Anda di halaman 1dari 12

LAPORAN KASUS BEDAH UMUM

APPENDICITIS PERFORASI

PEMBIMBING :
dr. Kamajaya Sp.B.
DISUSUN OLEH :
Rezky Endah Puteri Adhyaksa (110.2008.301)
Rifia Setya Ningrum (110.2008.213)
Lisa (110.2008.140)

KEPANITERAAN KLINIK NEUROLOGI


PERIODE 16 MEI 2012- 22 JULI 2012
RSUD GUNUNG JATI CIREBON
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS YARSI

I.

II.

IDENTITAS PASIEN
Nama
Usia
Jenis Kelamin
Agama
Alamat
Suku
Tanggal Masuk
Tanggal Pemeriksaan

: An. M
: 3 tahun
: Laki-laki
: Islam
: Sumber Jaya
: Sunda
: 25-05-2012
: 30-05-2012

ALLOANAMNESA dengan ibu pasien


Keluhan Utama
: perut kembung sejak 4 hari yang lalu
Keluhan Tambahan

: demam dan diare

Riwayat Penyakit Sekarang :


Pasien datang ke RSUD Gunung Jati Cirebon dengan keluhan perut kembung
sejak 4 hari yang lalu. Pasien merupakan rujukan dari RS C. Awalnya pasien demam
sejak kurang lebih 3 hari. Demam terjadi sepanjang hari. Selain itu, pasien rewel dan
mengeluhkan perut di bagian kanan terasa nyeri. Pasien selalu minta digendong dengan
posisi kaki yang menekuk mendekat ke perut. Nafsu makan pasien pun juga menurun.
Riwayat Penyakit Dahulu :
Pasien belum pernah mengeluhkan hal yang sama sebelumnya.
Riwayat Penyakit Keluarga :
Tidak ada anggota keluarga pasien yang pernah memiliki keluhan yang sama.
Riwayat Pengobatan
:
Sebelumnya pasien pernah berobat ke dokter umum. Pasien diberikan 4
macam obat yang terdiri dari 2 jenis sirup dan 2 jenis puyer. Efek yang dirasakan adalah
keluhan pasien tidak membaik.
III.

PEMERIKSAAN FISIK
STATUS INTERNUS
Keadaan Umum : tampak sakit sedang
Kesadaran
: compos mentis
Vital Sign
: Tekanan darah
= 90/70 mmHg
Nadi
= 112 x/menit
Respirasi
= 32 x/menit
Suhu
Kepala

: Normocephale

= 37,3 C

Gigi

: tidak ditemukan adanya kelainan

Mata

: Konjungtiva anemis
Sklera ikterik
Eksoftalmus
Edema palpebra

THT

: Liang telinga lapang kanan dan kiri


Sekret
-/Perdarahan -/-

TMJ

: tidak ditemukan adanya kelainan

Leher

: Trakea berada di tengah


Tidak ada pembesaran limfonodi
Tidak ada pembesaran tiroid

Thoraks

: Cor = BJ I/II reguler, Murmur (-), Gallop (-)


Pulmo = Vesikuler +/+, Wheezing -/-, Ronkhi -/-

Abdomen

: lihat status lokalis

Ekstremitas

: akral hangat
Edema ekstremitas

-/-/-/-/-

Sianosis

STATUS LOKALIS
Ad regio Abdomen
Inspeksi : perut sedikit membuncit, tidak tampak sikatrik, tidak tampak adanya
massa, tidak hiperemis, darm contour tidak terlihat, darm sterfung
tidak terlihat, posisi kaki pasien sering ditekuk mendekati perut
Auskultasi : bising usus meningkat
Perkusi :
Palpasi
: nyeri tekan sulit dinilai
IV.

PEMERIKSAAN PENUNJANG
Lab Darah Rutin

Hb
: 12,7 gr%
Leukosit : 18.800 sel/mm3
Trombosit : 198.000 sel/mm3
Serologi Widal
Salmonella typhii H
: 1/80
Salmonella typhii O
: 1/80
Paratyphii AH
: 1/80
USG Abdomen
Hepar : ukuran baik dengan Ekhoparenkimal homogen, sistem portal dan bilier
tidak melebar. Asites (-)
GB, pankreas Lien : tidak tampak adanya kelainan
Renal dekstra dan sinistra : tidak melebar, ekhokorteks tidak meningkat, batas
korteks dan medulla tidak jelas, sistem pelvio-kalices tidak melebar. Batu (-)
Vesica Urinaria : dinding baik, tidak menebal. Batu (-)
Mc-Burney : Tampak gambaran heterogen di Regio Mc Burney dengan kalsifikan
Kesimpulan : Appendicitis susp. perforasi
Rontgen Thorak-Abdomen

V.
VI.
VII.
VIII.

IX.

RESUME
DIAGNOSIS KERJA
Appendicitis perforasi
DIAGNOSIS BANDING
RENCANA PENATALAKSANAAN
Medikamentosa :
Infus RL 20 gtt/mnt
Cefotaksim 2 x 6,5 mg
Metronidazole 3 x 2,5 mg
Antrain 3 x 130 mg
Pirolem 2 x 3 mg
Operatif : Appendictomy
PROGNOSIS
Quo ad vitam
Quo ad functionam
Quo ad sanactionam

: ad bonam
: ad bonam
: ad bonam

APPENDISITIS
I.

II.

PENGERTIAN
A. Appendiks : Organ tambahan kecil yang menyerupai jari, melekat pada caecum
tepat di bawah katup ileocecal (Brunner dan Sudarth, 2002)
B. Appendicitis : suatu peradangan pada appendiks yang berbentuk cacing,
yang berlokasi dekat katup ileocecal (long, Barbara C, 1996)
C. Appendicitis : Peradangan dari appendiks vermiformis & merupakan penyebab
abdomen akut yang paling sering. (Arif Mansjoer ddk 2000)
ANATOMI

Apendiks Vermiformis merupakan derivat dan evolusi dari caecum. Pada bayi,
apendiks tampak sebagai divertikulum berbentuk seperti kerucut, terletak pada ujung
inferior dari caecum. Dengan tumbuh kembang bayi dan perkembangan dari caecum
maka apendiks terletak pada sisi kiri dan dorsal + 2,5 cm dari katub ileocaecal. Letak
apendiks di fossa iliaca kanan, basis atau pangkalnya sesuai dengan titik Mc Burney 1/3
lateral antara umbilicus dengan SIAS.
Dinding apendiks terdiri dari semua lapisan dinding usus, tiga taenia koli
membentuk lapisan luar dari lapisan muskulus longitudinal . Pertemuan ketiga taenia
koli merupakan letak basis apendiks dan merupakan petunjuk posisi apendiks. Posisi
basis apendiks dengan caecum adalah konstan, dimana sisi bebas apendiks ditemukan
pada berbagai variasi misalnya: pelvic, retrocaecal, retroileal.
Jaringan limfoid apendiks mulai tampak setelah usia 2 minggu setelah lahir.
Jumlah folikel limfoid akan meningkat secara bertahap hingga mencapai puncaknya
yaitu sekitar 200 folikel pada usia 12 20 tahun. Setelah umur 30 tahun folikel limfoid
ini akan berkurang setengahnya dan kemudian akan menghilang atau tinggal sisasisanya pada umur 60 tahun.
Apendiks mendapat aliran darah dari arteri apendikularis yang merupakan
cabang langsung dari arteri ileocolica. Persyarafan parasimpatis berasal dari cabang

nervus vagus yang mengikuti arteri mesenterika superior, sedangkan persyarafan


sensoris berasal dari nervus torakalis X. Karena itu nyeri visceral pada apendisitis
bermula dari umbilikus.
Usus besar merupakan tabung muscular berongga dengan panjang sekitar 1,5 m
yang terbentang dari sekum sampai kanalis ani. Diameter usus besar rata-rata sekitar
6,5 cm, tetapi makin dekat anus diameternya makin kecil. Usus besar dibagi menjadi
sekum, colon, dan rectum. Pada sekum terdapat katup ileosecal dan Appendiks yang
melekat pada ujung sekum. Colon dibagi lagi menjadi colon asendens, transversum
desendens dan sigmoid. Tempat dimana colon membentuk kelokan tajam yaitu pada
abdomen kanan dan kiri atas berturut turut dinamakan fleksura hepatica dan fleksura
lienalis. Colon sigmoid mulai setinggi crista iliaka dan membentuk lekukan S rectum.
Pada posisi ini gaya berat membantu mengalirkan air dari rectum ke fleksura sigmoid.
Rectum terbentang dari colon sigmoid sampai anus (Silvia A. Price, Lorraina, M
Wilson 1995)
III.

PATOFISIOLOGI
Apendiks menghasilkan lendir 1-2 ml/hari yang dialirkan ke dalam lumen
apendiks dan caecum. Hambatan aliran lendir di muara apendiks tampaknya berperan
pada patogenesis apendisitis. Apendiks juga berpartisipasi dalam sistem imun usus,
imunoglobulin yang dihasilkan GALT (gut associated lymphoid tissues) yang terdapat
disepanjang saluran cerna termasuk apendiks, merupakan pelindung terhadap infeksi.
Tetapi pengangkatan apendiks tidak mempengaruhi sistem imun tubuh.
Bakteri penyebab apendisitis merupakan bakteri yang normal ada pada usus.
Bakteri yang paling sering ditemukan yaitu Bacteroides fragilis, bakteri anaerob, gram
negatif dan Escherichia coli, bakteri gram negatif, facultative anaerob. Sedangkan
bakteri lainnya yaitu: Peptostreptococcus, Pseudomonas, Klebsiela, dan Klostridium,
Lactobacillus, dan B.splanchnicus.
Obstruksi lumen merupakan faktor predominan penyebab apendisitis akut. Fecolith
merupakan penyebab obstruksi paling sering. Penyebab lainnya adalah hipertrofi
jaringan limfoid, sisa barium, serat tumbuhan, biji-bijian, cacing terutama ascaris.
Kapasitas lumen apendiks normal sekitar 0,1 ml. Sekresi 0,5 cc distal dari
penyumbatan akan menyebabkan peningkatan tekanan sekitar 60 cm H2O. Distensi
menyebabkan stimulasi serabut syaraf visceral yang menyebabkan rasa kembung, nyeri
difus pada bagian tengah abdomen atau epigastrium bawah. Distensi terus berlangsung
karena sekresi mukosa yang terus-menerus dan juga karena multiplikasi dari flora
normal apendiks. Dengan meningkatnya tekanan pada apendiks , tekanan vena juga
meningkat, sehingga kapiler dan venule menutup tapi aliran arteriole tetap mengalir
sehingga terjadi kongesti dan pelebaran vaskuler. Distensi ini biasanya menyebabkan
reflex muntah, nausea, dan nyeri visceral semakin bertambah.
Proses inflamasi terus berlanjut ke lapisan serosa dan ke peritoneum parietal,
yang mana menimbulkan nyeri yang khas, nyeri berpindah ke kuadran kanan. Mukosa
gastrointestinal termasuk apendiks sangat rentan terhadap gangguan aliran darah.
Karena kesatuan ini sudah terganggu sejak awal, maka bakteri dengan mudah masuk ke
lapisan yang lebih dalam. Timbulnya demam, takikardi dan lekositosis karena absorbsi

dari produk jaringan dan endotoksin. Endotoksin juga merupakan stimulator makrofag
untuk memproduksi sitokin proinflamator (IL1, IL 6, TNF) yang kemudian merangsang
sumsum tulang dan hepatosit sehingga terjadi peningkatan lekosit dan CRP dalam
darah.
Ketika distensi sudah mencapai tekanan arteriole , daerah yang mendapat aliran
darah sedikit, lebih dahulu terkena, yaitu terjadi infark pada daerah antimesenterial.
Jika distensi, invasi bakteri, gangguan aliran darah, dan proses infark terus berlanjut,
terjadilah perforasi. Biasanya perforasi terjadi pada salah satu area infark pada daerah
antimesenterial.

IV.

MANIFESTASI KLINIS
Nyeri kuadran kanan bawah biasanya disertai dengan demam derajat rendah, mual, dan
sering kali muntah. Pada titik McBurney (terletak di pertengahan antara umbilicus dan
SIAS) nyeri tekan setempat karena tekanan dan sedikit kaku dari bagian bawah otot
rectum kanan. Nyeri alih mungkin saja ada, letak appendiks mengakibatkan sejumlah
nyeri tekan, spasme otot dan konstipasi atau diare. Tanda rovsing dapat timbul dengan
mempalpasi kuadran bawah kiri, yang secara paradoksal menyebabkan nyeri yang
terasa pada kuadran kanan bawah. Jika terjadi ruptur appendiks, maka nyeri akan
menjadi lebih menyebar, terjadi distensi abdomen akibat ileus paralitik dan kondisi
memburuk.

V.

DIAGNOSIS
A. Klinis
Sampai saat ini, diagnosis apendisitis berdasarkan pada anamnesa dan
pemeriksaan fisik mempunyai akurasi sebesar 80-90 %. Setiap penderita
dengan nyeri perut kanan bawah dan belum pernah menjalani apendektomi, harus

dicurigai menderita apendisitis. Nyeri pada awalnya di sekitar umbilikus, mulamula minimal lalu meningkat bertahap hingga akhirnya nyeri bersifat
konstan. Kemudian nyeri berpindah sesuai posisi apendiks. Bila lokasi apendiks
pada daerah Mc Burneys maka nyeri berpindah ke daerah kuadran kanan bawah.
Dan bila apendiks terletak retrocolic, retrocaecal atau pelvis maka nyeri
berpindah ke kuadran kanan atas, flank kanan , atau supra pubis.
Demam biasanya subfebris, kira-kira 1o C diatas suhu normal, berkisar
37,5-38,5o C. Bisa terjadi perbedaan suhu rektal dan aksiler sampai 1 oC. Bila suhu
> 39,4o C, biasanya disertai gangren, perforasi atau peritonitis .
Pemeriksaan penderita dengan kecurigaan apendisitis harus dimulai
dengan observasi cara berjalannya pincang atau berbaring dengan tungkai
ditekuk. Penderita juga tampak anorexia , nausea, vomiting, atau diare . Satu atau
lebih dari gejala ini muncul, setelah nyeri periumbilikal. Pada awal apendisitis,
peristaltik biasanya normal atau hiperaktif, tapi peristaltik menghilang bila sudah
terjadi peritonitis. Adanya nyeri tekan kuadran kanan bawah, terutama pada titik
Mc Burney,s adalah penemuan yang paling konstan. Bila iritasi berlanjut ke
peritoneum anterior didapatkan defans muskuler lokal, Blumberg sign, Rovsing,s
sign. Bila iritasi terjadi pada peritoneum posterior maka tanda yang didapat
yaitu: psoas sign dan obturator sign. Bila peritonitis terus berlangsung maka
nyeri tekan dan defans muskular bertambah pada kuadran kanan dan akhirnya
pada seluruh abdomen.
B. Pemeriksaan Laboratorium
Biasanya jumlah lekosit berkisar 10.000-18.000/ mm3, walaupun 20%
penderita apendisitis akut mempunyai jumlah lekosit normal. Jumlah lekosit >
18.000 menunjukkan apendisitis perforasi. Adanya pergeseran ke kiri pada hitung
jenis, mempunyai nilai yang lebih signifikan dari pada hitung jumlah leukosit.
Analisa urine biasanya normal, tapi jumlah lekosit dan eritrosit dalam
urine bisa meningkat bila letak apendiks berdekatan dengan ureter atau vesica
urinaria. Bakteri tidak ditemukan pada penderita apendisitis akut, dan bila
ditemukan bakteri dalam urine, maka harus dilanjutkan dengan pemeriksaan
kultur urine.
C. Skor Alvarado
Skor alvarado adalah suatu sistem skoring yang digunakan untuk
mendiagnosis appendisitis akut. Skor ini mempunyai 6 komponen klinik dan 2
komponen laboratorium dengan total skor poin 10. Skor ini dikemukakan oleh
Alfredo Alvarado dalam laporannya pada tahun 1986.

Skor Alvarado dikenal juga sebagai skor MANTREL yang merupakan


singkatan
huruf depan dari komponen-komponen pemeriksaannya.
(MANTRELS- Migration to the right iliac fossa, Anorexia, Nausea/
Vomiting, Tenderness in the right iliac fossa, Rebound pain, Elevated
temperature (fever), Leukocytosis, and Shift of leukocytes to the left).
Banyak penelitian yang telah dilakukan untuk mengukur sensitivitas dan
spesifisitas dari Skor Alvarado pada appendisitis akut. Penelitian yang dilakukan
oleh Amri dan Bermansyah (1997) mengenai skor Alvarado pada diagnosis
apendisitis akut dengan skor pembatas (cut off point) 6 , didapatkan sensitivitas:
90,90% dan spesifisitas: 75,75%. Tranggono (2000) melaporkan dengan memakai
skor pembatas (cut off point) 7 didapatkan sensitivitas: 71,43% dan spesifisitas:
69,09%. Viriya, dkk pada tahun 2004 dalam penelitiannya mengemukakan
sensitivitas dan spesifisitas Skor Alvarado dengan poin 7 untuk mendiagnosa
appendisitis akut adalah sebesar 85 % dan 87 %. Nirajhad Baidiya MS, dkk pada
tahun 2007 mengukur angka tersebut sebesar 88,8 % dan 75 %. Kailash Singh,
dkk pada tahun 2008 melaporkan penelitiannya yang menghasilkan sensitivitas
sebesar 83,79 %. Bahkan Nazir Ahmad, dkk pada tahun 2006 dalam laporannya
mengukur sensitivitas skor Alvarado dengan poin 7 untuk laki-laki sebesar 94 %
dan untuk wanita sebesar 81 %. Ayaz Ahmed Memon, dkk pada tahun 2009
dalam penelitiannya melaporkan angka sensitivitas skor Alvarado dengan poin 7
sebesar 98,1 %.
D. Pemeriksaan Radiologis
Jika gejala klinis dan nilai laboratorium sudah khas untuk apendisitis,
maka tidak diperlukan konfirmasi radiologis. Gambaran foto polos abdomen yang
paling sering ditemukan tapi bukan diagnostik untuk apendisitis yaitu scoliosis
dari Vertebra, cekung (concave) ke kanan. Kadang dapat ditemukan gambaran
caecum yang dilatasi dengan air fluid level. Kalsifikasi fecolith dapat ditemukan
pada 10- 15 % kasus, tapi adanya gambaran fecolith tidak patognomonis untuk
apendisitis karena banyak apendiks normal yang telah diangkat terdapat fecolith.

Oleh karena itu foto polos abdomen tidak menolong dalam menegakkan diagnosa
apendisitis.
Ultrasonografi sudah luas digunakan dalam mengevaluasi penderita
kecurigaan apendisitis. Gambaran ultrasonografi pada apendisitis non perforasi
yaitu: diameter apendiks > 6 mm, dinding yang hipoechoic dengan tebal > 2 mm,
fecolith atau cairan yang terlokalisir. Gambaran pada apendisitis perforasi
yaitu target sign dan struktur tubular dengan adanya lapisan dinding yang hilang
(inhomogen), cairan bebas perivesical atau pericaecal.
VI.

DIAGNOSIS BANDING
Apendisitis sering kali mempunyai gejala yang hampir sama dengan gangguan
abdomen lainnya, karena beberapa dari penyakit penyakit tersebut memang
berhubungan. Adapun penyakit-penyakit yang sering pada penderita dan mempunyai
gejala-gejala yang mirip apendisitis yaitu:
1. Gastroenteritis
Gastroenteritis paling sering menyebabkan nyeri abdomen pada penderita dan
didiagnosis sebagai apendisitis. Pada gastroenteritis muntah bersamaan dengan
nyeri abdomen, diare banyak, dan hiperperistaltik. Pada apendisitis muntah
mengikuti nyeri abdomen selang beberapa saat. Diagnosis gastroenteritis
ditegakkan dari hasil kultur.
2. Konstipasi
Kondisi ini sering menyebabkan nyeri. Nyeri sering pada kuadran kanan bawah,
bersifat hilang timbul atau menetap dan tidak progresif. Pada pemeriksaan fisik
dapat teraba masa faeces dan dibuktikan dengan foto polos abdomen.
3. Mesenterik limpadenitis
Sering dihubungkan dengan infeksi traktus urinarius dan menyebabkan nyeri
abdomen minimal dan tidak tajam. Kadang didapatkan limpadenopati
menyeluruh. Secara klinis sukar dibedakan dengan apendisitis.
4. Meckels diverticulitis
Tanda dan gejala Meckels divertikulitis sama dengan apendisitis. Meckel
divertikulitis terletak 60 cm atau lebih dari katub ileocaecal.
5. Pelvic inflammatory disease
Terjadi pada wanita usia pubertas. Nyeri abdomen mulai pada satu atau kedua
kuadran bawah. Pada Pemeriksaan rektal didapatkan nyeri tekan cervik uteri
dan adnexa. Juga sering disertai dengan lekore.
6. Ruptur kista ovarium
Nyeri timbul mendadak, pada pertengahan siklus haid, nyeri pada kuadran
kanan bawah. Bila terjadi torsio kista ovarium , disertai dengan muntah-muntah.
7. Kehamilan diluar kandungan
Riwayat terlambat haid . Nyeri pada pemeriksaan vaginal dan penonjolan pada
cavum Douglas. Test kehamilan positif.
8. Pneumonia

Pneumonia lobus kanan bawah menyebabkan nyeri yang menjalar dan spasme
muskulus abdomen. Pada pneumonia tidak ada point tenderness. Diagnosa
pneumonia ditegakkan dari foto thorax.
9. Invaginasi
Paling sering pada anak kurang dari 2 tahun. Nyeri hebat berupa kolik, teraba
masa , faeces mengandung darah dan lendir.
10. Infeksi traktus urinarius
Frekuensi, disuri dan piuria disertai demam tinggi dan nyeri ketok
kostovertebral . Pemeriksaan abdomen tak ada penemuan yang berarti.
11. Urolitiasis
Adanya kolik dan eritrosituria. Diagnosa ditegakkan dari foto polos abdomen
atau pyelografi intra vena.
VII.

VIII.

KOMPLIKASI
Keterlambatan untuk mencari pengobatan menyebabkan meningkatnya angka
komplikasi. Adapun komplikasi apendisitis yaitu:
1. Perforasi
Perforasi disertai nyeri abdomen yang hebat, dan demam yang lebih tinggi.
Dikatakan lekosit > 18.000/mm3 mengindikasikan telah terjadi perforasi.
2. Peritonitis
Merupakan komplikasi paling sering (30- 45 %penderita ). Peritonitis lokal
disebabkan karena mikroperforasi dari apendiks gangrenosa dan diblokade
oleh omentum. Bila perforasi berlanjut terjadilah peritonitis generalisata.
3. Abses apendiks
Terjadi karena infeksi periapendiceal diliputi oleh omentum dan viscera yang
berdekatan. Gejala klinis sama dengan apendisitis akut dan ditemukan masa
pada kuadran kanan bawah. Sekitar 10 % anak-anak dengan apendisitis.
4. Pylephlebitis
Merupakan thrombophlebitis akut sistem vena porta. Gejala berupa demam
tinggi, menggigil, ikterus ringan dan abses hepar.
PENGOBATAN
Dasar terapi apendisitis yaitu: rehidrasi, antibiotik dan apendektomi. Dipasang
infus dan resusitasi dengan cairan isotonik untuk mencapai tujuan dari rehidrasi yaitu
produksi urine minimal 1 cc/kg BB/jam. Pipa lambung dipasang untuk dekompresi.
Antibiotik diberikan untuk mengurangi infeksi luka operasi dan pembentukan abses
intra peritoneal. Sebagai obat pilihan yaitu: ampicillin, gentamisin, klindamicin.
Teknik operasi yang digunakan, apendektomi terbuka ataukah laparoskopik
apendektomi disesuaikan dengan ketrampilan operator dan kondisi penderita. Bila
sudah terjadi peritonitis maka dilakukan laparotomi.

Anda mungkin juga menyukai