Anda di halaman 1dari 16

1.

Pendahuluan
Proses metabolisme dalam tanaman yang berkaitan dengan sistem kerja
source atau sink sebagai mesin tanaman dalam membuat produk atau yang lebih
kita kenal fotosintesis, fotosintesis disini merupakan suatu proses yang meliputi
beberapa komponen seperti bantuan sinar matahari,molekul karbondioksida yang
diserap oleh tanaman dan air sehingga menghasilkan suatu produk atau fotosintat.
Fotosintat ini akan ditanslokasikan ke bagian tanaman terutama pada edible
part yang mana secara tidak langsung mempengaruhi berat kering pada bagian
tersebut. Produksi bahan kering merupakan dasar dari produksi tanaman dimana
laju pertambahan bahan kering atau laju pertumbuhan tanaman ditentukan oleh
indeks luas daun (ILD), tingkat fotosintesis bersih daun dan sudut daun.
Dalam mekanisme produktivitas bahan kering tersebut sink menyerap hasil
fotosintat tersebut memiliki kemampuan yang berbeda-beda dimana hal tersebut
tergantung pada kekuatan sink masing-masing. Sink yang memiliki daya serap yang
kuat secara tidak langsung mempunyai daya serap yang tinggi dibanding sink yang
mempunyai daya serap yang rendah. Kekuatan sink ini ditentukan oleh ukuran,
aktifitas, stadia pertumbuhan, jarak sink tersebut terhadap source dan hubungannya
dengan jaringan pembuluh.
Dalam hal ini keterkaitan antara bahn kering atau produktivitas (yield)
tanaman dibatasi oleh aktivitas fotosintesis source atau kemampuan sink untuk
menggunakan asimilat yang dihasilkan source. Oleh karena itu terjadinya perubahan
akumulasi bahan kering atau perubahan indeks panen (partisi asimilat) atau
keduanya, yang dapat terjadi akibat perubahan faktor-faktor produksi, dapat
mempengaruhi hasil biji.

2. PEMBAHASAN
2.1 Produksi Tanaman, fotosintesis dan respirasi
Produksi tanaman adalah puncak dari berbagai proses yang terjadi dalam
suatu siklus hidup tanaman (Khanna-Chopra 2000). Setiap fase pertumbuhan dan
perkembangan tanaman berpengaruh terhadap produksi. Pertumbuhan adalah proses
kenaikan massa dan volume yang irreversible (tidak kembali ke asal) karena adanya
tambahan substansi dan perubahan bentuk yang terjadi selama proses tersebut.
Selama pertumbuhan terjadi pertambahan jumlah dan ukuran sel. Pertumbuhan
dapat diukur serta dinyatakan secara kuantitatif. Perkembangan adalah proses
menuju tercapainya kedewasaan atau tingkat yang lebih sempurna. Perkembangan
tidak dapat dinyatakan secara kuantitatif. Perkembangan merupakan proses yang
berjalan sejajar dengan pertumbuhan. Proses dasar produksi tanaman adalah
fotosintesis merupakan konversi bahan baku atau input produksi dengan bantuan
energi radiasi matahari yang berlangsung dalam klorofil disertai proses respirasi
dalam mengakumulasikan fotosintat yang berupa senyawa bahan organik dalam
bentuk yang bermanfaat.

Proses fotosintesis pada terdapat pada tumbuhan hijau yang bersifat autotrof
yakni bisa menyusun makanannya sendiri. Melalui daun, tumbuhan menyerap
molekul karbondioksida juga air dalam rangka menghasilkan gula dan juga oksigen.
Kedua senyawa tersebut kemudian akan digunakan sebagai penyokong
pertumbuhannnya. Adapun persamaan reaksi yang terjadi dalam proses fotosintesis
adalah sebagai berikut:
6H2O + 6CO2 + cahaya C6H12O6 (glukosa) + 6O2

Tumbuhan yang melakukan proses fotosintesis memerlukan bantuan cahaya
matahari. Mereka mampu menyerap cahaya tersebut sebab mereka memiliki zat
hijau daun atau klorofil. Klorofil ini sendiri ada di dalam bagian organel bernama
kloroplast. Pada bagian daun tumbuhan, terdapat dua lapisan sel yang dinamai
denegan mesofil. pada bagian ini terdapat kurang lebih setengah juta kloroplast
yang tersebar di setiap millimeter persegi. Cahaya matahari selanjutnya akan
melewati lapisan epidermis yang tanpa warna kemudian melaju menuju mesofil.
Pada bagian inilah sebagian besar kegiatan fotosintesis berlangsung.
Proses fotosintesis ini sendiri cukup kompleks dan masih dalam penelitian
beberapa ahli. Masih ada banyak hal yang belum berhasil diungkapkan. Mengapa
proses ini kompleks? Sebab ia melibatkan hampir semua cabang ilmu sains,
misalnya bilologi, kimia dan juga fisika. Organ utama tempat berlangsungnya
fotosintesis adalah daun tepatnya pada bagian stomata atau mulut daun. Proses
fotosintesis ini terdiri atas dua rangkaian reaksi yakni reaksi terang dan juga reaksi
gelap. Dinamakan rekasi terang sebab prosesnya membutuhkan cahaya. Sementara
itu reakasi gelap adalah proses fotosintesis yang tidak lagi melibatkan cahaya tetapi
hanya karbondioksida.
Dalam proses fosintesis, reaksi terang merupakan proses yang pada akhirnya
menghasilkan ATP juga NADPH2. Dalam rekasi ini diperlukan molekul air. Proses
rekais terang dimulai dengan menangkap foton yang dilakukan oleh pigmen klorofil
yang berperan sebagai antenna. Di dalam daun, cahaya akan diserap melalui
molekul klorofil dan kemudian dikumpulkan pada pusat-pusat reaksi. Fotosintesis
dimulai pada saat cahaya mulai mengionisasi molekul klorofil dan kemudian terjadi
pelepasan electron.


(Sumber : http://kelasbiologiku.blogspot.com/2014/06/reaksi-dan-proses-fotosintesis-
pada.html)

Sementara itu, apa yang dimaksud dengan reaksi gelap adalah proses dimana
ATP dan juga NADPH yang dihasilkan dalam proses sebelumnya kemudian
menghasilkan sejumlah proses atau reaksi biokimia.Pada tumbuhan sendiri, reaksi
biokimia ini akan terjadi siklus calvin dimana karbondioksida akan diikat dengan
tujuan membentuk ribose dan lebih lanjut akan menjadi glukosa. Reaksi ini tidak
bergantung pada ada atau tidaknya cahaya matahari.
Laju proses fotosintesis pada tumbuhan bisa berlangsung dengan laju
maksimal jika unsur-unsur pendukungnya terpenuhi yakni antara lain: cahaya,
konsentrasi karbondiosida, suhu, kadar air, jumlah fotosintet atau hasil fotosintesis
dan kemudian tahap pertumbuhan tanaman itu sendiri.
Respirasi pada tumbuhan pada dasarnya memerlukan oksigen, meski dalam
keadaan tertentu, keberadaan okisigen tak lagi dibutuhkan (terutama pada tumbuhan
yang tak berklorofil). Tujuan respirasi tumbuhan sama halnya dengan tujuan
makhluk hidup lainnya. Respirasi dilakukan untuk mendapatkan energi. Tumbuhan
yang bernapas dengan sistem anaerob, akan mendapatkan energi. Caranya dengan
mengurai sejumlah bahan tertentu di tempat mereka hidup. Sedangkan pada
pernapasan aerob, akan dihasilkan karbon dioksida juga uap air yang kemudian
akan dikeluarkan melalui tubuh tumbuhan dengan sistem difusi. Semua gas yang
keluar dan masuk tersebut melewati stomata yang terletak pada permukaan daun
tumbuhan juga inti sel yang ada pada batang tumbuhan. Pada kondisi tertentu, akar
tanaman juga merupakan tempat keluar masuknya gas. Terutama bagi tanaman
yang tumbuh di rawa.
Respirasi pada tumbuhan tingkat tinggi. Prosesnya berlangsung secara aerob
dimana pada pernapasan tersebut terdapat pembebasan energi dari sari-sari
makanan pada bagian dalam sel tubuh tumbuhan yang dilakukan dengan cara
oksidasi secara biologis. Oksidasi sendiri merupakan proses reaksi di antara sari
makanan dengan oksgen yang pada akhirnya akan menghasilkan CO2 atau
karbondioksida, energi dan juga H20. Reaksi tersebut merupakan jenis rekasi
enzimatis yang memiliki peran sebagai katalisator. Energi yang dihasilkan oleh
tumbuhan tersebut akan digunakan dalam proses pertumbuhan, pengangkutan
mineral, pembentukan protein, proses fotosintesis dan masih banyak lagi lainnya.
Pernapasan pada tumbuhan tingkat rendah bisa terjadi dengan dua cara yakni
aerob dan juga anaerob. Respirasi anaerob yang biasanya disebut juga dengan
fermentasi yakni suatu proses pengubahan suatu senyawa utama menjadi senyawa
lanjutan dengan menggunakan bantuan enzim. Proses ini bisa kita jumpai pada
pembentukan alhokol yang awalnya merupakan glukosa. Respirasi pada tumbuhan
tak sempurna ini juga bisa dijumpai pada pembentukan tempe.
2.2 Produksi Bahan Kering
Hasil fotosintesis tanaman (asimilat) diukur secara tidak langsung dengan
mengukur produksi bahan keringnya. Produksi bahan kering merupakan dasar dari
produksi tanaman. Yoshida (1972) menyatakan bahwa laju pertambahan bahan
kering atau laju pertumbuhan tanaman ditentukan oleh indeks luas daun (ILD),
tingkat fotosintesis bersih daun dan sudut daun.
Dale et al., dalam Edoka (2006) menyebutkan bahwa pertumbuhan dan
lamanya daun hijau suatu tanaman menentukan persentase radiasi matahari yang
dapat ditangkap tajuk sehingga mempengaruhi fotosintesis, translokasi asimilat dan
hasil akhir tanaman. Indeks Luas Daun (ILD) merupakan rasio antara luas daun
yang hijau dengan luas permukaan tanah dimana tanaman tumbuh. Kiniry et al.
(2005) menggunakan nilai ILD, koefisien light extinction (k) hukum Beer dan
indeks panen untuk membandingkan produksi bahan kering (biomass) dan hasil
berbagai kultivar kacang tanah.
Produksi bahan kering sendiri merupakan perimbangan dari proses
fotosintesis dan respirasi, dimana laju pertambahan bahan kering tanaman
meningkat secara asimtot dengan peningkatan ILD sehingga hampir tidak ada
optimum ILD untuk produksi bahan kering (Yoshida 1972). Walaupun demikian
definisi titik kritis ILD dapat diartikan sebagai suatu nilai ILD dimana peningkatan
ILD tidak lagi meningkatkan laju pertumbuhan tanaman atau terjadi peningkatan
tetapi kecil. Kiniry et al. (2005) menemukan ILD kacang tanah pada berbagai lokasi
di Texas USA pada satu musim berkisar antara 5 6 dengan nilai koefisien
extinction cahaya (k) berkisar 0,60 0,65. Untuk mendapatkan penetrasi cahaya
yang lebih baik maka diharapkan daun lebih tegak dan sudut daun kecil sehingga
nilai k menjadi lebih kecil, lebih banyak daun terpapar sinar matahari pada PAR
yang lebih kecil sehingga laju pertukaran karbon (CER=Carbon Exchange Rate)
kanopi meningkat.
Banyak penelitian menunjukkan bahwa akumulasi bahan kering yang terjadi
menjelang dan saat pengisian biji amat menentukan hasil. Shiraiwa et al. (2004)
menemukan besarnya akumulasi bahan kering pada fase periode awal pengisian biji
merupakan karakteristik yang menentukan perbedaan hasil antara genotipe-genotipe
kedelai. Perbedaan hasil antara padi berdaya hasil tinggi dan padi berdaya hasil
rendah terletak pada kemampuan mengakumulasi bahan kering sebelum heading
dan translokasi asimilat selama pengisian biji (Miah et al. 1996). Lubis et al. (2003)
menyatakan bahwa berat kering padi saat pengisian biji lebih mempengaruhi hasil
daripada karbohidrat non-struktur (non structural carbohydrate = NSC) saat
berbunga penuh.
Kemampuan fotosintesis dapat diamati dengan mengukur tingkat pertukaran
karbondioksida (CER) pada tajuk. Nilai CER dihitung berdasarkan laju CO2 yang
memasuki stomata. Tanaman dengan CER tinggi diharapkan memiliki laju
akumulasi bahan kering yang juga tinggi dan pada akhirnya memiliki potensi
produksi yang juga tinggi. Nilai CER sendiri sangat dipengaruhi oleh konduktansi
stomata (KS). Konduktansi stomata diukur dengan mengamati jumlah CO2 yang
masuk melalui hambatan stomata. Tanaman dengan nilai CER tinggi umumnya
didukung pula oleh KS yang juga tinggi (Santosa, 2000). Semakin kecil hambatan
stomata, semakin besar nilai konduktansinya sehingga semakin banyak CO2 yang
dapat masuk melalui stomata ke dalam daun. Semakin banyak CO2 yang masuk
memungkinkan terjadinya fiksasi CO2 untuk fotosintesis yang lebih banyak.
Dalam fase pengisian terdapat dua sumber N untuk pertumbuhan biji yaitu N
yang diabsorpsi akar dan N yang berasal dari remobilisasi jaringan vegetatif (Ta dan
Weiland 1992). Penundaan remobilisasi N dari daun dapat mempertahankan
kapasitas fotosintesis lebih lama dan kemungkinan dapat meningkatkan hasil biji.
Kemampuan padi cv. Akenoshi untuk mempertahankan kandungan N daun yang
tinggi pada periode pemasakan, sehingga laju fotosintesis tetap tinggi pada fase
tersebut, mengakibatkan pengisian biji menjadi optimal dan produksi biji lebih
tinggi dibanding padi cv Nipponbare (Ookawa et al. 2003).
Kemampuan tanaman dalam menangkap dan menggunakan radiasi cahaya
matahari untuk fotosintesis dipengaruhi pula oleh faktor morfologis, anatomis dan
fisiologis daun. Peningkatan luas daun, pengurangan trikoma, pengurangan
ketebalan daun, dan peningkatan kandungan klorofil sehingga memungkinkan
penangkapan cahaya menjadi lebih efisien (Taiz dan Zeiger 2002).
Energi cahaya yang jatuh ke daun pertama kali diserap oleh pigmen klorofil.
Tipe klorofil yang banyak terdapat dalam tanaman adalah tipe a dan b. Klorofil a
memiliki gugus metil dalam susunannya sedangkan klorofil b memiliki gugus
aldehid. Fungsi kedua klorofil ini berbeda dimana klorofil b bersama dengan
pigmen lain seperti karoten berperan sebagai penangkap foton cahaya.
Foton ini kemudian diteruskan secara berantai ke klorofil a yang berfungsi
sebagai antena pusat reaksi. Rasio antara klorofil a dan b menentukan keefisienan
penangkapan cahaya. Tanaman yang tumbuh cepat dan berproduksi tinggi
membutuhkan respirasi yang juga tinggi. Dengan melakukan respirasi, energi yang
tersimpan dalam substrat organik akan dilepas dan diubah dalam bentuk senyawa
ATP yang digunakan untuk berbagai proses metabolisme. Dari proses respirasi
dapat dihasilkan banyak reduktan, berbagai substrat dan karbon skeleton serta CO2
dan panas sebagai produk sampingannya (Taiz dan Zeiger 2003). Pertukaran gas
CO2 dan O2 dapat digunakan untuk mengukur tingkat respirasi suatu jaringan
(Moss, 1986). Pada kondisi tersedia cukup cahaya untuk fotosintesis maka gas CO2
yang terukur pada daun (kloroplas) merupakan hasil dari fiksasi karbon dan
respirasi, sedangkan pada kondisi gelap atau cahaya rendah maka CO2 yang terukur
menunjukkan tingkat respirasi daun tersebut. Tingkat respirasi tanaman dipengaruhi
oleh faktor eksternal dan internal (Mohr dan Schopfer 1995). Usia jaringan, adanya
pelukaan merupakan contoh faktor internal yang mempengaruhi laju respirasi.
Stress air, serangan hama penyakit sering memicu peningkatan respirasi tanaman.
Kacang tanah membutuhkan energi jauh lebih besar dalam memproduksi polong
daripada organ vegetatif (Duncan et al. 1978). Khanna-Chopra (2000) menyatakan
bahwa dari studi-studi tentang efisiensi konversi gula menjadi karbohidrat, lipid dan
protein menunjukkan bahwa untuk mensintesa lipid dan protein dibutuhkan lebih
banyak heksosa daripada untuk membentuk selulosa atau pati. Konsekuensinya,
efisiensi konversi gula menjadi bahan kering pada biji yang kaya kandungan
karbohidrat lebih tinggi daripada biji yang banyak kandungan lipidnya. Duncan et
al. (1978) dan Wright et al. (1991) menggunakan faktor koreksi energi untuk
mengukur nilai biomas kacang tanah yaitu bobot biomas tajuk ditambah bobot
polong x 1,65.

2.3 Distribusi Asimilat
Egli (1999) menyatakan bahwa produktivitas (yield) tanaman dibatasi oleh
aktivitas fotosintesis source atau kemampuan sink untuk menggunakan asimilat
yang dihasilkan source. Oleh karena itu terjadinya perubahan akumulasi bahan
kering atau perubahan indeks panen (partisi asimilat) atau keduanya, yang dapat
terjadi akibat perubahan faktor-faktor produksi, dapat mempengaruhi hasil biji.
Pembagian karbon dalam tanaman dipengaruhi oleh banyak faktor antara lain
perubahan suplai dan kebutuhan karbon selama pertumbuhan dan perkembangan
tanaman, adanya kontrol hormon atau nutrisi antar organ, hambatan jaringan
pembuluh, efek buffer dalam organ penyimpan diberbagai lokasi dalam tanaman,
laju fotosintesis (aktivitas source) dan laju penggunaan karbon (aktivitas sink)
(Wardlaw 1990). Distribusi atau partisi asimilat dikendalikan berbagai proses mulai
dari transpor sel ke sel, transfer antara xilem dan floem, loading dan unloading
dalam jaringan pembuluh, translokasi longdistance dalam floem, hubungan jaringan
pembuluh antara source dan sink (Hendrix 2000). Distribusi asimilat menjadi
penting dalam menentukan hasil akhir tanaman.
Kekuatan sink dalam menarik asimilat berbeda-beda, sink yang kuat akan
mendapat bagian asimilat lebih cepat dan lebih banyak dibandingkan sink yang
tidak terlalu kuat. Dasar bagi kekuatan sink (sink strenght) adalah kemampuan sink
untuk secara efektif mengurangi konsentrasi asimilat dalam jaringan pembuluh
yang berhubungan dengan sink tersebut untuk menghasilkan gradien konsentrasi
yang terbaik antara source dan sink (Wardlaw 1991). Kekuatan sink ini ditentukan
oleh ukuran, aktifitas, stadia pertumbuhan, jarak sink tersebut terhadap source dan
hubungannya dengan jaringan pembuluh (Taiz and Zeiger 2003). Faktor yang
paling menentukan aktifitas sink menurut Gifford dan Evans (1981) adalah suply
asimilat pada tahap ontogenik paling awal (stadia dimana terjadi perubahan tunas
vegetatif menjadi tunas generatif). Inanaga dan Yoshihara (1997) menyatakan
bahwa cabang merupakan sumber karbon untuk bintil akar kacang tanah, sedangkan
batang utama sebagai sumber karbon bagi polong. Sebagian besar karbon untuk
polong dan biji merupakan hasil fotosintesis pada fase reproduktif. Pada saat faktor
lingkungan tumbuh terbatas, seperti kekeringan dan naungan, maka pengaruh buruk
kondisi ini diminimalisir oleh tanaman dengan melakukan perubahan partisi
asimilat (Chartterton dan Silvius 1979). Squire (1993) juga menyatakan kerapatan
tanaman (populasi) dan ketersediaan hara dapat mempengaruhi partisi bahan kering
(Squire 1993). Perubahan alokasi karbon (fotosintat) dalam tanaman yang
mengalami stress tumbuh dapat disebabkan adanya hambatan dalam floem
loading sukrosa atau rendahnya kapasitas sink (Khanna-Chopra 2000).

2.4 Hubungan Source dan Sink
Menurut definisi Snyder dan Carlson (1983), daun dan semua jaringan
tanaman yang berfotosintesis adalah source. Organ atau jaringan tanaman yang
menjadi tempat akumulasi sementara bahan kering untuk kemudian melepaskannya
kebagian yang memanfaatkan bahan kering juga termasuk source.
Bahan kering hasil fotosintesis kemudian ditranslokasikan melalui floem ke
bagian tanaman yang membutuhkannya (sink). Sink menggunakan asimilat untuk
pertumbuhannya dan sebagian lagi untuk disimpan. Sink merupakan semua bagian
tanaman yang tidak berfotosintesis atau ber fotosintesis tetapi tidak maksimum
sehingga sebagian kebutuhan karbohidratnya disediakan oleh source (Taiz dan
Zeiger 2003). Sink dapat berupa jaringan meristematik, jaringan yang sedang
mengalami pemanjangan, respiratory sink dan jaringan penyimpanan (storage
sink) (Gifford dan Evans 1981). Antara sink-sink yang ada akan saling berkompetisi
dalam mendapatkan asimilat yang dihasilkan source.
Sink dapat dibagi menjadi sink vegetatif dan sink reproduktif. Sink vegetatif
ada yang bersifat temporer dan ada yang bersifat terminal, sedangkan sink
reproduktif adalah sink terminal. Sink temporer artinya asimilat yang disimpan
dapat dialihkan ke bagian sink lain apabila dibutuhkan, sedangkan sink terminal
berarti asimilat tidak dapat diremobilisasi dari bagian ini karena menjadi bagian
struktural.
2.5 Kekuatan Sink
Hubungan antara kapasitas source dari bagian atas daun aktif dan kapasitas
sink mempengaruhi produksi bahan kering dan menentukan produksi padi (Kato et
al. 2003). Adanya kebutuhan sink akan asimilat merupakan faktor yang menentukan
laju fotosintesis, disamping faktor lingkungan (Gifford dan Evans 1981). Setelah
tajuk berkembang penuh, CER masih dapat meningkat atau menurun sejalan dengan
perubahan kebutuhan sink. Apabila sink kuat menyerap asimilat mengakibatkan
gradien karbohidrat antara source dan sink makin tinggi, hal ini merangsang source
untuk lebih produktif. Akan tetapi apabila biji/buah yang ada tidak terlalu kuat,
asimilat akan lebih banyak dialokasikan kebagian lain yang akhirnya dapat
mengakibatkan aborsi (bunga, buah/polong). Apabila sink berkompetisi dengan
daun/source untuk nitrogen maka hal ini akan mendorong penurunan CER dan
senesens daun.
Pada awal pertumbuhan vegetatif daun muda dan akar merupakan sink utama
dimana pada sebagian tanaman, tajuk lebih mendominasi akar dalam memperoleh
asimilat. Pada fase reproduktif pertumbuhan dan perkembangan buah dan biji
mendominasi pertumbuhan tajuk (Wardlaw 1991). Hasil polong merupakan hasil
akhir dari proses-proses yang berlanjut sejak pembentukan bunga, inisiasi ginofor,
perubahan ginofor menjadi polong dan pengisian polong (Songsri et al. 2008).
Adanya bunga pada fase pembentukan dan pengisian biji menjadi pesaing kuat bagi
biji pada kondisi source terbatas.
2.6 Translokasi Asimilat
Pada prinsipnya asimilat yang ditranslokasikan dari source ke sink adalah
karbon dan nitrogen (Atkins dan Smith 2007). Hara K memang bukan pembentuk
senyawa organik dalam tanaman tetapi unsur K sangat penting dalam proses
pembentukan biji kacang tanah bersama hara P disamping juga penting sebagai
pengatur berbagai mekanisme dalam proses metabolik seperti fotosintesis,
transportasi hara dari akar ke daun, translokasi asimlat dari daun ke seluruh jaringan
tanaman (Sumarno 1986). Kalium berperan penting dalam translokasi asimilat baik
dalam phloem loading maupun dalam aliran asimilat dari source ke sink (Marschner
1995). Penelitian yang telah dilakukan pada castorbean menunjukkan bahwa
banyaknya fotosintat yang ditranslokasikan dipengaruhi oleh suplay K+ yaitu,
kandungan K+ yang lebih tinggi memberikan hasil fotosintesis yang lebih banyak
tersalurkan dari source ke sink. Hal ini menunjukkan bahwa K+ mempengaruhi
kapasitas source sink dengan mempengaruhi transpor floem (Mengel 1996). Pada
tanaman leguminose, tanaman yang kekurangan kalium lebih peka terhadap
penyakit dan menunjukkan kualitas produksi yang rendah karena biji yang
dihasilkan banyak yang keriput (Leiwakabessy dan Sutandi 2004). Ispandi (2004)
menyatakan bahwa pada lahan kering alfisol pemupukan 100 kg KCl/ha
meningkatkan hasil kacang tanah secara nyata daripada yang dipupuk 50 kgKCl/ha.
Umumnya jenis karbohidrat yang ditranslokasikan dalam jaringan pembuluh
adalah jenis gula non-reduksi (nonreducing sugars) karena substrat ini tidak
sereaktif gula reduksi/pereduksi (reducing sugars). Gula reduksi/pereduksi
merupakan gula dengan gugus keton atau aldehid. Sukrosa adalah jenis gula
nonreduksi yang umumnya ditranslokasikan dalam tanaman. Beberapa tanaman ada
yang mentranslokasikan raffinosa, stachyosa, verbascosa, manitol dan sorbitol
(Taiz dan Zeiger 2002). Zheng et al. (2001) menemukan bahwa bentuk
fotosintat yang diekspor daun kacang tanah adalah fruktosa, sukrosa mungkin
disintesis di batang, akar dan polong. Translokasi fotosintat dari sumber (source) ke
pengguna (sink) diatur oleh senyawa pengendali pertumbuhan tanaman yang
disebut plant growth substances, jika senyawa buatan yang diberikan secara
eksogen disebut plant growth regulator (Sumardi et al. 2007). Paclobutrazol secara
signifikan mampu mempengaruhi karakteristik fotosintesis dan anatomi tanaman
Catharanthus roseus (L.) G. Don, meningkatkan kandungan klorofil dan parameter
yang berhubungan dengan fotosintesis seperti laju fotosintesis bersih dan
konsentrasi CO2 internal tanaman dan mengurangi transpirasi (Jaleed et al. 2007).
Paclobutrazol juga meningkatkan ketebalan daun, epidermis dan kutikula, jaringan
palisade dan jaringan bunga karang tetapi mengurangi diameter xylem. Senoo dan
Isoda (2003) menemukan bahwa aplikasi 100 dan 200 ppm paclobutrazol pada fase
awal pembentukan polong dan fase awal pengisian biji mampu meningkat produksi
polong kacang tanah hingga 3,7 ton/ha.
Pada awal pertumbuhannya kandungan pati, fruktosa dan glukosa pada daun
dan batang menurun cepat karena pertumbuhan organ-organ vegetatif dan
pembentukan polong. Pada fase pembesaran polong kandungan ketiganya tetap
tinggi di daun dan batang menunjukkan bahwa tidak semua karbohidrat yang ada
digunakan untuk pembentukan biji (Zheng et al. 2001). Inanaga dan Yoshihara
(1997) menemukan bahwa cabang merupakan sumber karbohidrat untuk akar dan
bintil akar, sedangkan batang utama adalah sumber karbohidrat untuk pengisian biji.
Mereka juga menemukan bahwa sebagian besar sumber karbon untuk pertumbuhan
buah kacang tanah tergantung pada fotoasimilat saat fase reproduktif.
2.7 Elemen Tanspor Fotosintat
1. Sel Sumber
Sel sumber atau Sourch cell adalah sel yang berfungsi sebagai tempat
penghasil dan penyimpanan fotosintat yang umumnya berupa sukrosa. Pada
tumbuhan, sel sumber yakni mesofil pada daun.
2. Sel Penerima
Sel penerima atau Sink cell adalah sel yang menerima fotosintat dari sel
sumber yang digunakan untuk kebutuhan pertumbuhan dan perkembangan. Sel
penerima seperti sel-sel yang membangun akar, pucuk batang, dan biji yang sedang
berkecambah.
3. Floem
Floem bisa disebut sebagai penghubung antara sel sumber dengan sel
penerima. Seperti yang pernah diajarkan oleh guru semenjak SMA atau diulang lagi
oleh dosen bahwasannya Floem (pembuluh tapis) berfungsi untuk mengangkut
hasil-hasil fotosintesis untuk disalurkan dari daun ke seluruh bagian
tumbuhan. Floem terdiri atas sel-sel yang disebut saluran penyaring atau Sieve-
tube. Saluran Penyaring itu sendiri terdiri lagi atas piringan perforasi (Sieve tube
plates), penyaring tepi (lateral sieve area). Piringan perforasi merupakan struktur
lapisan agak horizontal yang berpori. Penyaring tepi berfungsi menghubungkan
saluran penyaring dengan sel tetangga. Sel tetangga yang menempel pada penyaring
tepi berperan dalam menyediakan energy untuk saluran penyaring.
4. Xylem
Secara struktural, xylem bukanlah elemen utama dalam transpor fotosintat.
Namun bagaimanapun juga, peran xylem dalam mengangkut air juga sangat
diperlukan. Keberadaan xylem tak jauh dari floem, hal ini akan sangat
menguntungkan dalam perpindahan air dari xylem ke floem atau pengembalian air
dari floem ke xylem. Air yang disalurkan ke floem sangat berguna untuk membantu
transport fotosintat. Logikanya, transpor fotosintat yang berupa koloid akan lebih
susah melewati bagian piringan perforasi karena tidak punya dari alir yang tinggi
dan kerapatan molekulnya cukup besar. Adanya air, memberikan daya alir
(menyebabkan tekanan hidrostatik pada saluran penyaring) dan merenggangkan
kerapatan antar molekul sukrosa, dengan begitu sukrosa akan mudah terbawa atau
tertranslokasikan.



Gambar 1. Mekanisme Transpor Fotosintat
Daftar Pustaka
Atkins CA, Smith PMC. 2007. Translocations in Legumes; Assimilates, Nutrients
and Signaling Molecules. Plant Physiology 144:550-561.
Chatterton JN, Silvius JE. 1979. Photosynthate partitioning into starch in soybean
leaves. Plant Physiol. 64:749-753.
Duncan, W.G., D.E. McCloud, R.L. McGraw, and K.J. Boote. 1978. Physiological
aspects of peanut yields improvement. Crop Science 18:1015-1020.
Egli, D.B. 1999. Variation in leaf starch and sink limitation during seed filling in
soybean. Crop Sci. 39:1361-1368.
Inanaga S, Yoshihara R. 1997. Translocation and distribution of assimilated carbon
in peanut plant. Soil Sci. Plant Nutr. 43(2):267-274
Ispandi A, Munip A. 2004. Efektifitas Pupuk PK dan Frekuensi Pemberian Pupuk K
dalam Meningkatkan Serapan Hara dan Produksi Kacang Tanah di Lahan
Kering Alfisols. Jurnal. Ilmu Pertanian Vol. 11 No. 2, 2004 : 11-24. Diakses
pada Sabtu, 20 Oktober 2007.
Kato M, Kobayashi K,Ogiso E, Yokoo M. 2004. Photosynthesis and dry matter
production during ripening stage in a female sterile line of rice. Plant Prod.
Sci. 7(2):184-188
Khanna-Chopra, R. 2000. Photosynthesis in relation to crop productivity, 263-280.
In Yunus, M., U. Pathre, and P. Mohanty (Eds). Probing Photosynthesis :
Mechanisms, Regulation and Adaptation. Taylor and Francis. London.
Kiniry, JR, CE Simson, AM Schubert and JD Reed. 2005. Peanut leaf area index,
light interception , radiation use efficiency and harvest index at three sites in
Texas. Field Crops Research 91:297-306
Leiwakabessy, F.M. dan A. Sutandi. 2004. Bahan Kuliah Pupuk dan Pemupukan.
Jurusan Tanah. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Lubis, I., T. Shiraiwa, M. Ohnishi, T. Horie, N. Inoue. 2003. Contribution ofsinkand
source sizes to yield variation among rice cultivars. Plant Prod. Sci. 61119-
125
Marschner, H. 1995. Mineral Nutrition of Higher Plants. Academic Press.131-183p.
Mengel, K. 1996. Potassium movement within plant and its importance in
assimilate transport. Hal : 408 409. In R. D. Munson (ed). Potassium In
Agriculture. American Soils Society. 1207 p.
Miah, M.N.H., T. Yoshida, Y. Yamamoto, Y. Nitta. 1996. Characteristics of dry
matter production and partitioning of dry matter in high yielding semi dwarf
indica dan japonica-1-indica hybrid rice varieties. Jpn. J. Crop Sci. 65:672-
685.
Okawa Y, Kobayashi M, Suzuki, S, and Suzuki, M., 2003, Comparative
Santosa, E. 2000. Adaptasi Fisiologi Tanaman Padi Gogo Terhadap Naungan : Laju
Pertukaran Karbon, Respirasi dan Konduktansi Stomata. Thesis.Program
Pasca Sarjana, Institut Pertanian Bogor.
Senoo S, Isoda A. 2003. Effects of paclobutrazol on dry matter distribution and
yield in peanut. Plant Prod. Sci. 6(1):90-94
Shraiwa, T., N. Ueno, S. Shimada, T. Hore. 2004. Correlation between yielding
ability and dry matter productivity during initial seed lling stage in various
soybean genotypes. Plant Prod.'Sci. 7:1355-142.
Snyder, F.W. and G.E. Carlson. 1983. Selecting for partitioning of photosynthetic
products in crops. Advances in Agronomy vol. 37: 47 69
Songsri, P., Jogloy, S., Vorasoot, N., Akkasaeng, C., Patanothai, A. & Holbrook,
C.C. 2008. Root distribution of drought resistance peanut genotypes in
response to drought. J. Agron. Crop Sci 194: 92-103.
Study of Protective Effectsof Chitin, Chitosan, and N-Acetyl Chitohexaose against
Pseudomonas aeruginosa and Listeria monocytogenes Infections in Mice,
Biol. Pharm. Bull. 26(6) 902-904
Sumardi, kasli, Musliar Kasim, Auzar Syarif dan Nazres Akhir. 2007. Respon padi
sawah pada teknik budidaya secara aerobic dan pemberian bahan organic.
Jurnal Akta Agrosia 10: 65-71.
Sumarno. 1986. Teknik Budidaya Kacang Tanah. Sinar Baru. Bandung. 75 hal.
Taiz, L. and Zeiger. E. 2002. Plant Physiology (3 rd Edition). Sinauer Associates,
Inc. Publishers. Sunderland Massachusetts Mohr, Hans and Peter Schopfer.
1995. Plant Physiology. Springer-Verlag Berlin Heidelberg. Germany (P.
544)
Yoshida, S., D.A. Forno, J.H. Cock, K.A. Gomes. 1972. Laboratory Manual
Physiological Studies of Rice. Second Edition. IRRI, Los Banos, Philippines.
Zheng, W., H. Mitsusu, C. Naoya, I. Shunji. 2001. Behavior of carbohydrates
within peanut plant. Soil Sci. Plant Nutr. 47:45-53.
http://kelasbiologiku.blogspot.com/2013/03/reaksi-dan-proses-fotosintesis-
pada.html

Anda mungkin juga menyukai