Anda di halaman 1dari 25

TUGAS UJIAN ANASTESI

Pembimbing : dr. Rose Mafiana, Sp.An

Oleh :
Diah Putri Wardani, S.Ked
04084811416002

DEPARTEMEN ANESTESI dan TERAPI INTENSIF


RSUP Dr. MOH. HOESIN PALEMBANG
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SRIWIJAYA
2015
ASA (American Society of Anesthesiology)

American Society of Anaesthesiologi adalah sebuah sistem yang


digunakan oleh ahli anestesi untuk stratifikasi keparahan penyakit yang mendasari
pasien dan potensi menderita komplikasi dari anestesi umum. Tujuan dari sistem
penilaian hanya untuk menilai tingkat "keparahan penyakit" pasien atau "keadaan
fisik" sebelum memilih anestesi atau sebelum melakukan operasi.1 Status fisik pra
operasi penggambaran pasien digunakan untuk pencatatan, untuk berkomunikasi
antara rekan-rekan, dan untuk menciptakan sistem yang seragam untuk analisis
statistik akan tetapi sistem penilaian ini tidak dimaksudkan untuk digunakan
sebagai ukuran untuk memprediksi risiko operasi.2
Sistem klasifikasi modern terdiri dari enam kategori , seperti yang dijelaskan di
bawah ini :
Kategori Status Fisik Preoperatif
Contoh
ASA
ASA 1 Normal
ASA 2 Pasien dengan penyakit Tidak ada kelainan organik, fisiologi
sistemik ringan dan psikiatri, termasuk pasien yang
terlalu muda dan terlalu tua dan pasien
dengan toleransi kesehatan yang baik
saat latihan

ASA 3 Pasien dengan penyakit Tidak ada kelainan fungsional.


sistemik berat Memiliki penyakit yang terkontrol,
hipertensi atau diabetes terkontrol tanpa
adanya efek sistemik, merokok tanpa
PPOK, obesitas ringan dan kehamilan
ASA 4 Pasien dengan penyakit Beberapa keterbatasan fungsional;
sistemik berat yang memiliki penyakit dikendalikan lebih
merupakan ancaman dari satu sistem tubuh atau satu sistem
konstan bagi kehidupan utama; tidak ada bahaya kematian ;
nya gagal jantung kongestif (CHF)
terkontrol, angina stabil, serangan
jantung yang lama, hipertensi yang
tidak terkontrol , obesitas morbid , gagal
ginjal kronis; Penyakit bronchospastic
dengan gejala intermiten

ASA 5 Pasien sekarat yang tidak Memiliki setidaknya satu penyakit berat
diharapkan untuk yang tidak terkontrol atau pada tahap
bertahan hidup akhir dengan kemungkinan resiko
kematian, angina tidak stabil, PPOK
simptomatik, CHF simptomatik dan
kegagalan hepatorenal.
ASA 6 Pasien yang sudah
dinyatakan mati batang
otak yang organnya di
keluarkan untuk tujuan
donor.

Jika operasi dalam keadaan darurat, klasifikasi status fisik diikuti oleh
"E" (untuk darurat) misalnya "3E" . Kelas 5 biasanya darurat dan karena itu
biasanya "5E" . Kelas "6E" tidak ada dan hanya dicatat sebagai kelas "6" , karena
semua pengambilan organ pada pasien mati otak dilakukan segera.2
Premidikasi

Premedikasi adalah pemberian obat 1-2 jam sebelum induksi anastesi


dengan tujuan untuk melancarkan induksi, rumatan dan bangun dari anastesi.
Tujuan pemberian premedikasi dibagi dua, tujuan primer dan sekunder. Tujuan
primer premedikasi antara lain :
- Anxiety Relief (anxiolysis)
- Sedation
- Analgesia
- Amnesia
- Meningkatkan pH lambung
- Mengurangi volume cairan lambung
- Untuk melemahkan refleks sistem saraf simpatist
- Meminimalkan jumlah obat anastesi
- Profilaksis reaksi alergi
Sedangkan tujuan sekunder antara lain :
- Mengurangi aktivitas vagal pada jantung dengan menggunakan
antikolinergik.
- Memfasilitasi induksi anastesi
- Mencegah mual muntah post operasi dengan menggunakan
antimimetik injeksi intra vena (ondansetron , droperidol).
Premedikasi dapat diberikan dengan menggunakan satu obat atau
kombinasi dari kedua obat. Pemilihan obat untuk premedikasi tergatung tujuan
dari premedikasi itu sendiri misalnya untuk memberikan sedasi dapat diberikan
golongan benzodiazepin, untuk memberikan analgesia dapat diberikan golongan
opioid, sebagai antisialagogue dapat diberikan antikolinergik, mencegah muntah
4
dan aspirasi dapat diberikan metoklorpropamide dan ondansentron. Waktu
adalah yang penting dalam pemberian premedikasi dimana waktu tepat dalam
pemberian premedikasi akan menghasilkan manfaat yang besar. Secara umum
waktu pemberian secara oral adalah 60-90 menit sebelum pembedahan, bila
diberikan intramuskular dapat diberikan 30-60 menit sebelum pembedahan dan
jika diberikan secara intravena dapat diberikan 1-5 menit sebelum pembedahan.5
Induksi Anastesi
Induksi adalah pemberian obat atau kombinasi obat pada saat dimulainya anastesi
yang menyebabkan suatu stadium anastesi umum atau suatu fase dimana pasien
melewati dari sadar menjadi tidak sadar sehingka memungkinkan dimulainya
anastesi dan pembedahan. Idealnya induksi harus cepat dan lembut, ditandai
dengan hilangnya kesadaran. Respon ini dinilai dengan tidak adanya respon bulu
mata dan hemodinamik tetap stabil. Obat yang diberikan bisa dengan intravena,
nassal, intra muscular, atau rectal.
Intra vena
Syarat Jenis Obat
- Obat induksi bolus disuntikan - Tiopental (Tiopenton, pentotal) 2,5%
dengan kecepatan antara 30-60 dan dosis 3-7 mg/kgBB. Pada anak
detik dan manula digunakan dosis tendah
- Monitoring Tanda vital selama dan dewasa muda sehat dosis tinggi.
induksi - Propofol (recofol, diprivan) 1%
menggunakan dosis 2-3 mg/kgBB.
Suntikan propofol intravena sering
menyabkan nyeri sehingga satu menit
sebelumnya sering diberikan lidocain
1 mg/kgBB
- Ketamine (ketalar) dengan dosis 1-2
mg /kgBB. Pasca injeksi ketamin
sering menimbulkan halusinasi
karena itu sebelumnya diberikan
sedativa seperti midazolam. Ketamin
tidak disarankan pada pasien dengan
tekanan darah sistole > 160 mmHg
Intramuscular
Sampai sekarang hanya ketamin yang dapat diberikan secara intramuscular
dengan dosis 5-7 dan setelah 3-5 menit pasien tertidur.
Inhalasi
Syarat Obat
- Induksi inhalasi hanya dikerjakan Induksi dimulai dengan aliran O2 > 4
dengan halotan (fluotan) atau liter/menit atau campuran N2O : O2 = 3
sevofluran. :1 aliran > 4 liter/menit, dimulai dengan
- Dikerjakan pada bayi dan anak yang halotan 0,5 vol% sampai konsentrasi
belum terpasang jalur vena atau pada yang diperlukan. Jika pasien batuk
orang dewasa yang takut disuntik. konsentrasi diturunkan untuk kemudian
kalau tenang dinaikan kembali.
Selain itu induksi juga dapat
menggunakan sevofluran, enfluran
(etran), isofluran (foran,aeran) atau
desfluran akan tetapi jarang dilakukan
karena pasien sering batuk dan waktu
induksi menjadi lama.
Per Rectal
Syarat Obat
Hanya untuk anak atau bayi Tiopental atau midazolam

Maintenance (Rumatan) Anastesi

Rumatan anastesis adalah proses menjaga pasien dibius selama prosedur


tertentu. Rumatan anastesi dapat dikerjakan dengan cara intravena atau dengan
inhalasi atau dengan campuran antaraintravena dan inhalasi. Rumatan biasanya
mengacu pada trias anastesi yaitu hipnotir sedatif, analgesia dan muscle relaxan.
Rumatan intravena dapat menggunakan golongan opioid dosis tinggi fentanyl 10-
50µg/kgBB. Dosis tinggi menyebabkan pasien tidur dengan analgesia cukup
sehingga tinggal membrikan muscle relaxan. Bedah lama dengan anasthaesi total
intravena menggunakan opioid, pelumpuh otot dan ventilator. Rumatan inhalasi
biasanya menggunakan campuran N2O dan O2 3 :1 ditambah haltan 0,5-2 vol%
atau sevofluran 2-4 vol% bergantung apakah pasien bernapas spontan, dibantu
(assisted) atau dikendalikan (controlled).
Muscle Relaxan

Obat muscle relaxan adalah obat yang dapat digunakan selama intubasi
dan pembedahan untuk memudahkan pelaksanaan anestesi dan menfasilitasi
intubasi. Relaksasi otot jurik dapat dicapai dengan menjalankan anastesi umum
inhalasi, blokade syaraf regional dan memberikan pelumpuh otot. Pada
prinsipnya, obat ini menginspirasikan pada neuromuscular junction. Relaksasi otot
jurik dapat dicapai dengan mendalamkan anestesi umum inhalasi, blokade saraf
regional, dan memberikan pelumpuh otot. Dengan relakasasi otot ini akan
memfasilitasi intubasi trakea, mengontrol ventilasi mekanik dan mengoptimalkan
kondisi pembedahan. Pada prinsipnya, obat ini menginterupsi transmisi impuls
saraf pada neuromuscular junction.

1. Fisiologi Transmisi Saraf Otot


Daerah diantara motor neuron dan sel saraf disebut neuromuscular
junction. membran selneuron dan serat otot dipisahkan oleh sebuah celah (20 nm)
yang disebut sebagai celah sinaps. Ketika potensial aksi mendepolarisasi terminal
saraf, ion kalsium akan masuk melalui voltage-gated calcium channels menuju
sitoplasma saraf, yang akhirnya vesikel penyimpanan menyatu dengan membran
terminal dan mengeluarkan asetilkolin. Selanjutnya asetilkolin akan berdifusi
melewati celah sinaps dan berikatan dengan reseptor nikotinik kolinergik pada
daerah khusus di membran otot yaitu motor end plate. Motor end plate merupakan
daerah khusus yang kaya akan reseptor asetilkolin dengan permukaan yang
berlipat-lipat. Struktur reseptor asetilkolin bervariasi pada jaringan yang berbeda.
Padaneuromuscular junction, reseptor ini terdiridari 5 sub unit protein, yaitu 2 sub
unit α, dan 1 sub unit β, δ,dan ε. Hanya kedua sub unit α identik yang mampu
untuk mengikat asetilkolin. Apabila kedua tempat pengikatan berikatan dengan
asetilkolin, maka kanal ion di intireseptor akan terbuka. Kanal tidak akan terbuka
apabila asetilkolin hanya menduduki satu tempat. Ketika kanal terbuka, natrium
dan kalsium akan masuk, sedangkan kalium akan keluar. Ketika cukup reseptor
yang diduduki asetilkolin, potensial motor end plate akan cukup kuat untuk
mendepolarisasi membran perijunctional yang kaya akan kanal natrium.
Ketika potensial aksi berjalan sepanjang membran otot, kanal natrium
akan terbuka dan kalsium akan dikeluarkan dari reticulum sarkoplasma. Kalsium
intraseluler ini akan memfasilitasi aktin dan myosin untuk berinteraksi yang
membentuk kontraksi otot. Kanal natrium memiliki dua pintu fungsional, yaitu
pintu atas dan bawah. Natrium hanya akan bisa lewat apabila kedua pintu ini
terbuka. Terbukanya pintu bawah tergantung waktu, sedangkan pintu atas
tergantung tegangan. Asetilkolim cepat dihidrolisis oleh asetilkolinesterase
menjadi asetil dan kolin sehingga lorong tertutup kembali dan terjadilah
repolarisasi.

2. Farmakokinetik Pelumpuh Otot


Semua pelumpuh otot larut di air, relatif tidak larut di lemak, diabsorbsi
dengan kurang baik di usus dan onset akan melambat bila di administrasikan
intramuskular. Volume distribusi dan klirens dapat dipengaruhi oleh penyakit hati,
ginjal dan gangguan kardiovaskular. Pada penurunan cardiac output, distribusi
obat akan melemah dan menurun, dengan perpanjangan paruh waktu, onset yang
melambat dan efek yang menguat. Pada hipovolemia, volume distribusi menurun
dan konsentrasi puncak meninggi dengan efek klinis yang lebih kuat. Pada pasien
dengan edema, volume distribusi meningkat, konsentrasi di plasma menurun
dengan efek klinis yang juga melemah. Banyak obat pelumpuh otot sangat
tergantung dengan ekskresi ginjal untuk eliminasinya. Hanya suxamethonium,
atracurium dan cisatracurium yang tidak tergantung dengan fungsi ginjal. Umur
juga mempengaruhi farmakokinetik obat pelumpuh otot. Neonatus dan infant
memiliki plasma klirens yang menurun sehingga eliminasi dan paralisis akan
memanjang. Sedangkan pada orang tua, dimana cairan tubuh sudah berkurang,
terjadi perubahan volume distribusi dan plasma klirens. Biasanya ditemui
sensitivitas yang meningkat dan efek yang memanjang. Fungsi ginjal yang
menurun dan aliran darah renal yang menurun menyebabkan klirens yang
menurun dengan efek pelumpuh otot yang memanjang.
3. Farmakodinamik
Obat pelumpuh otot tidak memiliki sifat anestesi maupun analgesik.
Dosis terapeutik menghasilkan beberapa efek yaitu ptosis, ketidakseimbangan otot
ekstraokular dengan diplopia, relaksasi otot wajah, rahang, leher dan anggota
gerak dan terakhir relaksasi dinding abdomen dan diafragma.
a. Respirasi
Paralisis dari otot pernapasan menyebabkan apnea. Diafragma adalah
bagian tubuh yang kurang sensitif dibanding otot lain sehingga biasanya
paling terakhir lumpuh.
b. Efek kardiovaskular
Hipotensi biasa ditemukan pada penggunaan D-tubocurarine, sedangkan
hipertensi ditemukan pada penggunaan pancuronium, takikardi pada
penggunaan gallamine, rocuronium, dan pancuronium.
c. Pengeluaran histamin
D-tubocurarine adalah obat yang tersering menyebabkan pengeluaran
histamin sedangkan vecuronium adalah yang paling jarang. Reaksi alergi
biasanya ditemui pada wanita dengan riwayat atopi.

Obat pelumpuh otot dibagi menjadi dua kelas yaitu pelumpuh otot
depolarisasi (nonkompetitif, leptokurare) dan nondepolarisasi (kompetitif,
takikurare). Obat pelumpuh otot depolarisasi sangat menyerupai asetilkolin,
sehingga ia bisa berikatan dengan reseptor asetilkolin dan membangkitkan
potensial aksi otot. Akan tetapi obat ini tidak dimetabolisme oleh
asetilkolinesterase, sehingga konsentrasinya tidak menurun dengan cepat yang
mengakibatkan perpanjangan depolarisasi di motor-end plate. Perpanjangan
depolarisasi ini menyebabkan relaksasi otot karena pembukaan kanal natrium
bawah tergantung waktu, Setelah eksitasi awal dan pembukaan, pintu bawah kanal
natrium ini akan tertutup dan tidak bisa membuka sampai repolarisasimotor-end
plate. Motor end-plate tidak dapat repolarisasi selama obat pelumpuh otot
depolarisasi berikatan dengan reseptor asetilkolin; Hal ini disebut dengan phase I
block. Setelah beberapa lama depolarisasi end plate yang memanjang akan
menyebabkan perubahan ionik dan konformasi pada reseptor asetilkolin yang
mengakibatkan phase II block, yang secara klinis menyerupai obat pelumpuh otot
nondepolarisasi.
Obat pelumpuh otot nondepolarisasi berikatan dengan reseptor asetilkolin
akan tetapi tidak mampu untuk menginduksi pembukaan kanal ion. Karena
asetilkolin dicegah untuk berikatan dengan reseptornya, maka potensial end-plate
tidak terbentuk. Karena obat pelumpuh otot depolarisasi tidak dimetabolisme oleh
asetilkolinesterase, maka ia akan berdifusi menjauh dari neuromuscular junction
dan dihidrolisis di plasma dan hati oleh enzim pseudokolinesterase. Sedangkan
obat pelumpuh otot nondepolarisasi tidak dimetabolisme baik oleh
asetilkolinesterase maupun pseudokolinesterase.
Pembalikan dari blockade obat pelumpuh otot nondepolarisasi tergantung
pada redistribusinya, metabolisme,ekskresi oleh tubuh dan administrasi agen
pembalik lainnya (kolinesteraseinhibitor).

Pelumpuh Otot Depolarisasi


Pelumpuh otot depolarisasi bekerja seperti asetilkolin, tetapi di celah
sinaps tidak dirusak dengan asetilkolinesterase sehingga bertahan cukup lama
menyebabkan terjadinya depolarisasi yang ditandai dengan fasikulasi yang diikuti
relaksasi otot lurik. Termasuk golongan ini adalah suksinilkolin (diasetil-kolin)
dan dekametonium. Didalam vena, suksinil kolin dimetabolisme oleh
kolinesterase plasma,pseudokolinesterase menjadi suksinil-monokolin. Obat anti
kolinesterase (prostigmin) dikontraindikasikan karena menghambat kerja
pseudokolinesterase.
a. Suksinilkolin (diasetilkolin, suxamethonium)
Suksinilkolin terdiri dari 2 molekul asetilkolin yang bergabung. obat ini
memiliki onset yang cepat (30-60 detik) dan duration of action yang
pendek (kurang dari 10 menit). Ketika suksinilkolin memasuki sirkulasi,
sebagian besar dimetabolisme oleh pseudokolinesterase menjadi
suksinilmonokolin. Proses ini sangat efisien, sehingga hanya fraksi kecil
dari dosis yang dinjeksikan yang mencapai neuromuscular junction.
Duration of action akan memanjang pada dosis besar atau dengan
metabolisme abnormal, seperti hipotermia atau rendanya level
pseudokolinesterase. Rendahnya level pseudokolinesterase ini ditemukan
pada kehamilan, penyakit hati, gagal ginjal dan beberapa terapi obat. Pada
beberapa orang juga ditemukan gen pseudokolinesterase abnormal yang
menyebabkan blokade yang memanjang.
Interaksi obat
a) Kolinesterase inhibitor
Kolinesterase inhibitor memperpanjang fase I block pelumpuh
otot depolarisasi dengan 2 mekanisme yaitu dengan menghambat
kolinesterase, maka jumlah asetilkolin akan semakin banyak,
maka depolarisasi akan meningkatkan depolarisasi. Selain itu, ia
juga akan menghambat pseudokolinesterase.
Dosis
Karena onsetnya yang cepat dan duration of action yang pendek, banyak
dokter yang percaya bahwa suksinilkolin masih merupakan pilihan yang baik
untuk intubasi rutin pada dewasa. Dosis yang dapat diberikan adalah 1 mg/kg IV.

Efek samping dan pertimbangan klinis


Karena risiko hiperkalemia, rabdomiolisis dan cardiac arrest pada anak dengan
miopati tak terdiagnosis, suksinilkolin masih dikontraindikasikan pada
penanganan rutin anak dan remaja. Efek samping dari suksinilkolin adalah :Nyeri
otot pasca pemberian, Peningkatan tekanan intraokular, Peningkatan tekakana
intrakranial, Peningkatan tekakanan intragastrik, Peningkatan kadar kalium
plasma, Aritmia jantung, Salivasi, Alergi dan anafilaksis

Obat pelumpuh otot nondepolarisasi


Secara umum, dosis kecil dari pelumpuh otot nondepolarisasi merupakan
antagonis dari fase I bock pelumpuh otot depolarisasi, karena ia menduduki
reseptor asetilkolin sehingga depolarisasi oleh suksinilkolin sebagian dicegah.
1. Pavulon
Pavulon merupakan steroid sintetis yang banyak digunakan. Mulai kerja pada
menit kedua-ketiga untuk selama 30-40 menit. Memiliki efek akumulasi pada
pemberian berulang sehingga dosis rumatan harus dikurangi dan selamg
waktu diperpanjang. Dosis awal untuk relaksasi otot 0,08 mg/kgBB intravena
pada dewasa. Dosis rumatan setengah dosis awal. Dosis Intubasi trakea 0,15
mg/kgBB intravena. Kemasan ampul 2 ml berisi 4 mg pavulon.
2. Atracurium
Struktur fisik
Atracurium mempunyai struktur benzilisoquinolin yang berasal dari
tanaman Leontice Leontopeltalum. Keunggulannya adalah metabolisme
terjadi di dalam darah, tidak bergantung pada fungsi hati dan ginjal, tidak
mempunyai efek akumulasi pada pemberian berulang.
Dosis
0,5 mg/kg iv, 30-60 menit untuk intubasi. Relaksasi intraoperative 0,25
mg/kg initial, laly 0,1 mg/kg setiap 10-20 menit. Infuse 5-10 mcg/kg/menit
efektif menggantikan bolus. Lebih cepat durasinya pada anak
dibandingkan dewasa.
Tersedia dengan sediaan cairan 10 mg/cc. disimpan dalam suhu 2-8OC,
potensinya hilang 5-10 % tiap bulan bila disimpan pada suhu ruangan.
Digunakan dalam 14 hari bila terpapar suhu ruangan.
Efek samping dan pertimbangan klinis
Histamine release pada dosis diatas 0,5 mg/kg
3. Vekuronium
Struktur fisik
Vekuronium merupakan homolog pankuronium bromida yang
berkekuatan lebih besar dan lama kerjanya singkat Zat anestetik ini tidak
mempunyai efek akumulasi pada pemberian berulang dan tidak
menyebabkan perubahan fungsi kardiovaskuler yang bermakna.
Metabolisme dan eksresi
Tergantung dari eksresi empedu dan ginjal. Pemberian jangka panjang
dapat memperpanjang blokade neuromuskuler. Karena akumulasi
metabolit 3-hidroksi, perubahan klirens obat atau terjadi polineuropati.
Faktor risiko wanita, gagal ginjal, terapi kortikosteroid yang lama dan
sepsis. Efek pelemas otot memanjang pada pasien AIDS. Toleransi
dengan pelemas otot memperpanjang penggunaan.
Dosis
Dosis intubasi 0,08 – 0,12 mg/kg. Dosis 0,04 mg/kg diikuti 0,01
mg/kg setiap 15 – 20 menit. Drip 1 – 2 mcg/kg/menit. Umur tidak
mempengaruhi dosis. Dapat memanjang durasi pada pasien post partum.
Karena gangguan pada hepatic blood flow.
Sediaan 10 mg serbuk. Dicampur cairan sebelumnya.
4. Rekuronium
Struktur Fisik
Zat ini merupakan analog vekuronium dengan awal kerja lebih cepat.
Keuntungannya adalah tidak mengganggu fungsi ginjal, sedangkan
kerugiannya adalah terjadi gangguan fungsi hati dan efek kerja yang lebih
lama.
Metabolisme dan eksresi
Eliminasi terutama oleh hati dan sedikit oleh ginjal. Durasi tidak
terpengaruh oleh kelainan ginjal, tapi diperpanjang oleh kelainan hepar
berat dan kehamilan, baik untuk infusan jangka panjang (di ICU). Pasien
orang tua menunjukan prolong durasi.
Dosis
Potensi lebih kecil dibandingkan relaksant steroid lainnya. 0,45 – 0,9
mg / kg iv untuk intubasi dan 0,15 mg/kg bolus untuk rumatan. Dosis kecil
0,4 mg/kg dapat pulih 25 menit setelah intubasi. Im ( 1 mg/kg untuk infant
; 2 mg/kg untuk anak kecil) adekuat pita suara dan paralisis diafragma
untuk intubasi. Tapi tidak sampai 3 – 6 menit dapat kembali sampai 1 jam.
Untuk drip 5 – 12 mcg/kg/menit. Dapat memanjang pada pasien orang tua.
Efek samping dan manifestasi klinis
Onset cepat hampir mendekati suksinilkolin tapi harganya mahal.
Diberikan 20 detik sebelum propofol dan thiopental. Rocuronium (0,1
mg/kg) cepat 90 detik dan efektif untuk prekurasisasi sebelum
suksinilkolin. Ada tendensi vagalitik.
Macam-macam cairan dan cara pemberian

Terapi cairan dilakukan untuk mengembalikan perfusi dan hidrasi


jaringan dengan tetap memperhatikan agar tidak terjadinya volume berlebihan
yang dapat menimbulkan komplikasi berupa edema pulmoner, perifer, dan otak.
Pemilihan cairan yang tepat ditentukan oleh lokasi dimana kekurangan cairan
tersebut terjadi dan jenis cairan yang akan digunakan – koloid, kristaloid, atau
kombinasi keduanya. Rencana untuk terapi cairan harus mempertimbangkan
kehilangan cairan yang terjadi, kebutuhan pemeliharan fungsi tubuh, dan
kehilangan abnormal yang terus berlanjut.
Tabel 1. Dugaan persentase dehidrasi berdasarkan sejarah penyakit, pemeriksaan
fisik, dan data laboratorium

Kebutuhan cairan untuk pemeliharaan fungsi tubuh harus disuplai ketika


pasien tidak dapat atau tidak akan meminum air yang cukup untuk mengganti
kehilangan cairan secara normal melalui urine, tinja, saluran respirasi, dan kulit
(kurang lebih 40-60 ml/kg/hari). Volume kehilangan abnormal cairan yang terus
berlanjut harus diestimasi dan termasuk dalam terapi pengganti cairan. Ada dua
tipe utama cairan yang dapat digunakan dalam terapi, yaitu kristaloid dan koloid.
Cairan kristaloid adalah larutan berbahan dasar air dengan molekul kecil sehingga
membran kapiler permeabel terhadap cairan tersebut. Cairan kristaloid dapat
mengganti dan mempertahankan volume cairan ekstraselular. Oleh karena 75-80%
cairan kristaloid yang diberikan secara IV menuju ruang ekstravaskular dalam
satu jam pada hewan normal, maka cairan kristaloid sangat diperlukan untuk
rehidrasi interstisial.
Konsentrasi natrium dan glukosa pada kristaloid menentukan osmolalitas
dan tonisitas larutan. Pada kebanyakan situasi kritis, cairan kristaloid isotonis
pengganti elektrolit yang seimbang, seperti cairan Ringer laktat, digunakan untuk
mengganti elektrolit dan bufer pada konsentrasi khas cairan ekstraselular. Garam
normal (cairan natrium klorida 0,9%) juga merupakan cairan pengganti yang
isotonis tetapi tidak seimbang dalam hal elektrolit dan bufer.
Cairan kristaloid dalam volume besar yang diberikan dengan cepat
secara IV menyebabkan peningkatan tekanan hidrostatik intravaskular dan
penurunan COP dengan cepat. Hal tersebut mengakibatkan ekstravasasi ke
interstisial.
Cairan koloid adalah larutan kristaloid yang mengandung molekul besar
sehingga membran kapiler tidak permeabel terhadap cairan tersebut. Larutan
koloid merupakan pengganti cairan intravaskular. Darah total, plasma, dan
albumin pekat mengandung koloid alami dalam bentuk protein, terutama albumin.
Dextran dan hydroxyethyl starches (HES) adalah koloid sintetis yang dalam
penggunaannya dapat digabung dengan darah total atau plasma, tetapi tidak
dianggap sebagai pengganti produk darah ketika albumin, sel darah merah,
antitrombin, atau protein koagulasi dibutuhkan.
Pilihan cairan didasarkan pada abnormalitas yang membutuhkah
perbaikan. Secara umum, cairan poliionik dan isotonik, misalnya Ringer laktat
merupakan cairan yang paling serba guna karena komposisinya mirip dengan
cairan ekstraselular. Cairan Ringer laktat adalah cairan alkalizer karena
mengandung laktat yang merupakan prekursor bikarbonat. Cairan Ringer
meningkatkan jumlah klorida sehingga merupakan cairan acidifier. Cairan Ringer
laktat dan Ringer mengandung hanya sedikit kalium. Dibutuhkan penambahan
kalium klorida pada cairan tersebut apabila digunakan pada pasien yang banyak
kehilangan kalium dari tubuhnya (hipokalemia). Larutan natrium klorida isotonik
(0,9%) atau garam, sering disebut (salah kaprah) cairan fisiologis atau garam
normal. Garam isotonik mengandung 154 mEq natrium dan 154 mEq klorida.
Konsentrasi natriumnya mendekati cairan ekstraselular, tetapi konsentrasi
kloridanya lebih tinggi. Peningkatan kandungan klorida dapat menyebabkan
asidosis metabolik hiperkloremia. Garam isotonis tidak mengandung elektrolit
yang lain. Karena alasan tersebut, penggunaan garam 0,9% harus dibatasi pada
pasien yang mengalami kehilangan banyak natrium, misalnya insufisiensi
adrenokortikal, yang juga dikenal sebagai penyakit Addison. Garam 0,45%
kadang-kadang digunakan untuk pasien yang mengalami dehidrasi hipernatremia.
Cairan kalium klorida tersedia untuk ditambahkan pada cairan Ringer
laktat dan Ringer. Untuk asidosis metabolik yang parah, natrium bikarbonat
hipertonik dapat ditambahkan ke dalam dekstrosa 5% atau garam 0,45%. Natrium
bikarbonat seharusnya tidak ditambahkan ke dalam cairan yang mengandung
kalsium, misalnya Ringer laktat, sebab akan menyebabkan presipitasi kalsium.
Penambahan garam 0,9% dengan natrium bikarbonat juga tidak disarankan,
karena cairan yang dihasilkan akan mengandung natrium dengan konsentrasi yang
sangat tinggi.
Larutan glukosa 5% terutama digunakan untuk mensuplai air untuk
mengurangi dehidrasi yang diakibatkan oleh kehilangan air yang mendekati murni
(dehidrasi hipernatremia), misalnya terjadi pada panting yang kuat akibat
hipertermia. Air murni tidak dapat diberikan secara parenteral karena bersifat
sangat hipotonik dan akan menyebabkan eritrosit mengembang dan hemolisis.
Oleh karena dekstrosa 5% tidak mengandung elektrolit, maka tidak disarankan
penggunaannya pada pasien yang mengalami gangguan yang ditandai kehilangan
banyak elektrolit.
Tabel 2. Cairan infus kristaloid yang tersedia di pasaran dan sering digunakan

Cairan Tonusitas Na K Ca Cl Glukosa Laktat Asetat


Infus (mOsm/l) (mEq/l) (mEq/l) (mEq/l) (mEq/l) (gram/l) (mEq/l) (mEq/l)
Plasma 282,6 (iso) 146 4,2 2,5 105 27
D5W 253 (hipo) 50
NS 308 (iso) 154 154
D5NS 561 (hiper) 154 154 50
D51/4NS 330 (iso) 38,5 38,5 50
Darrow 314 (iso) 122 35 104 53
RL 273 (iso) 130 4 3 109 28
D5RL 273 (iso) 130 4 3 109 50 28
Asering 273,4 (iso) 130 4 3 109 28

Terapi cairan

Resusitasi Rumatan

Penggantian defisit Kebutuhan normal


Kristaloid koloid harian kristaloid

Mengganti kehilangan akut Memasok kebutuhan harian


(dehidrasi,syok hipovolemik)

Gambar 1. Tujuan Terapi Cairan


Komplikasi Anastesi

Resiko anestesi dapat berupa morbiditas dan mortalitas. Kematian dapat


primer anestesi murni atau sekunder akibat sumbangan anestesia. Jika kematian
anestesia dianalisis faktor penyebabnya, maka faktor manusia menduduki
peringkat paling atas. Kurang pandai berkomunikasi, kurang pengalaman, jam
terbang kurang, pengetahuan terbatas, salah pilih jenis dan tekhnik anastesi, salah
pilih obat, kelebihan dosis obat, persiapan kurang sempurna baik alat atau obat
atau dia dalam keadaan kurang sehat atau kurang fit adalah semua penyebab
tingginya angka morbiditas dan mortalitas akibat anastesi.
Selain kematian, kecelekaan anestesi juga termasuk dalam resiko
anestesi. Kecelakaan anestesi dapat digolongkan menjadi dua dapat dicegah atau
tidak dapat dicegah. Cidera anastesi dapat bersifat menetap atau sementara dan
derajatnya dapat ringan, sedang atau berat. Komplikasi anastesi yang sering
terjadi dan sangat serius ialah gangguan pada sistem respirasi akibat salah pilih
obat, salah pilih sirkuit anestesi, tidak terdeteksi adanya diskoneksi alat, intubasi
esofagus, intubasi bronkial, ekstubasi terlalu dini, ventilasi buatan kurang adekuat,
dan sebagainya.
Anastesi berisiko menghadapi masalah medikolegal (hukum) dan
masalah non medikolegal seperti tertular penyakit, terkena polusi gas bius, dan
sebagainya.
Macam-macam syok dan penanganannya

Syok adalah suatu keadaan gawat yang terjadi jika sistem kardiovaskuler
(jantung dan pembuluh darah) tidak mampu mengalirkan darah ke seluruh tubuh
dalam jumlah yang memadai,syok biasanya berhubungan dengan tekanan darah
rendah dan kematian sel maupun jaringan yang pada akhirnya dapat menimbulkan
kematian apabila tidak segera ditanggulangi. Syok terjadi akibat berbagai keadaan
yang menyebabkan berkurangnya aliran darah,termasuk kelainan jantung
(misalnya serangan jantung atau gagal jantung), volume darah yang rendah
(akibat perdarahan hebat atau dehidrasi) atau perubahan pada pembuluh darah
(misalnya karena reaksi alergi atau infeksi).

Syok Hipovolemik
Syok hipovolemik merupakan kondisi medis atau bedah dimana terjadi
kehilangan cairan dengan cepat yang berakhir pada kegagalan beberapa organ,
disebabkan oleh volume sirkulasi yang tidak adekuat dan berakibat pada perfusi
yang tidak adekuat. Paling sering, syok hipovolemik merupakan akibat kehilangan
darah yang cepat (syok hemoragik).
Kehilangan darah dari luar yang akut akibat trauma tembus dan
perdarahan gastrointestinal yang berat merupakan dua penyebab yang paling
sering pada syok hemoragik. Syok hemoragik juga dapat merupakan akibat dari
kehilangan darah yang akut secara signifikan dalam rongga dada dan rongga
abdomen. Dua penyebab utama kehilangan darah dari dalam yang cepat adalah
cedera pada organ padat dan rupturnya aneurisma aorta abdominalis. Syok
hipovolemik dapat merupakan akibat dari kehilangan cairan yang signifikan
(selain darah).

Penatalaksanaannya :
- Pasang satu atau lebih jalur infus intravena no. 18/16.
- Infus dengan cepat larutan kristaloid atau kombinasi larutan kristaloid dan
koloid sampai vena (v. jugularis) yang kolaps terisi.
- Sementara, bila diduga syok karena perdarahan, ambil contoh darah dan
mintakan darah.
- Bila telah jelas ada peningkatan isi nadi dan tekanan darah, infus harus
dilambatkan. Bahaya infus yang cepat adalah udem paru, terutama pasien
tua. Perhatian harus ditujukan agar jangan sampai terjadi kelebihan cairan.

Pemantauan yang perlu dilakukan dalam menentukan kecepatan infuse

- Nadi: nadi yang cepat menunjukkan adanya hipovolemia.


- Tekanan darah : bila tekanan darah < 90 mmHg pada pasien normotensi
atau tekanan darah turun > 40 mmHg pada pasien hipertensi,
menunjukkan masih perlunya transfusi cairan.
- Produksi urin : Pemasangan kateter urin diperlukan untuk mengukur
produksi urin. Produksi urin harus dipertahankan minimal 1/2 ml/kg/jam.
Bila kurang, menunjukkan adanya hipovolemia.
- Cairan diberikan sampai vena jelas terisi dan nadi jelas teraba.
- Bila volume intra vaskuler cukup, tekanan darah baik, produksi urin < 1/2
ml/kg/jam, bisa diberikan Lasix 20-40 mg untuk mempertahankan
produksi urine.
- Dopamin 2--5 µg/kg/menit bisa juga digunakan pengukuran tekanan vena
sentral (normal 8--12 cmH2O), dan bila masih terdapat gejala umum
pasien seperti gelisah, rasa haus, sesak, pucat, dan ekstremitas dingin,
menunjukkan masih perlu transfusi cairan.

Syok Kardiogenik
Disebabkan oleh kegagalan fungsi pompa jantung yang mengakibatkan
curah jantung menjadi berkurang atau berhenti sama sekali. Syok kardiogenik
dapat didiagnosa dengan mengetahui adanya tanda-tanda syok dan dijumpainya
adanya penyakit jantung, seperti infark miokard yang luas, gangguan irama
jantung, rasa nyeri daerah torak, atau adanya emboli paru, tamponade jantung,
kelainan katub atau sekat jantung.

Penangananya :
- Pastikan jalan nafas tetap adekuat, bila tidak sadar sebaiknya dilakukan
intubasi.
- Berikan oksigen 8 - 15 liter/menit dengan menggunakan masker untuk
mempertahankanPO2 70 - 120 mmHg
- Rasa nyeri akibat infark akut yang dapat memperbesar syok yang ada
harus diatasidengan pemberian morfin
- Koreksi hipoksia, gangguan elektrolit, dan keseimbangan asam basa yang
terjadi.
- Bila mungkin pasang CVP
- Pemasangan kateter Swans Ganz untuk meneliti hemodinamik.
- Medikamentosa :
a. Morfin sulfat 4-8 mg IV, bila nyeri
b. Anti ansietas, bila cemas.
c. Digitalis, bila takiaritmi dan atrium fibrilasi
d. Sulfas atropin, bila frekuensi jantung < 50x/menit
e. Dopamin dan dobutamin (inotropik dan kronotropik), bila perfusi
jantung tidak adekuat.Dosis dopamin 2-15 mikrogram/kg/m
f. Dobutamin 2,5-10 mikrogram/kg/m.bila ada dapat diberikan
amrinon IV
g. Norepinefrin 2-20 mikrogram/kg/m
h. Diuretik/furosemid 40-80 mg untuk kongesti paru dan oksigenasi
jaringan
i. Digitalis bila ada fibrilasi atrial atau takikardi supraventrikel.

Syok Septic
Suatu keadaan dimana tekanan darah turun sampai tingkat yang
membahayakan nyawa sebagai akibat dari sepsis, disertai adanya infeksi (sumber
infeksi). Syok septik terjadi akibat racun yang dihasilkan oleh bakteri tertentu dan
akibat sitokinesis (zat yang dibuat oleh sistem kekebalan untuk melawan suatu
infeksi).Racun yang dilepaskan oleh bakteri bisa menyebabkan kerusakan
jaringan dan gangguan peredaran darah.
Infeksi sistemik yang terjadi biasanya karena kuman Gram negatif yang
menyebabkan kolaps kardiovaskuler. Endotoksin basil Gram negatif ini
menyebabkan vasodilatasi kapiler dan terbukanya hubungan pintas arteriovena
perifer. Selain itu terjadi peningkatan permeabilitas kapiler. Peningkatan kapasitas
vaskuler karena vasodilatasi perifer menyebabkan terjadinya hipovolemia relatif,
sedangkan peningkatan peningkatan permeabilitas kapiler menyebabkan
kehilangan cairan intravaskuler ke intertisial yang terlihat sebagai udem. Pada
syok septik hipoksia, sel yang terjadi tidak disebabkan penurunan perfusi jaringan
melainkan karena ketidakmampuan sel untuk menggunakan oksigen karena toksin
kuman.

Penanganannya :
Pada saat gejala syok septik timbul:
a. Penderita segera dimasukkan ke ruang perawatan intesif untuk menjalani
pengobatan.
b. Cairan dalam jumlah banyak diberikan melalui infus untuk menaikkan
tekanan darah dan harus diawasi dengan ketat.
c. Bisa diberikan dopamin atau nor-epinefrin untuk menciutkan pembuluh
darah sehingga tekanan darah naik dan aliran darah ke otak dan jantung
meningkat.
d. Jika terjadi gagal paru-paru, mungkin diperlukan ventilator mekanik.
e. Antibiotik intravena (melalui pembuluh darah) diberikan dalam dosis tinggi
untuk membunuh bakteri.
f. Jika ada abses, dilakukan pembuangan nanah.
g. Jika terpasang kateter yang mungkin menjadi penyebab infeksi, harus
dilepaskan.
h. Mungkin perlu dilakukan pembedahan untuk mengangkat jaringan yang
mati, misalnya jaringan gangren dari usus.

Syok Anafilaktik
Syok anafilaktik merupakan suatu reaksi alergi yang cukup serius.
Penyebabnya bisa bermacam macam mulai dari makanan, obat obatan, bahan
bahan kimia dan gigitan serangga. Disebut serius karena kondisi ini dapat
menyebabkan kematian dan memerlukan tindakan medis segera.
Jika seseorang sensitif terhadap suatu antigen dan kemudian terjadi
kontak lagi terhadap antigen tersebut, akan timbul reaksi hipersensitivitas.
Antigen yang bersangkutan terikat pada antibodi dipermukaan sel mast sehingga
terjadi degranulasi, pengeluaran histamin, dan zat vasoaktif lain. Keadaan ini
menyebabkan peningkatan permeabilitas dan dilatasi kapiler menyeluruh. Terjadi
hipovolemia relatif karena vasodilatasi yang mengakibatkan syok, sedangkan
peningkatan permeabilitas kapiler menyebabkan udem. Pada syok anafilaktik, bisa
terjadi bronkospasme yang menurunkan ventilasi.

Penanganannya :
Penanggulangan syok anafilaktik memerlukan tindakan cepat sebab penderita
berada pada keadaan gawat. Kalau terjadi komplikasi syok anafilaktik setelah
kemasukan obat atau zat kimia, baik peroral maupun parenteral, maka tindakan
yang perlu dilakukan, adalah:
1. Segera baringkan penderita pada alas yang keras. Kaki diangkat lebih tinggi
dari kepala untuk meningkatkan aliran darah balik vena, dalam usaha
memperbaiki curah jantung dan menaikkan tekanan darah.
2. Penilaian A, B, C dari tahapan resusitasi jantung paru, yaitu:
A. Airway = jalan napas. Jalan napas harus dijaga tetap bebas, tidak ada
sumbatan sama sekali. Untuk penderita yang tidak sadar, posisi kepala, leher
diatur agar lidah tidak jatuh ke belakang menutupi jalan napas, yaitu dengan
melakukan ekstensi kepala, tarik mandibula ke depan, dan buka mulut.
B. Breathing support, segera memberikan bantuan napas buatan bila tidak ada
tanda-tanda bernapas, baik melalui mulut ke mulut atau mulut ke hidung. Pada
syok anafilaktik yang disertai udem laring, dapat mengakibatkan terjadinya
obstruksi jalan napas total atau parsial. Penderita yang mengalami sumbatan jalan
napas parsial, selain ditolong dengan obat-obatan, juga harus diberikan bantuan
napas dan oksigen. Penderita dengan sumbatan jalan napas total, harus segera
ditolong dengan lebih aktif, melalui intubasi endotrakea, krikotirotomi, atau
trakeotomi.
C. Circulation support, yaitu bila tidak teraba nadi pada arteri besar (a.karotis,
atau a. emoralis), segera lakukan kompresi jantung luar.
Penilaian A, B, C ini merupakan penilaian terhadap kebutuhan bantuan hidup
dasar yang penatalaksanaannya sesuai dengan protokol resusitasi jantung paru.

3. Segera berikan adrenalin 0.3--0.5 mg larutan 1 : 1000 untuk penderita dewasa


atau 0.01 mk/kg untuk penderita anak-anak, intramuskular. Pemberian ini dapat
diulang tiap 15 menit sampai keadaan membaik. Beberapa penulis
menganjurkan pemberian infus kontinyu adrenalin 2--4 ug/menit.
4. Dalam hal terjadi spasme bronkus di mana pemberian adrenalin kurang
memberi respons, dapat ditambahkan aminofilin 5--6 mg/kgBB intravena dosis
awal yang diteruskan 0.4--0.9 mg/kgBB/menit dalam cairan infus.
5. Dapat diberikan kortikosteroid, misalnya hidrokortison 100 mg atau
deksametason 5--10 mg intravena sebagai terapi penunjang untuk mengatasi
efek lanjut dari syok anafilaktik atau syok yang membandel.
6. Bila tekanan darah tetap rendah, diperlukan pemasangan jalur intravena untuk
koreksi hipovolemia akibat kehilangan cairan ke ruang ekstravaskular sebagai
tujuan utama dalam mengatasi syok anafilaktik. Pemberian cairan akan
meningkatkan tekanan darah dan curah jantung serta mengatasi asidosis laktat.
Pemilihan jenis cairan antara larutan kristaloid dan koloid tetap merupakan
perdebatan didasarkan atas keuntungan dan kerugian mengingat terjadinya
peningkatan permeabilitas atau kebocoran kapiler. Pada dasarnya, bila
memberikan larutan kristaloid, maka diperlukan jumlah 3--4 kali dari perkiraan
kekurangan volume plasma. Biasanya, pada syok anafilaktik berat diperkirakan
terdapat kehilangan cairan 20--40% dari volume plasma. Sedangkan bila
diberikan larutan koloid, dapat diberikan dengan jumlah yang sama dengan
perkiraan kehilangan volume plasma. Tetapi, perlu dipikirkan juga bahwa
larutan koloid plasma protein atau dextran juga bisa melepaskan histamin.
7. Dalam keadaan gawat, sangat tidak bijaksana bila penderita syok anafilaktik
dikirim ke rumah sakit, karena dapat meninggal dalam perjalanan. Kalau
terpaksa dilakukan, maka penanganan penderita di tempat kejadian sudah harus
semaksimal mungkin sesuai dengan fasilitas yang tersedia dan transportasi
penderita harus dikawal oleh dokter. Posisi waktu dibawa harus tetap dalam
posisi telentang dengan kaki lebih tinggi dari jantung.
8. Kalau syok sudah teratasi, penderita jangan cepat-cepat dipulangkan, tetapi
harus diawasi/diobservasi dulu selama kurang lebih 4 jam. Sedangkan
penderita yang telah mendapat terapi adrenalin lebih dari 2--3 kali suntikan,
harus dirawat di rumah sakit semalam untuk observasi.

Anda mungkin juga menyukai