Anda di halaman 1dari 30

RANGKUMAN LOGIKA INFORMATIKA

Untuk memenuhi tugas mata kuliah Logika Informatika

Disusun oleh:
Annisa Fitria 1701499

UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA


BANDUNG
2018
Daftar Isi

HIMPUNAN ................................................................................................................................................ 1
ALJABAR BOOLEAN ............................................................................................................................. 13
GERBANG LOGIKA ............................................................................................................................... 24
QUINE-MCCLUSKEY ............................................................................................................................ 27

i
HIMPUNAN

1. Definisi Himpunan
Himpunan adalah kumpulan objek-objek yang berbeda. (Buku ini ini).
Dalam matematika, himpunan adalah kelompok-kelompok yang memiliki karakteristik
tertentu.
Berikut ini adalah contoh himpunan:
1. Himpunan huruf hidup, yaitu a, i, u, e, o.
2. Himpunan nama bulan yang berhuruf awalan j, Januari, juni, Juli.
3. Himpunan negara Asia Tenggara, yaitu Indonesia, Malaysia, Singapura, Filiphina,
Thailand, Brunei Darussalam, Myanmar.
2. Jenis-Jenis Himpunan
A. Himpunan Kosong (Nullset)
Himpunan yang tidak memiliki anggota disebut himpunan kosong dan
dinotasikan dengan Ø atau {}. Berikut ini contohnya :
1. M = {kuda yang bertanduk}, maka |M| = 0

2. N = {bilangan prima yang habis dibagi 4}, maka |N| = 0

3. L = {bilangan prima antara 7 dan 11}, maka |L| = 0

4. E = {x|x<x}, maka |E| = 0

5. P = {orang Bandung yang pernah ke bulan}, maka |P| = 0

B. Himpunan Bagian (Subset)

Definisi : Suatu himpunan A dikatakan himpunan bagian (subset) dari himpunan


B jika dan hanya jika setiap elemen A merupakan elemen dari B. Bisa disebut juga B
merupakan superset dari A .
Notasi: A ⊆ B
Dengan menggunakan diagram Venn, A ⊆ B lebih mudah dimengerti maksudnya.
A ⊆ B digambarkan dengan diagram Venn pada gambar ini:

1
Contoh himpunan bagian:
1. A = {1, 2, 3} dan B = { 1, 2, 3, 4, 5, 6} maka A ⊆ B

C. Himpunan yang Sama (Equal)

Suatu himpunan A dikatakan sama dengan himpunan B jika dan hanya jika
keduanya mempunyai elemen yang sama. Dengan kata lain, A sama dengan B jika A
adalah himpunan bagian dari B dan B adalah himpunan bagian dari A. jika demikian,
maka dikatakan A tidak sama dengan B.
Notasi: A=B A ⊆ B dan B ⊆ A
Syarat : Dua buah himpunan anggotanya harus sama.
Contoh himpunan yang sama:
1. A ={ m, n, o} B={ m,n,o } Maka A = B
Penjelasan : Himpunan yang sama,memiliki dua buah himpunan yang anggotanya
sama misalkan anggota himpunan A {m, n, o} maka himpunan B pun akan memiliki
anggota yaitu {m, n, o}.
D. Himpunan yang Ekivalen (Equal Set)

Suatu himpunan X dikatakan ekivalen dengan himpunan Y jika dan hanya jika
kardinal dari kedua himpunan tersebut.
Notasi: X~Y |X|=|Y|
Syarat : Bilangan kardinal dinyatakan dengan notasi n (X) X≈Y, dikatakan sederajat
atau ekivalen, jika himpunan X ekivalen dengan himpunan Y.
Contoh :
X = { a, b, c, d}→n (X) = 4
Y = { r, s , t, u} →n (Y) = 4
Maka n (X) =n (Y) →X≈Y
Penjelasan : himpunan ekivalen mempunyai bilangan kardinal dari himpunan
tersebut, bila himpunan X beranggotakan 4 karakter maka himpunan Y pun
beranggotakan 4.
E. Himpunan Saling Lepas

Dua himpunan A dan B dikatakan saling lepas jika keduanya tidak memiliki
elemen yang sama.
Notasi: A//B

2
Diagram Venn yang menggambarkan dan himpunan yang saling lepas ditunjukan
pada gambar ini:

Contoh :
A = {2, 4, 6, 8} dan B = {1, 3, 5}, Maka himpunan A dan himpunan B saling lepas.
F. Himpunan Kuasa (Power Set)
Himpunan kuasa dari himpunan X adalah suatu himpunan yang elemennya
merupakan semua himpunan bagian dari X, termasuk himpunan kosong dan
himpunan X sendiri.
Notasi: P(X) atau 2A
Jika |X| = m, maka | P (X) | = 2m
Contoh:
a. Jika X = {3, 4, 5}, maka P(X) = {Ø , {3}, {4}, {5}, {3,4}, {3,5}, {4,5}, {3,4,5}}
b. Himpunan kuasa dari himpunan kosong adalah P(Ø) = { Ø}, dan himpunan kuasa
dari himpunan { Ø} adalah P({Ø}) = { Ø, { Ø}}.
3. Operasi Himpunan
1. Irisan (Intersection)
Irisan dari himpunan A dan B adalah sebuah himpunan yang setiap elemennya
merupakan elemen dari himpunan A dan himpunan B.

3
Diagram venn di atas kita dapat melihat bahwa terdapat daersah arsiran. Daerah
arsiran tersebut menunjukkan bahwa ada anggota himpunan A yang juga merupakan
anggota himpunan B. Jadi, kita dapat membentuk himpunan baru yang anggotanya
merupakan anggota himpunan A dan himpunan B yang terdapat pada arsiran.
Jika kita menuliskan irisan kedua himpunan dalam notasi himpunan, maka
didapatkan:
A B = { x | x ∈ A atau x ∈ B}
Di mana A dan B adalah himpunan.
2. Gabungan (union)
Gabungan (union) dari himpunan A dan B adalah himpunan yang setiap
anggotanya merupakan anggota himpunan A atau himpunan B.

Dari diagram venn di atas bahwa daerah yang diarsir berbeda dengan arsiran
irisan himpunan. Daerah yang diarsir memuat semua anggota himpunan A dan himpunan
B sehingga kita dapat membuat himpunan baru yang anggotanya merupakan anggota
himpunan A dan himpunan B yang berada dalam daerah arsiran.
Jika kita menuliskan gabungan himpunan ke dalam notasi himpunan, maka dapat
dituliskan dengan:
A B = { x | x ∈ A atau x ∈ B}

4
Dimana A dan B adalah himpunan.
3. Komplemen (Complement)
Komplemen dari suatu himpunan A terhadap suatu himpunan semesta U adalah
suatu himpunan yang elemennya merupakan elemen U yang bukan elemen A .

Komplemen dari suatu himpunan A dan B adalah himpunan yang setiap


anggotanya merupakan anggota himpunan A atau himpunan B.

Daerah yang diarsir menunjukkan anggota himpunan S yang bukan anggota


himpunan A. daerah tersebut disebut dengan komplemen himpunan A atau
dilambangkan dengan Ac.
Dengan demikian kita dapat menyimpulkan bahwa komplemen himpunan A
c
(A ) merupakan himpunan yang anggotanya masuk dalam himpunan semesta namun
bukan anggota himpunan A. Dengan notasi himpunan:
Ac = { x | x ∈ S dan x A}
Di mana A adalah himpunan dan S adalah himpunan semesta.

5
4. Selisih (Difference)
Selisih dari himpunan A dan himpunan B adalah suatu himpunan yang
elemennya merupakan elemen dari A tetapi bukan elemen dari B. Selisih antara A
dan B dapat juga dikatakan sebagai komplemen himpunan B relative terhadap
himpunan A.

Dari diagram venn di atas kita dapat melihat bahwa ada daerah yang diarsir.
Daerah arsiran tersebut merupakan daerah yang di dalamnya terdapat anggota
himpunan A yang bukan anggota himpunan B. dari daerah yang diarsir tersebut kita
dapat membentuk himpunan baru yang disebut himpunan A kurang himpunan B (A-
B).
Selisih himpunan A dan B (A-B) adalah himpunan anggota A yang bukan
anggota B. Kita juga dapat menyatakan selisih himpunan dengan notasi himpunan
berikut ini.
A-B = { x | x ∈ A dan x ∈ B}

5. Beda Setangkup (Ǻ)

Beda setangkup dari himpunan A dan B adalah suatu himpunan yang elemennya ada pada
himpunan A dan B , tetapi tidak pada keduannya

6
A ⊕ B = (A ∪ B) – (A ∩ B)
= (A – B) ∪ (B – A)

4. Sifat Himpunan
1. Sifat Ketertutupan
Sifat ketertutupan pada operasi himpunan mempunyai makna bahwa hasil dari
pengoperasian dua atau lebih himpunan menghasilkan satu penyelesaian berupa
himpunan.
Misalkan H = { A, B, C, . . .} = { himpunan}
Untuk setiap A dan B anggota H maka
A + B anggota H
Menurut definisi :
A + B = { x | x є A atau x є B dan x є A є B, x є S},
perhatikan bahwa hasil di ruas kanan membentuk himpunan, ini berarti
bahwa A + B є H. jadi terbukti bahwa untuk setiap A dan B anggota H maka A + B
anggota H Contoh-contoh di atas telah menunjukkan bahwa jumlah dua buah
himpunan menghasilkan himpunan.

2. Sifat Komutatif
Sifat komutatif pada operasi himpunan berlaku pada operasi irisan dan gabungan, yaitu
A∩B=B∩A
A∪B=B∪A
Contoh:
Diketahui dua himpunan A = {3, 4, 5, 6} dan B = {2, 3, 4}.
Tunjukkan bahwa A ∩ B = B ∩ A dan A ∪ B = B ∪ A.
Penyelesaian:
A∩B=B∩A
Perhatikan anggota-anggota pada himpunan A dan B. Anggota A ∩ B merupakan
persekutuan dari anggota pada himpunan A dan himpunan B. Anggota himpunan A yang terdapat
di himpunan B adalah 3, 4. Dengan demikian, A ∩ B = {3,4}. Selanjutnya, kita tentukan B ∩ A.
Anggota di himpunan B yang terdapat di himpunan A adalah 3, 4. Dengan demikian, B ∩ A = {3,
4}. Dari hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa A ∩ B = B ∩ A.
A∪B=B∪A

7
Untuk menentukan A ∪ B, kamu dapat menuliskan kembali semua anggota A dan B,
yaitu 3, 4, 5, 6, 2, 3, 4. Oleh karena ada dua nilai yang sama untuk 3 dan 4, maka dapat ditulis
satu kali saja, sehingga A ∪ B = {2, 3, 4, 5, 6}. Begitu pula untuk menentukan B ∪ A. Dengan
menuliskan kembali semua anggota B dan A dengan anggota yang sama ditulis satu kali, yaitu 2,
3, 4, 5, 6, sehingga diperoleh B ∪ A = {2, 3, 4, 5, 6}. Dari hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa
A ∪ B = B ∪ A.

3. Sifat Asosiatif
Sifat asosiatif pada operasi himpunan berlaku pada operasi irisan dan gabungan,
yaitu :
(A ∩ B) ∩ C = A ∩ (B ∩ C)
(A ∪ B) ∪ C = A ∪ (B ∪ C)
Contoh:
Diketahui A = {p, q, r, s}, B = {r, s, t} dan C = {q, r, s}.
Tunjukkan bahwa (A ∩ B) ∩ C = A ∩ (B ∩ C) dan (A ∪ B) ∪ C = A ∪ (B ∪ C).
Penyelesaian:
(A ∩ B) ∩ C = A ∩ (B ∩ C)
Anggota himpunan A yang juga terdapat di himpunan B adalah r, s, sehingga diperoleh A
∩ B = {r, s}. Adakah anggota himpuanan C yang sama dengan anggota di A ∩ B?
Ternyata ada yaitu r, s. Dengan demikian, (A ∩ B) ∩ C = {r, s}. Selanjutnya, perhatikan
anggota himpunan B yang terdapat di himpunan C yaitu r, s, sehingga B ∩ C = {r, s}.
Amati anggota himpunan A yang terdapat di himpunan B ∩ C yaitu r, s, sehingga (A ∩
B) ∩ C = {r, s}. Dengan demikian dapat ditunjukkan bahwa (A ∩ B) ∩ C = A ∩ (B ∩ C).
(A ∪ B) ∪ C = A ∪ (B ∪ C)
Kita tentukan dahulu (A ∪ B) ∪ C.
(A ∪ B) ∪ C = ({p, q, r, s} ∪ {r, s, t}) ∪ {q, r, s}
(A ∪ B) ∪ C = {p, q, r, s, t} ∪ {q, r, s}
(A ∪ B) ∪ C = {p, q, r, s, t}
Kemudian, kita tentukan A ∪ (B ∪ C).
A ∪ (B ∪ C) = {p, q, r, s} ∪ ({r, s, t} ∪ {q, r, s})
A ∪ (B ∪ C) = {p, q, r, s} ∪ {q, r, s, t}
A ∪ (B ∪ C) = {p, q, r, s, t}
Dengan demikian, dapat ditunjukkan bahwa (A ∪ B) ∪ C = A ∪ (B ∪ C).

8
4. Sifat Distributif
Sifat distributif pada operasi himpunan berlaku pada operasi irisan dan gabungan,
yaitu :
A ∩ (B ∪ C) = (A ∩ B) ∪ (A ∩ C)
A ∪ (B ∩ C) = (A ∪ B) ∩ (A ∪ C)
Contoh:
Diketahui himpunan A = {1, 2, 3, 4, ..., 10}, B = {2, 4, 6, 8, 10} dan C = {1, 3, 5, 7, 9}.
Tunjukkan bahwa A ∩ (B ∪ C) = (A ∩ B) ∪ (A ∩ B).
Penyelesaian:
Langkah pertama, tentukan hasil dari A ∩ (B ∪ C).
A ∩ (B ∪ C) = {1, 2, 3, 4, ..., 10} ∩ ({2, 4, 6, 8, 10} ∪ {1, 3, 5, 7, 9})
A ∩ (B ∪ C) = {1, 2, 3, 4, ..., 10} ∩ {1, 2, 3, 4, ..., 10}
A ∩ (B ∪ C) = {1, 2, 3, 4, ..., 10}
Langkah kedua tentukan hasil dari (A ∩ B) ∪ (A ∩ C).
(A ∩ B) = {1, 2, 3, 4, ..., 10} ∩ {2, 4, 6, 8, 10}
(A ∩ B) = {2, 4, 6, 8, 10}
(A ∩ C) = {1, 2, 3, 4, ..., 10} ∩ {1, 3, 5, 7, 9}
(A ∩ C) = {1, 3, 5, 7, 9}
(A ∩ B) ∪ (A ∩ C) = {2, 4, 6, 8, 10} ∪ {1, 3, 5, 7, 9}
(A ∩ B) ∪ (A ∩ C) = {1, 2, 3, 4, ..., 10}
Dengan membandingkan hasil akhir langkah pertama dan kedua, dapat ditunjukkan
bahwa A ∩ (B ∪ C) = (A ∩ B) ∪ (A ∩ B).

5. Sifat Identitas (Identity)


Sifat identitas yang berlaku pada operasi irisan dan gabungan antara lain:
1. A ∩ ∅ = ∅
2. A ∩ S = A
3. A ∪ ∅ = A
4. A ∪ S = S
Contoh:

9
Diketahui S = himpunan bilangan asli kurang dari 10 dan J = {2, 3, 5, 7}. Tentukan:
a. J ∩ ∅
b. J ∩ S
c. J ∪ ∅
d. J ∪ S
Penyelesaian:
S = himpunan bilangan asli kurang dari 10 maka S = {1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8, 9}
a. J ∩ ∅ = {2, 3, 5, 7} ∩ { } ( Ingat irisan dua himpunan didapat dengan mencari anggota
yang sama)
J∩∅=∅
b. J ∩ S = {2, 3, 5, 7} ∩ {1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8, 9}
J ∩ S = {2, 3, 5, 7}
J∩S=J
c. J ∪ ∅ = {2, 3, 5, 7} ∪ { } (Ingat gabungan dua himpunan didapat dengan
menggabungkan semua anggota kedua himpunan tersebut)
J ∪ ∅ = {2, 3, 5, 7}
J∪∅=J
d. J ∪ S = {2, 3, 5, 7} ∪ {1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8, 9}
J ∪ S = {1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8, 9}
J∪S=S

6. Idempoten (Tautologi)
Sifat idempoten yang berlaku pada operasi irisan dan gabungan antara lain:
1. A ∩ A
2. A ∪ A
Contoh:
Diketahui K = {4, 5, 6}. Tentukan:
a. K ∩ K
b. K ∪ K
Penyelesaian:
10
a. K ∩ K = {4, 5, 6} ∩ {4, 5, 6} = {4, 5, 6}
K∩K=K
b. K ∪ K = {4, 5, 6} ∪ {4, 5, 6} = {4, 5, 6}
K∪K=K

7. Sifat Komplemen
Sifat komplemen pada operasi himpunan hanya berlaku untuk irisan dan
gabungan.
1. A ∩ Ac = ∅
2. A ∪ Ac = S
3. (Ac )c = A
4. ∅c = S
5. Sc = ∅
Contoh:
Diketahui S = {2, 3, 4, 5, 6, 7, 8, 9, 10, 11} dan L = {6, 8, 9, 10, 11}. Tentukan L ∩ Lc .
Penyelesaian:
Lc adalah semua anggota himpunan S yang bukan anggota himpunan bagian dari
himpunan L, sehingga Lc = {2, 3, 4, 7}. Dengan demikian, diperoleh:
L ∩ Lc = {6, 8, 9, 10, 11} ∩ {2, 3, 4, 7}
L ∩ Lc = { }
L ∩ Lc = ∅
Jadi, L ∩ Lc = ∅.

8. Sifat Pengurangan
Operasi pengurangan pada himpunan tidak bersifat komutatif. Oleh karena
operasi pengurangan tidak bersifat komutatif, maka tidak bersifat asosiatif maupun
identitas yaitu:
1. A - B ≠ B - A
2. A - (B - C ) ≠ (A - B) - C
3. A - ∅ ≠ ∅ - A

11
Contoh:
Diketahui M = {a, b, c, d, e, f} dan N = {1, a, 2, b, 3, c}. Buktikan bahwa M - N ≠ N - M.
Penyelesaian:
M - N adalah himpunan yang anggotanya merupakan anggota dari himpunan M dan
bukan anggota himpunan N.
M - N = {a, b, c, d, e, f} - {1, a, 2, b, 3, c}
M - N = {d, e, f}
N – M adalah himpunan yang anggotanya merupakan anggota dari himpunan N dan
bukan anggota himpunan M.
N – M = {1, a, 2, b, 3, c} - {a, b, c, d, e, f}
N – M = {1, 2, 3}
Dengan demikian, terbukti bahwa M - N ≠ N – M.
9. Sifat Null/Dominasi
A ∩∅ = ∅
A∪U=U
10. Sifat Penyerapan
A U (A Ո B) = A
A Ո (A U B) = A
11. Hukum De Morgan
A U (A Ո B) = A
A Ո (A U B) = A

12
ALJABAR BOOLEAN

A. Definisi Aljabar Boolean


Aljabar boolean pertama kali dikemukakan oleh seseorang matematikawan
inggris, Geogre Boole pada tahun 1854. Aljabar Boolean adalah cabang ilmu
matematika yang diperlukan untuk mempelajari desain logika dari suatu sistem digital
yang merupakan operasi aritmatik pada bilangan Boolean (bilangan yang hanya
mengenal 2 keadaan yaitu False/True, Yes/No, 1/0) atau bisa disebut bilangan biner.
Pada tahun 1938 Clamde Shanmon memperlihatkan penggunaan Aljabar Boole untuk
merancang rangkaian sirkuit yang menerima masukan 0 dan 1 dan menghasilkan
keluaran juga 0 dan 1 Aljabar Boole telah menjadi dasar teknologi komputer digital.
Secara umum Aljabar Boolean didefinisikan sebagai suatu himpunan dengan operasi
+, ., ‘, serta elemen 0 dan 1, yang ditulis sebagai <B,’,+,.,0,1>.
Misalkan 0 dan 1 adalah dua elemen yang berbeda dari B.Maka, tupel <B,+,.,’,0,
1>disebut Aljabar Boolean jika untuk setiap a,b,c, OB berlaku aksioma (sering
disebut juga postulat Huntington ) berlaku :
1. Identitas :
a. a + 0 = a
b. a . 1 = a
2. Komutatif :
a. a + b = b + a
b. a . b = b . a
3. Distributif :
a . (b+c) = (a . b)+(a . c)
a+(b . c) = (a+b).(a+c)
Komplemen untuk setiap a OB terdapat elemen unik a’ OB sehingga
a+a’ = 1
a . a’ = 0
Closure
a+b ∈ B
a.b∈B

13
Elemen 0 dan 1 adalah dua elemen unik yang ada di dalam B. 0 disebut elemen
terkecil dan 1 disebut elemen terbesar. Kedua elemen unik dapat berbeda-beda pada
Aljabar Boolean (misal ∅ dan U pada himpunan, F dan T pada proposisi). Namun
secara umum tetap menggunakan 0 dan 1 sebagai dua buah elemen unik yang berbeda.
Elemen 0 disebut elemen zero, sedangkan elemen 1 disebut elemen unit. Operator +
disebut operator penjumlahan, ⋅ disebut operator perkalian, dan ‘ disebut operator
komplemen.
Adapun perbedaan antara Aljabar Boolean dengan aljabar biasa untuk aritatika
bilangan rill.
1. Hukum distributif yang pertama, a.(b+c)= (a.b)+(a.c)sudah dikenal di dalam aljabar
biasa, tetapi hukum distributi kedua, a+(b.c) = (a+b).(a+c) benar untuk Aljabar
Boolean, tetapi tidak benar untuk aljabar biasa.
2. Aljabar Boolean tidak memiliki kebalikan perkalian dan kebalikan penjumlahan,
karena itu tidak ada oprasi pembagian dan pengurangan didalam aljabar bolean.
3. Aksioma nomor 4 yang telah dituliskan di atas mendefinisikan operator yang
dinamakan komplemen yang tidak tersedia dalam aljabar biasa.
1) Identitas 1 adalah elemen identitas untuk operasi penjumlahan (1 sebagai elemen
zero) dan 70 adalah elemen untuk operasi perkalian(70 sebagai elemen unit) karena:
(i) a + 1 = KPK(a,1) = a
(ii) a ⋅ 70 = PBB(a,70) = a
2) Komutatif berlaku karena:
(i) a + b = b + a = KPK(a,b)
(ii) a ⋅ b = b . a = PBB(a,b)
3) Distibutif:
(i) 10 ⋅ (5+7) = PBB(10, KPK(5,7)) = PBB(10,35) = 5
(10 ⋅ 5) + (10 ⋅7) = KPK(PBB(10,5),PBB(10,7)) = KPK(5,1)= 5
(ii) 10 + (5 ⋅ 7) = KPK(10, PBB(5,7))= KPK(10,1) = 10
(10 +5) ⋅ (10 + 7) = PBB(KPK(10,5), KPK(10,7)) = PBB(10,70) = 10
4) Komplemen berlaku karena
(i) a + a’ = KPK(a, 70/a)= 70
(ii) a ⋅ a’ = PBB(a,70/a) = 1
Oleh karena semua aksioma dipenuhi maka B = {1, 2, 5, 7, 10, 14, 35, 70} adalah
Aljabar Boolean.

14
B. Aljabar Boolean Dua-Nilai
Mengingat B tidak ditentukan anggota-anggotanya, maka kita dapat membentuk
sejumlah tidak berhingga Aljabar Boolean. Pada Aljabar Boolean berhingga banyaknya
anggota B terbatas, tetapi paling sedikit beranggotakan dua buah elemen yang berbeda.
Aljabar Boolean memiliki terapan yang luas adalah aljabar dua-nilai. Aljabar Boolean
dua-nilai di definisikan pada sebuah himpunan B dengan dua buah elemen 0 dan 1
(sering dinamakan bit, singkatan dari
binary digit), yaitu B = {0, 1}, operasi biner, + dan ⋅ , operasi uner, ‘ . Kaidah
untuk operator uner ditunjukkan pada tabel sebagai berikut1.

Tabel I Tabel II
A b a⋅b A B a+b
0 0 0 0 0 0
0 1 0 0 1 1
1 0 0 1 0 0
1 1 1 1 1 1

Tabel III
A a’
0 1
1 0
Kita harus memperlihatkan bahwa aksioma-aksioma terpenuhi pada himpunan B
={0,1} dengan dua operator biner dan s atu operator uner yang didefinisikan.
1. Identitas jelas berlaku karena dari tabel dapat dilihat bahwa:
(i) 0 + 1 = 1 + 0 = 1
Yang memenuhi elemen identitas 0 dan 1
(ii) 1 ⋅ 0 = 0 ⋅ 1 = 0
2. Komutatif jelas berlaku dengan melihat simetri tabel operator biner
3. Distributif:
(i) a ⋅ ( b + c) = ( a ⋅ b) dapat ditujukan benar dari tabel operator biner di atas
dengan menggunakan tabel kebenaran untuk semua nila yang mungkin dari a,

15
b, c . Oleh karena nilai-nilai pada kolom a ⋅ (b + c) sama dengan nilai pada
kolom ( a ⋅ b) + (a ⋅ c ), maka kesamaan a ⋅ ( b+c) = (a ⋅ b) + (a ⋅ c) adalah benar
(ii) Hukum distributif a + (b ⋅ c) = (a ⋅ b) + (a ⋅ c) dapat ditujukkan benar dengan
menggunakan tabel kebenaran dengan cara yang sama seperti
Tabel IV
a b C b + c a ⋅ (b + c) a⋅b a⋅c (a ⋅ b) + (a ⋅ c)
0 0 0 0 0 0 0 0
0 0 1 1 0 0 0 0
0 1 0 1 0 0 0 0
0 1 1 1 0 0 0 0
1 0 0 0 0 0 0 0
1 0 1 1 1 0 1 1
1 1 0 1 1 1 0 1
1 1 1 1 1 1 1 1
4. Komplemen jelas berlaku karena tabel IV memperlihatkan bahwa :
(i) a + a’ = 1 karena 0 + 0’ = 0 + 1 dan 1 = 1’ + 0 = 1
(ii) a ⋅ a = 0 karena 0 ⋅ 0’ = 0 dan 1 ⋅ 1’ = 1⋅ 0 = 0
Karena aksioma-aksioma terpenuhi, maka terbukti bahwa B = {0,1} bersama-
sama dengan operasi biner +, dan ⋅ operator koplemen ‘ merupakan Aljabar
Boolean.
C. Hukum-hukum Aljabar Boolean
Terdapat kemiripan antara hukum-hukum Aljabar Boolean dengan hukum-hukum
aljabar himpunan dan hukum-hukum aljabar proposisi.2
Hukum-hukum Aljabar Boolean
1. Hukum identitas 2. Hukum idempotent
(i) a + 0 = a (i) a + a = a
(ii) a . 1 = a (ii) a . a = a
3. Hukum komplemen 4. Hukum dominansi

16
(i) a + a’ = 1 (i) a . 0 = 0
(ii) a . a’ = 0 (ii) a + 1 = 1
5. Hukum involusi 6. Hukum penyerapan
(i) (a’)’ = a (i) a + ab = a
(ii) a(a + b) = a
7. Hukum komutatif 8. Hukum asosiatif
(i) a + b = b + a (i) a + (b + c) = (a + b) + c
(ii) ab = ba (ii) a (b c) = (a b) c
9. Hukum distributif 10. Hukum De Morgan
(i) a + (b c) = (a +b) (a +c) (i) (a + b)’ = a’ b’
(ii) a (b + c) = a b + a c (ii) (a b)’ = a’ + b’
11. Hukum 0/1
(i) 0’ = 1
(ii) 1’ = 0
Hukum-hukum Aljabar Boolean diperoleh dari hukum-hukum aljabar himpunan
atau dari hukum-hukum aljabar preposisi yaitu dengan cara mempertukarkan:
∪ dengan +, atau ˅ dengan +
∩ dengan ∙, atau ˄ dengan ∙
U dengan 1, atau T dengan 1
∅ dengan 0, atau F dengan 0
Perhatikan tabel hukum-hukum Aljabar Boolean di atas. Hukum yang ke-(ii) dari
setiap hukum di atas merupakan dual dari hukum yang ke-(i).
Contoh:
Hukum komutatif :a+b=b+a
Dualnya : ab = ba

Hukum asosiatif : a + (b + c) = (a + b) + c
Dualnya : a (bc) = (ab) c

Hukum distributif : a (b + c) = ab + ac
Dualnya : a + bc = (a + b) (a + c)

17
Bukti:
(1i) a + 0 = a + (aa’) (Hukum komplemen)
= (a + a) (a + a’) (Hukum distributif)
= a (a + a’) (Hukum idempoten)
=a.1 (Hukum komplemen)
=a (Hukum identitas)
(1ii) a . 1 = a . (a + a’) (Hukum komplemen)
= aa + aa’ (Hukum distributif)
= a + aa’ (Hukum idempoten)
=a+0 (Hukum komplemen)
=a (Hukum identitas)
Contoh:
Buktikanlah bahwa untuk sebarang elemen a dan b dari Aljabar Boolean maka
kesamaan berikut
a + a’b = a + b dan a(a’ + b) = = ab
adalah benar.
Penyelesaian:
(i) a + a’b = (a + ab) + a’b (Hukum penyerapan)
= a + (ab + a’b) (Hukum assosiatif)
= a + (a + a’) b (Hukum distributif)
=a+1.b (Hukum komplemen)
=a+b (Hukum identitas)
D. Fungsi Boolean
Fungsi Boolean (fungsi biner) adalah pemetaan dari Bn ke B. Dengan bentuk Boolean,
kita dapat menuliskannya sebagai f : Bn → B, dimana Bn adalah himpunan yang
beranggotakan pasangan terurut ganda-n di dalam daerah asal B.
Setiap bentuk Boolean merupakan fungsi Boolean. Misalkan sebuah fungsi Boolean
adalah f(x, y, z) = xyz + x’y + y’z. Fungsi f memetakan nilai-nilai pasangan terurut
ganda-3 (x, y, z) ke himpunan {0, 1}.
Contoh:
(1, 0, 1) yang berarti x = 1, y = 0, dan z = 1 sehingga
f(1, 0, 1) = 1 ⋅ 0 ⋅ 1 + 1’ ⋅ 0 + 0’⋅ 1

18
=0+0+1
=1
Contoh:
F(x, y, z) = x’y’z + x’yz + xy’ dan g(x, y, z) = x’z +xy’
Adalah dua buah fungsi Boolean yang sama. Kesamaannya dapat dilihat pada tabel
berikut.
x y Z x’y’z + x’yz + xy’ x’z +xy’
0 0 0 0 0
0 0 1 1 1
0 1 0 0 0
0 1 1 1 1
1 0 0 1 1
1 0 1 1 1
1 1 0 0 0
1 1 1 0 0

E. Komplemen Fungsi Boolean


Komplemen suatu fungsi Boolean F secara sederhana dapat kita lakukan dengan
menukar nilai-nilai 1 dan 0 pada tabel kebenaran. Untuk berbagai bentuk ekspresi aljabar,
kita dapat menggunakan cara:
menggunakan hukum De Morgan
Hukum De Morgan untuk dua buah peubah, x1 dan x2, adalah
(𝑥1 + 𝑥2 )′ = 𝑥1 ′𝑥2 ′ dan dualnya: (𝑥1 ∙ 𝑥2 )′ = 𝑥1′ + 𝑥2 ′
Hukum De Morgan untuk tiga buah peubah, x1, x2 dan x3, adalah
(𝑥1 + 𝑥2 + 𝑥3 )′ = (𝑥1 + 𝑦)′ , yang dalam hal ini 𝑦 = 𝑥2 + 𝑥3
= 𝑥1′ 𝑦 ′
= 𝑥1′ (𝑥2 + 𝑥3 )′
= 𝑥1 ′𝑥2 ′𝑥3 ′
Dan dualnya adalah (𝑥1 ∙ 𝑥2 ∙ 𝑥3 )′ = 𝑥1′ + 𝑥2 ′ + 𝑥3 ′
Hukum De Morgan untuk n buah peubah, x1, x2,..., xn, adalah

19
(𝑥1 + 𝑥2 + ⋯ + 𝑥𝑛 )′ = 𝑥1 ′𝑥2 ′ … 𝑥𝑛 ′
Dan dualnya adalah (𝑥1 ∙ 𝑥2 ∙ … ∙ 𝑥𝑛 )′ = 𝑥1′ + 𝑥2′ + ⋯ + 𝑥𝑛 ′
F. Bentuk Kanonik
Ekspresi Boolean yang mempersifikasikan suatu fungsi dapat di sajiakan dalam
dua bentuk berbeda. Pertama, sebagai penjumlahan dari hasil kali dan kedua sebagai
perkalian dari hasil jumlah, misalnya.
f(x,y,z) = x’y’z’ + xy’z’+ xyz
dan
g(x,y,z) = (x+y+z)(x+y’+z)(x+y’+z’) (x’+y+z’)(x’+y’+z)
adalah dua buah fungsi yang sama (dapat ditunjukkan dari tabel kebenaranya ). Fungsi
yang pertama f, muncul dalam bentuk penjumlahan dari hasil kali, sedangkan fungsi yang
kedua ,g, muncul dalam bentuk perkalian dari hasil jumlah.
Suku –suku didalam ekspansi Boolean dengan n peubah x1,x2,…,xn dikatakan
minterm jika ia muncul dalam bentuk.
x1+x2+…+xn
dan katakana maxtrem jika ia muncul dalam bentuk
x1+x2+…+xn
Ada dua macam bentuk kanonik3:
1. Penjumlahan dari hasil kali (sum-of-product atau SOP)
2. Perkalian dari hasil jumlah (product-of-sum atau POS)
Contoh:
1. f(x, y, z) = x’y’z + xy’z’ + xyz  SOP
Setiap suku (term) disebut minterm
2. g(x, y, z) = (x + y + z)(x + y’ + z)(x + y’ + z’) (x’ + y + z’)(x’ + y’ + z)  POS
Setiap suku (term) disebut maxterm

20
3. Setiap minterm/maxterm mengandung literal lengkap

Contoh:
Nyatakan tabel kebenaran di bawah ini dalam bentuk kanonik SOP dan POS.

21
Tabel 1

Penyelesaian:
a. SOP
Kombinasi nilai-nilai peubah yang menghasilkan nilai fungsi sama dengan 1 adalah 001,
100, dan 111, maka fungsi Booleannya dalam bentuk kanonik SOP adalah:
f(x, y, z) = x’y’z + xy’z’ + xyz
atau (dengan menggunakan lambang minterm),
f(x, y, z) = m1 + m4 + m7 =  (1, 4, 7)
b. POS
Kombinasi nilai-nilai peubah yang menghasilkan nilai fungsi sama dengan 0 adalah 000,
010, 011, 101, dan 110, maka fungsi Booleannya dalam bentuk kanonik POS adalah
f(x, y, z) = (x + y + z)(x + y’+ z)(x + y’+ z’)
(x’+ y + z’)(x’+ y’+ z)

G. Penyederhanaan Fungsi Boolean


Menyederhakan fungsi Boolean artinya mencari bentuk fungsi lain yang ekivalen tetapi dengan
jumlah literal atau operasi yang lebih sedikit. Penyederhanaan fungsi Boolean disebut juga
minimisasi fungsi.
Contohnya, f(x,y) = x’y + xy’ + y’ dapat disederhanakan menjadi f(x,y) = x’ + y’.
Ada tiga metode yang digunakan untuk menyederhanakan fungsi Boolean, yaitu:

22
1. Penyederhanaan Fungsi Boolean Secara Aljabar
Jumlah literal di dalam sebuah fungsi Boolean apat diminimumkan dengan trik manipulasi
aljabar.namun, tidak ada aturan khusus yang harus diikuti yang akan menjamin menuju ke
jawaban akhir. Metode yang tersedia adalah prosedur yang cut-and-try yang memanfaatkan
postulat, hokum-hukum dasar, dan metode manipulasi lain yang sudah dikenal.
Contoh:
Sederhanakan fungsi-fungsi Boolean berikut:
a. f(x,y) = x + x’y
Penyelesaian:
a. f(x, y) = x + x’y
= (x + x’)(x + y)
= 1 .(x + y )
=x+y

1. Metode Peta Karnaugh


Metode Peta Karnaugh (atau K-map) merupakan metode grafis untuk menyederhanakan
fungsi Boolean. Metode ini ditemukan oleh Maurice Karnaugh pada tahun 1953. Peta
Karnaugh adalah sebuah diagaram atau peta yang terbentuk dari kotak-kotak (berbentuk
bujursangkar) yang bersisian. Tiap kotak mempresenntasikan sebuah minterm. Tiap
kotak dikatakan bertetangga jika minterm-minterm yang mempresentasikannya berbeda
hanya satu buah literal
Contoh:
1. Gambarkan peta Karnaugh untuk f(x,y) = xy + x’y
Penyelesaian:

Peubah tanpa kkomplemen dinyatakan dengan 1 dan peubah dengan


komplemen dinyatakan sebagai 0, sehingga xy dinyatakan sebagai 11 dan x’y
dinyatakan sebagai 01. Kotak-kotak yang merepresentasikan minterm 11 dan
01 diisi dengan 1, sedangkan kotak-kotak yang tidak terpakai didisi dengan
0. Hasil pemetaan:

0 1

0 0 1
x
1 0 1

23
GERBANG LOGIKA

A. Penyederhanaan Rangkaian Logika


Teknik minimisasi fungsi boolean dengan Peta Karnaugh mempunyai terapan yang
sangat penting dalam menyederhanaan rangkain logika. Penyederhanaan rangkaian dapat
mengurangi jumlah gerbang logika yang digunakan, bahkan dapat mengurangi jumlah kawat
masukan. Contoh-contoh di bawah ini memberikan ilustrasi penyederhanaan rangkaian
logika.

24
Contoh:
Minimisasi fungsi boolean 𝑓(𝑥, 𝑦, 𝑧) = 𝑥 ′ 𝑦𝑧 + 𝑥 ′ 𝑦𝑧 ′ + 𝑥𝑦 ′ 𝑧 ′ + 𝑥𝑦 ′ 𝑧.
Gambarkan rangkaian logikanya.
Penyelesaian:
Rangkaian logika fungsi 𝑓(𝑥, 𝑦, 𝑧) sebelum di minimisasikan adalah seperti di bawah ini.

Minimisasi dengan Peta Karnaugh adalah sebagai berikut:

25
26
Quine-McCluskey
Metode peta Karnaungh hanya cocok digunakan jika fungsi Boolean mempunyai
jumlah paling banyak 6 buah. Jika jumlah peubah yg terlibat pada suatu fungi Boolean
lebih dari 6 buah maka penggunaan peta karnaungh menjadi semaki rumit, sebab ukuran
peta bertambah besar. Selain itu, metode peta karnaungh lebih sulit di prongramkan
dengan computer karna diperlukan pengamatan visual untuk mengidentifikasi minterm-
miterm yang akan dikelompokan. Untuk itu diperlukan metode penyederhanaan yang
lain yang dapat di programkan dan dapat di gunakan untuk fungsi Boolean dengan
sembarang jumlah peubah. Metode alternative tersebut adalah metode Quine-
McCluskey yang dikembangkan oleh W.V .Quine dan E.J. McCluskey pada tahun 1950.
Langkah-langkah metode Quine-McCluskey untuk menyederhanakan ekspresi Boolean
dalam bentuk SOP adalah sebagai berikut:
1. Nyatakan tiap minterm dalam n peubah menjadi string bit yang panjangnya n, yang
dalam hal ini peubah komplemen dinyatakan dengan ‘0’, peubah yang bukan komple-
medengan ‘1’,
2. Kelompokkan tiap minterm berdasarkan jumlah’1’, yang dimilikinya.
3. Kombinasikan minterm dalam n peubah dengan kelompok lain yang jumlah ‘1’,-nya
berbeda satu, sehingga diperoleh bentuk prima (prime-implicant) yang terdiri dari n-1
peubah. Minterm yang dikombinasikan diberi tanda “√”.
4. kombinasikan minterm dalam n-1 peubah denagan kelompok lain yang jumlah ‘1’,-
nya berbeda satu, sehinga diperoleh bebtuk prima yang terdiri dari n-2 peubah.
5. Teruskan langkah 4 sampai diperoleh bentuk prima yang sesederhana mengkin.
6. Ambil semua bentuk prima yang tidak bertanda “√”. Buatlah tabael baru yang mem-
perlihatkan minterm dari ekspresi Boolean semula yang dicakup oleh bentuk prima
tersebut (tandai dengan “×”). Setiap minterm harus dicakup oleh paling sedikit satu
buah bentuk prima.
7. Pilih bentuk prima yang memiliki jumlah literal paling sedikit namun mencakup
sebanyak mungkin minterm dari ekspresi bolean semula. Hal ini dapat dilakukan
dengan cara berikut :

27
a. Tandai kolom-kolom yang mempunyai tanda “x” dengan tanda “x” lalu beriu
tanda “√” di sebelah kiri bentuk prima yang berasosiasi dengan tanda “*” tersebut.
Bentuk prima inin telah dipilih untuk fungsi Boolean sederhan.
b. Untuk setiap bentuk prima yang telah ditandai dengan “√” , beri tanda minterm
yang di cakup oleh bentuk prima tersebut dengan tanda “√” (dibaris bawah setelah
‘*’).
c. Periksa apakah masih ada minterm yang belum dicakup oleh buntuk prima ter-
pilah. Jika ada, pilih dari bentuk prima yang tersisa yang mencangkup sebanyak
mungkin minterm tersebut. Beri tanda “√” bentuk prima yang dipilih itu serta
minterm yang dicakup.
d. Ulang langkah c sampai seluruh minterm sudah dicakup oleh semua bentuk prima.
Metode Quine McCluskey biasanya digunakan untuk menyederhanakan fungsi
Boolean yang ekspresinya dalam bentuk SOP, namunmetode ini dapat dimodifikasi
sehingga juga digunakan untuk ekspresi dalam bentuk POS.

28

Anda mungkin juga menyukai