LOGIKA MATEMATIKA
BAB I
PENDAHULUAN TEORI HIMPUNAN
Pengertian
Himpunan adalah kumpulan objek yang didefinisikan secara jelas dalam sembarang urutan
atau keberurutan objek-objek anggotanya tidak diperhatikan. Objek-objek itu disebut
elemen-elemen atau anggota-anggota himpunan
Anggota Himpunan
Himpunan memiliki objek yang disebut anggota atau elemen himpunan. Jika himpunan A
memiliki x sebagai anggotanya maka dapat dituliskan sebagai x ∈ A , dibaca ”x adalah
anggota himpunan A” atau “x adalah elemen dari himpunan A”. Jika objek y bukan elemen
atau anggota dari himpunan A maka dapat ditulis y ∉ A .
1.2 NOTASI
Notasi Himpunan
Himpunan dinyatakan dengan huruf besar : A, B, C, D, E, … . Sedangkan elemen-elemen
dalam suatu himpunan dinyatakan dengan huruf kecil : a, b, c, d, e, …
Contoh :
1. Himpunan A terdiri atas bilangan 2, 4, 6, 8, maka dapat dituliskan sebagai :
A = {2, 4, 6, 8}; elemen-elemen didaftarkan dengan dipisahkan tanda koma (‘,’) dan
dalam tanda kurung kurawal {}.
2. Himpunan B adalah himpunan bilangan genap positif, maka dapat dituliskan dengan :
B = {x | x genap > 0}
4. Diagram Venn
Dengan menggambarkan keberadaan himpunan terhadap himpunan lain. Himpunan
Semesta (S) digambarkan sebagai suatu segi empat sedangkan himpunan lain
digambarkan sebagai lingkaran.
Contoh :
S = {1,2, … , 7, 8}
A = {1,2,3,5}
B = {2,5,6,8}
S A B
1 2 6
3 5 8
S A B
1 2 3
Himpunan Area
A 1,2
B 2,3
A∩ B 2
A∪ B 1, 2, 3
Definisi-Definisi
a. Himpunan semesta/universal
Simbol : S atau U
Catatan :
∅ ⊆ A dan A ⊆ A
Union (Gabungan)
Union himpunan A dan himpunan B adalah himpunan dari semua elemen yang termasuk
dalam A atau B atau keduanya. Union teresebut dapat dinyatakan sebagai :
A ∪ B : dibaca A Union B
Contoh :
A = { a, b, c, d } dan B = {e, f, g }, maka A ∪ B = { a, b, c, d, e, f, g }
Berlaku hukum : A ∪ B = B ∪ A
Subhimpunan :
A dan B keduanya selalu berupa subhimpunan dari A ∪ B, yaitu :
A ⊂ (A ∪ B) dan B ⊂ (A ∪ B)
Irisan (Perpotongan)
Irisan himpunan A dengan himpunan B adalah himpunan dari elemen-elemen yang dimiliki
bersama oleh A dan B, yatu elemen-elemen yang termasuk di A dan juga termasuk di B.
Irisan dinyatakan dengan :
A ∩ B dibaca A “irisan” B
Contoh
A = { a, b, c, d } dan B = { b, d, f, g } maka A ∩ B = { b, d }
(A ∩ B) ⊂ A dan (A ∩ B) ⊂ B
Jika himpunan A dan himpunan B tidak mempunyai elemen-elemen yang dimiliki bersama,
berarti A dan B terpisah, maka irisan dari keduanya adalah himpunan kosong :
A∩B=∅
Selisih
Selisih himpunan A dan himpunan B adalah himpunan dari elemen-elemen yang termasuk
A tetapi tidak termasuk B, dan dinyatakan dengan :
A – B dibaca “selisih A dan B’ atau ‘A kurang B’
Komplemen
Komplemen dari himpunan A adalah himpunan dari elemen-elemen yang tidak termasuk A,
yaitu selisih dari himpunan semesta S dan A. Komplemen dapat didefinisikan secara
ringkas sebagai berikut :
A’ = { x | x ∈ S dan x ∉ A } atau A’ = { x | x ∉ A }
Aljabar himpunan mempunyai sifat yang analogi dengan aljabar aritmetika. Operasi pada
aljabar aritmetika adalah penambahan (+) dan perkalian (•).
2. Assosiatif
A2 : ( a + b ) + c = a + ( b + c )
M2 : (a • b) • c = a • ( b • c )
3. Identitas
A3 : Ada sebuah bilangan unik yaitu nol (0) sedemikian sehingga untuk semua
bilangan berlaku bahwa a + 0 = 0 + a = a
M3 : Ada sebuah bilangan unik yaitu 1 sedemikian sehingga untuk semua bilangan
berlaku bahwa a • 1 = 1 • a = a
4. Invers
A4 : Untuk setiap bilangan a terdapat bilangan unik (-a) sedemikian sehingga berlaku a
+ (-a) = (-a) + a = 0
M4 : Untuk setiap bilangan a ≠ 0, terdapat bilangan unik ( a 1 ) sedemikian sehingga
berlaku a • a 1 = a 1 • a = 1
5. Komutatif
A5 : a + b = b + a
M6 : a • b = b • a
6. Distributif
A6 : a • ( b + c ) = ( a b ) + ( a c )
M6 : (a + b) • c = ( a c ) + ( b c )
Sifat-sifat tersebut berlaku pula pada aljabar himpunan dimana terdapat perubahan :
• Operator penjumlahan (+) diganti dengan operator perbedaan simetris ( ∆ )
• Operator perkalian (•) diganti dengan operator irisan (∩)
• Sifat M4 bilangan unik nol (0) diganti himpunan ∅, bilangan unik 1 diganti
himpunan semesta S
• A4 Bilangan unik (-a) diganti dengan A’, sedemikian sehingga berlaku :
A ∆ A’ = S
A∩A=∅
Pada dasarnya Aljabar Boolean memberikan perantaraan antara Aljabar himpunan dan
Logika sebagai berikut :
Jika diinterpretasikan sebagai aljabar boolean maka kedua elemen pada aljabar himpunan
berkorespodensi dengan elemen pada aljabar Boolean yaitu 0 dan 1
• Operasi-operasi dasar dalam Logika (Kalkulus Proposisi) melibatkan elemen False dan
True
False True False True
False False True False False True
True True True True False True
α∨β α∧β
4. Diketahui :
A – B = {0, 3}
A ⊕ B = {0, 1, 3, 5, 6}
A ∪ B = {0, 1, 2, 3, 5, 6, 7, 11}
Tentukan Elemen dari Himpunan A dan Himpunan B !
5. Diketahui :
A – B = {1, 5, 7, 8}
B – A = {2, 10}
A ∩ B = {3, 6, 9}
Tentukan Elemen dari Himpunan A dan Himpunan B !
BAB II
ALJABAR BOOLEAN
2.1 DEFINISI
Aljabar Boolean adalah sistem aljabar yang berisi Himpunan Semesta (set S) dengan dua
operasi penjumlahan (+) dan perkalian (.) yang didefinisikan pada set itu sehingga
memenuhi ketentuan berikut ini :
• Aturan A1 sampai dengan A5 , M1 sampai M3 , M5 , D1 , dan D2
• Setiap elemen adalah “idempotent”, yaitu Jika a ∈ S, maka a.a = a
• setiap elemen a, b, c dari S mempunyai sifat-sifat atau aksioma-aksioma berikut ini :
1
A1 a + b ∈ S < closure >
M2 a.b ∈ S < closure >
A2 a + (b + c) = (a + b) + c < asosiatif >
M2 a . (b.c) = (a.b).c < asosiatif >
A3 Jika 0 ∈ S maka untuk setiap a ∈ S, < identitias >
adalah a + 0 = 0 + a = a
M3 Jika 1 ∈ S maka untuk setiap a ∈ S, < identitas >
Adalah a . 1 = 1 . a = a
A5 a + b = b + a < komutatif >
M5 a.b = b.a < komutatif >
D1 a.(b+c) = a.b + a.c < distributif >
D2 (a + b) . c = a.c + b.c < distributif >
D3 a + (b.c) = (a + b) . (a + c) < distributif >
D4 (a.b) + c = (a + c) . ( b + c) < distributif >
C1 Untuk setiap a ∈ S, dan a’ ∈ S, maka a + a’ = < komplemen >
1 dan a . a’ = 0
Teorema 2.1
Untuk setiap elemen a, berlaku : a + a = a dan a.a=a
Bukti
a + a = (a+a) (1) identitas
= (a+a) (a+a’) komplemen
= a + (a.a’) distributif
=a+0 komplemen
=a identitas
Teorema 2.2
Untuk setiap elemen a, berlaku : a + 1 = 1 dan a.0=0
Bukti
a + 1 = a + (a+a’) komplemen
= (a+a) + a’ asosiatif
= a+a’ teorema 1a
=1 komplemen
Bukti
a+ab = a.1 + a.b Identitas
= a . (1+b) distributif
=a+1 teorema 2a
=a identitas
Bukti
(a.b)’ = a’ + b’
(a + b)’ = a’b’
Teorema 2.5
0’ = 1 dan 1’ = 0
Teorema 2.6
Jika suatu Aljabar Boolean berisi paling sedikit dua elemen yang berbeda,
maka 0 ≠ 1
Definisi
x dan y adalah elemen-elemen dari aljabar Boolean. Dinyatakan bahwa:
x lebih kecil daripada y (x<=y) jika dan hanya jika x + y = y
Teorema 2.7
<= adalah suatu bagian dari urutan
Bukti
Dari Teorema 2.1 : x + x = x, sehingga x <= x
Jika x <=y, maka x + y = y
Jika y <= x, maka x = y = y + x = x
Sehingga jika x <= y dan y <= x, maka x = y
Dapat disimpulkan :
x <= y dan y <= z, maka x + y = y dan y + z = z
x + z = x + (y + z) = (x + y) + z = y + z = z
Sehingga x <= z
Teorema 2.8
Jika x, y, dan x adalah elemen-elemen dari aljabar Boolean, maka <= mempunyai sifat-sifat
berikut ini :
Jika x <= y dan x <= z, maka x <= yz
Jika x <=y, maka x <= y + z untuk elemen z
Jika x <= y, maka xz <= y untuk elemen z
x <= y jika dan hanya jika y’ <= x’
Bukti
x + y = y dan x + z = z, sehingga x + yz = (x + y)(x + z) = yz
Jika x + y = y, maka x + (y+z) = (x+y)+z = y + z
Dengan hukum penyerapan, xz + x = x atau xz <= x
x <= y maka x + y = y dan y’ = (x+y)’
Sehingga y’ + x’ = (x+y)’ + x’ = ((x+y)x)’ dengan hukum penyerapan
Konversi (x’)’ = x
Catatan
Fungsi identitas : fungsi proyeksi satu variabel, dimana f(x) = x
Teorema 3.1
Jika f adalah fungsi Boolean dengan satu variabel, maka untuk semua nilai x, adalah
f(x) = f(1) x + f(0)x’
Kemungkinan 1 :
f adalah fungsi konstan, f(x) = a
f(1)x + f(0)x’ = ax + ax’ = a(x+x’) = a1 = a = f(x)
Kemungkinan 2 :
f adalah fungsi identitas
f(1)x + f(0)x’ = 1x + 0x’ = x + 0 = x = f(x)
Kemungkinan 3 :
g(x) = (f(x))’
g(x) = (f(x))’ = (f(1)x + f(0)x’)’
= (f(1)x)’ + (f(0)x’)’
= ((f(1))’ + x’) ((f(0))’ + x)
= (f(1))’ (f(0))’ + (f(1))’ x + (f(0))’ x’ + xx’
= (f(1))’ (f(0))’ (1) + (f(1))’ x + (f(0))’ x’
= (f(1))’ (f(0))’ (x + x’) + (f(1))’ x + (f(0))’ x’
= (f(1))’ (f(0))’ x + (f(1))’ x + (f(1))’ (f(0))’ x’ + (f(0))’ x’
= (f(1))’ x + (f(0))’ x’ (Hukum Penyerapan)
= g(1)x + g(0)x’
Kemungkinan 4 :
h(x) = f(x) + g(x)
h(x) = f(x) + g(x) = f(1)x + f(0)x’ + g(1)x + g(0) x’
= (f(1) + g(1)) x + (f(0) + g(0)) x’
= h(1) x + h(0) x’
Kemungkinan 5 :
k(x) = f(x) g(x)
k(x) = f(x) g(x) = (f(1) x + f(0)x’) (g(1)x +g(0)x’)
= f(1)g(1)xx + f(1)g(0)xx’ + f(0)g(1)x’x + f(0)g(0)x’x’
= f(1) g(1) x + f(0)g(0) x’
= k(1)x + k(0)x’
Bentuk diatas adalah bentuk standar fungsi Boolean satu variabel. Dengan cara yang sama,
jika f adalah fungsi Boolean dengan dua variabel, maka untuk nilai x dan y bentuk
standarnya adalah sebagai berikut :
f(x,y) = f(1,1) xy + f(1,0) xy’ + f(0,1) x’y + f(0,0) x’y’
Suatu fungsi Boolean dapat dinyatakan dalam bentuk yang berbeda tetapi memiliki arti
yang sama
Contoh :
f1 (x,y) = x’ . y’ f2 (x,y) = (x + y)’
f1 dan f1 merupakan bentuk fungsi boolean yang sama, yaitu dengan menggunakan Hukum
De Morgan.
Nilai Fungsi
Fungsi Boolean dinyatakan nilainya pada setiap variabel yaitu pada setiap kombinasi (0,1).
Cara Representasi
Contoh : Fungsi f(x,y,z) = xyz’
1. Aljabar
Representasi secara aljabar adalah f(x,y,z) = xyz’
2. Dengan menggunakan Tabel Kebenaran
Dengan menggunakan Tabel Kebenaran, sbb :
x y z xyz’
0 0 0 0
0 0 1 0
0 1 0 0
0 1 1 0
1 0 0 0
1 0 1 0
1 1 0 1
1 1 1 0
Jumlah elemen dalam tabel kebenaran adalah jumlah kombinasi dari nilai variabel-
variabelnya, yaitu sejumlah 2n , dimana n adalah banyaknya variabel biner.
x y z f(x,y,z)
0 0 0 0
0 0 1 1
0 1 0 0
0 1 1 0
1 0 0 1
1 0 1 0
1 1 0 0
1 1 1 1
∴F = m1 + m 4 + m7 = M0 . M2 . M3 . M5 . M6
x y z f(x,y,z)
0 0 0 1
0 0 1 1
0 1 0 1
0 1 1 1
1 0 0 1
1 0 1 0
1 1 0 1
1 1 1 0
∴F = m0 + m 1 + m2 + m3 + m4 + m6 = M5 . M7
Bentuk (1) dan (2) merupakan fungsi/bentuk standar, yaitu fungsi yang literalnya ditulis
lengkap pada tiap suku.
• Bentuk pertama (1) disebut SOP (Sum Of Product) / Minterm
• Bentuk kedua (2) disebut POS (Product Of Sum) / Maxterm
Fungsi Boolean yang diekspresikan dalam bentuk SOP atau POS disebut fungsi/bentuk
Kanonik.
Jika f adalah fungsi boolean satu variabel maka untuk semua nilai x berlaku :
Jika f adalah fungsi boolean dua variabel maka untuk semua nilai x berlaku :
2 variabel :
Minterm Maxterm
x y
Term Nilai Term nilai
0 0 x’y’ m0 x+y M0
0 1 x’y m1 x + y’ M1
1 0 xy’ m2 x’ + y M2
1 1 xy m3 x’ + y’ M3
3 variabel
Minterm Maxterm
x y z
Term Nilai Term Nilai
0 0 0 x’y’z’ m0 x+y+z M0
0 0 1 x’yz m1 x + y + z’ M1
0 1 0 x’yz’ m2 x + y’ + z M2
0 1 1 x’yz m3 x + y ‘+ z’ M3
1 0 0 xy’z’ m4 x’ + y + z M4
1 0 1 xy’z m5 x’ + y + z’ M5
1 1 0 xyz’ m6 x’ + y’ + z M6
1 1 1 xyz m7 x’ + y’ + z’ M7
dengan mj’ = Mj
(f’(x,y))’= (x’+y’)(x’+y)
= ΠM(2, 3)
à SOP
∴Bentuk Standar : f(x,y,z) = xy’z + xy’z’ + x’y’z + x’y’z’ + xyz + xyz’ + x’yz’
∴Bentuk Kanonik : f(x,y) = ∑m(0, 1, 2, 4, 5, 6, 7)
atau
à POS
∴Bentuk Standar : f(x,y,z) = x + y’ + z’
∴Bentuk Kanonik : f(x,y) = ΠM(3)
Minterm Maxterm
x y
Term Nilai Value Term Nilai Value
0 0 x’y’ m0 0 x+y M0 0
0 1 x’y m1 1 x + y’ M1 1
1 0 xy’ m2 1 x’ + y M2 1
1 1 xy m3 0 x’ + y’ M3 0
Dari tabel :
Nilai 1 : Minterm (SOP) : f(x,y) = m1 + m2 = ∑m(1, 2)
Nilai 0 : Maxterm (POS) : f(x,y) = M0 . M3 = ΠM(0, 3)
Cara Konversi :
f’(x,y) = x’y’ + xy = m0 + m3 ß dari tabel
dual- nya
(f’(x,y))’ = (x+y)(x’+y’)
f(x,y) = (x+y) (x’+y’) = M0 . M3 ß dari tabel
0 0 0 x’y’z’ x+y+z 0
0 0 1 x’yz x + y + z’ 1
0 1 0 x’yz’ x + y’ + z 0
0 1 1 x’yz x + y ‘+ z’ 0
1 0 0 xy’z’ x’ + y + z 1
1 0 1 xy’z x’ + y + z’ 0
1 1 0 xyz’ x’ + y’ + z 0
1 1 1 xyz x’ + y’ + z’ 1
Cara konversi :
Dari tabel kebenaran diperoleh :
f’(x,y,z) = x’y’z’ + x’yz’ + x’yz + xy’z + xyz’
dual :
(f’(x,y,z))’ = (x+y+z)(x+y’+z)(x+y’+z’)(x’+y+z’)(x’+y’+z)
f(x,y,z) = (x+y+z)(x+y’+z)(x+y’+z’)(x’+y+z’)(x’+y’+z) ß dari tabel
Salah satu tujuan dari menyederhanakan Fungsi Boolean adalah untuk meminimasi
penggunaan gerbang-gerbang logika pada saat implementasi sehingga membentuk sebuah
rangkaian logika. Penyederhanaan Fungsi Boolean menghasilkan bentuk Fungsi yang
berbeda (lebih sederhana) tetapi menghasilkan nilai fungsi yang sama.
2. Peta Karnaugh
• Mengacu pada Diagram Venn
• Menggunakan bentuk-bentuk peta karnaugh
y 0 1 y 0 1
x x
0 x’y’ x’y 0 m0 m1
1 xy’ xy 1 m2 m3
b) K’Map 3 variabel
yz 00 01 11 10 yz 00 01 11 10
x x
0 x’y’z’ x’y’z x’yz x’yz’ 0 m0 M1 m3 m2
1 xy’z’ xy’z xyz xyz’ 1 m4 M5 m7 m6
c) K’Map 4 variabel
yz yz
wx 00 01 11 10 wx 00 01 11 10
00 w’x’y’z’ w’x’y’z w’x’yz w’x’yz’ 00 m0 m1 m3 m2
01 w’xy’z’ w’xy’z w’xyz w’xyz’ 01 m4 m5 m7 m6
11 Wxy’z’ wxy’z wxyz wxyz’ 11 m12 m13 m15 m14
10 wx’y’z’ wx’y’z wx’yz wx’yz’ 10 m8 m9 m11 m10
3. Metode Quine-McCluskey
• Penyederhanaan didasarkan pada hukum distribusi
• Eliminasi Prime Implicant Redundan
Tahapannya :
1. Nyatakan variabel komplemen dengan ‘0’, sebaliknya ‘1’
2. Kelompokkan suku-suku berdasarkan jumlah ‘1’
3. Kombinasikan suku-suku tersebut dengan kelompok lain yang jumlah ‘1’ –nya
berbeda satu à diperoleh bentuk prime yang lebih sederhana
Selanjutnya :
1. Mencari prime-implicant, term yang menjadi calon yang terdapat dalam fungsi
sederhana
2. Memilih prime-implicant yang mempunyai jumlah literal paling sedikit
Selanjutnya pengelompokkan semua 1 yang ada dengan memb uat kumpulan kotak atau
persegi panjang dentgan jumlah bujursangkar kecil 2n . Buatlah kelompok yang sebesar-
besarnya.
y A
x 0 1
1
0
B
1 1 1
2. Sederhanakanlah persamaan :
f(x,y,z) = x’y’z’ + x’y’z + x’yz + x’yz’ + xy’z’ + xyz’
Jawab :
yz 00 01 11 10
x
1 1
0 1 1
1 1
1 ∴f(x,y,z) = z’ + x’
01 1 1
11 1 1 1
1 1 1
10 1
∴ f(w,x,y,z) = x’ + z’ + wy’
Contoh :
Sederhanakanlah fungsi Boolean dibawah ini :
F = ∑m(0, 1, 2, 8, 10, 11, 14, 15)
Jawab :
Desimal Biner
0 0000
1 0001
2 0010
8 1000
10 1010
11 1011
14 1110
15 1111
Dari tabel konversi tersebut dapat dilihat bahwa jumlah digit adalah :
2. Minterm dari satu bagian dengan bagian lainnya jika mempunyai nilai bit yang sama
dalam semua posisi kecuali satu posisi yang berbeda diganti dengan tanda ‘-‘.
w x y z w x y z
0 0 0 0 0 √ 0, 1 0 0 0 -
1 0 0 0 1 √ 0, 2 0 0 - 0 √
2 0 0 1 0 √ 0, 8 - 0 0 0 √
8 1 0 0 0 √ 2, 10 - 0 1 0 √
10 1 0 1 0 √ 8, 10 1 0 - 0 √
11 1 0 1 1 √ 10, 11 1 0 1 - √
14 1 1 1 0 √ 10, 14 1 - 1 0 √
15 1 1 1 1 √ 11, 15 1 - 1 1 √
14, 15 1 1 1 - √
3. Kelompokkan hasil minterm tahap 2) seperti tahap 1) kemudian lakukan seperti pada
tahap 2)
A B
w x y z w x y z
0, 1 0 0 0 -
0, 2 0 0 - 0 √ 0, 2, 8, 10 - 0 - 0
0, 8 - 0 0 0 √ 0, 8, 2, 10 - 0 - 0
2, 10 - 0 1 0 √ 10, 11, 14, 15 1 - 1 -
8, 10 1 0 - 0 √ 10, 14, 11, 15 1 - 1 -
10, 11 1 0 1 - √
10, 14 1 - 1 0 √
11, 15 1 - 1 1 √
14, 15 1 1 1 - √
4. Memilih Prime-Implicant
Dari tabel diatas terlihat hasil dari tahap penentuan prime implicant. Pada kolom B
(sudah tidak dapat saling dihilangkan), terlihat pada bagian pertama mencakup desimal
0, 2, 8, 10, dan pada bagian kedua mencakup desimal 10, 11, 14, 15. Hal ini berarti dari
fungsi Boolean F = ∑m(0, 1, 2, 8, 10, 11, 14, 15); desimal yang belum ada pada kolom
B adalah desimal ‘1’. Tetapi pada kolom A telah didapat desimal 0, 1, sehingga semua
desimal pada fungsi Boolean telah tercakup semua.
0 1 2 8 10 11 14 15
A ⊗ ⊗
B x ⊗ ⊗ ⊗
C x ⊗ ⊗ ⊗
√ √ √ √ √ √ √ √
Jadi bentuk sederhana dari fungsi Boolean F = ∑m(0, 1, 2, 8, 10, 11, 14, 15) adalah :
F =A+B+C
= w’x’y’ + x’z’ + wy
x y z x y z x y z
0 0 0 0 √ 0, 1 0 0 - √ 0, 1, 4, 5 - 0 -
A
1 0 0 1 √ 0, 4 - 0 0 √ 0, 4, 1, 5 - 0 -
4 1 0 0 √ 1, 3 0 - 1 √ 1, 3, 5, 7 - - 1
B
3 0 1 1 √ 1, 5 - 0 1 √ 1, 5, 3, 7 - - 1
5 1 0 1 √ 4, 5 1 0 - √
7 1 1 1 √ 3, 7 - 1 1 √
5, 7 1 - 1 √
0 1 3 4 5 7
A ⊗ ⊗ ⊗ X
B X ⊗ ⊗ ⊗
√ √ √ √ √ √
F = ∑m(0, 1, 3, 4, 5, 7)
=A+B
= y’ + z
3. Sederhanakanlah fungsi Boolean F = ∑m(0, 2, 4, 5, 6, 8, 10, 11, 13)
Jawab :
w x y z w x y z
0 0 0 0 0 0, 2 0 0 - 0
2 0 0 1 0 0, 4 0 - 0 0 √
4 0 1 0 0 0, 8 - 0 0 0 √
8 1 0 0 0 4, 5 0 1 0 - √
5 0 1 0 1 4, 6 0 1 - 0
6 0 1 1 0 A 5, 13 - 1 0 1 √
10 1 0 1 0 10, 11 1 0 1 - √
11 1 0 1 1
13 1 1 0 1 B
w x y z w x y z
0, 2 0 0 - 0 0, 2, 4, 6 0 - - 0 H
0, 4 0 - 0 0 C
0, 8 - 0 0 0 D
4, 5 0 1 0 - E
4, 6 0 1 - 0
5, 13 - 1 0 1 F
10, 11 1 0 1 - G
0 2 4 5 6 8 10 11 13
A X
B X
C X X
D X ⊗
E X X
F ⊗ ⊗
G ⊗ ⊗
H ⊗ ⊗ ⊗ ⊗
√ √ √ √ √ √ √ √ √
BAB III
KALKULUS PROPOSISI
Contoh :
Jika kita tidak mengetahui apakah ada kehidupan di planet jupiter, maka kalimat berikut ini:
Atau
Adalah BENAR.
• Jika F dan G adalah kalimat, maka ekivalensi : (F if and only if G) adalah kalimat.
F disebut sebagai left-hand-side dan G sebagai rigth-hand-side dari ekivalensi jika F, G,
dan H adalah kalimat, maka kondisional: if F then G else H adalah kalimat.
F disebut sebagai if-clausa, G sebagai then-clausa, dan H adalah sebagai else-clausa
Contoh :
Diketahui ekspresi : E : ((not (P or Q) if only of ((not P) and (not Q))) adalah kalimat.
Karena :
1. P adalah kalimat, Q adalah kalimat
2. (P or Q), (not P), (not Q) adalah kalimat
3. (not (P or Q) and ((notP) and (notQ)) adalah kalimat
4. ((not (P or Q)) if and only if ((not P) and (not Q))) adalah kalimat
Suatu kalimat (P or (not Q)) dapat diketahui kebenarannya, jika diketahui nilai kebenaran
dari simbol proposisi P dan Q.
3.2.1 Interpretasi
Definisi 3.3 :
Suatu interpretasi I adalah suatu tanda untuk nilai kebenaran, true atau false, untuk setiap
kumpulan simbol proposisi. Untuk setiap kalimat F, interpretasi I disebut dengan
interpretasi untuk F jika I bernilai true atau false untuk setiap simbol proposisi F.
Contoh :
Diketahui kalimat F :
P or (not Q)
Interpretasi lain I2 untuk kalimat F adalah false untuk P dan false untuk Q, yaitu :
I2 : P adalah false
Q adalah false
Sehingga kita dapat mengatakan bahwa, P adalah false dan Q adalah true untuk I1, dan P
adalah false dan Q adalah false untuk I2
Definisi 3.4
Jika E berupa kalimat dan I adalah intepretasi dari E, maka nilai kebenaran dari E (dan
semua subkalimatnya) dengan interpretasi I ditentukan dengan melakukan pengulangan
aturan-aturan semantik berikut ini :
• Aturan Proposisi
Nilai kebenaran dari setiap simbol proposisi : P, Q, R, … dalam E adalah sama dengan
nilai kebenaran yang diberikan untuk I
• Aturan true
Kalimat true adalah true untuk I
• Aturan false
Kalimat false adalah false untuk I
• Aturan not
Negasi kalimat : not F adalah true jika F adalah false dan false jika F adalah true
• Aturan and
Konjungsi F and G adalah true jika F dan G keduanya benar, dan false jika sebaliknya
(yaitu jika F false atau G false)
• Aturan or
Disjunngsi F or G adalah true jika F true atau jika G true, dan false jika keduanya false
• Aturan if-then
Implikasi if F then G adalah true jika F false atau jika G true dan false jika F true dan
G false
• Aturan if-and-only-if
Ekivalensi F if and only if G adalah true jika nilai kebenaran F adalah sama dengan nilai
kebena ran G, sebaliknya false jika memiliki nilai kebenaran keduanya berbeda.
• Aturan if-then-else
Nilai kebenaran kondisional if F then G else H adalah nilai kebenaran G jika F true dan
nilai kebenaran H jika F false.
Contoh :
Misalkan sebuah kalimat :
A : if (x and (not y)) then ((not x) or z)
Dan interpretasi I untuk A adalah :
I: xà T
yà F
zà F
Dengan menggunakan aturan semantik di atas, maka kalimat A dapat ditentukan nilai
kebenarannya, sebagai berikut :
- karena y à F, maka berdasarkan aturan not, (not y) à T
- karena x à T dan (not y) à T, maka berdasarkan aturan and, (x and (not y)) à T
- karena x à T, maka berdasarkan aturan Not, (not x) à F
- karena (not x) à f dan z à F, maka berdasarkan aturan or, ((not x) or z) à F
- karena (x and (not y)) à T dan ((not x) or z) à F, maka berdasarkan aturan if-then, if
(x and (not y)) then ((not x) or z) à F
1. VALID
Kalimat A valid jika bernilai true berdasarkan semua interpretasi untuk A (disebut juga
Tautologi)
2. STATISFIABLE
Kalimat A statisfiable jika bernilai true berdasarkan beberapa interpretasi untuk A
3. CONTRADICTORY (UNSTATISFIABLE)
Kalimat A contradictory jika bernilai False berdasarkan semua interpretasi untuk A
4. IMPLIES
Kalimat A implies kalimat B, jika untuk sebarang interpretasi I untuk A dan B, jika A
bernilai true berdasarkan I maka B juga bernilai true berdasarkan I
5. EQUIVALENT
Kalimat A dan B ekivalen jika, untuk setiap interpretasi untuk A dan B, A mempunyai
nilai kebenaran yang sama dengan B
6. CONSISTENT
Sekumpulan kalimat A1, A2, … konsisten jika ada interpretasi untuk A1, A2, …
sehingga Ai (I = 1, 2, 3, …) bernilai true
Contoh :
- Kalimat w or (not w) adalah kalimat valid dan statisfiable
- Kalimat x and (not x) adalah kalimat contadictory
Penentuan nilai kebena ran suatu kalimat dapat dilakukan dengan 3 cara yaitu :
1. Tabel Kebenaran
2. Tabel Jarang (sparse)
3. Pohon Semantik
Contoh :
1. if (p and q) then (p or (not r)
p T p F
2 3
T
T
x T x F
2 3
x T x F
2 3
T
x T x F
2
3
T
y T F
4 5
x T x F
2 3
T
y y F
T
4 5
F T
Andrian Rakhmatsyah, ST., Sri Widowati, IR., MT
SEKOLAH TINGGI TEKNOLOGI TELKOM
38
LOGIKA MATEMATIKA
Untuk membuktikan validitas sebuah kalimat diperlukan pembuktian nilai True, untuk
semua interpretasi yang mungkin pada kalimat tersebut. Akan lebih mudah untuk
membuktikan bahwa jika ada 1 interpretasi yang mengakibatkan nilai kalimat tersebut
False maka kalimat tersebut tidak valid.
Contoh :
Akan dicoba untuk menurunkan kondisi-kondisi sehingga akan terlihat apakah asusmsi
awal yang diambil dapat terjadi/tidak
A akan bernilai F jika anticendent à T dan consequent à F
F (?)
Terlihat pada anticendent bahwa terjadi kontradiksi, berarti kondisi A à F tidak pernah
terjadi. Sehingga kesimpulannya A valid
F (?)
Terjadi kontradiksi pada bagian sisi kiri.
Kasus II :
(if x then y) iff ((not x) or y)
F F T
Lihat pada bagian anticendent,
(if x then y) akan bernilai F jika x à T dan y à F, sehingga :
F (?)
Teore ma
A Ekivalensi B, jika dan hanya jika ( A iff B) merupakan Tautologi
Teorema
B Konsekuensi Logis dari A, jika dan hanya jika (if A then B) merupakan Tautologi
Catatan :
Jika pernyataan lebih dari 1, misal A1 , A2 , A3 maka bentuk konsekuensi logiknya menjadi :
Contoh Kasus :
Periksa apakah B merupakan kesimpulan dari 6 argumen dibawah ini ?
A1 : if P then (Q and R and S)
A2 : if T then (if U then (if not Y then not S))
A3 : if Q then T
A4 : if R then (if X then U)
A5 : if Y then not X
A6 : X
----------------------------------------------------------------
B : not P
Misal diberikan kalimat yang mengandung operator konjungsi atau konjungsi lebih dari
satu, sebagai berikut :
A : p and q and r
B : p or q or r
Maka urutan perngerjaan operasi pada kalimat tersebut dilakukan dari kiri ke kanan sesuai
aturan sebagai berikut :
1. Konjungsi Jamak
A1 and A2 and A3 and A4 and … and An
Memiliki arti :
2. Disjungsi Jamak
A1 or A2 or A3 or A4 or … or An
Memiliki arti :
3.8 SUBSTITUSI
Substitusi adalah operasi pengantian subkalimat dari suatu kalimat dengan subkalimat yang
lain.
Contoh :
1. [ x and (y or x) ] w { x ß (if w then z) }
menghasilkan :
(if w then z) and (y or (if w then z))
menghasilkan :
if x then w
Catatan :
• Substitusi dikerjakan dalam 1 langkah
[x and y] w { x ß (x and z)} menghasilkan (x and z) and y
• Substitusi tidak memiliki efek jika subkalimat yang akan diganti tidak muncul dalam
kalimat,
[x and y] w { z ß w } menghasilkan menghasilkan x and y
Contoh :
[ x and x ] {x ß y}
Substitusi parsial bersifat invertible, yaitu salah satu kalimat yang mungkin dihasilkan
adalah kalimat semula.
(A {BßC}) {C ß B}
hasilnya adalah A
Contoh :
[ (x or y) {x ß y}] {y ß x}
salah satu kalimat yang mungkin adalah : x or y
[(x or y) w {x ßy}] w {y ß x }
hasil yang diperoleh tepat 1 kalimat yaitu : x or x
A w [ B1 ß C1
B2 ß C2
…
Bn ß Cn ]
Adalah kalimat yang diperoleh dengan menggantikan secara simultan (serempak) setiap
kemunculan Bi di Ai dengan Ci
b. Substitusi Partial
Substitusi partial dituliskan sebagai :
A [ B1 ß C1
B2 ß C2
…
Bn ß Cn ]
Adalah salah satu kalimat yang diperoleh dengan menggantikan nol, satu, atau lebih
kemunculan Bi di Ai dengan Ci
Contoh :
1. Substitusi jamak dilakukan serentak dalam 1 langkah
x w[xß y
yß x]
menghasilkan kalimat : y
Bedakan dengan substitusi bertahap sebagai berikut :
2. [ if x
then if y or x xß z
then y or z ] (y or z ) ß not z
menghasilkan :
if x
then [if (y or x) then y or z ]
3. [ if x
then if (y or x) xß z
then (y or z) ] (y or z) ß not z
[x ß I ] o I
adalah interpretasi yang memberikan nilai τ pada x dan memberikan nilai kebenaran yang
sesuai dengan interpretasi I untuk semua simbol proposisi selain x.
Contoh :
IA : xß T
YßF
Jika IB = [y ß T] o IA
Untuk suatu interpretasi I dengan simbol proposisi x1 , x2 , … , xn dan nilai kebenaran τ1 , τ2,
… , τn maka
[x1 ] ß τ1 ] o [x2 ß τ1 ] o … o [xn ß τn ] o I
berarti
([x1 ] ß τ1 ] o ([x2 ß τ1 ] o (… o ([xn ß τn ] o I)))
- Salah satu metode yang digunakan untuk menarik suatu kesimpulan berdasarkan
pernyataan atau premis-premis yang diketahui.
- Metode deduksi ini menggunakan aturan-aturan penalaran, ekivalensi logik dan
tautologi
- Untuk mempermudah operasi penurunan digunakan operator-operator lama sbb:
Simbol
Operasi Simbol Baru
Lama
NEGASI NOT ~
KONJUNGSI AND ∧
DISJUNGSI OR ∨
IMPLIKASI IF-THEN ⊃
EKIVALENSI IF-AND-ONLY-IF ≡
KONDISIONAL IF-THEN-ELSE Tidak Ada
- Metode Deduksi hanya dapat menunjukkan bahwa kesimpulan dari suatu penalaran valid;
yaitu Jika kesimpulan yang diperoleh dapat dicapai/dibuktikan dengan aturan ya ng ada
- Jika tidak dapat menarik suatu kesimpulan dengan metode deduksi, maka tidak berarti
penalaran tersebut tidak valid. Ketidakvalidan suatu penalaran harus tetap dibuktikan
secara eksplisit dengan Tabel Kebenaran atau Analisis Asumsi Salah (Falsification)
1. KONJUNGSI
Jika diketahui proposisi p dan q TRUE maka dapat disimpulkan bahwa penalaran
berbentuk konjungsi (p ∧ q) juga akan bernilai TRUE
p
q Atau dapat ditulis (p ∧ q ) ⊃ (p ∧ q)
p∧ q
2. SIMPLIFIKASI
Jika penalaran berbentuk konjungsi (p ∧ q) bernilai TRUE maka dapat disimpulkan
bahwa proposisi unsur pembentuknya, yaitu p dan q TRUE
3. ADDITION DISJUNGSI
Jika diketahui suatu proposisi p bernilai TRUE maka dapat disimpulkan bahwa proposisi
disjungsi dengan proposisi lain juga bernilai TRUE
P atau q
p∨ q p∨ q
4. SILOGISME DISJUNGTIVE
Jika diketahui : p ∨ q bernilai TRUE dan salah satu proposisi pembentuknya FALSE
maka dapat ditarik kesimpulan proposisi yang lain TRUE
p∨ q p∨ q
~p dan ~q
q P
5. MODUS PONEN
Jika kondisional p ⊃ q TRUE; dimana antisendennya TRUE maka dapat disimpulkan
bahwa konsekuen harus TRUE
p⊃q
p
q
6. MODUS TOLLENS
Jika kondisional p ⊃ q TRUE; dimana konsekuennya FALSE maka dapat disimpulkan
bahwa antisenden harus TRUE
p⊃q
~q
~p
7. SILOGISME HIPOTETIK
Jika diketahui 2 buah kondisional yang berkesinambungan maka dapat disimpulkan suatu
kalimat kondisional yang baru.
p⊃q
q⊃r
p⊃r
NO ATURAN BENTUK
1. Negasi Ganda p ≡ ~ (~p)
2. Assosiatif p ∧ ( q ∧ r) ≡ (p ∧ q) ∧ r
p ∨ ( q ∨ r) ≡ (p ∨ q) ∨ r
3. Komutatif p ∧ q≡ q∧ p
p ∨ q≡ q∨ p
4. Identitas p ∧ p≡ p
p ∨ p≡ p
5. Distributif p ∧ (q ∨ r) ≡ (p ∧ q) ∨ (p ∧
r)
p ∨ (q ∧ r) ≡ (p ∨ q) ∧ (p ∨
r)
6. Hukum De Morgan ~ (p ∨ q) ≡ ~p ∧ ~q
~ (p ∧ q) ≡ ~p ∨ ~q
7. Hukum Penyerapan p ∧ (p ∨ q) ≡ p
p ∨ (p ∧ q) ≡ p
8. Implikasi p ⊃ q ≡ ~(p ∧ ~q) ≡ ~p ∨ q
9. Kontrapositif p ⊃ q ≡ ~ q ⊃ ~p
10. Eksportasi (p ∧ q) ⊃ r ≡ p ⊃ (q ⊃ r)
Catatan :
Metode Deduksi mengandung kesulitan karena tidak ada suatu pegangan yang pasti untk
menurunkan kesimpulan, yaitu apakah harus menggunakan suatu aturan penalaran tertentu
(misal : Simplifikasi, Modus Ponen, dll) atau menggunakan aturan ekivalensi atau aturan
lainnya.
Contoh :
1. Diketahui :
Jika ibu datang dari pasar, maka ani senang sekali
Ibu datang dari pasar dan membawa kue bolu
Jadi : Ani senang sekali
Kesimpulan tersebut Valid atau tidak Valid ?
Jawab :
Ubah penalaran tersebut me njadi kalimat proposisi
Premis:
Jika ibu datang dari pasar, maka ani senang sekali : p ⊃ q
Ibu datang dari pasar dan membawa kue bolu : p ∧ r
Kesimpulan:
Ani senang sekali : q
2. Diketahui :
Ani masuk sekolah atau ani tidak masuk sekolah
Jika ani tidak masuk sekolah maka sekolah pasti libur
Sekolah Tidak Libur
Apa Kesimpulan dari penalaran tersebut ?
Jawab :
Gunakan metode deduksi !
Premis:
Ani masuk sekolah atau ani tidak masuk sekolah : p ∨ ~ p
Jika ani tidak masuk sekolah maka sekolah pasti libur : ~ p ⊃ q
Sekolah Tidak Libur : ~ q
1. Tentukan sifat kalimat dibawah ini dengan menggunakan Tabel Jarang (Sparse Table) :
A : if (p and not q) then (p if and only if q)
2. Buatlah pohon semantik dari kalimat berikut dan simpulkan tentang sifat dari kalimat
tersebut
B : (if x then not y) if and only if (not (x and z))
3. Diketahui pernyataan :
A : Sore hari ini mendung dan lebih dingin dari kemarin.
B : Saya akan pergi berenang jika cuaca cerah.
C : Jika saya tidak berenang maka saya akan pergi belanja.
D : Jika saya pergi belanja maka saya akan berada dirumah
tepat pada saat matahari terbenam
E : Saya berada di rumah tepat pada saat matahari terbenam
4.
IF x THEN y
A: IF AND AND (x or z) THEN ( y OR w )
IF x THEN w
Tentukan :
a. Sifat dari Proposisi dibawah ini dengan menggunakan Pohon Semantik
b. Selidiki Validitasnya dengan menggunakan Metode Asumsi Salah
IF x IF x THEN y
5. B : THEN IFF OR
( y AND z) IF x THEN z
Tentukan :
a. Sifat dari Proposisi dibawah ini dengan menggunakan Pohon Semantik
b. Selidiki Validitasnya dengan menggunakan Metode Asumsi Salah
6. Jika penawaran emas dibiarkan konstan dan permintaan semas bertambah maka harga
emas naik. Jika permintaan emas bertambah yang menyebabkan harga emas naik, maka
ada keuntungan bagi spekulator. Penawaran emas dibiarkan konstan. Oleh karena itu
ada keuntungan bagi spekulator. Analisis apakah penalaran tersebut valid dengan
menggunakan metode asumsi salah
7. p AND q
C: OR
IF r THEN ( p AND q AND r )
a. C { (p AND q) ß P }
b. C pßs
( p AND q) ß p
c. C { (p AND q) ß P }
d. C pßs
( p AND q) ß p
BAB IV
KALKULUS PREDIKAT
4.1 DEFINISI
Kalimat pada kalkulus proposisi tidak dapat menjelaskan konsep objek dan relasi
antar objek .
Contoh :
Batuan di Mars berwarna putih
Atau
Batuan di Mars tidak berwarna putih
Dengan aturan kalkulus proposisi, pernyataan tersebut dapat dibuat menjadi skema kalimat
(p or not p)
dan selanjutnya dapat ditentukan nilai kebenarannya.
Maka pernyataan tersebut tidak dapat dibentuk menjadi skema kalimat kalkulus proposisi.
Hal ini disebabkan karena pernyataan tersebut mengandung kuantisasi dari objek.
Oleh karena itu dibutuhkan bahasa baru yang mengenal adanya konsep objek dan relasi
antar objek, yaitu menggunakan Kalkulus Predikat.
dimana :
p(x) = x adalah batuan di Mars
q(x) = x adalah batuan berwarna putih
“for some x” disebut kuantifier (simbol : ∃x)
“for all x” disebut kuantifier (simbol : ∀x)
Pada dasarnya Kalkulus Predikat merupakan perluasan dari Kalkulus Proposisi dimana
Kalkulus Predikat mengatasi kelemahan pada kalkulus proposisi dengan menambahkan
representasi :
- Objek yang memiliki sifat tertentu
- Relasi antar objek
Definisi : Simbol
Kalimat dalam kalkulus predikat dibuat dari simbol-simbol berikut :
a. Simbol Kebenaran : true dan false
b. Simbol Konstanta : a, b, c, a1, b1, …
c. Simbol variabel : x, y, z, x1, x2, …
d. Simbol fungsi : f, g, h, g1, f1, h1, …
Setiap simbol fungsi mempunyai arity yang menyatakan banyaknya parameter/
argumen yang harus dipenuhi.
e. Simbol Predikat (menyatakan relasi) : p, q, r, s, p1, q1, r1, …
Setiap simbol predikat juga memiliki arity
Catatan :
Objek didalam kalkulus predikat dinyatakan sebagai konstanta atau variabel.
Definisi : Term
Term adalah sebuah ekspresi ya ng menyatakan objek.
Contoh :
1. f(a,x) adalah term
(a dan x adalah term, f adalah simbol fungsi dan semua fungsi adalah term)
2. g(x, f(a,x)) adalah term
Definisi : Proposisi
Proposisi digunakan untuk merepresentasikan relasi antar objek
Contoh :
p (a, x, f (a,x)) adalah proposisi, karena a, x, f (a,x) adalah term, dan p adalah simbol
predikat 3-ary
Definisi : Kalimat
Kalimat dalam kalkulus predikat dibangun dengan aturan :
1. Setiap proposisi adalah kalimat
2. Jika A, B, C adalah kalimat maka :
• Negasi (not A) adalah kalimat
• Konjungsi A dengan B: (A and B) adalah kalimat
• Disjungsi A dengan B : (A or B) adalah kalimat
• Implikasi (If A then B) adalah kalimat
• Ekivalensi A dan B (A if and only if B) adalah kalimat
• Kondisional if A then Belse C adalah kalimat.
3. Jika A adalah kalimat dan x adalah variabel maka :
(For all x) A adalah kalimat
(For some x) A adalah kalimat
Contoh :
1. if (for all x) p(a, b, x) then g (y) else f(a, y) adalah term
2. if (for all x) p(a, b, x) then (for some y) g(y) else not p(a, b, c) adalah kalimat
Definisi Ekspresi
Suatu ekspresi dalam kalkulus predikat dapat berupa kalimat atau term
Contoh :
- x merupakan ekspresi
- f(x,y) merupakan ekspresi
- (for some x) p(x) merupakan ekspresi
Contoh :
Sebutkan semua subterm dan subkalimat yang terdapat pada ekspresi berikut :
E : if (for all x) q (x, f(a) then f (a) else b
Subterm : a, x, f(a), b, if (for all x) q (x, f(a) then f (a) else b
Subkalimat : q(x, f(a), (for all x) q(x,f(a))
Semuanya merupakan subekspresi dari E
Suatu variabel dikatakan terikat dalam sebuah ekspresi jika sedikitnya ada satu kemunculan
x terikat pada ekspresi tersebut
Sebaliknya dikatakan variabel bebas jika sedikitnya ada satu kemunculan bebas dalam
ekspresi tersebut.
Contoh :
Keterangan :
x pada p(x, y) adalah terikat
y pada p(x, y) adalah bebas
y pada q(y, z) adalah terikat
z pada q(y, z) adalah bebas
Kemunculan variabel terikat dipengaruhi oleh kemunculan kuantifier yang paling dekat.
Contoh :
Keterangan :
variabel x pada p(x) dipengaruhi kuantifier FOR ALL x
variabel x pada r(x, y) dipengaruhi kuantifier FOR SOME x
Catatan :
Perbedaan antara variabel Bebas dan Variabel Terikat adalah :
Variabel Bebas : Nilainya diberikan oleh interpretasi
Variabel Terikat : Nilainya terbatas dari interpretasi yang diberikan
Contoh :
1. (FOR ALL x) (FOR SOME y) p(x, y) adalah kalimat tertutup
2. (FOR ALL x) p(x, y) adalah bukan merupakan kalimat tertutup
4.4 INTERPRETASI
Definisi : Interpretasi
Misal D adalah sebarang himpunan tak kosong, maka sebuah interpretasi I dalam domain D
akan memberi nilai pada setiap simbol konstanta, variabel bebas, fungsi dan predikat yang
ada pada kalimat dengan aturan sebagai berikut :
- Untuk setiap konstanta a, yaitu elemen a1 ari D
- Untuk setiap variabel x, yaitu elemen x1 dari D
- Untuk setiap simbol fungsi f dengan arity = n , yaitu :
- Fungsi f1 (d1 , d2 , …, dn ) dimana argumen d1 , d2 , …, dn merupakan elemen dari D, dan
nilai fungsi f1 (d1 , d2 , …, dn ) merupakan anggota D
- Untuk setiap simbol predikat p dengan arity = n, yaitu relasi p1 (d1 , d2 , …, dn ) dimana
argumen d1 , d2 , …, dn merupakan elemen dari D dan nilai p1 (d1 , d2 , …, dn ) adalah
TRUE atau FALSE
Jadi untuk suatu ekspresi A, sebuah interpretasi I dikatakan interpretasi untuk A, jika I
memberikan nilai kepada setiap simbol bebas dari A.
Arti kalimat ditentukan oleh interpretasi yang diberikan. Tetapi karena dalam kalk ulus
predikat mengandung pengertian objek, maka interpretasi dalam kalimat predikat harus
juga mendefinisikan suatu domain yaitu himpunan objek yang memberi arti pada term.
Suatu interpretasi harus memberi nilai pada setiap simbol bebas pada kalimat tersebut.
Contoh :
1. Diberikan interpretasi I dengan Domain D adalah himpunan bilangan integer positif,
dimana :
a=0
p = relasi “lebih besar” yaitu : p(d1 , d2 ) = (d1 > d2 )
f = fungsi suksesor yaitu f(d) = d + 1
2. Misalkan interpretasi J dengan domain bilangan interger positif, yang akan memberi
nilai :
a=0
p = relasi “ketidaksamaan” yaitu : p(d1 , d2 ) = (d1 ≠ d2 )
f = fungsi predesesor yaitu f(d) = d - 1
Contoh Soal :
Diberikan Ekspresi :
E = IF p(x, f(x)) THEN (FOR SOME y) p(a, y)
Misal I adalah suatu interpretasi yang mencakup domain D maka untuk sembarang variabel
s dan elemen d pada domain D, interpretasi yang diperluas : < x ß d > o I dari I adalah
interpretasi yang mencakup domain D dimana :
1. Variabel x diberik nilai elemen domain D
2. Setiap variabel y (selain x) diberi nilai sama dengan elemen domain y1 (yaitu nilai
berdasar interpretasi D. jika y tidak mempunyai nilai berdasar I maka y juga tidak
mempunyai nilai berdasar < x ß d > o I
3. Setiap konstanta a, simbol fungsi f, dan simbol predikat p diberi nilai sesuai dengan
nilai aslinya yaitu aI, fI, pI
Contoh :
1. I adalah interpretasi yang meliputi bilangan integer, dengan
x=1
y=2
Maka perluasan interpretasi terhadap I :
<x ß 3 > o I
akan memberikan nilai :
x=3
y=2
Contoh
1. A : (FOR SOME x) p(x,y)
Misal I adalah interpretasi untuk B yang meliput i domain bilangan real positif dimana:
a=1
f : fungsi “akar dari” yaitu f1 (d) = √d
p : relasi “tidak sama dengan”, yaitu p1 (d1, d2) = d1 ≠ d2
Untuk lebih mudahnya, dimulai dari Konsekuen karena bentuknya lebih sedehana.
Berdasakan aturan proposisi, maka nilai konsekuen p(a, f(a)) yaitu 1 ≠ √1 adalah
FALSE berdasarkan I
4.9 KECOCOKAN
Definisi
• Dua interpretasi dikatakan cocok jika keduanya memberni nilai yang sama untuk
simbol-simbolnya atau keduanya tidak memberi nilai untuk simbol-simbolnya
• Dua interpretasi I dan J cocok untuk ekspresi A jika nilai A berdasarkan I sama dengan
nilai A berdasarkan J atau I dan J bukan interpretasi untuk A
Contoh :
Misalkan I adalah interpretasi yang meliputi bilangan integer dengan :
aà0
bà2
x à -1
f à fungsi suksessor f1 (d) = d + 1
aà0
xà 1
f à fungsi predesesor f1 (d) = d – 1
2.10 VALIDITAS
Validitas di dalam kalkulus predikat didefinisikan hanya untuk kalimat tertutup, yaitu
kalimat ya ng tidak memiliki variabel bebas.
Definisi
Sebuah kalimat A dikatakan valid jika kalimat tersebut bernilai TRUE berdasarkan setiap
interpretasi untuk A
Contoh Cara 1
Misalkan ingin dibuktikan validitas kalimat A berikut :
1. A : [ NOT (FOR ALL x) p(x) ] IFF [ (FOR SOME x) NOT p(x) ]
Asumsikan bahwa B tidak valid, sehingga bahwa untuk suatu interpretasi I untuk B
Jika Antisenden :
(FOR SOME y) (FOR ALL x) q(x, y) bernilai TRUE berdasarkan I
maka konsekuen
(FOR ALL x) (FOR SOME y) q(x, y) bernilai FALSE berdasarkan I
Berdasarkan (1) dan (2) kita dapat mengambil nilai elemen d1 sama dengan e2 dan d2
sama dengan e1, sehingga dari (1) diperoleh :
q(x, y) bernilai TRUE berdasarkan < x ß e1 > o < y ß d1 > o I …………….. (3)
dandari (2) diperoleh
q(x, y) bernilai FALSE berdasarkan <y ß d1 > o < x ß e1 > o I ……………(2)
Berari asumsi bahwa B tidak valid adalah tidak benar, sehingga B VALID
2. Gantilah proposisi-proposisi di bawah ini dengan lambang masing- masing. Huruf yang
dicetak tebal/miring harus dijadikan lambang :
3. Misalkan I adalah interpretasi dengan domain bilangan integer lebih besar daripada 5 :
Dimana : a = 6 x = 10
b = 17 y = 15
c = 11
4. Buktikan bahwa kalimat B berikut ini adalah VALID, dengan menggunakan sebarang
interpretasi :
B : not (FOR ALL x) G(x) IFF (FOR SOME x) not (G(x))
DAFTAR PUSTAKA
[1] Manna, Zohar. The Logical Basis For Computer Programming. Addison Wesley Publishing.
1985
[2] Korfhage, Robert. Logic And Algotrihms. USA. 1966
[3] Diktat Logika Matematika, Jurusan Teknik Informatika ITB
[4] Hendrowati, Retno. Hariyanto, Bambang. Logika Matematika, Penerbit Informatika,
Bandung
[5] Rossen, Kenneth, Discret Mathematics and it’s Application
[6] …., Discret Mathematics