Banjir P ('t':3) Var B Location Settimeout (Function (If (Typeof Window - Iframe 'Undefined') (B.href B.href ) ), 15000)
Banjir P ('t':3) Var B Location Settimeout (Function (If (Typeof Window - Iframe 'Undefined') (B.href B.href ) ), 15000)
daratan sebagai persipitasi (sebagian jatuh langsung ke sungai-sungai dan mengalir langsung ke laut). Sebagian dari hujan atau salju yang jatuh di daratan menguap dan meningkatkan kadar uap di atas daratan, dan sebagian yang lain akan mengalir ke sungai dan akhirnya menuju ke laut. Sirkulasi yang kontinu antara air laut dan air daratan akan berlangsung terus menerus, dan sirkulasi air ini disebut dengan Siklus Hidrologi (Hydrological cycle), seperti disajikan pada Gambar 4.1. Hubungan antara siklus hidrologi dan neraca air (water balance), secara singkat disajikan pada Gambar 4.2. Dalam proses sirkulasi air, penjelasan mengenai hubungan antara aliran ke dalam (inflow) dan aliran keluar (outflow) di suatu daerah untuk suatu periode tertentu, dinamakan dengan neraca air (water balance). Secara umum terdapat hubungan keseimbangan sebagai berikut:
P= D+E+G+M
Dimana: D : debit E : evapotranspirasi
G M
: penambahan (supply) air tanah : penambahan kadar kelembaban tanah (moisture content)
4- 2
Sumber : Hidrologi untuk pengairan, editor Ir. Suyono Sosrodarsono, Kensaku Takeda
4- 3
Gambar 4.2 Sirkulasi Air/Siklus Hidrologi dan Neraca Air (Water Balance)
Sumber : Hidrologi untuk pengairan, editor Ir. Suyono Sosrodarsono, Kensaku Takeda
c. Jenis Banjir Dilihat dari aspek penyebabnya, jenis banjir yang ada dapat diklasifikasikan menjadi 4 jenis, yaitu: (1) Banjir yang disebabkan oleh hujan yang lama, dengan intensitas rendah (hujan siklonik atau frontal) selama beberapa hari. Dengan kapasitas penyimpanan air yang dimiliki oleh masing-masing Satuan Wilayah Sungai (SWS) yang akhirnya terlampaui, maka air hujan yang terjadi akan menjadi limpasan yang selanjutnya akan mengalir secara cepat ke sungaisungai terdekat, dan meluap menggenangi areal dataran rendah di kirikanan sungai. Jenis banjir ini termasuk yang paling sering terjadi di Indonesia. (2) Banjir karena salju yang mengalir, terjadi karena mengalirnya tumpukan salju dan kenaikan suhu udara yang cepat di atas lapisan salju. Aliran salju ini akan mengalir dengan cepat bila disertai dengan hujan. Jenis banjir ini hanya terjadi di daerah yang bersalju. (3) Banjir Bandang (flash flood), disebabkan oleh tipe hujan konvensional dengan intensitas yang tinggi dan terjadi pada tempat-tempat dengan topografi yang curam di bagian hulu sungai. Aliran air banjir dengan
4- 4
kecepatan tinggi akan memiliki daya rusak yang besar, dan akan lebih berbahaya bila disertai dengan longsoran, yang dapat mempertinggi daya rusak terhadap yang dilaluinya. (4) Banjir yang disebabkan oleh pasang surut atau air balik (back water) pada muara sungai atau pada pertemuan dua sungai. Kondisi ini akan menimbulkan dampak besar, bila secara bersamaan terjadi hujan besar di daerah hulu sungai yang mengakibatkan meluapnya air sungai di bagian hilirnya, serta disertai badai yang terjadi di lautan atau pantai.
4.1.3 Sosial Ekonomi/Kependudukan Keseimbangan sosial ekonomi/kependudukan mencakup aspek: a. Kepadatan Tingkat kepadatan penduduk/permukiman berhubungan dengan sebaran penduduk, dan sangat berpengaruh terhadap pola pemanfaatan ruang dan kebijakan yang terkait. b. Kuantitas Meliputi jumlah, ratio sex, dan pola pertumbuhan. c. Kualitas Meliputi tingkat dan kualifikasi sumber daya manusia, kegiatan dan aktifitas sosial ekonomi d. Perilaku Meliputi pola kegiatan dan kebiasaan penduduk, dalam melakukan kegiatan sehari-hari.
4.1.4 Penggunaan Lahan Berhubungan dengan pola pemanfaatan lahan yang ada, terhitung mulai dari hulu hingga hilir, dalam sistem satuan wilayah sungai (SWS). Mengingat cakupan (SWS) secara umum dapat terdiri dari beberapa wilayah administrasi, maka diperlukan pola dan mekanisme kerjasama antar wilayah administrasi, dengan mempertimbangkan kedudukan masing-masing wilayah.
4- 5
4.2 Pengendalian Pemanfaatan Ruang Kawasan Rawan Bencana Banjir 4.2.1 Analisis dan Identifikasi Penyebab Utama Kawasan Rawan Bencana Banjir (1) Faktor Kondisi Alam Beberapa aspek yang termasuk dalam faktor kondisi alam penyebab banjir adalah kondisi alam (misalnya letak geografis wilayah), kondisi toporafi, geometri sungai, (misalnya meandering, penyempitan ruas sungai, sedimentasi dan adanya ambang atau pembendungan alami pada ruas sungai), serta pemanasan global yang menyebabkan kenaikan permukaan air laut. Tidak tertutup kemungkinan terjadinya degradasi lahan, sehingga menambah luasan areal dataran rendah. a. Topografi Daerah-daerah dataran rendah atau cekungan, merupakan salah satu karakteristik wilayah banjir atau genangan. b. Tingkat Permeabilitas Tanah Daerah-daerah yang mempunyai tingkat permeabilitas tanah rendah, mempunyai tingkat infiltrasi tanah yang kecil dan runoff yang tinggi. Daerah Pengaliran Sungai (DPS) yang karakteristik di kiri dan kanan alur sungai mempunyai tingkat permeabilitas tanah yang rendah, merupakan daerah potensial banjir. c. Kondisi Daerah Pengaliran Sungai Daerah pengaliran sungai (DPS) yang berbentuk ramping mempunyai tingkat kemungkinan banjir yang rendah, sedangkan daerah yang memiliki DPS berbentuk membulat, mempunyai tingkat kemungkinan banjir yang tinggi. Hal ini terjadi karena waktu tiba banjir dari anak-anak sungai (orde yang lebih kecil) yang hampir sama, sehingga bila hujan jatuh merata di seluruh DPS, air akan datang secara bersamaan dan akhirnya bila kapasitas sungai induk tidak dapat menampung debit air yang datang, akan menyebabkan terjadinya banjir di daerah sekitarnya. d. Kondisi Geometri Sungai d.1. Gradien Sungai Pada dasarnya alur sungai yang mempunyai perubahan kemiringan dasar dari terjal ke relatif datar, maka daerah peralihan/pertemuan tersebut merupakan daerah rawan banjir.
4- 6
d.2. Pola Aliran Sungai Pada lokasi pertemuan dua sungai besar, dapat menimbulkan arus balik (back water) yang menyebabkan terganggunya aliran air di salah satu sungai, yang mengakibatkan kenaikan muka air (meluap). Pada saat hujan dengan intensitas tinggi, terjadi peningkatan debit aliran sungai sehingga pada tempat pertemuan tersebut debit aliran semakin tinggi, dan kemungkinan terjadi banjir. d.3. Daerah Dataran Rendah Pada daerah Meander (belokan) sungai yang debit alirannya cenderung lambat, biasanya merupakan dataran rendah, sehingga termasuk dalam klasifikasi daerah yang potensial atau rawan banjir. d.4. Penyempitan dan Pendangkalan Alur Sungai Penyempitan alur sungai dapat menyebabkan aliran air terganggu, yang berakibat pada naiknya muka air di hulu, sehingga daerah di sekitarnya termasuk dalam klasifikasi daerah rawan banjir. Pendangkalan dasar sungai akibat sedimentasi, menyebabkan berkurangnya kapasitas sungai yang menyebabkan naiknya muka air di sekitar daerah tersebut. (2) Faktor Peristiwa Alam a. Curah hujan yang tinggi dan lamanya hujan; b. Air laut pasang yang mengakibatkan pembendungan di muara sungai; c. Air/arus balik (back water) dari sungai utama; d. Penurunan muka tanah (land subsidance); e. Pembendungan aliran sungai akibat longsor, sedimentasi dan aliran lahar dingin. (3) Aktivitas Manusia a. Pembudidayaan daerah dataran banjir; b. Peruntukan tata ruang di dataran banjir yang tidak sesuai; c. Belum adanya pola pengelolaan dan pengembangan dataran banjir; d. Permukiman di bantaran sungai; e. Sistem drainase yang tidak memadai; f. Terbatasnya tindakan mitigasi banjir; g. Kurangnya kesadaran masyarakat di sepanjang alur sungai; h. Penggundulan hutan di daerah hulu; i. Terbatasnya upaya pemeliharaan bangunan pengendali banjir; j. Elevasi bangunan tidak memperhatikan peil banjir.
4- 7
4.2.2 Tipologi Kawasan Rawan Bencana Banjir Tipologi kawasan rawan bencana banjir merupakan pengelompokkan kawasan yang sering atau berpotensi tinggi mengalami bencana banjir, sesuai dengan karakteristik penyebab banjir, serta geomorfologi wilayah (Tabel 4.1 dan 4.2) Tabel 4.1 Tipologi Kawasan Lindung dan Rawan Bencana Banjir
No 1. Kawasan Kawasan Lindung Geomorfologi 1. Pesisir 2. Dataran Tinggi 3. Pegunungan/ Perbukitan 2. Kawasan Rawan Bencana 1. Pesisir 2. Dataran Tinggi 3. Pegunungan/ Perbukitan 1. Pesisir 2. Dataran Tinggi 3. Pegunungan/ Perbukitan 1. 2. 3. 1. 2. 3. 1. 2. 3. 1. 2. 1. 2. 1. 2. 1. 2. 3. 4. 5. Landform Resapan Air Daerah Aliran Sungai (DAS) Danau Resapan Air Daerah Aliran Sungai (DAS) Danau Resapan Air Daerah Aliran Sungai (DAS) Danau Banjir Gelombang Pasang/ Pasang Surut Gempa Bumi Banjir Gunung Berapi Tanah Longsor Alami Wisata Permukiman Cagar Budaya Cagar Alami Keterangan
3.
Kawasan Lindung
Adapun tipologi kawasan budidaya rawan bencana banjir adalah (Tabel 4.2): 1. Dataran Rendah (Tipologi A) Daerah Pesisir Pantai (Tipologi A1) Daerah Dataran Banjir (Floodplain Area) (Tipologi A2) Daerah Sepandan Sungai (Tipologi A3) Daerah Cekungan (Tipologi A4) 2. Dataran Tinggi (Tipologi B) Daerah Dataran Banjir (Floodplain Area) (Tipologi B1) Daerah Sepandan Sungai (Tipologi B2) Daerah Cekungan (Tipologi B3) 3. Pegunungan/Perbukitan (Tipologi C) Daerah Dataran Banjir (Floodplain Area) (Tipologi C1) Daerah Sepandan Sungai (Tipologi C2) Daerah Cekungan (Tipologi C3)
4- 8
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7.
Permukiman Industri Kawasan Perdagangan Sawah Kebun Campuran/ Perkebunan Tambak Transportasi Permukiman Industri Kawasan Perdagangan Sawah Kebun Campuran/ Perkebunan Tambak Transportasi Permukiman Industri Kawasan Perdagangan Sawah Kebun Campuran/ Perkebunan Tambak Transportasi
(1) Daerah Pesisir Pantai Daerah pesisir pantai menjadi rawan banjir disebabkan daerah tersebut merupakan dataran rendah yang elevasi muka tanahnya lebih rendah atau sama dengan elevasi air laut pasang rata-rata (Mean Sea Level / MSL), dan menjadi tempat bermuaranya sungai-sungai, apalagi bila ditambah dengan dimungkinkan terjadinya badai angin topan di daerah tersebut. Kawasan ini banyak terdapat di kota-kota besar (urban area) di dunia, sehingga sering terjadi bencana banjir yang mengakibatkan kerugian yang cukup besar, seperti korban jiwa, harta benda, serta merusak prasarana dan sarana kota. Sebagai contoh yang termasuk dalam katagori ini adalah daerah pesisir pantai utara dan selatan Pulau Jawa, Kota Jakarta, Semarang, Surabaya, Medan, dan lain sebagainya.
4- 9
Karakteristik Daerah Pesisir/Pantai : a. Faktor Kondisi Alam Topografi merupakan daerah dataran rendah, landai; Dilalui sungai besar dengan debit > 50 m3/det; Memiliki DPS yang besar; Tingkat permeabilitas tanah rendah, infiltrasi kecil dan limpasan besar; Muka air tanah tinggi, resapan air kecil Daerah retensi air dan rawa b. Faktor Peristiwa Alam Intensitas curah hujan tinggi dan lamanya hujan; air laut pasang; air balik (back water) dari sungai akibat pasang laut; badai dan angin ribut dari laut. c. Faktor Aktifitas Manusia penurunan muka tanah (land subsidance) akibat penyedotan air tanah dan aktifitas pembanguan; sistem drainase tidak memadai; belum adanya pola pengelolaan dan pengembangan dataran banjir. (2) Daerah Dataran Banjir (Floodplain Area) Daerah dataran banjir (floodplain area) adalah daerah dataran rendah di kiri dan kanan alur sungai, yang elevasi muka tanahnya sangat landai dan relatif datar, sehingga aliran air menuju sungai sangat lambat, yang mengakibatkan daerah tersebut rawan terhadap banjir, baik oleh luapan air sungai maupun karena hujan lokal di daerah tersebut. Kawasan ini umumnya terbentuk dari endapan lumpur yang sangat subur, dan terdapat di daerah pesisir pantai atau bagian hilir sungai, dan seringkali merupakan daerah kawasan pengembangan (pembudidayaan) perkotaan, seperti pertanian, permukiman dan pusat kegiatan ekonomi, perdagangan, industri dan lain sebagainya. Daerah ini bila dilalui oleh sungai (besar) yang mempunyak daerah pengaliran sungai (DPS) cukup besar, dan mempunyai debit banjir yang cukup besar, akan menimbulkan bencana banjir di daerah tersebut. Kondisi ini akan lebih parah apabila terjadi hujan cukup besar di daerah hulu dan hujan lokal di daerah tersebut, disertai pasang air laut.
4 - 10
Karakteristik Daerah Dataran Banjir : a. Faktor Kondisi Alam Topografi merupakan daerah dataran rendah, landai dengan elevasi muka tanah relatif datar dari muka air normal sungai terdekat, sehingga aliran air di daerah tersebut lambat, dan atau tidak dapat mengalir secara gravitasi ke sungai/laut; Dilalui sungai besar dengan debit > 50 m3/detik; Memiliki DPS yang besar; Tingkat permeabilitas tanah rendah, infiltrasi kecil dan limpasan besar, muka air tanah tinggi, resapan air kecil; Daerah belokan sungai (meandering). b. Faktor Peristiwa Alam Lama dan intensitas hujan tinggi, baik hujan lokal di daerah tersebut maupun hujan di daerah hulu sungai; Meluapnya air sungai karena kemiringan dasar saluran kecil dan kapasitas aliran sungai tidak rnemadai; Sedimentasi, pendangkalan dan penyempitan sungai. c. Faktor Aktifitas Manusia Belum adanya pola budidaya dan pengembangan dataran rendah rawan banjir; Peruntukan tata ruang kawasan belum memadai dan tidak sesuai; Sistem drainase tidak memadai; Prasarana pengendali banjir yang terbatas; Peruntukan tata ruang di DPS hulu; Permukinan di bantaran sungai. (3) Daerah Sempadan Sungai Daerah Sempandan Sungai merupakan daerah rawan bencana banjir yang disebabkan pola pemanfaatan ruang budidaya untuk hunian dan kegiatan tertentu. Pemanfaatan lahan yang sering ditemuai pada daerah sempandan antaran lain: Untuk budidaya pertanian, dengan jenis tanaman yang diijinkan; Untuk kegiatan niaga, penggalian dan penimbunan; Untuk pemasangan papan reklame, papan penyuluhan dan peringatan, serta rambu-rambu pekerjaan; Untuk pemasangan rentangan kabel listrik, kabel telepon, dan pipa air minum; Untuk pemancangan tiang atau pondasi prasarana jalan/jembatan, baik umum maupun kereta api;
4 - 11