Anda di halaman 1dari 50

BAB I

HIMPUNAN

1.1 Himpunan

Dasar-dasar teori tentang teori himpunan, berikut ini sangat penting dalam

pembahasan tentang teori grup.

Himpunan adalah suatu kumpulan-kumpulan obyek (kongkrit maupun

abstrak) yang didefinisikan dengan jelas. Obyek-obyek dalam himpunan tersebut

dinamakan anggota himpunan.

Contoh :

1. Himpunan bilangan : 0, 1, 2, 3 dan 4.

2. Himpunan alat tulis : pena, pensil, buku, penghapus, penggaris.

3. Himpunan : bilangan ganjil kurang dari 10.

Secara matematik, himpunan dapat dinyatakan dengan tanda kurung

kurawal dan digunakan notasi huruf besar. Hal itu berarti, himpunan di atas ditulis

secara matematik yaitu :

1. A = { 0, 1, 2, 3, 4 }.

2. B = { pena, pensil, buku, penghapus, penggaris }

3. C = { bilangan ganjil kurang dari 10 }.

Untuk membentuk himpunan, salah satu metode yang dapat digunakan adalah :

 metode Roster (tabelaris) yaitu dengan menyebut atau mendaftar semua

anggota, seperti pada himpunan A dan B.

1
 metode Rule yaitu dengan menyebut syarat keanggotaannya. Contoh

penggunaan metode Rule adalah :

C = { 𝑥 | 𝑥 bilangan ganjil kurang dari 10}.

Kalimat di belakang garis tegak ( | ) menyatakan syarat keanggotaan.

Apabila suatu obyek merupakan anggota dari suatu himpunan maka obyek itu

dinamakan elemen dan notasi yang digunakan adalah ∈. Sebaliknya apabila

bukan merupakan anggota dinamakan bukan elemen, dan notasi yang digunakan

adalah . Sebagai contoh, jika himpunan A = {0, 1, 2, 3, 4 } maka 3  A

sedangkan 6  A. Banyaknya elemen dari himpunan P dikenal dengan nama

bilangan cardinal dan disimbolkan dengan n(A). Berarti pada contoh di atas n(A)

= 5.

Himpunan A dikatakan ekuivalen dengan himpunan B jika n(A) = n(B),

dan biasa disimbolkan dengan A  B. Berarti jika A dan B ekuivalen maka dapat

dibuat perkawanan satu- satu dari himpunan A ke himpunan B dan

sebaliknya.

Pada saat menyatakan himpunan harus diperhatikan bahwa :

 Urutan tidak diperhatikan

Contoh:

A={0, 1, 2, 3, 4} = {1, 0, 3, 2, 4}

 Anggota-anggota yang sama hanya diperhitungkan sekali

Contoh:

2
E={0, 0, 1, 1, 2, 3} = {0, 1, 2, 3}.

Himpunan semesta adalah himpunan semua obyek yang dibicarakan. Himpunan

semesta dinotasikan S atau U.

Contoh :

jika A={0, 1, 2, 3, 4} maka dapat diambil himpunan semestanya U = { bilangan

bulat } atau U = { himpunan bilangan cacah }, dan lain-lain.

Himpunan kosong adalah himpunan yang tidak mempunyai anggota, dalam hal

ini digunakan notasi ⌀ atau { }.

Contoh :

Jika, D = { bilangan ganjil yang habis dibagi dua }

maka D = ⌀ atau D = { }.

Diagram Venn adalah diagram untuk menggambarkan suatu himpunan atau

relasi antar himpunan. Himpunan yang digambarkannya biasanya dalam bentuk

lingkaran dan anggotanya berupa titik dalam lingkaran dan himpunan semestanya

dalam bentuk persegi panjang. Sebagai contoh jika diketahui himpunan T = { 2, 4,

6, 8 } dan himpunan semestanya adalah himpunan bilangan genap U dapat

digambarkan dengan diagram Venn.

Himpunan A dikatakan himpunan bagian jika dan hanya jika setiap elemen

3
dari A merupakan elemen dari B. Notasi yang biasa digunakan adalah A  B atau

B  A. Notasi A  B dibaca A himpunan bagian dari B atau A termuat dalam B,

sedangkan notasi B  A dibaca B memuat A.

Contoh :

Himpunan { 0 }  { 0, 1, 2, 3 } sedangkan 0  { 0, 1, 2, 3 }.

Dua himpunan dikatakan sama jika dan hanya jika keduanya mengandung

elemen yang tepat sama. Hal itu berarti bahwa A = B jika dan hanya jika setiap

anggota A juga menjadi anggota B dan sebaliknya setiap anggota B juga menjadi

anggota A. Untuk membuktikan A = B maka haruslah dibuktikan bahwa A  B

dan B  A. Sebagai contoh A = { 0, 1, 2, 3 } sama dengan himpunan B = { 1, 0, 2,

3 }. Perlu dicatat bahwa himpunan kosong merupakan himpunan bagian dari

sebarang himpunan sehingga ⌀  A.

Jika A dan B himpunan maka A dikatakan himpunan bagian sejati B jika

dan hanya jika A  B dan A ≠ B. Notasi yang biasa digunakan adalah A  B.

contoh : {1, 2, 4 }  { 1, 2, 3, 4, 5 }.

Himpunan A = { 0, 1, 2, 3, 4 } bukan himpunan bagian himpunan G =

{1, 3, 6, 8} atau A  G karena ada anggota A (misalnya 2) yang bukan anggota G.

Dari suatu himpunan A dapat dibuat himpunan kuasa yaitu himpunan yang

anggota-anggotanya adalah himpunan bagian dari himpunan A dan notasi yang

4
digunakan adalah 2𝐴 . Contoh : himpunan H = { 1, 2 } maka 2𝐴 = { ⌀, {1}, {2},

{1,2} }. Dalam hal ini 𝑛(2𝐴 ) = 2𝑛(𝐴) = 22 = 4.

Dua himpunan A dan B dikatakan saling asing jika masing-masing tidak

kosong dan A  B = ⌀. Contoh : himpunan A = { 0, 1, 2, 3 } saling asing

dengan himpunan E = { 5, 6, 7, 8 }.

Komplemen himpunan A adalah semua anggota dalam semesta yang bukan

anggota A. Notasi komplemen A adalah 𝐴𝐶 . Secara matematik dapat ditulis

sebagai

𝐴𝐶 ={ x | x  U dan x  A }.

contoh : jika U = { 1, 2, 3,…, 10 } dan A = { 3, 5, 7 } maka

𝐴𝐶 ={1, 2, 4, 6, 8, 9,10}.

Relasi antara himpunan A dan komplemennya yaitu 𝐴𝐶 dapat dinyatakan dalam

diagram Venn. Dalam hal ini 𝑈 𝐶 = ⌀ dan ⌀𝐶 = U.

Gabungan dua himpunan A dan B adalah suatu himpunan yang anggota-

anggotanya terdiri atas semua anggota dari himpunan A atau B. Notasi yang

digunakan adalah A  B. Secara matematika A  B = { x | x  A atau x  B }.

Sebagai contoh jika A = { a, i, e } dan B = { i, e, o, u } maka A  B = { a, i,

e, o, u }. Dalam hal ini berlaku sifat A  (A  B} dan B  (A  B} dan juga A 

𝐴𝐶 = U.

5
Irisan dari dua himpunan A dan B adalah suatu himpunan yang anggotanya

terdiri atas anggota himpunan A yang juga merupakan anggota himpunan B.

Dalam hal ini digunakan notasi A  B. Secara matematik A  B = { x | x  A dan

x  B }. Sebagai contoh jika A = { 2, 3, 5, 7} dan B ={ 2, 4, 6, 8 } maka A  B ={

2 }. Dalam operasi irisan berlaku bahwa (A  B)  A dan (A  B)  B dan juga A

 AC= ⌀ .

Selisih antara himpunan A dan himpunan B adalah anggota A yang bukan B.

Notasi yang digunakan adalah A-B. Secara matematik A-B = {x | x  A dan x 

B}. Sebagai contoh jika A = {0, 1, 2, 3} dan B = {3, 4, 5} maka A-B = {0, 1,

2}. Diagram Venn untuk selisih dapat digambarkan.

Jumlahan himpunan A dan B adalah himpunan A saja atau himpunan B saja

tetapi bukan anggota A dan B. Dalam hal ini digunakan notasi A + B. Secara

matematik dapat dinyatakan sebagai A + B = { x | x  (A  B) tetapi x  (A  B)

}. Sebagai contoh jika A = { 1, 2, 3, 4, 5 } dan B ={ 2, 4, 6 } maka A + B = {1, 3,

5, 6 . Diagram Venn dari operasi penjumlahan dapat digambarkan. Catatan bahwa

: A + B = (A  B) - (A  B) atau A + B = (A - B)  (B - A).

6
Hukum-hukum aljabar himpunan:

Hukum komutatif : A  B = B  A,

A  B = B  A.

Hukum assosiatif : A  (B  C) = (A  B)  C,

A  (B  C) = (A  B)  C.

Hukum idempoten: A  A = A,

A  A = A.

Hukum distributif : A  (B  C) = (A  B)  (A  C),

A  (B  C) = (A  B)  (A  C).

Hukum de Morgan : (A  B)c = Ac  Bc,

(A  B)c = Ac  Bc.

Jika A  B maka A  B = A dan A  B = B.

Himpunan bilangan

Himpunan bilangan asli N = { 1, 2, 3, 4, 5, …. }.

Himpunan bilangan prima P = { 2, 3, 5, 7, 11, 13, …. }.

Himpunan bilangan cacah C = { 0, 1, 2, 3, 4, …. }.

Himpunan bilangan bulat Z = {…., -3, -2, -1, 0, 1,2, 3, …. }.

Himpunan bilangan real R adalah himpunan yang memuat semua bilangan

7
anggota garis bilangan.

Himpunan bilangan rasional Q = { a/b | a, b  Z dan b  0 } Himpunan

bilangan irrasional R – Q = Qc = { x  R | x  Q }.

8
BAB II

OPERASI BINER

2.1 Operasi Biner

Operasi biner = operasi bundaran (○). Dalam aljabar tidak hanya dibahas

tentang himpunan tetapi juga himpunan bersama dengan operasi penjumlahan (+)

dan pergandaan(.) yang didefinisikan pada himpunan.

Definisi 1

Jika S sebuah himpunan yang tidak kosong maka operasi linier pada

himpunan S adalah pemetaan yang mengawankan setiap pasangan (a, b) ∈ S. S

dengan tepat (elemen (a ○ b) ∈ S ).

Contoh :

1. A = {. . ., -2, -1, 0, 1, 2,. . .} operasi pengurangan:

(-2) – 5 = -7, memenuhi operasi biner.

2. B = {1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8, 9} operasi penjumlahan :

6 + 4 = 10, maka penjumlahan pada himpunan B tidak biner. Karena 10 bukan

elemen B.

3. Operasi ○ pada A={a, b, c, d, e} didefinisikan menurut tabel

a. Tertutup

9
b. Komutatif

c. Assosiatif

○ a b c d e

a a b c d e

b b c d e a

c c d e a b

d d e a b c

e e a b c d

Jawab :

a. a ○ b = b

b○d=e

d○e=c

b. a○b=b○a

b=b

c. (a ○ b) ○ c = a ○ (b ○ c)

b○c=a○d

d=d

∴ Memenuhi syarat sebagai operasi biner.

4. Diketahui N himpunan semua elemen bilangan bulat positif. Didefinisikan *

dengan aturan x*y = x-y.

Karena 3, 5 dalam N dan 3*5 = 3-5 = -2 tidak berada dalam N maka N tidak

tertutup di bawah operasi * sehingga * bukan operasi biner pada N.

10
5. Didefinisikan operasi # dengan aturan x # y = x +2y dengan x, y dalam N =

{1, 2, 3, … }. Akan ditunjukkan bahwa # merupakan operasi biner.

Misal :

Ambil sembarang, X= 4 & Y= 3

x # y = x +2y

4 # 3 = 4 +2 . 3

= 4+6

= 10

Tertutup

Untuk sebarang x, y dalam N maka jelas bahwa x+2y masih merupakan

bilangan bulat positif. Lebih jauh 2y + x > 0 jika x > 0 dan y > 0. Berarti hasil

dari x+2y masih merupakan bilangan positif dan akibatnya N tertutup di bawah

operasi #.

Definisi 2

Suatu operasi biner (○) didalam himpunan S dikatakan kognitif komutatif

↔ untuk setiap x, y ∈ S berlaku x ○ y = y ○ x

∀ (x, y) ∈ S ↔ x ○ y = y ○ x

Definisi 3

Suatu operasi biner (○) didalam himpunan S dikatakan assosiatif ↔ untuk

11
setiap x, y, z ∈ S berlaku (x ○ y) ○ z = x ○ (y ○ z)

∀(x, y, z) ∈ S ↔ (x ○ y) ○ z = x ○ (y ○ z)

Contoh :

T adalah himpunan bilangan real operasi biner (○) T dideinisikan untuk setiap a, b

∈ T, a ○ b = 1⁄2 a + b. Apakah operasi biner (○) bersifat assosiatif?

Penyelesaian :

(a ○ b) ○ c = a ○ (b ○ c)

( 1⁄2 a + b) ○ c = a ○ ( 1⁄2 b + c)

1⁄ ( 1⁄ a + b) – c = 1⁄ a + 1⁄ b + c
2 2 2 2

1⁄ a + 1⁄ b + c = 1⁄ a + 1⁄ b + c
4 2 2 2

jadi, tidak berlaku sifat assosiattif

Definisi 4

Suatu himpunan S dikatakan mempunyai elemen netral (I) terhadap operasi

biner ○ ↔ u ∈ S sedemikian hingga untuk setiap x ∈ S berlaku :

u○x=x○u=x

Teorema 1

Jika himpunan S terhadap operasi biner (○) mempunyai elemen identitas

maka elemen identitas tersebut tunggal.

Bukti : pada himpunan S memiliki 𝑢1 , 𝑢2 ∈ S sehingga elemen identitas maka :

𝑢1 ○ 𝑢2 = 𝑢2 ○ 𝑢1 = 𝑢1

12
𝑢2 ○ 𝑢1 = 𝑢1 ○ 𝑢2 = 𝑢2

Maka 𝑢1 = 𝑢2 , jadi identitas tunggal

Definisi 5

Misalkan himpunan S pada operasi biner (○) suatu elemen y ∈ S dikatakan

invers dari elemen S pada operasi biner ↔ x ○ y = y ○ x = x

Teorema 2

Misalkan ○ adalah operasi biner pada himpunan S jika memiliki invers pada

operasi biner (○) maka invers tersebut tunggal.

Misal : invers dab x adalah 𝑥1 dan 𝑥2

elemen identitas pada S adalah u

maka :

x ○ 𝑥1 = 𝑥1 ○ x = u

x ○ 𝑥2 = 𝑢2 ○ x= u

Maka 𝑥1 dan 𝑥2 adalah identitas tunggal

Definisi 6

Suatu operasi-operasi ○ dalam ∆ terdefinisi pada himpunan S. Jika untuk

setiap x, y, z ∈ S berlaku :

x ∆ (y ○ z) = (x ∆ y) ○ (x ∆ z)

maka pada S berlaku jukum distributif kiri.

13
Jika untuk setiap x, y, z ∈ S berlaku :

(y ○ z) ∆ x = (y ∆ x) ○ (z ∆ x)

maka pada S berlaku jukum distributif kanan.

Contoh :

Himpunan T beranggotakan {. . ., -2, -1, 0, 1, 2,. . .} dan dipandang operasi

penjumlahan, sedangkan operasi ∆ paada T didefinisikan jika a,b anggota T maka

a ∆ b = a 𝑏 2 . Tunjukan T berlaku sifat distributif !

Penyelesaian :

Ambil sembarang a, b, c ∈ T

a ∆ (b+c) = (a∆b) + (a∆c)

a (𝑏 + 𝑐)2 = 𝑎𝑏 2 +𝑎𝑐 2

a (𝑏 2 + 2𝑏𝑐 + 𝑐 2 ) = 𝑎𝑏 2 +𝑎𝑐 2

a𝑏 2 + 2𝑎𝑏𝑐 + 𝑎𝑐 2 = 𝑎𝑏 2 +𝑎𝑐 2

jadi, tidak berlaku sifat distributif kiri

Ambil sembarang a, b, c ∈ T

(b+c) ∆ a = (b∆a) + (c∆a)

(b+c) 𝑎2 = b𝑎2 +𝑐𝑎2

𝑏a2 + 𝑐𝑎2 = b𝑎2 +𝑐𝑎2

jadi, berlaku sifat distributif kanan

Definisi 7

14
Jika himpunan G yang tidak kosong dan operasi biner (○) yang didefinisikan

pada G membentuk suatu grup jika dan hanya jika memenuhi sifat-sifat :

 Assosiatif

a, b, c ∈ G berlaku (a ○ b) ○ c = a ○ (b ○ c)

 Memiliki elemen identitas yaitu ada u ∈ G, sedemikian hingga a ○ u = u ○ a =

a untuk setiap a ∈ G

 Memiliki invers yaitu setiap a ∈ G ada 𝑎−1 ∈ G sehingga a ○ 𝑎−1 = 𝑎−1 ○ a

=a

Contoh :

Apakah T = {1, 2, 3} merupakan suatu grup, pada operasi perkalian modulo 4?

Penyelesaian :

○ 1 2 3 4

1 1 2 3 4

2 2 4 1 3

3 3 1 4 2

4 4 3 2 I

 Assosiatif

Misal : a=1, b=2, c=3

(a ○ b) ○ c = a ○ (b ○ c)

(1 + 2) + 3 = 1+ (2 + 3)

3+3=1+5

6= 6

15
2=2

 Identitas

Tidak terdapat identitas

 Invers

1 x a = 1, a=1

Jadi, karena salah satu syarat tidak memiliki/tidak berlaku maka T = {1, 2,

3}pada operasi perkalian modulo 4 bukan suatu grup.

Teorema 3 (sifat konselasi)

Suatu grup pada operasi biner (○) maka untuk setiap a, b, c ∈ G berlaku :

a ○ b = a ○ c maka b = c

b ○ a = c ○ a maka b = c

bukti:

jika a ∈ G maka 𝑎−1 ∈ G sehingga a ○ 𝑎−1 = 𝑎 −1 ○ a = U

maka : a○b=a○c

𝑎−1 ○ a ○ b = 𝑎−1 ○ a ○ c

(𝑎 −1 ○ a) ○ b = (𝑎 −1 ○ a) ○ c

U○b=U○c

b=c

Teorema 4

Grup pada operasi biner (○) dan a, b ∈ G maka persamaan-persamaan a ○ x

16
= b dan y ○ a = b, mempunyai penyelesaian tunggal.

Bukti :

a ○ x = b jika a ∈ G maka 𝑎−1 ∈ G sehingga 𝑎−1 ○ a = U dibuktikan bahwa a ○ x

= b memiliki penyelesaian

a○x=b

𝑎−1 ○ a ○ x = 𝑎−1 ○ b

(𝑎 −1 ○ a) ○ x = (𝑎 −1 ○ b)

U ○ x = 𝑎−1 ○ b

x = 𝑎−1 ○ b penyelesaian adalah 𝑎−1 ○ b, tunggal.

Bukti :

𝑎−1 ○ b ∈ G maka (𝑎−1 ○ 𝑏)−1 ∈ G

Misal : 𝑥1 dan 𝑥2 adalah penyelesaian dari a ○ x = b, maka a ○ 𝑥1 = a ○ 𝑥2 dengan

sifat konselasi maka 𝑥1 = 𝑥2 jadi penyelesaiannya tunggal y ○ a = b.

Teorema 5

(G:○) suatu grup maka invers dari invers q adalah q untuk ∀a ∈ G →

(a−1 )−1 = a. maka 𝑎−1 ∈ G sehingga :

a ○ 𝑎−1 = 𝑎−1 ○ a = U, 𝑎 −1 ∈ G maka (𝑎−1 )−1 ∈ G sehingga (𝑎−1 )−1 ○

𝑎−1 = 𝑎−1 ○(𝑎−1 )−1 = 𝑈 maka a ○ 𝑎 −1 = 𝑎−1 ○ a dengan sifat konselasi maka

a = (𝑎−1 )−1

Teorema 6

17
(G:○) suatu grup maka untuk setiap a, b ∈ G berlaku : (a ○ b)−1 = 𝑏 −1 ○

𝑎−1 .

a, b ∈ G maka a ○ b ∈ G sehingga ada elemen (a ○ b)−1.

(a ○ b)−1 ○ (a ○ b) = (a ○ b) ○ (a ○ b)−1 = 𝑈

Perhatikan : (a ○ b) ○ (𝑏 −1 ○ 𝑎−1 ) = a ○ (b ○ 𝑏 −1 ) ○ 𝑎 = a ○U ○ 𝑎−1 = a ○ 𝑎−1 =

Kesimpulan : (a ○ b) ○ (a ○ b)−1 = (a ○ b) ○ (𝑏 −1 ○ 𝑎−1 ) = U dengan sifat

konselasi maka (a ○ b)−1 = 𝑏 −1 ○ 𝑎−1

Definisi 8

Himpunan (G:○) suatu grup maka a ∈ G dan m adalah bilanagan bulat

positif berlaku :

𝑎𝑚 = a ○ a ○ a ○ . . . ○ a sebanyak m faktor 𝑎0 = U elemen identitas.

(𝑎 −1 )𝑚 = 𝑎−1 ○ 𝑎−1 ○ 𝑎−1 ○ . . . ○ 𝑎−1 sebanyak m faktor

Teorema 7

Apabila (G:○) suatu grup dan a ∈ G serta m, n ∈ 𝑍 + maka 𝑎𝑚 ○ 𝑎𝑛 =

𝑎𝑚+𝑛

Bukti :

𝑎𝑚 = a ○ a ○ a ○ . . . ○ a sebanyak m faktor

𝑎𝑛 = a ○ a ○ a ○ . . . ○ a sebanyak n faktor

Maka 𝑎𝑚 ○ 𝑎𝑛 = (a ○ a ○ a ○ . . . ○ a) ○ (a ○ a ○ a ○ . . . ○ a)

18
Maka : 𝑎𝑚 ○ 𝑎𝑛 = 𝑎𝑚+𝑛

Teorema 8

(G:○)suatu grup a ∈ G dan m, n ∈ 𝑍 + maka (𝑎𝑚 )𝑛 = 𝑎𝑚.𝑛

(𝑎𝑚 )𝑛 = 𝑎𝑚 ○ 𝑎𝑚 ○ 𝑎𝑚 ○ … ○ 𝑎𝑚 sebanyak m faktor

= 𝑎𝑛 ○ 𝑎𝑛 ○ 𝑎𝑛 ○ … ○ 𝑎𝑛 sebanyak n faktor

maka (𝑎𝑚 )𝑛 = 𝑎𝑚.𝑛

contoh :

jika (G:○) dan U adalah elemen identitas dalam y buktikan pernyataan :

a. a, b ∈ G, 𝑏 −1 = 𝑎−1 maka a = b

b. jika a ∈ G dan a ○ a = a maka a = U

Jawab :

a. a ∈ G maka 𝑎−1 ∈ G, 𝑎 −1 ∈ G memiliki (𝑎−1 )−1 ∈ G

b ∈ G maka 𝑏 −1 ∈ G, 𝑏 −1 ∈ G memiliki (𝑏 −1 )−1 ∈ G

𝑎−1 = 𝑏 −1

(𝑎−1 )−1

= (𝑏 −1 )−1

𝑎=𝑏

b. karena (G:○) suatu grup a ∈ G maka 𝑎 −1 ∈ G.

𝑎−1 ○ a = a ○ 𝑎−1 = U

a○a=a

𝑎−1 ○ a ○ a = 𝑎−1 ○ a

19
(𝑎−1○ a) ○ a = 𝑎−1 ○ a

U○a=U

a=U

20
BAB III

SUB GRUP

3.1 Sub Grup

Definisi 9

jika (G:○) merupakan grup, maka suatu himpunan H ⊆ 𝐺 disebutsub grup atas

grup G jika dan hanya jika memenuhi syarat H ≠ ⌀ dan H adalah grup.

Teorema 9

Diketahui (G:○) merupakan grup dan H sub grup dari G(H ⊆ 𝐺), maka berlaku:

(i) a, b ∈ H ⇒ a ○ b ∈ H (tertutup)

(ii) a ∈ H ⇒ = 𝑎−1 ∈ H

Teorema 10

Diketahui (G:○) merupakan grup dan H sub grup dari G jika dan hanya jika :

∀𝑎, 𝑏 ∈ a ○ 𝑏 −1 ∈ 𝐻

○ I S 𝑆2 Rm Rn Rk

I I S 𝑆2 Rm Rn Rk

S S 𝑆2 I Rk Rm Rn

𝑆2 𝑆2 I S Rn Rk Rm

Rm Rm Rn Rk I S 𝑆2

21
Rn Rn Rk Rm 𝑆2 I S

Rk Rk Rm Rn S 𝑆2 I

Contoh :

1. Tentukan H = {I, Rm} apakah sub grup?

Jawab :

○ I Rm

I I Rm

Rm Rm I

a. Karena hasil ○ terhadap operasi H menghasilkan nilai yang sama, maka

terbukti tertutup.

b. Invers

𝐼 −1 = 𝐼

𝑅𝑚−1 = 𝑅𝑚

∴ karena memenuhi syarat tertutup dan invers maka terbukti H = {I, Rm} sub

grup.

2. Tentukan T = {Rm, Rn} apakah sub grup?

Jawab :

○ Rm Rn

Rm I S

Rn 𝑆2 I

a. Karena hasil ○ terhadap operasi T menghasilkan nilai yang tidak sama,

22
maka tidak terbukti tertutup.

b. Invers

(𝑅𝑚)−1 = 𝑅𝑚

(𝑅𝑛)−1 = 𝑅𝑛

∴ karena tidak memenuhi syarat tertutup dan invers maka tidak terbukti T =

{Rm, Rn} sub grup.

3. Tentukan F = {I, S, 𝑆 2 } apakah sub grup?

Jawab :

○ I S 𝑆2

I I S 𝑆2

S S 𝑆2 I

𝑆2 𝑆2 I S

a. Karena hasil ○ terhadap operasi F menghasilkan nilai yang sama, maka

terbukti tertutup.

b. Invers

(∀𝑎 ∈ 𝐹 → a ○ 𝑎−1 = U)

a=I

I ○ 𝐼 −1 = 𝐼

𝐼 −1 = 𝐼

a=S

23
S ○ 𝑆 −1 = 𝐼

𝑆 −1 = 𝑆 2

a = 𝑆2

𝑆 2 ○ (𝑆 2 )−1 = 𝐼

(𝑆 2 )−1 = 𝑆

∴ karena memenuhi syarat tertutup dan invers maka terbukti H = {I, Rm} sub grup.

24
BAB IV

KOSET

4.1 Koset

Definisi

Misal G sebuah grup dan H adalah subgrupnya. Untuk a ∈ G, maka

didefinisikan sebuah koset kanan dari H dalam G adalah :

Ha = {ha : h ∈ H}

serta koset kiri dari H dalam G adalah:

aH = {ah : h ∈ H}

Contoh :

1. Diketahui grup Z={. . ., -2, -1, 0, 1, 2, . . .} dengan operasi penjumlahan

dengan sub grupnya 5Z, untuk 3 ∈ Z. Tentukan koset kanan dan koset kiri

dari H dalam G!

Jawab :

Diketahui : Z = {. . ., -2, -1, 0, 1, 2, . . .}→G

5Z = {. . ., -10, -5, 0, 5, 10, . . .}→H

a= 3

Koset kanan

H + a = {. . ., -10, -5, 0, 5, 10, . . .} + 3 = {. . . , -7,-2, 3, 8,13, . . . }

25
Koset kiri

a + H = 3 + {…-10, -5, 0, 5, 10} = {… ,-7,-2, 3, 8,13, … }

∴ karena berlaku sifat komutatif maka koset kanan sama dengan koset kiri dari

H dalam G.

2. Diketahui G={𝑍4 , +} dan H={0, 2}. Tentukan koset kanan dan koset kiri dari

H dalam G!

Jawab :

Koset kanan

G+H
0 + {0, 2} = {0, 2}
1 + {0, 2} = {1, 3}
2 + {0, 2} = {2, 4}
3 + {0, 2} = {3, 5}

Koset kiri

H+G
{0, 2} + 0 = {0, 2}
{0, 2} + 1= {1, 3}
{0, 2} + 2 = {2, 4}
{0, 2} + 3 = {3, 5}

∴ karena berlaku sifat komutatif maka koset kanan sama dengan koset kiri dari

H dalam G.

26
3. T adalah himpunan bilangan bulat terhadap operasi + merupakan suatu grup

dan H adalah bilangan bulat kelipatan 3 juga merupakan sub grup dari T,

untuk 4 ∈ Z. Tentukan koset kanan dan koset kiri dari H dalam G!

Jawab :

Diketahui : T = {. . ., -3, -2, -1, 0, 1, 2, 3, . . .}

H = {. . ., -9, -6, -3, 0, 3, 6, 9, . . .}

a= 4

Koset kanan

H + a = {. . ., -9, -6, -3, 0, 3, 6, 9, . . .}+ 4 = {. . . , -5, -2, 1, 4, 7, 10, 13, . . . }

Koset kiri

a + H = 4 + {. . ., -9, -6, -3, 0, 3, 6, 9, . . .} = {. . . , -5, -2, 1, 4, 7, 10, 13, . . . }

∴ karena berlaku sifat komutatif maka koset kanan sama dengan koset kiri dari

H dalam G.

27
BAB V

HOMOMORFISME

5.1 Homomorfisma

Definisi

Jika G suatu grup dengan operasi (G, +) dan (G’, ○) suatu grup. suatu

pemetaan 𝜃:G → G’ disebut homomorfisma jika dan hanya jika untuk setiap a, b

∈ G berlaku 𝜃( a + b ) = 𝜃(a) º 𝜃(b)

Contoh :

1. G adalah suatu himpunan bilangan real selain 0. G adalah suatu operasi

perkalian merupakan suatu grup dan G’= { 1,-1} terhadap operasi +

merupakan suatu grup pula dibentuk suatu pemetaan 𝜃 : G → G’ yang

didefinisikan oleh:

1 𝑗𝑖𝑘𝑎 𝑥 𝑏𝑖𝑙𝑎𝑛𝑔𝑎𝑛 𝑟𝑒𝑎𝑙 𝑝𝑜𝑠𝑖𝑡𝑖𝑓


𝜃 (x) : [ ]
−1 𝑗𝑖𝑘𝑎 𝑥 𝑏𝑖𝑙𝑎𝑛𝑔𝑎𝑛 𝑟𝑒𝑎𝑙 𝑝𝑜𝑠𝑖𝑡𝑖𝑓

Buktikan f suatu homomorfisma !

Jawab :

G = {. . ., -3, -2, -1, 0, 1, 2, 3, . . .}

G’= { 1,-1}

𝜃: G → G’ didefinisikan :

1, 𝑥 ∈ 𝑏𝑖𝑙𝑎𝑛𝑔𝑎𝑛 𝑅(+)
𝜃 (x) : [ ]
−1, 𝑥 ∈ 𝑏𝑖𝑙𝑎𝑛𝑔𝑎𝑛 𝑅(+)

∀𝑎, 𝑏 ∈ 𝐺 → 𝜃(𝑎 + 𝑏) = 𝜃(𝑎) ○ 𝜃(𝑏)

Misal :

28
a = 4, b = 6 → 𝜃(4 + 6) = 𝜃(10)

=1

=1○1

= 𝜃(4) ○ 𝜃(6)

Misal :

a = -2, b = 3 → 𝜃(−2 + 3) = 𝜃(1)

=1○1

= 𝜃(2) ○ 𝜃(3)

𝜃(𝑎 + 𝑏) ≠ 𝜃(𝑎) ○ 𝜃(𝑏)

Sehingga 𝜃 bukan suatu homomorfisma.

2. G = { 0,1,2,3 } terhadap operasi + mod 4 dan G’ = { 1,2,3,4 } terhadap

operasi ○ mod 5. Suatu pemetaan 𝜃 : G → G’ yang didefinisikan oleh 𝜃(0) =

1, 𝜃(1) = 2, 𝜃(2) = 4, 𝜃(3) = 3. Buktikan 𝜃 suatu homomorfisma!

Jawab :

G = {0, 1, 2, 3} operasi + mod 4

G’= { 1, 2, 3, 4} operasi ○ mod 5

29
+ 0 1 2 3

0 0 1 2 3

1 1 2 3 0

2 2 3 0 1

3 3 0 1 2

○ 1 2 3 4

1 1 2 3 4

2 2 4 1 3

3 3 1 4 2

4 4 3 2 I

𝜃:G → G’ didefinisikan 𝜃(0) = 1, 𝜃(1) = 2, 𝜃(2) = 4, 𝜃(3) = 3

𝜃:G → G’ disebut homomorfisma bila dan hanya bila ∀𝑎, 𝑏 ∈ 𝐺 berlaku 𝜃(𝑎 +

𝑏) = 𝜃(𝑎) ○ 𝜃(𝑏)

Misal :

a = 2, b = 0 → 𝜃(2 + 0) = 𝜃(2)

=4

=4○1

= 𝜃(2) ○ 𝜃(0)

30
Misal :

a = 3, b = 1 → 𝜃(3 + 1) = 𝜃(0)

=1

=3○2

= 𝜃(3) ○ 𝜃(1)

Misal :

a = 3, b = 0 → 𝜃(3 + 0) = 𝜃(3)

=3

=3○1

= 𝜃(3) ○ 𝜃(0)

Misal :

a = 2, b = 3 → 𝜃(2 + 3) = 𝜃(1)

=2

=4○3

= 𝜃(2) ○ 𝜃(3)

∴ karena ∀𝑎, 𝑏 ∈ 𝐺 berlaku 𝜃(𝑎 + 𝑏) = 𝜃(𝑎) ○ 𝜃(𝑏) maka 𝜃 merupakan

suatu homomorfisma.

3. G adalah himpunan bil.bulat dengan operasi + dan G’ adalah himpunan bil

bulat selain 0 dengan operasi ○. Pemetaan 𝛼:G → G’ yang didefinisikan oleh

𝛼(x) = 2𝑥 , ∀𝑥 ∈ 𝐺. Buktikan 𝛼 homomorfisma!

31
Jawab :

G = {. . ., -3, -2, -1, 0, 1, 2, 3, . . .} operasi +

G’= {. . ., -3, -2, -1, 1, 2, 3, . . .} operasi ○

𝛼: G → G’ didefinisikan oleh 𝛼(x) = 2𝑥 , ∀𝑥 ∈ 𝐺

𝜃:G → G’ disebut homomorfisma bila dan hanya bila ∀𝑎, 𝑏 ∈ 𝐺 berlaku 𝛼(𝑎 +

𝑏) = 𝛼(𝑎) ○ 𝛼(𝑏)

Misalkan m, n ∈ 𝐺 → 𝛼(𝑚 + 𝑛) = 2𝑚+𝑛

=2𝑚 ○ 2𝑛

=𝛼(𝑚) ○ 𝛼(𝑛)

∴ karena 𝑚, 𝑛 ∈ 𝐺 berlaku 𝛼(𝑎 + 𝑏) = 𝛼(𝑎) ○ 𝛼(𝑏) maka 𝛼 merupakan suatu

homomorfisma.

32
BAB VI

ISOMORFISMA

6.1 Isomorfisma

Homomorfisma 𝜃:G→G’ disebut epimorfisma apabila setiap elemen g’∈G’

ada g ∈ G sehingga 𝜃(g)=g’. Dengan kata lain setiap elemen g’ mempunyai kawan

elemen G. Dapat pula dikatakan bahwa homomorfisma 𝜃:G into G atau disingkat

homomorfisma 𝜃 onto. Homomorfisma 𝜃:G panah G disebut monomorfisma jika 𝜃

suatu pemetaan satu-satu dari G→G' dengan kata lain jika 𝜃(x) = 𝜃(y) maka x = y

semua x, y ∈ G.

Definisi 2

Homomorfisma 𝜃:G panah G’ disebut isomisfisma jika 𝜃 sekaligus epimorfisma dan

monomorfisma.

Contoh :

1. G = { 0,1,2,3 } terhadap operasi + mod 4 dan G’ = { 1,2,3,4 } terhadap

operasi ○ mod 5. Suatu pemetaan 𝜃:G → G’ yang didefinisikan oleh 𝜃(0) =

1, 𝜃(1) = 2, 𝜃(2) = 4, 𝜃(3) = 3. Buktikan 𝜃 suatu isomorfisma!

Jawab :

G = {0, 1, 2, 3} operasi + mod 4

G’= { 1, 2, 3, 4} operasi ○ mod 5

33
+ 0 1 2 3 ○ 1 2 3 4

0 0 1 2 3 1 1 2 3 4

1 1 2 3 0 2 2 4 1 3

2 2 3 0 1 3 3 1 4 2

3 3 0 1 2 4 4 3 2 1

𝜃:G → G’ didefinisikan 𝜃(0) = 1, 𝜃(1) = 2, 𝜃(2) = 4, 𝜃(3) = 3

𝜃:G → G’ disebut homomorfisma bila dan hanya bila ∀𝑎, 𝑏 ∈

𝐺 berlaku 𝜃(𝑎 + 𝑏) = 𝜃(𝑎) ○ 𝜃(𝑏)

Misal :

a = 2, b = 0 → 𝜃(2 + 0) = 𝜃(2)

=4

=4○1

= 𝜃(2) ○ 𝜃(0)

Misal :

a = 3, b = 1 → 𝜃(3 + 1) = 𝜃(0)

=1

=3○2

= 𝜃(3) ○ 𝜃(1)

Misal :

a = 3, b = 0 → 𝜃(3 + 0) = 𝜃(3)

34
=3

=3○1

= 𝜃(3) ○ 𝜃(0)

Misal :

a = 2, b = 3 → 𝜃(2 + 3) = 𝜃(1)

=2

=4○3

= 𝜃(2) ○ 𝜃(3)

∴ karena ∀𝑎, 𝑏 ∈ 𝐺 berlaku 𝜃(𝑎 + 𝑏) = 𝜃(𝑎) ○ 𝜃(𝑏) maka

𝜃 merupakan suatu homomorfisma.

Epimorfisma & monomorfisma :

G → G’

0 1
1 2
2 3
3 4

Sehingga 𝜃 merupakan suatu isomorfisma.

2. G adalah suatu himpunan bilangan real selain 0. G adalah suatu operasi

perkalian merupakan suatu grup dan G’= { 1,-1} terhadap operasi +

35
merupakan suatu grup pula dibentuk suatu pemetaan 𝜃 : G → G’ yang

didefinisikan oleh:

1 𝑗𝑖𝑘𝑎 𝑥 𝑏𝑖𝑙𝑎𝑛𝑔𝑎𝑛 𝑟𝑒𝑎𝑙 𝑝𝑜𝑠𝑖𝑡𝑖𝑓


𝜃 (x) : [ ]
−1 𝑗𝑖𝑘𝑎 𝑥 𝑏𝑖𝑙𝑎𝑛𝑔𝑎𝑛 𝑟𝑒𝑎𝑙 𝑝𝑜𝑠𝑖𝑡𝑖𝑓

Buktikan f suatu isomorfisma !

Jawab :

G = {. . ., -3, -2, -1, 0, 1, 2, 3, . . .}

G’= { 1,-1}

𝜃: G → G’ didefinisikan :

1, 𝑥 ∈ 𝑏𝑖𝑙𝑎𝑛𝑔𝑎𝑛 𝑅(+)
𝜃 (x) : [ ]
−1, 𝑥 ∈ 𝑏𝑖𝑙𝑎𝑛𝑔𝑎𝑛 𝑅(+)

∀𝑎, 𝑏 ∈ 𝐺 → 𝜃(𝑎 + 𝑏) = 𝜃(𝑎) ○ 𝜃(𝑏)

Misal :

a = 4, b = 6 → 𝜃(4 + 6) = 𝜃(10)

=1

=1○1

= 𝜃(4) ○ 𝜃(6)

Misal :

a = -2, b = 3 → 𝜃(−2 + 3) = 𝜃(1)

=1○1

= 𝜃(2) ○ 𝜃(3)

𝜃(𝑎 + 𝑏) ≠ 𝜃(𝑎) ○ 𝜃(𝑏)

36
Sehingga 𝜃 bukan suatu homomorfisma.

Jadi, karena 𝜃 bukan suatu homomorfisma maka tidak terbukti isomorfisma.

3. G = { 0,1,2 } terhadap operasi + mod 3 dan G’ = { 1,2,3 } terhadap operasi ○

mod 4. Suatu pemetaan f:G → G’ yang didefinisikan oleh f(0) = 1, f(1) = 2,

f(2) = 4, f(3) = 3. Buktikan 𝑓 suatu isomorfisma!

Jawab :

G = {0, 1, 2} operasi + mod 3

G’= { 1, 2, 3} operasi ○ mod 4

+ 0 1 2 ○ 1 2 3

0 0 1 2 1 1 2 3

1 1 2 0 2 2 0 2

2 2 0 1 3 3 2 0

f:G → G’ didefinisikan f(0)=2, f(1)=1, f(2)= 3, f:G → G’ disebut homomorfisma

bila dan hanya bila ∀𝑎, 𝑏 ∈ 𝐺 berlaku 𝑓(𝑎 + 𝑏) = 𝑓(𝑎) ○ 𝑓(𝑏)

Misal :

a = 2, b = 1 → 𝑓(2 + 1) = 𝑓(0)

=2

=2○1

= 𝑓(2) ○ 𝑓(1)

Misal :

a = 2, b = 0 → 𝑓(2 + 0) = 𝑓(2)

37
=3

=3○1

karena ∀𝑎, 𝑏 ∈ 𝐺 tidak berlaku 𝑓(𝑎 + 𝑏) = 𝑓(𝑎) ○ 𝑓(𝑏) maka 𝑓 merupakan

bukan suatu homomorfisma.

Jadi, karena 𝑓 bukan suatu homomorfisma maka tidak terbukti isomorfisma.

38
BAB VII

RING SEDERHANA

7.1 Ring Sederhana

Definisi 1:

Suatu himpunan yang tidak kososng dijadikan dengan dua operasi yaitu

penjumlahan dan bundaran disebut suatu ring jika dan hanya jika memenuhi sifat

berikut .

1. sifat tertutup terhadap operasi +

∀𝑎, 𝑏 ∈ 𝑅 terdapat elemen tunggal C ∈ R sedemikian hingga a + b = c

2. sifat asosiatif terhadap penjumlahan

∀𝑎, 𝑏, 𝑐 ∈ 𝑅 berlaku (a + b) + c = a + (b + c)

3. setiap elemen R mempunyai elem identitas terhadap penjumlahan

∀𝑎 ∈ 𝑅 ada 𝑢 ∈ 𝑅 sedemikian hingga a + u = a

4. setiap elemen R mempunyai invers terhadap penjumlahan

∀𝑎 ∈ 𝑅 ada (−𝑎) ∈ 𝑅 sedemikian hingga a + (-a) = u

5. sifat komutatif terhadap penjumlahan

∀𝑎, 𝑏 ∈ 𝑅 berlaku a + b = b + a

6. sifat tertutup terhadap bundaran (○)

∀𝑎, 𝑏 ∈ 𝑅 terdapat elemen tunggal C ∈ R sedemikian hingga a ○ b = c

7. sifat asosiatif terhadap bundaran (○)

∀𝑎, 𝑏, 𝑐 ∈ 𝑅 berlaku (a ○ b) ○ c = a ○ (b ○ c)

39
8. sifat distributif operasi bundaran (○) terhadap operasi +

∀𝑎, 𝑏, 𝑐 ∈ 𝑅 berlaku

(i) a ○ (b+c) = a ○ b + a ○ c→ distributif kiri

(ii) (b+c) ○ a = b ○ a + c ○ a → distributif kanan

Contoh :

1. C = { (a,b) I a dan b bilangana bilangan real }

Operasi + dan pada c didefinisikan sebagai berikut

(a,b) ○ (c,d) = (ac-bd, ad+bc)

Apakah c merupakan suatu ring ?

Jawab :

C suatu ring apabila memenuhi sifat berikut

1. sifat tertutup terhadap +

C = {(a,b), (c,d) , (e,f) ,(g,h).........}

∀𝑎, 𝑏 ∈ 𝐶 berlaku a+b = c

Misal a = (a,b) , b = (c,d)

(a,b) + (c,d) = (a+c, b+d)

Karena hasil penjumlahan setiap elemen c merupakan elemen c pula maka c

bersifat tertutup terhadap +

2. sifat asosiatif terhadap +

∀𝑎, 𝑏, 𝑐 ∈ 𝐶 berlaku (a + b) + c = a + (b + c)

Misal : a = (a,b), b = (c,d), c = (e,f)

40
((a,b) + (c,d)) + (e,f) = (a,b) + (c,d) + (e,f)

(a+c, b+d) + (e,f) = (a,b) (c+e, d+f)

((a+c) + e, (b+d) + f) = (a + (c+e), b + (d+f))

(a+c+e, b+d+f) = (a+c+e, b+d+f)

Karena ruas kiri = ruas kanan maka C bersifat asosiatif terhadap +

3. elemen identitas

∀𝑎 ∈ 𝐶 ada u ∈ 𝐶 sedemikian hingga a + u = a

Misal : a = (a,b) dan u = (x,y) maka

(a,b) + (x,y) = (a,b)

(a+x, b+y) = (a,b)

a+x = a → x=0

b+y = b → y=0

sedemikian hingga u = (x,y) = (0, 0)

4. invers

∀𝑎 ∈ 𝐶 ada (−𝑎) ∈ 𝐶 sedemikian hingga a + (-a) = u

Misal : a = (p, q) dan (-a) = (r, s) maka

(p, q) + (r, s) = (0, 0)

(p+r, q+s) = (0, 0)

p+r = 0 → r = -p

q+s = 0 → s = -q

sedemikian hingga (-a) = (r, s) = (-p, -q)

5. sifat komutatif terhadap +

41
∀𝑎, 𝑏 ∈ 𝐶 berlaku a + b = b + a

Misal : a = (a,b), b = (c,d)

(a,b) + (c,d) = (c,d) + (a,b)

(a+c, b+d) = (c+a, d+b)

(a+c, b+d) = (a+c, b+d)

Karena ruas kiri = ruas kanan maka C bersifat komutatif terhadap +

6. sifat tertutup terhadap ○

∀𝑎, 𝑏 ∈ 𝐶 berlaku a ○ b = c

Misal a = (a,b) , b = (c,d)

(a,b) ○ (c,d) = (ac-bd, ad+bc)

Karena hasil ○ setiap elemen C merupakan elemen C pula maka C bersifat

tertutup terhadap ○

7. sifat asosiatif terhadap ○

∀𝑎, 𝑏, 𝑐 ∈ 𝐶 berlaku (a ○ b) ○ c = a ○ (b ○ c)

Misal : a = (a,b), b = (c,d), c = (e,f)

((a,b) ○ (c,d)) ○ (e,f) = (a,b) ○ ((c,d) ○ (e,f))

(ac-bd, ad+bc) ○ (e,f) = (a,b) ○ (ce-df)

(((ac-bd)e) – ((ad+bc)f), ((ac-bd)f) + ((ad+bc)e)) = ((a(ce- df)) - (b(cf+de)),

(a(cf+de)) + (b(ce-df))

(ace – bde – adf – bcf, acf – bdf + ade + bce) = (ace – adf – bcf – bde, acf +

ade + bce – bdf)

Karena ruas kiri = ruas kanan maka C bersifat asosiatif terhadap ○

42
8. sifat distributif

distributif kiri a ○ (b+c) = a ○ b + a ○ c

Misal : a = (a,b), b = (c,d), c = (e,f) maka

(a,b) ○ ((c,d) + (e,f)) = ((a,b) ○ (c,d)) + ((a,b) ○ (e,f))

(a,b) ○ (c+e, d+f) = (ac-bd, ad+bc), (ae-bf, af+be)

(a(c+e) – b(d+f), a(d+f) + b(c+e)) = (ac-bd+ae-bf, ad+bc+af+be)

(ac+ae-bd-bf, ad+af+bc+be) = (ac-bd+ae-bf, ad+bc+af+be)

distributif kanan (b+c) ○ a = b ○ a + c ○ a

Misal : a = (a,b), b = (c,d), c = (e,f) maka

((c,d) + (e,f)) ○ (a,b) = ((c,d) ○ (a,b)) + ((e,f) ○ (a,b))

(c+e, d+f) ○ (a,b) = (ca-db, cb+da), (ea-fb, eb+fa)

((c+e)a – (d+f)b, (c+e)b + a(d+f)) = (ca-db+ea-fb, cb+da+eb+fa)

(ca+ea-db-fb, cb+eb+da+fa)= (ca-db+ea-fb, cb+da+eb+fa)

Jadi, karena memenuhi 8 sifat ring maka C merupakan suatu ring.

2. Tunjukan bahwa 𝑍3 merupakan ring!

Jawab :

+ 0 1 2

0 0 1 2 ○ 1 2

1 1 2 0 1 1 2

2 2 0 1 2 2 1

43
a. sifat tertutup terhadap +

a+b=c

misal : a=1, b=2

1+2 = 3

Karena hasil penjumlahan setiap elemen 𝑍3 merupakan elemen 𝑍3 ,

maka 𝑍3 bersifat tertutup terhadap +

b. sifat asosiatif terhadap +

(a + b) + c = a + (b + c)

Misal : a=0, b=1, c=2

(0+1) + 2 = 0 + (1+2)

1+2 = 0 + 3

3 =3

Karena ruas kiri sama dengan ruas kanan maka terbukti assosiatif.

c. elemen identitas

a + u = a . u∈ 0, a+u = u+a = a

0+0 = 0+0 = 0

1+0 = 0+1 = 1

2+0 = 0+2 = 2

d. invers

a + (-a) = u

0 + (-a) = 0

44
(-a) = 0

1 + (-a) = 0

(-a) = 2

2 + (-a) = 0

(-a) = 1

e. sifat komutatif terhadap +

a+b=b+a

misal : a=1, b=2

1+2 = 2 + 1

3=3

Karena ruas kiri sama dengan ruas kanan maka terbukti komutatif.

f. sifat tertutup terhadap ○

a○b=c

misal : a=1, b=2

1+2 = 3

Karena hasil ○ setiap elemen 𝑍3 merupakan elemen 𝑍3 , maka 𝑍3

bersifat tertutup terhadap ○

g. sifat asosiatif terhadap ○

(a ○ b) ○ c = a ○ (b ○ c)

Misal : a=0, b=1, c=2

(0○1) ○ 2 = 0 ○ (1○2)

0 ○2=0○2

45
0=0

Karena ruas kiri sama dengan ruas kanan maka terbukti assosiatif.

h. sifat distributif

distributif kiri a ○ (b+c) = a ○ b + a ○ c

Misal : a=0, b=1, c=2

0 ○ (1+2) = (0○1) + (0○2)

0○0=0+0

0=0

distributif kanan (b+c) ○ a = b ○ a + c ○ a

(1+2) ○ 0 = (1○0) + (2○0)

0○0=0+0

0=0

Karena hasil distributif kiri sama dengan hasil distributif kanan maka

terbukti distributif.

Jadi, karena memenuhi 8 sifat ring maka 𝑍3 merupakan suatu ring.

3. T={0, 1, 2, 3, 4, 5} terhadap operasi + dan ○, modulo 6. Tunjukan T suatu

ring!

Jawab :

+ 0 1 2 3 4 5

0 0 1 2 3 4 5

1 1 2 3 4 5 0

46
2 2 3 4 5 0 1

3 3 4 5 0 1 2

4 4 5 0 1 2 3

5 5 0 1 2 3 4

○ 1 2 3 4 5

1 1 2 3 4 5

2 2 4 1 2 4

3 3 1 3 0 3

4 4 2 0 4 2

5 5 4 3 2 1

a. sifat tertutup terhadap +

a+b=c

misal : a=1, b=2

1+2 = 3

Karena hasil penjumlahan setiap elemen T merupakan elemen T, maka

T bersifat tertutup terhadap +

b. sifat asosiatif terhadap +

(a + b) + c = a + (b + c)

Misal : a=2, b=3, c=4

(2+3) + 4 = 2 + (3+4)

5+4 = 1 + 1

47
3 =3

Karena ruas kiri sama dengan ruas kanan maka terbukti assosiatif.

c. elemen identitas

a + u = a . u∈ 0, a+u = u+a = a

0+0 = 0+0 = 0

1+0 = 0+1 = 1

2+0 = 0+2 = 2

3+0 = 0+3 = 3

4+0 = 0+4 = 4

5+0 = 0+5 = 5

d. invers

a + (-a) = u

0 + (-a) = 0

(-a) = 0

1 + (-a) = 0

(-a) = 5

2 + (-a) = 0

(-a) = 1

3 + (-a) = 0

(-a) = 3

4 + (-a) = 0

(-a) = 2

48
5 + (-a) = 0

(-a) = 1

e. sifat komutatif terhadap +

a+b=b+a

misal : a=1, b=2

1+2 = 2 + 1

3=3

Karena ruas kiri sama dengan ruas kanan maka terbukti komutatif.

f. sifat tertutup terhadap ○

a○b=c

misal : a=1, b=2

1+2 = 3

Karena hasil ○ setiap elemen T merupakan elemen T, maka T bersifat

tertutup terhadap ○

g. sifat asosiatif terhadap ○

(a ○ b) ○ c = a ○ (b ○ c)

Misal : a=1, b=3, c=5

(1○3) ○ 5 = 1 ○ (3○5)

4 ○5=1○3

3=3

Karena ruas kiri sama dengan ruas kanan maka terbukti assosiatif.

h. sifat distributif

49
distributif kiri a ○ (b+c) = a ○ b + a ○ c

Misal : a=2, b=1, c=4

2 ○ (1+4) = (2○1) + (2○4)

2○ 5 = 0 + 0

0=0

distributif kanan (b+c) ○ a = b ○ a + c ○ a

(1+4) ○ 2 = (1○2) + (4○2)

5○2=2+2

4=4

Karena hasil distributif kiri sama dengan hasil distributif kanan maka

terbukti distributif.

Jadi, karena memenuhi 8 sifat ring maka T merupakan suatu ring.

50

Anda mungkin juga menyukai