Dalam memproduksikan hidrokarbon dari reservoir sering dijumpai
adanya problem-problem. Problem-problem tersebut diantaranya adalah problem
kepasiran. Timbulnya problem ini berkaitan erat dengan karakteristik reservoirnya, sehingga identifikasi untuk upaya pencegahan dan penanggulangannyapun harus memperhatikan hal tersebut. Karakteristik reservoir dalam hal ini meliputi antara lain sifat batuan, sifat fluida dan kondisi reservoirnya. Problem kepasiran adalah ikut terproduksinya pasir bersama dengan aliran fluida reservoir. Problem ini umumnya terjadi pada formasi-formasi yang dangkal, berumur batuan tersier terutama pada seri miocene. Problem kepasiran terjadi akibat rusaknya kestabilan dari ikatan butiran-butiran pasir yang disebabkan oleh adanya gaya gesekan ( frictional force ) serta tumbukan oleh suatu aliran dari fluida dimana laju aliran yang terjadi melampaui batas maksimum dari laju aliran kritis yang diperbolehkan, sehingga butiran-butiran pasir akan ikut terproduksi bersama-sama dengan minyak ke permukaan. Butiran pasir yang terkumpul dalam suatu sistem akan membentuk suatu ikatan antar butiran-butiran itu sendiri dalam suatu ikatan sementasi yang mana ikatan sementasi tersebut membuat butiran-butiran pasir bersatu serta kuat. Semakin besar harga faktor sementasi yang didapat, maka akan semakin kuat ikatan antar butiran-butiran pasir yang ada dan semakin terkonsolidasi (consolidated) demikian juga sebaliknya, semakin rendah harga faktor sementasinya maka akan semakin rendah juga tingkat konsolidasi antar butiran- butiran pasir (unconsolidated), yang pada akhirnya butiran-butiran pasir tersebut akan mudah lepas. Seperti diketahui, pasir yang terproduksi bersama fluida formasi antara lain akan menyebabkan : Abrasi atau pengikisan di atas permukaan (termasuk endapannya) Dapat terjadi penurunan laju produksi, bahkan dapat mematikan sumur. Usaha yang harus dilakukan untuk mencegah terjadinya kepasiran tersebut adalah dengan cara memproduksikan minyak pada laju optimum tanpa terjadi kepasiran. Sand free flow rate merupakan besarnya laju produksi kritis, dimana apabila sumur tersebut diproduksikan melebihi laju kritisnya, maka akan menimbulkan masalah kepasiran. Maksimum sand free flow rate atau laju produksi maksimum tanpa menimbulkan kepasiran dapat ditentukan dnegan suatu anggapan bahwa gradien tekanan maksimum di permukaan kelengkungan pasir, yaitu suatu laju produksi maksimum tanpa kepasiran berbanding langsung dengan kekuatan formasi. Dengan kata lain jika produksi menyebabkan tekanan kelengkungan pasir lebih besar dari kekuatan formasi, maka butiran pasir formasi akan mulai ikut bergerak.
Faktor faktor yang mempengaruhi problem terjadinya kepasiran : a. Kekuatan Formasi Dalam masalah kepasiran, Tixier et.al. berpendapat bahwa kekuatan formasi terhadap kepasiran tergantung dari dua hal ,yaitu intrinsic strength of formation atau kekuatan dasar formasi dan kesanggupan pasir untuk membentuk lingkungan stress yang ditentukan oleh tekanan pori-pori dan tekanan overburden, bentuk dan sorting butiran serta sementasi diantara butiran yang kadang-kadang diperkuat oleh clay. Untuk menentukan suatu formasi stabil atau tidak dari suatu lapangan dikenal kriteria kritis misalnya untuk lapangan Gulf Coast digunakan kriteria kritis yang merupakan batas suatu formasi bersifat labil atau stabil, menurut Tixier adalah : G/Cb > 0.8 x 10 12 psi 2 : formasi stabil (kompak) G/Cb < 0.8 x 10 12 psi 2 : formasi tidak stabil (tidak kompak)
b. Sementasi Batuan Kekuatan formasi merupakan kemampuan dari formasi untuk menahan butiran pasir agar tidak terlepas akibat operasi produksi. Kekuatan formasi pasir dipengaruhi oleh friksi antar butir pasir dan kohesi antar butir pasir . Friksi bertambah besar jika beban overburden bertambah besar. Kohesi antar butir timbul akibat sementasi dan tegangan antar permukaan fluida. Formasi pasir yang sementasinya baik dapat merupakan suatu sistem yang stabil dengan jalan membentuk lengkungan kestabilan (arching) di luar lubang perforasi. Tixier menyatakan bahwa kekuatan formasi terhadap kepasiran tergantung pada kekuatan dasar formasi (intrinsic strength of formation) dan kemampuan pasir untuk membentuk lengkungan yang stabil di sekitar lubang perforasi. Batupasir terbagi menjadi tiga jenis tergantung dari komposisi kimianya, yaitu quartzite, graywacke dan arkose. Sementasi pada pasir kwarsit adalah karbonat (kalsit dan dolomit) dan silika (chert, chalcedonit dan kwarsa sekunder), sementasi alamiah pada batupasir graywacke dan arkose sangat sedikit atau hampir tidak ada. Mineral tidak stabil adalah lempung yang banyak terdapat pada pasir arkose dan graywacke. Lempung umumnya menyelimuti butir-butir kwarsa dan bersifat sebagai mineral penyemen. Pasir graywacke dan arkose tidak tersementasi dengan baik sehingga sering menimbulkan problem kepasiran. Sementasi batuan sangat berpengaruh terhadap ikatan antar butir atau konsolidasi dari butiran batuan tersebut, dengan demikian akan berpengaruh pula terhadap kestabilan butiran tersebut. Semakin tinggi derajat sementasinya , maka suatu formasi akan semakin kompak.
c. Kandungan Lempung Sebagian besar formasi pasir mengandung lempung sebagai matrik atau semen batuan. Material lempung terdiri dari kelompok mik, kaolonit, chlorite illite dan montmorilonite. Kelompok montmorilonite akan mengalami swelling bila kontak dengan air. Pada umumnya lempung mempunyai sifat yang basah terhadap air atau water wet sehingga bila ia bebas melewati formasi yang mengandung lempung akan menimbulkan dua akibat yaitu : Lempung akan menjadi lunak. Gaya adhesi dari fluida yang mengalir terhadap material yang dilaluinya akan naik. Akibat dari semua itu maka butiran pasir cenderung untuk bergerak ke lubang sumur bila air formasi mulai berproduksi. Untuk menghitung kandungan mineral lempung di dalam formasi dapat dilakukan dengan analisa logging. Adapun jenis log yang digunakan adalah : Spontaneous potensial log, resistivity log, gamma ray log dan neutron log.
d. Laju Aliran Kritis Sand free flow rate adalah besarnya laju produksi kritis yang mana bila laju produksi sumur lebih besar dari laju kritisnya maka akan menimbulkan problem kepasiran. Stein-Odeh dan Jones telah mengadakan penyelidikan untuk memperkirakan laju produksi dari suatu formasi. Maksimum sand free flow rate dapat ditentukan dengan anggapan bahwa gradien tekanan maksimum di permukaan kelengkungan pasir yaitu saat laju produksi maksimum tanpa kepasiran berbanding langsung dengan kekuatan formasi. Formasi pasir yang sementasinya baik dapat merupakan suatu sistem yang stabil dengan jalan membentuk lengkungan kestabilan di luar lubang perforasi. Dengan kata lain bahwa apabila produksi menyebabkan tekanan kelengkungan pasir lebih besar dari kekuatan formasinya maka butiran pasir formasi akan bergerak atau mulai ikut berproduksi. Persamaan yang diturunkan oleh Stein-Odeh dan Jones didasarkan pada anggapan sebagai berikut: 1. Laju produksi untuk setiap interval perforasi adalah sama 2. Permeabilitas tetap untuk setiap interval kedalaman 3. Tidak terjadi overlapping dari kelengkungan kestabilan untuk setiap interval perforasi 4. Pengaruh turbulensi aliran, merata di seluruh interval perforasi 5. Perbedaan tekanan maksimum yang diperbolehkan pada bidang kelengkungan adalah sebanding dengan kekuatan formasi.
Cara Mengatasi Problem Kepasiran Pada hakekatnya problematika turut terproduksinya pasir dapat dikontrol dengan tiga cara, yaitu : a. Pengurangan Drag Force Cara ini merupakan cara yang paling mudah dan efektif digunakan dalam mengontrol laju produksi yang menyebabkan terikutnya produksi pasir yang harus dipertimbangkan pada laju per-unit area dari formasi yang permeabel. Langkah pertama yang harus dipertimbangkan adalah penambahan daerah aliran (flow area), kemudian penentuan laju maksimum atau laju produksi kritis, dimana di atas maximum rate tersebut pasir menjadi berlebihan. Ketika laju fluida bertambah secara bertahap, kosentrasi akan naik turun dengan tajam seharga kosentrasi mula-mula. Efek bergelombang ini terbukti akan merusak brigde yang tidak stabil yang mana akan terbentuk kembali pada laju aliran yang tinggi. Ketika critical range yang telah dicapai, bridge tidak terbentuk kembali. Strength struktur telah terlampaui dan produksi pasir akan berlanjut pada laju aliran yang lebih tinggi. Laju produksi kemudian dikurangi sampai dibawah critical range untuk memberi kesempatan agar bridge terbentuk kembali, kemudian rate dapat ditambah tetapi masih dibawah critical range. Prosedur ini disebut Bean-up Technique yang secara cermat dilakukan dalam periode beberapa bulan dan efektif untuk menetapkan laju produksi maksimum suatu sumur.
b. Metode Mekanik Cara ini dilakukan dengan menggunakan gravel (dengan screen untuk menahan gravel) atau dengan screen (tanpa gravel) untuk menahan butiran pasir yang ikut mengalir bersama fluida reservoir pada saat sumur berproduksi. Masalah utama dalam meotde ini adalah bagaimana untuk mengontrol pasir formasi tanpa mengurangi produktivitas sumur secara berlebihan.
Pertimbangan utama untuk mendesain gravel dan screen antara lain : 1. Ukuran gravel optimum yang sesuai dengan ukuran butiran pasir. 2. Luas optimum dari screen slot untuk menahan gravel dan jika tidak memakai gravel, maka harus sesuai dengan ukuran butiran pasir. 3. Teknik penempatan yang efektif pada kemungkinan yang paling penting. Untuk perencanaan ukuran gravel maupun screen diperlukan distribusi ukuran pasir, ukuran besar butir pasir, keseragaman buitran pasir dan tingkat pemilihan butiran. Untuk menentukan keseragaman butiran pasir digunakan metode sieve analysis. Dalam metode ini sampel yang digunakan adalah yang representatif karena penyebaran ukuran butiran pasir yang bervariasi dari suatu zona ke zona yang lain. Schwartz menyatakan bahwa pengertian uniform coefficient adalah merupakan tingkat keseragaman dari butiran pasir yang kemudian dapat menunjukkan baik atau buruknya pemilihan butir (sortasi). Harga C ini bervariasi dan setiap harga menunjukkan tingkat keseragaman dari tiap butiran pasir, yaitu : 1. Jika C < 3 maka pasir seragam dan berukuran d 10 sebagai ukuran gravel kritis 2. Jika C > 5 maka pasir tidak seragam dan berukuran d 40 sebagai ukran gravel kritis 3. Jika C >10 maka pasir sangat tidak seragam dan berukuran d 70 sebagai ukuran gravel kritis
Letak gravel pack
Gravel pack
c. Metode Resin Consolidation Metode ini umumnya digunakan pada formasi dimana material lepasnya sangat halus. Metode ini dilakukan dengan menggunakan resin yang akan mengikat butiran pasir disekitar lubang bor. Resin akan mengikat buitran pasir menjadi suatu gumpalan yang keras, dimana ikatannya kuat dan mempunyai compressive strength samapai 3000 psi. Sistim pengikatannya dengan menggunakan fluida pengikat, seperti Furan, Epoxy, Phenol Resin, Phenol Formaldehyd. Caranya yaitu dengan menginjeksikan sejumlah zat pengikat kedalam formasi unconsolidated sehingga material halus akan terikat dan menjadi butiran yang lebih besar dan lebih mudah dikontrol. Metode ini digunakan pada zone pendek dimana karena suatu hal sehingga gravel pack tidak bisa digunakan. Adapun beberapa keuntungan lain dari penggunaan metode ini adalah sebagai berikut : 1. Tersedia untuk ukuran diameter yang kecil 2. Cocok dipakai melalui tubing 3. Awet dipakai pada open well bore 4. Cocok untuk sumur multiple completion (komplesi ganda) 5. Dapat digunakan untuk sumur yang bertekanan abnormal, di offshore atau lokasi yang terisolasi diamana tubing hoist tidak tersedia, sehingga akan mengurangi kesulitan dan biaya. Persyaratan yang harus dipenuhi dalam metode resin consolidation adalah : 1. Permeabilitas formasi harus merata 2. Perforasi harus semua terbuka 3. Interval produksi/perforasi tidak terlalu panjang (kurang dari 10 ft) 4. Tidak banyak butiran asing selain pasir yang berbutir cukup besar 5. Tidak terjadi kontaminasi plastik selama pengerjaannya
Pada dasarnya ada dua sistim pada resin consolidation method, yaitu : Sistim Internal Pada sistim ini digunakan larutan Resin yang disertai oleh zat pengeras, pengencer, katalisator. Pengerasan terjadi dengan terpisahnya pelarut dari resinnya. Sistim external Pada sisitm ini digunakan larutan resin yang tidak disertai oleh zat pengeras. pengerasan pada saat overflush datang.
Akibat problem kepasiran Penurunan produktivitas sumur dapat disebabkan oleh beberapa hal, yaitu kondisi reservoir, kondisi produksi, proses penyumbatan pada tubing, lubang bor dan perforasinya, atau kerusakan mekanis. Plugging / penyumbatan pada tubing, lubang bor dan perforasinya dapat disebabkan oleh pasir, partikel-partikel formasi termasuk batuannya, partikel-partikel lumpur, endapan paraffin, asphalt, scale atau collapse pada tubing/casing. Apabila digunakan metode pompa maka pasir-pasir ini akan mengakibatkan goresan-goresan yang tajam pada plunger pompa sehingga akan mengakitbatkan kerusakan dan efisiensi pompa menurun. Apabila pada sucker rod pump dan electric submersible pump, pasir yang terproduksi akan menimbulkan permasalahan mekanis, seperti pengikisan pada peralatan pompa. Gas lift merupakan metode pengangkatan buatan yang disarankan pada sumur dengan problem kepasiran. Pasir yang terproduksi mengalir ke permukaan bersama-sama dengan fluida produksi dan tidak melewati katup sehingga tidak menimbulkan permasalahan yang serius terhadap katup-katup tersebut.