kemandirian masyarakat untuk hidup sehat termasuk mendorong penciptaan lingkungan dan peraturan yang kondusif, dan penguatan upaya kesehatan berbasis masyarakat dengan memperhatikan kemampuan dan karakteristik

masyarakat.

Untuk daerah terpencil atau pedalaman yang belum terjangkau listrik, pemutaran film dalam promosi dan penyuluhan kesehatan sangat diminati masyarakat.

Anda mungkin juga menyukai