Anda di halaman 1dari 10

BAB I PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG Dalam Psikologi Industri terdapat suatu rancangan yang berkaitan dengan proses interaksi antara tenaga kerja dan lingkungan kerjanya. Yang meliputi peralatan kerja dan prosedur kerja. Rancangan tersebut dikenal dengan istilah psikologi kerekayasaan atau istilah lainnya adalah kerekayasaan faktor-faktor dari manusia, kerekayasaan manusia, biomekanika, ergonomika dan psikologi eksperimen terapan. Psikologi Kerekayasaan sangat dibutuhkan dalam perusahaan karena sangat berperan dalam membantu dalam merancang peralatan kerja, tugas-tugas yang harus dikerjakan, tempat kerja, dan lingkungan kerja menjadi suatu kondisi yang merangsang kemampuan kerja dan meminimal keterbatasan kerja karyawan. Rancangan ini melingkupi ; kinerja karyawan, pengembangan alat dan sistem kerja, meneliti tentang efek medis biologis dari tugas dan peralatan kerja terhadap kinerja.

1.2 RUMUSAN MASALAH Definisi Psikologi Kerekayasaan ? Pendahulu Psikologi Kerekayasaan ? Kondisi kerja terhadap perilaku manusia ?

1.2 TUJUAN PENULISAN Untuk mengetahui arti dari psikologi kerekayasaan Untuk mengetahui pendahulu dari psikologi kerekayasaan Untuk Memahami kondisi kerja terhadap perilaku manusia

BAB II PEMBAHASAN

2.1 DEFINISI PSIKOLOGI KEREKAYASAAN Psikologi Kerekayasaan adalah suatu kedudukan terhadap proses yang berkaitan dengan interaksi antara manusia, mesin dan lingkungan kerja yang mempengaruhi tenaga kerja dan rancangan pekerjaan berdasarkan kondisi kerja untuk meminimalisasikan kesalahan manusia ketika berhubungan dengan mesin. 2.2 PENDAHULU/PELOPOR PSIKOLOGI KEREKAYASAAN 1. Manajemen Ilmiah Frederick W. Taylor, yang menekankan efisiensi dalam melakukan tugas pekerjaan, yang membuat berbagai macam peralatan yang disesuaikan dengan bentuk dan berfungsinya anggota badan merupakan pendahulu dari psikologi kerekayasaan. Contohnya: dibuat sekop-sekop untuk tenaga bangunan

2. Analisis Waktu dan Gerak Pendahulu yang lain ialah Gilbreth dengan therblig-nya (simbol-simbol dari berbagai macam gerak) yang diciptakan dalam rangka kajian atau analisis waktu dan gerak (time and motion analysis).Melalui analisis waktu dan gerak Gilbreth dan rekanrekannya sampai pada penyederhanaan kerja dan pembakuan kerja (work simplification and work standardization).

3. Kondisi Kerja Penelitian lain yang merupakan pendahulu psikologi kerekayasaan ialah penelitian eksperimental yang dilakukan tentang lingkungan kerja fisik. Penelitian di Hawthorne, dekat Chicago (Amerika Serikat), yang dilakukan oleh para ilmuan dari Universitas Harvard di pabrik yang besar dari Western Electric Company bertujuan untuk mengetahui dampak dari cahaya penerangan terhadap produktivitas. .
2

2.3 PENGARUH KONDISI KERJA TERHADAP PERILAKU MANUSIA Kondisi kerja secara fisik, Rancangan kantor memberikan pengaruh pada produktivitas. Masalah yang biasa dihadapi selain masalah perparkiran, lokasi, ruang kantor, tampaknya perlu juga diperhatikan faktor-faktor lingkungan spesifik seperti penerangan atau iluminasi, warna, kebisingan dan musik. 1. Iluminasi (penerangan) Beberapa faktor yang perlu diperhatikan dalam iluminasi ialah kadar (intensity) cahaya, distribusi cahaya dan sinar yang menyilaukan. Pengaturan yang ideal adalah jika cahaya dapat didistribusikan secara merata pada keseluruhan lapangan visual. Memberikan cahaya penerangan pada suatu daerah kerja yang lebih tinggi kadar cahayanya daripada daerah yang mengelilinginya akan menimbulkan kelelahan mata setelah jangka waktu tertentu. Pada daerah yan terang pupil mata mengecil. Kalau melihat sekeliling yang lebih gelap (hal yang wajar dilakukan) pupil mata membesar. Kegiatan pupil mata ini yang menyebabkan timbulnya kelelahan mata. Sinar yang menyilaukan merupakan faktor yang mengurangi efisiensi visual dan meningkatkan ketegangan mata. Sinar dirasakan sebagai silau karena intensitas cahaya melebihi dari intensitas cahaya yang biasa diterima oleh mata. Sinar yang menyilaukan dapat ditimbulkan langsung oleh sumber cahayanya atau oleh bidangbidang yang memiliki pemantulan sinar yang tinggi. Silau juga dapat meningkatkan kesalahan dalam kerja rinci selama waktu 20 menit. Selain ketegangan mata, silau juga dapat mengaburkan pandangan. Silau ditempat kerja dapat diatasi dengan berbagai cara. Sumber cahaya yang sangat terang dapat ditutupi dengan pelindung, atau diletakkan di luar bidang pandang pekerja. Cara lain ialah dengan memberikan semacam kelep topi (visor) atau pelindung mata (eyeshader).

2.

Warna Erat kaitannya dengan iluminasi ialah penggunaan warna pada ruangan dan

peralatan kerja. Penggunaan warna dan kombinasi warna yang tepat dapat meningkatkan produktivitas, menurunkan kecelakaan dan kesalahan dan

meningkatkan semangat kerja. Warna dapat digunakan sebagai: a. Alat sandi atau sebagai pencipta kontras warna. Misalnya pada alat pemadan

kebakaran yang berwarna marah. b. Upaya untuk menghindari timbulkanya ketegangan mata. Pantulan cahaya dapat

berbeda-beda tergantung dari warna yang digunakan. c. Alat untuk menciptakan ilusi tentang besar dan suhu ruangan kerja.

Warna

Efek Jarak Jauh Jauh Dekat

Efek Suhu Sejuk Sangat sejuk Panas

Efek Psikis Menenangkan Sangat menenangkan Sangat terkesiap mengusik dan

Sangat dekat Dekat Sangat dekat netral

Sangat panas Sangat panas Merangsang

Merangsang Merangsang Menenangkan

3.

Bising Bising biasanya dianggap sebagai bunyi atau suara yang tidak diinginkan, yang

mengganggu, yang menjengkelkan. Namun batasan tersebut kurang memuaskan karena tidak ada dasar yang jelas untuk menyatakan kapan suatu bunyi tidak diinginkan. Burrows dalam Mc Cormick berpendapat bahwa dalam rangka teori informasi, maka bising ialah that auditory stimulus or stimuli bearing no informational relationship to the presence or completion of the immediate task. McCormick selanjutnya menggabungkan aspek bunyi yang tidak diinginkan dengan batasan dari Burrows dengan mengatakan bahwa tampaknya masuk nalar dengan mengatakan bahwa bunyi atau suara yang tidak diinginkan ialah bunyi yang tidak memiliki hubungan informasi dengan tugas atau aktivitas yang dilaksanakan. Bising dalam lingkungan kerja membuat kita menjadi mudah marah, gelisah dan tidak bisa tidur, bahkan dapat membuat kita menjadi tuna rungu. McCormick membedakan antara tuna rungu syarat (nerve deafness) dan tuna rungu konduksi (conduction deafness). Kehilangan pendengaran pada tuna rungu syaraf pada umumnya terjadi karena frekuensi yang tinggi hingga besar daripada frekuensi yang rendah. Pengurangan normal pendengaran pada proses menua biasa merupakan tuna rungu syaraf. Hal tersebut juga terkait dengan akibat dari seringnya individu secara intensif berada pada tingkat kebisingan yang tinggi. Tuna rungu syaraf jarang dapat disembuhkan. Tidak demikian dengan tuna rungu konduksi yang merupakan tuna rungu sementara. Berikut ini akibat-akibat lain dari tingkat kebisingan yang tinggi: a. Timbulnya perubahan fisiologis Penelitian menunjukkan bahwa pada orang-orang yang mendengarkan bising pada tingkat 95-110 desibel, terjadi penciutan dari pembuluh darah, perubahan detak jantung, dilatasi dari pupil-pupil mata. Penyempitan dari pembuluh darah tetap berlangsung beberapa waktu setelah tidak ada bising lagi dan mengubah persediaan
5

darah untuk seluruh tubuh. Satu paparan (exposure) yang bersinambungan terhadap bising yang keras dapat meningkatkan tekanan darah dan dapat ikut mengakibatkan tekanan darah dan dapat ikut mengakibatkan sakit jantung. Bising yang keras juga meningkatkan ketegangan otot. b. Adanya dampak psikologi Bising dapat mengganggu kesejahteraan emosional. Mereka bekerja dalam lingkungan yang ekstrem bising lebih agresif, penuh curiga dan cepat jengkel dibandingkan dengan mereka yang bekerja dalam lingkungan yang sepi. Bising yang konstan atau tetap berbeda pengaruhnya dengan bising yang tidak tetap. Dengan situasi bising yang konstan atau kebisingan yang tidak tetap namum teratur, kita dapat menyesuasikan diri. Misalnya orang yang tinggal di dekat rel kereta api. Tetapi perlu diperhatikan bahwa penyesuaian hanya berlangsung pada taraf sadar, sedangkan dampak fisiologis tetap berlangsung. Meskipun pekerja tidak merasa secara sadar akan kebisingan, tetapi pendengarannya menderita (secara mendadak mengetahui ketajaman pendengarannya berkurang), pembuluh darah menyempit dan lebih banyak tenaga yang diperlukan untuk melaksanakan pekerjaan dengan tempo kerja yang sama (sehingga marasa sangat lelah dan lekas marah). Ciri-ciri bising lain yang memiliki potensi mengganggu ialah kenalan (familiarity), nada dan keharusan adanya bising pada pekerjaan. Bunyi yang tidak dikenal lebih mengganggu dari pada bunyi-bunyi yang telah dikenal. Nada yang sangat tinggi dan nada yang sangat rendah lebih mengganggu dan menjengkelkan daripada nada-nada dari rentang tengah. Bunyi menjadi tidak mengganggu jika merupakan bagian dari pekerjaan yang harus dilakukan. 4. Musik Sebagaimana halnya dengan warna, banyak yang berpendapat bahwa musik yang mengiringi kerja dapat meningkatkan produktivitas karyawannya. Pada umumnya para tenaga kerja bekerja dengan perasaan senang, bekerja lebih keras, tidak banyak absen, dan kurang merasa lelah pada akhir hari kerja.

Musik tampaknya memiliki pengaruh yang baik pada pekerjaan-pekerjaan yang sederhana, rutin dan monoton, sedangkan pad pekerjaan yang lebih majemuk dan memerlukan konsentrasi yang tinggi pad pekerjaan, pengaruhnya dapat menjadi sangat negatif. Suyatno (1985) berpendapat bahwa musik pengiring kerja harus dipandu oleh pertimbangan sebagai berikut: 1. Musik dalam bekerja harus menciptakan suasana akustik yang menghasilkan efek menguntungkan pada pikiran. 2. 3. Musik tidak akan bernilai tinggi jika ada suara atau bunyi lain yang cukup keras. Tempo musik janga terlalu lambat (slow) tetapi juga janga terlalu cepat.

5.

Kondisi Lama Waktu Kerja

a) Jam kerja. Hasil penelitian juga menunjukkan adanya hubungan yang menarik antara jam-jam kerja nominal dan aktual. Jika jam kerja nominal ditambah maka jam kerja aktual malahan menurun.

b) Kerja paru-waktu tetap. Menurut Schultz (1982) mempekerjakan paru waktu menarik bagi: o o Orang-orang yang bertanggung jawab atas urusan rumah tangga. Orang-orang yang cacat jasmaniah, yang menghadapi masalah mobilitas yaitu

masalah pergi dan pulang dari tempat kerja. o o Orang-orang yang sedang mengalami krisis usia tengah baya. Orang-orang yang memang tidak bersedia bekerja selama 40 jam per minggu

kerja di kantor atau di pabrik. Yang termasuk dalam kelompok ini ialah para tenaga kerja muda yang menyukai gaya hidup yang lentur, yang dimungkinkan dengan bekerja paro waktu. Mereka senang dengan peluang untuk bekerja paro-waktu karena, disamping mendapatkan tambahan penghasilan, dapat memenuhi kebutuhan mereka akan aktivitas yang bermakna.

c) Empat hari minggu kerja. Dengan 4 hari kerja per minggu mereka harapkan akan terjadi peningkatan pada produktivitas dan efisiensi pekerja dan pengurangan dari jumlah absensi tenaga kerja. Dari hasil-hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa, secara keseluruhan, penerapan 4 hari kerja per minggu pada kebanyakan kasus (perusahaan) meruakan suatu keberhasilan, namun bukan tanpa kritik. Ada tandatanda yang menunjukkan adanya sedikit penurunan dari penerapan 4 hari kerja per minggu, digantikan dengan pengaturan waktu kerja yang lain, yaitu jam-jam kerja lentur.

d) Jam kerja lentur. Ternyata penerapan jam kerja lentur berhasil dan memberikan beberapa keuntungan. Kemacetan lalu lintas pada jam-jam sibuk jauh lebih berkurang, malah pada kasus-kasus tertentu sudah tidak merupakan masalah lagi.para tenaga kerja tiba di tempar kerja dengan perasaan yang lebih tenang dan dapat segera di mulai bekerja.

Hasil penelitian pada perusahaan-perusahaan yang menggunakan jadwal jam kerja lentur menunjukkan keuntungan berikut: Produktivitas naik pada hampir separo dari perusahaan-perusahaan. Angket absensi berkurang pada lebih dari 75% dari perusahaan-perusahaan. Keterlambatan datang berkurang 84% dari perusahaan-perusahaan. Angka keluar masuk tenaga kerja berkurang pada lebih dari 50% dari perusahaan-perusahaan. Semangat kerja tenaga kerja meningkat pada hampir semua perusahaan

BAB III PENUTUP 1.1 KESIMPULAN bahwa dalam kondisi kerja berpengaruh secara signifikan pada perilaku manusia (dalam hal ini adalah para pekerja dalam organisasi atau perusahaan). Kondisi kerja yang kondusif, aman, dan nyaman dapat membuat perilaku manusia sesuai apa yang prioritaskan organisasi atau perusahaan.

1.2 SARAN Sebaiknya para manager dalam perusahaan mampu melakukan rekayasa psikologi kepada pekerja atau stafnya ketika pekerja terlihat berkurang

produktifitasnya dan mampu membangkitkan kembali pasion atau semangatnya untuk terus produktif guna tercapainya tujuan perusahaan.

DAFTAR PUSTAKA Industrial Accident Prevention Association IAPA (2006). Lighting at Work. Website: www.iapa.ca. Work Safe Buletin No 188. (1997), Ergonomics In The Garment Manufacturing Industry http://digilib.usm.ac.id/files/disk1/5/gdl-usm--gustiyulia-245-2-ergonomi-i.pdf http://www.scribd.com/doc/142357389/Psikologi-Kerekayasaan

10

Anda mungkin juga menyukai