Anda di halaman 1dari 64

1

LOGIKA MATEMATIKA

BAB I
PENDAHULUAN TEORI HIMPUNAN

1.1 DEFINISI HIMPUNAN

Pengertian
Himpunan adalah kumpulan objek yang didefinisikan secara jelas dalam sembarang urutan
atau keberurutan objek-objek anggotanya tidak diperhatikan. Objek-objek itu disebut
elemen-elemen atau anggota-anggota himpunan

Anggota Himpunan
Himpunan memiliki objek yang disebut anggota atau elemen himpunan. Jika himpunan A
memiliki x sebagai anggotanya maka dapat dituliskan sebagai x ∈ A , dibaca ”x adalah
anggota himpunan A” atau “x adalah elemen dari himpunan A”. Jika objek y bukan elemen
atau anggota dari himpunan A maka dapat ditulis y ∉ A .

Himpunan Hingga dan Takhingga (Finite and Infinite Set)


Himpunan hingga (Finite set) merupakan himpunan yang berisi sejumlah hingga elemen
yang berbeda selain itu disebut sebagai himpunan tak hingga (Infinite set).

1.2 NOTASI

Notasi Himpunan
Himpunan dinyatakan dengan huruf besar : A, B, C, D, E, … . Sedangkan elemen-elemen
dalam suatu himpunan dinyatakan dengan huruf kecil : a, b, c, d, e, …

Contoh :
1. Himpunan A terdiri atas bilangan 2, 4, 6, 8, maka dapat dituliskan sebagai :
A = {2, 4, 6, 8}; elemen-elemen didaftarkan dengan dipisahkan tanda koma (‘,’) dan
dalam tanda kurung kurawal {}.
2. Himpunan B adalah himpunan bilangan genap positif, maka dapat dituliskan dengan :
B = {x | x genap > 0}

Cara Penulisan Himpunan


Cara penulisan himpunan terdiri atas 3 cara, yaitu :
1. Enumerasi
Dengan menyebutkan semua (satu per satu) elemen himpunan
Contoh:
B = {1,2,3,4,5}
D = {apel, mangga, jambu}

Andrian Rakhmatsyah, ST., Sri Widowati, IR., MT


SEKOLAH TINGGI TEKNOLOGI TELKOM
2
LOGIKA MATEMATIKA

2. Notasi khusus himpunan atau simbol standar


Dengan simbol-simbol standar yang biasa digunakan untuk mewakili suatu himpunan,
antara lain :
Contoh :
P = Himpunan bilangan integer positif = {1,2,3, …}
Q = Himpunan bilangan natural = {0,1,2, …}
Z = Himpunan bilangan rasional = {… , -2, -1, 0, 1, 2, …}

3. Notasi Pembentuk Himpunan


Dengan menyebutkan sifat atau syarat keanggotaan dari himpunan.
Contoh :
B={x|x ≤5,x ∈A}

Aturan dalam penulisan syarat keanggotaan himpunan :


• Bagian kiri tanda ‘|’ melambangkan elemen himpunan
• Tanda ‘|’ dibaca sebagai dimana atau sedemikian sehingga
• Bagian di kanan tanda ‘|’ menunjukkan syarat keanggotaan himpunan
• Setiap tanda ‘,’ dibaca sebagai dan

4. Diagram Venn
Dengan menggambarkan keberadaan himpunan terhadap himpunan lain. Himpunan
Semesta (S) digambarkan sebagai suatu segi empat sedangkan himpunan lain
digambarkan sebagai lingkaran.
Contoh :
S = {1,2, … , 7, 8}
A = {1,2,3,5}
B = {2,5,6,8}

S A B

1 2 6

3 5 8

Andrian Rakhmatsyah, ST., Sri Widowati, IR., MT


SEKOLAH TINGGI TEKNOLOGI TELKOM
3
LOGIKA MATEMATIKA

Atau dengan area himpunan

S A B

1 2 3

Himpunan Area
A 1,2
B 2,3
A∩ B 2
A∪ B 1, 2, 3

Definisi-Definisi
a. Himpunan semesta/universal
Simbol : S atau U

b. Himpunan bagian (Subset)


A merupakan himpunan bagian dari B jika dan hanya jika setiap elemen A juga
merupakan elemen B.
Simbol : A ⊆ B
Contoh :
A = Bilangan Integer dan B = Bilangan Real
Maka A ⊆ B

Catatan :
∅ ⊆ A dan A ⊆ A

c. Himpunan Kosong (Null Set)


Himpunan kosong merupakan himpunan yang tidak memiliki elemen atau anggota.
Himpunan kosong selalu merupakan salah satu himpunan bagiannya.
Simbol : { } atau ∅
Contoh : F = { x | x < x }

Andrian Rakhmatsyah, ST., Sri Widowati, IR., MT


SEKOLAH TINGGI TEKNOLOGI TELKOM
4
LOGIKA MATEMATIKA

d. Himpunan Kuasa (Power Set)


Himpunan dari seluruh himpunan bagian dari suatu himpunan
Contoh :
Himpunan bagian dari A = {1, 2} adalah ∅, {1}, {2}, {1, 2} maka Himpunan kuasa
dari A = {∅, {1}, {2}, {1, 2}}

e. Himpunan bagian yang sebenarnya ( Proper Subset )


A himpunan bagian yang sebenarnya dari B bila tiap elemen A adalah elemen B dan
B≠∅, tapi himpunan A tidak sama dengan B atau bila A ⊆ B dan A ≠ B
Contoh :
A = {1, 2, 3, 4}
B = {0, 1, 2, 3, 4}
Maka A merupakan proper subset dari B

f. Himpunan yang sama


Himpunan A dikatakan sama dengan himpunan B jika dan hanya jika setiap elemen A
merupakan elemen B dan sebaliknya setiap elemen B juga merupakan elemen A.
Simbol : A = B ↔ A ⊆ B dan B ⊆ A
Contoh :
A = {0, 1, 2, 3}
B = {0, 1, 2, 3}
Maka A = B

g. Himpunan yang ekivalen


Himpunan A dikatakan ekivalen dengan himpunan B jika dan hanya jika kardinal dari
kedua himupunan tersebut sama.
Simbol : A ∼ B
Contoh :
A = {0, 1, 2, 3, 4} à|A|=5
B = {5, 6, 7, 8, 9} à|B|=5
Maka A ~ B

h. Himpunan Saling Lepas ( Disjoint )


Dua himupunan A dan B dikatakan saling lepas jika tidak memiliki elemen yang sama.
Contoh :
A = { x | x < 8, x ∈ P }
B = { 10, 20, 30, … }
Maka A dan B adalah himpunan yang saling lepas.

Andrian Rakhmatsyah, ST., Sri Widowati, IR., MT


SEKOLAH TINGGI TEKNOLOGI TELKOM
5
LOGIKA MATEMATIKA

1.3 OPERASI-OPERASI DASAR HIMPUNAN

Union (Gabungan)
Union himpunan A dan himpunan B adalah himpunan dari semua elemen yang termasuk
dalam A atau B atau keduanya. Union teresebut dapat dinyatakan sebagai :
A ∪ B : dibaca A Union B

Contoh :
A = { a, b, c, d } dan B = {e, f, g }, maka A ∪ B = { a, b, c, d, e, f, g }

Union A dan B dapat didefinisikan secara ringkas sebagai berikut :


A ∪ B = { x | x ∈ A atau x ∈ B }

Berlaku hukum : A ∪ B = B ∪ A

Subhimpunan :
A dan B keduanya selalu berupa subhimpunan dari A ∪ B, yaitu :
A ⊂ (A ∪ B) dan B ⊂ (A ∪ B)

Irisan (Perpotongan)
Irisan himpunan A dengan himpunan B adalah himpunan dari elemen-elemen yang dimiliki
bersama oleh A dan B, yatu elemen-elemen yang termasuk di A dan juga termasuk di B.
Irisan dinyatakan dengan :
A ∩ B dibaca A “irisan” B

Contoh
A = { a, b, c, d } dan B = { b, d, f, g } maka A ∩ B = { b, d }

Dapat dinyatakan dengan : A ∩ B = { x | x ∈ A dan x ∈ B }

Setiap himpunan A dan himpunan B mengandung A ∩ B sebagai subhimpunan, yaitu :

(A ∩ B) ⊂ A dan (A ∩ B) ⊂ B

Jika himpunan A dan himpunan B tidak mempunyai elemen-elemen yang dimiliki bersama,
berarti A dan B terpisah, maka irisan dari keduanya adalah himpunan kosong :
A∩B=∅

Andrian Rakhmatsyah, ST., Sri Widowati, IR., MT


SEKOLAH TINGGI TEKNOLOGI TELKOM
6
LOGIKA MATEMATIKA

Selisih
Selisih himpunan A dan himpunan B adalah himpunan dari elemen-elemen yang termasuk
A tetapi tidak termasuk B, dan dinyatakan dengan :
A – B dibaca “selisih A dan B’ atau ‘A kurang B’

Dapat dinyakan dengan : A – B = { x | x ∈ A dan x ∉ B }

Himpunan A mengandung A – B sebagai subhimpunan, berarti : (A – B) ⊂ A

Komplemen
Komplemen dari himpunan A adalah himpunan dari elemen-elemen yang tidak termasuk A,
yaitu selisih dari himpunan semesta S dan A. Komplemen dapat didefinisikan secara
ringkas sebagai berikut :
A’ = { x | x ∈ S dan x ∉ A } atau A’ = { x | x ∉ A }

Union sebarang himpunan A dan komplemennya A’ adalah himpunan semesta, yaitu :


A ∪ A’ = S
A ∩ A’ = ∅

Komplemen dari komplemen himpunan A adalah himpunan A sendiri : (A’)’ = A

Selisih dari A dan B sama dengan irisan A dan komplemen B;


A – B = A ∩ B’

Perbedaan Simetris ( Symmetric Difference )


Perbedaan simetris dari himpunan A dan B adalah sutau himpunan yang elemennya ada
pada himpunan A atau B tetapi tidak pada keduanya.
Simbol : A ∆ B = A ⊕ B = ( A ∪ B ) – ( A ∩ B ) = ( A – B ) ∪ ( B – A )
Contoh :
A = { 2, 4, 6 } ; B = { 2, 3, 5 }
A ⊕ B = { 3, 4, 5, 6 }

1.4 ALJABAR HIMPUNAN

Aljabar himpunan mempunyai sifat yang analogi dengan aljabar aritmetika. Operasi pada
aljabar aritmetika adalah penambahan (+) dan perkalian (•).

Sifat-sifat operasi pada aljbar aritmetika :


Misal a, b, c, adalah sembarang bilangan
1. Tertutup ( Closure )
A1 : a + b adalah bilangan
M1 : a • b adalah bilangan

Andrian Rakhmatsyah, ST., Sri Widowati, IR., MT


SEKOLAH TINGGI TEKNOLOGI TELKOM
7
LOGIKA MATEMATIKA

2. Assosiatif
A2 : ( a + b ) + c = a + ( b + c )
M2 : (a • b) • c = a • ( b • c )
3. Identitas
A3 : Ada sebuah bilangan unik yaitu nol (0) sedemikian sehingga untuk semua
bilangan berlaku bahwa a + 0 = 0 + a = a
M3 : Ada sebuah bilangan unik yaitu 1 sedemikian sehingga untuk semua bilangan
berlaku bahwa a • 1 = 1 • a = a
4. Invers
A4 : Untuk setiap bilangan a terdapat bilangan unik (-a) sedemikian sehingga berlaku a
+ (-a) = (-a) + a = 0
M4 : Untuk setiap bilangan a ≠ 0, terdapat bilangan unik ( a 1 ) sedemikian sehingga
berlaku a • a 1 = a 1 • a = 1
5. Komutatif
A5 : a + b = b + a
M6 : a • b = b • a
6. Distributif
A6 : a • ( b + c ) = ( a b ) + ( a c )
M6 : (a + b) • c = ( a c ) + ( b c )

Sifat-sifat tersebut berlaku pula pada aljabar himpunan dimana terdapat perubahan :
• Operator penjumlahan (+) diganti dengan operator perbedaan simetris ( ∆ )
• Operator perkalian (•) diganti dengan operator irisan (∩)
• Sifat M4 bilangan unik nol (0) diganti himpunan ∅, bilangan unik 1 diganti
himpunan semesta S
• A4 Bilangan unik (-a) diganti dengan A’, sedemikian sehingga berlaku :
A ∆ A’ = S
A∩A=∅

1.5 TRANSISI DARI HIMPUNAN KE LOGIKA

Pada dasarnya Aljabar Boolean memberikan perantaraan antara Aljabar himpunan dan
Logika sebagai berikut :

• Operasi-operasi dasar dalam aljabar himpunan dengan 2 elemen yaitu ∅ dan A


∅ A ∅ A
∅ ∅ A ∅ ∅ ∅
A A A A ∅ A
α ∪β α ∩β

Jika diinterpretasikan sebagai aljabar boolean maka kedua elemen pada aljabar himpunan
berkorespodensi dengan elemen pada aljabar Boolean yaitu 0 dan 1

Andrian Rakhmatsyah, ST., Sri Widowati, IR., MT


SEKOLAH TINGGI TEKNOLOGI TELKOM
8
LOGIKA MATEMATIKA

• Operasi-operasi dasar dalam Aljabar Boolean dengan 2 elemen yaitu : 0 dan 1


0 1 0 1
0 0 1 0 0 0
1 1 1 1 0 1
α +β α•β

• Operasi-operasi dasar dalam Logika (Kalkulus Proposisi) melibatkan elemen False dan
True
False True False True
False False True False False True
True True True True False True
α∨β α∧β

Andrian Rakhmatsyah, ST., Sri Widowati, IR., MT


SEKOLAH TINGGI TEKNOLOGI TELKOM
9
LOGIKA MATEMATIKA

1.6 SOAL LATIHAN

1. Tentukan Elemen dari Himpunan A = {x | x 2 = 11x – 30 OR 4 – x > 0}, dimana U


adalah :
a. Himpunan Bilangan Riil
b. Himpunan Bilangan Bulat
c. Himpunan Bilangan Bulat positif
d. Himpunan Bilangan Bulat negatif
e. Himpunan Bilangan Bulat positif kurang dari 10

2. Tentukan Symmetric Difference dari pasangan himpunan berikut ini :


a. A = {2, 5, 8} B = {1,2, 5, 10}
b. A = {1, 3, 5 } B = {1, 2, 4, 7}
c. A = {a, *, $ } B = {1, 2, 3}
d. A = ∅ B = {a, *, $ }
e. A = {1, 3, 5 } B = {2, 4, 6}

3. Tunjukkan persamaan berikut ini dengan menggunakan Diagram Venn :


a. A ∩ (B ∩ C) = (A ∩ B) ∩ C
b. A ∪ (B ∩ C) = (A ∪ B) ∩ (A ∪ C)
c. A ∩ (B ∪ C) = (A ∩ B) ∪ (A ∩ C)
d. A ∩ (B ⊕ C) = (A ∩ B) ⊕ (A ∩ C)

4. Diketahui :
A – B = {0, 3}
A ⊕ B = {0, 1, 3, 5, 6}
A ∪ B = {0, 1, 2, 3, 5, 6, 7, 11}
Tentukan Elemen dari Himpunan A dan Himpunan B !

5. Diketahui :
A – B = {1, 5, 7, 8}
B – A = {2, 10}
A ∩ B = {3, 6, 9}
Tentukan Elemen dari Himpunan A dan Himpunan B !

Andrian Rakhmatsyah, ST., Sri Widowati, IR., MT


SEKOLAH TINGGI TEKNOLOGI TELKOM
10
LOGIKA MATEMATIKA

BAB II
ALJABAR BOOLEAN

2.1 DEFINISI

Aljabar Boolean adalah sistem aljabar yang berisi Himpunan Semesta (set S) dengan dua
operasi penjumlahan (+) dan perkalian (.) yang didefinisikan pada set itu sehingga
memenuhi ketentuan berikut ini :
• Aturan A1 sampai dengan A5 , M1 sampai M3 , M5 , D1 , dan D2
• Setiap elemen adalah “idempotent”, yaitu Jika a ∈ S, maka a.a = a
• setiap elemen a, b, c dari S mempunyai sifat-sifat atau aksioma-aksioma berikut ini :
1
A1 a + b ∈ S < closure >
M2 a.b ∈ S < closure >
A2 a + (b + c) = (a + b) + c < asosiatif >
M2 a . (b.c) = (a.b).c < asosiatif >
A3 Jika 0 ∈ S maka untuk setiap a ∈ S, < identitias >
adalah a + 0 = 0 + a = a
M3 Jika 1 ∈ S maka untuk setiap a ∈ S, < identitas >
Adalah a . 1 = 1 . a = a
A5 a + b = b + a < komutatif >
M5 a.b = b.a < komutatif >
D1 a.(b+c) = a.b + a.c < distributif >
D2 (a + b) . c = a.c + b.c < distributif >
D3 a + (b.c) = (a + b) . (a + c) < distributif >
D4 (a.b) + c = (a + c) . ( b + c) < distributif >
C1 Untuk setiap a ∈ S, dan a’ ∈ S, maka a + a’ = < komplemen >
1 dan a . a’ = 0

2.2 PRINSIP DUALITAS

Teorema 2.1
Untuk setiap elemen a, berlaku : a + a = a dan a.a=a
Bukti
a + a = (a+a) (1) identitas
= (a+a) (a+a’) komplemen
= a + (a.a’) distributif
=a+0 komplemen
=a identitas

Andrian Rakhmatsyah, ST., Sri Widowati, IR., MT


SEKOLAH TINGGI TEKNOLOGI TELKOM
11
LOGIKA MATEMATIKA

a.a = a.a + 0 identitas


= a.a + a.a’ komplemen
= a. (a.a’) distributif
= a.1 komplemen
=a identitas

Teorema 2.2
Untuk setiap elemen a, berlaku : a + 1 = 1 dan a.0=0

Bukti
a + 1 = a + (a+a’) komplemen
= (a+a) + a’ asosiatif
= a+a’ teorema 1a
=1 komplemen

a.0 = a.(a.a’) komplemen


= (a.a).a’ asosiatif
= a.a’ idempoten
= 0 komplemen

Teorema 2.3 (Hukum Penyerapan)


Untuk setiap elemen a dan b, berlaku : a + a.b = a dan a.(a+b) = 1

Bukti
a+ab = a.1 + a.b Identitas
= a . (1+b) distributif
=a+1 teorema 2a
=a identitas

a. (a+b)= a.a + a.b distributif


= a+ab idempoten
= a.1 + ab identitas
= a. (1+b) distributif
= a.1 teorema 2a
=a identitas

Andrian Rakhmatsyah, ST., Sri Widowati, IR., MT


SEKOLAH TINGGI TEKNOLOGI TELKOM
12
LOGIKA MATEMATIKA

Teorema 2.4 (Hukum de Morgan)


Untuk setiap elemen a dan b, berlaku : (a.b)’ = a’ + b’ dan (a+b)’ = a’b’

Bukti
(a.b)’ = a’ + b’

Diketahui : (ab) (ab)’ =0


Diperlihatkan : (ab) (a’+b’) = 0
(ab) (a’+b’) = aba’ + abb’ distributif
= 0.b + a.0 komplemen
=0+0 teorema 2b
=0 identitas

(a + b)’ = a’b’

Diketahui : (ab) + (ab)’ = 1


Diperlihatkan : ab + a’ + b’ = 1

ab + (a’ + b’) = ( a + a’ + b’) (b + a’ + b’)

Teorema 2.5
0’ = 1 dan 1’ = 0

Teorema 2.6
Jika suatu Aljabar Boolean berisi paling sedikit dua elemen yang berbeda,
maka 0 ≠ 1

Definisi
x dan y adalah elemen-elemen dari aljabar Boolean. Dinyatakan bahwa:
x lebih kecil daripada y (x<=y) jika dan hanya jika x + y = y

Teorema 2.7
<= adalah suatu bagian dari urutan

Bukti
Dari Teorema 2.1 : x + x = x, sehingga x <= x
Jika x <=y, maka x + y = y
Jika y <= x, maka x = y = y + x = x
Sehingga jika x <= y dan y <= x, maka x = y

Dapat disimpulkan :
x <= y dan y <= z, maka x + y = y dan y + z = z
x + z = x + (y + z) = (x + y) + z = y + z = z
Sehingga x <= z

Andrian Rakhmatsyah, ST., Sri Widowati, IR., MT


SEKOLAH TINGGI TEKNOLOGI TELKOM
13
LOGIKA MATEMATIKA

Teorema 2.8
Jika x, y, dan x adalah elemen-elemen dari aljabar Boolean, maka <= mempunyai sifat-sifat
berikut ini :
Jika x <= y dan x <= z, maka x <= yz
Jika x <=y, maka x <= y + z untuk elemen z
Jika x <= y, maka xz <= y untuk elemen z
x <= y jika dan hanya jika y’ <= x’

Bukti
x + y = y dan x + z = z, sehingga x + yz = (x + y)(x + z) = yz
Jika x + y = y, maka x + (y+z) = (x+y)+z = y + z
Dengan hukum penyerapan, xz + x = x atau xz <= x
x <= y maka x + y = y dan y’ = (x+y)’
Sehingga y’ + x’ = (x+y)’ + x’ = ((x+y)x)’ dengan hukum penyerapan
Konversi (x’)’ = x

2.3 FUNGSI BOOLEAN

Misalkan x1 , x2 , x3 , … , xn merupakan variabel- variabel aljabar Boolean. Fungsi Boolean.


Fungsi Boolean dengan n variabeladalah fungsi yang dapat dibentuk dari aturan-aturan
berikut :
1. Fungsi Konstan
f(x1 , x2 , x3 , … , xn ) = a
2. Fungsi Proyeksi
f(x1 , x2 , x3 , … , xn ) = xi I = 1, 2, 3, … , n
3. Fungsi Komplemen
g(x1 , x2 , x3 , … , xn ) = (f(x1 , x2 , x3 , … , xn ))’
4. Fungsi Gabungan
h(x1 , x2 , x3 , … , xn ) = f(x1 , x2 , x3 , … , xn ) + g(x1 , x2 , x3 , … , xn )
h(x1 , x2 , x3 , … , xn ) = f(x1 , x2 , x3 , … , xn ) . g(x1 , x2 , x3 , … , xn )

Catatan
Fungsi identitas : fungsi proyeksi satu variabel, dimana f(x) = x

Teorema 3.1
Jika f adalah fungsi Boolean dengan satu variabel, maka untuk semua nilai x, adalah
f(x) = f(1) x + f(0)x’

Untuk kemungkinan bentuk f :

Kemungkinan 1 :
f adalah fungsi konstan, f(x) = a
f(1)x + f(0)x’ = ax + ax’ = a(x+x’) = a1 = a = f(x)

Andrian Rakhmatsyah, ST., Sri Widowati, IR., MT


SEKOLAH TINGGI TEKNOLOGI TELKOM
14
LOGIKA MATEMATIKA

Kemungkinan 2 :
f adalah fungsi identitas
f(1)x + f(0)x’ = 1x + 0x’ = x + 0 = x = f(x)

Kemungkinan 3 :
g(x) = (f(x))’
g(x) = (f(x))’ = (f(1)x + f(0)x’)’
= (f(1)x)’ + (f(0)x’)’
= ((f(1))’ + x’) ((f(0))’ + x)
= (f(1))’ (f(0))’ + (f(1))’ x + (f(0))’ x’ + xx’
= (f(1))’ (f(0))’ (1) + (f(1))’ x + (f(0))’ x’
= (f(1))’ (f(0))’ (x + x’) + (f(1))’ x + (f(0))’ x’
= (f(1))’ (f(0))’ x + (f(1))’ x + (f(1))’ (f(0))’ x’ + (f(0))’ x’
= (f(1))’ x + (f(0))’ x’ (Hukum Penyerapan)
= g(1)x + g(0)x’

Kemungkinan 4 :
h(x) = f(x) + g(x)
h(x) = f(x) + g(x) = f(1)x + f(0)x’ + g(1)x + g(0) x’
= (f(1) + g(1)) x + (f(0) + g(0)) x’
= h(1) x + h(0) x’

Kemungkinan 5 :
k(x) = f(x) g(x)
k(x) = f(x) g(x) = (f(1) x + f(0)x’) (g(1)x +g(0)x’)
= f(1)g(1)xx + f(1)g(0)xx’ + f(0)g(1)x’x + f(0)g(0)x’x’
= f(1) g(1) x + f(0)g(0) x’
= k(1)x + k(0)x’

Bentuk diatas adalah bentuk standar fungsi Boolean satu variabel. Dengan cara yang sama,
jika f adalah fungsi Boolean dengan dua variabel, maka untuk nilai x dan y bentuk
standarnya adalah sebagai berikut :
f(x,y) = f(1,1) xy + f(1,0) xy’ + f(0,1) x’y + f(0,0) x’y’

2.4 BENTUK FUNGSI BOOLEAN

Suatu fungsi Boolean dapat dinyatakan dalam bentuk yang berbeda tetapi memiliki arti
yang sama
Contoh :
f1 (x,y) = x’ . y’ f2 (x,y) = (x + y)’

f1 dan f1 merupakan bentuk fungsi boolean yang sama, yaitu dengan menggunakan Hukum
De Morgan.

Andrian Rakhmatsyah, ST., Sri Widowati, IR., MT


SEKOLAH TINGGI TEKNOLOGI TELKOM
15
LOGIKA MATEMATIKA

Nilai Fungsi
Fungsi Boolean dinyatakan nilainya pada setiap variabel yaitu pada setiap kombinasi (0,1).

Contoh : Fungsi Boolean


f(x,y) = x’y + xy’ + y’

x y x’y xy’ y’ f(x,y)


0 0 0 0 1 1
0 1 1 0 0 1
1 0 0 1 1 1
1 1 0 0 0 0

Cara Representasi
Contoh : Fungsi f(x,y,z) = xyz’
1. Aljabar
Representasi secara aljabar adalah f(x,y,z) = xyz’
2. Dengan menggunakan Tabel Kebenaran
Dengan menggunakan Tabel Kebenaran, sbb :

x y z xyz’
0 0 0 0
0 0 1 0
0 1 0 0
0 1 1 0
1 0 0 0
1 0 1 0
1 1 0 1
1 1 1 0

Jumlah elemen dalam tabel kebenaran adalah jumlah kombinasi dari nilai variabel-
variabelnya, yaitu sejumlah 2n , dimana n adalah banyaknya variabel biner.

Konversi dari Tabel Kebenaran

x y z f(x,y,z)
0 0 0 0
0 0 1 1
0 1 0 0
0 1 1 0
1 0 0 1
1 0 1 0
1 1 0 0
1 1 1 1

Andrian Rakhmatsyah, ST., Sri Widowati, IR., MT


SEKOLAH TINGGI TEKNOLOGI TELKOM
16
LOGIKA MATEMATIKA

1). f1 (x,y,z) = x’y’z + xy’z’ + xyz ß SOP


= m1 + m4 + m7
f1 ’(x,y,z) = x’y’z’ + x’yz’ + x’yz + xy’z + xyz’

2). f2 (x,y,z) = (x+y+z) (x+y’+z)(x+y’+z’)(x’+y+z’) (x’+y’+z) ß POS


= (f1 ’(x,y,z))’
= M0 M2 M3 M5 M6

∴F = m1 + m 4 + m7 = M0 . M2 . M3 . M5 . M6

x y z f(x,y,z)
0 0 0 1
0 0 1 1
0 1 0 1
0 1 1 1
1 0 0 1
1 0 1 0
1 1 0 1
1 1 1 0

f1 (x,y,z) = x’y’z’ + x’y’z + x’yz’ + x’yz + xy’z’ + xyz’


= m0 + m1 + m2 + m3 + m4 + m6
f1 ’(x,y,z) = xy’z + xyz

f2 (x,y,z) = (x’ + y + z’)(x’ + y’ + z’)


= (f1 ’(x,y,z))’
= M5 . M7

∴F = m0 + m 1 + m2 + m3 + m4 + m6 = M5 . M7

Bentuk (1) dan (2) merupakan fungsi/bentuk standar, yaitu fungsi yang literalnya ditulis
lengkap pada tiap suku.
• Bentuk pertama (1) disebut SOP (Sum Of Product) / Minterm
• Bentuk kedua (2) disebut POS (Product Of Sum) / Maxterm

Fungsi Boolean yang diekspresikan dalam bentuk SOP atau POS disebut fungsi/bentuk
Kanonik.

Andrian Rakhmatsyah, ST., Sri Widowati, IR., MT


SEKOLAH TINGGI TEKNOLOGI TELKOM
17
LOGIKA MATEMATIKA

2.5 BENTUK STANDAR/KANONIK FUNGSI BOOLEAN

Jika f adalah fungsi boolean satu variabel maka untuk semua nilai x berlaku :

f(x) = f(1) . x + f(0) . x’

Jika f adalah fungsi boolean dua variabel maka untuk semua nilai x berlaku :

f(x,y) = f(0,0) . x’y’ + f(0,1) . x’y + f(1,0) . xy’ + f(1,1) . xy

Bentuk Standar dan Bentuk Kanonik

2 variabel :

Minterm Maxterm
x y
Term Nilai Term nilai
0 0 x’y’ m0 x+y M0
0 1 x’y m1 x + y’ M1
1 0 xy’ m2 x’ + y M2
1 1 xy m3 x’ + y’ M3

3 variabel

Minterm Maxterm
x y z
Term Nilai Term Nilai
0 0 0 x’y’z’ m0 x+y+z M0
0 0 1 x’yz m1 x + y + z’ M1
0 1 0 x’yz’ m2 x + y’ + z M2
0 1 1 x’yz m3 x + y ‘+ z’ M3
1 0 0 xy’z’ m4 x’ + y + z M4
1 0 1 xy’z m5 x’ + y + z’ M5
1 1 0 xyz’ m6 x’ + y’ + z M6
1 1 1 xyz m7 x’ + y’ + z’ M7

Andrian Rakhmatsyah, ST., Sri Widowati, IR., MT


SEKOLAH TINGGI TEKNOLOGI TELKOM
18
LOGIKA MATEMATIKA

2.6 KONVERSI KE BENTUK STANDAR DAN KANONIK

1. Cari bentuk standar dari f(x,y) = x’


Jawab :
f(x,y) = x’ . 1 identitas
= x’ . (y+y’) komplemen
= x’y + x’y’ distributif
= ∑m(0, 1)

∴Bentuk Standar : f(x,y) = x’y + x’y’ ß bentuk SOP


∴Bentuk Kanonik : f(x,y) = ∑m(0, 1)

dengan mj’ = Mj

f’(x,y) =x.1 identitas


= x .(y+y’) komplemen
= xy + xy’ distributif

(f’(x,y))’= (x’+y’)(x’+y)
= ΠM(2, 3)

∴Bentuk Standar : f(x,y) = (x’+y’)(x’+y) ß bentuk POS


∴Bentuk Kanonik : f(x,y) = ΠM(2, 3)

2. Cari bentuk standar dari f(x,y,z) = y’ + xy + x’yz’


Jawab :
f(x,y,z) = y’ + xy + x’yz’ ß lengkapi literal pada tiap suku
= y’(x+x’)(z+z’) + xy(z+z’) + x’yz’
= (xy’ + x’y’ )(z+z’) + xyz + xyz’ + x’yz’
f(x,y,z) = xy’z + xy’z’ + x’y’z + x’y’z’ + xyz + xyz’ + x’yz’
= m5 + m4 + m1+ m0 + m7 + m6 + m2

à SOP
∴Bentuk Standar : f(x,y,z) = xy’z + xy’z’ + x’y’z + x’y’z’ + xyz + xyz’ + x’yz’
∴Bentuk Kanonik : f(x,y) = ∑m(0, 1, 2, 4, 5, 6, 7)

atau

à POS
∴Bentuk Standar : f(x,y,z) = x + y’ + z’
∴Bentuk Kanonik : f(x,y) = ΠM(3)

Andrian Rakhmatsyah, ST., Sri Widowati, IR., MT


SEKOLAH TINGGI TEKNOLOGI TELKOM
19
LOGIKA MATEMATIKA

3. Cari bentuk Kanonik dari : f(x,y) = x’y + xy’


Jawab :
Tabel Nilainya

Minterm Maxterm
x y
Term Nilai Value Term Nilai Value
0 0 x’y’ m0 0 x+y M0 0
0 1 x’y m1 1 x + y’ M1 1
1 0 xy’ m2 1 x’ + y M2 1
1 1 xy m3 0 x’ + y’ M3 0

Dari tabel :
Nilai 1 : Minterm (SOP) : f(x,y) = m1 + m2 = ∑m(1, 2)
Nilai 0 : Maxterm (POS) : f(x,y) = M0 . M3 = ΠM(0, 3)

Cara Konversi :
f’(x,y) = x’y’ + xy = m0 + m3 ß dari tabel

dual- nya
(f’(x,y))’ = (x+y)(x’+y’)
f(x,y) = (x+y) (x’+y’) = M0 . M3 ß dari tabel

4. Cari Bentuk Kanonik dari : f(x,y,z) = x’y’z + xy’z’ + xyz


Jawab :
Tabel Nilainya

x y z Minterm Maxterm f(x,y,z)

0 0 0 x’y’z’ x+y+z 0
0 0 1 x’yz x + y + z’ 1
0 1 0 x’yz’ x + y’ + z 0
0 1 1 x’yz x + y ‘+ z’ 0
1 0 0 xy’z’ x’ + y + z 1
1 0 1 xy’z x’ + y + z’ 0
1 1 0 xyz’ x’ + y’ + z 0
1 1 1 xyz x’ + y’ + z’ 1

Jadi f(x,y,z) = m1 + m4 + m7 = ∑m(1, 4, 7)


= M0 . M2 . M3 . M5. M6 = ΠM(0, 2, 3, 5, 6)

Andrian Rakhmatsyah, ST., Sri Widowati, IR., MT


SEKOLAH TINGGI TEKNOLOGI TELKOM
20
LOGIKA MATEMATIKA

Cara konversi :
Dari tabel kebenaran diperoleh :
f’(x,y,z) = x’y’z’ + x’yz’ + x’yz + xy’z + xyz’

dual :
(f’(x,y,z))’ = (x+y+z)(x+y’+z)(x+y’+z’)(x’+y+z’)(x’+y’+z)
f(x,y,z) = (x+y+z)(x+y’+z)(x+y’+z’)(x’+y+z’)(x’+y’+z) ß dari tabel

2.7 KONVERSI KE BENTUK SOP

1. Nyatakan Fungsi Boolean f(x,y,z) = x + y’z dalam SOP


Jawab :
Lengkapi literal untuk setiap suku agar sama
f(x,y,z) = x . (y+y’).(z+z’) + (x+x’) . y’z
= (xy+xy’)(z+z’) + xy’z + x’y’z
= xyz + xyz’ + xy’z + xy’z’ + xy’z + x’y’z
= xyz + xyz’ + xy’z + xy’z’ + x’y’z
= m7 + m6 + m5 + m4 + m1
= ∑m(1, 4, 5, 6, 7)

2. Nyatakan Fungsi Boolean f(x,y,z) = x’y’z + xz + yz dalam SOP


Jawab :
Lengkapi literal untuk setiap suku agar sama
f(x,y,z) = x’y’z + xz + yz
= x’y’z + x. (y+y’) . z + (x+x’) . yz
= x’y’z + xyz + xy’z + xyz + x’yz
= m1 + m3 + m5 + m7
= ∑m(1, 3, 5, 7)

3. Nyatakan Fungsi Boolean f(w,x,y,z) = wxy + yz + xy dalam SOP


Jawab ;
Lengkapi literal untuk setiap suku agar sama
f(w,x,y,z) = wxy + yz + xy
= wxy . (z+z’) + (w+w’)(x+x’) . yz + (w+w’) . xy . (z+z’)
= wxyz + wxyz’ + (wx+wx’+w’x+w’x’)yz + (wxy+w’xy)(z+z’)
= wxyz + wxyz’ + wxyz + wx’yz + w’xyz + w’x’yz + wxyz +
wxyz’ + w’xyz + w’xyz’
= w’x’yz + w’xyz’ + w’xyz + wx’yz + wxyz’ + wxyz
= ∑m(3, 6, 7, 10, 14, 15)

Andrian Rakhmatsyah, ST., Sri Widowati, IR., MT


SEKOLAH TINGGI TEKNOLOGI TELKOM
21
LOGIKA MATEMATIKA

2.8 KONVERSI KE BENTUK POS

1. Nyatakan Fungsi Boolean f(x,y,z) = x y+ x’z dalam POS


Jawab :
a) Bentuk fungsi ke POS
f(x,y,z) = xy + x’z
= (xy + x’)(xy + z) distributif
= (x + x’)(y + x’)(x + z)(y + z) distributif
= (x’ + y)(x + z)(y + z) komplemen, identitas

b) Lengkapi literal untuk setiap suku agar sama


Suku-1 à x’ + y = x’ + y + z z’
= (x’ + y + z)(x’ + y + z’)
Suku-2 à x + z = x + z + yy’’
= (x + y + z)(x + y’ + z)
Suku-3 à y + z = xx’ + y + z
= (x + y + z)(x’ + y + z)

c) Semua suku dengan literal lengkap :


f(x,y,z) = (xy + x’)(xy + z)
= (x + x’)(y + x’)(x + z)(y + z)
= (x’ + y)(x + z)(y + z)
= (x’+y+z)(x’+y+z’)(x+y+z)(x+y’+z)(x+y+z)(x’+y+z)
= (x+y+z)(x+y’+z)(x’+y+z)(x’+y+z’)
= M0 . M2 . M4 . M5
= ΠM(0, 2, 4, 5)

2. Nyatakan Fungsi Boolean f(x,y,z) = (x+z)(y’+z’) dalam POS


Jawab :
Fungsi Boolean asumsi sudah dalam bentuk POS
f(x,y,z) = (x+z)(y’+z’) ß lengkapi literal pada tiap suku
= (x+yy’+z)(xx’+y’+z’) Identitas, Komplemen
= (x+y+z)(x+y’+z)(x+y’+z’)(x’+y’+z’) distributif
= M0 . M2 . M3 . M7

Andrian Rakhmatsyah, ST., Sri Widowati, IR., MT


SEKOLAH TINGGI TEKNOLOGI TELKOM
22
LOGIKA MATEMATIKA

2.9 PENYEDERHANAAN FUNGSI BOOLEAN

Fungsi Boolean dapat diimplementasikan menjadi sebuah rangkaian logika. Dimana


rangkaian logika terdiri atas gerbang-gerbang logika, contoh gerbang AND (Perkalian),
gerbang OR (Penjumlahan) dan gerbang INVERTER (Komplemen).

Salah satu tujuan dari menyederhanakan Fungsi Boolean adalah untuk meminimasi
penggunaan gerbang-gerbang logika pada saat implementasi sehingga membentuk sebuah
rangkaian logika. Penyederhanaan Fungsi Boolean menghasilkan bentuk Fungsi yang
berbeda (lebih sederhana) tetapi menghasilkan nilai fungsi yang sama.

Asumsi yang dipakai dalam penyederhanaan :


1. Bentuk fungsi Boolean paling sederhana adalah SOP
2. Operasi yang digunakan adalah operasi penjumlahan (+), perkalian (.) dan
komplemen (‘)

Terdapat tiga cara dalam penyederhanaan fungsi Boolean :


1. Cara Aljabar
• Bersifat trial and error tidak ada pegangan
• Dalam menyederhanakannya menggunakan aksioma-aksioma dan teorema-
teorema yang ada pada aljabar Boolean.

2. Peta Karnaugh
• Mengacu pada Diagram Venn
• Menggunakan bentuk-bentuk peta karnaugh

a). K’Map 2 variabel

y 0 1 y 0 1
x x
0 x’y’ x’y 0 m0 m1
1 xy’ xy 1 m2 m3

b) K’Map 3 variabel

yz 00 01 11 10 yz 00 01 11 10
x x
0 x’y’z’ x’y’z x’yz x’yz’ 0 m0 M1 m3 m2
1 xy’z’ xy’z xyz xyz’ 1 m4 M5 m7 m6

Andrian Rakhmatsyah, ST., Sri Widowati, IR., MT


SEKOLAH TINGGI TEKNOLOGI TELKOM
23
LOGIKA MATEMATIKA

c) K’Map 4 variabel
yz yz
wx 00 01 11 10 wx 00 01 11 10
00 w’x’y’z’ w’x’y’z w’x’yz w’x’yz’ 00 m0 m1 m3 m2
01 w’xy’z’ w’xy’z w’xyz w’xyz’ 01 m4 m5 m7 m6
11 Wxy’z’ wxy’z wxyz wxyz’ 11 m12 m13 m15 m14
10 wx’y’z’ wx’y’z wx’yz wx’yz’ 10 m8 m9 m11 m10

3. Metode Quine-McCluskey
• Penyederhanaan didasarkan pada hukum distribusi
• Eliminasi Prime Implicant Redundan

Tahapannya :
1. Nyatakan variabel komplemen dengan ‘0’, sebaliknya ‘1’
2. Kelompokkan suku-suku berdasarkan jumlah ‘1’
3. Kombinasikan suku-suku tersebut dengan kelompok lain yang jumlah ‘1’ –nya
berbeda satu à diperoleh bentuk prime yang lebih sederhana

Selanjutnya :
1. Mencari prime-implicant, term yang menjadi calon yang terdapat dalam fungsi
sederhana
2. Memilih prime-implicant yang mempunyai jumlah literal paling sedikit

2.9.1 CARA ALJABAR

1. Sederhanakanlah fungsi Boolean f(x,y) = x’y + xy’ + xy


Jawab :
f(x,y) = x’y + xy’ + xy
= x’y + x . (y’+y) Distributif
= x’y + x . 1 Komplemen
= x’y + x Identitas
= (x’+x)(x+y) Distributif
= 1 . (x+y) Komplemen
=x+y Identitas

Andrian Rakhmatsyah, ST., Sri Widowati, IR., MT


SEKOLAH TINGGI TEKNOLOGI TELKOM
24
LOGIKA MATEMATIKA

2. Sederhanakanlah fungsi Boolean dibawah ini :


f(x,y,z) = x’y’z’ + x’y’z + x’yz + x’yz’ + xy’z’ + xyz’
Jawab :
f(x,y,z) = x’y’z’ + x’y’z + x’yz + x’yz’ + xy’z’ + xyz’
= x’.(y’z’+y’z+yz+yz’) + x . (y’z’+yz’) Distributif
= x’.((y’(z+z’) + y(z+z’)) + x . ((y’+y)z’) Distributif
= x’.(y’ .1 + y.1) + x(1 . z’) Komplemen
= x’.(y’+y) + xz’ Identitas
= x’ .1 + xz’ Komplemen
= x’ + xz’ Identitas
= (x’+x)(x’+z’) Distributif
= 1. (x’+z’) Komplemen
= x’ + z’ Identitas

3. Sederhanakanlah fungsi Boolean : f(x,y,z) = xy + xy’z + y(x’+z) + y’z’


Jawab :
f(x,y,z) = xy + xy’z + y(x’+z) + y’z’
= x(y+y’z) + y(x’+z) + y’z’ Distributif
= x((y+y’)(y+z)) + x’y + yz + y’z’ Distributif
= x( 1 . (y+z) ) + x’y + yz + y’z’ Komplemen
= x . (y+z) + x’y + yz + y’z’ Identitas
= xy + xz + x’y + yz + y’z’ Distributif
= y(x+x’) + xz + yz + y’z’ Distributif
= y . 1 + xz + yz + y’z’ Komplemen
= y + xz + yz + y’z’ Identitas
= (y+y’)(y+z’) + xz + yz Distributif
= 1.(y+z’) + xz + yz Komplemen
= y + yz + xz + z’ Identitas
= y (1 + z) + (x+z’)(z+z’) Distibutif
= y . 1 + (x+z’)(z+z’) Teorema 2
= y + (x+z’)(z+z’) Identitas
= y + (x + z’) . 1 Komplemen
= x + y + z’ Identitas

Andrian Rakhmatsyah, ST., Sri Widowati, IR., MT


SEKOLAH TINGGI TEKNOLOGI TELKOM
25
LOGIKA MATEMATIKA

2.9.2 PETA KARNAUGH

1. Sederhanakanlah persamaan f(x,y) = x’y + xy’ + xy = m1 + m2 + m3


Jawab :
Sesuai dengan bentuk minterm, maka 3 kotak dalam K’Map 2 dimensi, diisi dengan 1 :
y 0 1
x
0 1
1 1 1

Selanjutnya pengelompokkan semua 1 yang ada dengan memb uat kumpulan kotak atau
persegi panjang dentgan jumlah bujursangkar kecil 2n . Buatlah kelompok yang sebesar-
besarnya.
y A
x 0 1
1
0
B

1 1 1

Cara menentukan bentuk sederhana dari hasil pengelompokkan adalah :


• Carilah variabel mana saja yang memiliki nilai yang sama dalam kelompok
tersebut, sebagai contoh kelompok A. Pada kelompok A, variabel yang memiliki
nilai yang sama adalah variabel y dengan harga 1. Pada kelompok B, variabel
yang memiliki nilai yang sama adalah variabel x dengan harga 1
• Selanj utnya menentukan bentuk hasil pengelompokkan diatas. Pada contoh
diatas hasil kelompok A adalah y dan hasil kelompok B adalah x. Hasil bentuk
sederhana dari contoh diatas A + B = y + x

2. Sederhanakanlah persamaan :
f(x,y,z) = x’y’z’ + x’y’z + x’yz + x’yz’ + xy’z’ + xyz’
Jawab :

yz 00 01 11 10
x
1 1
0 1 1

1 1
1 ∴f(x,y,z) = z’ + x’

Andrian Rakhmatsyah, ST., Sri Widowati, IR., MT


SEKOLAH TINGGI TEKNOLOGI TELKOM
26
LOGIKA MATEMATIKA

3. Sederhanakanlah fungsi Boolean berikut :


f(w,x,y,z) = ∑m(0, 1, 2, 3, 4, 6, 8, 9, 10, 11, 12, 13, 14)
Jawab :
yz 00 01 11 10
wx
1 1
00 1 1

01 1 1

11 1 1 1

1 1 1
10 1
∴ f(w,x,y,z) = x’ + z’ + wy’

2.9.3 METODE QUINE – McCLUSKEY

Metode Quine – McCluskey digunakan untuk menyederhanakan fungsi Boolean dengan 4


atau lebih variabel.

Contoh :
Sederhanakanlah fungsi Boolean dibawah ini :
F = ∑m(0, 1, 2, 8, 10, 11, 14, 15)
Jawab :

Langkah- langkah penyelesaiannya :


1. Kelompokkan representasi biner untuk tiap minterm menurut jumlah digit ‘1’ :

Desimal Biner
0 0000
1 0001
2 0010
8 1000
10 1010
11 1011
14 1110
15 1111

Andrian Rakhmatsyah, ST., Sri Widowati, IR., MT


SEKOLAH TINGGI TEKNOLOGI TELKOM
27
LOGIKA MATEMATIKA

Dari tabel konversi tersebut dapat dilihat bahwa jumlah digit adalah :

Jumlah Digit 1 Desimal w x Y z


0 0 0 0 0 0 0 √
1 1, 2, 8 1 0 0 0 1 √
2 10 2 0 0 1 0 √
3 11, 14 8 1 0 0 0 √
4 15 10 1 0 1 0 √
11 1 0 1 1 √
14 1 1 1 0 √
15 1 1 1 1 √

2. Minterm dari satu bagian dengan bagian lainnya jika mempunyai nilai bit yang sama
dalam semua posisi kecuali satu posisi yang berbeda diganti dengan tanda ‘-‘.

Misal bagian I : 0000


Bagian II : 0001 000-

Sehingga dari tabel diatas menjadi :

w x y z w x y z
0 0 0 0 0 √ 0, 1 0 0 0 -
1 0 0 0 1 √ 0, 2 0 0 - 0 √
2 0 0 1 0 √ 0, 8 - 0 0 0 √
8 1 0 0 0 √ 2, 10 - 0 1 0 √
10 1 0 1 0 √ 8, 10 1 0 - 0 √
11 1 0 1 1 √ 10, 11 1 0 1 - √
14 1 1 1 0 √ 10, 14 1 - 1 0 √
15 1 1 1 1 √ 11, 15 1 - 1 1 √
14, 15 1 1 1 - √

Tanda √ , berarti minterm tersebut dipilih untuk tahap selanjutnya.

Andrian Rakhmatsyah, ST., Sri Widowati, IR., MT


SEKOLAH TINGGI TEKNOLOGI TELKOM
28
LOGIKA MATEMATIKA

3. Kelompokkan hasil minterm tahap 2) seperti tahap 1) kemudian lakukan seperti pada
tahap 2)

A B
w x y z w x y z
0, 1 0 0 0 -
0, 2 0 0 - 0 √ 0, 2, 8, 10 - 0 - 0
0, 8 - 0 0 0 √ 0, 8, 2, 10 - 0 - 0
2, 10 - 0 1 0 √ 10, 11, 14, 15 1 - 1 -
8, 10 1 0 - 0 √ 10, 14, 11, 15 1 - 1 -
10, 11 1 0 1 - √
10, 14 1 - 1 0 √
11, 15 1 - 1 1 √
14, 15 1 1 1 - √

4. Memilih Prime-Implicant
Dari tabel diatas terlihat hasil dari tahap penentuan prime implicant. Pada kolom B
(sudah tidak dapat saling dihilangkan), terlihat pada bagian pertama mencakup desimal
0, 2, 8, 10, dan pada bagian kedua mencakup desimal 10, 11, 14, 15. Hal ini berarti dari
fungsi Boolean F = ∑m(0, 1, 2, 8, 10, 11, 14, 15); desimal yang belum ada pada kolom
B adalah desimal ‘1’. Tetapi pada kolom A telah didapat desimal 0, 1, sehingga semua
desimal pada fungsi Boolean telah tercakup semua.

Hal ini berarti calon prime-implicant adalah


- 0, 1 (0 0 0 -) ditandai dengan A
- 0, 2, 8, 10 ( - 0 - 0) ditandai dengan B
- 10, 11, 14, 15 (1 – 1 -) ditandai dengan C

0 1 2 8 10 11 14 15
A ⊗ ⊗
B x ⊗ ⊗ ⊗
C x ⊗ ⊗ ⊗
√ √ √ √ √ √ √ √

Jadi bentuk sederhana dari fungsi Boolean F = ∑m(0, 1, 2, 8, 10, 11, 14, 15) adalah :
F =A+B+C
= w’x’y’ + x’z’ + wy

Andrian Rakhmatsyah, ST., Sri Widowati, IR., MT


SEKOLAH TINGGI TEKNOLOGI TELKOM
29
LOGIKA MATEMATIKA

2. Sederhanakanlah fungsi Boolean F = ∑m(0, 1, 3, 4, 5, 7)


Jawab :

x y z x y z x y z
0 0 0 0 √ 0, 1 0 0 - √ 0, 1, 4, 5 - 0 -
A
1 0 0 1 √ 0, 4 - 0 0 √ 0, 4, 1, 5 - 0 -
4 1 0 0 √ 1, 3 0 - 1 √ 1, 3, 5, 7 - - 1
B
3 0 1 1 √ 1, 5 - 0 1 √ 1, 5, 3, 7 - - 1
5 1 0 1 √ 4, 5 1 0 - √
7 1 1 1 √ 3, 7 - 1 1 √
5, 7 1 - 1 √

0 1 3 4 5 7
A ⊗ ⊗ ⊗ X
B X ⊗ ⊗ ⊗
√ √ √ √ √ √

F = ∑m(0, 1, 3, 4, 5, 7)
=A+B
= y’ + z
3. Sederhanakanlah fungsi Boolean F = ∑m(0, 2, 4, 5, 6, 8, 10, 11, 13)
Jawab :

w x y z w x y z
0 0 0 0 0 0, 2 0 0 - 0
2 0 0 1 0 0, 4 0 - 0 0 √
4 0 1 0 0 0, 8 - 0 0 0 √
8 1 0 0 0 4, 5 0 1 0 - √
5 0 1 0 1 4, 6 0 1 - 0
6 0 1 1 0 A 5, 13 - 1 0 1 √
10 1 0 1 0 10, 11 1 0 1 - √
11 1 0 1 1
13 1 1 0 1 B

w x y z w x y z
0, 2 0 0 - 0 0, 2, 4, 6 0 - - 0 H
0, 4 0 - 0 0 C
0, 8 - 0 0 0 D
4, 5 0 1 0 - E
4, 6 0 1 - 0
5, 13 - 1 0 1 F
10, 11 1 0 1 - G

Andrian Rakhmatsyah, ST., Sri Widowati, IR., MT


SEKOLAH TINGGI TEKNOLOGI TELKOM
30
LOGIKA MATEMATIKA

0 2 4 5 6 8 10 11 13
A X
B X
C X X
D X ⊗
E X X
F ⊗ ⊗
G ⊗ ⊗
H ⊗ ⊗ ⊗ ⊗
√ √ √ √ √ √ √ √ √

F = ∑m(0, 2, 4, 5, 6, 8, 10, 11, 13)


=D+F+G+H
= x’y’z’ + xy’z + wx’y + w’z’

Andrian Rakhmatsyah, ST., Sri Widowati, IR., MT


SEKOLAH TINGGI TEKNOLOGI TELKOM
31
LOGIKA MATEMATIKA

2.10 SOAL LATIHAN

1. Sederhanakanlah Fungsi Boolean dibawah ini dengan menggunakan Cara Aljabar :


a. xy + xy’z + y(x’ +z) + y’z’
b. wx + xy + yz + zw + w’x’yz’ + w’x’y’z
c. wxy’z’ + wxy’z + wxyz + wx’yz + w’x’yz + w’x’yz’ + w’x’y’z’ + w’xyz’ +
w’xy’z’ + w’xy’z
d. A’B’CE’ + A’B’C’D’ + B’D’E’ + B’CD’ + CDE’ + BDE’

2. Sederhanakanlah Fungsi Boolean dibawah ini dengan menggunakan Peta Kaurnaugh :


a. F = BDE + B’C’D + CDE + A’B’CE + A’B’C + B’C’D’E’
b. wx + xy + yz + zw + w’x’yz’ + w’x’y’z
c. wxy’z’ + wxy’z + wxyz + wx’yz + w’x’yz + w’x’yz’ + w’x’y’z’ + w’xyz’ +
w’xy’z’ + w’xy’z

3. Sederhanakanlah fungsi Boolean dibawah ini dengan menggunakan


a. F(A,B,C,D,E) = Σ(0, 1, 4, 5, 16, 17, 21, 25, 29)
b. F(A,B,C,D,E,F,G) = Σ(20,28,52,60)
c. F(A,B,C,D,E,F,G) = Σ(20,28,38, 39, 52, 60, 102, 103, 127)
d. F(A,B,C,D,E,F,G) = Σ(6, 9, 13, 18, 19, 25, 27, 29, 41, 45, 57, 61)

Andrian Rakhmatsyah, ST., Sri Widowati, IR., MT


SEKOLAH TINGGI TEKNOLOGI TELKOM
32
LOGIKA MATEMATIKA

BAB III
KALKULUS PROPOSISI

3.1 KONSEP DAN NOTASI DASAR

Kalkulus proposisi merupakan metode untuk kalkulasi yang menggunakan


proposisi/kalimat. Dalam kalkulus proposisi yang ditinjau adalah nilai kalimat deklaratif
(true/false), metode penggabungan kalimat dan penarikan kesimpulan (kalimat)
berdasarkan kalimat tersebut. Kebenaran kalimat dapat ditentukan dari struktur kalimat itu
sendiri, tanpa melihat apakah unsur-unsur pokoknya benar atau sala h atau sesuai dengan
kenyataan di alam.

Contoh :
Jika kita tidak mengetahui apakah ada kehidupan di planet jupiter, maka kalimat berikut ini:

Ada monyet di planet Jupiter

Atau

Tidak ada monyet di planet Jupiter

Adalah BENAR.

Kedua kalimat tersebut dapat dinotasikan dengan : P or (not P)

Definisi 3.1 : Proposisi


Kalimat proposisi logik dibentuk oleh simbol berikut yang disebut proposisi :
- Simbol kebenaran : True dan False
- Simbol proposisional: P, Q, R, S, P1 , Q1 , R1 , S1 , ….

Definisi 3.2 : Kalimat


Kalimat proposisi dibentuk dari konektivitas proposisional :
Not, and, or, if-then, if-and-only- if, if- then-else

Kalimat-kalimat dibentuk menurut aturan-aturan berikut ini :


• Setiap proposisi adalah kalimat
• Jika F adalah kalimat, maka negasi (not F) adalah kalimat
• Jika F dan G adalah kalimat, maka konjungsi : (F and G) adalah kalimat
• Jika F dan G adalah kalimat, maka disjungsi : (F or G) adalah kalimat
• Jika F dan G adalah kalimat, maka implikasi : (If F then G) adalah kalimat
F disebut sebagai anticendent dan G sebagai consequent

Andrian Rakhmatsyah, ST., Sri Widowati, IR., MT


SEKOLAH TINGGI TEKNOLOGI TELKOM
33
LOGIKA MATEMATIKA

• Jika F dan G adalah kalimat, maka ekivalensi : (F if and only if G) adalah kalimat.
F disebut sebagai left-hand-side dan G sebagai rigth-hand-side dari ekivalensi jika F, G,
dan H adalah kalimat, maka kondisional: if F then G else H adalah kalimat.
F disebut sebagai if-clausa, G sebagai then-clausa, dan H adalah sebagai else-clausa

Contoh :
Diketahui ekspresi : E : ((not (P or Q) if only of ((not P) and (not Q))) adalah kalimat.

Karena :
1. P adalah kalimat, Q adalah kalimat
2. (P or Q), (not P), (not Q) adalah kalimat
3. (not (P or Q) and ((notP) and (notQ)) adalah kalimat
4. ((not (P or Q)) if and only if ((not P) and (not Q))) adalah kalimat

3.2 ARTI KALIMAT

Suatu kalimat (P or (not Q)) dapat diketahui kebenarannya, jika diketahui nilai kebenaran
dari simbol proposisi P dan Q.

3.2.1 Interpretasi

Definisi 3.3 :
Suatu interpretasi I adalah suatu tanda untuk nilai kebenaran, true atau false, untuk setiap
kumpulan simbol proposisi. Untuk setiap kalimat F, interpretasi I disebut dengan
interpretasi untuk F jika I bernilai true atau false untuk setiap simbol proposisi F.

Contoh :
Diketahui kalimat F :
P or (not Q)

Satu interpretasi I1 bernilai false untuk P dan true untuk Q, yaitu :


I1 : P adalah false
Q adalah true

Interpretasi lain I2 untuk kalimat F adalah false untuk P dan false untuk Q, yaitu :
I2 : P adalah false
Q adalah false

Sehingga kita dapat mengatakan bahwa, P adalah false dan Q adalah true untuk I1, dan P
adalah false dan Q adalah false untuk I2

Andrian Rakhmatsyah, ST., Sri Widowati, IR., MT


SEKOLAH TINGGI TEKNOLOGI TELKOM
34
LOGIKA MATEMATIKA

3.2.2 Aturan-aturan semantik

Definisi 3.4
Jika E berupa kalimat dan I adalah intepretasi dari E, maka nilai kebenaran dari E (dan
semua subkalimatnya) dengan interpretasi I ditentukan dengan melakukan pengulangan
aturan-aturan semantik berikut ini :
• Aturan Proposisi
Nilai kebenaran dari setiap simbol proposisi : P, Q, R, … dalam E adalah sama dengan
nilai kebenaran yang diberikan untuk I
• Aturan true
Kalimat true adalah true untuk I
• Aturan false
Kalimat false adalah false untuk I
• Aturan not
Negasi kalimat : not F adalah true jika F adalah false dan false jika F adalah true
• Aturan and
Konjungsi F and G adalah true jika F dan G keduanya benar, dan false jika sebaliknya
(yaitu jika F false atau G false)
• Aturan or
Disjunngsi F or G adalah true jika F true atau jika G true, dan false jika keduanya false
• Aturan if-then
Implikasi if F then G adalah true jika F false atau jika G true dan false jika F true dan
G false
• Aturan if-and-only-if
Ekivalensi F if and only if G adalah true jika nilai kebenaran F adalah sama dengan nilai
kebena ran G, sebaliknya false jika memiliki nilai kebenaran keduanya berbeda.
• Aturan if-then-else
Nilai kebenaran kondisional if F then G else H adalah nilai kebenaran G jika F true dan
nilai kebenaran H jika F false.

Andrian Rakhmatsyah, ST., Sri Widowati, IR., MT


SEKOLAH TINGGI TEKNOLOGI TELKOM
35
LOGIKA MATEMATIKA

Contoh :
Misalkan sebuah kalimat :
A : if (x and (not y)) then ((not x) or z)
Dan interpretasi I untuk A adalah :
I: xà T
yà F
zà F

Dengan menggunakan aturan semantik di atas, maka kalimat A dapat ditentukan nilai
kebenarannya, sebagai berikut :
- karena y à F, maka berdasarkan aturan not, (not y) à T
- karena x à T dan (not y) à T, maka berdasarkan aturan and, (x and (not y)) à T
- karena x à T, maka berdasarkan aturan Not, (not x) à F
- karena (not x) à f dan z à F, maka berdasarkan aturan or, ((not x) or z) à F
- karena (x and (not y)) à T dan ((not x) or z) à F, maka berdasarkan aturan if-then, if
(x and (not y)) then ((not x) or z) à F

3.3 SIFAT-SIFAT KALIMAT

1. VALID
Kalimat A valid jika bernilai true berdasarkan semua interpretasi untuk A (disebut juga
Tautologi)
2. STATISFIABLE
Kalimat A statisfiable jika bernilai true berdasarkan beberapa interpretasi untuk A
3. CONTRADICTORY (UNSTATISFIABLE)
Kalimat A contradictory jika bernilai False berdasarkan semua interpretasi untuk A
4. IMPLIES
Kalimat A implies kalimat B, jika untuk sebarang interpretasi I untuk A dan B, jika A
bernilai true berdasarkan I maka B juga bernilai true berdasarkan I
5. EQUIVALENT
Kalimat A dan B ekivalen jika, untuk setiap interpretasi untuk A dan B, A mempunyai
nilai kebenaran yang sama dengan B
6. CONSISTENT
Sekumpulan kalimat A1, A2, … konsisten jika ada interpretasi untuk A1, A2, …
sehingga Ai (I = 1, 2, 3, …) bernilai true

Contoh :
- Kalimat w or (not w) adalah kalimat valid dan statisfiable
- Kalimat x and (not x) adalah kalimat contadictory

Andrian Rakhmatsyah, ST., Sri Widowati, IR., MT


SEKOLAH TINGGI TEKNOLOGI TELKOM
36
LOGIKA MATEMATIKA

3.4 PENENTUAN NILAI KEBENARAN

Penentuan nilai kebena ran suatu kalimat dapat dilakukan dengan 3 cara yaitu :
1. Tabel Kebenaran
2. Tabel Jarang (sparse)
3. Pohon Semantik
Contoh :
1. if (p and q) then (p or (not r)

Menggunakan Tabel Kebenaran


p q r p and q not r p or not r If (p and q) then (p or not r
F F F F T T T
F F T F F F T
F T F F T T T
F T T F F F T
T F F F T T T
T F T F F T T
T T F T T T T
T T T T F T T

Menggunakan Tabel Jarang

p Q r p and q If-then p or not r


T - - - T T
F - - F T -

p T p F

2 3
T
T

Menggunakan Pohon Semantik

Andrian Rakhmatsyah, ST., Sri Widowati, IR., MT


SEKOLAH TINGGI TEKNOLOGI TELKOM
37
LOGIKA MATEMATIKA

2. if (if x then y) then (if (not x) then (not y))


Dengan menggunakan Pohon Semantik
x memiliki dua kemungkinan nilai yaitu T atau F, maka dibentuk

x T x F

2 3

Jika x ß T, maka nilai A pasti T sehingga pohon menjadi :

x T x F

2 3
T

Jika x ß F, maka nilai A bergantung pada y, sehingga pohon menjadi :

x T x F

2
3
T
y T F

4 5

Jika y ß T, maka nilai kebenaran A adalah F,


Jika y ß F, maka nilai kebenaran A adalah T; sehingga phon semantik menjadi :

x T x F
2 3
T
y y F
T
4 5
F T
Andrian Rakhmatsyah, ST., Sri Widowati, IR., MT
SEKOLAH TINGGI TEKNOLOGI TELKOM
38
LOGIKA MATEMATIKA

3.5 PEMBUKTIAN DENGAN ASUMSI SALAH

Untuk membuktikan validitas sebuah kalimat diperlukan pembuktian nilai True, untuk
semua interpretasi yang mungkin pada kalimat tersebut. Akan lebih mudah untuk
membuktikan bahwa jika ada 1 interpretasi yang mengakibatkan nilai kalimat tersebut
False maka kalimat tersebut tidak valid.

Contoh :

1. A : if ((not x) or (not y)) then (not (x and y))

Misalkan A bernilai False berdasarkan suatu interpretasi, sehingga :

if ((not x) or (not y)) then (not (x and y)) ß False

Akan dicoba untuk menurunkan kondisi-kondisi sehingga akan terlihat apakah asusmsi
awal yang diambil dapat terjadi/tidak
A akan bernilai F jika anticendent à T dan consequent à F

if ((not x) or (not y)) then (not (x and y))


F T F

Dari anticendent belum dapat ditarik kesimpulan, sehingga lihatlah ke consequentnya.


Consequent bernilai F jika (x and y) à T, berarti x à T dan y à T, sehingga :

if ((not x) or (not y)) then (not (x and y)) ß False


F T T T F T T T

F (?)
Terlihat pada anticendent bahwa terjadi kontradiksi, berarti kondisi A à F tidak pernah
terjadi. Sehingga kesimpulannya A valid

2. B : (if x then y) if and only if ((not x) or y)

Ada 2 kasus yang membuat kalimat B bernilai False


Kasus I :
(if x then y) iff ((not x) or y)
T F F

Andrian Rakhmatsyah, ST., Sri Widowati, IR., MT


SEKOLAH TINGGI TEKNOLOGI TELKOM
39
LOGIKA MATEMATIKA

Sisi kiri belum dapat ditarik kesimpulan, lihatlah sisi kanan :


((not x) or y) akan bernilai F jika x à T dan y à F, sehingga :

(if x then y) iff ((not x) or y)


T T F F T FF

F (?)
Terjadi kontradiksi pada bagian sisi kiri.

Kasus II :
(if x then y) iff ((not x) or y)
F F T
Lihat pada bagian anticendent,
(if x then y) akan bernilai F jika x à T dan y à F, sehingga :

(if x then y) iff ((not x) or y)


F T F F T TF

F (?)

Terjadi kontradiksi pada bagian sisi kanan.


Karena 1 kasus yang menyebabkan B bernilai False tidak mungkin terjadi, maka dapat
ditarik kesimpulan : B valid

3.6 EKIVALENSI LOGIK DAN KONSEKUENSI LOGIK

Definisi Ekivalensi Logik :


Dua buah kalimat A dan B merupakan ekivalensi logik jika dan hanya jika memiliki nilai
yang sama pada semua interpretasi yang diberikan.

Teore ma
A Ekivalensi B, jika dan hanya jika ( A iff B) merupakan Tautologi

Definisi Konsekuensi Logik


B adalah konsekuensi logik dari A jika untuk setiap pemberian nilai kebenaran ke variabel
pada A dan pada B sedemikian sehingga jika A mempunyai nilai TRUE maka B juga
mempunyai nilai TRUE

Teorema
B Konsekuensi Logis dari A, jika dan hanya jika (if A then B) merupakan Tautologi

Andrian Rakhmatsyah, ST., Sri Widowati, IR., MT


SEKOLAH TINGGI TEKNOLOGI TELKOM
40
LOGIKA MATEMATIKA

Catatan :
Jika pernyataan lebih dari 1, misal A1 , A2 , A3 maka bentuk konsekuensi logiknya menjadi :

IF (A1 AND A2 AND A3 ) THEN B

Contoh Kasus :
Periksa apakah B merupakan kesimpulan dari 6 argumen dibawah ini ?
A1 : if P then (Q and R and S)
A2 : if T then (if U then (if not Y then not S))
A3 : if Q then T
A4 : if R then (if X then U)
A5 : if Y then not X
A6 : X
----------------------------------------------------------------
B : not P

Jawaban harus dibuktikan bahwa kalimat :


IF (A1 and A2 and A3 and A4 and A5 and A6 ) THEN B adalah VALID

3.7 KONJUNGSI DAN DISJUNGSI JAMAK

Misal diberikan kalimat yang mengandung operator konjungsi atau konjungsi lebih dari
satu, sebagai berikut :

A : p and q and r
B : p or q or r

Maka urutan perngerjaan operasi pada kalimat tersebut dilakukan dari kiri ke kanan sesuai
aturan sebagai berikut :

1. Konjungsi Jamak
A1 and A2 and A3 and A4 and … and An

Memiliki arti :

((… ((A1 and A2 ) and A3 ) and A4) and … ) and An )

2. Disjungsi Jamak
A1 or A2 or A3 or A4 or … or An

Memiliki arti :

((… ((A1 or A2 ) orA3 ) or A4 ) or … ) and An )

Andrian Rakhmatsyah, ST., Sri Widowati, IR., MT


SEKOLAH TINGGI TEKNOLOGI TELKOM
41
LOGIKA MATEMATIKA

Kalimat-kalimat berikut adalah ekivalen karena adanya hukum asosiasi :


A : ((w and x) and y) and z
B : w and (x and (y and z))
C : w and ((x and y) and z)

Aturan semantik untuk hubungan jamak :


1. Konjungsi jamak
A1 and A2 and A3 and … and An bernilai True jika tiap conjuct A1 , A2 , A3 , A4 , … An
adalah True
2. Disjungsi Jamak
A1 or A2 or A3 or … or An adalah bernilai True jika setidaknya salah satu dari A1 , A2 ,
A3 , A4 , … An adalah true

3.8 SUBSTITUSI

Substitusi adalah operasi pengantian subkalimat dari suatu kalimat dengan subkalimat yang
lain.

Ada dua jenis substitusi


1. Substitusi Total
Penggantian seluruh kemunculan suatu subkalimat
2. Substitusi Parsial
Penggantian nol, satu, atau lebih kemunculan suatu subkalimat.

Definisi : (Substitusi Total)


Jika A, B, C adalah kalimat, maka
A w{B ß C}
Adalah kalimat yang dihasilkan dengan mengganti seluruh kemunculan B di A dengan C.

Contoh :
1. [ x and (y or x) ] w { x ß (if w then z) }

menghasilkan :
(if w then z) and (y or (if w then z))

2. [ if x then (y and z) ] w { (y and z) ß w }

menghasilkan :

if x then w

Andrian Rakhmatsyah, ST., Sri Widowati, IR., MT


SEKOLAH TINGGI TEKNOLOGI TELKOM
42
LOGIKA MATEMATIKA

Catatan :
• Substitusi dikerjakan dalam 1 langkah
[x and y] w { x ß (x and z)} menghasilkan (x and z) and y

• Substitusi tidak memiliki efek jika subkalimat yang akan diganti tidak muncul dalam
kalimat,
[x and y] w { z ß w } menghasilkan menghasilkan x and y

• Substitusi untuk konjungs i dan disjungsi jamak :


[x and y and z] w{(x and y) ß w}

Sebenarnya [(x and y) and z]w{(x and y) ß w} menghasilkan w and z

Definisi : (Substitusi Parsial)


Jika A, B, C, adalah kalimat maka
A {B ß C}
Akan menghasilkan salah satu kalimat dengan mengganti nol, sebagian, atau seluruh
kemunculan subkalimat b di A dengan subkalimat C

Contoh :
[ x and x ] {x ß y}

akan menghasilkan salah satu dari kalimat-kalimat berikut :


1. x or a {mengganti nol kemunculan x }
2. y or x {mengganti kemunculan x pertama}
3. x or y {mengganti kemunculan x kedua}
4. y or y {mengganti seluruh kemunculan dari x}

Substitusi parsial bersifat invertible, yaitu salah satu kalimat yang mungkin dihasilkan
adalah kalimat semula.

(A {BßC}) {C ß B}

hasilnya adalah A

Contoh :
[ (x or y) {x ß y}] {y ß x}
salah satu kalimat yang mungkin adalah : x or y

[(x or y) w {x ßy}] w {y ß x }
hasil yang diperoleh tepat 1 kalimat yaitu : x or x

Andrian Rakhmatsyah, ST., Sri Widowati, IR., MT


SEKOLAH TINGGI TEKNOLOGI TELKOM
43
LOGIKA MATEMATIKA

3.9 SUBSTITUSI JAMAK

Definisi : Misal A, B1 , B2 , …, dan C1 , C2 , …, Cn adalah kalimat dengan B1 , B2 , …, Bn


saling berlainan.
a. Substitusi Total
Substitusi total dituliskan sebagai :

A w [ B1 ß C1
B2 ß C2

Bn ß Cn ]

Adalah kalimat yang diperoleh dengan menggantikan secara simultan (serempak) setiap
kemunculan Bi di Ai dengan Ci

b. Substitusi Partial
Substitusi partial dituliskan sebagai :

A [ B1 ß C1
B2 ß C2

Bn ß Cn ]

Adalah salah satu kalimat yang diperoleh dengan menggantikan nol, satu, atau lebih
kemunculan Bi di Ai dengan Ci

Contoh :
1. Substitusi jamak dilakukan serentak dalam 1 langkah

x w[xß y
yß x]

menghasilkan kalimat : y
Bedakan dengan substitusi bertahap sebagai berikut :

x w {x ßy} w {y ßz} menghasilkan kalimat : z

2. [ if x
then if y or x xß z
then y or z ] (y or z ) ß not z

menghasilkan :
if x
then [if (y or x) then y or z ]

Andrian Rakhmatsyah, ST., Sri Widowati, IR., MT


SEKOLAH TINGGI TEKNOLOGI TELKOM
44
LOGIKA MATEMATIKA

3. [ if x
then if (y or x) xß z
then (y or z) ] (y or z) ß not z

menghasilkan salah satu dari 8 kalimat.

3.10 PERLUASAN INTERPRETASI

Definisi : (Interpretasi yang diperluas)


Jika I adalah suatu interpretasi, x adalah simbol proposisi dan τ adalah nilai kebenaran
(true/false) maka perluasan interpretasi :

[x ß I ] o I

adalah interpretasi yang memberikan nilai τ pada x dan memberikan nilai kebenaran yang
sesuai dengan interpretasi I untuk semua simbol proposisi selain x.

Contoh :
IA : xß T
YßF

Jika IB = [y ß T] o IA

maka IB interpretasi dengan x ß T, y ß T

Untuk suatu interpretasi I dengan simbol proposisi x1 , x2 , … , xn dan nilai kebenaran τ1 , τ2,
… , τn maka
[x1 ] ß τ1 ] o [x2 ß τ1 ] o … o [xn ß τn ] o I
berarti
([x1 ] ß τ1 ] o ([x2 ß τ1 ] o (… o ([xn ß τn ] o I)))

Andrian Rakhmatsyah, ST., Sri Widowati, IR., MT


SEKOLAH TINGGI TEKNOLOGI TELKOM
45
LOGIKA MATEMATIKA

3.11 METODE DEDUKSI

- Salah satu metode yang digunakan untuk menarik suatu kesimpulan berdasarkan
pernyataan atau premis-premis yang diketahui.
- Metode deduksi ini menggunakan aturan-aturan penalaran, ekivalensi logik dan
tautologi
- Untuk mempermudah operasi penurunan digunakan operator-operator lama sbb:

Simbol
Operasi Simbol Baru
Lama
NEGASI NOT ~
KONJUNGSI AND ∧
DISJUNGSI OR ∨
IMPLIKASI IF-THEN ⊃
EKIVALENSI IF-AND-ONLY-IF ≡
KONDISIONAL IF-THEN-ELSE Tidak Ada

- Metode Deduksi hanya dapat menunjukkan bahwa kesimpulan dari suatu penalaran valid;
yaitu Jika kesimpulan yang diperoleh dapat dicapai/dibuktikan dengan aturan ya ng ada
- Jika tidak dapat menarik suatu kesimpulan dengan metode deduksi, maka tidak berarti
penalaran tersebut tidak valid. Ketidakvalidan suatu penalaran harus tetap dibuktikan
secara eksplisit dengan Tabel Kebenaran atau Analisis Asumsi Salah (Falsification)

ATURAN PENALARAN DASAR

1. KONJUNGSI
Jika diketahui proposisi p dan q TRUE maka dapat disimpulkan bahwa penalaran
berbentuk konjungsi (p ∧ q) juga akan bernilai TRUE
p
q Atau dapat ditulis (p ∧ q ) ⊃ (p ∧ q)
p∧ q

2. SIMPLIFIKASI
Jika penalaran berbentuk konjungsi (p ∧ q) bernilai TRUE maka dapat disimpulkan
bahwa proposisi unsur pembentuknya, yaitu p dan q TRUE

p∧ q dan p∧ q Atau dapat ditulis (p ∧ q ) ⊃ p


p q (p ∧ q ) ⊃ q

Andrian Rakhmatsyah, ST., Sri Widowati, IR., MT


SEKOLAH TINGGI TEKNOLOGI TELKOM
46
LOGIKA MATEMATIKA

3. ADDITION DISJUNGSI
Jika diketahui suatu proposisi p bernilai TRUE maka dapat disimpulkan bahwa proposisi
disjungsi dengan proposisi lain juga bernilai TRUE

P atau q
p∨ q p∨ q

4. SILOGISME DISJUNGTIVE
Jika diketahui : p ∨ q bernilai TRUE dan salah satu proposisi pembentuknya FALSE
maka dapat ditarik kesimpulan proposisi yang lain TRUE

p∨ q p∨ q
~p dan ~q
q P

5. MODUS PONEN
Jika kondisional p ⊃ q TRUE; dimana antisendennya TRUE maka dapat disimpulkan
bahwa konsekuen harus TRUE

p⊃q
p
q

6. MODUS TOLLENS
Jika kondisional p ⊃ q TRUE; dimana konsekuennya FALSE maka dapat disimpulkan
bahwa antisenden harus TRUE

p⊃q
~q
~p

7. SILOGISME HIPOTETIK
Jika diketahui 2 buah kondisional yang berkesinambungan maka dapat disimpulkan suatu
kalimat kondisional yang baru.

p⊃q
q⊃r
p⊃r

Andrian Rakhmatsyah, ST., Sri Widowati, IR., MT


SEKOLAH TINGGI TEKNOLOGI TELKOM
47
LOGIKA MATEMATIKA

TABEL ATURAN EKIVALENSI LOGIK

NO ATURAN BENTUK
1. Negasi Ganda p ≡ ~ (~p)
2. Assosiatif p ∧ ( q ∧ r) ≡ (p ∧ q) ∧ r
p ∨ ( q ∨ r) ≡ (p ∨ q) ∨ r
3. Komutatif p ∧ q≡ q∧ p
p ∨ q≡ q∨ p
4. Identitas p ∧ p≡ p
p ∨ p≡ p
5. Distributif p ∧ (q ∨ r) ≡ (p ∧ q) ∨ (p ∧
r)
p ∨ (q ∧ r) ≡ (p ∨ q) ∧ (p ∨
r)
6. Hukum De Morgan ~ (p ∨ q) ≡ ~p ∧ ~q
~ (p ∧ q) ≡ ~p ∨ ~q
7. Hukum Penyerapan p ∧ (p ∨ q) ≡ p
p ∨ (p ∧ q) ≡ p
8. Implikasi p ⊃ q ≡ ~(p ∧ ~q) ≡ ~p ∨ q
9. Kontrapositif p ⊃ q ≡ ~ q ⊃ ~p
10. Eksportasi (p ∧ q) ⊃ r ≡ p ⊃ (q ⊃ r)

Catatan :
Metode Deduksi mengandung kesulitan karena tidak ada suatu pegangan yang pasti untk
menurunkan kesimpulan, yaitu apakah harus menggunakan suatu aturan penalaran tertentu
(misal : Simplifikasi, Modus Ponen, dll) atau menggunakan aturan ekivalensi atau aturan
lainnya.

Contoh :
1. Diketahui :
Jika ibu datang dari pasar, maka ani senang sekali
Ibu datang dari pasar dan membawa kue bolu
Jadi : Ani senang sekali
Kesimpulan tersebut Valid atau tidak Valid ?

Jawab :
Ubah penalaran tersebut me njadi kalimat proposisi
Premis:
Jika ibu datang dari pasar, maka ani senang sekali : p ⊃ q
Ibu datang dari pasar dan membawa kue bolu : p ∧ r
Kesimpulan:
Ani senang sekali : q

Andrian Rakhmatsyah, ST., Sri Widowati, IR., MT


SEKOLAH TINGGI TEKNOLOGI TELKOM
48
LOGIKA MATEMATIKA

Telusuri dengan menggunakan tabel :


Premis Alasan Keterangan
1. p ⊃ q
2. p ∧ r
3. P 2, simplifikasi Disimpulkan dari baris 2 dengan simplifikasi
4 q 1,3 Modus Ponen Disimpulkan dari baris 1 dan 3 dengan Modus
Ponen

2. Diketahui :
Ani masuk sekolah atau ani tidak masuk sekolah
Jika ani tidak masuk sekolah maka sekolah pasti libur
Sekolah Tidak Libur
Apa Kesimpulan dari penalaran tersebut ?

Jawab :
Gunakan metode deduksi !
Premis:
Ani masuk sekolah atau ani tidak masuk sekolah : p ∨ ~ p
Jika ani tidak masuk sekolah maka sekolah pasti libur : ~ p ⊃ q
Sekolah Tidak Libur : ~ q

Telusuri dengan menggunakan tabel :


Premis Alasan Keterangan
1. p ∨ ~ p
2. ~ p ⊃ q
3. ~ q
4 ~ (~ p) 2, 3 Modus Tollens Disimpulkan dari baris 2 dan 3 dengan modus
ponen
5 p 4,Negasi ganda Kesimpulan

Jadi kesimpulannya adalah : Ani Masuk Sekola h.

Andrian Rakhmatsyah, ST., Sri Widowati, IR., MT


SEKOLAH TINGGI TEKNOLOGI TELKOM
49
LOGIKA MATEMATIKA

3.12 SOAL LATIHAN

1. Tentukan sifat kalimat dibawah ini dengan menggunakan Tabel Jarang (Sparse Table) :
A : if (p and not q) then (p if and only if q)
2. Buatlah pohon semantik dari kalimat berikut dan simpulkan tentang sifat dari kalimat
tersebut
B : (if x then not y) if and only if (not (x and z))

3. Diketahui pernyataan :
A : Sore hari ini mendung dan lebih dingin dari kemarin.
B : Saya akan pergi berenang jika cuaca cerah.
C : Jika saya tidak berenang maka saya akan pergi belanja.
D : Jika saya pergi belanja maka saya akan berada dirumah
tepat pada saat matahari terbenam
E : Saya berada di rumah tepat pada saat matahari terbenam

a). Buatlah struktuk kalimat abstrak untuk pernyataan


tersebut dalam bentuk :
Jika A dan B dan C dan D Maka E
b). Selidiki validitas kalimat/proposisi diatas dengan
menggunakan Pohon Semantik

4.
IF x THEN y
A: IF AND AND (x or z) THEN ( y OR w )
IF x THEN w

Tentukan :
a. Sifat dari Proposisi dibawah ini dengan menggunakan Pohon Semantik
b. Selidiki Validitasnya dengan menggunakan Metode Asumsi Salah

IF x IF x THEN y
5. B : THEN IFF OR
( y AND z) IF x THEN z

Tentukan :
a. Sifat dari Proposisi dibawah ini dengan menggunakan Pohon Semantik
b. Selidiki Validitasnya dengan menggunakan Metode Asumsi Salah

Andrian Rakhmatsyah, ST., Sri Widowati, IR., MT


SEKOLAH TINGGI TEKNOLOGI TELKOM
50
LOGIKA MATEMATIKA

6. Jika penawaran emas dibiarkan konstan dan permintaan semas bertambah maka harga
emas naik. Jika permintaan emas bertambah yang menyebabkan harga emas naik, maka
ada keuntungan bagi spekulator. Penawaran emas dibiarkan konstan. Oleh karena itu
ada keuntungan bagi spekulator. Analisis apakah penalaran tersebut valid dengan
menggunakan metode asumsi salah

7. p AND q
C: OR
IF r THEN ( p AND q AND r )

Substitusikan dengan interpretasi berikut ini :

a. C { (p AND q) ß P }
b. C pßs
( p AND q) ß p

c. C { (p AND q) ß P }
d. C pßs
( p AND q) ß p

Andrian Rakhmatsyah, ST., Sri Widowati, IR., MT


SEKOLAH TINGGI TEKNOLOGI TELKOM
51
LOGIKA MATEMATIKA

BAB IV
KALKULUS PREDIKAT

4.1 DEFINISI

Kalimat pada kalkulus proposisi tidak dapat menjelaskan konsep objek dan relasi
antar objek .

Contoh :
Batuan di Mars berwarna putih
Atau
Batuan di Mars tidak berwarna putih

Dengan aturan kalkulus proposisi, pernyataan tersebut dapat dibuat menjadi skema kalimat
(p or not p)
dan selanjutnya dapat ditentukan nilai kebenarannya.

Jika ada pernyataan lain :


Ada batuan di Mars berwarna putih
Atau
Semua batuan di Mars berwarna putih

Maka pernyataan tersebut tidak dapat dibentuk menjadi skema kalimat kalkulus proposisi.
Hal ini disebabkan karena pernyataan tersebut mengandung kuantisasi dari objek.

Oleh karena itu dibutuhkan bahasa baru yang mengenal adanya konsep objek dan relasi
antar objek, yaitu menggunakan Kalkulus Predikat.

Dengan kalkulus predikat maka pernyataan tersebut diubah menjadi :


(for some x) (p(x) and q(x))
or
(for all x)(if p(x) then q(x))

dimana :
p(x) = x adalah batuan di Mars
q(x) = x adalah batuan berwarna putih
“for some x” disebut kuantifier (simbol : ∃x)
“for all x” disebut kuantifier (simbol : ∀x)

Pada dasarnya Kalkulus Predikat merupakan perluasan dari Kalkulus Proposisi dimana
Kalkulus Predikat mengatasi kelemahan pada kalkulus proposisi dengan menambahkan
representasi :
- Objek yang memiliki sifat tertentu
- Relasi antar objek

Andrian Rakhmatsyah, ST., Sri Widowati, IR., MT


SEKOLAH TINGGI TEKNOLOGI TELKOM
52
LOGIKA MATEMATIKA

Definisi : Simbol
Kalimat dalam kalkulus predikat dibuat dari simbol-simbol berikut :
a. Simbol Kebenaran : true dan false
b. Simbol Konstanta : a, b, c, a1, b1, …
c. Simbol variabel : x, y, z, x1, x2, …
d. Simbol fungsi : f, g, h, g1, f1, h1, …
Setiap simbol fungsi mempunyai arity yang menyatakan banyaknya parameter/
argumen yang harus dipenuhi.
e. Simbol Predikat (menyatakan relasi) : p, q, r, s, p1, q1, r1, …
Setiap simbol predikat juga memiliki arity

Catatan :
Objek didalam kalkulus predikat dinyatakan sebagai konstanta atau variabel.

Definisi : Term
Term adalah sebuah ekspresi ya ng menyatakan objek.

Term dibangun berdasarkan aturan-aturan sebagai berikut :


- Semua konstanta adalah term
- Semua variabel adalah term
- Jika t1, t2, …, tn adalah (n ≥ 1) dan f adalah fungsi dengan arity = n, maka fungsi
f(t1,t2, …, tn) adalah term
- Jika A adalah kalimat, sedang s dan t adalah term, maka kondisional if A then s else t
adalah term

Contoh :
1. f(a,x) adalah term
(a dan x adalah term, f adalah simbol fungsi dan semua fungsi adalah term)
2. g(x, f(a,x)) adalah term

Definisi : Proposisi
Proposisi digunakan untuk merepresentasikan relasi antar objek

Proposisi dibangun berdasarkan aturan sebagai berikut :


- Simbol kebenaran adalah proposisi
- Jika t1, t2, …, tn adalah term dan p adalah simbol predikat dengan n – ary maka
p (t1,t2, …, tn) adalah proposisi

Contoh :
p (a, x, f (a,x)) adalah proposisi, karena a, x, f (a,x) adalah term, dan p adalah simbol
predikat 3-ary

Andrian Rakhmatsyah, ST., Sri Widowati, IR., MT


SEKOLAH TINGGI TEKNOLOGI TELKOM
53
LOGIKA MATEMATIKA

Definisi : Kalimat
Kalimat dalam kalkulus predikat dibangun dengan aturan :
1. Setiap proposisi adalah kalimat
2. Jika A, B, C adalah kalimat maka :
• Negasi (not A) adalah kalimat
• Konjungsi A dengan B: (A and B) adalah kalimat
• Disjungsi A dengan B : (A or B) adalah kalimat
• Implikasi (If A then B) adalah kalimat
• Ekivalensi A dan B (A if and only if B) adalah kalimat
• Kondisional if A then Belse C adalah kalimat.
3. Jika A adalah kalimat dan x adalah variabel maka :
(For all x) A adalah kalimat
(For some x) A adalah kalimat

Catatan : kemunculan A dikatakan berada dalam lingkup kuantifier

Contoh :
1. if (for all x) p(a, b, x) then g (y) else f(a, y) adalah term
2. if (for all x) p(a, b, x) then (for some y) g(y) else not p(a, b, c) adalah kalimat

Definisi Ekspresi
Suatu ekspresi dalam kalkulus predikat dapat berupa kalimat atau term

Contoh :
- x merupakan ekspresi
- f(x,y) merupakan ekspresi
- (for some x) p(x) merupakan ekspresi

Definisi : Subterm, Subkalimat, SubEkspresi


- Subterm dari term t atau dari kalimat A adalah setiap term antara yang digunakan untuk
membangun t atau A
- Subkalimat adalah setiap kalimat antara yang digunakan untuk membangun term atau
kalimat yang lebih luas
- Subekspresi adalah subterm atau subkalimat yang terdapat pada sebuah ekspresi

Contoh :
Sebutkan semua subterm dan subkalimat yang terdapat pada ekspresi berikut :
E : if (for all x) q (x, f(a) then f (a) else b
Subterm : a, x, f(a), b, if (for all x) q (x, f(a) then f (a) else b
Subkalimat : q(x, f(a), (for all x) q(x,f(a))
Semuanya merupakan subekspresi dari E

Andrian Rakhmatsyah, ST., Sri Widowati, IR., MT


SEKOLAH TINGGI TEKNOLOGI TELKOM
54
LOGIKA MATEMATIKA

4.2 REPRESENTASI KALIMAT

Contoh representasi bahasa alami ke dalam Kalkulus Predikat


• Ada Apel berwarna merah
(FOR SOME x) ( Apel(x) AND Merah(x))
• Semua apel berwarna merah
(FOR ALL x) ( IF Apel(x) THEN Merah(x))
• Setiap orang mencintai seseorang
(FOR ALL x) (FOR SOME y) LOVES(x,y
• Ani dicintai banyak orang
(FOR ALL x) LOVES(x, Ani)
• Semua Apel berwarna merah terasa manis
(FOR ALL x) (A(x) AND R(x) THEN M(x)
(FOR ALL x) (A(x) THEN (IF R(x) THEN M(x)))
• Tidak semua apel berwarna hijau terasa manis
NOT (FOR ALL x) (A(x) AND R(x) AND M(x))
(FOR SOME x) NOT (A(x) AND R(x) AND M(x))

4.3 VARIABEL BEBAS ATAU TERIKAT

Suatu variabel dikatakan terikat dalam sebuah ekspresi jika sedikitnya ada satu kemunculan
x terikat pada ekspresi tersebut
Sebaliknya dikatakan variabel bebas jika sedikitnya ada satu kemunculan bebas dalam
ekspresi tersebut.

Definisi : Kemunculan Bebas dan Terikat


Misalkan x adalah variabel dan A adalah ekspresi.
Kemunculan x adalah terikat jika x berada didalam lingkup suatu kuantifier dan x terikat
oleh kuantifier terdekat
Kemunculan x bebas jika tidak berada dalam lingkup suatu kuantifier

Contoh :

(FOR ALL x) [p(x,y) AND (FOR SOME y) q(y,z)]

Keterangan :
x pada p(x, y) adalah terikat
y pada p(x, y) adalah bebas
y pada q(y, z) adalah terikat
z pada q(y, z) adalah bebas

Andrian Rakhmatsyah, ST., Sri Widowati, IR., MT


SEKOLAH TINGGI TEKNOLOGI TELKOM
55
LOGIKA MATEMATIKA

Kemunculan variabel terikat dipengaruhi oleh kemunculan kuantifier yang paling dekat.

Contoh :

(FOR ALL x) [p(x) OR (FOR SOME x) (FOR ALL y) r(x, y)]

Keterangan :
variabel x pada p(x) dipengaruhi kuantifier FOR ALL x
variabel x pada r(x, y) dipengaruhi kuantifier FOR SOME x

Catatan :
Perbedaan antara variabel Bebas dan Variabel Terikat adalah :
Variabel Bebas : Nilainya diberikan oleh interpretasi
Variabel Terikat : Nilainya terbatas dari interpretasi yang diberikan

Definisi : Kalimat Tertutup


Sebuah kalimat dikatakan tertutup jika tidak mempunyai kemunculan bebas dari variabel-
variabelnya

Contoh :
1. (FOR ALL x) (FOR SOME y) p(x, y) adalah kalimat tertutup
2. (FOR ALL x) p(x, y) adalah bukan merupakan kalimat tertutup

Definisi : Simbol Bebas


Simbol bebas dari ekspresi A adalah :
• variabel- variabel bebas
• semua konstanta
• semua simbol fungsi
• semua simbol predikat
• dari ekspresi A

4.4 INTERPRETASI

Definisi : Interpretasi
Misal D adalah sebarang himpunan tak kosong, maka sebuah interpretasi I dalam domain D
akan memberi nilai pada setiap simbol konstanta, variabel bebas, fungsi dan predikat yang
ada pada kalimat dengan aturan sebagai berikut :
- Untuk setiap konstanta a, yaitu elemen a1 ari D
- Untuk setiap variabel x, yaitu elemen x1 dari D
- Untuk setiap simbol fungsi f dengan arity = n , yaitu :
- Fungsi f1 (d1 , d2 , …, dn ) dimana argumen d1 , d2 , …, dn merupakan elemen dari D, dan
nilai fungsi f1 (d1 , d2 , …, dn ) merupakan anggota D

Andrian Rakhmatsyah, ST., Sri Widowati, IR., MT


SEKOLAH TINGGI TEKNOLOGI TELKOM
56
LOGIKA MATEMATIKA

- Untuk setiap simbol predikat p dengan arity = n, yaitu relasi p1 (d1 , d2 , …, dn ) dimana
argumen d1 , d2 , …, dn merupakan elemen dari D dan nilai p1 (d1 , d2 , …, dn ) adalah
TRUE atau FALSE

Jadi untuk suatu ekspresi A, sebuah interpretasi I dikatakan interpretasi untuk A, jika I
memberikan nilai kepada setiap simbol bebas dari A.

4.5 ARTI KALIMAT

Arti kalimat ditentukan oleh interpretasi yang diberikan. Tetapi karena dalam kalk ulus
predikat mengandung pengertian objek, maka interpretasi dalam kalimat predikat harus
juga mendefinisikan suatu domain yaitu himpunan objek yang memberi arti pada term.
Suatu interpretasi harus memberi nilai pada setiap simbol bebas pada kalimat tersebut.

Misalkan ada kalimat tertutup :


A : IF (FOR ALL x) (FOR SOME y) p(x, y) THEN p(a, f(a))

Interpretasi untuk kalimat A harus


• Mendefinisikan Domain
• Memberikan nilai untuk simbol bebas dalam hal ini :
o Konstanta a
o Simbol fungsi f
o Simbol p

Contoh :
1. Diberikan interpretasi I dengan Domain D adalah himpunan bilangan integer positif,
dimana :
a=0
p = relasi “lebih besar” yaitu : p(d1 , d2 ) = (d1 > d2 )
f = fungsi suksesor yaitu f(d) = d + 1

Maka berdasarkan interpretasi I, kalimat tersebut dapat diartikan sebagai :


IF untuk setiap integer x Ada integer y sedemikian sehingga x > y THEN 0 > 0 + 1

2. Misalkan interpretasi J dengan domain bilangan interger positif, yang akan memberi
nilai :
a=0
p = relasi “ketidaksamaan” yaitu : p(d1 , d2 ) = (d1 ≠ d2 )
f = fungsi predesesor yaitu f(d) = d - 1

Maka berdasarkan interpretasi J, kalimat tersebut dapat diartikan sebagai :


IF untuk setiap integer x Ada integer y sedemikian sehingga x ≠ y THEN 0 ≠ 0 – 1

Andrian Rakhmatsyah, ST., Sri Widowati, IR., MT


SEKOLAH TINGGI TEKNOLOGI TELKOM
57
LOGIKA MATEMATIKA

Contoh Soal :
Diberikan Ekspresi :
E = IF p(x, f(x)) THEN (FOR SOME y) p(a, y)

1. Misalkan I adalah interpretasi untuk E dengan Domain bilangan real; dimana


a = √2
x=Π
f = fungsi “dibagi 2” yaitu : f1 (d1 ) = d1 /2
p = relasi “lebih besar atau sama dengan” yaitu p(d1 , d2 ) = (d1 ≥ d2 )

2. Misalkan J adalah interpretasi untuk E dengan Domain semua orang; dimana


a = Soeharto
x = Soekarno
f = fungsi “Ibu dari” yaitu : f1 (d1 ) = ibu dari d1
p = relasi “anak dari” yaitu p(d1 , d2 ) = d1 adalah anak dari d2

Apakah arti ekspresi E berdasarkan interpretasi I dan interpretasi J ?

4.6 ATURAN SEMANTIK

Definisi : Aturan Semantik Dasar


Misal A adalah suatu ekspresi dan I adalah interpretasi untuk A yang meliputi domain tak
kosong D. Maka nilai dibawah I ditentukan berdasarkan aturan semantik sebagai berikut :
• Nilai suatu konstanta a adalah elemen domain D
• Nilai variabel x adalah elemen domain D
• Nilai aplikasi f1 (t1, t2, …, tn) adalah elemen domain D dimana f1 (t1, t2, …, tn) f adalah
fungsi yang diberikan kepada f dan t1, t2, …, tn adalah nilai term berdasarkan
interpretasi I
• Nilai Term kondisional if A then s else t adalah nilai term s jika A bernilai TRUE dan
sama dengan nilai term t jika A bernilai FALSE
• Nilai proposisi p1 (t1, t2, …, tn) adalah nilai kebenaran TRUE atau FALSE dimana p
adalah relasi yang diberikan oleh interpretasi I dan nilai dari t1, t2, …, tn berdasarkan I.
• Aturan untuk penghubung logik (not, or, dsb) sama dengan aturan pada kalkulus
proposisi

Andrian Rakhmatsyah, ST., Sri Widowati, IR., MT


SEKOLAH TINGGI TEKNOLOGI TELKOM
58
LOGIKA MATEMATIKA

4.7 INTERPRETASI YANG DIPERLUAS

Misal I adalah suatu interpretasi yang mencakup domain D maka untuk sembarang variabel
s dan elemen d pada domain D, interpretasi yang diperluas : < x ß d > o I dari I adalah
interpretasi yang mencakup domain D dimana :
1. Variabel x diberik nilai elemen domain D
2. Setiap variabel y (selain x) diberi nilai sama dengan elemen domain y1 (yaitu nilai
berdasar interpretasi D. jika y tidak mempunyai nilai berdasar I maka y juga tidak
mempunyai nilai berdasar < x ß d > o I
3. Setiap konstanta a, simbol fungsi f, dan simbol predikat p diberi nilai sesuai dengan
nilai aslinya yaitu aI, fI, pI

Contoh :
1. I adalah interpretasi yang meliputi bilangan integer, dengan
x=1
y=2
Maka perluasan interpretasi terhadap I :
<x ß 3 > o I
akan memberikan nilai :
x=3
y=2

2. I adalah interpretasi yang meliputi bilangan integer, dengan


f adalah simbol fungsi biner,
+ adalah fungsi penambahan integer
maka :
< f ß + > o I adalah interpretasi yang meliputi domain bilangan integer dengan f fungsi
penambahan +.

Sifat interpretasi yang diperluas


Jika I adalah interpretasi untuk kalimat berbentuk
(FOR ALL x) A atau (FOR SOME x) A,
maka < x ß d > o I adalah interpretasi yang berlaku untuk A juga

4.8 ATURAN SEMANTIK UNTUK KUANTIFIER

1. Aturan FOR ALL


Kalimat (FOR ALL x) A bernilai TRUE berdasarkan interpretasi I jika :
Untuk setiap elemen d dari domain D menyebabkan subkalimat A bernilai TRUE
berdasarkan interpretasi yang diperluas < x ß d> o I
Kalimat (FOR ALL x) A bernilai FALSE berdasarkan interpretasi I jika :
Ada elemen d dari domain D sedemikian sehingga subkalimat A bernilai FALSE
berdasarkan interpretasi yang diperluas < x ß d> o I

Andrian Rakhmatsyah, ST., Sri Widowati, IR., MT


SEKOLAH TINGGI TEKNOLOGI TELKOM
59
LOGIKA MATEMATIKA

2. Aturan FOR SOME


Kalimat (FOR SOME x) A bernilai FALSE berdasarkan interpretasi I jika :
Untuk setiap elemen d dari domain D menyebabkan subkalimat A bernilai FALSE
berdasarkan interpretasi yang diperluas < x ß d> o I
Kalimat (FOR ALL x) A bernilai TRUE berdasarkan interpretasi I jika :
Ada elemen d dari domain D sedemikian sehingga subkalimat A bernilai TRUE
berdasarkan interpretasi yang diperluas < x ß d> o I

Contoh
1. A : (FOR SOME x) p(x,y)

Diberikan interpretasi I yang meliputi himpunan bilangan integer positif


y=2
p : relasi “kurang dari”, yaitu p1 (d1, d2) = d1 < d2

Berdasarkan aturan (FOR SOME x) maka


(FOR SOME x) p(x, y) bernilai TRUE jika ada elemen dari D sehingga nilai p(x, y)
TRUE berdasarkan interpretasi < x ß d > o I

Misal diambil d = 1 maka perluasan interpretasi menjadi < x ß 1 > o I sehingga


berdasarkan aturan proposisi diperoleh bahwa
p(1, 2) yaitu 1 < 2 adalah TRUE

2. B : IF (FOR ALL x) (FOR SOME y) p(x, y) THEN p(a, f(a))

Misal I adalah interpretasi untuk B yang meliput i domain bilangan real positif dimana:
a=1
f : fungsi “akar dari” yaitu f1 (d) = √d
p : relasi “tidak sama dengan”, yaitu p1 (d1, d2) = d1 ≠ d2

Misal diasumsikan bahwa A bernilai FALSE


Maka harus diperhatikan bahwa :
Antisenden : (FOR ALL x) (FOR SOME y) p(x, y) bernilai TRUE
Konsekuen : p(a, f(a)) bernilai FALSE

Untuk lebih mudahnya, dimulai dari Konsekuen karena bentuknya lebih sedehana.
Berdasakan aturan proposisi, maka nilai konsekuen p(a, f(a)) yaitu 1 ≠ √1 adalah
FALSE berdasarkan I

Antisenden : berdasarkan Aturan (FOR ALL x)


Untuk setiap elemen d1 dari D, subkalimat (for some y) p(x,y) bernilai TRUE
berdasarkan < x ß d > o I

Andrian Rakhmatsyah, ST., Sri Widowati, IR., MT


SEKOLAH TINGGI TEKNOLOGI TELKOM
60
LOGIKA MATEMATIKA

Berdasarkan Aturan (FOR SOME x)


Untuk setiap elemen d1 dari D, ada elemen d2 sedemikian sehingga p(x,y) bernilai
TRUE berdasarkan < y ß d2 > o < x ß d1 > o I

Misal ambil sembarang elemen domain dan d2 = d1 + 1


Maka berdasarkan aturan proposisi, nilai p(x,y) yaitu p(d1, d2)
Berarti p(d1, d1+1) menyatakan bahwa d1 ≠ d1 + 1 adalah TRUE
berdasarkan < y ß d2 > o < x ß d1 > o I

Jadi dapat disimpulkan bahwa kalimat B bernilai FALSE berdasarkan I

4.9 KECOCOKAN

Definisi
• Dua interpretasi dikatakan cocok jika keduanya memberni nilai yang sama untuk
simbol-simbolnya atau keduanya tidak memberi nilai untuk simbol-simbolnya
• Dua interpretasi I dan J cocok untuk ekspresi A jika nilai A berdasarkan I sama dengan
nilai A berdasarkan J atau I dan J bukan interpretasi untuk A

Contoh :
Misalkan I adalah interpretasi yang meliputi bilangan integer dengan :

aà0
bà2
x à -1
f à fungsi suksessor f1 (d) = d + 1

dan interpretasi J yang meliputi integer dengan :

aà0
xà 1
f à fungsi predesesor f1 (d) = d – 1

• I dan J cocok untuk konstanta a


• I dan J cocok untuk simbol predikat p
• I dan J tidak cocok untuk variabel x
• I dan J cocok untuk ekspresi f(x)
• I dan J cocok untuk ekspresi f(y)
• I dan J tidak cocok untuk ekspresi f(b), karena I adalah interpretasi untuk f(b) tetapi
tidak untuk J

Andrian Rakhmatsyah, ST., Sri Widowati, IR., MT


SEKOLAH TINGGI TEKNOLOGI TELKOM
61
LOGIKA MATEMATIKA

2.10 VALIDITAS

Validitas di dalam kalkulus predikat didefinisikan hanya untuk kalimat tertutup, yaitu
kalimat ya ng tidak memiliki variabel bebas.

Definisi
Sebuah kalimat A dikatakan valid jika kalimat tersebut bernilai TRUE berdasarkan setiap
interpretasi untuk A

Pembuktian validitas kalimat dapat menggunakan :


Dengan membuktikan bahwa kalimat tertutup A adalah VALID
(biasanya lebih “enak” untuk kalimat-kalimat yang memiliki penghubung logik : IFF,
AND, NOT)
Dengan membuktikan bahwa kalimat tertutup A adalah TIDAK VALID dengan cara
mencari satu interpretasi tertentu yang menyebabkan kalimat tersebut bernilai FALSE.
(biasanya untuk kalimat-kalimat yang memiliki penghubung logik : IF-THEN, OR)

Contoh Cara 1
Misalkan ingin dibuktikan validitas kalimat A berikut :
1. A : [ NOT (FOR ALL x) p(x) ] IFF [ (FOR SOME x) NOT p(x) ]

Berdasarkan aturan IFF, cukup diperlihatkan bahwa :


NOT (FOR ALL x) p(x) ] dan [ (FOR SOME x) NOT p(x) ] memiliki nilai kebenaran
yang sama berdasarkan setiap interpretasi, atau dengan kata lain subkalimat pertama
bernilai TRUE tepat bilai subkalimat kedua juga bernilai TRUE

Misalkan terdapat sebarang interpretasi I untuk A, maka


NOT (FOR ALL x) p(x) bernilai TRUE berdasarkan I
Tepat bila (berdasarkan aturan NOT)
(FOR ALL x) p(x) bernilai FALSE berdasarkan I
Tepat bila (berdasarkan (FOR ALL x))
Ada elemen d di dalam domain D
Sehingga p(x) bernilai FALSE berdasarkan < x ß d > o I
Tepat bila (berdasarkan aturan NOT)
Ada elemen d di dalam domain D
sehingga NOT p(x) bernilai TRUE berdasarkan < x ß d > o I
Tepat bila (berdasarkan aturan (FOR SOME x))
(FOR SOME x) NOT p(x) bernilai TRUE berdasarkan Interpretasi I

Andrian Rakhmatsyah, ST., Sri Widowati, IR., MT


SEKOLAH TINGGI TEKNOLOGI TELKOM
62
LOGIKA MATEMATIKA

2. Misalkan ingin dibuktikan validitas kalimat B berikut : (cara 2)


B : IF (FOR SOME y) (FOR ALL x) q(x, y)
THEN (FOR ALL x) (FOR SOME y) q(x, y)

Asumsikan bahwa B tidak valid, sehingga bahwa untuk suatu interpretasi I untuk B
Jika Antisenden :
(FOR SOME y) (FOR ALL x) q(x, y) bernilai TRUE berdasarkan I
maka konsekuen
(FOR ALL x) (FOR SOME y) q(x, y) bernilai FALSE berdasarkan I

Karena Antisenden bernilai TRUE berdasarkan I,


maka (berdasarkan aturan FOR SOME x)
Ada elemen d1 di dalam domain D sehingga (FOR ALL x) q(x, y) bernilai TRUE
berdasarkan < y ß d > o I
Tepat bila (berdasarkan aturan FOR ALL x)
Ada elemen d di dalam domain D sedemikian sehingga untuk setiap elemen d2 di
dalam domain D sedemikian sehingga q(x, y) bernilai TRUE
berdasarkan < x ß d2 > o < y ß d1 > o I …………………….. (1)

Karena konsekuen bernilai FALSE berdasarkan I,


Maka (berdasarkan aturan FOR ALL x)
Ada elemen e di dalam domain D sehingga (FOR SOME y) q(x, y) bernilai FALSE
berdasarkan < x ß e > o I
Tepat bila (berdasarkan aturan FOR SOME x)
Ada elemen e1 di dalam domain D sedemikian sehingga untuk semua elemen e2 di
dalam domain D sedemikian sehingga q(x, y) bernilai FALSE
berdasarkan <y ß e2 > o < x ß e1 > o I ……………………………(2)

Berdasarkan (1) dan (2) kita dapat mengambil nilai elemen d1 sama dengan e2 dan d2
sama dengan e1, sehingga dari (1) diperoleh :
q(x, y) bernilai TRUE berdasarkan < x ß e1 > o < y ß d1 > o I …………….. (3)
dandari (2) diperoleh
q(x, y) bernilai FALSE berdasarkan <y ß d1 > o < x ß e1 > o I ……………(2)

Karena variabel x dan y berbeda, maka interpretasi


< x ß e1 > o < y ß d1 > o I dan
< y ß d1 > o < x ß e1 > o I
adalah identik, sehingga terlihat bahwa (3) dan (4) saling berkontradiksi.

Berari asumsi bahwa B tidak valid adalah tidak benar, sehingga B VALID

Andrian Rakhmatsyah, ST., Sri Widowati, IR., MT


SEKOLAH TINGGI TEKNOLOGI TELKOM
63
LOGIKA MATEMATIKA

4.11 SOAL LATIHAN

1. Diberikan ekspresi sebagai berikut :


E : if (FOR SOME x) (FOR ALL y) p(x,y)
Then q(a, f(a))
Else q(a,x)

a. Apakah E adalah Kalimat atau Term ?. Berikan alasannya !


b. Tuliskan semua SubTerm, SubKalimat, SubEkspresi !

2. Gantilah proposisi-proposisi di bawah ini dengan lambang masing- masing. Huruf yang
dicetak tebal/miring harus dijadikan lambang :

a. Tidak ada gading yang tidak retak


b. Ada Gajah yang jantan dan ada yang betina
c. Tidak semua pegawai negeri itu manusia korup
d. Hanya polisilah pihak yang berwenang mengadakan penyidikan, kalau ada orang
yang melanggar hukum

3. Misalkan I adalah interpretasi dengan domain bilangan integer lebih besar daripada 5 :
Dimana : a = 6 x = 10
b = 17 y = 15
c = 11

f adalah fungsi dua kali dimana fI (d) = 2 * d


G adalah relasi ‘lebih baik’ dimana GI(d1 , d2 ) = d1 > d2
Tentukan nilai :
a. G(y, f(a)) berdasarkan I
b. G(a, f(x) berdasarkan I
c. G[if G(x,y) then f(a) else f(b), x] berdasarkan I
d. (FOR SOME y) [G(x,y) or G(f(x), y)]
e. (FOR ALL y) (FOR SOME x) G(x,y) berdasarkan I

4. Buktikan bahwa kalimat B berikut ini adalah VALID, dengan menggunakan sebarang
interpretasi :
B : not (FOR ALL x) G(x) IFF (FOR SOME x) not (G(x))

Andrian Rakhmatsyah, ST., Sri Widowati, IR., MT


SEKOLAH TINGGI TEKNOLOGI TELKOM
64
LOGIKA MATEMATIKA

DAFTAR PUSTAKA

[1] Manna, Zohar. The Logical Basis For Computer Programming. Addison Wesley Publishing.
1985
[2] Korfhage, Robert. Logic And Algotrihms. USA. 1966
[3] Diktat Logika Matematika, Jurusan Teknik Informatika ITB
[4] Hendrowati, Retno. Hariyanto, Bambang. Logika Matematika, Penerbit Informatika,
Bandung
[5] Rossen, Kenneth, Discret Mathematics and it’s Application
[6] …., Discret Mathematics

Andrian Rakhmatsyah, ST., Sri Widowati, IR., MT


SEKOLAH TINGGI TEKNOLOGI TELKOM

Anda mungkin juga menyukai