Anda di halaman 1dari 10

METODE STORYTELLING TERHADAP KECERDASAN VERBAL ANAK PRA SEKOLAH

02 Des 2011 3 Komentar by pelangipsikologi dalam Psikologi dan Pendidikan Teori tentang kecerdasan terus berkembang dan banyak para ahli yang mempunyai definisi yang berbeda-beda tentang kecerdasan. Salah satunya adalah Gadner, dimana paling tidak ia membagi kecerdasan menjadi delapan aspek yaitu kecerdasan verbal, logis-matematis, kinestetik, visualspasial, musik, interpersonal, intrapersonal dan naturalis (Gadner, 2003). Dengan kata lain, kecerdasan bersifat majemuk yang mana setiap orang pasti mempunyai satu atau lebih dari kecerdasan-kecerdasan tersebut. Salah satu kecerdasan yang pasti dimiliki manusia menurut Gadner adalah kecerdasan verbal, yang merupakan kemampuan untuk berfikir dengan kata dan menggunakan bahasa untuk mengekspresikan makna (Chambel, Chambel & Dicknson, 2006). Anak yang memiliki kecerdasan verbal yang baik mempunyai minat yang besar terhadap kata, mereka cenderung menikmati mendengar dan bermain dengan kata, menyukai buku dan menikmati hal tersebut, dan memiliki memori yang baik dan cepat serta mudah belajar soal kata (Rettig, 2005). Karakteristik kecerdasan verbal yaitu: (1) mampu mendengar dan merespon setiap suara, ritme, warna, dan berbagai ucapan kata; (2) menirukan suara, bahasa, membaca, dan menulis lebih dari orang lainnya; (3) belajar melalui menyimak, membaca, menulis, dan diskusi; (4) menyimak secara efektif, memahami, menguraikan, menafsirkan dan mengingat apa yang telah diucapkan; (5) membaca secara efektif, memahami, meringkas, menafsirkan, atau menerangkan dan mengingat apa yang telah dibaca; (6) berbicara secara efektif kepada berbagai pendengar, berbagai tujuan, dan mengetahui cara berbicara secara sederhana, fasih, persuasif atau bergairah pada waktu-waktu yang tepat; (7) menulis secara efektif, memahami dan menerapkan aturanaturan tata bahasa, ejaan, tanda baca, dan menggunakan kosa kata yang efektif; (8) memperlihatkan kemampuan untuk memperlajari bahasa lainnya; (9) menggunakan keterampilan menyimak, berbicara, menulis dan membaca untuk mengingat, berkomunikasi, berdiskusi, menjelaskan, mempengaruhi, menciptakan pengetahuan, menyusun makna, dan menggambarkan bahasa itu sendiri; (10) berusaha untuk meningkatkan pemakaian bahasanya sendiri; (11) menunjukan minat dalam jurnalisme, puisi, bercerita, debat, berbicara, menulis, atau menyunting; (12) dan menciptakan bentuk-bentuk bahasa baru atau karya tulis orisinil atau komunikasi oral (Chambel, Chambel & Dicknson, 2006). Kecerdasan verbal adalah sesuatu yang sangat penting dalam kehidupan seseorang, merupakan media efektif untuk berkomunikasi dengan orang lain sehingga seseorang pasti mempunyai kecerdasan verbal walaupun dalam tingkatan yang berbeda-beda. Kecerdasan adalah sesuatu yang bisa ditingkatkan, begitu juga dengan kecerdasan verbal, perlakuaan-perlakukan tertentu kepada seseorang dipercaya mampu mengembangkan kecerdasan itu sendiri. Hasil penelitian menyebutkan bahwa lingkungan juga memainkan peranan penting dalam kecerdasan seseorang (Ceci dkk, 1997; Okagaki, 2000; Stenberg & Grigorenko, 2001; Williams & Stenberg, 2002

dalam Santrock, 2007). Hal ini berarti memperkaya lingkungan anak dapat meningkatkan kecerdasan anak (Santrock, 2007). Walaupun beberapa tokoh kecerdasan lainnya seperti Jensen, Hermstein and Eysenck mengatakan bahwa kecerdasan adalah sesuatu yang diwarisi atau bawaan sehingga peran lingkungan untuk meningkatkan kecerdasan adalah sesuatu yang minimal (Nichols, 1978). Dukungan riset bahwa kecerdasan dapat ditingkatkan dapat dilihat dari penelitian Craig Ramey (1988 dalam Santrock, 2007) yang menemukan bahwa masa pendidikan awal yang berkualitas tinggi (sampai usia lima tahun) secara signifikan akan meningkatkan kecerdasan anak dari keluarga miskin. Efek positif dari intervensi awal ini masih tampak dalam kecerdasan dan prestasi dari murid ketika mereka berusia 13 tahun dan 21 tahun (Cambell, dkk., 2001; Campbell & Ramey, 1994; Ramey, Ramey & Lanzi, 2001 dalam Santrock, 2007). Selain itu, hasil riset Mevarech dan Kramarskir (1997, 2003) menjelaskan bahwa siswa yang dilatih untuk merumuskan dan menjawab pertanyaan metakognitf dapat memberikan pengaruh yang positif terhadap kecerdasan, prestasi matematika, dan kemampuan menjelaskan penalarannya terhadap jawaban-jawaban tugasnya. Bukti lain bahwa kecerdasan dapat ditingkatkan adalah studi tentang efek sekolah terhadap kecerdasan. Efek terbesar muncul ketika sekelompok besar anak dijauhkan dari pendidikan formal selama periode tertentu. Hasilnya menyebabkan kecerdasan mereka mengalami penurunan. Dalam sebuah studi, dilakukan penelitian terhadap fungsi intelektual dari anak-anak keturunan India di Afrika Selatan, yang masa sekolahnya ditunda empat tahun karena tidak ada guru. Dibandingkan dengan anak-anak di desa terdekat yang punya guru, anak-anak India yang tertunda itu mengalami penurunan IQ sebanyak lima point setiap tahunnya (Ceci & Gilstrap, 2000; Christian, Bachnan & Morrison, 2001 dalam Santrock, 2007). Penelitian lain tentang kecerdasan majemuk berdasarkan teori Gadner adalah penggunaan metode pembelajaran kooperatif pada siswa SMP Nasional KPS di Balikpapan, hasil penelitian menunjukan bahwa dengan model pembelajaran kooperatif maka kecerdasan majemuk siswa menjadi meningkat (Handayani, 2007). Terkait dengan kecerdasan bahasa, hasil penilitian mengatakan bahwa lingkungan memberikan peranan yang besar terhadap perkembangan kecerdasan verbal terutama dalam penguasaan kosa kata (Tamis-Lemonda, Borstein & Baumwell, 2001 dalam Santrock, 2007). Misalnya, dalam salah satu penelitian, saat anak berusia tiga tahun, anak yang tinggal dalam keluarga miskin menunjukan kekurangan kosa kata jika dibandingkan dengan anak dari keluarga menengah ke atas, dan defisit ini terus tampak saat mereka masuk sekolah pada usia enam tahun (Farkas, 2001 dalam Santrok, 2007). Ini terjadi dikarenakan kurangnya stimulus lingkungan sehingga kecerdasannya tidak berkembang. Oleh karena itulah, dari beberapa riset yang telah ada dapat disimpulkan bahwa kecerdasan, termasuk kecerdasan verbal dapat ditingkatkan melalui perlakuan-perlakuan yang efektif dari lingkungannya. Meningkatkan Kecerdasan Bahasa Dengan Metode Stroytelling Pada Anak-anak Pra Sekolah Intervensi untuk meningkatkan kecerdasan bahasa anak haruslah memperhatikan: (1) bahasa siswa sebagai titik awal pengajaran; (2) memberikan kemajuan perkembangan keterampilan berbahasa secara alami, bukannya melalui uturan-urutan yang ditentukan; (3) membangun

keterampilan yang menambah pengajaran berbahasa secara alami, bukannya melalui urutanurutan yang ditentukan; (4) menghubungkan bahasa dan kesusastraan secara organis; (5) menggabungkan berbagai komponen seni berbahasa, membaca, menulis, menyimak, dan berbicara; (6) menggunakan pengalaman anak-anak dengan kehidupan sebagai tempat masuk untuk membaca dan menulis; (7) dan memperlakukan bahasa sebagai satu keseluruhan, bukannya membagi pengajaran menjadi komponen-komponen keterampilan yang tersendiri (Chambel, Chambel & Dicknson, 2006). Salah satu metode yang tepat menurut kriteria di atas untuk bisa meningkatkan kecerdasan verbal anak adalah dengan metode storytelling atau bercerita. Metode ini dapat mewadahi karakteristik anak yang memiliki daya imajinasi dan fantasi yang tinggi. Cerita pada dasarnya memiliki struktur kata dan bahasa yang lengkap serta menyeluruh yang mana di dalamnya sudah terdapat sistem aturan bahasa yang mencakup fonologi (sistem suara), morfologi (aturan untuk mengkombinasikan unit makna minimal), sintaksis (aturan membuat kalimat), semantik (sistem makna), dan pragmatis (aturan penggunaan dalam setting sosial) (Santrock, 2007). Diharapkan dengan storytelling anak makin mampu menghasilkan semua suara bahasa, mengenali kata dan bahkan secara perlahan mampu menghasilkan serangkaian kongsonan yang kompleks atau minimal dengan metode bercerita, perbendaharaan kata anak menjadi bertambah. Hasil penelitian mengungkapkan bahwa usia pra sekolah adalah usia emas untuk anak dalam menguasai kata. Dimana pada usia dua setengah tahun anak hanya memiliki dua atau tiga ratus kosa kata, nanun pada usia hingga enam tahun, ia bisa menguasai ribuan kata. (Montesori, 2008). Paley dan rekan menemukan bahwa keuntungan dari storytelling antara lain (1) membantu siswa mengenalkan pada proses dan tujuan dari menulis, (2) mempertimbangkan ekspresi kreatif dari ide-ide dan perasaan, (3) meningkatkan kesempatan untuk membangun kemampuan sosial, dan (4) mempertimbangkan siswa untuk bekerja dengan ide-ide dan berbagai pengalaman (Cooper 1993; Paley, 1990 dalam Wright, Bacigalupa, Black & Burton, 2008). Selain itu manfaat lain dari storytelling menurut Vivian Paleys (1988, 1990, 2004 dalam Wright, Bacigalupa, Black & Burton, 2008) adalah dengan bercerita dapat menolong guru untuk lebih memahami siswa yang dia ajar, lebih efektif pada sosial anak dan kebutuhan emosionalnya, serta menciptakan kurikulum yang lebih responsif terhadap kebutuhan dan minat anak. Bahkan Lenox (2000) menjelaskan efek lain dari storytelling adalah merupakan alat yang sangat kuat untuk meningkatkan pemahaman dari diri anak dan orang lain disekitarnya. Sebuah penelitian untuk menguji efek storytelling dan story reading pada bahasa oral yang komplek dan story comprehension pada anak usia 3-5 tahun membuktikan bahwa terdapat efek positif yang besar terhadap bahasa oral anak (Isbell, Sobol, Lindauer, & Lowrance, 2004). Selain itu Ford (2007) menjelaskan pengalamannya belajar bersama muri-murid di The Pittsburgh Public School District dengan metode storytelling yang disesuaikan dengan karakteristik anak, dimana murid-muridnya memiliki kekurangan dalam hal hal matematika, kemampuan membaca, dan menulis, hasilnya murid-murid tersebut dapat meningkatkan motivasi dan performance kinerjanya. Ketika cerita dibacakan, terkadang kata-kata yang diucapkan tidak hanya diingat namun juga serasa dilukiskan kembali secara spontan, terdapat semangat performance, yang dibantu oleh partisipasi dan interaksi audien (Isbell, Sobol, Lindauer, & Lowrance, 2004). Dimana Roney

(1996 dalam Isbell, Sobol, Lindauer, & Lowrance, 2004) menjelaskan bahwa di dalam storytelling aspek yang harus diperhatikan agar berjalan dengan efektif adalah mencoba kreatif dan memiliki komunikasi dua arah (storyteller dan pendengar). Selain itu kontak mata dengan pendengarpun sangat penting untuk diperhatikan, jika anak melihat kontak mata storyteller, dimana mereka saling melakukan tatapan dalam interaksi, pada akhirnya akan membuat pengalaman menjadi lebih personal dari pada storyteller hanya membaca buku cerita (Zeece, 1997; Malo & Bullasrd 2000 dalam Isbell, Sobol, Lindauer, & Lowrance, 2004). Storytelling yang digunakan untuk meningkatkan kecerdasan anak juga harus disesuaikan dengan level kognitif anak. Dimana pada usia pra sekolah, level kognitif mereka berada pada operasional kongrit (Piaget dalam Santrock, 2007) Sehingga cerita yang diberikan haruslah bersifat kongrit dan tidak membutuhkan daya penalaran yang tinggi. Colon-Vila (1997 dalam Isbell, Sobol, Lindauer, & Lowrance, 2004) setuju bahwa storytelling dapat membantu mengajari siswa untuk mendengar, membantu membangun keterampilan komunikasi oral dan tulisan, dan mengembangkan pemahaman dari cerita skema. Farrel dan Nessell (1982 dalam Isbell, Sobol, Lindauer, & Lowrance, 2004) menjelaskan bahwa storytelling membantu mengembangkan kelancaran, menambah perbendaharaan kata, dan membantu mengingat kata. Selain itu Marrow menyakini bahwa storytelling adalah salah satu cara untuk mengembangkan bahasa di kelas awal masa kanak-kanak. DAFTAR RUJUKAN Campbell, L,. Campbell, B,.& Dickinson, D. (2006) Metode Praktis Pembelajaran Berbasis Multiple Intelligences (terjemahan). Jakarta: Intuisi Pers Ford, Tawnya. (2007). The Power of Story in Building Character and Community. http://academic.evergreen.edu/c/chambreb/Power%20of%20Story%20Reader%2007.pdf Gadner, Howard. (2003). Multiple Intelligences. Batam: Interaksara Handayani, Sugeng. (2007). Penerapan Pembelajaran Kooperatif Sebagai Upaya Untuk Membangkitkan Multiple Intelligences Siswa. Jurnal Pendidikan Inovatif Volume 3, No 1, September 2007 Isbell,R., Sobol,J., Lindauer,L.,& Lowrance, A. (2004). The Effects of Storytelling and Story Reading on the Oral Language Complexity and Story Comprehension of Young Children. Early Childhood Education Journal, Vol. 32, No. 3, December 2004 Kramarski, Bracha & Mevarech, Zemira R. (2003). Enhancing Mathematical Reasoning in the Classroom: The Effects of Cooperative Learning and Metacognitive Training. American Educational Research Journal Spring 2003, Vol. 40, No. 1, pp. 281310 Lenox, Mary F. (2000). Storytelling for Young Children in a Multicultural World. Early Childhood Education Journal, Vol. 28. No. 2. 2000

Montessori, Maria. (2008). The Absobent Mind-Pikiran yang Mudah Menyerap (terjemahan). Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Nichols, Robert C. (1978). Policy Implications of The Iq Controversy. Review of Research In Education 1978; 6; 3 Rettig, Michael. (2005). Using the Multiple Intelligences to Enhance Instruction for Young Children and Young Children with Disabilities. Early Childhood Education Journal, Vol. 32, No. 4, febuary 2005 Santrock, John W. (2007). Psikologi Pendidikan (terjemahan). Jakarta: Kencana Prenada Media Group Wright, C,.Bacigalupa, C,. Black, T,. Burton, M. (2008). Window into Children Thingking: A Guide to Storytelling and Dramatization. Early Childhood Education J (2008) 35: 363-369
KEKUATAN 'STORYTELLING' (METODE BERCERITA)

anda pernah mendengarkan dongeng yang diceritakn orang tua anda waktu kecil? ada imajinasi disitu, andapun seakan-akan memang ikut merasakan, ikut melihat peristiwanya, itu lah contoh sederhana kekuatan story telling (metode bercerita) Storytelling merupakan budaya universal manusia, terhitung dari mulai anak-anak hingga orang dewasa. Storytelling adalah sebuah bagian dari aktifitas komunikasi, yang sejatinya menuangkan ide, buah pikiran, atau pesan, yang mengisahkan tentang kisah hidup atau berbagai kejadian secara lisan. Tidak semua orang memiliki kemampuan bercerita dengan baik. Tantangannya adalah kreasi dibenak kita dan cara bagaimana mengungkapkan apa yang telah di cipta dalam dunia ide. Sebagian orang memanfaatkan media dalam menuangkan ide, buah pikiran, atau pesan, kedalam ringkasan sebuah cerita, diantaranya media visual. Ada dua kata yang terkandung dalam visual storytelling, yaitu visual dan storytelling. Visual adalah segala hal yang berhubungan dengan penglihatan, artinya dapat dilihat.

Sedangkan storytelling adalah cara yang dilakukan untuk menyampaikan suatu cerita kepada audience, baik dalam bentuk kata-kata, foto, gambar maupun suara. Pengertian Visual Storytelling adalah cara menyampaikan suatu cerita kepada audience dalam bentuk media visual. Istilah gampangnya, Biarkan gambar atau foto berbicara . Ibarat sebuah gambar, terdiri dari 1000 kata. Menurut diantaranya: 1. 2. 3. John Berger, 1982, gambar mempunyai sejumlah kekuatan,

Seeing comes before words. The child looks and recognizes before it can speak. It is seeing which establishes our place in the surrounding world The relation between what we see and what we know is never settled. Hanya melihat sebuah gambar atau foto, seseorang telah mampu merangkai ribuan kata, secara jelas tentang apa yang mau diceritakan. Tanpa mesti dijelaskan secara lisan terlebih dahulu, gambar telah bercerita kepada yang melihatnya. Sejalan dengan kemajuan teknologi komunikasi dan informasi, budaya bercerita, terus mengalami perkembangan. Dari budaya bercerita konvensional, yang mengandalkan kemampuan bercerita lisan, kemudian menggunakan media gambar, dan kini menuju ke arah era digitalisasi. Digital storytelling adalah ungkapan modern dari seni bercerita yang mengandalkan kekuatan dengan gambar, musik, narasi dan suara bersama-sama, sehingga memberikan dimensi dalam dan warna hidup untuk karakter, situasi, pengalaman dan wawasan. Knut Lundby, 2008 dalam bukunya Digital Storytelling mengartikan sebagai small-scale as a media form, short just few minute long, made with off-the-shelf equetment and technique. The production are not expensive, for example, be zooming of still picture rather than moving image. The story centring the narrators own, personal life and experience and usually told in his or her own voice. Story telling dalam era digital menemukan bentuk baru dalam skala yang kecil, berdurasi pendek dibuat dengan teknik yang sederhana dengan biaya murah, yang menyangkut pengalaman hidup seseorang yang diceritakan dengan narasi dan menggunakan suara yang bersangkutan. Menurut McClean, 2007, story telling is related to the narrative power of visual effect in film. Dalam film tidak hanya kata-kata verbal, namun animasi visual dan efek manipulatif yang dihasilkan, yang semua itu merupakan representasi dari ide atau pesan yang ingin disampaikan. Sederhananya, cerita pendek digital 2 sampai 10 menit film multimedia yang menggabungkan foto, video, animasi, suara, musik, teks, dan sering suara narasi. Bentuk baru dari cerita muncul dengan munculnya produksi hardware media yang dapat diakses teknik, dan perangkat lunak, tetapi tidak terbatas

pada kamera digital, perekam suara digital, iMovie , Windows Movie Maker dan Final Cut Express . Ini teknologi baru memungkinkan individu untuk berbagi cerita melalui Internet pada YouTube , Video , compact disc, podcast , dan sistem distribusi elektronik. The "cerita digital" panjang juga dapat mencakup berbagai narasi digital (webbased cerita, cerita interaktif, hypertexts, dan permainan narasi komputer). Hal ini kadang-kadang digunakan untuk merujuk pada pembuatan film pada umumnya, dan pada akhir, itu telah digunakan untuk menggambarkan upaya iklan dan promosi oleh perusahaan komersial dan non-profit. Cerita digital dapat digunakan sebagai media ekspresif dalam kelas untuk mengintegrasikan materi pelajaran dengan pengetahuan dan keterampilan yang masih ada dari seluruh kurikulum. Siswa dapat bekerja secara individual atau bersamasama untuk menghasilkan cerita digital mereka sendiri. Setelah selesai, cerita-cerita yang mudah di-upload ke internet dan dapat dibuat tersedia untuk audiens internasional, tergantung pada topik dan tujuan dari proyek ini. Salah satu contoh, digital storytelling pernah dikembangkan diThe National Gallery of Art di Washington DC juga mengadakan serangkaian kelas untuk mengintegrasikan kurikulum pendidikan seni dengan cerita digital dari 2003-2005. Aspek-aspek bercerita digital, gambar, musik, dan narasi memperkuat ide dan menarik bagi jenis belajar yang berbeda. Guru dapat menggunakannya untuk memperkenalkan proyek, tema, atau area konten, dan juga dapat membiarkan siswa mereka membuat cerita digital mereka sendiri dan kemudian mereka berbagi. Guru dapat membuat cerita digital untuk membantu memfasilitasi diskusi kelas, sebagai antisipasi set untuk topik baru, atau untuk membantu siswa memperoleh pemahaman yang lebih baik tentang konsep-konsep yang lebih abstrak. Cerita-cerita ini dapat menjadi bagian integral dari setiap pelajaran dalam berbagai mata pelajaran. Siswa juga dapat membuat cerita digital sendiri. Melalui penciptaan cerita-cerita siswa diwajibkan untuk mengambil kepemilikan materi yang mereka sajikan. Mereka harus menganalisis dan mensintesis informasi juga. Semua ini mendukung pemikiran tingkat yang lebih tinggi. Siswa mampu memberikan suara diri mereka melalui mengekspresikan pikiran dan ide-ide. Kasus diIndonesia, pemanfaatan digital storytelling, umumnya lebih banyak mengadopsi digital storytelling dari luar negeri melalui berbagai media, diantaranya media youtube. Banyak sekali digital storytelling, dapat diunduh, dan dipresentasikan sebagai bagian dari pemberian materi pelajaran sekolah, terutama tentang materi pelajaran nilai dan budipekerti. Sementara, yang dikaryakan sendiri oleh siswa-siswa sekolah, kebanyakan masih bersifat sederhana, misalnya masih menggunakan foto dan hasil menggambar siswa. Sedangkan yang diproduksi melalui program komputer

gambar, klip video, film, animasi hanya sedikit saja. Hal ini sangat beralasan, karena kemampuan siswa untuk memproduksi bentuk cerita digital dengan memanfaatkan film dan klip video masih terbatas. Kecuali munculnya kreatifitas guru dalam mengembangkan digital storytelling kepada siswa. Digital storytelling, disisi lain, sebenarnya melatih siswa untuk berusaha mengingat dengan peristiwa lain yang berhubungan. Selanjutnya, membaca cerita dapat melatih siswa untuk berusaha mengembangkan daya kreativitas dan imajinasinya. Dengan kata lain, digital storytelling bagi siswa sangat efektif dalam mengembangkan imajinasi positif, mengembangkan pengalaman emosi, pemberian pendidikan moral, memperbesar cakrawala mental, menumbuhkan rasa humor serta membangkitkan apresiasi. Menurut Carey, 2003 dalam McQuail menyatakan seiring dengan teknologi berbasis komputer, terdapat pula berbagai inovasi yang dalam beberapa hal mengubah aspek komunikasi. Aspek komunikasi yang berubah adalah munculnya budaya visual, dimana siswa diajak memahami sebuah gambar dan koneksitas gambar kedalam sebuah tulisan atau cerita yang logis dan kritis. Ada unsur pengembangan kerangka berpikir dari visual atau gambar kedalam sebuah tulisan atau lisan. Siswa dapat mempelajari dan berusaha memahami pesan dari rangkain gambar, dan dikonstruksi menjadi sebuah keutuhan realita sesuai fakta yang ada dalam gambar. Karakteristik yang paling penting dari sebuah digital storytelling adalah bahwa tidak lagi sesuai dengan konvensi mendongeng tradisional karena cerita digital (digital storytelling) mampu menggabungkan citra bergerak, suara, dan teks, serta menjadi fitur interaktif. Kemampuan ekspresif teknologi menawarkan dasar yang luas dimana untuk berfungsi mengintegrasikan. Hal ini meningkatkan pengalaman bagi siswa untuk interaktivitas yang lebih besar. Metode bercerita atau story telling merupakan metode yang cukup efektif dalam menarik perhatian audiens. Metode ini juga bisa digunakan oleh pemasar untuk menarik perhatian para konsumen dan pelanggannya. Tidak hanya itu, metode bercerita bisa menjadi media sebuah merek memenangi sebuah kompetisi. Ekterina Walter, kolumnis di situs Mashable, mengatakan selain lantaran desain yang unik, layanan kepada pelanggan, kesuksesan perusahaan juga ditentukan pada kemampuannya untuk menceritakan merek mereka kepada pelanggannya. Cerita, sambung Walter, tak seperti elemen pemasaran lainnya, memampukan merek terhubung dengan pelanggannya pada tataran emosional. Dan, metode ini memiliki kekuatan luar biasa di era digital seperti sekarang. Ada empat atribut kunci merek bisa sukses melakukan kampanye berbasis cerita ini. Walter menyebut juga empat merek yang sukses di masing-masing atribut. 1. Etika Sepatu merek TOM, misalnya, telah dijual di lebih dari 500 gerai di seluruh dunia. Sepatu ini dikenal dengan program etik dan sosialnya. Ada sebuah etos bahwa setiap pembelian sepatu, satu pasang

didonasikan untuk anak-anak yang membutuhkan. Merek ini berhasil membuat cerita aktivitas filantropinya sebagai bagian utama dalam gerak bisnis perusahaan. Perusahaan ini juga berhasil membangun cerita tersebut di media online, seperti di situs web mereka maupun di YouTube yang sudah dilihat oleh empat jutaan orang. TOM juga menggunakan blog untuk mengeksplorasi aktivitas mereka dalam memengaruhi orang di seluruh dunia. 2. Personalitas Mr. Kipling yang mengusung semboyan Exceedingly Good Cakes merupakan pemimpin pasar di pasar kue di Inggris selama beberapa dekade. Iklan TVC Mr. Kipling mengusung cerita tentang seorang lelaki terhubung dengan beberapa generasi dengan makan kue tersebut. Sayangnya, Mr. Kipling bukan sosok sungguhan. Namun, strategi ini diklaim menuai sukses dalam pemasaran di era digital. Bahkan, di online, Mr. Kipling mendapat jodoh Mrs. Kipling yang memiliki fan page sendiri di Facebook dengan lebih 100.000 fans. Termasuk juga di Twitter. Tokoh Mr. Kipling dan Mrs. Kipling membuat narasi menjadi lebih personal. 3. Asal Usul Mengusung tenmpat asal juga menjadi salah satu elemen menarik dalam metode bercerita ini. Chrysler mengambil Detroit dan menempatkannya sebagai inti kampanyenya Diimpor dari Detroit. Iklan inspiratif ini meluncur pada tahun 2009 dan memberi semangat bagi warga Amerika Serikat yang sedang dilanda krisis ekonomi. Di kanal YouTube, iklan komersial Eminem Superbowl telah menarik perhatian 15 juta views. Chrysler juga bermitra dengan merek lokal The Juliets untuk melanjutkan kampanye Detroitnya. Termasuk mempromosikan merchandise melalui media sosial yang hasilnya untuk kegiatan karitatif mereka. 4. Sikap Nike memiliki kisah sukses sendiri dalam menggunakan metode bercerita. Nike selama ini dikenal sebagai pemasok andal sepatu dan busana olahraga. Dan menariknya, Nike tidak sekadar menjual produk. Nike berhasil menjual sikap yang mana setiap orang merupakan seorang atlit yang bisa memenangi pertandingan. Semangat di atas menjadi semangat dalam komunitas Running dan kampanye Livestrong yang mengusung prestasi-prestasi Lance Armstrong. Kampanya ini dinilai sangat sukses, khususnya di media sosial. Misalnya, kanal Livestrong di YouTube mengusung cerita ornag-orang yang terkena kanker dengan tujuan untuk menyemagati orang melalui pesan Unity is strenght, knowledge is power, and attitude is everything! Sejauh ini, kanal tersebut sudah mendapatkan lebih dari dua juta views. Sementara, di Twitter, akunnya mendapat lebih dari 250.000 follower dan fans Facebooknya mendapatkan lebih dari 1,5 juta tanda suka. .............dan perlu anda ketahui bahwa di indonesia ada "akademi bercerita" linknya disini

Kesimpulan

Digital storytelling merupakan hasil peradaban baru, yang muncul akibat kemajuan daya pikir manusia, yang mampu mengembangkan teknologi. Digital storytelling tak lain hanyalah representasi dari sebuah fakta, yang terwakili dalam sebuah gambar digital diam ataupun bergerak, musik dan teks. Penggabungan fakta inilah, mampu mengungkapkan sebuah cerita atau narasi tentang sebuah kisah hidup. Manusia adalah organisme cerita secara perseorangan dan kehidupan sosial. Konten digital storytelling, dapat dijadikan sebagai pesan dari aktifitas komunikasi, dimana proses penyampaian pesan itu melalui media komputer. Digital storytelling menyediakan tool untuk mengirim pengetahuan, ide, pesan, nilai ataupun sebuah budaya baru, dalam konteks sosial. Bahkan dengan digital storytelling, akan terjadi pengembangan budaya visual dan budaya tulis dalam proses peningkatan ketrampilan berpikir kritis.

Anda mungkin juga menyukai