Anda di halaman 1dari 13

Retardasi Mental, Gangguan Belajar, Gangguan Komunikasi, School Phobia

Pertemuan 2

RETARDASI MENTAL

I. DEFINISI DAN KRITERIA DALAM MENDIAGNOSIS RETARDASI MENTAL Retardasi mental/mental retardation adalah keterlambatan yang mencakup rentang yang luas dalam perkembangan fungsi kognitif dan sosial. Retardasi mental didiagnosis berdasarkan kombinasi dari tiga kriteria, yaitu : Pertama, Memiliki skor rendah pada tes inteligensi formal, yaitu skor IQ < 70 ; Kedua, hendaya dalam melakukan tugas sehari-hari, dibandingkan dengan orang lain yang seusia, dalam lingkup budaya tertentu ; Ketiga, Perkembangan gangguan terjadi sebelum usia 18 tahun.

II. PENYEBAB RETARDASI MENTAL Retardasi mental dapat disebabkan oleh aspek : 1. Biologis. Penyebab biologis mencakup gangguan kromosom, genetis, penyakit infeksi, atau penggunaan alkohol pada saat ibu mengandung. Sindrom Down dan Abnormalitas Kromosom lainnya. Down syndrome adalah suatu kondisi terhambatnya pertumbuhan dan perkembangan fisik dan mental, yang ditandai dengan adanya kelebihan kromosom (ada kromosom ketiga pada pasangan kromosom 21). Sehingga, jika individu normal memiliki 46 kromosom, maka pada individu yang mengalami Down syndrome memiliki 47 kromosom. Kondisi ini terjadi bila pasangan kromosom ke-21 pada sel telur atau sperma gagal untuk membelah secara normal, sehingga mengakibatkan ekstra kromosom. Anak-anak dengan Down syndrome memiliki ciri-ciri fisik tertentu, yaitu : (a) Wajah bulat lebar ; (b) Hidung datar ; (c) Lipatan kecil yang mengarah ke bawah pada kulit di bagian ujung mata, yang memberikan kesan mata sipit ; (d) Lidah yang menonjol ; (e) Tangan yang kecil dan berbentuk segiempat dengan jari-jari pendek, jari ke lima melengkung ; (f) Ukuran tangan dan kaki kecil dan tidak proporsional dibandingkan keseluruhan tubuh.

PUSAT PENGEMBANGAN BAHAN AJAR-UMB

Diah Widiawati ABNORMAL DAN SIKAPATOLOGI

Retardasi Mental, Gangguan Belajar, Gangguan Komunikasi, School Phobia

Pertemuan 2

Hampir semua anak Down syndrome mengalami retardasi mental, gangguan pada pembentukkan jantung, kesulitan bernafas, dan meninggal pada usia pertengahan. Mereka juga mengalami hambatan dalam belajar dan perkembangan. Mereka cenderung tidak terkoordinasi, kurang memiliki tekanan otot sehingga sulit untuk melakukan kegiatan fisik, sulit mengingat dengan informasi verbal, sulit menerima instruksi dari guru, sulit untuk mengekspresikan pemikiran atau kebutuhan mereka secara verbal dengan jelas. Namun, beberapa dari mereka mampu membaca, menulis, mengerjakan tugas aritmetika sederhana dengan dukungan yang baik dan pendidikan yang memadai. Sindrom Klinefelter. Sindrom Klinefelter hanya terjadi pada laki-laki, ditandai oleh adanya ekstra kromosom X, sehingga menghasilkan pola kromosom XXY (Laki-laki normal memiliki pola kromosom XY). Pria dengan pola kromosom XXY ini gagal mengembangkan karakteristik seks sekunder yang tepat, sehingga mengakibatkan adanya testis kecil yang tidak berkembang sempurna, produksi sperma rendah,

pembesaran payudara, perkembangan otot yang kurang baik, dan infertilitas. Kelainan kromosom ini juga dapat mengakibatkan retardasi mental. Namun, pria dengan sindrom ini seringkali tidak merasakan gangguan, sampai mereka melakukan tes infertilitas. Sindrom Turner. Sindrom ini hanya terjadi pada wanita, yang ditandai dengan adanya kromosom X tunggal (Wanita normal memiliki pola kromosom XX). Anak perempuan yang mengalami sindrom ini, tetap akan mengembangkan genital luar yang normal, namun indung telur tidak berkembang dengan baik dan menghasilkan sedikit estrogen. Dampaknya pada masa dewasa, mereka akan cenderung lebih pendek, infertil, dan mengalami retardasi ringan, khususnya dalam bidang matematika dan ilmu

pengetahuan alam. Sindrom Fragile X dan Abnormalitas Genetis lainnya. Sindrom ini disebabkan oleh mutasi gen pada kromosom X. Gen yang rusak berada pada area kromosom yang rapuh, sehingga disebut sindrom fragile X. Sindrom ini menyebabkan retardasi mental ringan hingga parah, yang dapat menyebabkan gangguan bicara dan fungsi yang berat. Phenylketonuria (PKU). Gangguan ini disebabkan adanya satu gen resesif yang menghambat anak untuk melakukan metabolisme asam amino phenylalanine, yang terdapat pada banyak makanan. Dampaknya adalah phenylalanine dan phenylpyruvic

PUSAT PENGEMBANGAN BAHAN AJAR-UMB

Diah Widiawati ABNORMAL DAN SIKAPATOLOGI

Retardasi Mental, Gangguan Belajar, Gangguan Komunikasi, School Phobia

Pertemuan 2

(turunannya) akan menumpuk dalam tubuh, sehingga menyebabkan kerusakan pada sistem saraf pusat. Kerusakan sistem saraf pusat akan mengakibatkan retardasi mental dan gangguan emosi. Anak-anak dengan gangguan ini tidak akan mengalami kerusakan yang berat. Mereka akan dapat berkembang secara normal jika melakukan diet rendah phenylalanine segera setalah kelahiran. Faktor-faktor Prenatal dan Postnatal. Selain karena kelainan kromosom, retardasi mental juga dapat disebabkan karena : (a) Infeksi dari penyakit rubella (cacar Jerman), Sifilis, Cytomegalovirus, dan herpes genital. Semua itu dapat menyebabkan kerusakan otak, sehingga menyebabkan retardasi ; (b) Penggunaan obat dan alkohol selama ibu mengandung dapat menyebabkan cacat fisik dan retardasi mental yang parah ; (c) Komplikasi kelahiran, seperti kekurangan oksigen, cedera kepala, kelahiran prematur, infeksi otak (meningitis, encephalitis) dapat menyebabkan gangguan neurologis dan retardasi mental ; (d) Anak-anak yang terkena racun, seperti cat yang mengandung timah, dapat mengalami kerusakan otak, dan menyebabkan retardasi mental. 2. Psikososial. Aspek psikososial mencakup unsur budaya, keluarga yang tidak memberikan stimulasi intelektual, pengasuhan dalam keluarga yang miskin,

penelantaran atau kekerasan dari orangtua. Kasus retardasi mental yang disebabkan oleh faktor ini disebut retardasi budaya-keluarga (cultural-familial retardation). Penyebabnya adalah : (a) Kurangnya fasilitas atau kesempatan, seperti kurangnya buku, mainan, atau kesempatan berinteraksi dengan orang lain yang dapat menstimulasi secara intelektual. Dampaknya, anak-anak ini gagal mengembangkan keterampilan bahasa, ilmu pengetahuan, membaca, dan tidak termotivasi untuk belajar berbagai keterampilan yang dibutuhkan dalam hidup ; (b) Beban Ekonomi. Orangtua yang bekerja keras, seringkali lupa meluangkan waktu untuk mengajar dan mendidik anak-anak mereka ; (c) Kemiskinan. Orangtua yang diasuh dalam kemiskinan, kurang memiliki kesempatan membaca, sehingga mereka tidak memiliki keterampilan membaca dan kemampuan mengenalkan keterampilan ini kepada anak-anak mereka. 3. Kombinasi keduanya

PUSAT PENGEMBANGAN BAHAN AJAR-UMB

Diah Widiawati ABNORMAL DAN SIKAPATOLOGI

Retardasi Mental, Gangguan Belajar, Gangguan Komunikasi, School Phobia

Pertemuan 2

III. TINGKAT RETARDASI MENTAL DSM mengklasifikasikan retardasi mental berdasarkan tingkat keparahannya
Jenis Tingkah Laku Adaptif yang Terlihat Tingkat & Perkiraan Rentang Skor IQ Usia Prasekolah 0 - 5 tahun Kematangan dan Perkembangan Sering terlihat tidak memiliki gangguan, tetapi lambat dalam berjalan, makan sendiri, dan bicara dibanding anak-anak lainnya Usia Sekolah 6 - 21 tahun Pelatihan dan Pendidikan Menguasai keterampilan praktis, kemampuan membaca, dan aritmetika sampai kelas 6 SD dengan pendidikan khusus. Dapat diarahkan pada konformitas sosial. Dewasa di atas 21 tahun Kemampuan sosial & vokasional Biasanya dapat mencapai keterampilan sosial dan vokasional untuk membiayai diri sendiri; mungkin membutuhkan bimbingan dan dukungan dalam menghadapi tekanan sosial dan ekonomi. Dapat melakukan tugas-tugas sederhana dalam lingkungan pusat pelatihan ; berpartisipasi dalam rekreasi sederhana ; bepergian secara mandiri ke tempat-tempat yang dikenal ; biasanya tidak dapat melakukan self maintenance.

Ringan (Mild) 50-55 sampai 70

Sedang (Moderate) 35-40 sampai 50-55

Terlambat dalam perkembangan motorik, terutama dalam bicara ; Mampu berespon terhadap pelatihan dalam berbagai aktivitas self help.

Dapat mempelajari komunikasi sederhana, perawatan kesehatan&keselamatan dasar, keterampilan tangan sederhana ; Tidak mengalami kemajuan dalam fungsi membaca & aritmetika. Mampu berjalan, dapat mengerti pembicaraan dan memberikan respon ; Memiliki ketidakmampuan yang spesifik, tidak mengalami kemajuan dalam membaca atau fungsi aritmetika. Terlambat dalam semua area perkembangan ; Dapat menunjukkan respon emosional dasar ; Dapat berespon terhadap pelatihan keterampilan dengan menggunakan kaki, tangan, rahang ; Memerlukan supervisi & dukungan yang ketat.

Berat (Severe) 20-25 sampai 35-40

Perkembangan motorik terlambat, kemampuan komunikasi minim atau tidak ada sama sekali ; Dapat berespon terhadap pelatihan self help dasar (misal : makan sendiri)

Dapat menyesuaikan diri dengan rutinitas sehari-hari dan aktivitas repetitif ; Butuh pengarahan dan supervisi terus menerus dalam lingkungan yang melindungi.

Parah (Profound) < 20 atau 25

Retardasi motorik kasar, kapasitas minimal untuk berfungsi pada area sensorimotorik; Butuh bantuan perawat.

Dapat berjalan dengan bantuan perawat, Dapat berbicara secara primitif ; Terbantu dengan aktivitas fisik teratur ; Tidak dapat melakukan self maintenance.

PUSAT PENGEMBANGAN BAHAN AJAR-UMB

Diah Widiawati ABNORMAL DAN SIKAPATOLOGI

Retardasi Mental, Gangguan Belajar, Gangguan Komunikasi, School Phobia

Pertemuan 2

IV. INTERVENSI Anak-anak dengan mental retardasi membutuhkan penanganan atau intervensi, agar dapat memenuhi tuntutan perkembangan. Penanganan akan dilakukan berdasarkan tipe retardasi dan tingkat keparahan. Retardasi Mental Ringan. Penanganan anak-anak dengan tipe ini dapat berupa : (a) Pelatihan mengenai keterampilan vokasional, agar mereka dapat membiayai diri sendiri dengan pekerjaan yang bermakna ; (b) Pelatihan keterampilan sosial agar mereka dapat menjalin hubungan dengan orang lain secara efektif ; (c) Pelatihan pengelolaan amarah, agar mereka dapat mengatasi konflik tanpa bertindak agresif ; (d) Pemberian materi kemampuan dasar hingga level kelas 6 SD, seperti bahasa, ilmu pengetahuan alam, dan matematika. Retardasi Mental Berat atau Parah. Penanganan anak-anak dengan tipe ini dapat berupa : (a) Penempatan pada komunitas yang berisi orang dengan retardasi mental ; (b) Mengajarkan perilaku kesehatan dasar, mandi, menggosok gigi, memakai pakaian, menyisir rambut.

PUSAT PENGEMBANGAN BAHAN AJAR-UMB

Diah Widiawati ABNORMAL DAN SIKAPATOLOGI

Retardasi Mental, Gangguan Belajar, Gangguan Komunikasi, School Phobia

Pertemuan 2

GANGGUAN BELAJAR

I.

DEFINISI DAN TIPE GANGGUAN BELAJAR Gangguan belajar merupakan defisiensi kemampuan belajar spesifik, dimana orang-orang dengan gangguan belajar adalah orang-orang yang pandai atau berbakat, namun menunjukkan kemampuan yang buruk dalam kemampuan membaca, matematika atau menulis. Gangguan ini menyebabkan prestasi sekolah atau fungsi sehari-hari menjadi terhambat. Gangguan belajar cenderung menjadi kronis yang mempengaruhi

perkembangan di masa dewasa. Anak-anak dengan gangguan belajar cenderung memiliki prestasi buruk, dinilai gagal oleh guru atau orangtua, sehingga mereka mengembangkan harapan yang rendah terhadap diri mereka dan memiliki masalah dengan harga diri. Ada tiga jenis gangguan belajar, yaitu : 1. Gangguan matematika (diskalkulia). Kata dyscalculia berasal dari Yunani dan Latin yang berarti menghitung dengan buruk. Awalan dys berasal dari bahasa Yunani dan berarti buruk. Calculia berasal dari bahasa Latin calculare, yang berarti menghitung. Anak-anak dengan gangguan ini memiliki masalah dalam memahami istilah matematika, memahami konsep operasi hitung, memahami simbol matematika, dan tabel perkalian. Gangguan ini muncul sejak anak duduk di kelas 1 SD, namun biasanya tidak dikenali sampai anak duduk di kelas 2 atau 3 SD. 2. Gangguan menulis (disgrafia). Anak-anak dengan gangguan ini memiliki keterbatasan kemampuan dalam menulis. Keterbatasan itu muncul dalam bentuk kesalahan mengeja, tata bahasa, tanda baca, kesulitan dalam membentuk kalimat atau paragraf. Kasus kesulitan menulis yang parah akan terlihat pada usia 7 tahun (sekitar kelas 2 SD). Sedangkan untuk kasus kesulitan menulis yang lebih ringan tidak akan dikenali sampai usia 10 tahun (sekitar kelas 5 SD) atau setelahnya. 3. Gangguan membaca (disleksia). Gangguan ini biasanya muncul pada usia 7 tahun (kelas 2 SD), walaupun kadang sudah dikenali pada usia 6 tahun. Anak-anak atau remaja yang mengalami gangguan ini biasanya cenderung lebih rentan terhadap depresi, memiliki harga diri yang rendah, merasa tidak mampu secara akademik,

PUSAT PENGEMBANGAN BAHAN AJAR-UMB

Diah Widiawati ABNORMAL DAN SIKAPATOLOGI

Retardasi Mental, Gangguan Belajar, Gangguan Komunikasi, School Phobia

Pertemuan 2

menunjukkan tanda-tanda ADHD. Ciri-ciri anak-anak dengan gangguan ini adalah : (a) Kesulitan dalam mengenali kata-kata dan memahami bacaan ; (b) Membaca dengan sangat lambat atau sangat kesulitan membaca ; (c) Mengubah, menghilangkan, atau mengganti kata-kata ketika membaca dengan keras. Misal pos menjadi sop, tas menjadi sat ; (d) Kesulitan dalam menguraikan huruf-huruf dan kombinasinya, serta menerjemahkannya menjadi suara yang tepat ; (e) salah mempersepsikan huruf-huruf. Huruf m menjadi w ; n menjadi u (jungkir balik) ; huruf b menjadi d (melihat secara terbalik).

II. PERSPEKTIF TEORITIS Penyebab gangguan belajar belum dapat diketahui secara pasti, tetapi ada teori mengemukakan bahwa kebanyakan anak dengan gangguan belajar memiliki masalah dengan persepsi visual dan auditori. Satu penelitian menunjukkan bahwa disleksia terjadi karena adanya kerusakan pada stasiun pemancar visual di otak. Otak orang-orang dengan disleksia tidak dapat menguraikan stimulus visual yang datang secara beruntun. Akibatnya otak tidak dapat mengenal huruf dan kata/kata-kata terlihat samar dan saling bercampur (Livingstone, dkk, 1991). Beberapa bentuk disleksia disebabkan oleh abnormalitas pada sirkuit otak yang bertanggung jawab untuk pengolahan aliran suara-suara yang cepat. Kerusakan pada sirkuit otak dapat menyebabkan kesulitan untuk memahami suara percakapan yang cepat. Misal suara yang berhubungan dengan huruf b dan p dalam suku kata ba - pa atau boy-toy atau bet-pet. Masalah dasar seperti ini dapat menghambat orang disleksia untuk belajar bicara secara tepat dan belajar membaca.

III. INTERVENSI Model penanganan untuk gangguan belajar akan menggunakan perspektif : 1. Psikoedukasi. Penanganan dengan model ini lebih menekankan pada kekuatankekuatan dan potensi anak tersebut, dibandingkan dengan mencari penyebab dasar dari gangguan tersebut. Misal, Rangga mampu menyimpan informasi auditori lebih baik

PUSAT PENGEMBANGAN BAHAN AJAR-UMB

Diah Widiawati ABNORMAL DAN SIKAPATOLOGI

Retardasi Mental, Gangguan Belajar, Gangguan Komunikasi, School Phobia

Pertemuan 2

dibanding informasi visual. Maka Rangga akan diajar secara verbal dengan rekaman suara yang berisi materi pelajaran. 2. Behavioral. Model ini berasumsi bahwa belajar itu dibangun di atas keterampilanketerampilan dasar. Misal, Jojo mengalami disgraphia. Ia dapat menulis 1 paragraf, namun secara bertahap. Tahapnya adalah ia belajar menulis huruf demi huruf, menggabungkan huruf dalam suku kata, menggabungkan suku kata dalam kata, menggabungkan kata dalam kalimat, dan pada akhirnya menggabungkan kalimat dalam paragraf. Di samping itu, kemampuan setiap tahap perlu mendapat penguatan agar keterampilan-keterampilan dasar terbentuk. 3. Medis. Model ini berasumsi bahwa gangguan belajar merupakan gejala hambatan dalam pengolahan kognitif yang memiliki dasar biologis. Jadi penanganan yang tepat adalah dengan mengarahkan pada patologi yang mendasarinya, bukan pada ketidakmampuan belajarnya. Misal, Rendy mengalami kerusakan visual dalam otaknya, sehingga sulit mengikuti sebaris teks, maka penanganan yang tepat adalah dengan latihan mengikuti stimulus visual berbentuk baris-baris teks. Dengan demikian, kemampuan membaca baris-baris teks akan meningkat. 4. Neuropsikologi. Model ini mengasumsikan dua hal, yaitu : (a) gangguan belajar merupakan hambatan dalam pengolahan informasi yang memiliki dasar biologis ; (b) program pendidikan harus diadaptasi untuk memperhatikan gangguan dan

menyesuaiakannya dengan kebutuhan anak. 5. Linguistik. Model ini mengajarkan keterampilan bahasa secara bertahap, dengan cara membantu anak menangkap struktur dan menggunakan kata-kata. 6. Kognitif. Model ini berfokus pada bagaimana anak mengatur pemikiran ketika mereka belajar materi akademik. Dalam model ini, anak akan dibantu belajar dengan : (a) mengenali sifat dari tugas belajar ; (b) menerapkan strategi pemecahan masalah yang efektif untuk menyelesaikan tugas ; (c) memonitor kesuksesan strategi mereka. Contoh, Rizky memiliki masalah dengan aritmetika. Ia diarahkan untuk membagi tugas matematika menjadi komponen tugas, memikirkan tahapan yang diperlukan untuk menyelesaikan tugas, dan mengevaluasi prestasi mereka pada setiap tahap untuk menilai bagaimana cara meneruskannya.

PUSAT PENGEMBANGAN BAHAN AJAR-UMB

Diah Widiawati ABNORMAL DAN SIKAPATOLOGI

Retardasi Mental, Gangguan Belajar, Gangguan Komunikasi, School Phobia

Pertemuan 2

GANGGUAN KOMUNIKASI

I.

DEFINISI DAN KLASIFIKASI GANGGUAN Gangguan komunikasi adalah sekumpulan gangguan psikologis yang ditandai oleh kesulitan dalam pemahaman atau penggunaan bahasa. Gangguan ini mempengaruhi fungsi akademis, pekerjaan, atau kemampuan untuk berkomunikasi secara sosial. Gangguan komunikasi ini memiliki empat kategori, yaitu : Gangguan Bahasa Ekspresif. Anak-anak dengan gangguan ini memiliki hambatan dalam penggunaan bahasa verbal, yaitu perkembangan kosakata yang lambat, kesalahan dalam tata bahasa, kesulitan mengingat kembali kata-kata, kesulitan menghasilkan kalimat dengan kerumitan dan panjang yang sesuai dengan usia individu. Anak-anak dengan kesulitan ini dapat memiliki gangguan fonologis/artikulasi, yang akan menambah masalah bicara. Gangguan Bahasa Campuran Reseptif/Ekspresif. Anak-anak dengan gangguan ini memiliki kesulitan dalam memahami dan menghasilkan bahasa verbal, seperti kesulitan memahami kata atau kalimat sederhana, memahami tipe kata atau kalimat tertentu. Gangguan Fonologis/Artikulasi. Anak-anak dengan gangguan ini memiliki kesulitan dalam artikulasi suara. Mereka dapat menghilangkan, mengganti, atau salah mengucapkan bunyi-bunyi tertentu, misal, ch, f, l, r, sh, th, yang biasanya dapat diucapkan secara tepat pada saat anak memasuki usia sekolah. Pada kasus yang berat, terjadi salah mengartikulasi suara yang seharusnya sudah dikuasai pada masa sekolah, seperti b, m, t, d, n, h. Gagap adalah gangguan pada kemampuan untuk bicara lancar dengan waktu yang tepat. Gangguan ini biasanya dimulai pada usia 2 hingga 7 tahun. Gangguan ini ditandai oleh : (a) repetisi dari suara dan suku kata ; (b) perpanjangan pada suara-suara tertentu ; (c) penyisipan suara-suara yang tidak tepat ; (d) kata-kata yang terputus, seperti ada jeda di antara kata-kata yang diucapkan ; (e) hambatan dalam berbicara ; (f) circumlocution/menggunakan kata-kata alternatif untuk menghindari kata-kata yang sulit

PUSAT PENGEMBANGAN BAHAN AJAR-UMB

Diah Widiawati ABNORMAL DAN SIKAPATOLOGI

Retardasi Mental, Gangguan Belajar, Gangguan Komunikasi, School Phobia

Pertemuan 2

; (g) tampak adanya tekanan fisik ketika mengucapkan kata-kata ; (h) repetisi dari kata yang terdiri dari suku kata tunggal, misalnya s-s-saya senang bertemu anda.

II.

PENYEBAB Gangguan gagap terjadi karena interaksi antara faktor genetis dan lingkungan. Pada beberapa kasus kecemasan sosial dan fobia sosial juga merupakan faktor penyebabnya.

III. PENANGANAN Penanganan pada gangguan ini umumnya dilakukan melalui : terapi bicara, untuk melatih bicara dengan benar dan tepat konseling untuk mengatasi kecemasan sosial dan masalah emosional.

PUSAT PENGEMBANGAN BAHAN AJAR-UMB

Diah Widiawati ABNORMAL DAN SIKAPATOLOGI

10

Retardasi Mental, Gangguan Belajar, Gangguan Komunikasi, School Phobia

Pertemuan 2

SCHOOL PHOBIA

I.

DEFINISI dan CIRI Fobia sekolah merupakan bentuk kecemasan dan ketakutan yang berlebihan terhadap sekolah. Pada masa sekarang, fobia sekolah lebih sering disebut dengan Gangguan Kecemasan akan Perpisahan (Separation Anxiety Disorder/SAD). Disebut demikian, karena pada sebagian besar kasus dimana anak-anak menolak untuk pergi ke sekolah, dianggap sebagai bentuk dari kecemasan akan perpisahan. Ciri-ciri dari gangguan ini adalah : (a) mengeluh sakit perut, mual, muntah, gatal-gatal, gemetaran, keringatan, sakit perut, jika akan pergi ke sekolah ; (b) menolak untuk pergi ke sekolah ; (c) bersedia datang ke sekolah, namun tidak lama kemudian meminta untuk pulang ; (d) pergi ke sekolah dengan menunjukkan tempertantrum, seperti menangis, menjerit, memukul, menggigit ; (e) menunjukkan raut wajah sedemikian rupa untuk meminta belas kasihan guru agar diijinkan pulang ; (f) tidak beberapa hari. masuk sekolah selama

II.

TINGKATAN dan JENIS PENOLAKAN terhadap SEKOLAH 1. Initial School Refusal Behavior. Sikap menolak sekolah yang berlangsung dalam waktu yang sangat singkat dan berakhir dengan sendirinya tanpa perlu penanganan. 2. Substantial School Refusal Behavior. Sikap menolak sekolah yang berlangsung dalam waktu minimal dua minggu. 3. Acute School Refusal Behavior. Sikap menolak sekolah yang berlangsung dalam waktu dua minggu hingga satu tahun. Dalam masa itu, anak mengalami masalah setiap kali akan berangkat sekolah. 4. Chronic School Refusal Behavior. Sikap menolak sekolah yang berlangsung lebih dari satu tahun, bahkan ketika anak tersebut berada pada sekolah.

PUSAT PENGEMBANGAN BAHAN AJAR-UMB

Diah Widiawati ABNORMAL DAN SIKAPATOLOGI

11

Retardasi Mental, Gangguan Belajar, Gangguan Komunikasi, School Phobia

Pertemuan 2

III. PENYEBAB Perspektif Psikoanalisa. Kecemasan dan ketakutan untuk pergi sekolah

melambangkan konflik yang tidak disadari. Misalnya, A kelas 2 SD, menolak pergi sekolah karena dua hari yang lalu ia diejek gendut oleh temannya yang menyebabkan ia menjadi malu. Akibat rasa malu, ia menjadi tidak konsentrasi di sekolah, sehingga mendapat nilai 6 untuk tugas matematika. Hal ini tidak diceritakan kepada orangtuanya. Ia hanya mengeluh sakit kepala ketika akan diantarkan ke sekolah. Perspektif Kognitif. Kecemasan dan ketakutan terjadi karena adanya bias-bias kognitif. Misalnya, anak takut masuk sekolah pada tahun ajaran baru, karena berpikir bahwa guru di tingkat yang lebih tinggi itu galak atau teman-temannya tidak bersahabat. Perspektif Belajar. Kecemasan dan ketakutan untuk pergi sekolah disebabkan karena kegagalan mempelajari perilaku yang adaptif atau justru mempelajari tingkah laku yang maladaptif. Misalnya, pada contoh A diatas. A diejek gendut. Pada saat yang bersamaan, teman-teman yang mengejeknya itu juga mengejek B dan C dengan ejekan yang sama. B berespon dengan cara yang baik, yaitu dengan mengatakan Ga papa aku gendut, yang penting aku sehat. Di sisi lain, C berespon negatif, yaitu dengan diam saja karena merasa malu. Pada kasus ini, A belajar dari respon C yang kurang tepat. Ia tidak belajar dari respon B yang tepat.

IV. PENANGANAN Terapi kognitif behavioral dapat dilakukan untuk mengembangkan pola pikir yang sehat, keterampilan coping yang baik dan tingkah laku yang tepat. Tindakan konkretnya adalah : a. Mengajak anak untuk bicara atau diskusi mengapa ia mengalami kecemasan atau ketakutan untuk sekolah. Yakinkan anak bahwa ia tidak perlu merasa takut untuk bercerita. Yakinkan anak juga bahwa apapun yang menjadi faktor kecemasan anak dapat diatasi (Ada cara untuk mengatasi namun bukan dengan cara tidak mau atau tidak berani ke sekolah). b. Berikan penekanan dan alasan yang logis mengenai pentingnya sekolah.

PUSAT PENGEMBANGAN BAHAN AJAR-UMB

Diah Widiawati ABNORMAL DAN SIKAPATOLOGI

12

Retardasi Mental, Gangguan Belajar, Gangguan Komunikasi, School Phobia

Pertemuan 2

c. Bantu anak untuk mau dan berani ke sekolah dengan bertahap, yaitu : (a) anak diantar dan ditunggu di dalam kelas oleh orang terdekatnya ketika sekolah ; (b) anak diantar dan ditunggu di luar kelas oleh orang terdekatnya ketika sekolah ; (c) anak tidak perlu ditunggu lagi ketika sekolah.

DAFTAR PUSTAKA

Lumbantobing, S.M (1997). Anak dengan Mental Terbelakang. Jakarta : Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Nevid, J.S., Rathus, S.A.,& Greene, B. (2005). Psikologi Abnormal, Edisi Kelima Jilid 2 (Terjemahan). Jakarta: Erlangga Supratiknya, A. (1995). Mengenal Perilaku Abnormal. Yogyakarta : Kanisius http://psiko-indonesia.blogspot.com/2007/01/fobia-sekolah.html

PUSAT PENGEMBANGAN BAHAN AJAR-UMB

Diah Widiawati ABNORMAL DAN SIKAPATOLOGI

13

Anda mungkin juga menyukai