Anda di halaman 1dari 42

Matematika Diskrit

1. TEORI HIMPUNAN
Suatu himpunan adalah suatu kumpulan objek-objek yang jelas yang disebut elemen atau anggota
dari himpunan tersebut. Himpunan umumnya dinotasikan dalam huruf-huruf besar seperti A, B, X, Y
dst, sedangkan elemen dari himpunan dinotasikan dalam bentuk huruf kecil seperti a, b, x, y dst.
Keanggotaan dalam suatu himpunan dinotasikan sebagai berikut :

a∈S menyatakan bahwa a merupakan bagian dari himpunan S.


a, b ∈ S menyatakan bahwa a dan b merupakan bagian dari himpunan S.
Simbol ∈ memiliki arti “elemen dari”, sedangkan simbol ∉ menyatakan “bukan elemen dari”

Ada dua cara untuk merinci suatu himpunan tertentu :


1. Dengan menulis daftar anggota-anggotanya secara terpisah dengan menggunakan tanda
koma dan dilengkapi dengan tanda kurung kurawal { }.
misal : A = {1, 3, 5, 7, 9}

2. Dengan menyatakan sifat-sifat yang menjadi karakteristik elemen-elemen dalam himpunan.


misal : A = {x |x adalah bilangan bulat ganjil, x < 10}

1.1 Subhimpunan
Dinyatakan suatu subhimpunan apabila setiap elemen dari suatu himpunan merupakan suatu
elemen dari himpunen yang lain. Misalkan himpunan A = { 3, 4 } dan himpunan B = { 1, 2, 3, 4, 5 }
maka A disebut subhimpunan dari B. Dinotasikan sebagai :
A ⊆ B atau B ⊇ A
Jika A dan B mempunyai elemen yang sama, maka A = B jika dan hanya jika A ⊆ B dan B ⊆ A.
Contoh :
Perhatikan himpunan-himpunan berikut :
A = {1, 3, 4, 7, 8, 9}, B = {1, 2, 3, 4, 5}, C = {1, 3}
Maka C ⊆ A dan C ⊆ B karena 1 dan 3 sebagai elemen-elemen dari C juga anggota-anggota dari A
dan B. Tapi B ⊆ A karena beberapa elemen dari B yaitu 2 dan 5 bukan merupakan elemen dari A.

1.2 Himpunan Lepas


Dua himpunan A dan B dikatakan lepas (disjoint) jika tidak memiliki satu pun elemen yang sama,
sebagai contoh:
A = {1,2}, B = {4,5,6}, C = {5,6,7,8}
Maka A dan B adalah lepas, A dan C juga lepas, tapi C dan B tidak lepas karena ada beberapa elemen
yang sama.

1.3 Diagram Venn


Diagram Venn merupakan representasi himpunan-himpunan dalam bentuk gambar di mana
himpunan-himpunan tersebut diwakili oleh area-area tertutup dalam suatu bidang.Himpunan
universal U diwakili oleh bagian dalam suatu persegi panjang, sedangkan himpunan-himpunan
lainnya diwakili oleh lingkaran-lingkaran yang terletak dalam persegi panjangtersebut.

U U U

B A B A B A

A⊆B A dan B disjoint Ada beberapa elemen tidak ada dalam A atau B

Fakultas Teknik – Universitas Muhammadiyah Tangerang 1


Matematika Diskrit

1.4 Operasi pada Himpunan


Gabungan dan Irisan
Gabungan himpunan A dan B dinotasikan dengan A ∪ B dibaca A gabungan B (union), dimana semua
elemen A ditambah semua elemen B.
A ∪ B = { x | x = ∈ A atau x = ∈ B }

Irisan dari himpunan A dan B dinotasikan dengan A ∩ B dibaca A irisan B (intersect), dimana elemen
merupakan elemen dari himpunan A maupun B.
A ∩ B = { x | x = ∈ A dan x = ∈ B }

A B A B

Contoh :
Jika : A = { 1, 2, 3, 4, 5 }, B = { 4, 5, 6, 7 } dan C = { 1, 4, 8, 9 }
Maka : A ∪ B = { 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7 }
A ∪ C = { 1, 2, 3, 4, 5, 8, 9 }
B ∪ C = { 1, 4, 5, 6, 7, 8, 9 }
A ∩ B = { 4, 5 }
A ∩ C = { 1, 4 }
B∩C={4}

Sifat 1 : Setiap elemen x dalam A ∩ B adalah bagian dari kedua himpunan A dan B, maka x
merupakan bagian dari A dan x merupakan bagian dari B, jadi A ∩ B adalah subhimpunan dari A dan
dari B.
A ∩ B ⊆ A dan A ∩ B ⊆ B

Sifat 2 : Suatu elemen x merupakan bagian dari gabungan A ∪ B jika x merupakan bagian dari A dan x
merupakan bagian dari B, jadi setiap elemen dalam A merupakan bagian dari A ∪ B dan setiap
elemen B merupakan bagian dari A ∪ B. Artinya :

A ⊆ A ∪ B dan B ⊆ A ∪ B

A A B A B

Ac diarsir A\B diarsir A ⊕ B diarsir

Fakultas Teknik – Universitas Muhammadiyah Tangerang 2


Matematika Diskrit

Komplemen, Selisih dan Selisih Simetris


Semua himpunnan pada saat tertentu merupakan subhimpunan dari suatu himpunan universal U
yang tetap. Komplemen dari himpunan A ditulis dengan Aᴄ , merupakan himpunan dari elemen-
elemen yang menjadi bagia dari U tetapi bukan menjadi bagia dari A.
Aᴄ = {x | x ∈ U, x ∈ A}
Selisih dari himpunan A dan B dinotasikan sebagai A\B (dibaca “A minus B”), artinya himpunan dari
elemen-elemen dari A tetapi tidak menjadi bagian dari B.
A\B = {x | x ∈ A, x ∈ B}
Selisih simetri dinotasikan dengan A ⊕ B, terdiri dari elemen-elemen yang menjadi bagian dari A
atau B tetapi tidak keduanya.
A ⊕ B = (A ∪ B) \ (A ∩ B) atau A ⊕ B = (A\B) ∪ (B\A)

Contoh :
Misalkan U = N = {1, 2, 3, ...} adalah himpunan universal.
Diketahui A = {1, 2, 3, 4}, B = {3, 4, 5, 6, 7}, C = {2, 3, 8, 9}, E = {2, 4, 6, ...}

Maka : Aᴄ = {5, 6, 7, ...}, Bᴄ = {1, 2, 8, 9, 10, ...}, Eᴄ = {1, 3, 5, 7, ....}


A\B = {1, 2 }, B\A = {5, 6, 7}

A ⊕ B = (A\B) ∪ (B\A) = {1, 2, 5, 6, 7}


A ⊕ C = (A\C) ∪ (C\A) = {1, 4, 8, 9}

1.5 Aljabar Himpunan


Hukum-Hukum Aljabar Himpunan

Hukum idempoten A∪A=A A∩A=A


Hukum asosiatif (A∪B)∪C=A∪(B∪C) (A∩B)∩C=A∩(B∩C)
Hukum komutatif A∪B=B∪A A∩B=B∩A
Hukum distributif A∪(B∩C)=(A∪B)∩(A∪C) A∩(B∪C)=(A∩B)∪(A∩C)
Hukum identitas A∪Ø=A A∩U=A
A∪U=U A∩Ø=Ø
Hukum involusi (AC)C = A
Hukum komplemen A ∪ AC = U A ∩ AC = Ø
UC = Ø ØC = U
Hukum De Morgan ( A ∪ B )C = AC ∩ BC ( A ∩ B )C = AC ∪ BC

1.6 Himpunan Hingga


Suatu himpunan dikatakan hingga jika himpunan tersebut kosong atau jika mengandung sejumlah m
elemen dimana m tersebut adalah bulat positif.

Contoh :
a) Himpunan A dari huruf-huruf abjad dan D dari hari-hari dalam seminggu merupakan
himpunan-himpunan hingga. A memiliki 26 elemen dan D memiliki 7 elemen.
b) E sebagai suatu himpunan bulat positif genap dan I sebagai interval unit, yang artinya
E = { 2, 4, 6, ...} dan I = [0, 1]= {x|0 ≤ x ≤ 1}
Maka baik E maupun I merupakan himpunan tak hingga.

Fakultas Teknik – Universitas Muhammadiyah Tangerang 3


Matematika Diskrit

2. RELASI
Para ilmuwan, ahli teknologi informasi, ahli ekonomi dan peneliti sering kali mempelajari berbagai
hubungan antar okjek-objek penelitian. Sebagai contoh, hubungan antara luas lingkaran dengan jari-
jarinya, hubungan antara sudut kemiringan meriam dengan jarak tembak, hubungan antara
permintaan dengan harga barang dll. Untuk mempelajari berbagai jenis hubungan ini, pemodelan
matematika yang sering digunakan adalah relasi (relation).
Secara formal kita mendefinisikan suatu relasi dalam bentuk pasangan-pasangan berurut.
Suatu pasangan berurut elemen-elemen a dan b, di mana a ditentukan sebagai elemen pertama dan
b sebagai elemen kedua, ditulis sebagai (a , b).

Secara khusus, (a , b) = (c , d)

Jika dan hanya jika a = c dan b = d. Jadi (a, b) ≠ (b, a) kecuali a = b. Ini sangat berbeda dengan
himpunan di mana urutan elemen-elemen tidak relevan, misal {3, 5} = {5, 3} .

Perhatikan dua himpunan sembarang A dan B. Himpunan dari semua pasangan berurut (a, b) di
mana a ∈ A dan b ∈ B disebut produk, atau produk Kartesian dari A dan B. Penulisan ringkas untuk
produk ini adalah A x B yang dibaca “ A silang B “ atau “ A cross B ”.

Definisi: A x B = {(a, b)| a ∈ A dan b ∈ B}


Seringkali A x A ditulis sebagai A2

Contoh :
A = {1, 2} dan B = {a, b, c} maka A x B = {(1, a), (1, b), (1, c), (2, a), (2, b), (2, c)}
B x A = {(a, 1), (b, 1), (c, 1), (a, 2), (b, 2), (c, 2)}

Yang perlu diperhatikan dalam contoh di atas adalah bahwa A x B ≠ B x A.

2.1 Relasi

Definisi : Diberikan himpunan A dan B. Suatu relasi biner R dari himpunan A ke himpunan B adalah
suatu subhimpunan dari A x B.
Misalkan R adalah suatu relasi dari A ke B, maka R adalah suatu himpunan pesangan-pasangan
berurut di mana setiap elemen pertama diperoleh dari A dan setiap elemen kedua diperoleh dari B.

Notasi : (a, b) ∈ R ; kita menyebutnya “a berelasi R ke b”, ditulis aRb


(a, b) ∉R ; kita menyebutnya “ a tidak berelasi ke b” a R b

Contoh :
A=(1, 2, 3) dan B = {x, y, z}dan misalkan R = {(1,y), (1,z), (3, y)}. Maka R adalah suatu relasi dari A ke B
karena R merupakan subhimpunan dari A x B. Berkaitan dengan dengan relasi ini,

1Ry, 1Rz, 3Ry, tetapi 1 R x, 2 R x, 2 R y, 2 R z, 3 R x, 3 R z

Domain dari R adalah {1, 3} dan jangkauannya adalah {y, z}

Fakultas Teknik – Universitas Muhammadiyah Tangerang 4


Matematika Diskrit

2.2 Representasi gambar dari relasi

Misalkan S sebagai suatu relasi pada himpunan real R, artinya S adalah suatu subhimpunan dari
R2 = R x R. Seringkali S terdiri dari semua pasangan-pasangan berurut dari bilangan-bilangan real
yang memenuhi suatu persamaan tertentu E (x, y) = 0 seperti misalnya x2 + y2 = 25
Representasi dari relasi tersebut sering disebut sebagai grafik dari relasi tersebut. Sebagai contoh
grafik dari relasi x2 + y2 = 25 adalah suatu lingkaran yang pusatnya berada pada titik awal dan
memiliki jari-jari 5. Lihat gambar (a).

1 2

-5 0 5 x

3 4
-5

x2 + y2 = 25

Gbr (a) Gbr (b)

Pada gambar (b) menunjukkan grafik terarah dari relasi R pada himpunan A = {1, 2, 3, 4}
R = {(1, 2), (2, 4), (3, 2), (3, 4), (4,1)}

A A

a. .a
b. .b
c. .c
d. .d

Gbr (c)

Pada gambar (c) menunjukkan relasi menggunakan diagram.

R a b c d e
a 0 1 1 0 0
b 0 0 0 0 0
c 0 0 0 1 0
d 0 0 0 0 0
e 0 0 0 0 0
Gbr (d)
Pada gambar (d) menunjukkan relasi menggunakan tabel, pada gambar tersebut 1 berarti ada relasi
dan 0 berarti tidak ada relasi.

Fakultas Teknik – Universitas Muhammadiyah Tangerang 5


Matematika Diskrit

2.3 Jenis-jenis relasi

Subbab ini akan membahas beberapa jenis relasi yang terdefinisikan pada suatu himpunan A.

Relasi Refleksif
Suatu relasi R pada suatu himpunan A disebut refleksif jika a R a untuk setiap a ∈ A, yakni, jika
(a, a) ∈ R untuk setiap a ∈ A. Jadi R tidak bersifat refleksif jika ada a ∈ A dimana (a, a) ∉ R

Contoh :
Perhatikan lima relasi berikut ini pada himpunan A = {1, 2, 3, 4}:
R1 = {(1, 1), (1, 2) (2, 3), ( 1, 3), (4, 4)}
R2 = {(1, 1), (1, 2), (2, 1), (2, 2), (3, 3), (4, 4)}
R3 = {(1, 3), (2, 1)}
R4 = Ø, relasi kosong
R5 = A x A, relasi universal

Tentukanlah relasi mana saja yang refleksif ?

Karena A mengandung empat elemen 1, 2, 3 dan 4, suatu relasi R pada A adalah refleksif jika terdiri
dari empat pasangan {1, 1}, {2, 3}, {3, 3} dan {4, 4}. Dengan demikian hanya R2 dan relasi universal
R5 = A x A saja yang refleksif.

Relasi Simetris
Suatu relasi R pada suatu himpunan A dikatakan simetris jika dan hanya jika berlaku :
Jiak a berelasi dengan b , maka b berelasi dengan a, atau aRb maka bRa yang artinya jika
(a, b) ∈ R maka (b, a) ∈ R.

Contoh :
Diberikan himpunan A = {a, b, c, d, e} maka :
R = {(a, b), (b, c), (c, d), (b, a), (c, b), (d, c)}

Relasi Antisimetris
Suatu relasi R pada himpunan A dikatakan antisimetris jika dan hanya jika tidak terdapat pasangan
elemen yang berbeda a dan b yang memenuhi a berelasi dengan b, dan b berelasi dengan a atau
dengan kata lain berlaku : (aRb dan bRa) hanya jika (a=b)

Contoh :
Diberikan himpunan A = {a, b, c, d,e} maka :
R = {(a, b), (b, c), (c, d), (d, e), (a, a), (a, e)}

Relasi Transitif
Suatu relasi R pada himpunan A dikatakan trasitif jika aRb dan bRc maka aRc, artinya ketika
(a,b), (b, c) ∈ R maka (a, c) ∈ R

Contoh :
Diberikan himpunan A = {a, b, c, d,e} maka :
R = {(a, b), (b, c), (c, d), (a, c), (a, d), (b, d)}

Fakultas Teknik – Universitas Muhammadiyah Tangerang 6


Matematika Diskrit

Contoh-contoh soal dan penyelesaiannya

1. Diketahui A = {1, 2}, B = {x, y, z} dan C = {3, 4}. Tentukanlah A x B x C


Jawaban:
A x B x C terdiri dari semua triplet berurut (a, b, c) di mana a ∈ A, b ∈ B, c ∈ C. Elemen-
elemen dari A x B x C ini dapat diperoleh secara sistematis melalui apa yang disebut sebagai
diagram pohon. Elemen-elemn dari A x B x C adalah ke 12 triplet berurut yang berada di sisi
kanan dari diagram pohon tersebut.

3 (1, x, 3)
x (1, x, 4)
4
3 (1, y, 3)
1 y (1, y, 4)
4
3 (1, z, 3)
z (1, z, 4)
4
3 (2, x, 3)
x
4 (2, x, 4)
3 (2, y, 3)
2 y (2, y, 4)
4
3 (2, z, 3)
z (2, z, 4)
4

Perhatikan bahwa n (A) = 2, n (B) = 3, n (C) = 2 jadi n (A x B x C) = 12 =n (A) . n (B) . n (C)

2. Tentukan x dan y jika diketahui (2x, x+y) = (6, 2)


Jawaban :
Dua pasangan berurut adalah sama jika dan hanya jika komponen-konponennya yang
bersesuaian adalah sama dan sebanding.
Jadi : 2x = 6 dan x+y=2
x = 3 dan y = -1

3. Diketahui A = {1, 2, 3, 4} dan B = {x, y, z}. Misalkan R sebagai relasi dari A ke B sebagai
berikut : R = {(1, y), (1, z), (3, y), (4, x), (4, z)}, tentukanlah matriks dari relasi tersebut.
Jawaban :

x y z
1 0 1 1
2 0 0 0
3 0 1 0
4 1 0 1

Fakultas Teknik – Universitas Muhammadiyah Tangerang 7


Matematika Diskrit

3. LOGIKA PROPOSISI

3.1 Operasi-operasi logika dasar

Subbab ini membahas tiga operasi dasar yang masing-masing terkait dengan kata-kata “dan”, “atau”
dan “tidak” atau “bukan”.

Konjungsi, p ^ q
Sembarang dua proposisi dapat digabungkan dengan kata “dan” untuk membentuk suatu proposisi
majemuk yang disebut konjungsi dari proposisi asalnya. Secara simbolis ditulis : p ^ q .
Konjungsi ini mempunyai nilai kebenaran yang hanya bergantung pada nilai-nilai kebenaran dari p
dan q.

Definisi :
Jika p dan q benar, maka p ^ q benar, jika tidak p ^ q salah.

Nilai kebenaran dari p ^ q dapat didefinisikan secara ekuivalen dengan tabel di bawah ini.

p q p^q
T T T
T F F
F T F
F F F

Contoh 1
Perhatikan empat pernyataan berikut :
(i) Es mengapung di air dan 2 + 3 = 5
(ii) Es mengapung di air dan 2 + 3 = 4
(iii) Indonesia terletak di Eropa dan 2 + 3 = 5
(iv) Indonesia terletak di Eropa dan 2 + 3 = 4

Dari empat pernyataan tersebut di atas, hanya pernyataan pertama yang benar. Pernyataan –
pernyataan yang lainnya adalah salah karena setidaknya salah satu subpertanyaannya salah.

Disjungsi, p v q
Sembarang dua proposisi dapat digabungkan dengan kata “atau” untuk membentuk suatu proposisi
majemuk yang disebut disjungsi dari proposisi-proposisi asalnya. Secara simbolis ditulis p v q

Definisi :
Jika p dan q salah, maka p v q adalah salah, jika tidak p v q adalah benar.

Nilai kebenaran dari p ^ q dapat didefinisikan secara ekuivalen dengan tabel di bawah ini.

p q pvq
T T T
T F T
F T T
F F F

Fakultas Teknik – Universitas Muhammadiyah Tangerang 8


Matematika Diskrit

Contoh 1
Perhatikan empat pernyataan berikut :
(i) Es mengapung di air dan 2 + 3 = 5
(ii) Es mengapung di air dan 2 + 3 = 4
(iii) Indonesia terletak di Eropa dan 2 + 3 = 5
(iv) Indonesia terletak di Eropa dan 2 + 3 = 4

Dari empat pernyataan tersebut di atas, hanya pernyataan (iv) yang salah. Pernyataan –pernyataan
yang lainnya adalah benar karena setidaknya salah satu subpertanyaannya benar.

Negasi, ¬ p
Jika p suatu variabel proposisi, maka negasi dari p adalah “Tidak benar bahwa ....” atau “ tidak” atau
“bukan”. Secara simbolis ditulis : ¬ p
Nilai kebenaran dari ¬ p tergantung pada nilai kebenaran dari P.

Definisi :
Jika p benar, maka ¬ p adalah salah, dan jika p salah, maka ¬ p adalah benar.

Contoh :
Perhatikan enam pernyataan berikut :
(a1) Es mengapung di air
(a2) Adalah salah bahwa es mengapung di air
(a3) Es tidak mengapung di air
(b1) 2 + 3 = 4
(b2) Adalah salah bahwa 2 + 3 = 4
(b3) 2 + 3 ≠ 4
Dari pernyataan tersebut di atas, maka (a2) dan (a3) masing-masing adalah negasi dari (a1).
(b2) dan (b3) masing-masing adalah negasi dari (b1)

3.2 Proposisi dan Tabel Kebenaran

Misalkan P(p,q, ...) menotasikan suatu ekspresi yang dibangun dari variabel-variabel logika
p, q, ...yang memiliki nilai Benar/True (T) atau Salah/False (F) dan penghubung-penghubung logika
ᴧ, v dan ¬ maka ekspresi P disebut proposisi.

Sifat utama dari proposisi P (p, q, ...) adalah nilai kebenarannya secara eksklusif tergantung pada
nilai-nilai kebenaran variabel-variabelnya.

p q ¬q p ᴧ ¬q ¬(p ᴧ ¬q)
T T F F T
T F T T F
F T F F T
F F T F T

Fakultas Teknik – Universitas Muhammadiyah Tangerang 9


Matematika Diskrit

3.3 Persamaan Logika

Dua proposisi P( p, q, ... ) dan Q(p, q, ... ) disebut persamaan logis atau ekuivalensi logis yang
dituliskan :
P( p, q, ... ) ≡ Q(p, q, ... )

Jika memiliki tabel kebenaran yang identik.

Misalnya tabel kebenaran dari ¬(p ᴧ q) dan ¬ p v ¬q yang tampak dalam tabel di bawah ini.
Perhatikan kedua tabel kebenaran tersebut sama yang artinya, kedua proposisi tersebut salah dalam
kasus pertama dan benar dalam tiga kasus lainnya. Dengan demikian kita dapat menuliskan
¬(p ᴧ q) ≡ ¬ p v ¬q dengan kata lain, proposisi-proposisi tersebut adalah ekuivalen secara logika.

p q pᴧq ¬(p ᴧ q) p q ¬p ¬q ¬p v ¬q
T T T F T T F F F
T F F T T F F T T
F T F T F T T F T
F F F T F F T T T
Gbr-a Gbr-b

Misalkan p sebagai “Mawar berwarna merah” dan q “Melati berwarna putih”. Misalkan S sebagai
pernyataan “ Tidak benar mawar berwarna merah dan melati berwarna putih” maka S dapat
dituliskan dalam bentuk ¬(p ᴧ q). Namun seperti disebutkan di atas , ¬(p ᴧ q) ≡ ¬ p v ¬q dengan
demikian S memiliki arti yang sama dengan pernyataan :
“Mawar tidak berwarna merah, atau melati tidak berwarna putih”

3.4 Pernyataan Kondisional dan Bikondisional

Pernyataan dalam matematika memiliki bentuk “Jika p maka q” . Pernyataan demikian disebut
pernyataan-pernyataan kondisional dan ditulis
p→q
Kondisional p → q seringkali dibaca “p mengimplikasi q” atau “p hanya jika q”
Pernyataan umum lainnya berbentuk “p jika dan hanya jika q” Pernyataan-pernyataan demikian
disebut pernyataan bikondisional dan ditulis
p↔q
Nilai-nilai kebenaran dari p → q dan p ↔ q didefinisikan oleh tabel-tabel di bawah ini :

p q p→q p q p↔q p q ¬p ¬p v q
T T T T T T T T F T
T F F T F F T F F F
F T T F T F F T T T
F F T F F T F F T T
Gbr-a Gbr-b Gbr-c

Kondisional p → q adalah salah hanya ketika bagian pertama p adalah benar dan bagian kedua q
adalah salah. Dengan demikian, ketika p salah, kondisional p → q adalah benar terlepas dari nilai
kebenaran dari q.

Fakultas Teknik – Universitas Muhammadiyah Tangerang 10


Matematika Diskrit

Bikondisional p ↔ q adalah benar ketika p dan q memiliki nilai-nilai kebenaran yang sama dan salah
jika tidak.

Tabel kebenaran ¬p v q diberikan dalam Gbr-c. Perhatikan tabel ¬p v q dan ¬p v q bersifat identik,
yang artinya keduanya salah hanya dalam kasus kedua. Dengan demikian, p → q adalah ekuivalen
secara logika dengan ¬p v q yaitu :
p → q ≡ ¬p v q

Dengan kata lain, pernyataan kondisional “Jika p maka q” adalah ekuivalen secara logika dengan
pernyataan “ Bukan p atau q” yang hanya melibatkan penghubung v dan ¬ sehingga sudah menjadi
bagian dari istilah yang kita gunakan. Kita bisa menganggap p → q sebagai suatu penulisan singkat
dari suatu pernyataan yang sering digunakan.

Fakultas Teknik – Universitas Muhammadiyah Tangerang 11


Matematika Diskrit

4. PROBABILITAS

Teori probabilitas adalah merupakan pemodelan matematis dari fenomena peluang atau keacakan.
Jika suatu koin secara acak, koin tersebut dapat jatuh dengan gambar atau angka di atas, tapi kita
tidak tahu mana yang akan muncul dalam suatu lemparan. Misalkan kita ambil s sebagai jumlah
munculnya angka jika koin tersebut dilempar n kali. Dengan bertambahnya n, rasio f =s/n yang
disebut frekuensi relatif dari hasilnya, menjadi semakin stabil. Jika koin tersebut benar-benar
seimbang, kita mengharapkan bahwa koin tersebut akan jatuh dengan angka diatas kira-kira 50%
dari jumlah lemparan atau dengan kata lain frekuensi relatifnya akan mendekati ½ .

4.1 Ruang sampel dan kejadian

Himpunan S dari semua hasil yang mungkin dari suatu eksperimen tertentu disebut sebagai ruang
sampel, suatu hasil tertentu atau elemen dar S disebut titik sampel. Suatu kejadian A merupakan
suatu Subhimpunan dari ruang sampel S. Untuk tepatnya, himpunan {a} yang mengandung satu titik
sampel a ϵ S disebut kejadian elementer. Selain itu, himpunan kosong Ø dan S itu sendiri merupakan
subhimpunan dari S dan dengan demikian Ø dan S juga merupakan kejadian-kejadian; Ø kadang
disebut kejadian mustahil atau kejadian nol.

Percobaan 1 :
Lemparkan suatu koin tiga kali dan perhatikan barisan angka (A) dan gambar (G) yang muncul. Ruang
sampel terdiri dari delapan elemen berikut :

S = {AAA, AAG, AGA, AGG, GAA, GAG, GGA, GGG }


Misalkan P sebagai kejadian munculnya dua atau lebih angka secara berturut-turut, dan Q sebagai
kejadian munculnya sisi yang sama dalam tiga kali lemparan.

P = {AAA, AAG, GAA} dan Q = {AAA, GGG}

Maka P ∩ Q = {AAA} adalah kejadian elementer di mana munculnya angka saja.

Percobaan 2 :
Lemparkan suatu dadu (enam sisi) dan perhatikan angka yang muncul.
Ruang sampel S terdiri dari enam angka yang mungkin, artinya S = {1, 2, 3, 4, 5, 6}. Misalkan A
sebagai kejadian munculnya suatu angka genap, B munculnya suatu angka ganjil dan C munculnya
suatu angka prima. Artinya :

A = {2, 4, 6}, B = {1, 3, 5}, C = {2, 3, 5}

Maka A ∪ C = {2, 3, 4, 5, 6} adalah kejadian munculnya angka genap atau prima.


B ∩ C = {3, 5} adalah kejadian munculnya angka prima ganjil.
Cc = {1, 4, 6} adalah kejadian tidak munculnya angka prima.
Perhatikan bahwa A dan B adalah saling eksklusif : A ∪ B = Ø. Dengan kata lain angka genap dan
ganjil tidak dapat muncul bersamaan.

Percobaan 3 :
Lemparka suatu koin sampai muncul sisi angka, dan hitunglah jumlah lemparannya.
Rang sampel S dari eksperimen ini adalah S = {1, 2, 3, ...}, larena setiap integer positif adalah elemen
dari S maka ruang sampel ini berukuran tak hingga.

Fakultas Teknik – Universitas Muhammadiyah Tangerang 12


Matematika Diskrit

Contoh :
Sepasang dadu dilampar ke atas, misalkan A sebagai kejadian bahwa hasil penjumlahan kedua angka
dadu yang muncul adalah 6 dan B kejadian bahwa angka terbesar yang muncul adalah 4, artinya :

A = {(1, 5), (2, 4), (3, 3), (4, 2), (5, 1)}, B = {(1,4), (2, 4), (3, 4), (4, 4), (4, 3), (4, 2), (4, 1)}

Maka kejadian “ A dan B” terdiri dari pasangan-pasangan integer yang hasil penjumlahannya adalah
6 dan angka terbesar adalah 4, dengan kata lain irisan dari A dan B :

A ∩ B = {(2, 4), (4, 2)}

4.2 Ruang Probabilitas Terhingga

Misalkan S sebagai suatu ruang sampel terhingga, S = {a1 ,a2, ..., an}. Suatu ruang probabilitas
terhingga atau model probabilitas diperoleh dengan menentukan ke setiap titik ai dalam S suatu
bilangan real pp yang disebut probabilitas ai yang memenuhi sifat-sifat berikut :

(i) Setiap pi adalah nonnegatif, artinya pi ≥ 0


(ii) Hasil penjumlahan dari pi adalah 1, artinya p1 + p2 + ... + pn = 1

Probabilitas suatu kejadian A yang ditulis P(A), didefinisikan sebagai hasil penjumlahan probabilitas-
probabilitas titik-titik dalam A. Himpunan tunggal {ai} disebut sebagai kejadian elementer dan untuk
memudahkan penulisan, kita akan menuliskan P(ai) untuk P {(ai)}.

Contoh :
Tiga koin dilempar dan lalu jumlah munculnya sisi angka dicatat. Ruang sampelnya adalah
S = {0, 1, 2, 3, 4}. Pemberian nilai-nilai berikut ini untuk elemen-elemen S mendefinisikan ruang
probabilitas :
P(0) = 1/8 , P(1) = 3/8, P(2) = 3/8, P(3) = 1/8
Ini artinya, setiap probabilitas adalah nonnegatif dan hasil penjumlahansemua probabilitasnya
adalah 1.
Misal : A sebagai kejadian munculnya paling tidak satu angka, B munculnya semua angka atau semua
gambar. Artinya A = {1, 2, 3} dan B = {0, 3}. Maka melalui definisi,

P(A) = P(1) + P(2) + P(3) = 3/8 + 3/8 + 1/8 = 7/8 dan P(B) = P(0) + P(3) = 1/8 + 1/8 = 1/4

Teorema pada ruang probabilitas terhingga


Probabilitas suatu kejadian adalah hasil penjumlahan probabilitas titik-titiknya.

Teorema 1
Fungsi probabilitas P yang didefinisikan pada kelas semua kejadian dalam suatu ruang probabilitas
terhingga memiliki sifat-sifat sebagai berikut :

[P1] untuk setiap kejadian A, 0 ≤ P(A) ≤ 1.


[P2] P(S) = 1
[P3] jika kejadian A dan B adalah saling eksklusif, maka P(A ∪ B) = P(A) + P(B)

Fakultas Teknik – Universitas Muhammadiyah Tangerang 13


Matematika Diskrit

Teorema 2
A sebagai sembarang kejadian, maka P(Ac) = 1 – P(A)
Teorema ini menjelaskan bahwa jika p adalah probabilitas terjadinya kejadian E, maka 1-p adalah
probabilitas target tidak terjadinya E.

Teorema 3 (prinsip penambahan)


Untuk sembarang A dan B maka P(A ∪ B) = P(A) + P(B) – P(A ∩ B)

Contoh :
Seorang siswa dipilih secara acak dari 100 siswa dimana 30 mengambil matematika, 20 mengambil
kimia dan 10 mengambil matematika dan kimia. Tentukan probabilitas P bahwa siswa tersebut
mengambil metematika atau kimia.

Misal M = {siswa yang mengambil matematika} dan C = {siswa yang mengambil kimia}. Karena ruang
sampelnya ekuiprobabel maka,

P(M) = 30/100 = 3/10, P(C) = 20/100 = 2/10, P(M dan C) = P(M ∩ C) =10/100 = 1/10
Jadi menurut prinsip penambahan maka,

P = P(M atau C) = P(M ∪ C) = P(M) + P(C) – P(M ∩ C) = 3/10 + 2/10 – 1/10 = 2/5

4.3 Probabilitas Kondisional

Misalkan E adalah suatu kejadian dalam suatu ruang sampel S dengan P(E) > 0. Probabilitas bahwa
suatu kejadian A terjadi setelah E terjadi, lebih tepatnya probabilitas kondisional A jika diketahui E,
yang dituliskan P(A | E), didefinisikan sebagai berikut :

P(A | E) = P(A ∩ E) / P(E)

Misalkan S adalah suatu ruang ekuiprobabel dan n(A) menotasikan jumlah eleman-elemen dalam A,
maka :
P(A ∩ E) = n(A ∩ E) /n(S), P(E) = n(E)/n(S),
Sehingga :
P(A|E) = P(A ∩ E) / P(E) = n(A ∩ E) / n(E)

Teorema :
Misalkan S adalah suatu ruang akuiprobabel, A dan E adalah kejadian-kejadian , maka :

P(A|E) = Jumlah elemen dalam A ∩ E


Jumlah elemen dalam E

Contoh :
Sepasang dadu dilemparkan. Ruang sampel S terdiri dari 36 pasangan berurut (a, b), di mana a dan b
dapat berupa sembarang integer dari 1 sampai 6 . Jadi probabilitas dari sembarang titik adalah 1/36.
Tentukanlah probabilitas bahwa salah satu dadu adalah 2 jika penjumlahannya adalah 6. Ini artinya
tentukanlah P(A|E) dimana :
E = {hasil jumlah adalah 6} dan A = {2 muncul pada paling tidak satu dadu}
Di sini E terdiri dari 5 elemen dan A ∩ E terdiri dari dua elemen yaitu
E = {(1,5), (2, 4), (3, 3), (4, 2), (5, 1)} dan A ∩ E = {(2, 4), (4, 2)}

Fakultas Teknik – Universitas Muhammadiyah Tangerang 14


Matematika Diskrit

Menurut teorema di atas P(A|E) = 2/5


Di sisi lain A itu sendiri terdiri dari 11 elemen, yaitu
A ={(2, 1), (2, 2), (2, 3), (2, 4), (2, 5), (2, 6), (1, 2), (3, 2), (4, 2), (5, 2), (6, 2)}
Karena S terdiri dari 36 elemen, P(A) = 11/36

Teorema perkalian untuk probabilitas kondisional


Misalkan A dan B adalah kejadian-kejadian dalam suatu ruang sampel S dengan P(A) > 0, menurut
definisi probabilitas kondisional :

P(B|A) = P(A ∩ B)
P(A)

Contoh :
Suatu kotak undian berisi 12 benda di mana 4 di antaranya rusak. Tiga benda dipilih secara acak dari
kotak tersebut secara berturut-turut. Tentukanlah probabilitas p bahwa ketiga benda yang terambil
adalah bukan benda yang rusak.

P = 8/12 . 7/11 . 6/10 = 14/55 ≈ 0,25

Fakultas Teknik – Universitas Muhammadiyah Tangerang 15


Matematika Diskrit

5. PERMUTASI DAN KOMBINASI

Permutasi dan kombinasi digunakan untuk mempelajari himpunan berhingga objek-objek yang
memenuhi kriteria tertentu. Secara khusus digunakan untuk perhitungan objek-objek dalam
himpunan dengan cara menganalisis dan menyususn objek-objek yang memenuhi kriteria.

5.1 Aturan Perhitungan

Beberapa aturan perhitungan dasar dalam permutasi dan kombinasi :


1. Prinsip kandang merpati (pigeonhole principle);
2. Prinsip perkalian (multiplication principle);
3. Prinsip penjumlahan (addition principle).

Teorema prinsip kandang merpati


Jika terdapat sejumlah (k+1) ekor merpati yang akan dimasukkan kedalam sejumlah k kandang
merpati, maka akan terdapat minimal satu kandang yang akan memuat dua merpati atau lebih.

Contoh :
1. Di antara 367 mahasiswa pasti ada 2 mahasiswa atau lebih yang akan mempunyai hari ulang
tahun yang sama.
2. Dalam sebuah grup yang terdiri dari 13 orang, maka akan terdapat 2 orang atau lebih yang
mempunyai hari ulang tahun pada bulan yang sama.

Teorema prinsip penjumlahan


Misalkan diberikan sebanyak k akvifitas. Jika aktivitas pertama dapat dikerjakan dalam n1 cara, dan
aktivitas kedua dalam n1 cara dan secara umum aktivitas ke j dalam nj cara, dan jika masing-masing
aktivitas tidak saling berhubungan (saling asing), maka terdapat n1 + n2 + n3 + ... + nK cara yang
berbeda untuk mengerjakan tugas tersebut.

Contoh :
Berapa banyak cara untuk memilih seorang ketua jurusan dari dewan dosen yang terdiri dari 10
dosen wanita dan 13 dosen pria ?
Jawab :
Kemungkinan ke-1, aktivitas 1, A1 : memilih ketua jurusan dari dosen wanita yaitu ada 10 cara.
Kemungkinan ke-2, aktivitas 2, A2 : memilih ketua jurusan dari dosen pria , yaitu ada 13 cara.
Dengan menggunakan prinsip penjumlahan , ada 10 + 13 = 23 cara untuk melakukannya.

Teorema prinsip perkalian


Jika suatu aktifitas dapat dilakukan dalam k langkahsecara berurutan dengan langkah pertama dapat
dikerjakan dalam n1 cara, langkah kedua dapat dikerjakan dalam n2 cara, dan seterusnya, langka ke-k
dapat dikerjakan dalam nk cara, maka aktivitas tersebut dapat dikerjakan dalam n1 x n2 x ... x nk cara.

Contoh :
1. Untuk mempermudah proses penjualan barbagai produk yang berbeda, maka sebuah
supermarket menggunakan kode pada setiap barang. Setiap jenis barang diberi kode yang
terdiri dari huruf kapital, kemudian diikuti dengan 5 angka dan selanjutnya 1 huruf kapital.
Berapa banyak kode produk berbeda yang dapat dibuat ?

Fakultas Teknik – Universitas Muhammadiyah Tangerang 16


Matematika Diskrit

Jawab:
Untuk membuat sebuah kode diperlukan 2 tempat untuk huruf pertama dan kedua yang
masing-masing ada 26 pilihan huruf (A – Z), dilanjutkan 5 tempat yang masing-masing ada 10
pilihan angka (0 – 9) dan terakhir tinggal 1 tempat dengan 26 pilihan huruf.
Salah satu contoh kode adalah : AA04321H
Secara ilustrasi diberikan berikut ini :

A-Z A-Z 0-9 0-9 0-9 0-9 0-9 A-Z


26 26 10 10 10 10 10 26

Dengan menggunakan aturan perkalian diperoleh banyaknya kode yang dapat dibuat adalah
sebanyak :
262 x 105 x 26 = 1.757.600.000 kode.

Dalam penyelesaian suatu permasalahan, tidak jarang digunakan kedua aturan penjumlahan
dan aturan perkalian secara bersama-sama seperti pada contoh 2 di bawah ini.

2. Seorang mahasiswa mempunyai sedikit uang dan ia ingin membelanjakan uang tersebut
untuk membeli buku kuliah. Di toko buku ia dihadapkan pada tiga jenis buku, yaitu buku
komputer dengan 6 pilihan, buku matematika dengan 4 pilihan dan buku teknik dengan 5
pilihan. Berapa banyak cara jika ia ingin membeli 2 buah buku dari jenis buku yang berbeda ?

Jawab :
Pilihan 1 : memilih komputer dan matematika ada 6 x 4 = 24
Pilihan 2 : memilih komputer dan teknik ada 6 x 5 = 30
Pilihan 3 : memilih matematika dan teknik ada 4 x 5 = 20
Jadi diperoleh banyaknya cara adalah 24 + 30 + 20 = 74 cara

5.2 Permutasi

Definisi 1 :
Suatu permutasi himpunan elemen-elemen yang berbeda adalah penyusunan elemen-elemen
tersebut ke dalam urutan yang dapat dibedakan. Satu bentuk pengurutan disebut satu permutasi.

Contoh :
Untuk menyusun urutan dari himpunan dengan 3 elemen 1, 2 dan 3 dapat dihasilkan 6 permutasi,
yaitu : 123, 132, 213, 231, 312, dan 321

Teorema 1 :
Untuk bilangan bulat n dengan n >= 1, banyaknya permutasi himpunan dengan n elemen adalah n!,
dengan :
n! = n x (n-1) x (n-2) x ... x 1

Definisi 2 :
Suatu permutasi-r dari himpunan dengan n elemen adalah penyusunan urutan r elemen dari
himpunan tersebut. Banyaknya permutasi-r dari himpunan dengan n elemen dinotasikan dengan
P (n,r)

Fakultas Teknik – Universitas Muhammadiyah Tangerang 17


Matematika Diskrit

Teorema 2 :
Jika n dan r adalah bilangan bulat dan 1 ≤ r ≤ n, maka banyaknya permutasi-r dari himpunan dengan
n elemen adalah :
n!
P (n,r) = n x (n – 1) x (n – 2) x (n – 3) x ...x (n-r+1) =
(n – r)!

Contoh :
Berapa cara untuk memilih seorang dekan, PD I, PD II, dan PD III dari 20 orang ?
Jawab :
P(20,4) = 20! = 20 x 19 x 18 x 17 x 16! = 116.280 cara.
(20 – 4)! 16!

Teorema 3 : Permutasi elemen ganda


Banyaknya permutasi n elemen dengan terdapat ni elemen yang sama untuk setiap tipe i adalah :
n!
n1!n2!...nk!
Contoh :
Berapa banyak cara menyusun huruf-huruf dalam kata MATEMATIKA ?
Jawab :
10!
= 37.800 cara
2!.3!.2!.1!.1!.1!

5.3 Kombinasi

Definisi :
Suatu kombinasi-r dari elemen-elemen dalam sebuah himpunan adalah pemilihan r elemen dari
himpunan tersebut tanpa memperhatikan urutan. Dengan kata lain kombinasi-r adalah semua
himpunan bagian yang mempunyai jumlah anggota sebanyak r.
Banyaknya kombinasi-r dari himpunan dengan n elemen dinotasikan dengan C(n,r) atau nCr .

Teorema 1:
Jumlah kombinasi-r dari himpunan dengan n elemen berbeda adalah :

n! n
C(n,r) = =
r! (n - r)!
r

Teorema 2:
Untuk 0 ≤ r ≤ n, maka berlaku C(n,r) = C(n,n-r)
n n! n! n n
Bukti : C(n, r) = = = = = = C(n, n-r)
r! (n - r)! (n - r)! r!
r r n-r

Fakultas Teknik – Universitas Muhammadiyah Tangerang 18


Matematika Diskrit

Contoh :
Seorang dosen mempunyai 5 asisten pria dan 6 asisten wanita untuk membantunya. Akan dipilih 6
orang untuk mengerjakan suatu proyek yang sedang ia tangani. Ada berapa cara pemilihan tim
tersebut jika komposisi tim ditentukan 2 pria dan 4 wanita ?

Jawab :

C(5, 2) x C(6, 4) = 5! x 6! = 10 x 15 = 150 cara


2! x (5 – 2)! 4! x (6 – 4)!

Teorema 3: Kombinasi elemen ganda


Jumlah pemilihan-r eleman dari himpunan dengan n elemen, dengan pengulangan diperbolehkan
dan urutan tidak diperhatikan.

n+r–1

Di suatu perpustakaan mempunyai tiga jenis buku, yaitu Fisika, kalkulus dan Matematika Diskrit.
Masing-masing sebanyak enam eksemplar. Ada berapa memilih buku ?

Jawab :
C (3+6-1, 6) = 28 cara.

Fakultas Teknik – Universitas Muhammadiyah Tangerang 19


Matematika Diskrit

6. FUNGSI DAN ALGORITMA

Salah satu konsep penting dalam matematika adalah konsep fungsi. Istilah-istilah “peta”,
“pemetaan”, “transformasi”, dan banyak lagi yang lainnya memiliki arti yang sama. Yang berkaitan
dengan konsep fungsi adalah algoritma.

Misalkan untuk setiap elemen dari himpunan A kita menentukan suatu elemen unik pada himpunan
B, kumpulan penentuan seperti ini disebut suatu fungsi dari A ke B. Himpunan A disebut sebagai
domain dari fungsi, himpunan B disebut himpunan target atau kodomain.

Fungsi dinotasikan dengan simbol f. Misalnya kita menulis f: A → B yang dibaca “ f adalah fungsi dari
A ke B”.
Seringkali suatu fungsi dapat diekspresikan dengan suatu rumus matematika. Sebagai contoh adalah
fungsi yang menentukan setiap bilangan real menjadi kuadratnya. Kita dapat merinci fungsi ini
dengan menuliskan :
f(x) = x2 atau y = x2

x disebut sebagai variabel dan f menotasikan fungsinya. Pada notasi terakhir x disebut sebagai
variabel independen dan y disebut variabel dependen karena nilai y tergantung pada nilai x.

Contoh :
Perhatikan fungsi f(x) = x3 , f menentukan setiap bilangan real menjadi pangkat tiganya. Maka
beyangan dari 2 adalah 8, jadi kita dapat menuliskan f(2) = 8.

6.1 Fungsi sebagai relasi

Ada suatu sudut panddang lain melihat fungsi. Pertama setiap fungsi f: A → B menghasilkan suatu
relasi dari A ke B yang disebut grafik dan didefinisikan dengan :
Grafik f = {(a, b) | a ∈ A, b = f(a)}

Dua, fungsi f: A → B dan g: A → B didefinisikan sama, ditulis f = g, jika f(a) = g(a), untuk setiap a ∈ A
yaitu jika keduanya memiliki grafik yang sama.

Definisi
Suatu fungsi f: A → B adalah suatu relasi A ke B (artinya suatu subhimpunan A x B) sedemikian rupa
sehingga setiap a ∈ A menjadi bagian dari suatu pasangan berurut unik (a, b) dalam f

Contoh :
Misalkan f: A → B sebagai suatu fungsi yang didefinisikan dalam gambar berikut :

a r
b s
c t
d u

Maka grafik f adalah sebagai berikut : {(a, s) , (b, u), (c, r), (d, s)}

Fakultas Teknik – Universitas Muhammadiyah Tangerang 20


Matematika Diskrit

6.2 Fungsi Matematis

Subbab ini akan membahas berbagai fungsi matematis yang seringkali digunakan dalam analisis
algoritma, dan dalam teknologi informatika secara umum, bersama-sama notasinya.

Fungsi Nilai Integer dan Absolut


Misalkan x sebagai sembarang bilangan real. Nilai integer x yang dituliskan INT(x), mengubah x
menjadi integer dengan menghapus bagian pecahan dari bilangan tersebut.

INT(3,14) = 3, INT(√5) = 2, INT(-8,5) = -8

Perhatikan bahwa INT(x) = | x | atau INT(x) = | x | sesuai dengan apakah x memiliki nilai positif atau
negatif.
Nilai absolut dari bilangan real x yang dituliskan ABS(x) atau | x |didefinsikan sebagai nilai yang
terbesar diantara x atau –x. Jadi ABS(0) = 0 , untuk x ≠ 0, ABS(x) = x atau ABS(x) = -x, tergantung dari
apakah x adalah positif atau negatif. Jadi

|-15| = 15 ; |-3,33| = 3,33; | 4,44| = 4,44

Kita perhatikan bahwa | x | = |-x|, untuk x≠ 0, |x| adalah positf.

Fungsi Sisa dan Aritmatika Modular


Misalkan k sebagai sembarang integer dan M suatu integer positif, maka : K(mod M) akan
menotasikan sisa integer ketika k dibagi dengan M. Secara lebih tepatnya, k (mod M) adalah integer
r yang unik sedemikian sehingga
K = Mq + r dimana 0 ≤ r < M
Ketika k positif, k hanya perlu dibagi dengan M untuk memperoleh sisa r. Jadi
25 (mod 7) = 4, 25 (mod 5) = 0, 35 (mod 11) = 2

Jika k negatif, bagilah | k | dengan M untuk memperoleh sisa r’, maka k (mod M) = M – r’ ketika
r’ ≠ 0. Jadi -26 (mod 7) = 7-5 = 2, -371 (mod 8) = 8 – 3 = 5

Fungsi ekponensial
Ingatlah kembali definisi berikut untuk eksponen-eksponen integer (dimana m adalah suatu integer
positif):

am = a . a ...a (m kali), a0 = 1, a-m = 1/am

eksponen dapat diperluas untuk mencakup semua bilangan-bilangan rasional dengan


mendefinisikan, untuk sembarang bilangan rasional m/n
𝑛 𝑛
am/n = √𝑎 m = ( √𝑎 )m
contoh :
24 = 16, 2-4 = 1/24 = 1/16, 1252/3 = 52 = 25

Fakta bahwa eksponen dapat diperluas untuk semua bilangan real dengan mendefinisikan untuk
sembarang bilangan real x.
Ax = lim ar dimana r adalah suatu bilangan rasional
r→x

Oleh karena itu fungsi ekponensial f(x) = ax terdefinisikan untuk semua bilangan real.

Fakultas Teknik – Universitas Muhammadiyah Tangerang 21


Matematika Diskrit

6.3 Fungsi Logaritmis

Logaritma berelasi dengan eksponen sebagai berikut, Misalkan b sebagai suatu bilangan positif,
logaritma dari swembarang bilangan positif x dengan basis b, yang dituliskan :
Logb x
Merepresentasikan eksponen di mana nilai b dipindah untuk memperoleh nilai x. Artinya
Y = logb x dan by = x
Adalah dua pernyataan yang ekuivalen. Oleh karena itu :
log2 8 = 3 karena 23 = 8
log2 64 = 6 karena 26 = 64
log10 100 = 2 karena 102 = 100
log10 0,001 = -3 karena 10-3 = 0,001

Untuk sembarang basis b, kita memiliki b0 = 1 dan b1 = b jadi logb 1 = 0 dan logb b = 1
Seringkali algoritma diekspresikan dengan menggunakan nilai-nilai aproksimasi.
Sebagai contoh menggunakan tabel atau kalkulator kita memperoleh
Log10 300 = 2,4771 dan loge 40 = 3,6889
Sebagai jawaban aproksimasi. (disini e = 2,718281...)

Ada tiga kelas logaritma yang sangat penting yaitu logaritma berbasis 10 yang disebut logaritma
umum, logaritma berbasis e yang disebut logaritma natural dan logaritma berbasis 2 yang disebut
logaritma biner.

6.4 Fungsi Algoritma

Suatu algoritma M adalah suatu daftar langkah demi langkah yang terhingga dari instruksi-instruksi
yang terdefinisikan dengan jelas yang dipakai untuk memecahkan suatu permasalahan tertentu,
misalnya untuk mementukan output f(X) untuk suatu fungsi f dengan input X. Seringkali ada lebih
dari satu cara untuk memperoleh f(X), seperti diilustrasikan oleh contoh-contoh berikut. Pemilihan
untuk memakai sesuatu algoritma M tertentu untuk memperoleh f(X) dapat tergantung dari
“efisiensi” atau “kompleksitas” algoritma tersebut.

Contoh :
Misalkan suatu polinomial f(X) dan nilai x = a yang diketahui, kita ingin menentukan f(a), misalnya.

f(x) = 2x3 – 7x2 + 4x – 15 dan a = 5

Ini dapat dilakukan dengan dua cara berikut ini.

a. Metode langsung
Di sini kita mensubstitusi a = 5 langsung ke dalam polinomial tersebut.
f(5) = 2(125) – 7(25) + 4(5) -7 = 250 -175 + 20 – 5 = 80

b. Metode horner atau pembagian sintetis


Di sini kita menuliskan ulang polinomial tersebut dengan berturut-turut menjabarkan faktor x
sebagai berikut :
f(x) = (2x2 – 7x + 4)x -15 = ((2x – 7)x + 4)x – 15
maka
f(5) = ((3)5 + 4)5 – 15 = (19)5 – 15 = 95 -15 = 80

Fakultas Teknik – Universitas Muhammadiyah Tangerang 22


Matematika Diskrit

7. MATRIKS

Suatu matriks A adalah suatu larik bilangan berbentuk persegi empat yang dituliskan dalam bentuk

a11 a12 ... a1n


A = a21 a22 ... a2n
............
am1 am2 ... amn

daftar m bilangan ke arah horisontal disebut sebagai baris dari A dan daftar n ke arah vertikal
disebut sebagai kolom.
Suatu matriks dengan m baris dan n kolom disebut matriks m x n.
Dua matriks A dan B dikatakan sama atau A = B, jika matriks tersebut memiliki ukuran yang sama dan
elemen-elemen yang saling bersesuaian.
Suatu matriks yang memeiliki hanya satu baris disebut matriks baris atau vektor baris, matriks yang
hanya memiliki satu kolom disebut matriks kolom atau vektor kolom. Suatu matriks yang semua
elemen-elemennya nol disebut matriks nol.

Contoh :

1. Larik persegi empat A = 1 -4 5 adalah suatu matriks 2x3. Baris-barisnya adalah


0 3 -2
[1, -4, 5] dan [0, 3, -2] dan kolomnya adalah 1 -4 5
0 3 -2

2. Matriks nol 2x4 adalah matriks 0 = 0 0 0 0


0 0 0 0

3. Misalkan x + y 2z + 1 3 7
x-y z–1 1 5

maka keempat entri yang bersesuaian harus sama, artinya


x + y = 3, x – y = 1, 2z + 1 = 7, z – 1 = 5
sistem dari persamaan ini adalah x = 2, y = 1, z = 4, t = -1

7.1 Perkalian Matriks

Hasil kali AB dari suatu matriks baris A = [ aij ] dan suatu kolom B = [ bij ] yang memiliki jumlah elemen
yang sama didefinisikan sebagai :
b1
n
b2
AB = [ a1, a2, ..., an ] = a1b1 + a2b2 + .... + anbn = Σ akbk
.. k=0
bn
Artinya AB diperoleh dengan mengalikan entri-entri yang bersesuaian dalam A dan B dan lalu
menjumlahkan semua hasil-hasil kalinya. Hasil kali AB tidak terdefinisikan ketika A dan B memiliki
jumlah elemen yang berbeda.

Fakultas Teknik – Universitas Muhammadiyah Tangerang 23


Matematika Diskrit

Definisi :
Misalkan A = [aik] dan B = [bkj] adalah matriks di mana jumlah kolom dari A sama dengan jumlah
baris dari B, katakanlah A adalah suatu matriks m x p dan B adalah suatu matriks p x n, maka hasil
kali AB adalah matriks m x n atau matriks C = [cij] yang entri ij nya diperoleh dengan cara mengalikan
baris k i dari A dengan kolom ke j dari B.

7.2 Perkalian matriks dan sistem persamaan linier

Setiap sistem persamaan linier S adalah ekuivalen dengan persamaan matriks AX = B di mana A
adalah matriks yang terdiri dari koefisien-koefisien, x adalah vektor kolom variabel yang dicari dan B
adalah vektor kolom konstanta.

x + 2y – 3z = 4
5x – 6y + 8z = 9

Adalah ekuivalen terhadap

1 2 -3 x = 4
5 -6 8 y = 9
z

Sistem persamaan linier tersebut di atas sepenuhnya ditentuan oleh matriks

1 2 -3 4
M = [A, B] =
5 -6 8 9

Yang disebut sebagai matriks perluasan (augmented) dari sistem tersebut.

7.2 Matriks Bujur Sangkar

Suatu matriks yang memiliki jumlah baris dan kolom yang sama disebut matriks bujur sangkar. Suatu
matriks bujur sangkar dengan n baris dan n kolom dikatakan memiliki ordo n dan disebut sebagai
matriks bujur sangkar-n.
Matriks unit bujur sangkar-n yang dinotasikan dengan In, atau I saja adalah matriks bujur sangkar
yang memiliki bilangan 1 disepanjang diagonalnya dan angka 0 ditempat lainnya. Matriks unit I
memainkan peran yang sama dalam perkalian matriks seperti bilangan 1 dalam perkalian biasa.

AI = IA = A

Misalkan matriks-matriks

1 -2 0 1 0 0 0
0 -4 -6 dan 0 1 0 0
5 3 2 0 0 1 0
0 0 0 1

Keduanya adalah matriks bujur sangkar. Yang pertama memiliki ordo 3 dan diagonalnya terdiri dari
elemen-lemen 1, -4, 2 sehingga trace-nya adalah 1 - 4 + 2 = -1. Matriks yang kedua memiliki ordo 4

Fakultas Teknik – Universitas Muhammadiyah Tangerang 24


Matematika Diskrit

diagonalnya terdiri dari bilangan 1 dan di tempat lainnya hanya ada bilangan 0, jadi matriks yang
kedua adalah matriks unit dengan ordo 4.

7.3 Aljabar Matriks-matriks Bujur Sangkar

Misalkan A sebagai matriks bujur sangkar, maka kita dapat mengalikan A dengan dirinya sendiri,
bahkan dapat membentuk pengkat nonnegatif dari A sebagai berikut :

A2 = A.A, A3 = A2.A, ... An+1 = AnA, ... dan A0 = I ( jika A≠ 0)

Polinomial-polinomial dalam matriks A juga terdefinisikan, untuk sembarang polinomial

f(x) = a0 + a1x + a2x2 + ... + anxn

di mana ai adalah skalar, didefinisikan f(A) sebagai matriks

f(A) = a0I + a1A + a2A2 + ... + anAn

Perhatikan bahwa f(A) dengan cara mensubstitusi variabel x dengan matriks A dan menggantikan
suku skalar a0 dengan matriks skalar a0I. Dalam kasus di mana f(A) adalah matriks nol, matriks A
disebut sebagai nol atau skalar dari polinomial f(A).

Misalkan A = 1 2 maka
3 -4

A2 = 1 2 1 2 = 7 16
3 -4 3 -4 -9 22

7 16 1 2 -11 38
A3 = A2A = =
-9 22 3 -4 57 -106

Misalkan f(x) = 2x2 – 3x + 5 maka


7 16 1 2 1 0 16 -18
F(A) = 2 -3 +5 =
-9 22 3 -4 0 1 -27 61

7.4 Invers

Suatu matriks bujur sangkar A disebut invertibel jika ada suatu matriks B sedemikian sehingga
AB = BA = I, (matriks identitas)
Matriks B yang demikian bersifat unik, matriks tersebut disebut invers dari A dan dinotasikan dengan
A-1.
B adalah invers dari A jika dan hanya jika A adalah invers dari B.

A= 2 5 dan B = 3 -5
1 3 -1 2
Maka
6 - 5 -10 + 10 1 0 6-5 15 - 15 = 1 0
AB = = dan BA =
3 – 3 -5 + 6 0 1 -2 + 2 -5 + 6 0 1

Fakultas Teknik – Universitas Muhammadiyah Tangerang 25


Matematika Diskrit

7.5 Determinan

Untuk setiap matriks bujur sangkar-n A = [aij] kita memberikan suatu bilangan spesifik yang disebut
determinan dari A dan dinotasikan dengan det(A) atau |A|

Determinan dengan ordo 2 didefinisikan sebagai berikut :


a11 a12
= a11.a22 – a12.a21
a21 a22

Determinan dengan ordo 3 didefinisikan sebagai berikut :

a11 a12 a13


a21 a22 a23 = a11.a22.a33 + a12.a23.a31 + a13.a21.a32 – a13.a22.a31 – a12.a21.a33 – a11.a23.a32
a31 a32 a33

Contoh :
5 4
= 5(3) – 4(2) = 15 – 8 = 7
2 3

Fakultas Teknik – Universitas Muhammadiyah Tangerang 26


Matematika Diskrit

7.6 Transformasi (operasi) Elemanter pada Baris dan Kolom Suatu Matriks

Yang dimaksud dengan transformasi elementer pada baris/kolom suatu matriks A adalah sebagai
berikut :

(1.a) Penukaran tempat baris ke-i dan baris ke-j, artinya baris ke-i dijadikan baris ke-j dan baris ke-j
dijadikan baris ke-i, dinotasikan dengan Hij (A)

Contoh :

A = 3 1 4 maka H12 (A) = 2 1 1 H23 (A) = 3 1 4


2 1 1 3 1 4 3 0 1
3 0 1 3 0 1 2 1 1

(1.b) Penukaran tempat kolom ke-i dan kolom ke-j, artinya kolom ke-i dijadikan kolom ke-j dan
kolom ke-j dijadikan kolom ke-i, dinotasikan dengan Kij (A)

Contoh :

A = 3 1 4 maka K12 (A) = 4 1 3 K23 (A) = 3 4 1


2 1 1 1 1 2 3 1 1
3 0 1 1 0 3 2 1 0

(2.a) Memperkalikan baris ke-i dengan skalar λ ≠ 0, dinotasikan dengan Hi(λ) (A).

Contoh :

A = 3 1 4 maka H2(-2) (A) = 3 1 4 H3(1/2) (A) = 3 1 4


2 1 1 -4 -2 -2 2 1 1
3 0 1 3 0 1 3/2 0 1/2

(2.b) Memperkalikan kolom ke-i dengan skalar λ ≠ 0, dinotasikan dengan Hi(λ) (A).

Contoh :

A = 3 1 4 maka K3(2) (A) = 3 1 8 K1(-1) (A) = -3 1 4


2 1 1 2 1 2 -2 1 1
3 0 1 3 0 2 -3 0 1

(3.a) Menambah baris ke-i dengan λ kali baris ke-j, dinotasikan dengan Hij(λ) (A).

Contoh :

A = 3 1 4 maka H31(1) (A) = 3 1 4 H23(-1) (A) = 3 1 4


2 1 1 2 1 1 -1 1 0
3 0 1 6 1 5 3 0 1

Fakultas Teknik – Universitas Muhammadiyah Tangerang 27


Matematika Diskrit

(3.b) Menambah kolom ke-i dengan λ kali kolom ke-j, dinotasikan dengan Kij(λ) (A).

Contoh :

A = 3 1 4 maka K23(-2) (A) = 3 -7 4 K21(2) (A) = 3 7 4


2 1 1 2 -1 1 2 5 1
3 0 1 3 -2 1 3 6 1

Invers suatu transformasi elementer juga merupakan suatu transformasi elementer, sebagai
berikut :

(1) A = Hij-1 (B) = Hij (B)


A = Kij-1 (B) = Kij (B)

(2) A = Hi(λ)-1 (B) = Hi(1/λ) (B)


A = Ki(λ)-1 (B) = Ki(1/λ) (B)

(3) A = Hij(λ)-1 (B) = Hij(-λ) (B)


A = Kij(λ)-1 (B) = Kij(-λ) (B)

Contoh :

Misal B = H23(1) (A) = 1 2 1 1 maka : A = H23(1)-1 (B) = H23(-1) (B) = 1 3 1 1


2 1 4 2 2 -2 3 0
0 3 1 2 0 3 1 2

Misal B = H3(4) (A) = 2 1 maka : A = H3(4)-1 (B) = H3(1/4) (B) = 2 1


1 3 1 3
8 16 2 4

7.7 Matriks Ekivalen

Dua matriks A dan B dikatakan ekivalen (A ͠ B) apabila salah satunya dapat diperoleh dari yang lain
dengan transformasi-transformasi elementer terhadap baris dan atau kolom. Kalau transformasi-
transformasi elementernya pada baris saja maka dikatakan ekivalen baris, kalau pada kolom saja
maka dikatakan ekivalen kolom.

Contoh :

A = 2 3 1 dan B = 4 1 0 adalah ekivalen baris, karena B = H12 (A)


4 1 0 2 3 1

A = 3 0 2 1 dan B = 5 1 3 1 ekivalen karena :


4 1 3 2 3 0 2 1

A = 3 0 2 1 K12(1) 3 0 2 1 K42(-1) 3 0 2 1 H12 5 1 3 1 = B


4 1 3 2 ͠ 5 1 3 2 ͠ 5 1 3 1 ͠ 3 0 2 1

Fakultas Teknik – Universitas Muhammadiyah Tangerang 28


Matematika Diskrit

8. ALJABAR BOOLEAN

Aljabar Boolean merupakan sistem matematika yang didasarkan pada logika. Alasan yang dapat
dikemukakan atas pemakaian aljabar Boolean adalah :
 Rangkaian logika (digital) dibentuk dari beberapa gabungan komponen elektronika yang
terdiri atas bermacam-macam gerbang dan komponen lain.
 Rangkaian logika bersifat komplek dan rumit.
 Diperlukan teknik penyelesaian dengan sifat-sifat persamaan Aljabar Boolean.
 Operasi penjumlahan dilakukan dengan menggunakan gerbang OR.
 Operasi perkalian dilakukan dengan menggunakan gerbang AND.

Salah satu kegunaan aljabar Boolean adalah untuk menyederhanakan suatu persamaan logika.
Terdapat aturan dasar yang digunakan untuk memanipulasi ekspresi Boolean yang berbeda.

Gerbang OR Gerbang AND Gerbang NOT


A+0 = A A.0 = 0 A+A = 1
A+1 = 1 A.1 = A A.A = 0
A+A = A A.A = A A = A
A+A = 1 A.A = 0

Hukum-hukum Aljabar Boolean

1. Hukum asosiatif
(A + B) + C = A + (B + C)
(AB) C = A (BC)

2. Hukum komutatif
A+B=B+A
AB = BA

3. Hukum distributif
A (B + C) = AB + AC

4. Hukum De Morgan
ABC... = A + B + C + ...
A + B + C + ... = A + B + C + ...

5. Identitas pembantu
A + AB = A
A + AB = A + B
(A + B) (A + C) = A + BC
A (A + B) = A
A (A + B) = AB
(A + B) (A + B) = A
AB + AC = (A + C) (A+ B)
(A + B) (A + C) = AC + AB
AB + AC + BC = AB + AC
(A + B) (A + C) (B + C) = (A + B (A + C))

Fakultas Teknik – Universitas Muhammadiyah Tangerang 29


Matematika Diskrit

Contoh soal

1. Sederhanakan persamaan di bawah ini.

Y=A B + A B + A B

Disederhanakan menjadi :
Y = AB + AB + AB
= B (A + A) + A (B + B)
= B (1) + A (1)
= A+B

Implementasi persamaan tersebut dengan menggunakan rangkaian logika adalah sebagai


berikut :

Rangkaian sebelum disederhanakan :


A
B

Y = AB + AB + AB

Rangkaian setelah disederhanakan :

A Y=A+B
B

Catatan :
Dalam melakukan penyederhanaan dengan metode ini harus teliti agar tidak terjadi kesalahan
tulis.
Hasil akhir harus dicek dengan tabel kebenaran.

2. Buktikan bahwa A C + A B C = A C
Jawab :
Y = AC + ABC
= A C (1 + B)
= AC.1 =AC
Jadi AC+ABC=AC

Fakultas Teknik – Universitas Muhammadiyah Tangerang 30


Matematika Diskrit

9. TEKNIK IMPLEMENTASI

Teknik implementasi adalah suatu cara untuk merealisasikan suatu persamaan logika kedalam
bentuk rangkaian logika.
Terdapat 2 cara penurunan persamaan logika yaitu :
1. Sum of Product (SOP)
2. Product of Sum (POS)

9.1 Sum Of Product (SOP)

Metode SOP dilakukan dengan cara menjumlahkan beberapa suku. Masing-masing suku bisa terdiri
dari beberapa komponen atau variabel dan atau komplemennya.

Contoh penurunan SOP dari tabel kebenaran

A B C Y
0 0 0 0
0 0 1 1
0 1 0 1
0 1 1 0
1 0 0 0
1 0 1 1
1 1 0 0
1 1 1 1

Persamaan keluaran dan disederhanakan sebagai berikut :

Y =ABC + ABC + ABC + ABC


= B C (A + A) + A B C + A B C
=BC + ABC + ABC
= C (B + A B) + A B C
= C (B + A) + A B C
=AC + BC + ABC

Dari tabel kebenaran diperoleh persamaan Y = A C + B C + A B C , persamaan ini terdiri dari 3 suku.
Jadi Y merupakan penjumlahan dari suku-suku hasil perkalian, oleh karena itu disebut sebagai Sum
of Product (SOP).
Suku-suku pada Y adalah yang mempunyai logika 1 pada tabel kebenaran.

9.2 Product of Sum (POS)

Metode ke dua untuk menurunkan persamaan logika adalah dengan product of sum (POS).
Dalam metode ini persamaan output merupakan perkalian beberapa suku dapat berupa variabel
tunggal atau penjumlahan beberapa variabel, suatu variabel dan atau dalam bentuk komplemen.

Fakultas Teknik – Universitas Muhammadiyah Tangerang 31


Matematika Diskrit

Contoh penurunan POS dari tabel kebenaran

A B C Y
0 0 0 0
0 0 1 1
0 1 0 1
0 1 1 0
1 0 0 0
1 0 1 1
1 1 0 0
1 1 1 1

Persamaan keluaran dan disederhanakan sebagai berikut :

F = (A + B + C) . (A + B + C) . (A + B + C) . (A + B + C)
= (A + B + C) . (A + B + C) . (A + B + C) . (A + B + C)
= ((B + C) + (A . A)) . ((A + C) + (B . B)) . (A + B + C)
= (B + C) . ( A + C) . (A + B + C)
Persamaan dalam bentuk POS didapat langsung dengan cara mengalikan suku-suku hasil
penjumlahan variabel-variabel input yang mempunyai logika output 0 (level rendah).
Saat A=0, B=0, C=0 output Y=0, dari sini diperoleh suku (A + B + C).
Output akhir merupakan produk dari penjumlahan variabel-variabel tersebut, oleh karena itu
disebut Product of Sum (POS).

9.3 Representasi numerik persamaan SOP

Penyederhanaan penulisan untuk persamaan yang panjang dilakukan dengan representasi numerik.
Caranya adalah dengan mencari nilai biner dari masing-masing suku, kemudian mengubah nilai biner
tersebut kedalam bentuk desimal.
Tanda sigma (Ʃ) digunakan sebagai pengganti operator penjumlahan (operasi penjumlahan OR).

Contoh :
Y = ABC + ABC + ABC + ABC

Disingkat menjadi

F = (ABC) = Ʃ (1,3,5,7)

Dimana :
Angka 1 menggantikan suku ABC : 001
Angka 3 menggantikan suku ABC : 011
Angka 5 menggantikan suku ABC : 101
Angka 7 menggantikan suku ABC : 111

Pada persamaan SOP setiap suku yang mempunyai jumlah variabel lengkap disebut minterm
(disingkat m). Untuk membedakan setiap minterm digunakan indeks sesuai nilai desimalnya.

Fakultas Teknik – Universitas Muhammadiyah Tangerang 32


Matematika Diskrit

Jadi untuk contoh di atas dapat ditulis sebagai : m1 simbol dari A B C, m3 simbol dari A B C,
m5 simbol dari A B C, m7 simbol dari A B C.
Jadi representasi numerik persamaan di atas adalah F (A B C) = m1 + m3 = m5 + m7 .

9.4 Representasi numerik persamaan POS

Caranya adalah dengan mencari nilai ekivalen biner dari masing-masing suku kemudian mengubah
biner tersebut ke bentuk desimal. Tanda π (phi) digunakan sebagai pengganti operasi perkalian
(operasi logika AND).

Contoh :

Persamaan POS berbentuk :


Y = (A + B + C) + (A + B + C) + (A + B + C) + (A + B + C)
Ditulis menjadi :
F = (A, B, C) = π (0,2,4,6)

Setiap suku yang mempunyai jumlah variabel lengkap disebut maxterm (disingkat M), untuk
membedakan setiap maxterm digunakan index sesuai desimalnya.

M0 simbol dari (A + B + C)
M2 simbol dari (A + B + C)
M4 simbol dari (A + B + C)
M6 simbol dari (A + B + C)

Jadi presentasi numerik persamaan di atas adalah F (A, B, C) = M0 * M2 * M4 * M6

Fakultas Teknik – Universitas Muhammadiyah Tangerang 33


Matematika Diskrit

10. TEKNIK PENYEDERHANAAN

Untuk membuat rangkaian digital lebih efisien, dapat dilakukan dengan penyederhanaan
(minimisasi) suatu persamaan logika.
Menyederhanakan persamaan logika merupakan langkah yang sangat penting dalam teknik
perencanaan sistem digital.
Dengan meyederhanakan persamaan logika sebelum diimplementasikan (direalisasikan) ke dalam
bentuk rangkaian logika, dapat diperoleh beberapa keuntungan, yaitu :
 Mengurangi jumlah komponen yang dipakai;
 Mengurangi jumlah biaya yang diperlukan;
 Waktu yang diperlukan untuk menyusun rangkaian logika lebih singkat;
 Respon (tanggapan) rangkaian menjadi lebih cepat karena delay (waktu tunda) rangkaian
berkurang;
 Ukuran fisik rangkaian jadi lebih kecil;
 Bobot rangkaian lebih ringan;
 Rangkaian akan lebih mudah dianalisa.

10.1 Tabel kebenaran

Tabel kebenaran dan aljabar boolean merupakan dua hal yang terkait erat. Artinya bisa ditulis tabel
kebenaran dari aljabar boolean dan atau ditulis aljabar boolean dari tabel kebenaran yang diberikan.
Umumnya dalam perancangan sistem logika, dimulai dari menyusun tabel kebenaran. Tabel
kebenaran tersebut menggambarkan hasil operasi suatu rangkaian digital.

Contoh :
Diberikan pada persamaan dalam aljabar Boolean sebagai berikut

Y = C.B.A + C.B.A + C.B.A + C.B.A

Buatlah tabel kebenarannya dari soal tersebut.


Jawab :

Input Output
C B A Y
0 0 0 0
0 0 1 1
0 1 0 0
0 1 1 0
1 0 0 0
1 0 1 1
1 1 0 1
1 1 1 1

Fakultas Teknik – Universitas Muhammadiyah Tangerang 34


Matematika Diskrit

10.2 Teori peta Karnaugh (K-map)

Metode penyederhanaan persamaan logika dengan menggunakan Aljabar Boolean relatif mudah
untuk persamaan-persamaan logika yang sederhana (terdiri dari dua atau tiga variabel), namun
untuk persamaan logika yang memiliki empat variabel atau lebih, proses penyederhanaannya
dengan dengan Aljabar Boolean menjadi kurang praktis.

Metode penyederhanaan persamaan logika dengan karnaugh Mapp (K-map) umumnya lebih praktis
dan lebih disukai untuk jumlah variabel masukan tidak terlalu banyak (tidak lebih dari 6 variabel).
Keuntungan menggunakan K-map adalah dapat dihasilkan persamaan elementer (tidak dapat
disederhanakan lagi).

Prosedur pemakaian metode K-map :


 Menyususn tabel kebenaran dari persamaan yang diminta;
 Menggambarkan logika 1 peta karnaugh dan memberi nomor kotak;
 Meletakkan nilai input dari tabel kebenaran pada kota k K-map yang sesuai;
 Melingkari sebanyak 2, 4 atau 8 satuan yang berdekatan dengan lingkaran tegak atau
horizontal;
 Menghilangkan variabel yang bertemu dengan komplemennya;
 Menuliskan persamaan mintern dari K-map menjadi persamaan yang paling sederhana.

K-map 2 variabel

B
A 0 1
0 1
0
2 3
1

Catatan : Nomor kotak ditulis dengan desimal.

K-map 3 variabel

BC
A 00 01 11 10
0 1 3 2
0
4 5 7 6
1

K-map 4 variabel

CD
AB 00 01 11 10
0 1 3 2
00
4 5 7 6
01
12 13 15 14
11
8 9 11 10
10

Fakultas Teknik – Universitas Muhammadiyah Tangerang 35


Matematika Diskrit

K-map 5 variabel

CDE
AB 000 001 011 010 110 111 101 100
00 0 1 3 2 6 7 5 4
01 8 9 11 12 14 15 13 12
11 24 25 27 26 30 31 29 28
10 16 17 19 18 22 23 21 20

K-map 6 variabel

DEF
ABC 000 001 011 010 110 111 101 100
0 1 3 2 6 7 5 4
000
8 9 11 12 14 15 13 12
001
24 25 27 26 30 31 29 28
011
16 17 19 18 22 23 21 20
010
48 49 51 50 54 55 53 52
110
56 57 59 58 62 63 61 50
111
40 41 43 42 46 47 45 44
101
32 33 35 34 38 39 37 36
100

Aturan penyederhanaan persamaan logika dengan K-map :

1) Untuk persaman logika yang terdiri dari n variabel diperlukan K-map dengan 2n kotak.
2) Penyederhanaan dilakukan dengan menggabungkan kotak-kotak yang bersebelahan dengan
anggota sebanyak 2m kotak dan formasi kotak membentuk segi empat.
3) Setiap kelompok dalam K-map akan membentuk satu suku dalam persamaan hasil
penyederhanaan dan jumlah variabel yang terkandung dalam suatu suku tergantung pada
jumlah kotak atau daerah dalam suatu kelompok.
4) Dengan n variabel suatu kelompok yang mempunyai 2m kotak merupakan suatu suku dengan
(n-m) variabel.
5) Jumlah kelompok harus dibuat seminimal mungkin, semua logik 1 harus dikelompokkan.
6) Jumlah anggota dalam suatu kelompok harus dibuat semaksimal mungkin,jika bisa
dikelompokkan sebanyak 4 logik 1 pengelompokan 2 tidak dipilih.
7) Proses pengelompokkan dilakukan sampai seluruh kotak yang berlogik 1 tergabung dalam
pengelompokkan.

Fakultas Teknik – Universitas Muhammadiyah Tangerang 36


Matematika Diskrit

Contoh :
Bila diberikan tabel kebenaran, kita dapat langsung menuliskan persamaan logika outputnya dalam
bentuk Sum of Peoduc (SOP)

Persamaan output dalam bentuk SOP

X=ABC + ABC + ABC + ABC + ABC


1 2 3 4 5

Skema K-map dan persamaan basic penyederhanaan adalah :


BC
A 00 01 11 10
0 1 3 2

0 1 1 1
4 5 7 6
1 1
1

X = AB + BC + AB

Hasil penggabungan kotak nomor 4 dan 5 menghasilkan suku A B, gabungan kotak nomor 1 dan 5
menghasilkan suku B C dan gabungan kotak nomor 2 dan 3 menghasilkan suku A B. Setelah proses
penyederhanan maka persamaan output logika untuk X = A B + B C + A B.

Tabel kebenaran

A B C X
0 0 0 0
0 0 1 1
0 1 0 1
0 1 1 1
1 0 0 1
1 0 1 1
1 1 0 0
1 1 1 0

Fakultas Teknik – Universitas Muhammadiyah Tangerang 37


Matematika Diskrit

11. POHON BINER

Pohon biner adalah suatu struktur dasar dalam matematika dan informatika. Suatu pohon biner T
didefinisikan sebagai suatu himpunan terhingga dari elemen-elemen yang disebut simpul (node)
sedemikian sehingga :
T adalah kosong (disebut pohon nol atau pohon kosong)
T memiliki simpul khusus R yang disebut akar dari T , dan simpul-simpul yang lain dari membentuk
suatu pasangan terurut dari dari pohon-pohon biner terpisah T1 dan T2.

Jika T memiliki akar R, maka kedua pohon T1 dan T2 masing-masing disebut sebagai subpohon kiri
dan kanan dari R.

11.1 Ekspresi Aljabar dan Notasi Polandia

Misalkan E sebgai ekspresi aljabar yang hanya menggunakan operasi-operasi biner, misalnnya :
E = (a – b) / ((c x d) + e)
Maka E dapat direpresentasikan oleh suatu pohon dimana variabel-variabel dalam E muncul sebagai
simpul-simpul eksternal, dan operasi-operasi dalam E muncul sebagai simpul-simpul internal.
Matematikawan Polandia Lukasiewiez memperhatikan bahwa dengan menempatkan simbol operasi
biner di depan argumen-argumennya, yaitu :
+ab dan bukan a + b
Kita tidak perlu menggunakan tanda kurung. Notasi ini disebut notasi Polandia dalam bentuk awalan.
Kita juga dapat menempatkan simbol-simbol di belakang argumen-argumennya yang disebut notasi
Polandia dalam bentuk akhiran.

- +

a b x e

c d

11.2 Penelusuran pohon biner

Ada tiga macam penelusuran pohon biner yaitu :


1. Preorder : hasilnya disebut bentuk prefix
2. Inorder : hasilnya disebut bentuk infix
3. Postorder : hasilnya disebut bentuk postfix

Fakultas Teknik – Universitas Muhammadiyah Tangerang 38


Matematika Diskrit

Proses penelusuran
1. Preorder : akar, kiri, kanan
2. Inorder : kiri, akar, kanan
3. Postorder : kiri, kanan, akar

Contoh 1 :
A

B C

D E F

Preorder :ABDECF
Inorder :DBEAFC
PostOrder :DEBFCA

Contoh 2 :
/

x +

A B C D

Prefix : / x A B + C D
Infix :AxB/C+D
Postfix : A B x C D + /

11.3 Kedalaman pohon biner

1. Pada level k jumlah simpul : n = 2^k


2. Jumlah seluruh simpul pada kedalaman d : n = 2^(d+1) - 1
3. Jumlah simpul daun pada kedalaman d : n = 2^d

Fakultas Teknik – Universitas Muhammadiyah Tangerang 39


Matematika Diskrit

8. SIFAT-SIFAT INTEGER

8.1 Induksi Matematika

Prinsip induksi matematika pada intinya menekankan bahwa integer-integer positif N dimulai
dengan angka 1 dan sisanya diperoleh dengan cara menambahkan 1 berturut-turut, dan seterusnya.
Prinsip ini memberikan arti pada istilah “dan seterusnya”.

Prinsip induksi matematika :


Misalkan S sebagai auatu himpunan integer-integer positif dengan dua sifat berikut :
(i) 1 adalah bagian dari S
(ii) Jika k adalah bagian dari S, maka k + 1 adalah bagian dari S

Maka S adalah himpunan semua integer positif.

Misalkan P sebagai suatu proposisi yang didefinisikan pada integer-integer n ≥ 1 sedemikian


sehingga :
(i) P(1) adalah benar
(ii) P(k + 1) adalah benar kapanpun P(k) adalah benar.

Maka P adalah benar untuk setiap integer n ≥ 1.

Contoh :

1. Misalkan P sebagai proposisi bahwa hasil penjumlahan n bilangan-bilangan ganjilpertama


adalah n2, artinya :

P(n) = 1 + 3 + 5 + ...+ (2n -1) = n2


Bilangan ganjil ke-n adalah 2n – 1 dan bilangan ganjil berikutnya adalah 2n + 1. Jadi P(n) adalah
benar untuk n = 1 yang artinya P(1): 1 = 12

Fakultas Teknik – Universitas Muhammadiyah Tangerang 40


Matematika Diskrit

Misalkan P(k) adalah benar. (ini disebut hipotesis induksi) maka dengan menambahkan 2k + 1
ke kedua sisi dari P(k) akan diperoleh
1 + 3 + 5 + ... + (2k - 1) + (2k + 1) = k2 + (2k +1) = (2k + 1)2

2. Simbol n! Didefinisikan sebagai hasil kali dari n integer – integer positif pertama.
1! = 1, 2! = 2 . 1 = 2, 3! = 3 . 2 . 1 = 6, dan seterusnya.
Dapat didefinisikan secara formal sebagai berikut :
1! = 1 dan (n + 1)! = (n + 1)(n!), untuk n > 1
Perhatikan bahwa jika S adalah himpunan integer-integer positif di mana ! didefinisikan, maka S
memenuhi kedua sifat induksi matematika. Jadi definisi di atas mendefinisikan ! untuk setiap
integer positif.

8.2 Faktor Persekutuan Terbesar

Misalkan a dan b adalah integer-integer dan bukan nol, suatu integer d disebut sebagai faktor
persekutuan dari a dan b jika d membagi kedua a dan b, artinya d | a dan d | b. Perhatikan bahwa 1
adalah faktor persekutuan positif dari a dan b. Sembarang faktor persekutuan dari a dan b tidak
dapat lebih besar dari |a| atau |b|. Jadi ada suatu faktor persekutuan terbesar dari a dan b.
Pembagi ini dinotasikan dengan
gcd(a, b)
dan disebut sebagai faktor persekutuan terbesar (greatest common divisor – gcd) dari a dan b.

Contoh :
Pembagi faktor persekutuan dari 12 dan 18 adalah 1, 2, 3, 6. Jadi gcd(12, 18) = 6. Dengan cara yang
sama gcd(12, -18) = 6, gcd(14, 49) = 7

8.3 Kelipatan persekutuan terkecil

Misalkan a dan b integer-integer bukan nol, perhatikan bahwa |ab| adalah suatu kelipatan
persekutuan positif dari a dan b. Jadi ada suatu kelipatan persekutuan positif terkecil dari a dan b.
Dinotasikan dengan
lem(a, b)
disebut sebagai kelipatan persekutuan terkecil (least common multiple – lem) dari a dan b.

Contoh :
Lem(2, 3) = 6, lem(4, 6) = 12, lem(9, 10) = 90

Fakultas Teknik – Universitas Muhammadiyah Tangerang 41


Matematika Diskrit

4. XXX
5. XXX
6. XXX
7. XXX
8. XXX
9. XXX
10. XXX
11. XXX
12. XXX
13. XXX
14. XXX

Fakultas Teknik – Universitas Muhammadiyah Tangerang 42

Anda mungkin juga menyukai