Anda di halaman 1dari 55

KEHAMILAN

Kehamilan adalah periode dari mulai konsepsi sampai janin lahir.( 1) Setelah Ovum yang subur dibuahi oleh Sperma, kemudian terjadi implantasi di Uterus. Kehamilan dibagi menjadi 3 trimester: ( 2 ) trimester I : 01 14 minggu trimester II : 14 28 minggu trimester III: 28 40 minggu Rata-rata umur kehamilan adalah 40 minggu. Perubahan anatomi dan fisiologi terjadi luar biasa selama kehamilan, persalinan pasca bersalin. Keadaan ini sangat mempengaruhi pemilihan teknik anestesi dan obat anestesi. Terjadi perubahan pada: ( 3,4 ) berat badan sistem kardiovaskuler sistem respirasi sistem syaraf pusat sistem gastrointestinal sistem renal

sistem muskuloskeletal sistem dermatologi sistem okuler sistem imun volume darah jaringan mammae

Daftar Pustaka. 1. Pregnancy definition. medical-dictionary.thefreedictionary.com/pregnancy 2. Stage in Pregnancy.http://www.penn medicine.org/health _ info/pregnancy/000006.htm 3. Maternal Anatomic and Physiologic alteration during pregnancy and parturition. Bonica JJ. Principles and Practice of Obstetric Analgesia and Anesthesia. Williams & Wilkins. Second edition.1995, p: 45 79. 4. Bisri T. Anatomi dan Fisiologi Wanita hamil. Dasar-dasar Obstetri Anestesi. Indonesian Journal of Anaesthesia and Co-Existing disease. Buku Peserta. Bandung 2011, Hal.1-12.

PERUBAHAN ANATOMI DAN FISIOLOGI PADA WANITA HAMIL.

Berat Badan. Berat badan akan meningkat sekitar 17 % dari sebelum hamil, rata-rata 12 kg, akibat Uterus dan isinya membesar. ( 1 ) Sistem Kardiovaskuler. Cardiac output meningkat, pada trimester pertama sekitar 30-35 % dan pada trimester ketiga serta pasca bersalin sampai 50-70 %. ( 2 ) Cardiac output meningkat akibat peningkatan heart rate dan stroke volume. Peningkatan heart rate sekitar 10-15 kali permenit, terjadi pada umur kehamilan 28-32 minggu. ( 1 ) Volume darah dan cairan interstisial meningkat, masing-masing sekitar 2 kg. ( 1 ) Peripheral vascular resistance dan Afterload menurun selama kehamilan akibat pengaruh hormon progesterone yang menyebabkan relaksasi otot polos. ( 2 ) Diafragma akan mendorong jantung, sehingga dapat terjadi perubahan ECG. Bila terjadi disritmia benigna, ST, T, Q wave terbalik dan left axis deviation masih dianggap suatu keadaan normal. ( 1 ) Sistem Respirasi. Perubahan terjadi sejak minggu ke 4 kehamilan. Diafragma terdorong ke cephalad seiring dengan membesarnya Uterus, sehingga terjadi penurunan FRC, ERV dan RV. Pada saat aterm FRC menurun sampai 15-20 %. ( 2 ) Inspiratory Capacity meningkat, karena Tidal Volume dan Inspiratory reseve Volume meningkat, tetapi Vital Capacity tidak berubah sedangkan Total Lung Capacity menurun. Penurunan FRC dan peningkatan konsumsi O2 akan menyebabkan mudah terjadi hipoksia pada wanita hamil. Akibat penurunan FRC, Peningkatan Minute Volume dan penurunan MAC, maka induksi inhalasi terjadi cepat. ( 1, 2 ) Membrana mukosa lebih edema, vaskuler dan rapuh. ( 3 ) Keadaan respirasi akan pulih setelah 6-12 minggu pasca bersalin. Volume Darah. Volume darah ( plasma, erythrocyte dan leucocyte) meningkat selama kehamilan. Volume plasma meningkat 40-50 %, volume erythrocyte meningkat 15-20 % sehingga terjadi anemia fisiologis. Viskositas darah menurun sekitar 20 %. Perubahan ini kemungkinan akibat pengaruh Renin-Angiotensin-Aldosteron, Atrial Natriuretic peptide, Estrogen, Progesteron. ( 1, 4 ) Terjadi peningkatan faktor pembekuan: I, VII, IX, X, XII dan fibrinogen, sehingga pasien menjadi lebih hypercoagulable.
2

Perubahan ini bertujuan untuk melindungi pada saat terjadi perdarahan dan memenuhi kebutuhan sirkulasi darah pada saat pembesaran Uterus dan Uteroplasenta. Jumlah thrombocyt menurun. Perubahan volume darah kembali normal 8 minggu pasca bersalin. Sistem immun. Jumlah leukosit akan meningkat secara progesif sesuai umur kehamilan. Terjadi peningkatan PMN cell sedangkan lymphocyte, eosinophyl dan basophyl terjadi penurunan. ( 1, 4 ) Sistem syaraf. MAC agen anestesi inhalasi menurun sampai 25-40 %, akibat meningkatnya kadar progesterone dan endorphin.( 1, 3, 4 ) Volume rongga epidural berkurang akibat kompresi saccus duramater karena pembesaran pleksus venosus epidural dan peningkatan tekanan spatium epidural akibat tekanan vena cava inferior oleh Uterus gravid dengan redistribusi venous return dari rongga pelvis dan ekstremitas inferior. ( 2, 3 ) Sistem Gastrointestinal. Motilitas, absorbs makanan dan tonus lower gastroesophagel spincter menurun akibat pengaruh progesterone. Pengosongan lambubg lambat dan volume cairan lambung 5 kali lebih banyak. ( 5 ) Sehingga mudah terjadi refluks dan aspirasi isi lambung yang dapat berakibat Mendelsons syndrome. Sistem Renal. Renal perfusion flow meningkat sehingga terjadi peningkatan GFR. ( 1, 4 ) Terjadi penurunan BUN dan kreatinin sekitar 40-50 %. Sistem Okuler. Tekanan intra okuler turun akibat pengaruh progesterone, relaxin dan penurunan produksi aqueous humor akibat sekresi hormone chorionic gonadotropin. ( 1, 4 ) Muskuloskeletal. Relaksasi ligament dan kolagen pada columna vertebralis akan berakibat lordosis. Jaringan Mammae. Buah dada akan membesar.

Asam-Basa. Terjadi perubahan keseimbangan asam-basa. Pada kehamilan normal, terjadi incompletely compensated respiratory alkalosis. Hiperventilasi menginduksi hipokarbia diantara ibu dan janin. Base excess turun: - 1,5 sampai 3,0. ( 4 )

Daftar Pustaka. 1. Bisri T.Anatomi dan Fisiologi Wanita Hamil. Dasar-dasar Obstetri Anestesi. Indonesian Journal of Anaesthesia and Co-existing disease. Buku peserta. Bandung 2011, Hal 1-12. 2. Shah N and Lattoo Y.Anaesthetic management of obese parturient http://www.bjmp.org/content/anaesthetic-management-obese-parturient 3. Wong Cynthia A. Anesthesia in high risk obstetries. http://view.glowm.com/index.html?p=glowm.cml/sectionview&articleid-217 4. Bonica JJ. Maternal Anatomic and Physiologic Alterations during pregnancy and parturition. Principles and Practice of Obstetric Analgesia and Anesthesia. Williams & Wilkins. Second edition. 1995, Hal 45-79.

ANESTESI PADA KEHAMILAN

Manajemen Anestesi pada kehamilan, harus diperhatikan: keselamatan ibu menghindari obat yang bersifat teratogenik menghindari asfiksia janin intrauterine mencegah partus preterm Operasi elektif hendaknya dilakukan setelah 6 minggu pasca bersalin, karena perubahan fisiologi telah mendekati normal. ( 1 ) Operasi urgen dilakukan setelah kehamilan mencapai trimester II atau trimester III. Apabila terpaksa harus dilakukan operasi emergensi, idealnya dengan regional block. Dengan spinal anesthesia, pengaruh terhadap janin lebih kecil. Premedikasi minimal, glycopyrolate, atropine dan scopolamine tidak melewati plasenta. General anesthesia ataupun regional anesthesia pada dasarnya dapat dilakukan, prinsipnya harus di jaga stabilitas hemodinamik dan oksigenasi maternal. ( 2 )

Trimester I. Problema: Partus prematurus Kelainan akibat obat teratogenik Teknik anestesi: ( 2, 3 ) 1. Regional anesthesia. Dosis obat anestesi harus di kurangi sekitar 25 %. 2. General anesthesia. Premedikasi: Berikan: -H2 receptor antagonists dan nonparticulate antacids ( diberikan setelah umur kehamilan 16 minggu) untuk mencegah pneumonitis aspirasi (Mendelsons syndrom) -Atropine Posisi 15 0 miring ke kiri, untuk mencegah kompresi aortocaval. Preoksigenasi dengan O2 100 % selama 5 menit, untuk meticulous denitrogenation. Induksi: Penthotal 3 mg/kg BB atau Propofol 2,0 2,5 mg/kg BB Rapid sequence intravenous induction dan cricoids pressure. Maintenance: Enflurane/Isoflurane N2O dan O2 Atracurium Untuk hipotensi maternal diberikan Ephedrine, lebih baik lagi dengan phenylephrine atau metaraminol agar tidak terjadi asidosis pada janin.
5

Trimester II atau III. Problema: pengosongan lambung lambat, bahaya reflukd dan aspirasi kompresi Aortocaval, terjadi hipotensi dan penurunan Uteroplacental blood flow perubahan fisiologi respirasi: RR +15 %, TV +40 %, MV +50 % dan RV -20 % Kebutuhan oksigen meningkat, sehingga mudah hipoksia Teknik anestesi: sesuai Trimester I. Komplikasi: partus prematurus, asfiksia janin dan tromboemboli. Daftar Pustaka. 1. Shnider SM and Levinson G. Obstetric Anesthesia. Anesthesia. Miller RD Edited, Churchill Livingstone. New York, Edinburg, London, Melbourne. Second Edition, 1986, p: 1681 1720. 2. Mhuireachtaig RN and OGorman DA. Anesthesia in pregnant patients for nonobstetric surgery. Journal of Clinical Anesthesia (2006) 18, 60-66. http://www.mendeley.com/research/anesthesia/pregnant-patients-nonobstertricsurgery/ 3. Alberts A. Introduction to Obstetric Anesthesia. http://www.ais.up.ac.za/health/blocks/block9/obstetricanesthesia.pdf

PARTUS

Partus adalah proses dikeluarkannya hasil konsepsi yang telah matang atau mendekati matang dari uterus ibu. Terjadi pada umur kehamilan 40 ,minggu (38-42 minggu) Berdasarkan kematangan hasil konsepsi yang dikeluarkan ada 2 macam: 1. Abortus : adalah keluarnya hasil konsepsi pada umur kehamilan < 16 minggu. 2. Partus: Immaturus : dikeluarkannya hasil konsepsi pada umur kehamilan 16 28 minggu Prematurus: dikeluarkannya hasil konsepsi pada umur kehamilan 28 38 minggu Maturus atau aterem : dikeluarkannya hasil konsepsi pada umur kehamilan 38 - 41 minggu atau genap 38 minggu. Serotinus : dikeluarkannya hasil konsepsi pada umur kehamilan > 42 minggu Proses Persalinan : 1. Stadium Prodroma Terjadi tanda-tanda ringan, kadang tidak jelas. Lightening: Beberapa minggu sebelum persalinan dimulai, perut akan mengalami perubahan bentuk, bagian bawah lebih menggantung sedangkan pinggir costae kurang menonjol. Perubahan ini akibat turunnya fundus uteri, yang terjadi pada usia kehamilan 36 minggu. Bersamaan dengan peristiwa ini kepala turun dan masuk pintu panggul. Turunnya uterus akibat turunnya kepala janin ke PAP disebut lightening. Disini terjadi tekanan perut bagian atas berkurang dan meningkatnya tekanan didalam pelvis disertai keluarnya cairan lendir dari vagina. Setelah lightening pernafasan ibu lebih bebas, tetapi gerakan terbatas dapat terjadi cramps tungkai dan sering kencing. False labor pains: Pada minggu terakhir terjadi kontraksi uterus kuat, efektif dan nyeri, terutama malam hari. Sering pula berupa rasa seperti menstruasi, kadang nyeri disebut Dolores praesagientes, sering cervix telah menipis dan membuka. Bloody show: Terjadi 24 48 jam sebelum persalainan, terdapat cairan lendir bercampur darah, yang berasal dari sumbatan cervix yang berasal dari pemisah antara cavum uteri dan vagina.
7

Darah berasal dari permukaan mukosa yang teregang dan pecah Pada 3 minggu terakhir kehamilan, cervix lembut dan memendek, bahkan dapat terjadi penipisan 100% Pada primigravida ostium uteri dapat dilalui 1 jari, sedangkan pada multipara dapat dimasuki 2 jari. Dianggap stadium prodroma bila kontraksi uterus nyeri tanpa terjadi dilatasi cervix, bahkan kontraksi reda, keadaan ini disebut juga false labor. 2. True labor (Inpartu) Persalinan dimulai bila kontraksi uterus teratur dan nyeri, dijalarkan dari pinggang ke perut bagian bawah, serta cervix menipis dan membuka pada nullipara 1,8 cm sedangkan multipara 2,2 cm atau kontraksi uterus teratur dan nyeri. Persalinan ada 4 tingkat: Kala I ( kala pembukaan) Adalah waktu dari permulaan persalinan sampai cervix membuka lengkap (10cm). berarti dimulai jika kontraksi uterus teratus dan nyeri kemudian diikuti bertambahnya show dan berakhir bila cervix telah membuka sempurna. Kala II (kala pengeluaran) Adalah waktu pembukaan lengkap sampai bayi lahir Kala III (kala pengeluaran uri) Adalah waktu dari bayi lahir sampai uri lahir Kala IV Adalah waktu 2 jam setelah uri lahir. KALA I Penyebab pembukaan cervix: Kontraksi uterus Tekanan hidrostatik kulit ketuban terhadap cervix dan segmen bawah rahim Bila ketuban sudah pecah maka tekanan berasal dari bagian bawah fetus. Akibat kontraksi uterus dan tekanan hidrostatik kulit ketuban atau bagian bawah fetus maka cervix akan menipis dan membuka sampai pembukaan lengkap. Agar cervix menipis dan embuka, uterus berkontraksi dan terjadi retraksi dari myometrium. Kontraksi dan retraksi terjadi sejak trimester terakhir kehamilan ( > 28 minggu), sehingga cervix uteri diatas ostium uteri internum tertarik keatas dan bagian atasnya menipis disebut segmen bawah rahim. Dengan kemajuan kala I, segmen bawah rahim, terdiri OUI dan sisa cervix uteri dibawahnya sehingga cervix semakin menipis dan membuka. Selama persalinan uterus menjadi 2 bagian: Segmen atas rahim: adalah bagian yang berkontraksi dan menebal selama persalainan. Segmen bawah rahim: adalah bagian yang relaksasi dan dilatasi serta menipios. Keduanya dipisahkan oleh cincin retraksi fisiologis.
8

Selama proses persalinan segmne bawah rahim akan berkembang maksimal bersama-sama dengan pembukaan servix. Jarak cincin retraksi fisiologis sampai ostium uteri internum sekitas 7 12 cm ( sekitar pertengahan symphysis dan pusat) Proses menipis dan membuka cervix Primigravida : menipis dahulu baru membuka Multigravida: menipid dan membuka secara bersama-sama. Effacement dinyatakan dalam % (tebal cervix sebelum menipis = 2 cm), bila tebal cervix kurang dari 0,25 cm disebut effacement 100%. Dilatasi dinyatakan dal cm. disebut pembukaan lengkap bila: pembukaan cervix mencapai 10 cm atau bibir cervix sudah tidak teraba atau cervix dan vagina menjadi satu bidang lurus.

HIS His adalah kontraksi uterus yang teratur dan nyeri. Dalam persalinan perhatikan: Interval : pada permulaan kala I setiap 15 menit dan pada akhir kal I setiap 3 menit Lama kontraksi: pada permulaan hanya sebentar, akhir kala I setiap 60 menit Kekuatan : kontraksi kuat, pad stadium acme/peak sekitar 35 mmHg Relaksasi : Relaksasi narus baik, saat tidak kontraksi kembali ke tonus normal. Kontraksi sempurna: Fundus dominant : kontraksi terutama didaerah fundus, cervix hanya relaksasi Simetri : Kekuatan kana dan kiri sama Sinkron : Kekuatan kanan kiri sama dan kerja sama kontraksi antar bagian uterus baik. Lama persalainan kala I maupun kala II: Terdapar perbedaan lama persalinan antara nullipara dan multipara Lama persalinan dan pembukaan cervix menurut Friedman.
Lama Persalinan Rerata Kala I Latent phase Active phase Kala I Kala II Primigravida Nilai Maksimal 20,6 jam 11,7 jam 28,5 jam 2,5 jam Rerata Multipara Nilai Maksimal 13,6 jam 5,2 jam 18,8 jam 0,83 jam 50 menit

8,6 jam 4,9 jam 13,3 jam 0,95 jam 57 menit

5,3 jam 2,2 jam 7,5 jam 0,29 jam 18 menit

Active phase terdiri dari : acceler phase, phase of maximum slope dan deceler phase. Hubungan waktu dan pembukaan cervix ini akan menghasilkan bentuk curve.
9

Kala I ditentukan oleh: Kontraksi uterus Cervix: kemampuan dilatasi dan menipis Fetopelvic diameter Presentasi dan posisi jani Paritas Lain-lain: umur ibu, jarak antar kelahiran, KK pecah, obat ( anestesi, anelgesi), psikis KALA II Kala II ditentukan oleh: Kontraksi uterus Resistensi (tahanan) jalan lahir lunak Fetopelvic relationship Presentasi dan posisi janin Efisisiensi ibu mengejan Pada kala II ibu akan mengejan secara reflektoris pada saat his, karena plexus cervicic uteri tertekan oleh bagian bawah janin. Pengejanan ini terjadi oleh otot diafragma dan otot-oto dinding perut, sehingga terlihat ibu mengejan. Vulva dan anus terbuka, perineum menonjol. Akibat penekanan, rectum dan anus membuka sehingga sering terjadi feses keluar. KALA III Setelah bayi lahir, uterus akan istirahat sebentar, kemudian kontraksi lagi untuk mengeluarkan plasenta. Plasenta lahir sekitar 3-4 menit setelah bayi lahir, maksimal 15 menit. Bila lebih akan terjadi perdarahan lebih banyak lagi. Disini terjadi pelepasan plasenta dari dinding uterus dan pengeluaran plasenta dari uterus. Pelepasan plasenta terjadi karena uterus berkontraksi sedangkan placenta tidak dapat berkontraksi Placenta lepas dari dinding uterus. Setelah placenta berada di segmen bawah rahim, corpus uteri akan mendorong placenta keluar. KALA IV Adalah 2 jam setelah placenta lahir, sehingga selama 2 jam ini harus diawasi kemungkinan adanya perdarahan post partum. Prognosa persalinan ditentukan oleh: 1. Power : adalah kontraksi uterus (frekuensi, intensitas, lama kontraksi) dan kekuatan mengejan ibu. 2. Passage: adalah jalan lahir keras dan jalan lahir lunal Jalan lahir ;unak: cervix, otot-otot dasar panggul, vagina, perineum dan jaringan disekitarnya. Jalan lahir keras: luas dan bentuk panggul
10

3. Pasangger : jumlah fetus, besar fetus, kelainan fetus, presentasi dan posisi. 4. Faktor khusus: Paritas, umur ibu, interval antar kelahiran, saat KK pecah, obat-obat (anageltik, anestetik) dan psikis. Daftar Pustaka. 1. Wiknjosastro H, Fisiologi dan Mekanisme Persalinan Normal. Dalam Wiknjosastro H, ed. Ilmu Kebidanan. Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo. Jakarta. 2002, 180 191. 2. Pramono noer. Kumpulan kuliah Ilmu Kebidanan dan Penyakit Kandungan. Bagiab Obsgin FK Undip, Semarang. 1978. 3. Childbirth. Wkipedia. http://en.wikipedia.org/wiki/childbirth

11

PERDARAHAN ANTEPARTUM

Perdarahan Antepartum adalah perdarahan dari jalan lahir yang terjadi setelah umur kehamilan lebih dari 22 minggu. ( 1 ) Klasifikasi klinis perdarahan antepartum: 1. Plasenta previa. ( 2 ) Adalah plasenta yang sebagian atau seluruhnya mengadakan implantasi di segmen bawah rahim. Ada 4 tipe: a. Plesenta letak rendah: sebagian kecil plasenta insertion di SBR b. Plasenta marginalis: sebagian besar plasenta insertion di SBR, tetapi tidak menutupi ostium uteri internum. c. Plasenta previa partialis: sebagian besar plasenta insertion di SBR dan menutupi ostium uteri internum. d. Plasenta previa totalis: sebagian besar plasenta insertion di SBr dan menutupi ostium uteri internum, meskipun telah terjadi pembukaan lengkap. Plasenta yang berada di SBR berkembang lebih luas dan tipis, karena deciduas disini tipis. Perdarahan terjadi akibat dari perlekatan luas dan retraksi SBR. Perdarahan terjadi pada waktu ada his, karena pada waktu his terjadi tarikkan pada cervix pada waktu pembukaan cervix uteri dan plasenta tidak dapat mengikuti gerakkan cervix uteri sehingga akan terlepas sedikit demi sedikit akibat fiksasi kulit ketuban. Gejala: Perdarahan sedikit-sedikit dan berulang, tanpa rasa sakit Letak janin tidak stabil Diagnosa: Anamnesa: perdarahan sedikit-sedikit dan tanpa rasa sakit Pemeriksaan fisik: letak janin tidak stabil dan kepala belum masuk Inspekulo: tampak jaringan plasenta dan perdarahandari ostium uteri internum. VT: harus di kamar operasi teraba jaringan plasenta, berapa persen Dan pembukaan berapa sentimeter. X photo : Soft tissue teknik Cystography ( kepala jauh diatas PAP, diatas kontras. lebih dari 3 cm diatas VU ) 2. Solutio plasenta ( abrupsio plasenta ). ( 2 ) Adalah terlepasnya plasenta dari decidua, sebelum waktunya , pada plasenta letak normal. Etiologi: multi paritas, usia lanjut, anemia,, hipertensi, trauma, hidramnion, tekanan v. Cava inferior meningkat. Tipe perdarahan: keluar ( unconsealed ) dan tidak keluar ( consealed ). Gejala: Perdarahan sekaligus, cukup banyak disertai rasa sakit
12

Uterus keras seperti kayu ( amboix ) pada tipe yang tidak keluar ( consealed ) dan nyeri tekan. Derajat lepasnya plasenta: Mild: terlepas < bagian, uterus tidak keras, ibu dan janin baik Moderat: terlepas sampai 2/3 bagian, uterus keras, ibu kesakitan dan terjadi fetal distress Severe: terlepas > 2/3 bagian, uterus amboix, ibu syok dan janin mati. 3. Vassa Previa. ( 3 ) Atau vassa vilamentosa adalah talipusat mengadakan insertion pada selubung janin, dengan plasenta hanya dihubungkan oleh pembuluh darah kecil.

Daftar Pustaka. 1. Antepartum haemorrhage. http://en.wikipedia.org/wiki/antepartum_haemorrhage 2. Placenta previa, Solutio placenta. http://www.ipch.org/DeseaseHealthInfo/Healthlibrary/hrpregn 3. Krissi Danielsson. Vassa previa. http://miscarriage.about.com/old/stillbirthcausesrisk/p/vasaprevia

13

KOMPLIKASI KEHAMILAN

Komplikasi kehamilan: ( 1 ) Trimester I: hiperemesis gravidarum, abortus dan kehamilan ektopik yang terganggu. Trimester II: mola hidatidosatoxaemia gravidarum dan rupture uteri dan partus immaturus Trimester III: perdarahan antepartum, toxaemia gravidarum dan rupture uteri 1. Abortus. ( 2 ) Adalah peristiwa dimana hasil konsepsi di keluarkan pada umur kehamilan 20 minggu dan berat badan < 500 g. Ada macam abortus: Abortus spontaneous Abortus provocatus ( kriminalis dan medisinalis ) Etiologi: Faktor janin: pertumbuhan abnormal lingkungan sekitar: nutrisi, hormonal lingkungan luar: obat, toksin, radiasi Faktor maternal: infeksi akut: typhoid, pneumonia organ reproduksi: cervix incompeten, tumor jalan lahir discrasia endocrine: lutheal defect Stadium klinis : 1. Abortus Imminens Tanda: - perdarahan sedikit - Nyeri memilin - TFU tetap - VT : ostium uteri eksternum menutup Terapi: bed rest, valium, gestanon 10 mg 2. Abortus Insipiens Tanda: - abortus sedang berlangsung - Perdarahan banyak - Perut mules - VT : ostium uteri eksternum terbuka Terapi: mekanis curretage, induksi oxytosin/pitocyn 3. Abortus Inkomplit Tanda: - perdarahan disertai keluarnya hasil konsepsi - TFU turun - VT : OUE terbuka, sisa jaringan (+) Terapi: curettage, digital

14

4. Abortus Komplitus Tanda: - seluruh jaringan konsepsi keluar, tanpa sisa - VT : ostium uteri eksternum menutup Terapi: antibiotika, methergin 0,2 mg 2. Missed Abortion. ( 2 ) Adalah proses kehamilan yang terhenti karena kematian janin, dan dalam waktu 6-8 minggu hasil konsepsi belum dikeluarkan dari rahim ibu. Gejala: - Fluxus berlebihan - Uterus tidak membesar - Tanda-tanda kehamilan menyusut Tindakan: Harus segera dikeluarkan, diberikan oksitosin, laminaria stift, prostaglandin atau oestrogen substrat (3 hari) atau dilakukan curettage Komplikasi : infeksi, fetus paperous, lithopedion, necrosis (dapat terjadi DIC) 3. Abortus Habitualis. ( 3 ) Abortus yang terjadi secara berturut turut, minimal 3 kalidengan penyebab yang diduga sama. Etiologi: 1. Gangguan germ cell : sperma atau ovum 2. Kelainan Ibu: - Penyakit ibu : Hipertensi, lues, incompatibilitas darah, - Lingkungan ibu: kelainan organ reproduksi, hormonal, dan nutrisi 4. Cervix Incompetent. ( 4 ) Keadaan dimana cervix tidak dapat mempertahan kan buah kehamilan, sehingga terjadi abortus pada umur kehamilan > 4 bulan. Pada umumnya 3 kali pada umur kehamilan kurang dari 20 minggu. Tindakan : pada cervix dipasang tali pengikat secara shirodkar, sebelum usia kehamilan 4 bulan (16 minggu) dan dilepas setelah umur kehamilan 37 minggu. ( 4 ) Daftar Pustaka. 1. Komplikasi dan penyulit Kehamilan trimester I dan II. http://lenteraimpian.wordpress.com/2010/03/09/komplikasi-dan-penyulitkehamilantrimester-i-dan-ii/ 2. Saunders, Miller-Keane Encyclopedia and Dictionary of Medicine, Nursing, and Allied Health, Seventh Edition. 2003. Elsevier. Available from URL : http://medicaldictionary.thefreedictionary.com/abortus 3. Habitual Abortion .[online]. Available from URL: http://en.wikipedia.org/wiki/Habitual_abortion. last modified on 20 January 2012 at 17:19 4. Indarti, Junita.Case Presentation:Incomplete Abortion. Obstetric and Gynecology Department Universitas Indonesia, 2010. Available from : URL : xa.yimg.com/kq/groups/30762049/.../incomplete+abortion.doc .

15

PRE EKLAMPSIA EKLAMPSIA

1. Preeklampsia. Pre eclampsia adalah berkembangnya hipertensi disertai proteinuria, dengan atau tanpa edema yang terjadi pada umur kehamilan 20 minggu. Pre eclampsia berat apabila: Tekanan darah sistolik 160 mmHg atau diastolic 110 mmHg setiap saat, atau Sistolik 140 mmHg atau diastolic 90 mmHg disertai komplikasi: Proteinuria 5g/24 jam atau positif 3 atau positif 4 dengan urine dipstick Oliguria < 30 cc/jam selama 3 jam berturut-turut. Gejala sistemik: edema paru, nyeri kuadran kanan atas, gangguan fungsi liver, nyeri kepala, visual terganggu atau thrombocytopenia. Pasien eclampsia pada umumnya berusia muda dan nulipara. Penatalaksanaan: Terbaik adalah dilahirkan, tetapi perlu dipertimbangkan maturitas janin. Kebanyakan kasus severe pre eclampsia yang terjadi setelah 32 minggu kehamilan, bayi harus dilahirkan. 1. Anti hipertensi Hydralazine : 2,5-5 mg diberikan perlahan secara intravenous push setiap 15-20 menit Labetolol: 20 mg i.v initally dan titrasi setiap 10-15 menit. Turukan MAP 10 15 % secara bertahap. Diuretik tidak boleh diberikan, karena pada preeclamsia mempunyai volume plasma yang cenderung berkurang (constricted). 2. Cegah kejang Mg SO4 20 %. Loading dose 4-6 g, diikuti dengan infus 1-2 g/jam Kadar Mg SO4 diperiksa setelah 2-4 jam dan tidak boleh lebih dari 4-7 mEq/L. Depresi nafas, somnolens atau hilangnya refleks patella menunjukkan kadar Mg SO4 melebihi dosis terapi. Diberikan bila diastolik > 100 mmHg dan terdapat tanda-tanda impending kejang ( visual blurring, scotoma, hypereflexia) atau tanda-tanda dar severe preeclampsia Antidotum Magnesium toxicity adalah 1 g Ca Cl2 (10 ml lar. 10 %) 3. Berikan oksigen Untuk mempertahankan Pa O2 > 70 torr dan saturasi oksigen > 94 %. Pada cardiac pulmonary edema, restriksi cairan dan diuretika merupakan terapi primer.

16

2. Eklampsia. Eclampsia adalah preeclampsia disertai kejang. Terjadi setelah umur kehamilan lebih dari 20 minggu atau 48 jam post partum. Penata laksanaan: 1. Anti kejang: Diazepam: 5-10 mg i.v Mg SO4: 4-6 g i.v kemudian 1-2 g/jam, sampai kadar dalam darah 4-7 mEq/L 2. Antihipertensi: Hydralazine: 2,5 mg-5,0 mg i.v dapat di ulang sampai tekanan diastolik < 110 mmHg ( tanpa menurunkan uterine blood flow ). 2. Oksigen Bila terjadi left ventricular failure, berikan diuretika atau nitroglycerin. Kongesti karena cardiac failure menyebabkan hipertensi systemic dan pulmonary venous hypertension, yang sering mengakibatkan peningkatan hebat pada left dan right ventricular volume (preload). Untuk menurunkan preload dan menghilangkan gejala dapat diberikan diuretika, yang dapat menurunkan intravascular dan intracardiac volume serta menurunkan systemic dan pulmonary venous pressure atau diberikan venodilator yang berefek peripheral venous pooling akan menurunkan venous return ke jantung dan menurunkan intracardiac volume. Problema: 1. SSP: edema, vasospasme dan TIK tinggi 2. Kardiovaskuler: gangguan endotel hemodinamik, vasokonstriksi hipertensi, gangguan perfusi organ, hipoksia seluler, kerja jantung meningkat dan hipoalbumin edema 3. Sistem respirasi: edema mukosa jalan nafas, edema paru dan mudah hipoksia 4. Sistem koagulasi: trombosit terganggu kualitatif maupun kuantitatif, pemanjangan PT, PTT dan penurunan fibrinogen 5. Sistem renal: GFR menurun, BUN meningkat, penurunan creatinin clearance dan proteinuria. 6. Sistem hepar: peningkatan LFT ringan sampai fatty liver acute 7. Janin dan plasenta: perfusi uteroplasenta menurun dan aliran darah intervilli menurun 2-3 kali. Problema utama: hipertensi (karena vasokonstiksi), volume plasma kurang, proteinuria dan TIK meninggi. Teknik Anestesi: 1. General anesthesia. Cegah gejolak kardiovaskuler:
17

Induksi: Pethotal/Propofol Berikan lidocaine iv untuk cegah gejolak kardiovaskuler dan lakukan RSI serta cricoid pressure. Rumatan: N2Odan O2, Tracrium dan Isoflurane. 2. Regional anestesi. Tidak boleh dilakukan bila thrombocyt < 100.000 Terpilih Epidural. Daftar Pustaka 1. Fundamental Critical Care Support. Third Edition. Society of Critical Care Medicine, March 2002. 2. Preeclampsia.[online]. Available from URL: http://en.wikipedia.org/wiki/preeclampsia. 3. Obstetric anesthesia. Morgan GE, Mikhail MS, Murray MJ.Clinical Anesthesiology. Third edition. Lange Medical Books/Mc Graw-Hill, 2002.p:819-849. 4. Suryono B. Preeklampsia dan eklampsia.. Dasar-dasar Obstetrik anestesi. Indonesian Journal of Anesthesia and Co-existing disease. Buku Peserta. Bandung, 2012.

18

HELLP SYNDROME

Terjadi pada umur kehamilan 27-36 minggu, dapat pula pada 1-2 hari post partum. Tanda: 1. Hemolysis Hemolytic microangiopathy anemia disertai abnormal pheripheral smear. Bilirubin total > 1,2 mg/dL atau serum LDH > 600 U/L. 2. Elevated Liver enzyme. Aspartat aminotransverase > 70 U/L atau LDH > 600 U/L 3. Low Platelet count. Platelet < 150.000/mm3. Dapat pula hanya timbul tanda-tanda tidak spesifik, seperti: nyeri epigastri/kuadrant kanan atas, perdarahan gusi dan hidung, petechiae, lemah, mual dan muntah. Terapi: 1. Mg SO4 2. Anti hipertensi Bila tekanan diastolik > 110 mmHg. Plasmapharesis dilakukan bila symptomatic thrombocytopenia berlanjut, setelah pemberian Platelet secara agresif. Problema hemodinamik: low-normal cardiac filling pressure dengan systemic vascular resistance tinggi tetapi cardiac output dapat normal atau rendah atau tinggi. Problema lain: perdarahan dan gagal multi-organ. Teknik anestesi: 1. General anesthesia, lebih terpilih. Premedikasi dengan remifentanil atau fentanil. 2. Neuraxial anesthesia. Ada beberapa penelitian: tidak ditemukan dokumentasi pada pasien dengan HELLP Syndrome terjadi gangguan neurologi maupun perdarahan dengan Epidural anesthesia (retrospective study). ( 3, 4 ) Studi lain: dapat dilakukan Epidural anesthesia, bila sebelum SC tidak terdapat gangguan koagulasi ( bleeding time normal dan thrombocyt > 100.000/mm3 dan bila pasca operasi terjadi gangguan perdarahan, maka kateter epidural dilepas setelah gangguan perdarahan teratasi. ( 5 ) Diperiksa terutama fungsi hemostasis ( bleeding time ).

19

Daftar Pustaka. 1. Fundamental Critical care Support. Third edition. Society of Critical Care Medicine, March 2002. 2. Obstetric Anesthesia. Morgan GE, Mikhail MS, Murray MJ. Clinical Anesthesiology. Lange Medical Books.Mac Graw-Hill. Third edition. 2002, p: 819-849. 3. Richa F, Yazigi A, Nasser E, Dagher C, Antakly MC. General anesthesia with remifentanil for caesarean section in patient with HELLP Syndrome. Acta Anesthesiology Scandinavica. http://onlinelibrary.wiley.com/doi/101111/j.1399-6567.2005.00608.x/abstract 4. De Gracia PV, Silva S, Montufar C, De Los Rios CS. Anesthesi in pregnant women with HELLP Syndrome. http://www.ijgo.org/article/50020-7279(01)00390-3abstract 5. Blasi A, Gomer A, Fernandez C dan Malda MA. Indication for spinal anesthesia bor caesarean section in HELLP Syndrome coagulophaty. http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/19148360

20

MORBID OBESE IN PREGNANCY. WHICH IS THE BEST, NEUROAXIAL BLOCK OR GENERAL ANESTHESIA

Morbid Obese. Berat badan dinilai berdasarkan: 1. body mass index ( BMI, berat badan dalam kg dibagi tinggi badan dalam meter persegi ). Dikatakan morbid obese, BMI lebih dari 40 kg/m2.( 1) 2. Berat badan ideal = tinggi badan dalam cm dikurangi 105 ( pria dikurangi 100). Morbid obese, bila berat badan 2 kali dari berat badan ideal. Morbidly obese pregnant women mempunyai resiko tinggi terhadap: hipertensi, preeklampsia, diabetes gestasional. (2) Problema pada morbidly obese pregnant woman: 1. Gangguan Kardiovaskuler dan Hipertensi. Pada trimester pertama kehamilan, volume darah dan cardiac output akan meningkat. Cardiac output meningkat 30 35 % selama trimester pertama dan trimester ketiga kehamilan serta pada periode post partum, cardiac output dapat meningkat sampai 50 70 % dibanding sebelum hamil. Obesitas juga meningkatkan volume darah dan Cardiac output. Cardiac output meningkat 30-35 ml/100 g jaringan lemak. Peripheral vascular resistance selama kehamilan adalah rendah, karena terjadi peningkatan progesteron yang menyebabkan relaksasi otot polos. Penurunan afterload yang diinduksi progesteron tidak terjadi pada wanita hamil dengan morbidly obese, karena dinding arteri yang kaku. Kombinasi dari peningkatan cardiac output dan peningkatan afterload adalah terjadinya hipetrofi ventrikel kiri. Pregnancy induced Hypertension dan bentuk yang lebih parah seperti sindrom HELLP juga lebih sering terjadi pada wanita hamil dengan obesitas. Pada wanita hamil dengan obesitas juga mudah terjadi sindrom supine hypotension karena terjadi tekanan yang lebih besar pada vena cava inferior oleh jaringan lemak. (3) Sehingga dapat terjadi: (4) - Ischemic heart disease ( contoh : angina dan myocardial infarction ). - Congestive heart failure. - Tekanan darah tinggi. - Nilai kolesterol yang abnormal. - Deep vein thrombosis dan emboli paru.

21

2. Gangguan Paru Kehamilan menyebabkan perubahan nilai fisiologi dan mekanik pada paru. Pada kehamilan muda terjadi peningkatan ventilasi alveolar sehingga wanita hamil merasa sukar untuk bernafas. Hal ini berkaitan dengan efek stimulasi respirasi oleh progesteron. Seiring dengan membesarnya uterus, residual dan expiratory reserve volume menurun dan saat aterm functional residual capacity menurun sebesar 15-20%. Konsumsi oksigen pada wanita hamil juga meningkat. Obesitas memiliki efek yang sama pada fungsi paru. Tetapi pada wanita hamil dengan obesitas penurunan fungsional residual capacity-nya tidak menjadi lebih besar. Meskipun demikian work of breathing-nya sangat meningkat begitu juga dengan ketidakseimbangan antara pasokan dan
kebutuhan oksigen. Wanita hamil dengan obesitas memiliki keterbatasan pada cadangan parunya sehingga mudah mengalami hipoksemia. (3) Sehingga dapat terjadi: (4) -Obstructive sleep apnea - sindrom hipoventilasi obesitas - asthma - meningkatkan komplikasi selama anestesi umum 3. Diabetes Gestasional Selama kehamilan sekresi hormon human pregnancy lactogen, human chorionic gonadotrophin dan hormon steroid meningkatkan resistensi organ target terhadap insulin. Obesitas meningkatkan risiko diabetes meskipun pada wanita yang tidak hamil. Sehingga wanita hamil dengan obesitas memiliki risiko terjadinya diabetes gestasional 2-8 kali lebih besar. (3) Sehingga dapat terjadi: (4) -diabetes pada ibu dikemudian hari - overweight pada anak 4. Gastrointestinal Plasenta mensekresi gastrin dan hal ini menyebabkan peningkatan sekresi lambung. Ditambah lagi progesterone memiliki efek relaksasi otot polos yang menurunkan tonus lower gastroesophageal sphincter.(3) Sehingga dapat terjadi: (4) perasaan terbakar di ulu hati, gastroesophageal reflux disease, fatty liver disease, cholelithiasis 5. Neurologi, dapat terjadi terjadi: (4) Stroke, neuralgia paresthetica, migrain, sindrom Carpal Tunnel, demensia, hipertensi intrakranial idiopatik, multiple sclerosis 6. Dermatologi, dapat terjadi: (4) stretch marks, acanthosis nigricans, limfedema, selulitis, hirsutisme, intertrigo 7. Onkologi, dapat terjadi: (4) breast, ovarium, esophageal, colorectal, liver, pancreatic, gallbladder, stomach, endometrial, cervical, ginjal, non Hodgkins lymphoma, multiple myeloma 8. Rheumatology and Orthopedics, dapat terjadi: (4) gout, poor mobility, osteoarthritis

22

9. Urology and Mephrology, dapat terjadi: hypogonadism Teknik Anestesi.(5) A. General Anesthesia. Problema:

(4)

urinary incotinence, chronic renal failure,

1. Jalan nafas. Kesulitan intubasi, disebabkan oleh: keterbatasan membuka mulut, pergerakan leher terganggu (akibat penumpukan jaringan lemak berlebih), mukosa membran jalan nafas membengkak dan mudah berdarah ( bila hipertensi). 2. Sistem Respirasi. a. Terjadi penurunan: expiratory reserve volume (ERV), residual volume (RV), functional residual volume (FRC) akibat penumpukan lemah di daerah dada dan perut serta penurunan compliance dada. b. Kelebihan berat badan akan meningkatkan konsumsi oksigen dan produksi CO2 sehingga work of breathing meningkat. c. Pada posisi supinasi, litotomi atau trendelenberg akan memperberat volume paru, sehingga terjadi ventilasi-perfusi mismatch, shunting dan hipoksia. d. Obesity hypoventilation syndrome (Pickwickian syndrome), alveolar hypoventilation dan daytime somnolence. Sebagai respons terhadap hipoventilasi kronik dan hipoksemia akan terjadi polisitemia, peningkatan cardiac output, kardiomegali, hipertensi pulmonal, gagal jantung. 3. Sistem Kardiovaskuler. Pada obesitas, cardiac output meningkat sehingga volume darah paru meningkat, dapat terjadi hipertensi pulmonal yang diakibatkan oleh posisi supinasi, yang dapat berkembang menjadi obstruksi jalan nafas dan hipoksemia yang berkelanjutan. Supine hypotension syndrome dapat terjadi akibat kompresi pada major abdominal vessel. 4. Sistem Gastrointestinal. Lower oesophageal tone menurun , sehingga akan meningkatkan terjadinya aspirasi isi lambung dan Mendelsons syndrome. Pengosongan lambung lambat dan volume lambung 5 kali lebih besar. 5. Farmakologi dan farmakodinamik. Distribusi dan efek obat anestesi tergantung kelarutannya di dalam lemak. Terdapat penurunan MAC. Siapkan: Laryngeal Mask Airway (LMA), Fibreoptic (awake) B. Neuraxial block Problema: 1. Keterbatasan fleksi tulang belakang (back flexion) 2. Kesulitan palpasi bony landmark 3. Berkaitan dengan panjang jarum, karena bertambah panjang jarak antara kulit dan dengan rongga epidural dan rongga spinal.

23

4. Kebutuhan obat lokal anestesi berkurang (25 %), karena volume LCS berkurang, sehingga dilusi obat menurun. Volume LCS berkurang akibat: a. kompresi saccus duramater yang disebabkan oleh pembesaran pleksus venosus epidural dan peningkatan tekana spatium epidural karena kompresi vena cava inferior oleh uterus gravid dengan redistribusi venous return dari ekstremitas inferior dan pelvis. b. Tekanan intraabdominal meningkat, karena gerakan masuk jaringan lunak (terutama lemak) melalui foramen intervertebral yang mendesak LCS. Menurut Green, semakin besar ukuran pantat pasien obese, akan semakin menempatkan columna vertebralis dalam posisi Trendelanberg, sehingga memicu sebaran obat lokal anestesi ke cephalad. Siapkan: alat dan obat untuk general anesthesia

Simpulan: Neuroaxial block lebih terpilih dari general anesthesia.

Daftar Pustaka. 1. Anaesthetic management of Obese parturient.Shah N and Lattoo Y http://www.bjmp.org/content/anaestheic-management-obese-parturient 2. Obese, morbidly obese women more likely to have pregnancy complication, C-section. http://pregnancy andbaby.sheknows.com/pregnancy/baby/obese-morbidly-obese-women-morelikely-to-have-pregnancy-complication-c-section-4894.htm 3. Pregnancy in Patients with Obesity or Morbid Obesity: Obstetric and Anesthetic Implication.Vasudevan A. Bariatric Times.2010;7(7):9-13. http://bariatrictimes.com/2010/07/22/pregnancy-in-patients-with-obesity-or-morbid-obesityobstetric-and-anesthetic-implications/ 4. Obesity. http://en.wikipedia.org/wiki/Obesity 5. Anesthesia in High risk Obstetries. Wong Cyntrhia A. http://view.glowm.com/index.html?p=glowm.cml/section_view&articleid-217

24

RELIEF LABOR PAIN

PENDAHULUAN. Persalinan pada wanita merupakan suatu hal yang unik. Rasa sakit yang dialami seorang wanita selama persalinan akan berbeda satu dengan lainnya. Banyak factor yang mempengaruhi persepsi rasa nyeri: rasa takut, cemas, jumlah kelahiran sebelumnya, presentasi janin, budaya melahirkan, posisi saat melahirkan, dukungan keluarga, tingkat beta-endorphin, kontraksi rahim yang intens selama persalinan dan ambang nyeri alami. Beberapa wanita melaporkan sensasi sebagai sesuatu yang menyakitkan, meskipun tingkat nyeri bervariasi bagi setiap individu. Sehingga diperlukan suatu teknik yang dapat membuat pasien merasa nyaman saat melahirkan (1, 2). Persalinan adalah proses membuka dan menipisnya serviks dan turunnya janin ke jalan lahir. Persalinan dan kelahiran normal adalah proses pengeluaran janin yang terjadi pada usia kehamilan cukup bulan ( 37-42 minggu), spontan, presentasi belakang kepala dan berlangsung selama 18-24 jam serta tidak terjadi komplikasi terhadap ibu ataupun janin(3). Proses persalinan dibagi menjadi 4 kala: Kala I Sejak saat persalinan dimulai sampai pembukaan lengkap (10 cm). Proses ini berlangsung selama 18 24 jam, dibagi dalam 2 fase : fase laten ( 8jam) serviks membuka 3 cm dan fase aktif ( 7 jam) serviks membuka 3 10 cm dengan kecepatan 1 cm perjam. Pada fase aktif, kontraksi lebih sering dan kuat. Kala II Sejak pembukaan lengkap (10 cm) sampai bayi lahir. Proses ini berlangsung: primipara 2 jam dan multipara 1 jam. Kala III Setelah bayi lahir sampai plasenta lahir, berlangsung tidak lebih dari 30 menit. Kala IV sejak plasenta lahir sampai 2 jam post partum. Ibu hamil selalu menantikan saat-saat paling membahagiakan adalah melahirkan seorang bayi, namun perasaan ini dapat mendadak menjadi suatu peristiwa yang menakutkan karena membayangkan rasa sakit yang akan terjadi pada waktu melahirkan. Keadaan ini memerlukan pengertian, bantuan serta dukungan pada saat akan melahirkan. Ada beberapa cara agar ibu melahirkan tidak terlalu sakit dan merasa nyaman.

25

RASA SAKIT PADA PERSALINAN. Kontraksi ritmik Uterus dan dilatasi Serviks yang progresif pada kala I akan menyebabkan rasa sakit selama kala I persalinan. Impuls syaraf aferens dari Serviks dan Uterus di transmisikan ke medula spinalis melalui segmen Thorakal X Lumbal I. Keadaan ini akan menyebabkan rasa sakit pada Perut bagian bawah dan daerah Pinggang serta Sakrum. Rasa sakit bersifat visceral, tumpul dan tidak jelas lokasinya. Keadaan ini dapat diatasi dengan Opioid. Padakala II, transmisis melalui segmen Sakral II IV dan rasa sakit disebabkan oleh peregangan dari pada Vulva/Vagina serta Perineum yang juga terjadi tumpang tindih dengan nyeri akibat kontraksi Uterus. Keadaan ini menyebabkan rasa sakit yang bersifat somatic, tajam dan jelas lokasinya. Rasa sakit ini dapat diatasi dengan obat anestesi local (3). PERSALINAN BEBAS SAKIT. Tubuh manusia memiliki metode sendiri untuk mengontrol rasa sakit dalam persalinan, dalam bentuk betha-endorphin. Sebagai Opiat alami, betha-endorphin memiliki sifat yang mirip dengan Petidin, Morfin dan Heroin serta telah terbukti untuk bekerja pada reseptor yang sama di Otak. Seperti Oksitosin, betha-endorphin dikeluarkan oleh kelenjar Pituitari dan kadarnya tinggi pada saat berhubungan seks, kehamilan dan kelahiran serta menyusui. Hormon ini dapat menimbulkan perasaan senang dan euphoria pada saat melahirkan. Banyak ibu hamil belajar teknik pernafasan dan relaksasi untuk membantu menghilangkan rasa sakit pada saat melahirkan (1, 2). Berbagai cara untuk menghilangkan rasa sakit: 1. Self-help. Teknik ini dapat membantu agar lebih rileks saat bersalin, sehingga dapat mengurangi rasa sakit. Mempelajari tentang persalinan Mempelajari cara untuk bersantai dan tetap tenang, menarik nafas dalam Perubahan posisi: berjalan, berlutut, goyang ke depan/belakang Membawa pendukung: saudara, teman, suami Mandi 2. Hidroterapi (berada di air). Air dapat membantu agar santai dan membuat kontraksi kurang menyakitkan. Air diatur agar suhunya terasa nyaman, tidak lebih dari 37 C dan suhu tubuh pasien selalu dipantau. 3. Gas dan udara (Entonox). Merupakan campuran Oksigen dan gas N2O Cara kerja: Pasien menghirup gas dan udara melalui masker. Mula kerja 15-20 detik, dihirup hanya pada saat kontraksi.

26

4. Transcutaneous Electrical Nerve Stimulation (TENS). TENS tidak afektif pada fase aktif, dimana kontraksi semakin kuat, sering dan lama. Cara kerja: elektroda ditempelkan di Punggung dan dihubungkan dengan kabel untuk stimulator bertenaga baterai kecil. TENS bekerja dengan cara merangsang tubuh untuk memproduksi Endorphin dan mengurangi jumlah sinyal rasa sakit yang dikirim oleh syaraf tulang belakang ke Otak.

5. Analgetik. Diberikan secara intravena atau intramuskuler, adapula secara per Rektal (suppositoria). Kerja obat ini bersifat sistemik. 6. Regional Analgesia. Merupakan metode paling efektif untuk menghilangkan rasa sakit selama persalinan. Ada 3 Cara: Epidural analgesia, Spinal blok dan gabungan epidural spinal blok. Regional analgesia dapat dilakukan: Tidak ada distress janin Kontraksi regular dan baik ( setiap 3-4 menit dan lamanya 1 menit ) Dilatasi serviks adekuat ( nulipara 5-6 cm dan multipara 4-5 cm ) Janin dengan presentasi kepala

27

A. Epidural Analgesia Keuntungan epidural analgesia: Katekolamin pada sirkulasi maternal turun perfusi uteroplasental baik Siklus hipoventilasi-hiperventilasi tumpul alkalosis respiratorik maternal baik Tidak terjadi kurva disosiasi bergeser ke kiri deliveri oksigen ke janin baik Bila harus dilakukas SC, tinggal merubah jadi epidural anesthesia Komplikasi: Early: i.v toxicity L.A toxicity hypotension high block/total spinal extensive motor block fetal effect urinary retension labour progress mode of delivery Late: post dural puncture headache neurologic injury epidural abscess epidural hematom back pain Teknik: Penderita duduk atau tidur miring ke kiri Tempat puncture: Tarik garis melalui kedua Krista Iliaka, garis ini akan memotong vertebra Lumbal setinggi L4 atau celah L4-5 Tempat insersi jarum yang optimal celah L3 L4 1 Lakukan desinfeksi kulit dengan Povidon Setelah desinfeksi atau dreping, jaringan kulit dan subkutis dianestesi dengan obat lokal Anestesi ( Lidokain 2 % ) Lakukan penusukan dengan jarum epidural Masukan jarum epidural dengan cara lost of resistance dengan udara atau Saline Pasang kateter epidural ( single atau multi orifice ), tempatkan kateter di dalam ruang epidural 4-5 cm (minimal 4 cm agar tidak terjadi displacement, 7 cm banyak komplikasi) Masukan Bupivacaine 0,125 % 12 cc dan Fentanyl 2 g/cc

28

Mempertahankan analgesi epidural: a. Bolus intermitens. Diberikan bupivacaine 0,0625 % - 0,125 % ditambah fentanyl 2 g/cc setiap 8 jam. atau Ropivacain 0, 08% - 0,15% ditambah fentanyl 2 g/cc setiap 8 jam b. Infus kontinyu. Diberikan bupivacaine 0,0625 % - 0,125 % ditambah fentanyl 2 g/cc, dengan kecepatan 10-15 cc/jam. atau Ropivacain 0, 08% - 0,15% ditambah fentanyl 2 g/cc setiap 10-15 cc/jam. Keuntungan lain dari teknik ini adalah mempertahankan analgesia yang adekuat sepanjang periode persalinan, hemodinamik maternal lebih stabil,sedikit membutuhkan bolus tambahan, menurunkan resiko toksisitas anestetik lokal , dan mengurangi kebutuhan tenaga medis. c. Patient controlled epidural analgesia (PCEA) PCEA mempunyai keuntungan lain dibanding bolus intermiten dan teknik infus kontinyu. Analgesia yang diberikan adalah sama dengan yang diberikan oleh bolus intertmiten dan infus kontinyu akan tetapi kepuasan maternal lebih besar dengan PCEA. Teknik PCEA sangat bervariasi. Ada teknik yang menggunakan infus basal (anestetik local+opioid) yang memberikan analgesia pada sebagian besar parturian dan dosis bolus baru akan dilakukan parturian bila nyeri timbul dan dilakukan sesuai kebutuhannya. Teknik epidural kontinyu ini membutuhkan pemantauan dan penilaian yang ketat. Parturian harus dinilai setiap 1-2 jam , yaitu tekanan darah ibu, denyut jantung janin , kualitas analgesia, level sensoris, intensitas blok mortoris, dan kemajuan persalinan.

29

B. Spinal analgesia Teknik: Penderita duduk atau tidur miring ke kiri Tempat puncture: Tarik garis melalui kedua Krista Iliaka, garis ini akan memotong vertebra Lumbal setinggi L4 atau celah L4-5 Tempat insersi jarum yang optimal celah L3 L4 1 Lakukan desinfeksi kulit dengan Povidon Setelah desinfeksi atau dreping, jaringan kulit dan subkutis dianestesi dengan obat lokal Anestesi ( Lidokain 2 % ) Lakukan penusukan dengan jarum spinal Masukkan campuran 1,0 ml bupivakain 0,25% dengan fentanil 25 ug (0,5 ml) dan ditambah dengan NaCl 0,5 ml/ LCS (total 2 ml) Komplikasi: Hipotensi Analgesia yang tidak adekuat Masuknya obat ke dalam vena Tingginya blok yang tidak diharapkan Retensi urin Blok yang diperpanjang Nyeri punggung Kerugian Durasi kerja terbatas dan analgesi selama persalinan tidak dapat dipertahankan

C. Combined Spinal - Epidural (CSE ). CSE analgesia adalah teknik baru yang telah menggantikan epidural tradisional baik untuk analgesia persalinan maupun anestesia pembedahan. CSE memberikan analgesia yang lebih baik dari epidural analgesia tradisional . Kelebihan dibanding epidural : Cepat dan kualitas analgesi lebih baik Dosis awal dan total lebih kecil Petanda obyektif diakhir dg keluarnya LCS Blokade motorik dan simpatik minimal
30

Blokade sensorik selektif Tidak mengganggu mobilisasi

Teknik: Penderita duduk atau tidur miring ke kiri Tempat puncture: Tarik garis melalui kedua Krista Iliaka, garis ini akan memotong vertebra Lumbal setinggi L4 atau celah L4-5 Tempat insersi jarum yang optimal celah L3 L4 1 Lakukan desinfeksi kulit dengan Povidon Setelah desinfeksi atau dreping, jaringan kulit dan subkutis dianestesi dengan obat lokal Anestesi ( Lidokain 2 % ) Lakukan penusukan dengan jarum epidural Masukan jarum epidural dengan cara lost of resistance dengan udara atau Saline Masukan jarum spinal hingga keluar cairan LCS, kemudian masukkan obat spinal Pasang kateter epidural ( single atau multi orifice ), tempatkan kateter di dalam ruang epidural 4-5 cm (minimal 4 cm agar tidak terjadi displacement, 7 cm banyak komplikasi) Masukan Bupivacaine 0,125 % 12 cc dan Fentanyl 2 g/cc Dosis Combined Spinal - Epidural campuran 1,0 ml bupivakain 0,25% dengan fentanil 25 ug (0,5 ml) dan ditambah dengan NaCl 0,5 ml/ LCS (total 2 ml) Continuous infusion via Catheter Epidural Bupivacaine : konsentrasi 0,0625% - 0,25% dengan kecepatan 8 15 cc/jam Ropivacaine : konsentrasi 0,125% - 0,25% dengan kecepatan 6 12 cc/jam Lidocaine : konsentrasi 0,5% - 1% dengan kecepatan 8 15 cc/jam Penambahan adrenalin 1 : 200.000 atau fentanyl 50 g dapat menambah waktu kerja selama 30

31

CSE memberikan keuntungan baik epidural maupun spinal. Injeksi subarachnoid opioid , anestetik lokal atau kombinasi keduanya akan meredakan rasa sakit dengan segera ( 2-3 menit setelah pemberian ) dan tidak berhubungan dengan blok motorik. Mula kerja sacral analgesia lebih cepat dibandingkan lumbal epidural analgesia. Ini sangat bermanfaat bagi wanita dengan persalinan kala dua. Apabila waktu persalinan melebihi durasi blok subarachnoisd , campuran dosis rendah bupivacaine dan fentanyl dapat diberikan melalui kateter epidural untuk mempertahankan analgesia hingga persalinan selesai. Jika persalinan pervaginam gagal , kateter epidural dapat digunakan untuk induksi anestesia pada bedah sesaria. Teknik ini dapat dilakukan pada posisi left lateral decubitus atau posisi duduk. Posisi pasien akan mempengaruhi level blok sensoris, dan ditentukan oleh barisitas larutan yang diinjeksikan Teknik CSE dapat gagal setelah sukses melakukan penusukan dura, sebab jarum spinal mengalami displacement pada saat koneksi dengan spuit, aspirasi LCS, atau injeksi obat anestetik lokal. Jarum spinal mudah mengalami displacement karena hanya dipertahankan oleh duramater. OBAT LAIN. Ropivacaine Ropivacaine adalah anestetik lokal yang diformulasikan sebagai levoratory enantiomer tunggal dan merupakan homolog bupivacaine dan mepivacaine. Efek depresi miokard dan toksisitas neurologiknya lebih ringan dibandingkan bupivacaine. Larutan ropivacaine 0,08% dengan fentanyl 2mcg /mL memberikan analgesia persalinan yang efektif dan memungkinkan
32

pasien melakukan ambulasi. Studi yang membandingkan ropivacaine dan bupivacaine memperlihatkan blok motorik ropivacaine lebih kecil namun bupivacaine memberikan analgesia yang lebih baik. Keuntungan dari segi obstetrik dan luaran neonatal antara ropivacaing dan bupivacaine hampir sama tetapi ropivacaine lebih mahal (4). Tabel 1. Obat obat untuk Inisiasi Epidural pada Persalinan Obat Konsentrasi Anestetik Lokal Bupivacaine Ropivacaine Lidokaine Opioid Fentanyl Sufentanyl 10 100mcg 5 10 mcg 0,125% 0,1 0,2% 0,75- 1,5% 10 15ml 10 15ml 10 15ml

Dosis

Levobupivacaine Levobupivacaine merupakan hasil purifikasi levatori enantiomer dari rasemik bupivacaine. Efek kardiotoksik dan toksisitas SSP lebih rendah dari bupivacaine.Studi pada epidural analgesia untuk persalinan tidak ada perbedaan pada blok motorik dan sensorik dibanding bupivacaine (4). Lidocaine Lidocaine adalah anestetik local golongan amida dengan durasi kerja antara bupivacaine dan 2-chlorprocaine. Larutan 0,75% - 1,5% memberikan analgesia yang memuaskan namun tidak sebanding dengan yang diberikan oleh bupivacaine. Opioid Opioid dapat ditambahkan ke dalam anestetik lokal untuk pemberian ke dalam ruang epidural. Akan terjadi interaksi yang sinergis bila anestetik lokal dan opioid diberikan secara epidural. Opioid menekan rasa sakit viseral tetapi kurang efektif untuk rasa sakit somatik selama kala 2 persalinan. Sedangkan anestetik lokal memberikan analgesia yang baik untuk rasa sakit somatik. Kombinasi anestetik lokal konsentrasi rendah dengan dosis rendah opioid larut dalam lemak akan memberikan analgesia yang sangat baik dan meminimalkan efek samping dari kedua obat. Keuntungan menambahkan opioid kedalam larutan anestetik lokal juga akan menurunkan resiko toksisitas sistemik anestetik lokal, menurunkan resiko spinal anestesia tinggi, menurunkan konsentrasi plasma anestetik lokal pada janin dan menurunkan intensitas blok motorik.
33

Penambahan anestetik lokal pada opioid menurunkan dosis opioid sehingga menurunkan resiko mual dan pruritus (4). Morfin merupakan opioid pertama yang digunakan untuk memberikan neuroaksial analgesia pada persalinan. Karena mula kerjanya yang lama ( mencapai 60 menit ), efek samping dan analgesia yang inkonsisten menyebabkab pemilihan opioid lipofilik seperti fentanyl dan sufentanyl lebih disukai. Pemberian fentanyl 50 100 mcg ke dalam ruang epidural memberikan analgesia yang adekuat untuk awal persalinan. Sufentanyl mempunyai potensi yang besar dan mempunyai penetrasi yang baik ke dalam medulla spinalis (solubilitas lemak tinggi). Karena mempunyai solubilitas dan volume distribusi yang tinggi , hanya sejumlah kecil obat yang melewati plasenta, sehingga konsentrasi obat dalam sirkulasi janin rendah.

Tabel 2. Obat obat untuk mempertahankan epidural analgesia untuk persalinan. Larutan obat Konsentrasi Konsentrasi opioid Kecepatan Infus Bupivacaine-fentanyl Bupivacainesufentanyl Ropivacaine- fentanyl Ropivacaine 0,0625 - 0,125% 0,0625 - 0,125% 0,08 - 0,15% 0,2% 2 - 4 mcg/mL 0,2 - 0,33 mcg/mL 2 - 4 mcg /mL 10 -15 mL/jam 10 -15 mL/jam 10 - 15 mL/jam 10 - 15 mL/jam

Epinefrin Penambahan epinefrin ke dalam bupivacaine epidural dapat mempercepat mula kerja analgesia dan meningkatkan intensitas blok motorik, tanpa ada efek pada luaran neonatus. Epinefrin juga dapat meningkatkan efikasi opioid epidural.

34

KOMPLIKASI DAN EFEK SAMPING REGIONAL ANALGESIA PADA PERSALINAN 1. Neurotoksisitas Komplikasi neurologik yang berhubungan dengan neuroaksial analgesia dan anestesia jarang terjadi, terutama bila dibandingkan dengan komplikasi neurologik oleh persalinan. Akan tetapi injeksi obat ke dalam ruang epidural atau subarachnoid mempunyai potensi untuk terjadinya iritasi atau kerusakan struktur saraf. Injeksi obat yang salah, larutan anestetik lokal dengan konsentrasi yang tinggi, zat preservative yang neurotoksik mungkin toksik secara langsung terhadap jaringan saraf. Trauma langsung dapat disebabkan oleh jarum atau kateter. Komplikasi neurologik lainnya setelah neuroaksial analgesia termasuk transient neurologic syndrome (TNS), spinal / epidural hematom, spinal/epidural abses, keluhan nyeri punggung dan parestesia. Suatu studi retrospektif observasional terhadap 6497 wanita yang mendapat analgesia regional di rumah sakit tersier menemukan insiden parestesia lebih sering pada wanita yang menerima CSE dibanding epidural.(4) 2. Pruritus Pruritus merupakan efek samping yang umum pada pemberian opioid neuroaksial. Insiden pruritus pada opioid intratekal lebih tinggi dari pemberian epidural. Pilihan terapi termasuk menggunakan naloxone(0,04-0,08 mg IV ) atau nalbuphine (2,5 5 mg IV ), yang bekerja secara spesifik pada reseptor antagonis. Pemberian ondansentron 4 mg juga efektif dalam terapi pruritus.(4) 3. Retensi Urine Etiologi retensi urine setelah spinal analgesia adalah akibat cepatnya onset relaksasi otot detrusor yang disebabkan kerja dari opioid pada spinal sacral dan obat anestetik local.(4) 4. Pengosongan lambung yang lama dan mual muntah Persalinan dan pemberian opioid keduanya akan memperlambat pengosongan lambung. Ini merupakan predisposisi terjadinya mual dan muntah. Penyebab lain mual dan muntah pada persalinan termasuk kehamilan itu sendiri dan rasa sakit selama proses persalinan. Mual dapat diterapi dengan pemberian metoklopramide atau ondansentron.(4) 5. Postdural puncture headache Insidens PDPH setelah penusukan dura dengan jarum besar Touhy 18 gauge (bila melakukan epidural, CSE, spinal analgesia kontinyu ) telah dilaporkan mencapai 50% pada parturian. Penggunaan noncutting, pencil-point needle telah menurunkan insidens PDPH setelah penusukan dura. Keuntungan pada teknik CSE adalah penggunaan jarum spinal yang kecil sehingga dapat menurunkan kemungkinan PDPH. Terapi konservatif dapat dimulai dengan hidrasi (oral atau intravena ), pemberian analgesik, dan kafein. Kafein akan meningkatkan cerebral vascular resistance, menurunkan aliran darah otak, dan menurunkan volume darah cerebral. Jika nyeri kepala tidak hilang setelah terapi konservatif, maka dapat dilakukan epidural blood patch.(4)
35

6. Efek pada janin. Absorbsi sistemik opioid dan anestetik lokal, diikuti transfer melalui plasenta, dapat menyebabkan efek langsung pada janin. Ini dapat meliputi perubahan denyut jantung janin dan depresi pernafasan setelah persalinan. Pemberian opioid epidural jarang menyebabkan efek pada denyut jantung janin. Perlu menjadi perhatian bradikardia fetus yang terjadi setelah spinal analgesia.efek maternal dari pemberian opioid dapat berefek langsung pada janin seperti depresi pernafasan parturian yang akan menyebabkan hipoksia pada fetus. Denyut jantung janin harus dimonitoring sebelum melakukan blok neuroaksial. Jika bradikardia terjadi, resusitasi intrauterine harus segera dilakukan. Tindakan resusitasi meliputi menghilangkan kompresi aortocaval, menghentikan oksitosin, pemberian oksigen, terapi hipotensi maternal, dan stimulasi kepala janin.(4) KESIMPULAN Rasa sakit pada persalinan menyebabkan efek yang merugikan terhadap ibu dan janin.. Pengelolaan rasa sakit pada persalinan yang optimal akan memberikan keuntungan kepada ibu dan janinnya. Pemahaman mekanisme rasa sakit selama proses persalinan merupakan syarat agar dapat melakukan pengelolaan rasa sakit pada persalinan secara optimal. Teknik pengeloaan rasa sakit persalinan dengan blok regional pada saat ini berkembang dengan pesat dan dapat meredakan rasa sakit persalinan dengan hasil yang sangat baik. Teknik blok regional yang digunakan yaitu spinal analgesia, epidural analgesia, dan kombinasi spinal epidural analgesia. Melakukan evaluasi yang seksama sangat penting untuk menghindari resiko yang dapat terjadi dan penjelasan harus diberikan dengan baik dan jelas pada parturian. Diharapkan dengan semakin berkembangnya teknik teknik analgesia regional khususnya untuk penanganan rasa sakit pada persalinan akan meningkatkan kesejahteraan pada ibu dan bayinya.(4)

DAFTAR PUSTAKA
1. ACOG, pain relief labor and delivery, www.acog.org/publications/patient_education/bp086.cfm 2. Dowswell T, Bedwell C, Lavender T, et al; Transcutaneous electrical nerve stimulation (TENS) for pain relief in labour. Cochrane Database Syst Rev. 2009 Apr 15;(2):CD007214. [abstract]

3. Smith CA, Collins CT, Cyna AM, et al; Complementary and alternative therapies for pain management in labour. Cochrane Database Syst Rev. 2006 Oct 18;(4):CD003521. [abstract]
4. Borahima Lami, Analgesia regional untuk persalinan pervaginam, Majalah Anestesiologi Indonesia. 2009 sept: 23-32.

36

PERDARAHAN POST PARTUM

Perdarahan post partum adalah perdarahan lebih dari 500 ml post patum atau lebih dari 1000 ml post SC. Ada 2 Jenis: 1. Primer (early): perdarahan dalam 24 jam post partum berhubungan dengan proses persalinan Misal: Placenta site berdarah, sisa placenta, atonia 2. Sekunder (late): perdarahan terjadi setelah perdarahan lebih dari 24 jam post partum. Misal: sisa jaringan placenta, estrogen withdeawl, keganasan trophoblast cells Traditionsl pneumonic: tone, tissue, trauma, thrombosis and traction (uterine inversion). Daftar Pustaka. 1. Smith RJ, Ramus MR. Post Partum Hemorrhage. http://emedicine.medscape.com/article/275038-overview#a0103 2. Yiadom MYAB, Dyne PL. Post Partum Hemorrhage in emergency medicine. http://emedicine.medscape.com/article/796785-overview

37

FARMAKOLOGI OBAT ANESTESI PADA WANITA HAMIL

Farmakologi Perinatal terdiri atas Ibu, Placenta dan Fetus Pengaruh obat-obatan terhadap fetus: 1. Efek langsung ke fetus 2. Efek tidak langsung dengan mempengaruhi sirkulasi plasenta Obat masuk ke Ibu dapat melalui: intravena, paracervical, caudal peridural, lumbal peridural, intramuskular dan subarachnoid. Farmakologi Ibu dipengaruhi oleh volume distribusi dan eliminasi obat serta perubahan sistem kardiovaskular akibat kehamilan. Perubahan volume plasma : Volume plasma meningkat volume distribusi meningkat clearance obat meningkat Perubahan volume darah : volume darah meningkat akan menyebabkan cardiac output meningkat dan meningkatkan Uteroplacenta Blood Flow (UPBF). Kontraksi uterus akan menyebabkan transfer obat intravena menurun. Konsentrasi obat bebas didalam arteri Uterina mencapai placenta dipengaruhi oleh: 1. Dosis total 2. Jumlah epinefrine 3. Metabolisme dan eliminasi dari maternal 4. Protein binding dari maternal 5. pH dan pKa dari obat maternal Transfer obat melewati placenta dipengaruhi oleh 1. Luas, tebal yang dilewati dan kecepatan difusi Rumus difusi sederhana: Q/t = K.A.([Cm]-[Cf]/D Dimana : Q/t : kecepatan difusi K : Konstanta difusi A : Total Area placenta Cm : Konsentrasi obat bebas pada ibu Cf : Konsentrasi obat bebas pada fetal D : Ketebalan membran placenta

2. Berat molekul dan bentuk obat a. 100 500 Dalton : mudah menembus placenta b. 500 Dalton : sulit menembus placenta c. 1000 Dalton : tidak dapat menembus placenta 38

3. pKA a. mendekati pH ibu (7,4) akan mudah menembus placenta b. bentuk non ion dapat menembus plasenta 4. protein binding dan lipid solubility a. Terikat protein plasma sulit menembus plasenta b. Larut dalam lemak akan mudah menembus plasenta 5. interaksi obat a. setiap obat mempunyai afinitas yang berbeda untuk tempat plasma protein binding atau tissue binding b. Pemberian obat secara bersama akan mempengaruhi transfer plasenta 6. metabolisme obat Mekanisme pertukaran di plasenta 1. Difusi sederhana a. Perbedaan konsentrasi dan elektro-chemical b. Berat molekul c. Kelarutan dalam lemak d. Derajat ionosasi e. Luas dan tebal dari membran 2. Difusi difasilitasi a. Saturasi kinetik b. Inhibisi kompetitif dan non kompetitif c. Stereospesifity d. suhu 3. Transport aktif Dibutuhkan energi : (asam amino, calsium, fosfor, zat besi, Vit A dan Vit B) 4. Endocytosis contoh : IgG 5. Faktor lain a. Perubahan peredarah darah ibu dan fetal b. Placenta binding c. Metabolisme placenta d. Kapasitas diffusi e. Derajat protein binding ibu dan fetal f. Umur kehamilan Fetus 1. Uptake a. Protein Binding b. Lipid Solubility c. pKa Total protein fetal lebih rendah dari ibu sehingga obat bebas lebih banyak Obat yang larut dalam lemak diabsorbsi jaringan fetal sehingga konsentrasi obat dalam plasma menurun 39

pH fetal < Ibu (fetal asidotik) non ion ibu ke fetal bentuk ion tidak mampu menembus placenta ion trapped 2. Distribusi (sirkulasi fetal) a. Dari v.Umbilikalis menuji hepar melalui duktus venosus b. Dilusi konsentrasi darah v. Umbilikalis c. Right to left shunt dari sirkulasi fetal Konsetrasi free drug di arteri Umbilikalis dipengaruhi oleh : a. Konsetrasi obat di vena umbilikaslis (input) b. pH janin c. Protein binding janin d. Tissue uptake janin e. Obat yang tidak dieliminasi melalui placenta maka: (1) metabolisme di Hepar janin, (2) ekskresi melalui Ginjal janin 3. Metabolisme dan eliminasi (dilakukan oleh fetus) Enzym fetal aktivitas rendah dapat mengantisipasi pemberian obat terapi ibu Kebanyakan obat dapat menembus plasenta mencapai fetus, sebagian kecil mencapai miokardium dan otak Jumlah obat pada janin Intrapartum : 1. Maternal plasma drug consentration 2. Fetal heart change : (a) variability, (b) Decelerations 3. Blood flow studies (1) uteroplacental, (b) fetal umbilical dan aortic) Post partum : 1. Acid base status 2. Apgar score 3. Drug and metabolite concentration a. Maternal vein b. Umbilical vein c. Umbilical artery d. Neonatal blood and urine 4. Neonatal neurobehavioral testing Obat-obatan yang dipakai peripartum 1. Obat anestesi inhalasi : mudah melewati plasenta Mempengaruhi nilai apgar Mempengaruhi tonus Uterus Konsetrasi rendah dapat berbahaya awareness 2. Obat anestesi intravena Thiopental : dosis 4 mg/kgBB, F/M ratio antara 0,4 1,1 Ketamin : dosis 2 mg/kgBB, F/M ratio 1,6 Etomidate : dosis 0,3- 0,4 mg/kgBB. FM ratio 0,5 40

Propofol : dosis 2,0 2,5 mg/kgBB. F/M ratio antara 0,65 dan 0,85 Sifat propofol yang larut dalam lemak dengan BM molekul rendah sehingga mudah menembus plasenta. Konsentrasi pada v. Umbilikalis potensial hipnotik depresi janin Metabolisme di hepar dan dilusi v. Cava inferior otak janin 3. Obat narkotik-analgetik Semua analgetik narkotik melewati plasenta Efek samping: Motilitas gaster menurun Sphincter gastroesofageal menurun Mual muntah Depresi neonatus Petidin : Dosis im 50 -100 mg: iv 25-50 mg Iv 2menit kadar di janin dan ibu sama IM 40-50 menit terjadi puncak analgesi Lama kerja 3-4 jam Morphine Onset epidural 20 25 menit Dosis IM 5-10 mg [puncaknya 1-2 jam Lama kerja 4 6 jam Mual terjadi pada 53%, retensi ureine 43% Fentanyl Intratecal 25ug lama kerja 60-90 menit Epidural digabung denganobat anestesi lokal IV 50ug digunakan untuk pasien tidak kooperatif dengan epidural 4. Obat anestesi regional Ada 2 golongan : 1. Amino-ester : Procaine Chloroprocaine Tetracaine Amino-amide

2. Amino-amide : Lidocaine Mepivacaine Prilocaine Bupivacaine Etidocaine

Perbedaan ester dan amide ( menurut rumus bangun, metabolisme, dan potensial allergi) Golongan amino-ester Golongan amino-amide - Gugusan amino ester - Gugusan amino-amide - Metabolisme di plasma oleh enzim - Metabolisme di hepar cholinesterase ,/pseudocholinesterase - Hidrolisa lambat dan dihidrolisa secara cepat menjadi - Half life 1,6 8 jam PABA - Diekskresi melalui ginjal - Berpotensi terjadi alergi 41

Yang mempengaruhi transfer plasenta obat lokal anestesi dari ibu 1. Protein binding Obat lokal anestesi yang mempunyai ikatan dengan protein lebih kuat mempunyai lama kerja yang panjang 2. Lipid solubility Makin larut dalam lemak makin poten 3. pKa obat obat lokal anestesi yang mempunyai pKa mendekati pH jaringan memunyai mula kerja yang lebih cepat daripada obat lokal anestesi yang mempunyai pKa yang tinggi 4. Tempat injeksi Daerah yang kaya pembuluh darah makan meningkatkan absorbsi 5. Dosis Kadar obat dalam darah tergantung dari jumlah obat yang diberikan 6. Penambahan adrenalin Akan memperlambat absorbsi dan menurunkan potensi toksis Lidocain : a. Onset cepat dibandingkan prokain b. Lama kerja 60 120 menit c. Dosis 7-8mg/kgBB, dosis maksimal 300 mg tanpa adrenalin, 500 mg dengan adrenalin d. Epidural 1-2%, spinal 5% Bupivacain: a. Onset lambat b. Lama kerja 180-300 menit c. Dosis 3-4 mg/kgBB, dosis satu kali suntik 175 mg d. Epidural 0,5 0,75%, spinal 0,5% 5. Obat pelumpuh otot Tidak dengan mudah melewati plasenta karena terionisasi dan kelarutan dalam lemak terbatas Suxamethonium : pada dosis intubasi tidak terdeteksi pada v. umbilikalis Rocuranium : Merupakan golongan intermediate acting. Merupakan amino steroid Pengganti succinylcholin untuk rapid sequence induction Eliminasi tergantung fungsi hati dan ginjal Vecuronium Golongan intermediate acting. Merupakan aminosteroid Eliminasi tergantung fungsi hepar dan ginjal. 6. Obat anti hipertensi Bertujuan menurunkan tekanan darah a. Propanolol 42

b.

c.

d.

e.

Menurunkan tekanan darah ibu Efek samping: IUGR, bradicardi fetal, hipoglikemi fetal, depresi nafas dan hiperbilirubinemia Esmolol Menurunkan tekanan darah ibu Transfer placenta secara langsung Bradicardi fetal secara langsung Hydralazine Golongan calsium chanel blocker vasodilating drug Menurunkan tekanan darah ibu Meningkatkan UPBF Nitogliserine Menembus placenta Menurunkan tekanam darah ibu Meningkatkan UPBF Verapamil Golongan angiotensin converting enzyme inhibitor Menembus placenta Menurunkan tekanan darah ibu Menurunkn UPBF

7. Obat vasopressor Bertujuan meningkatkan tekanan darah a. mimetik (efedrin) : (1) inotropik dan khronotropik, (2) tanpa menurunkan UPBF b. mimetik (metaraminol) menurunkan UPBF c. Fenilefrin : dosis kecil diberikan intermiten. Memperbaiki tekanan darah ibu dan tidak mempengaruhi asam basa neonatus 8. Obat tokolitik Memperlambat dan menghentikan kontraksi uterus Relaksasi uterus meninghkatkan UPBF tekanan darah ibu normal a. 2 agonis Broncodilatasi, vasodilatasi dan relaksasi uterus Onset lebih capat dari MgSO4 b. MgSO4 Depresi SSP ringan, vasodilator, anti hipertensi ringan Frekuensi dan kontraksi menurun, relaksasi uterus Sensitifitas terhadap muscle relaxan meningkat Onsetnya cepat, lama kerja 30 menit Dosis 4 gr IV diberikan selama 5 menit dilanjutkan 1 gr/jam Plasma level diharapakan 4 8 Meq/L c. Calcium Blocker

43

9. Obat oksitosik Bertujuan merangsang uterus untuk berkontraksi a. Synthetis oxytocine (syntosinon, pitocine) Hormon sintetis, tidak mengandung vasopressin Onset 1 menit, lama kerjanya 2-3 menit Komsetrasi selama persalinan meningkat Sebagai antidiuretik setelah 15 menit b. Ergometrin Vasokonstriktor berpengaruh terhadap tekanan darah Bila diberikan pada tahap persalinan Diberikan pada atonia uteri c. Prostaglandine F 2 Transport calsium melalui membrane sel uterus Efek puncak didapatkan 1-3 menit, lama kerja 90 menit

Daftar Pustaka. 1. Wahyuningsih S. Farmakologi Obat Anestesi pada Wanita Hamil. Dasar-dasar Obstetric Anesthesia. Indonesian Journal of Anesthesia and Co-existing Disease. Buku peserta. Bandung, 2012. 2. Sachdeva P, Patel BG, Patel BK. Drug use in Pregnancy; a point ponder. http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/article/PMC2810038/ 3. Penggunaan Obat pada Kehamilan. http://www.seribd.com/doc/46642075/Penggunaan-ObatPada-Kehamilan-Farmako 4. Widjanarko B.Obat dan Medikasi selama kehamilan. http://reproduksiumj.blogapot.com/2011/08/obat-dan-medikasi-selama-kehamilan.html 5. Chesnut DH. Obstetric Snesthesia. Principles and Practice. Drug transber and Drugs use during Pregnancy. Elsevier Mosby. Third edition. 2004, Part 2, Chapter 4 and Part 5, Chapter 13.

44

ANESTESI REGIONAL

Indikasi: 1. Keinginan penderita 2. Tipe operasi 3. Ketrampilan general anesthesia kurang 4. Ambulatoir cepat fasilitas pasca operasi general anesthesia kurang 5. Lambung penuh 6. Penyakit mendasar: DM, kelainan katup, asthma, uremia Kontra indikasi 1. Infeksi tempat penyuntikan 2. Menolak 3. Gangguan fungsi hepar 4. Kerusakan syaraf 5. Gangguan koagulasi 6. Tekanan intracranial meninggi 7. Sepsis 8. Pengguna obat anticoagulant, untuk cegah thrombosis (aspirin) 9. Pemakai pace maker (AV block) 10. Pengguna obat tricyclic antidepressant, MAO inhibitor 11. Alergi obat local anestesi 12. Hipertensi tak terkontrol Anestesi Regional ada 2 cara: 1. Spinal analgesia deposisi obat di rongga subarachnoidea 2. Epidural analgesia deposisi obat di rongga epidural atau extradural 1. SPINAL ANALGESIA. Blok rendah: setinggi Th. 10 (umbilicus), blok tinggi: setinggi Th.4 (papilla mammae). Kehilangan: motorik, sensorik dan otonomik Indikasi : Pembedahan daerah yang di inervasi oleh cabang Th.4 (papilla mammae) kebawah: - vaginal delivery - inferior extremity - sectio Caesar - perineum operation - urologic operation Tempat puncture : - tarik garis melalui kedua krista iliaca garis ini akan memotong vertebra lumbal setinggi L4 atau L4-5 interspace. - puncture pada L2-3, L3-4 atau L4-5 interspace 45

Posisi duduk atau tidur miring Pre load: 10-15 ml/kg, 30-60 menit sebelum tindakan. Obat: lidocalne 5% hyperbaric atau marcaine for spinal

mid line approach: jarum diarahkan ke cephalad dengan sudut 80 menembus ligamentum interspinosum, ligamentum flavum, duramater rongga subarachnoidea. paramedian approach: 1 jari kelateral dari mid line, turun 1 space

Dosis : - Th. 10 (umbilicus) 2 ml - Th.4 (papilla mammae) 4 ml Untuk memperpanjang kerja obat dapat ditambah adrenaline atau catapres. Adrenaline berfungsi : memperlambat absorbsi, mengurangi efek toksik, memperpanjang kerja obat. Tinggi blok dipengaruhi : - volume obat - konsentrasi obat - barisitas BD - barbotase - kecepatan injeksi (1 ml dalam 3 detik)

- tempat puncture - waktu setelah 15 menit obat menetap - tinggi badan pasien - tekanan intra abdominal - valsava maneuver

Komplikasi : 1. Dini : hipotensi, mual-muntah, precardia discomfort, menggigil, depresi nafas, total spinal, anaphylactic dan hematome. 2. Lambat : sakit kepala, sakit punggung, retensi urine, meningitis, sequelae neurology, chronic adhesive arachnoiditis. Mengatasi komplikasi : 1. Sakit kepala: tidur terlentang, oral atau i.v fluid, analgetik, epidural blood patch pengikat perut atau stagen 2. Hipotensi: ephedrine 15 mg i.v atau preventive pada m.Deltoideus: 15-20 mg i.m 3. Menggigil: largactil 10-15 mg i.v 4. Kejang: pentothal 2-3 mg/kg i.v atau diazepam 0,2 mg/kg i.v 5. Kesadaran menurun: bebaskan jalan nafas, infus kristaloid, beri O2 6. Hipertensi: propranolol dan O2 7. Tachycardia: propranolol dan O2 8. Hipoventilasi: bantuan nafas 9. Hiperventilasi: narcotic 2. EPIDURAL ANALGESIA. Indikasi : 1. Upper abdominal operation 2. Lower abdominal operation 3. Lower extremity operation 4. Obstetric operation 5. Pain post operation 6. Thoracic epidural 46

(5-20 ml),

Komplikasi Epidural : 1. Inadequate block 2. Hypotension 3. Hypopnea 4. Nausea-vomitus 5. Uniblock 6. Prolonged analgesia 7. Unilateral block Metoda ldentifikasi epidural space: loss of resistance dan hanging drops Obat Durasi Dosis total Dengan adrenaline 0,5 cc Procaine 60-90 500 mg 600 mg Lidocaine 90-200 300 mg 500 mg Bupivacaine 180-600 175 mg 200 mg Dosis epidural : Tinggi badan : 1 -160 175+ 1 - tinggi 160 cm dikurangi 1 cc, 175 cm ditambah 1 cc.

Umur Dosis 20-29 th 1,2 cc/segmen 30-39 1,1 40-49 1,0 50-59 0,9 60-69 0,8 ditambah 5 cc untuk test dose.. Membedakan yang keluar LCS atau obat local anestesi: - pentothal, bila endapan (+) obat local anestesi - punggung tangan, hangat LCS - fresh test strip for glucose: perubahan warna LCS Catatan : Penyebab post spinal headache: kehilangan LCS > 20 ml Intoksikasi: bila bupivacaine masuk LCS atau spinal > 7 ml Adrenaline 1:10.000 1-200.000, harus diencerkan dengan 20 cc aquadest Lignocaine 1 % 1 g/ 100 ml = 1000 mg/ 100 ml 1 cc = 10 ml Secara umum, Spinal anesthesia pada ibu hamil: - tinggi badan kurang dari 150 cm, berikan 2 ml Bupivacaine - tinggi badan 150 160 cm, berikan 2,5 ml Bupivacaine

47

Total spinal. Terjadi bila obat lokal anestesi dalam jumlah besar masuk ke dalam subarachnoid space, sering terjadi pada kasus obstetrik. Akan pulih dalam waktu 30 menit sampai 3 jam, tergantung jumlah obat lokal anestesi dan

jumlahnya. Gejala: apnea tidak sadar Hipotensi pupil Tindakkan: Intubasi ventilator Vasopresor Lanjutkandengan General anesthesia Daftar Pustaka. 1. Brown DL. Spinal, Epidural and Caudal Anesthesia.Anesthesia. Miller RD Editor. Sixth Edition. Elsevier, Churchill Livingstone. 2005, Chapter 43. 2. Gupta S, Tarkkila P, Finucane BT. Complication of Central Neural block.. Complication of Regional Anesthesia.Churchill Livingstone. 2000, p: 184 207.

48

SIRKULASI UTERO PLASENTA

Gangguan sirkulasi uteroplasenta menyebabkan insufisiensi sirkulas plasenta yang merupakan penyebab utama morbiditas dan mortalitas perinatal. Pemeriksaan Doppler : mengetahui kondisi sirkulasi uteroplasenta ( SUP ) Pada kehamilan resiko tinggi : menurunkan angka kematian perinatal mengurangi unduksi partus mengurangi masa rawat bayi harus memahami anatomi dan fisiologi plasenta Anatomi Plasenta - Organ fetomaternal - Jaringan fetus : vili (komponen terbesar ) - Jaringan maternal : intervili a. iliaka interna + a. ovarika a. uterina a. arkuata (miometrium ) a. spiralis ( endometriu,m) a. uteroplasenta ( ruang intervili ) Fisiologi Plasenta. Terjadi perubahan fisiologik pada a. spiralis akibat invasi sel-sel sitotrofoblas ( 2 tahap ) Tahap 1 ( trimester 1 ) : sel trofoblas invasi a. spiralis di lapisan desidua basalis Tahap 2 : ( awal trimester 2 ) : invasi berlanjut pada segmen a. spiralis didalam miometrium melebar dan berkelok-kelok aliran darah ke uterus meningkat 10 kali lipat + resistensi kapiler menurun pemenuhan kebutuhan oksigen dan nutrisi janin Gangguan transformasi a. spiralis sering terjadi di segmen miometrium tak alami dilatasi perfusi plasenta hasil konsepsi buruk SUP pada kehamilan: Pada trimester 1 : < 12 minggu , sirkulasi maternal belum masuk ke ruang intervili ( Doppler -) > 12 minggu, sirkulasi maternal mulai memasuki ruang intervili

49

Pada trimester II dan III : Dilatasi, peningkatan velositas / aliran darah serta penuunan resistensi kapiler pada a. uterina dan percabangannya terus berlangsung sirkulasi uterin Penyebab : aktifitas trofoblas, hormonal, hemodilusi darah maternal Kehamilan > 26 minggu resistensi vaskuler a.uterina kiri = kanan Mekanisme asidosis fetal selama hiperventilasi maternal

Hipocapnea maternal akan menyebabkan vasokonstriksi uteroplasenta

Curve disosiasi oxyhemoglobin maternal akan bergeser ke kiri

Selama hiperventilasi aktif ( GA) akan meningkatkan tekanan intrathorak dan penurunanvenous return serta cardiac output

Penurunan perfusi plasenta

Ekstraksi oksigen berkurang fetus dengan asidosis

Menurunkan perfusi plasenta

Asidosis fetal

Asidosis fetal

Faktor Faktor yang dapat mempengaruhi SUP 1. Kontraksi Uterus : Menurunkan SUP Tekanan intra uterina ( TIU ) 20 mmHgtak berpengaruh TIU 30 mmHg menurunkan perfusi 50% TIU 40 mmHg menghentikan perfusi intervili Durasi pendek pengaruh fetus (-) Tetanik asfiksia fetus

50

2. Penurunan sirkulasi uterus MAP sirkulasi a. uterina SUP Penyebab : tekanan aortokaval oleh uterus, simpatektomy dari anestesi regional, hipovolemia karena perdarahan berat 3. Keadaan Patologis Pre eklamsia / hipertensi Diabetes melitus Kehamilan hipermatur Transfer Obat-Obat melalui plasenta a. Obat-obat induksi intravena Thiopental , methohexital : studi binatang, keduanya menurunkan SUP melalui penurunan TDS dan TDD maternal. Klinis, anestesi umum pada bedah sesar tak masalah karena tertolong oleh sekresi katekolamin pada anestesi ringan Diazepam: 1. Dosis 0,5mg/kgBB tak berefek pada MAP maternal atau SUP 2. Dosis > menurunkan MAP maternal SUP Midazolam : mempunyai pengaruh yang sama Ketamin : 1. Pada binatang, dosis 0,5-0,7 mg/kgBB penurunan SUP karena kenaikan MAP maternal 2. Pada manusia, dosis klinis 1mg/kgBB tidak berpengaruh terhadap klinis maupun status asam baasa bayi pada bedah sesar Etomidat, propofol : 1. Propofol menurunkan MAP maternal dan SUP 2. Etomidat minimal b. Obat obat anestesi inhalasi Halothan : 1. Pada binatang , dosis 1-1,5 MAC menjaga SUP dengan cara vasodilatasi uterus 2. Dosis 2 MAC MIP maternal SUP Isofluran Pada studi binatang = halothane Metoksiflurane 1. Konsentrasi rendah tidak menaikkan SUP Konsentrasi tinggi MIP maternal SUP Enflurane : 1. Dosis ringan dan sedang tidak menurunkan MAP maternal maupun SUP 2. Dosis > 1vol/100ml bradikardi maternal dan fetal SUP asidosis fetal

51

Desflurane dan sevoflurane : 1. Menyebabkan masalah hepaorenal 2. Pada bedah obstetri , dosis rendah dan waktu operasi pendek 3. Pada equipotent MAC, derajat relaksasi uerus tak berbeda c. Obat Obat anestesi lokal Lidokain dan mepivakain : 1. Studi invitro pada manusia, dosis tinggi vasokontriksi a.uterina kehamilan 2. Tak dapat di cegah dengan pemberian fenoksibenzamin sebelumnya 3. Studi in vivopada biri-biri hamil, dosis 20,40, dan 80 mg bolus intra aorta dorsalis penurunan sementara sirkulasi uterus 4. Konsentrasi tinggi tercapai bila obat langsung masuk vena pada kateter epiddural yang terpasang 5. Juga pada blok para servikal bradikardi hebat pada fetal 6. mekanisme bradikardi fetal karena vasokonstriksiuterin atau depresi langsung oleh anestetik lokal Lidokainn dosis rendah ( konsentrasi dalam darah 2-4 g/ml ) selama 2 jam anestesi epidural tidak menurunkan sirkulasi uterina yang bermakna Ropivakain dan bupivakain dosis terapeutik, tidak menyebabkan vasokonstriksi atau penuruna SUP Kokain, menyebabkan vasokonstriksi uterina dan penurunan SUP d. Obat- Obat yang bisa ditambahkan pada nestetik lokal Epinefrin ( dan adrenerik mimetik ) : - dosis kecil + anestetik lokal epidural MIP maternal SUP Ephedrin ( adrenergik mimetik ) : - menaikkan tekanan darah maternal tanpa menurunkan sirkulasi uterin ( inotropik & kronotropik ) Mefenternin, metaraminol, metoksamin : - mimetik efek, meningkatkan tekanan darah maternal dan menurunkan sirkulasi uterin Fenilefrin : - dosis kecil dapat mengataasi hipotensi maternal tanpaberefek pada nilaio asam basa bayi e. Obat-obat anti hipertensi Hidralazine : - pada percobaan binatang menurunkan tekanan darah maternal dan peningkatan SUP - pada kehamilan dengan PE tekanan darah maternal Nitrogliserin : - pada biri-biri hamil, diberikan pada hipertensi akibat fenilefrin TDM SUP

52

Nitroprusid : pada binatang TDM SUP Trimetafan ( arfonad ) - TDM SUP Verapamil : - pada binatang TDM SUP Propanolol : - bradikardi fetal - hipoglikemi - retardasi pertumbuhan i.u - Depresi nafas - hiperbilirubinemia Esmolol -cepat transfer plasenta langsung bradikardi fetal

f. Obat obat tokolitik MgSO4 B- mimetik Ca-Channel blocker Prostaglandin inhibitor

TDM normal relaksasi uterus SUP

Daftar pustaka. 1. Marwoto, dasar-dasar obtetri anestesi. Indonesian journal of anaesthesia and coexisting disease. Buku Peserta. Bandung. 2011 2. Wiknjosastro H. Ilmu Kebidanan.Plasenta dan likuor amnii. Hal 66-75.Ed 3cetakan 6. 2002. Yayasan Bina Pustaka 3. Uterinae bloodflow. Openanaesthesia.org/index.php?title= uteroplacenter_blood_flow 4. Kliman HJ. Uteroplacental blood flow.info.med.yale.edu/obgyn/kliman/placenta/article/asp%20 commentary.html 5. Uteroplacental blood flow.quizlet.com/4847680/ ob6-uteroplacental-blood-flowflash-cards/06

53

MANAJEMEN NYERI PASCA BEDAH SESAR

Respons nyeri dipengaruhi oleh: 1. 2. 3. 4. Genetik Latar belakang budaya Jenis kelamin Usia

Rasa sakit pasca bedah dapat bersifat : akut dan kronis ( lebih dari 3 bulan).Nyeri yang tidak teratasi pasca bedah dapat menyebabkan: morbiditas meningkat, masa penyembuhan lebih panjang, aktivitas normal lebih lama, biaya perawatan membengkak dan berkembang menjadi rasa sakit kronis. Efek positif rasa sakit: Peringatan adanya kerusakan jaringan dan imobilisasi, sehingga membantu proses penyembuhan. Efek negatif rasa sakit: Jangka pendek: penderitaan fisik dan emosional, susah tidur, hipertensi, takikardia, konsumsi oksigen meningkat, motilitas usus terganggu, fungsi respirasi terganggu ( retensi sekret jalan nafas, pneumonia, atelektase), mobilisasi lambat tromboemboli. Jangka panjang: dapat menjadi rasa sakit yang kronis, perubahan tingkah laku. Obat Analgetik: I. Golongan Non opioid. 1. Parasetamol, ekskresi lewat ASI 2 % aman Dosis: 3 x 500 mg po, i.v 30 menit sebelum operasi selesai 2. Ketorolak: ekskresi lewat ASI sangat minimal aman 3. Ibuprofen: ekskresi lewat ASI kurang dari 1 % aman Golongan Opioid. 1. Morfin: ekskresi lewat ASI 6 %, bioavailabilitas Bayi 25 % aman Dosis: 1 2 mg i.v 2. Fentanyl: ekskresi lewat ASI 3 % aman 3. Meperidin: neurobehavior tidak dianjurkan Analgetik regional. 1. Spinal block, continuous 2. Epidural analgesia, continuous

II.

III.

Kombinasi Petidin-Ketoprofen, rasa sakit lebih menurun, tetapi efek samping lebih besar. Ketoprofen lebih baik dibanding diklofenak, sehingga bentuk suppositoria dapat menjadi alternatif untuk analgetik pasca bedah sesar.

54

Daftar Pustaka. 1. Marwoto. Pengelolaan Nyeri Pasca Bedah. Dasar-Dasar Obstetri Anestesi. Indonesian Journal of Anesthesia and Co-existing Disease. Buku Peserta. Bandung 2011. 2. Prihantoro IB, Hartono E, Gunawan A.Perbandingan efektivitas Tramadol-Ketoprofen dengan Petidin-Ketoprofen pada penderita pasca Bedah Sesar. Diperoleh dari: med.unhas.ac.id/obgin/index.php?option=com_content7task=view&id=175&Itemid=63 3. Pemilihan NSAID untuk nyeri pasca operasi cesar.. http://www.majalahfarmacia.com/rubrik/one_news.asp?IDNews=1325

55

Anda mungkin juga menyukai