Anda di halaman 1dari 12

Makalah Gizi Buruk

Abstrak : Penyakit Gizi Buruk Menyerang Balita dan Anak Anak



Kasus gizi buruk umumnya menimpa balita dengan latar belakang ekonomi lemah. Beragam
masalah malnutrisi banyak ditemukan pada anak-anak dari kurang gizi hingga busung lapar.
Menurut UNICEF saat ini ada sekitar 40 % anak Indonesia di bawah usia lima tahun menderita
gizi buruk. Betapa banyaknya bayi dan anak-anak yang sudah bergulat dengan kelaparan dan
penderitaan sejak mereka dilahirkan.
Penyebab utama gizi buruk tidak satu. Ada banyak!. Penyebab utama kasus gizi buruk di
Indonesia tampaknya karena masalah ekonomi atau kurang pengetahuan. Kemiskinan memicu
kasus gizi buruk, kemiskinan dan ketidakmampuan orang tua menyediakan makanan bergizi bagi
anaknya menjadi penyebab utama meningkatnya korban gizi buruk di Indonesia. Dan juga faktor
alam, manusiawi ( kultur social masyarakat setempat ), pemerintah, dan lain lain.
Persoalan gizi buruk masih menghantui sebagian warganya. Bagaimana bisa di era sekarang,
masih dijumpai ribuan, dan ratusan ribu anak balita, yang menjadi pemegang masa depan
Indonesia menderita gizi buruk. Ketidakseriusan pemerintah terlihat jelas ketika penanganan
kasus gizi buruk terlambat seharusnya penanganan pelayanan kesehatan dilakukan disaat
penderita gizi buruk belum mencapai tahap membahayakan. Setelah kasus gizi buruk merebak
barulah pemerintah melakukan tindakan ( serius ). Keseriusan pemerintah mencanangkan
Gerakan Penanganan Diare dan Gizi Buruk sejak Juli 2007 lalu disusul dengan Gerakan
Kedaulatan Pangan yang akan dicanangkan April 2008, keseriusan pemerintah tidak ada artinya
apabila tidak didukung masyarakat itu sendiri. Sebab, perilaku masyarakat yang sudah
membudaya selama ini adalah, anak-anak yang menderita penyakit kurang mendapatkan
perhatian orang tua. Anak-anak itu hanya diberi makan seadanya, tanpa peduli akan kadar gizi
dalam makanan yang diberikan. Apalagi kalau persediaan pangan keluarga sudah menipis.
Gizi buruk akut atau busung lapar menurut Sensus WHO menunjukkan 49% dari 10,4 juta
kematian yang terjadi pada anak dibawah lima tahun di negara berkembang. Kasus kekurangan
gizi tercatat sebanyak 50% anak-anak di Asia, 30% anak-anak Afrika, dan 20% anak-anak di
Amerika Latin. Dari kondisi tubuh balita yang menderita gizi buruk memiliki berat badan di
bawah rata-rata, berat badan/umur Balita < 60 persen berada di bawah garis merah sehingga
tergolong KEP berat. Ciri-ciri yang mudah terdekteksi pada tanda marasmus. Komponen biologi
yang melatarbelakangi KKP antara lain malnutrisi ibu, penyakit infeksi, dan diet rendah energi &
protein.

Seorang ibu yang mengalami KKP selama kurun waktu tersebut pada gilirannya akan melahirkan
bayi berberat badan rendah. Kurang Kalori Protein (KKP) akan terjadi manakala kebutuhan
tubuh akan kalori, protein, atau keduanya, tidak tercukupi oleh diet. Sindrom kwasiorkor
terjelma manakala defisiensi menampakan dominasi protein, dan maramus termanifestasi jika
terjadi kekurangan energi yang parah. Kombinasi kedua bentuk ini marasmik kwasiorkor, juga
tidak sedikit.

Malnutrisi Primer
Penyebab gizi buruk di daerah pedesaan atau daerah miskin lainnya sering disebut malnutrisi
primer, yang disebabkan karena masalah ekonomi, rendahnya pengetahuan, dan kurangnya
asupan gizi. Gejala kinis malnutrisi primer sangat bervariasi tergantung derajat dan lamanya
kekurangan energi dan protein, umur penderita dan adanya gejala kekurangan vitamin dan
mineral lainnya. Kasus tersebut sering dijumpai pada anak usia 9 bulan hingga 5 tahun.
Pertumbuhan yang terganggu dapat dilihat dari kenaikkan berat badan terhenti atau menurun,
ukuran lengan atas menurun, pertumbuhan tulang (maturasi) terlambat, perbandingan berat
terhadap tinggi menurun. Gejala dan tanda klinis yang tampak adalah anemia ringan, aktifitas
berkurang, kadang di dapatkan gangguan kulit dan rambut.

Malnutrisi Sekunder
Malnutrisi sekunder adalah gangguan pencapaian kenaikkan berat badan yang bukan disebabkan
penyimpangan pemberian asupan gizi pada anak karena adanya gangguan pada fungsi dan sistem
tubuh. Gangguan sejak lahir yang terjadi pada sistem saluran cerna, metabolisme, kromosom
atau kelainan bawaan jantung, ginjal. Kasus gizi buruk di kota besar biasanya didominasi oleh
malnutrisi sekunder.

Asupan Gizi
Anak usia 0-2 tahun sebaiknya mendapatkan Air Susu Ibu (ASI). ASI mengandung semua zat
yang dibutuhkan dalam perkembangan otak anak. Banyak produk susu kaleng atau susu formula
mengandung asam linoleat, DHA dan sebagainya. Untuk memulihkan kondisi Balita pada status
normal, dibutuhkan asupan susu yang mudah diserap tubuh yakni Entrasol. Tiap Balita
diharuskan mengkonsumsi 60 kotak susu, dimana dalam hitungan 90 hari berat badan anak
kembali normal. Kriteria yang dicantumkan antara lain: biasa makan beraneka ragam makanan
(makan 2-3 kali sehari dengan makanan pokok, sayur, dan lauk pauk), selalu memantau
kesehatan anggota keluarga, biasanya menggunakan garam beryodium, dan khusus ibu hamil,
didukung untuk memenuhi kebutuhan ASI bayi minimal sampai 4 bulan setelah kelahiran. Yang
nampak adalah bayi-bayi dan anak-anak yang lemah, loyo dan tanpa tenaga. Yang terdengar
adalah tangisan dan jeritan putus asa bayi-bayi dan anak-anak kelaparan yang sangat
membutuhkan makanan. Mereka cuma bisa menangis tetapi tak mampu meronta.
Tenaga mereka lenyap karena mengidap marasmus bahkan busung lapar. Seorang ibu yang
anaknya menderita busung lapar mengakui bahwa sudah beberapa hari ini anaknya hanya makan
"air bubur." memasak sedikit beras dengan air yang sangat banyak. Akibatnya makanan itu
terlalu cair untuk disebut bubur. Lebih tepat disebut air bubur. Memang, tubuh anak itu bagaikan
tulang-belulang yang ditutupi kulit, perutnya buncit, matanya sayu. Tak dapat dipungkiri
memang ada hubungan erat antara infeksi dengan malnutrisi. Infeksi sekecil apa pun
berpengaruh pada tubuh. Sedangkan kondisi malnutrisi akan semakin memperlemah daya tahan
tubuh yang pada giliran berikutnya akan mempermudah masuknya beragam penyakit. Tindak
pencegahan otomatis sudah dilakukan bila faktor-faktor penyebabnya dapat dihindari.
Pendidikan gizi diberikan kepada anak untuk mengarahkan kepada pembiasan dan cara makan
yang lebih baik yang dilakukan dalam lingkup makro ( masyarkat luas ) dan mikro ( keluarga ).















BAB I

LATAR BELAKANG
Masalah gizi muncul akibat masalah ketahanan pangan ditingkat rumah tangga ( kemampuan
memperoleh makanan untuk semua anggotannya ), masalah kesehatan, kemiskinan, pemerataan,
dan kesempatan kerja. Indonesia mengalami masalah gizi ganda yang artinya sementara masalah
gizi kurang belum dapat diatasi secara menyeluruh sudah muncul masalah baru. Masalah gizi di
Indonesia terutama KEP masih lebih tinggi daripada Negara ASEAN lainnya ( Fajar, Ibnu, dkk.
2001. Penilaian Status Gizi. Jakarta : Buku Kedokteran EGC ). Sekarang ini masalah gizi
mengalami perkembangan yang sangat pesat, Malnutrisi masih saja melatarbelakangi penyakit
dan kematian anak, meskipun sering luput dari perhatian. Sebagian besar anak di dunia 80%
yang menderita malnutrisi bermukim di wilayah yang juga miskin akan bahan pangan kaya zat
gizi, terlebih zat gizi mikro (Arisman. 2004. Gizi Dalam Daur Kehidupan Buku Ajar Ilmu Gizi.
Jakarta : Buku Kedokteran EGC ). Keadaan kesehatan gizi tergantung dari tingkat konsumsi
yaitu kualitas hidangan yang mengandung semua kebutuhan tubuh. Akibat dari kesehatan gizi
yang tidak baik, maka timbul penyakit gizi, umumnya pada anak balita diderita penyakit gizi
buruk (Santoso, Soegeng, Ranti, Anne Lies. 2004. Kesehatan dan Gizi. Jakarta : Rineka Cipta )
Hubungan antara kecukupan gizi dan penyakit infeksi yaitu sebab akibat yang timbal balik
sangat erat. Berbagai penyakit gangguan gizi dan gizi buruk akibatnya tidak baiknya
mutu/jumlah makanan yang tidak sesuai dengan kebutuhan tubuh masing masing orang.
Jumlah kasus gizi buruk pada balita yang ditemukan dan ditangani tenaga kesehatan ( Moehji,
Sjahmien. 1999. Ilmu Gizi. Jakarta : Bhratara ). Masalah gizi semula dianggap sebagai masalah
kesehatan yang hanya dapat ditanggulangi dengan pengobatan medis/kedokteran. Namun,
kemudian disadari bahwa gejala klinis gizi kurang yang banyak ditemukan dokter ternyata
adalah tingkatan akhir yang sudah kritis dari serangkaian proses lain yang mendahuluinya (
Santoso, Soegeng, Ranti, Anne Lies. 2004. Kesehatan dan Gizi. Jakarta : Rineka Cipta )
Gizi seseorang dapat dipengaruhi terhadap prestasi kerja dan produktivitas. Pengaruh gizi
terhadap perkembangan mental anak. Hal ini sehubungan dengan terhambatnya pertumbuhan sel
otak yang terjadi pada anak yang menderita gangguan gizi pada usia sangat muda bahkan dalam
kandungan. Berbagai factor yang secara tidak langsung mendorong terjadinya gangguan gizi
terutama pada balita. Ketidaktahuan akan hubungan makanan dan kesehatan, prasangka buruk
terhadap bahan makanan tertentu, adanya kebiasaan/pantangan yang merugikan, kesukaan
berlebihan terhadap jenis makanan tertentu, keterbatasan penghasilan keluarga, dan jarak
kelahiran yang rapat ( Moehji, Sjahmien. 1999. Ilmu Gizi. Jakarta : Bhratara )
Kemiskinan masih merupakan bencana bagi jutaan manusia. Sekelompok kecil penduduk dunia
berpikir hendak makan dimana sementara kelompok lain masih berkutat memeras keringat
untuk memperoleh sesuap nasi. Dibandingkan orang dewasa, kebutuhan akan zat gizi bagi bayi,
balita, dan anak anak boleh dibilang sangat kecil. Namun, jika diukur berdasarkan % berat
badan, kebutuhan akan zat gizi bagi bayi, balita, dan anak anak ternyata melampaui orang
dewasa nyaris dua kali lipat. Kebutuhan akan energi dapat ditaksir dengan cara mengukur luas
permukaan tubuh/menghitung secara langsung konsumsi energi itu ( yang hilang atau terpakai ).
Asupan energi dapat diperkirakan dengan jalan menghitung besaran energi yang dikeluarkan.
Jumlah keluaran energi dapat ditentukan secara sederhana berdasarkan berat badan (Arisman.
2004. Gizi Dalam Daur Kehidupan Buku Ajar Ilmu Gizi. Jakarta : Buku Kedokteran EGC ).
Kekurangan berat badan yang berlangsung pada anak yang sedang tumbuh merupakan masalah
serius. Keparahan KKP berkisar dari hanya penyusutan berat badan, terlambat tumbuh sampai ke
sindrom klinis yang nyata. Penilaian antropometris status gizi dan didasarkan pada berat, tinggi
badan, dan usia. Ukuran antropometris bergantung pada kesederhanaa, ketepatan, kepekaan,
serta ketersediaan alat ukur. Marasmus biasanya berkaitan dengan bahan pangan yang sangat
parah, semikelaparan yang berkepanjangan, dan penyapihan terlalu dini, sedangkan kwashiorkor
dengan keterlambatan menyapih dan kekurangan protein. Penanganan KKP berat dikelompokan
menjadi dua yaitu pengobatan awal ditujukan untuk mengatasi keadaan yang mengancam jiwa
dan fase rehabilitasi diarahkan untuk memulihkan keadaan gizi ( Arisman. 2004. Gizi Dalam
Daur Kehidupan Buku Ajar Ilmu Gizi. Jakarta : Buku Kedokteran EGC )

IDENTIFIKASI MASALAH
Masalah masalah gizi buruk yang kita ketahui bisa menyerang siapa saja khusunya balita dan
anak anak dengan criteria umur tertentu. Masalah gizi pada hakekatnya adalah masalah
kesehatan masyarakat, namun penanggulangannya tidak dapat dilakukan dengan pendekatan
medis dan pelayanan kesehatan saja melainkan dari pendekatan lain. Disini penulis
mengidentifikasikan gizi buruk berupa penyebab penyebab gizi buruk, kwashiorkor,
marasmus, maramus kwashiorkor, asupan gizi, malnutrisi primer dan sekunder, langkah
pengobatan, dan jumlah data penderita gizi buruk.

PEMBATASAN MASALAH
Penulis akan membatasi masalah yang akan dibahas pada waktu mata kuliah Seminar Biologi
agar nanti dalam membahas masalah gizi buruk tidak menyebar ke semua/berbagai aspek.
Pembatasan masalah sesuai dengan tema dari makalah ini yaitu Penyakit Gizi Buruk Menyerang
Balita dan Anak - anak. Termasuk di dalamnya Jenis jenis dan penyebab masalah gizi
buruk/malnutrisi, Tanda tanda yang terlihat/terdeteksi pada malnutrisi dan langkah
pengobatannya, Data penurunan gizi buruk dari tahun 2004 2007, dan Perlunya asupan gizi

TUJUAN
Tujuan dari penulisan makalah presentasi ini adalah ingin memberitahukan kepada masyarakat
hal hal apa saja yang menjadi ruang lingkup dari masalah gizi buruk, menambah pengetahuan
bagi masyarakat agar lebih luas wawasannya mengenai gizi buruk, memberitahukan jumlah
penurunan penderita gizi buruk dari tahun 2004 2007, memberikan gambaran yang jelas
mengenai penyakit gizi buruk, juga tidak lupa untuk menambah nilai mahasiswa, dan lain lain
yang bisa berdampak positif bagi penulis dan para pembaca.

















BAB II

A. TINJAUAN TEORI
Gizi adalah suatu proses organisme menggunakan makanan yang dikonsumsi secara normal
melalui proses digesti, absorpsi, transportasi, penyimpanan, metabolisme, dan pengeluaran zat
zat yang tidak digunakan untuk mempertahankan kehidupan, pertumbuhan dan fungsi normal
dari organ organ serta menghasilkan energi. Akibat kekurangan gizi, maka simpanan zat gizi
pada tubuh digunakan untuk memenuhi kebutuhan apabila keadaan ini berlangsung lama maka
simpanan zat gizi akan habis dan akhirnya terjadi kemerosotan jaringan. Pada saat ini orang bisa
dikatakan malnutrisi. KEP seseorang yang gizi buruk disebakan oleh rendahnya konsumsi energi
dan protein dalam makanan sehari hari. Pada umumnya penderita KEP berasal dari keluarga
yang berpenghasilan rendah, tanda tanda klinis gizi buruk dapat menjadi indicator yang sangat
penting untuk mengetahui seseorang menderita gizi buruk. Kebutuhan tubuh akan zat gizi
ditentukan oleh banyak factor. Data komposisi zat gizi bahan makanan yang berhubungan
dengan berbagai proses pengolahan belum cukup tersedia, pemeriksaan zat gizi spesifik
bertujuan untuk menilai status gizi. Zat gizi yang terdapat pada Angka Kecukupan Gizi ( AKG )
hanyalah gizi yang penting yaitu energi, protein, vit A, C, B 12, Tiamin, Riboflavin, Niasin,
Asam Folat, Kalsium, Fosfor, Zat Besi, Zink, dan Yodium ( Fajar, Ibnu, dkk. 2001. Penilaian
Status Gizi. Jakarta : Buku Kedokteran EGC )
Ada beberapa penyakit yang berhubungan dengan gizi yaitu penyakit gizi lebih ( obesitas ), gizi
buruk ( malnutrisi ), metabolic bawaan, keracunan makanan, dan lain lain. Gangguan gizi
buruk menggambarkan suatu keadaan pathologis yang terjadi akibat ketidaksesuaian/tidak
terpenuhinya antara zat gizi yang masuk kedalam tubuh dengan kebutuhan tubuh akan zat gizi
dalam jangka waktu yang relatif lama. Ilmu gizi adalah suatu cabang ilmu pengetahuan yang
khusus mempelajari hubungan antara makanan yang kita makan dan kesehatan tubuh. Hubungan
antara makanan dan kesehatan tubuh sudah diketahui sejak berabad abad yang lampau..
Penyakit penyakit yang timbul akibat makanan kurang baik seperti makanan yang tidak cukup
gizinya atau kadar zat gizinya tak seimbang disebut penyakit gangguan gizi yang pertama kali
dikenal adalah penyakit skorbut/sariawan. Penemuan dini terhadap penderita marasmus dan
kwashiorkor sangat penting, baik dalam usaha pencegahan terjadinya gizi buruk maupun dalam
usaha menurunkan angka kematian bayi dan anak. Untuk itu, para ahli kesehatan anak di
berbagai Negara telah bersepakat untuk menemukan cara yang paling mudah dan sederhana
untuk mendeteksi penderita KKP sedini mungkin dengan melakukan monitoring berat badan
anak melalui penimbangan secara teratur setiap bulan telah dijadikan sebagai kegiatan pokok.
Usaha untuk menangani masalah gizi buruk di Indonesia telah dimulai jauh sebelum Perang
Dunia Ke II, strategi yang digunakan untuk memperbaiki gizi di masyarakat berbeda beda, ada
caranya masing masing. Dewasa ini gizi bukan saja dikenal akan tetapi telah menjadi bahan
pembicaraan dan pembahasan di berbagai lingkungan masyarakat. Dewasa ini program
perbaikan gizi merupakan salah satu dari 5 program pokok Dep Kes ( Panca Karsa/Karya Husada
) ( Moehji, Sjahmien. 1999. Ilmu Gizi. Jakarta : Bhratara ).
Kesehatan yang baik tidak terjadi karena ada perubahan yang berupa kekurangan zat makanan
tertentu ( defisiensi ) atau berlebih. Kekurangan umumnya mencakup protein, karbohidrat,
vitamin, dan mineral. Sedangkan kelebihan umumnya mencakup konsumsi lemak, protein, dan
gula. Untuk mencapai kondisi anak perlu/cukup gizi harus memperhatikan kebersihan diri dan
lingkungan serta melakukan kegiatan yang baik seperti olah raga, dan lain lain. Konsumsi yang
kurang baik kualitas dan kuantitasnya akan memberikan kondisi kesehatan gizi
kurang/defisiensi. Keadaan kesehatan gizi masyarakat tergantung pada tingkat konsumsi
ditentukan oleh kualitas dan kuantitas hidangan. Penyakit gizi di Indonesia terutama tergolong ke
dalam kelompok penyakit defisiensi yang sering dihubungkan dengan infeksi yang bisa
berhubungan dengan gangguan gizi. Defisiensi gizi merupakan awal dari gangguan system imun
yang menghambat reaksi imunologis. Gangguan gizi dan infeksi sering saling bekerja sama akan
memberikan prognosis yang lebih buruk. Ada berbagai zat gizi yang sangat mempengaruhi
kondisi kesehatan manusia. Masalah kesehatan gizi dapa timbul dalam bentuk penyakit dengan
tingkat yang tinggi ( Santoso, Soegeng, Ranti, Anne Lies. 2004. Kesehatan dan Gizi. Jakarta :
Rineka Cipta. )

B. PEMBAHASAN MASALAH
Jakarta Sepanjang tahun ini banyak sudah bencana kesehatan yang melanda bangsa ini. Mulai
dari demam berdarah, polio dan penyakit busung lapar yang cukup mengejutkan. Kasus
penderita gizi buruk terus bertambah di sejumlah daerah. Kasus gizi buruk umumnya menimpa
balita dengan latar belakang ekonomi lemah. Beragam masalah malnutrisi banyak ditemukan
pada anak-anak dari kurang gizi hingga busung lapar. Menurut United Nations Childrens Fund
(Unicef) saat ini ada sekitar 40 % anak Indonesia di bawah usia lima tahun menderita gizi buruk.
Betapa banyaknya bayi dan anak-anak yang sudah bergulat dengan kelaparan dan penderitaan
sejak mereka dilahirkan. Penyebab utama kasus gizi buruk di Indonesia tampaknya karena
masalah ekonomi atau kurang pengetahuan. Kemiskinan dan ketidakmampuan orang tua
menyediakan makanan bergizi bagi anaknya menjadi penyebab utama meningkatnya korban gizi
buruk di Indonesia, kemiskinan memicu kasus Gizi Buruk
Fenomena gizi buruk ini biasanya melibatkan kurangnya asupan kalori baik dari karbohidrat atau
protein (protein-energy malnutritionPEM). Kurangnya pasokan energi sangat mempengaruhi
kerja masing-masing organ tubuh. Menurut situs Dinas Kesehatan Pemda Ibukota Jakarta,
keadaan gizi buruk ini secara klinis dibagi menjadi 3 tipe: Kwashiorkor, Marasmus, dan
Kwashiorkor-Marasmus. Ketiga kondisi patologis ini umumnya terjadi pada anak-anak di negara
berkembang yang berada dalam rentang usia tidak lagi menyusui.
Perbedaan antara marasmus dan kwashiorkor tidak dapat didefinisikan secara jelas menurut
perbedaan kurangnya asupan makanan tertentu, namun dapat teramati dari gejala yang
ditunjukkan penderita.

KWASHIORKOR
Kwashiorkor sering juga diistilahkan sebagai busung lapar atau HO. Penampilan anak-anak
penderita HO umumnya sangat khas, terutama bagian perut yang menonjol. Berat badannya jauh
di bawah berat normal. Edema stadium berat maupun ringan biasanya menyertai penderita ini.
Beberapa ciri lain yang menyertai di antaranya:
* Perubahan mental menyolok. Banyak menangis, pada stadium lanjut anak terlihat sangat pasif.
* Penderita nampak lemah dan ingin selalu terbaring
* Anemia.
* Diare dengan feses cair yang banyak mengandung asam laktat karena berkurangnya produksi
laktase dan enzim penting lainnya.
* Kelainan kulit yang khas, dimulai dengan titik merah menyerupai petechia ( perdarahan kecil
yang timbul sebagai titik berwarna merah keunguan, pada kulit maupun selaput lendir, Red. ),
yang lambat laun kemudian menghitam. Setelah mengelupas, terlihat kemerahan dengan batas
menghitam. Kelainan ini biasanya dijumpai di kulit sekitar punggung, pantat, dan sebagainya
* Pembesaran hati. Bahkan saat rebahan, pembesaran ini dapat diraba dari luar tubuh, terasa licin
dan kenyal.
Tanda-tanda kwashiorkor meliputi
- edema di seluruh tubuh, terutama pada punggung kaki,
- wajah membulat dan sembab,
- pandangan mata sayu,
- perubahan status mental: cengeng, rewel, kadang apatis,
- rambut berwarna kepirangan, kusam, dan mudah dicabut,
- otot-otot mengecil, teramati terutama saat berdiri dan duduk,
- bercak merah coklat pada kulit, yang dapat berubah hitam dan mengelupas
- menolak segala jenis makanan (anoreksia)
- sering disertai anemia, diare, dan infeksi.

MARASMUS
Kasus marasmik atau malnutrisi berat karena kurang karbohidrat disertai tangan dan kaki
bengkak, perut buncit, rambut rontok dan patah, gangguan kulit. Pada umumnya penderita
tampak lemah sering digendong, rewel dan banyak menangis. Pada stadium lanjut anak tampak
apatis atau kesadaran yang menurun.
Marasmik adalah bentuk malnutrisi primer karena kekurangan karbohidrat. Gejala yang timbul
diantaranya muka berkerut terlihat tua, tidak terlihat lemak dan otot di bawah kulit (kelihatan
tulang di bawah kulit), rambut mudah patah berwarna kemerahan dan terjadi pembesaran hati,
sangat kurus karena kehilangan sebagian lemak dan otot . Anak-anak penderita marasmus secara
fisik mudah dikenali. Penderita marasmus berat akan menunjukkan perubahan mental, bahkan
hilang kesadaran. Dalam stadium yang lebih ringan, anak umumnya jadi lebih cengeng dan
gampang menangis karena selalu merasa lapar. Ketidakseimbangan elektrolit juga terdeteksi
dalam keadaan marasmus. Upaya rehidrasi ( pemberian cairan elektrolit ) atau transfusi darah
pada periode ini dapat mengakibatkan aritmia ( tidak teraturnya denyut jantung ) bahkan
terhentinya denyut jantung. Karena itu, monitoring klinik harus dilakukan seksama. Ada pun
ciri-ciri lainnya adalah:
* Berat badannya kurang dari 60% berat anak normal seusianya.
* Kulit terlihat kering, dingin dan mengendur.
* Beberapa di antaranya memiliki rambut yang mudah rontok.
* Tulang-tulang terlihat jelas menonjol.
* Sering menderita diare atau konstipasi.
* Tekanan darah cenderung rendah dibanding anak normal, dengan kadar hemoglobin yang juga
lebih rendah dari semestinya.
- anak tampak sangat kurus, tinggal tulang terbungkus kulit,
- wajah seperti orang tua, cengeng, rewel, perut cekung, dan kulit keriput

MARASMIK-KWASHIORKOR
Penyakit ini merupakan gabungan dari marasmus dan kwashirkor dengan gabungan gejala yang
menyertai.
* Berat badan penderita hanya berkisar di angka 60% dari berat normal. Gejala khas kedua
penyakit tersebut nampak jelas, seperti edema, kelainan rambut, kelainan kulit dan sebagainya.
* Tubuh mengandung lebih banyak cairan, karena berkurangnya lemak dan otot.
* Kalium dalam tubuh menurun drastis sehingga menyebabkan gangguan metabolic seperti
gangguan pada ginjal dan pankreas.
* Mineral lain dalam tubuh pun mengalami gangguan, seperti meningkatnya kadar natrium dan
fosfor inorganik serta menurunnya kadar magnesium.
Gejala klinis Kwashiorkor-Marasmus tidak lain adalah kombinasi dari gejala-gejala masing-
masing penyakit tersebut.

PENYEBAB GIZI BURUK
Penyebab utama gizi kurang dan gizi buruk tidak satu. Ada banyak!. Penyebab pertama adalah
faktor alam. Secara umum tanah terkenal sebagai daerah tropis yang minim curah hujan. Kadang
curah hujannya banyak tetapi dalam kurun waktu yang sangat singkat. Akibatnya, hujan itu
bukan menjadi berkat tetapi mendatangkan bencana banjir. Tetapi, beberapa tahun belakangan
ini tidak ada hujan menjadi kering kerontang! Tanaman jagung yang merupakan penunjang
ekonomi keluarga sekaligus sebagai makanan sehari-hari rakyat gagal dipanen. Akibatnya,
banyak petani termasuk anak-anak, terutama yang tinggal di daerah pelosok, memakan apa saja
demi mempertahankan hidup. Dikhawatirkan gizi yang kurang dan bahkan buruk akan
memperburuk pertumbuhan fisik dan fungsi-fungsi otak. Kalau ini terjadi, masa depan anak-anak
ini dipastikan akan sangat kelam dan buram.
Penyebab kedua adalah faktor manusiawi yaitu berasal dari kultur sosial masyarakat setempat.
Kebanyakan masyarakat petani bersifat 'one dimensional,' yakni masyarakat yang memang
sangat tergantung pada satu mata pencaharian saja. Banyak orang menanam makanan
'secukup'nya saja, artinya hasil panen itu cukup untuk menghidupi satu keluarga sampai masa
panen berikutnya. Belum ada pemikiran untuk membudidayakan hasil pertanian mereka demi
meraup keuntungan atau demi meningkatkan pendapatan keluarga. Adanya budaya 'alternatif'
yaitu memanfaatkan halaman rumah untuk menanam sayur-mayur demi menunjang kebutuhan
sehari-hari.
Penyebab ketiga masih berkisar soal manusiawi tetapi kali ini lebih berhubungan dengan
persoalan struktural, yaitu kurangnya perhatian pemerintah. Pola relasi rakyat dan pemerintah
masih vertikal bukan saja menghilangkan kontrol sosial rakyat terhadap para pejabat, tetapi juga
membuka akses terhadap penindasan dan ketidakadilan dan, yang paling berbahaya, menciptakan
godaan untuk menyuburkan budaya korupsi. Tentu saja tidak semua aparat dan pejabat seperti
itu!. Terlepas dari itu semua nampaknya masyarakat membutuhkan pendampingan agar mereka
memahami hak-hak individu dan hak-hak sosial mereka sebagai warganegara.

MALNUTRISI PRIMER
Penyebab gizi buruk di daerah pedesaan atau daerah miskin lainnya sering disebut malnutrisi
primer, yang disebabkan karena masalah ekonomi dan rendahnya pengetahuan. Gejala klinis
malnutrisi primer sangat bervariasi tergantung derajat dan lamanya kekurangan energi dan
protein, umur penderita dan adanya gejala kekurangan vitamin dan mineral lainnya. Kasus
tersebut sering dijumpai pada anak usia 9 bulan hingga 5 tahun. Pertumbuhan yang terganggu
dapat dilihat dari kenaikkan berat badan terhenti atau menurun, ukuran lengan atas menurun,
pertumbuhan tulang ( maturasi ) terlambat, perbandingan berat terhadap tinggi menurun. Gejala
dan tanda klinis yang tampak adalah anemia ringan, aktifitas berkurang, kadang di dapatkan
gangguan kulit dan rambut. Pada penderita malnutrisi primer dapat mempengaruhi metabolisme
di otak sehingga mengganggu pembentukan DNA di susunan saraf. berpengaruh terhadap
perkembangan mental dan kecerdasan anak. Mortalitas atau kejadian kematian dapat terjadi pada
penderita malnutri primer yang berat.

MALNUTRISI SEKUNDER
Malnutrisi sekunder adalah gangguan pencapaian kenaikkan berat badan yang bukan disebabkan
penyimpangan pemberian asupan gizi pada anak karena adanya gangguan pada fungsi dan sistem
tubuh yang mengakibatkan gagal tumbuh. Gangguan sejak lahir yang terjadi pada sistem saluran
cerna, metabolisme, kromosom atau kelainan bawaan jantung, ginjal dan lain-lain. Kasus gizi
buruk di kota besar biasanya didominasi oleh malnutrisi sekunder. Malnutrisi sekunder ini
gangguan peningkatan berat badan yang disebabkan karena karena adanya gangguan di sistem
tubuh anak. pada malnutrisi sekunder tampak anak sangat lincah, tidak bisa diam atau sangat
aktif bergerak. Tampilan berbeda lainnya, penderita malnutrisi sekunder justru tampak lebih
cerdas, tidak ada gangguan pertumbuhan rambut dan wajah atau kulit muka tampak segar.
Kasus malnutrisi sekunder sering terjadi overdiagnosis (diagnosis yang diberikan terlalu
berlebihan padahal belum tentu mengalami infeksi ) tuberkulosis (TB). Overdiagnosis tersebut
terjadi karena tidak sesuai dengan panduan diagnosis yang ada.
Secara medis penanganan kasus malnutrisi sekunder lebih kompleks dan rumit. Penanganannya
harus melibatkan beberapa disiplin ilmu kedokteran anak seperti bidang gastroenterologi,
endokrin, metabolik, alergi-imunologi, tumbuh kembang dan lainnya. Gizi buruk memang
merupakan masalah klasik bangsa ini sejak dulu. Tanpa data dan informasi yang cermat dan
lengkap sebaiknya jangan terlalu cepat menyimpulkan bahwa adanya gizi buruk identik dengan
kemiskinan. Karena, gizi buruk bukan saja disebabkan karena masalah ekonomi atau kurangnya
pengetahuan dan pendidikan,

PENDERITA GIZI BURUK MEREBAK DI BERBAGAI TEMPAT
Gizi Buruk Masih Jadi Persoalan Pelik di NTT Sebanyak 1.466 kasus gizi buruk
Masalah Gizi Buruk Di SERUI Jaya Pura Perlu Penanganan Serius
221 Balita di Trenggalek Gizi Buruk
496 Balita di Kabupaten Blitar menderita gizi buruk.
Bengkulu, tercatat sedikitnya 377 anak penderita gizi buruk

PERLUNYA ASUPAN GIZI
Banyaknya produk suplemen vitamin yang kini beredar secara bebas bisa berdampak baik
sekaligus berdampak buruk. suatu produk suplemen harus menjalani uji klinis dulu sebelum
dipasarkan. kita tidak terlena begitu saja dengan rayuan iklan yang terlalu bombastis. Tapi di sisi
lain produk suplemen yang memang bisa dipercaya kebenarannya sangat berguna bagi
kebanyakan orang yang tidak sempat mendapatkan gizi tersebut dari makanan sehari-hari.
Lebih baik kalau berbagai kebutuhan gizi didapat dari makanan langsung, bukan asupan atau
suplemen yang dijual bebas. Sebab tak seorang pun yang bisa menjamin keamanannya, Kecuali
kalau asupan itu memang dianjurkan oleh dokter atau didapat dari dokter. Anak usia 0-2 tahun
sebaiknya mendapatkan Air Susu Ibu (ASI). ASI mengandung semua zat yang dibutuhkan dalam
perkembangan otak anak. Air susu ibu cocok sekali untuk memenuhi kebutuhan bayi dalam
segala hal Banyak produk susu kaleng atau susu formula mengandung asam linoleat, DHA dan
sebagainya. ASI juga mengandung zat anti efeksi.
Untuk memulihkan kondisi Balita pada status normal, dibutuhkan asupan susu yang mudah
diserap tubuh yakni Entrasol. Tiap Balita diharuskan mengkonsumsi 60 kotak susu, dimana
dalam hitungan 90 hari berat badan anak kembali normal. Kriteria yang dicantumkan antara lain:
biasa makan beraneka ragam makanan (makan 2-3 kali sehari dengan makanan pokok, sayur,
dan lauk pauk), selalu memantau kesehatan anggota keluarga, biasanya menggunakan garam
beryodium, dan khusus ibu hamil, didukung untuk memenuhi kebutuhan ASI bayi minimal
sampai 4 bulan setelah kelahiran. Kriteria ini tentunya masih sulit dipenuhi oleh masyarakat
Indonesia. Adapun ciri-ciri klinis yang biasa menyertainya antara lain:
* Kenaikan berat badan berkurang, terhenti, atau bahkan menurun.
* Ukuran lingkaran lengan atas menurun.
* Maturasi tulang terlambat.
* Rasio berat terhadap tinggi, normal atau cenderung menurun.
* Tebal lipat kulit normal atau semakin berkurang.

LANGKAH PENGOBATAN
Pengobatan pada penderita MEP tentu saja harus disesuaikan dengan tingkatannya. Penderita
kurang gizi stadium ringan, contohnya, diatasi dengan perbaikan gizi. Dalam sehari anak-anak
ini harus mendapat masukan protein sekitar 2-3 gram atau setara dengan 100-150 Kkal. Langkah
penanganan harus didasarkan pada penyebab serta kemungkinan pemecahnya.
Sedangkan pengobatan MEP berat cenderung lebih kompleks karena masing-masing penyakit
yang menyertai harus diobati satu per satu. Penderita pun sebaiknya dirawat di rumah sakit untuk
mendapat perhatian medis secara penuh. Sejalan dengan pengobatan penyakit penyerta maupun
infeksinya, status gizi anak tersebut terus diperbaiki hingga sembuh. Memulihkan keadaan
gizinya dengan cara mengobati penyakit penyerta, peningkatan taraf gizi, dan mencegah gejala
atau kekambuhan dari gizi buruk

JUMLAH KASUS GIZI BURUK PADA BALITA MENURUN
Menteri Kesehatan Siti Fadilah Supari menyatakan, berbagai upaya intervensi perbaikan gizi
yang dilakukan pemerintah berhasil menurunkan jumlah kasus gizi kurang dan gizi buruk balita
dalam beberapa tahun terakhir. "Capaiannya sudah signifikan, tapi memang belum bisa langsung
membuatnya jadi tidak ada karena untuk itu memang butuh waktu lama," katanya. Ia
menjelaskan, penanganan gizi buruk membutuhkan dana yang cukup besar, sehingga perlu
dukungan dana dari pemerintah pusat. Kasus gizi buruk dan gizi kurang pada balita yang pada
2004 sebanyak 5,1 juta telah turun menjadi 4,4 juta pada 2005 dan kembali turun menjadi 4,2
juta pada 2006. "Tahun 2007 angkanya juga turun lagi menjadi 4,1 juta.
Mengalami penurunan bermakna dalam tiga tahun terakhir. Menurut Laporan Kasus Gizi Buruk
Dinas Kesehatan Provinsi yang disampaikan ke Departemen Kesehatan pada 2005, jumlah kasus
gizi buruk pada balita yang ditemukan dan ditangani sebanyak 76.178 kemudian turun menjadi
50.106 pada 2006 dan turun lagi menjadi 39.080 pada 2007. Jumlah temuan kegiatan surveilans
itu lebih rendah dibandingkan dengan target penemuan kasus gizi buruk pada balita yang pada
2005 seharusnya sebanyak 180.000 kasus, 94.000 kasus pada 2006 dan 75.000 kasus pada 2007.
Guna menurunkan jumlah kasus gizi buruk seperti yang telah ditargetkan, yakni menjadi 20
persen dari total balita pada 2009, pemerintah telah melakukan upaya penanggulangan masalah
gizi jangka pendek, menengah dan panjang. Targetnya tahun 2009 bisa turun menjadi 20 persen
dari jumlah balita, upaya jangka pendeknya antara lain perawatan kasus sesuai prosedur di rumah
sakit secara gratis, pemberian makanan bergizi tinggi bagi balita dari keluarga kurang mampu
dan surveilans kasus secara periodik melalui Posyandu, serta pemberian makanan pendamping
ASI gratis bagi bayi usia 6-24 bulan dari keluarga kurang mampu.
Jangka menengah memberdayakan masyarakat untuk memperbaiki pola asuh pemeliharaan bayi
seperti promosi pemberian ASI eksklusif selama enam bulan dan penimbangan berat badan bayi
secara rutin untuk deteksi dini kasus, pemerintah juga berusaha meningkatkan akses pelayanan
kesehatan dan gizi yang bermutu melalui pembentukan Pos Kesehatan Desa, penempatan bidan
di desa, peningkatan kemampuan tenaga kesehatan, penguatan Puskesmas dan pembentukan tim
kesehatan keliling di daerah terpencil.
Setiap tahun juga telah meningkatkan alokasi anggaran untuk perbaikan gizi. Jika pada 2005
alokasi dana untuk perbaikan gizi hanya Rp175 miliar, maka 2006 ditingkatkan menjadi Rp582
miliar dan kembali ditingkatkan menjadi Rp600 miliar pada 2007. "Tahun 2008 ini besaran
anggarannya masih dibahas, tapi dipastikan tidak akan lebih rendah dari Rp600 miliar," Dalam
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara 2008 pemerintah mengalokasikan 2,3 persen untuk
biaya kesehatan. Dengan strategi dan langkah yang telah diterapkan, pemerintah optimistis bisa
menurunkan kasus gizi buruk dan kurang pada balita sesuai target.


BAB III

A. KESIMPULAN
Ada 4 faktor yang melatarbelakangi KKP yaitu : masalah social, ekonomi, biologi, dan
lingkungan. Kemiskinan salah satu determinan social - ekonomi, merupakan akar dari ketiadaan
pangan, tempat mukim yang berjejalan, dan tidak sehat serta ketidakmampuan mengakses
fasilitas kesehatan. Malnutrisi masih saja melatarbelakangi penyakit dan kematian anak. Kurang
kalori protein sesungguhnya berpeluang menyerap siapa saja, terutama bayi dan anak yang
tengah tumbuh-kembang. Marasmus sering menjangkiti bayi yang baru berusia kurang dari 1
tahun, sementara kwashiorkor cenderung menyerang setelah mereka berusia 18 bulan. Penilaian
status gizi masyarakat memerlukan kebijakan yang menjamin setiap anggota masyarakat
mendapatkan makanan yang cukup jumlah dan mutunya. Gizi yang diperoleh seorang anak
melalui konsumsi makanan setiap hari. Kecukupan zat gizi berpengaruh pada kesehatan dan
kecerdasan anak.Kasus gizi buruk bukanlah jenis penyakit yang datang tiba-tiba begitu saja.
Tetapi karena proses yang menahun terus bertumpuk dan menjadi kronik saat mencapai
puncaknya. Masalah defisiensi gizi khususnya KKP menjadi perhatian karena berbagai
penelitian menunjukan adanya efek jangka panjang terhadap pertumbuhan dan perkembangan
otak manusia

B. SARAN
Ketidakseriusan pemerintah terlihat jelas ketika penanganan kasus gizi buruk terlambat
seharusnya penanganan pelayanan kesehatan dilakukan disaat penderita gizi buruk belum
mencapai tahap membahayakan. Setelah kasus gizi buruk merebak barulah pemerintah
melakukan tindakan ( serius ). Keseriusan pemerintah tidak ada artinya apabila tidak didukung
masyarakat itu sendiri. Sebab, perilaku masyarakat yang sudah membudaya selama ini adalah,
anak-anak yang menderita penyakit kurang mendapatkan perhatian orang tua. Anak-anak itu
hanya diberi makan seadanya, tanpa peduli akan kadar gizi dalam makanan yang diberikan.
Apalagi kalau persediaan pangan keluarga sudah menipis. Tanpa data dan informasi yang cermat
dan lengkap sebaiknya jangan terlalu cepat menyimpulkan bahwa adanya gizi buruk identik
dengan kemiskinan. Dan seharusnya para ibu mengupayakan sesuatu yang terbaik untuk anaknya
yang nantinya anak tersebut dapat menolong sang ibu. Ibu jangan mudah menyerah hadapilah
semuanya itu, saya yakin pasti akan ada jalan keluarnya
DAFTAR PUSTAKA

Arisman. 2004. Gizi Dalam Daur Kehidupan Buku Ajar Ilmu Gizi. Jakarta : Buku Kedokteran
EGC.
Fajar, Ibnu, dkk. 2001. Penilaian Status Gizi. Jakarta : Buku Kedokteran EGC.
Moehji, Sjahmien. 1999. Ilmu Gizi. Jakarta : Bhratara.
Santoso, Soegeng, Ranti, Anne Lies. 2004. Kesehatan dan Gizi. Jakarta : Rineka Cipta.
www.liputan6.com
www.antara.co.id
www.groups.yahoo.com
www.emedicine.com
www.dinkes-dki.go.id
www.depkes.go.id
www.kompas.com
www.mercksource.com
http://www.suarapembaruan.com
www.sinarharapan.co.id
http://www.republika.co.id
www.kabblitar.go.id
Gizi.net
Sulung Prasetyo sinarharapan.co.id
http://panggahmsunindra6a.blogspot.com/2008/07/makalah-gizi-buruk.html

Anda mungkin juga menyukai