PENDAHULUAN
Pada bab pertama ini, kita akan membahas beberapa prasyarat yang diperlukan untuk
mempelajari analisis real. Bagian 1.1 dan 1.2 kita akan mengulang sekilas tentang aljabar
himpunan dan fungsi, dua alat yang penting untuk semua cabang matematika.
Pada bagian 1.3 kita akan memusatkan perhatian pada metoda pembuktian yang
disebut induksi matematika. Ini berhubungan dengan sifat dasar sistem bilangan asli, dan
walaupun penggunaannya terbatas pada masalah yang khusus tetapi hal ini penting dan
sering digunakan.
1.1. Aljabar Himpunan
Bila A menyatakan suatu himpunan dan x suatu unsurnya, kita akan tuliskan dengan
x∈ A untuk menyingkat pernyataan x suatu unsur di A, atau x anggota A, atau x
termuat di A, atau A memuat x. Bila x suatu unsur tetapi bukan di A kita tuliskan dengan
x∉ A . Bila A dan B suatu himpunan sehingga x∈ A mengakibatkan x∈ B
(yaitu, setiap unsur di A juga unsur di B), maka kita katakan A termuat di B, atau B
1.1.1. Definisi.
Dua himpunan A dan B dikatakan sama bila keduanya memuat unsur- unsur yang
sama. Bila himpunan A dan B sama, kita tuliskan dengan A=B
A ⊆B dan B ⊆ A
Suatu himpunan dapat dituliskan dengan mendaftar anggota-anggotanya, atau
dengan menyatakan sifat keanggotaan himpunan tersebut. Kata “sifat keanggotaan”
memang menimbulkan keraguan. Tetapi bila P menyatakan sifat keanggotaan (yang tak
bias artinya) suatu himpunan, kita akan tuliskan dengan { x|P( x) } untuk menyatakan
himpunan semua x yang memenuhi P. Notasi tersebut kita baca de- ngan “himpunan semua
x yang memenuhi (atau sedemikian sehinga) P”. Bila dirasa perlu menyatakan lebih khusus
unsur-unsur mana yang memenuhi P, kita dapat juga menuliskannya dengan
1.1.2. Contoh-contoh
yang memenuhi x 2−3 x +2=0 . Karena yang memenuhi hanya x=1 dan
x=2 , maka himpunan tersebut dapat pula kita tuliskan dengan {1,2} .
{ 2x|x∈N },
A ¿ :={x : x ∈ A , dan , x ∉ B}
Gambar 1.
1.1.4. Definisi.
Himpunan yang tidak mempunyai anggota disebut himpunan kosong, dituliskan
dengan { } atau ∅ . Bila A dan B dua himpunan yang tidak mempunyai un- sur
bersama (yaitu, A∩B=φ ), maka A dan B dikatakan saling asing atau disjoin.
Berikut ini adalah akibat dari operasi aljabar yang baru saja kita definisikan. Karena
buktinya merupakan hal yang rutin, ditinggalkan kepada pembaca sebagai latihan.
1.1.5. Teorema
Misalkan A,B dan C sebarang himpunan, maka
a)
A ∩ A=A , A ∪ A= A
b) A ∩ B=B ∩ A , A ∪ B=B ∪ A
c) ( A ∩ B ) ∩ C= A ∩ ( B ∩C ) , ( A ∪ B ) ∪C= A ∪(B ∪ C)
d) A ∩ ( B∪C )=( A ∩ B ) ∪ ( A ∩ C ) , A ∪ ( B ∩C )=( A ∪ B ) ∩(A ∪ C)
Kesamaan ini semua berturut-turut sering disebut sebagai sifat idempoten, komutatif,
asosiatif dan distributif, operasi irisan dan gabungan himpunan. Melihat kesamaan pada
teorema 1.1.4(c), biasanya kita tanggalkan kurung dan cukup ditulis dengan
A ∩ B∩ C, A ∪ B ∪C
Dimungkinkan juga untuk menunjukkan bahwa bila {A1,A2, ,An} merupakan koleksi
himpunan, maka terdapat sebuah himpunan A yang memuat unsur yang merupakan pa-
ling tidak unsur dari suatu Aj, j = 1,2,...,n ; dan terdapat sebuah himpunan B yang unsur-
unsurnya merupakan unsur semua himpunan Aj, j=1,2,...,n. Dengan menanggalkan kurung,
kita tuliskan dengan
A=A 1 ∪ A 2 ∪⋯ ∪ A n={ x|x ∈ A j untuk suatu j }
Aj ¿ Aj
Secara sama, bila untuk setiap j unsur di J terdapat himpunan , maka j ∈J
menyatakan himpunan yang unsur-unsurnya paling tidak merupakan unsur dari salah satu
¿ Aj
Aj. Sedangkan j ∈J , himpunan yang unsur-unsurnya adalah unsur semua Aj untuk j∈J.
1.1.6. Definisi.
Bila A dan B suatu himpunan, maka komplemen dari B relatif terhadap A, dituliskan
dengan A ¿ (dibaca “A minus B”) adalah himpunan yang unsur-unsurnya adalah
semua unsur di A tetapi bukan anggota B. Beberapa penulis menggunakan notasi
A−B atau A B. Dari definisi di atas, kita mempunyai
A \B={x ∈A |x∉B}
Seringkali A tidak dinyatakan secara eksplisit, karena sudah dimengerti/disepakati.
Dalam situasi begini A ¿ sering dituliskan dengan C (B) .
1.1.7. Teorema
( j=1
) j=1 ( )
ℓ intersect A j = ¿ ℓ( A j ),ℓ ¿ A j =intersect ℓ ( A j )
j=1 j=1
ℓ intersect A j = ¿ ℓ ( A j ) ,ℓ ( ¿ A j )=intersect ℓ ( A j )
( j=J ) j=J j=J j=J
14. Bila B1 dan B2 subhimpunan dari B dan B = B1 ∪ B2, tunjukkan bahwa
A×B = ( A×B1 )∪( A×B 2 ) .
1.2. FUNGSI
Sekarang kita kembali mendiskusikan gagasan fundamental suatu fungsi atau
pemetaan. Akan kita lihat bahwa fungsi adalah suatu jenis khusus dari himpunan,
walaupun terdapat visualisasi lain yang sering lebih bersifat sugesti. Semua dari
bagian terakhir ini akan banyak mengupas jenis-jenis fungsi, tetapi sedikit abstrak di-
bandingkan bagian ini. Bagi matematikawan abad terdahulu kata “fungsi” biasanya berarti
rumus tertentu, seperti
2
f (x )=x +3 x−5
yang bersesuaian dengan masing-masing bilangan real x dan bilangan lain f(x). Mung- kin
juga seseorang memunculkan kontroversi, apakah nilai mutlak h( x)=|x| dari suatu
bilangan real merupakan “fungsi sejati” atau bukan. Selain itu definisi |x| diberikan
pula dengan
Definisi Pertama :
1.2.1. Definisi.
Misalkan A dan B himpunan suatu fungsi dari A ke B adalah himpunan pasangan
berurut f di A ¿ B sedemikian sehingga untuk masing-masing a ∈ A terdapat
b ∈ B yang tunggal dengan (a , b),(a , b ’) ∈ f , maka b=b ’.
Himpunan A dari unsur-unsur pertama dari f disebut daerah asal atau
“domain” dari f, dan dituliskan D(f). Sedangkan unsur-unsur di B yang menjadi
unsur kedua di f disebut “range” dari f dan dituliskan dengan R(f). Notasi
f : A→ B
menunjukkan bahwa f suatu fungsi dari A ke B; akan sering kita katakan bahwa
f suatu pemetaan dari A ke dalam B atau f memetakan A ke dalam B. Bila (a,b)
suatu unsur di f, sering ditulis dengan
b=f ( a) Atau kadang kadang a ↦ b
Jika b=f ( a) , kita sering mengarahkan b sebagai nilai dari f di a, atau sebagai
1.2.2. Definisi
Bila E subhimpunan A, maka bayangan langsung dari E terhadap f adalah sub
himpunan f(E) dari B yang diberikan oleh
f (E )= { f ( x ): x ∈ E }
Bila H subhimpunan E, maka bayangan invers dari H terhadap f adalah
-1
subhim- punan f (H) dari A, yang diberikan oleh
1
f ( H )={x ∈ A :f ( x )∈ H }
Jadi bila diberikan himpunan E ⊆ A, maka titik y1 ∈ B di bayangan langsung f(E)
jika dan hanya jika terdapat paling tidak sebuah titik x 1∈ E sedemikian sehingga
f 1 (G)={x|−2≤x≤2} 1
. Jadi f (f ( E ))≠E .
-1
Disatu pihak, kita mempunyai f(f (G)) = G. Tetapi bila H={y|−1≤ y≤1} , maka
-1
kita peroleh f(f (H)) = {x 0 ≤ x ≤ 1} ≠ H.
f 1 (G∩H )⊆ f 1 (G)∩f 1 (H )
SIFAT-SIFAT FUNGSI
1.2.4. Definisi.
injeksi. Secara ekivalen, f injektif jika dan hanya jika f (x1) = f (x2)
x
f (x )= x 1 ,x 2 di A sehingga
x−1 . Untuk menunjukkan f injektif, asumsikan f
x1 x2
=
(x1) = f (x2). Maka kita mempunyai x 1 −1 x 2 −1 yang mengakibatkan (mengapa?)
x1 x2
=
bahwa x 1 −1 x 2 −1 dan dari sini x 1=x 2 . Karena itu adalah f injektif.
1.2.5. Definisi
terdapat x ∈ A sehingga f (x )= y .
Dalam pendefinisian fungsi, penting untuk menentukan domain dan himpunan
dimana nilainya diambil. Sekali hal ini ditentukan, maka dapat menanyakan apakah fungsi
tersebut surjektif atau tidak.
1.2.6. Definisi
Suatu fungsi f : A−→ B dikatakan bijektif bila bersifat injektif dan surjektif. Bila
f bijektif, kita sebut bijeksi.
Contoh
2x
f (x )=
Misalkan A :={x ∈ R : x≠1} dan ( x−1) untuk semua x ∈ A . Untuk
2 x1 2 x2
=
f ( x 1 )=f ( x 2 ) x 1 −1 x 2 −1
A dan kita asumsikan bahwa , maka kita memiliki
Maka secara tidak langsung x 1 ( x 2−1 )=x 2 ( x 1 −1) , dan oleh sebab itu x 1=x 2 .
y
x=
untuk x pada y . Kemudian kita memperoleh y−2 , dimana y≠2 . Maka
range dari f adalah himpunan B :={ y ∈ R : y≠2} . Maka f adalah fungsi bijectif
dari A pada B.
FUNGSI-FUNGSI INVERS
pertama dan kedua di f secara umum bukanlan fungsi. Tetapi, bila f injektif, maka
Misalkan f : A−→ B suatu fungsi injektif dengan domain A dan range R(f )
x
f (x )=
fungsi x−1 didefinisikan untuk x∈ A={x|x≠1} bersifat injektif. Tidak jelas
apakah range dari f semua (atau hanya sebagian) dari R. Untuk menentukannya kita
x y
y= x=
selesaikan persamaan x−1 dan diperoleh y−1 . Dengan informasi ini, kita
dapat yakin bahwa rangenya R(f )={y|y≠1} dan bahwa fungsi invers dari f
y
f 1 ( y)=
mempunyai domain {y|y≠−1} dan y−1 . Bila suatu fungsi injektif, maka
1
fungsi inversnya juga injektif. Lebih dari itu fungsi invers dari f adalah f sendiri.
Buktinya ditinggalkan sebagai latihan.
FUNGSI KOMPOSISI
Sering terjadi kita ingin mengkomposisikan dua buah fungsi denga mencari f (x )
terlebih dahulu, kemudian menggunakan g untuk memperoleh g(f (x )) , tetapi hal ini
hanya mungkin bila f (x ) ada di domain g . Jadi kita harus mengasumsikan bahwa
1.2.8. Definisi
g∘ f ( x )=g (f ( x )) untuk x ∈ A.
1.2.9. Contoh
f (x )=2 x , g( x )=3 x 2 −1
g∘ f ( x )=3 (2 x )2 −1=12 x 2 −1
Di lain pihak, domain dari fungsi komposisi gof juga R, tetapi dalam hal ini kita
(b). Beberapa perhatian harus dilatih agar yakin bahwa range dari f termuat di
domain dari g . Sebagai contoh, bila f (x )=1−x 2 dan y=√ x , maka fungsi
1.2.10. Teorema
Sering terjadi bahwa komposisi dua buah fungsi mewarisi sifat-sifat fungsi yang
didefinisikan. Berikut salah satunya dan buktinya ditinggalkan sebagai latihan.
1.2.11. Teorema
1.2.12. Definisi
Suatu barisan dalam himpunan S adalah suatu fungsi yang domainnya himpunan
bilangan asli N dan rangenya termuat di S.
dituliskan dengan
( x n|n∈N ) atau lebih sederhana dengan (xn). Sebagai contoh, barisan di
R yang dituliskan dengan ( √ n|n∈ N ) sama artinya dengan fungsi X : N−→R dengan
X (n)=√ n .
Latihan 1.2.
3. Bila E dan F seperti latihan no. 2, tentukan E\F dan f (E )¿( F ) dan tunjukkan
B={y|0<y<1}
8. Tunjukkan bahwa bila f : A→ B bersifat injektif dan E ⊆ A, maka f 1 (f ( E ))
.Berikan suatu contoh untuk menunjukkan kesamaan tidak dipenuhi bila f tidak
injektif.
. Berikan suatu contoh untuk menunjukkan kesamaan tidak dipenuhi bila f tidak
surjektif.
1
10. Buktikan bahwa bila f injeksi dari A ke B, maka f ={(b, a)|(a, b)∈ f } suatu
tetapi f ∘ g=g ∘ f
13. Buktikan teorema 1.2.10.
14. Buktikan teorema 1.2.11.
Andaikan S ≠ N . Maka N\S tidak kosong, karenanya berdasar sifat urutan dengan
baik N\S mempunyai unsur terkecil, sebut m. Karena 1 ∈ S, maka m≠ 1. Karena itu m
> 1 dengan m−1 juga bilangan asli. Karena m - 1 < m dan m unsur terkecil di N\S,
maka m−1 haruslah di S.
Sekarang kita gunakan hipotesis (2) terhadap unsur k =m−1 di S, yang
berakibat k +1=( m−1)+1=m di S. Kesimpulan ini kontradiksi dengan pernyataan
bahwa m tidak di S. Karena m diperoleh dengan pengandaian bahwa N ¿ tidak
kosong, kita dipaksa pada kesimpulan bahwa N ¿ kosong. Karena itu kita telah
buktikan bahwa S=N .
Prinsip induksi matematika sering dinyatakan dalam kerangka sifat atau per-
nyataan tentang bilangan asli. Bila P(n) berarti pernyataan tentang n ∈ N , maka P(n) benar
untuk beberapa nilai n, tetapi tidak untuk yang lain. Sebagai contoh, bila P(n) pernyataan “
n 2=n”, maka P(1) benar, sementara P(n) salah untuk semua n ≠ 1, n ∈ N . Dalam
konteks ini prinsip induksi matematika dapat dirumuskan sebagai berikut :
1.3.3. Contoh
(a). Untuk setiap n ∈ N , jumlah n pertama bilangan asli diberikan oleh
1
1+2+⋯+n= n (n+1)
2
Untuk membuktikan kesamaan ini, kita2 misalkan S himpunan n ∈ N , sehingga ke
samaan tersebut benar. Kita harus membuktikan kondisi (1) dan (2) pada 1.3.2.
1
dipenuhi. Bila n = 1, maka kita mempunyai 1= 1(1+1) , jadi 1 ∈ S dan dengan
2
asumsi ini akan ditunjukkan k +1 ∈ S. Bila kϵ S, maka kita mempunyai
1
1+2+⋯+k = ( k +1 )
2 (*)
Bila kita tambahkan k+1 pada kedua ruas, kita peroleh
1
1+2+…+k +(k +1)= k (k +1 )+(k +1 )
2
1
= ( k +1)(k +2)
2
Karena ini menyatakan kesamaan di atas untuk n=k +1, kita simpulkan bahwa
k+1 ∈ S. Dari sini kondisi (2) pada 1.3.2. dipenuhi. Karena itu dengan prinsip
induksi matematika, kita simpulkan bahwa S = N dan kesamaan (*) benar untuk
semua
n ∈ N.(b). Untuk masing-masing n N, jumlah kuadrat dari n pertama bilangan
asli diberikan oleh
1
12 +22 +…+n2 = n(n+1 )(2 n+1)
6
Untuk membuktikan kebenaran formula ini, pertama kita catat bahwa formula ini
6
1
12= 1(1+1)(2+1)
benar untuk n = 1, karena 6 ). Bila kita asumsikan formula ini
2
benar untuk k, maka dengan menambahkan (k+1) pada kedua ruas, memberikan
hasil
1
12 +22 +⋯+(k +1 )2= k (k +1 )(2 k +1)+( k +1)2
6
1
= (k +1 )(2 k 2 +k +6 k +6 )
6
1
= (k +1 )(k +2)(2 k +3 )2
6
Mengikuti induksi matematika, validitas formula di atas berlaku untuk semua n
n
∈ N. (c). Diberikan bilangan a,b, kita akan buktikan bahwa a - b faktor dari a -
n
b untuk semua n ∈ N. Pertama kita lihat bahwa pernyataan ini benar untuk n
k k
= 1. Bila sekarang kita asumsikan bahwa a - b adalah faktor dari a - b , maka kita
tuliskan
a k+1 −b k +1 =a k +1−abk + abk −b k +1
k k
Sekarang berdasarkan hipotesis induksi a-b merupakan faktor dari a(a -b ). Disamp-
ing itu a−b juga faktor dari b k (a−b ) Dari sini a−b adalah dari a k+1 −b k+1 .
Dengan in- duksi matematika kita simpulkan bahwa a−b adalah faktor dari an −b n
untuk semua n ∈ N.
Jadi, bila ketaksamaan tersebut berlaku untuk k, maka berlaku pula untuk
k+1.
Karenanya dengan induksi matematika, ketaksamaan tersebut benar untuk semua n ∈ N.
(e). Bila r ∈ R, r ¿ 1 dan n ∈
N, maka
n+1
2 1−rn
1+r +r +⋯+ r =
1−r
Ini merupakan jumlah n suku deret geometri, yang dapat dibuktikan dengan
2
1−r
1+r=
induksi matematika sebagai berikut. Bila n = 1, kita mempunyai 1−r ,
jadi formula tersebut benar. Bila kita asumsikan formula tersebut benar untuk n = k
k+1
dan tambahkan r pada kedua ruas, maka kita peroleh
k 1
Bila kita selesaikan untuk Sn, kita peroleh formula yang sama.
(f). Penggunaan prinsip induksi matematika secara ceroboh dapat menghasilkan ke-
simpulan yang salah. Pembaca diharap mencari kesalahan pada “bukti teorema”
beri- kut.
Bila n sebarang bilangan asli dan bila maksimum dari dua bilangan asli p dan q
adalah n, maka p = q. (Akibatnya bila p dan q dua bilangan asli sebarang, maka p =
q).
Bukti :
Misalkan S subhimpunan bilangan asli sehingga pernyataan tersebut benar. Maka 1
∈ S, karena bila p,q di N dan maksimumnya 1, maka maksimum dari p-1 dan q-1
adalah k. Karenanya p-1 = q-1, karena k ∈ S, dan dari sini kita simpulkan bahwa p
= q. Jadi, k+1 ∈ S dan kita simpulkan bahwa pernyataan tersebut benar
untuk semua n ∈ N.
(g). Beberapa pernyataan yang benar untuk beberapa bilangan asli, tetapi tidak untuk
2
semua. Sebagai contoh formula P(n) = n - n + 41 memberikan bilangan prima untuk
n =1,2,3,...41. Tetapi, P(41) bukan bilangan prima.
Terdapat versi lain dari prinsip induksi matematika yang kadang-kadang sangat
berguna. Sering disebut prinsip induksi kuat, walaupun sebenarnya ekivalen dengan versi
terdahulu. Kita akan tinggalkan pada pembaca untuk menunjukkan ekivalensinya dari
kedua prinsip ini.
1.3.4. Prinsip Induksi Kuat
Latihan 1.3
Buktikan bahwa yang berikut berlaku benar untuk semua n ∈ N,
1 1 1 n
+ +…+ =
1. 1 . 2 2. 3 n (n+1) n+1
2
1
2.
3 3
2
3
1 +2 +…+n = n(n+1)
[ ]
(n+1 )
12−22 +32 −…+(−1) n+1 n
3. 2
17. Temukan bilangan asli terbesar m dimana n3 −n dapat dibagi oleh m untuk
n ∈ N . Buktikan pernyataanmu !
1 1 1
+ +…+ > √ n
18. Buktikan bahwa √1 √ 2 √n untuk semua n ∈ N.
19. Misalkan S sub himpunan dari N sedemikian sehingga (a). 2k ∈ S untuk semua
k ∈ N, dan (b). bila k ∈ S, dan k ≥ 2, maka k - 1 ∈ S. Buktikan S = N.
20. Misalkan barisan (xn) didefinisikan sebagai berikut : x1 = 1, x2 = 2 dan
1
x n+2= ( x n+1 +x n )
2 untuk n ∈ N. Gunakan prinsip induksi kuat 1.3.4 untuk
menunjukkan
1≤x n ≤2 untuk semua n ∈ N.
BAB II
BILANGAN REAL
Dalam bab ini kita akan membahas sifat-sifat esensial dari sistem bilangan real R.
Walaupun dimungkinkan untuk memberikan konstruksi formal dengan didasarkan pada
himpunan yang lebih primitif (seperti himpunan bilangan asli N atau himpunan bilangan
rasional Q), namun tidak kita lakukan. Akan tetapi, kita perkenalkan sejumlah sifat
fundamental yang berhubungan dengan bilangan real dan menunjukkan bagaimana sifat-sifat
yang lain dapat diturunkan darinya. Hal ini lebih bermanfaat dari pada menggunakan logika
yang sulit untuk mengkonstruksi suatu model untuk R dalam belajar analisis.
Sistem bilangan real dapat dideskripsikan sebagai suatu “medan/lapangan lengkap
yang terurut”, dan kita akan membahasnya secara detail. Demi kejelasan, kita tidak akan
membahas sifat-sifat R dalam suatu bagian, tetapi kita lebih berkonsentrasi pada beberapa
aspek berbeda dalam bagian-bagian yang terpisah. Pertama kita perkenalkan, dalam bagian
2.1, sifat aljabar (sering disebut sifat medan) yang didasarkan pada operasi penjumlahan dan
perkalian. Berikutnya kita perkenalkan, dalam bagian 2.2 sifat urutan dari R, dan menurunkan
beberapa konsekuensinya yang berkaitan dengan ketaksamaan, dan memberi ilustrasi
penggunaan sifat-sifat ini. Gagasan tentang nilai mutlak, yang mana didasarkan pada sifat
urutan, dibahas secara singkatpada bagian 2.3.
Dalam bagian 2.4, kita membuat langkah akhir dengan menambah sifat
“kelengkapan” yang sangat penting pada sifat aljabar dan urutan dari R. Kemudian kita
menggunakan sifat kelengkapan R dalam bagian 2.5 untuk menurunkan hasil fundamental
yang berkaitan dengan R, termasuk sifat archimedes, eksistensi akar (pangkat dua), dan
densitas (kerapatan) bilangan rasional di R.
Dalam bagian ini kita akan membahas “struktur aljabar” sistem bilangan real.
Pertama akan diberikan daftar sifat penjumlahan dan perkaliannya. Daftar ini mendasari
semua untuk mewujudkan sifat dasar aljabar R dalam arti sifat-sifat yang lain dapat
dibuktikan sebagai teorema. Dalam aljabar abstrak sistem bilangan real merupakan
lapangan/medan terhadap penjumlahan dan perkalian. Sifat-sifat yang akan disajikan pada
2.1.1 berikut dikenal dengan “Aksioma medan”.
Yang dimaksud operasi biner pada himpunan F adalah suatu fungsi B dengan
domain FF dan range di F. Jadi, operasi biner memasangkan setiap pasangan berurut (a,b)
dari unsur-unsur di F dengan tepat sebuah unsur B(a,b) di F. Tetapi, disamping menggunakan
notasi B(a,b), kita akan lebih sering menggunakan notasi konvensional a+b dan a.b (atau
hanya ab) untuk membicarakan sifat penjumlahan dan perkalian. Contoh operasi biner yang
lain dapat dilihat pada latihan.
2.1.2 Teorema.
(a). Bila z dan a unsur di R sehingga z + a = a, maka z = 0.
(b). Bila u dan b ≠ 0 unsur R sehingga u.b = b, maka u = 1.
Bukti :
(a). Dari hipotesis kita mempunyai z +a=a. Kita tambahkan unsur −a (yang eksistensinya
dijamin pada (A4)) pada kedua ruas dan diperoleh
( z +a ) + (−a )=a+(−a)
Bila kita berturut-turut menggunakan (A2), (A4) dan (A3) pada ruas kiri, kita peroleh
( z +a ) + (−a )=z + ( a+ (−a ) ) =z+0=z ;
bila kita menggunakan (A4) pada ruas kanan
a+ (−a )=0
Dari sini kita simpulkan bahwa z = 0.
Bukti (b) ditinggalkan sebagai latihan. Perlu dicatat bahwa hipotesis b ≠ 0 sangat penting.
Selanjutnya kita akan tunjukkan bahwa bila diberikan a di R, maka unsur –a dan 1/a
(bila a ≠0) ditentukan secara tunggal.
2.1.3 Teorema.
(a). Bila a dan b unsur di R sehinga a + b = 0, maka b = -a.
(b). Bila a 0 dan b unsur di R sehingga a.b = 1, maka b = 1/a.
Bukti :
(a). Bila a + b = 0, maka kita tambahkan -a pada kedua ruas dan diperoleh
(-a) + (a + b) = (-a) + 0.
Bila kita berturut-turut menggunakan (A2), (A4) dan (A3) pada ruas kiri, kita peroleh
(-a) + (a + b) = ((-a) + a) + b = 0 + b = b;
bila kita menggunakan (A3) pada ruas kanan kita dapatkan
(-a) + 0 = -a.
Dari sini kita simpulkan bahwa b = -a.
Bukti (b) ditinggalkan sebagai latihan. Perlu dicatat bahwa hipotesis b 0 sangat penting.
Bila kita perhatikan sifat di atas untuk menyelesaikan persamaan, kita peroleh bahwa
(A4) dan (M4) memungkinkan kita untuk menyelesaikan persamaan a+ x =0 dan a . x=1 (bila
a ≠ 0) untuk x, dan teorema 2.1.3 mengakibatkan bahwa solusinya tunggal. Teorema berikut
menunjukkan bahwa ruas kanan dari persamaan ini dapat sebarang unsur di R.
2.1.4 Teorema.
Misalkan a , b sebarang unsur di R. Maka :
(a). persamaan a+ x =b mempunyai solusi tunggal x=(−a)+b;
(b). bila a ≠ 0, persamaan a . x=b mempunyai solusi tunggal x=(1/a). b.
Bukti :
Dengan menggunakan (A2), (A4) dan (A3), kita peroleh
a+((−a)+ b)=(a+(−a))+b=0+ b=b ,
yang mengakibatkan x=(−a)+b merupakan solusi dari persamaan a+ x =b. Untuk
menunjukkan bahwa ini merupakan satu-satunya solusi, andaikan x1 sebarang solusi dari
persamaan tersebut, maka a+ x 1=b, dan bila kita tambahkan kedua ruas dengan −a, kita
peroleh
(−a)+(a+ x 1)=(−a)+ b .
Bila sekarang kita gunakan (A2), (A4) dan (A3) pada ruas kiri, kita peroleh
(−a)+(a+ x 1)=(−a+a)+ x 1=0+ x 1=x 1 .
Dari sini kita simpulkan bahwa x 1=(−a)+ b .
Bukti (b) ditinggalkan sebagai latihan.
Sejauh ini, ketiga teorema yang telah dikenalkan kita hanya memperhatikan
penjumlahan dan perkalian secara terpisah. Untuk melihat keterpaduan antara keduanya, kita
harus melibatkan sifat distributif (D). Hal ini diilustrasikan dalam teorema berikut.
2.1.5 Teorema.
Bila a sebarang unsur di R, maka :
( a ) . a . 0=0 (b) .(−1). a=−a
(c ).−(−a)=a( d) .(−1).(−1)=1
Bukti :
(a). Dari (M3) kita ketahui bahwa a . 1 = a. Maka dengan menambahkan a . 0 dan
mengunakan (D) dan (A3) kita peroleh
a+ a .0=a . 1+a . 0
¿ a .(1+0)=a .1=a .
Jadi, dengan teorema 2.1.2(a) kita peroleh bahwa a . 0 = 0.
(b). Kita gunakan (D), digabung dengan (M3), (A4) dan bagian (a), untuk memperoleh
a+(−1). a=1. a+(−1). a=0 . a=0
Jadi, dari teorema 2.1.3(a) kita peroleh (−1). a=−a .
(c). Dengan (A4) kita mempunyai (−a)+ a=0. Jadi dari teorema 2.1.3 (a) diperoleh
bahwa a=−(−a).
(d). Dalam bagian (b) substitusikan a = -1. Maka
(−1).(−1)=−(−1).
Dari sini, kita menggunakan (c) dengan a=1.
Kita simpulkan deduksi formal kita dari sifat medan (bilangan real) dengan
menutupnya dengan hasil-hasil berikut.
2.1.6 Teorema.
Misalkan a,b,c unsur-unsur di R.
(a). Bila a ≠ 0, maka 1/a ≠ 0 dan 1/(1 /a)=a
(b). Bila a . b=a . c dan a ≠ 0, maka b=c
(c). Bila a . b=0, maka paling tidak satu dari a=0 atau b=0 benar.
Bukti :
(a). Bila a ≠ 0, maka terdapat 1/a. Andaikan 1/a=0, maka 1=a .(1/ a)=a . 0=0,
kontradiksi dengan (M3). Jadi 1/a ≠ 0 dan karena (1/a) . a=1, Teorema 2.1.3(b)
mengakibatkan 1/(1 /a)=a.
(b). Bila kita kalikan kedua ruas persamaan a . b=a . c dengan 1/a dan menggunakan sifat
asosiatif (M2), kita peroleh
((1/a). a).b=((1/a). a) . c .
Jadi 1 .b=1 . c yang berarti juga b=c
(c). Hal ini cukup dengan mengasumsikan a ≠ 0 dan memperoleh b=0. (Mengapa?)
Karena a . b=0=a .0, kita gunakan bagian (b) terhadap persamaan a . b=a . 0
yang menghasilkan b=0, bila a ≠ 0.
Teorema-teorema di atas mewakili sebagian kecil tetapi penting dari sifat-sifat aljabar
bilangan real. Banyak konsekuensi tambahan sifat medan R dapat diturunkan dan beberapa
diberikan dalam latihan.
Operasi pengurangan didefinisikan dengan a−b=a+(−b) untuk a , b di R. Secara
sama operasi pembagian didefinisikan untuk a , b di R, b ≠ 0dengan a /b=a.(1/ b).Berikutnya,
kita akan menggunakan notasi ini untuk pengurangan dan pembagian.Secara sama, sejak
sekarang kita akan tinggalkan titik untuk perkalian dan menuliskan ab untuk a.b.
Sebagaimana biasa kita akan menuliskan a 2 untuk aa, a 3 untuk (a 2) a; secara umum, untuk
n ∈ N , kita definisikan a n+1=(an ) a. Kita juga menyetujui penulisan a 0=1dan a 1=a untuk
sebarang a di (a ≠ 0). Kita tinggalkan ini sebagai latihan bagi pembaca untuk membuktikan
(dengan induksi) bahwa bila adi R, maka
a m+n=am an
untuk semua m , n di N. Bila a ≠ 0, kita akan gunakan notasi a−1 untuk 1/a, dan bila n ∈ N ,
kita tuliskan a−n untuk (1/a)n, bila memang hal ini memudahkan.
2.1.7 Teorema.
Tidak ada bilangan rasional r, sehingga r 2=2
Bukti :
Andaikan terdapat bilangan rasional yang kuadratnya 2. Maka terdapat bilangan bulat p
dan q sehingga ( p/q)2=2. Asumsikan bahwa p , q positif dan tidak mempunyai factor
persekutuan lain kecuali 1. (Mengapa?) Karena p2=2 q 2, kita peroleh bahwa p2 genap. Ini
mengakibatkan bahwa p juga genap (karena bila p=2n – 1 ganjil, maka kuadratnya, p2
¿ 4 n2−4 n+1=2(2 n2−2 n+1)−1 juga ganjil). Akibatnya, teorema 2 bukan faktor
persekutuan dari p dan q maka haruslah q ganjil. Karena p genap, maka p=2m untuk suatu
m∈ N, dan dari sini 4 m2=2 q2, jadi 2 m2=q2 . Akibatnya q 2 genap, yang diikuti q juga genap,
dengan alasan seperti pada paragraf terdahulu. Dari sini kita sampai pada kontradiksi bahwa
tidak ada bilangan asli yang bersifat genap dan ganjil.
Latihan 2.1
Untuk nomor 1 dan 2, buktikan bagian b dari teorema
1. 2.1.2
2. 2.1.3.
3. Selesaikan persamaan berikut dan sebutkan sifat atau teorema mana yang anda gunakan
Pada setiap langkahnya.
(a). 2 x+5=8; (b). 2 x+6=3 x +2;
(c). x 2=2 x; (d). ( x−1)(x+ 2)=0.
4. Buktikan bahwa bila a,b di R, maka
(a).-(a+ b ¿=(−a)+(−b) (b). (−a).(−b)=a . b
(c).(−a)=−(1/a)bila a ≠ 0 (d). −( a/ b)=(−a)/b bila b ≠ 0
5. Bila a,b di R dan memenuhi a . a=a, buktikan bahwa a=0atau a=1
6. Bila a ≠ 0 dan b ≠ 0, tunjukkan bahwa 1/( ab)=(1 /a).(1/b)
7. Gunakan argumentasi pada bukti teorema 2.1.7 untuk membuktikan bahwa tidak ada
bilangan
rasional s, sehingga s2=6 .
8. Modifikasi argumentasi pada bukti teorema 2.1.7 untuk membuktikan bahwa tidak ada
bilangan rasional t, sehingga t 2=3.
9. Tunjukkan bahwa bila ξ di R irasional dan r ≠ 0 rasional, makar +ξ dan rξ irasional.
10. Misalkan B operasi biner pada R. Kita katakan B :
(i). komutatif bila B(a , b)=B( b , a) untuk semua a , b di R.
(ii). asosiatif bila B(a , B(a , c ))=B( B( a , b) , c ) untuk semua a , b , c di R.
(iii). mempunyai unsur identitas bila terdapat unsur e di R sehingga B ( a , e ) =a=¿
B(e , a), untuk semua a di R
Tentukan sifat-sifat mana yang dipenuhi operasi di bawah ini
1 1
(a). B1 (a , b)= (a+b) (b). B2 (a , b)= (ab)
2 2
(c). B3 (a , b)=a−b (d). B4 (a , b)=1+ab
11. Suatu operasi biner B pada R dikatakan distributif terhadap penjumlahan bila memenuhi
B(a,b + c) = B(a,b) + B(a,c) untuk semua a , b , c di R. Yang mana (bila ada) dari operasi
nomor 12 yang bersifat distributif terhadap penjumlahan?.
12. Gunakan induksi matematika untuk menunjukan bahwa bila a di R dan m,n di N, maka
n
a m+n=am an dan ( a m ) =amn.
13. Buktikan bahwa bilangan asli tidak dapat bersifat genap dan ganjil secara bersamaan.
2.2.2 Definisi.
Bilaa ∈ P, kita katakan a bilangan real positif (atau positif kuat) dan kita tulis
a > 0. Bila a ∈ P ∪ { 0 } kita katakan a bilangan real tak negatif dan ditulis a > 0.
Bila -a ∈ P, kita katakan a bilangan real negatif (atau negatif kuat) dan kita tulis
a < 0. Bila -a ∈ P kita katakan a bilangan real tak positif dan ditulis a ≤ 0.
Sekarang kita perkenalkan gagasan tentang ketaksamaan antara unsur-unsur R
dalam himpunan bilangan positif P.
2.2.3 Definisi.
Misalkan a,b di R.
(i). Bila a−b ∈ P, maka kita tulis a > b atau b < a.
(ii). Bila a−b ∈ P ∪ { 0 } maka kita tulis a ≥ b.atau b ≤a.
Untuk kemudahan penulisan, kita akan menggunakan a < b < c, bila a < b dan b < c
dipenuhi. Secara sama, bila a≤ b dan b ≤ c benar, kita akan menuliskannya dengan
a≤b≤c
Juga, bila a ≤ b dan b < d benar, dituliskan dengan a ≤ b < d dan seterusnya.
Sifat Urutan
Sekarang akan kita perkenalkan beberapa sifat dasar relasi urutan pada R. Ini
merupakan aturan ketaksamaan yang biasa kita kenal dan akan sering kita gunakan pada
pembahasan selanjutnya.
2.2.4 Teorema.
Misalkan a,b,c di R.
(a). Bila a > b dan b > c, maka a > c
(b). Tepat satu yang berikut benar : a > b, a = b dan a < b
(c). Bila a ≥ b dan b ≥ a, maka a = b
Bukti :
(a). Bila a−b ∈ P dan b−c ∈ P, maka 2.2.1(i) mengakibatkan bahwa
(a−b)+( b−c)=a−c unsur di P. Dari sini a > c.
(b). Dengan sifat trikotomi 2.2.1(iii), tepat satu dari yang berikut benar
a−b ∈ P , a−b=0 ,−(a−b)=b−a ∈ P .
(c). Bila a ≠ b, maka a−b ≠ 0, jadi menurut bagian (b) kita hanya mempunyai
a−b ∈ Patau b−a ∈ P., yaitu a > b atau b > a. Yang masing-masing kontradiksi
dengansatu dari hipotesis kita. Karena itu a = b.
Adalah hal yang wajar bila kita berharap bilangan asli merupakan bilangan positif.
Kita akan tunjukkan bagaimana sifat ini diturunkan dari sifat dasar yang diberikan dalam
2.2.1. Kuncinya adalah bahwa kuadrat dari bilangan real tak nol positif.
2.2.5 Teorema.
(a). Bila a ∈ R dan a ≠ 0, maka a 2> 0
(b). 1 > 0
(c). Bila n∈N, maka n > 0
Bukti :
(a).Dengan sifat trikotomi bila a ≠ 0, maka a ∈ P atau −a ∈ P. Bila a ∈ P., maka dengan
2.2.1(ii), kita mempunyai a 2=a . a ∈ P. Secara sama bila −a ∈ P, maka 2.2.1 (ii), kita
mempunyai (−a).(−a)∈ P. Dari 2.1.5(b) dan 2.1.5(d)
kita mempunyai (−a).(−a)=((−1) a)((−1) a)=(−1)(−1). a2=a2,
jadi a 2 ∈ P. Kita simpulkan bahwa bila a ≠ 0, maka a 2, > 0.
(b). Karena 1 = (1)2, (a) mengakibatkan 1 > 0.
(c). Kita gunakan induksi matematika, validitas untuk n = 1 dijamin oleh (b). Bila pernyataan
k > 0, dengan k bilangan asli, maka k ∈P. Karena 1 ∈ P, maka k + 1 ∈ P,
menurut 2.2.1(i) . Dari sini pernyataan n > 0 untuk semua n ∈N benar.
Sifat berikut berhubungan dengan urutan di R terhadap penjumlahan dan perkalian.
Sifat-sifat ini menyajikan beberapa alat yang memungkinkan kita bekerja dengan
ketaksamaan.
2.2.6 Teorema.
Misalkan a,b,c,d ∈R
(a).bila a > b, maka a + c > b + c
(b).bila a > b dan c > d, maka a + c > b + d
(c).bila a > b dan c > 0, maka ca > cb bila a > b dan c < 0, maka ca < cb
(d).bila a > 0, maka 1/a > bila a < 0, maka 1/a < 0
Bukti :
(a).Bila a−b ∈ P, maka (a+ c ¿−( b+c) unsur di P. Jadi a+ c> b+c
(b).Bila a−b ∈ P dan c−d ∈ P, maka (a+ c)−(b+ d)=(a−b)+(c−d )
juga unsur di P menurut 2.2.1(i). Jadi, a+ c> b+d .
(c).Bila a−b ∈ P dan c ∈ P, maka ca−cb=c (a−b) ∈ P menurut 2.2.1(ii), karena itu
ca> cb, bila c >0. Dilain pihak, bila c <0, maka −c ∈ P sehingga
cb−ca=(−c)( a−b) unsur di P. Dari sini, cb >ca bila c <0.
(d).Bila a> 0, maka a ≠ 0 (menurut sifat trikotomi), jadi 1/a ≠ 0 menurut 2.1.6(a).
Andaikan 1/a< 0, maka bagian (c) dengan c=1 /a mengakibatkan bahwa
1=a(1/a)<0, kontradiksi dengan 2.2.5(b). Karenanya 1/a> 0.
Secara sama, bila a< 0, maka kemungkinan 1/a> 0 membawa ke sesuatu yang
kontradiksi yaitu 1=a(1/a)<0.
1
Dengan menggabung 2.2.6(c) dan 2.2.6(d), kita peroleh bahwa dengan n sebarang bilangan
n
m 1
asli adalah bilangan positif. Akibatnya bilangan rasional dengan bentuk
n
=m
n()
, untuk m
2.2.7 Teorema.
1
Bila a dan b unsur di R dan bila a < b, maka a< (a+b)< b.
2
Bukti :
Karena a < b, mengikuti 2.2.6(a) diperoleh bahwa 2a = a + a < a + b dan juga
a + b < b + b = 2b. Karena itu kita mempunyai
2a < a + b < 2b
1
Menurut 2.2.5(c) kita mempunyai 2 > 0, karenanya menurut 2.2.6(d) kita peroleh >0
2
. Dengan menggunakan 2.2.6(c) kita dapatkan
1 1 1
a= (2 a)< ( a+b)< (2 b)=b
2 2 2
Dari sifat urutan yang telah dibahas sejauh ini, kita tidak mendapatkan bilangan real
positif terkecil. Hal ini akan ditunjukkan sebagai berikut :
2.2.10 Teorema.
Misalkan a,b di R, dan a−ε < b untuk setiap ε > 0. Maka a ≤ b.
Bukti :
1
Andaikan b < a dan tetapkan ε 0= (a−b) . Maka ε 0 dan b< a−ε 0, kontradiksi
2
dengan hipotesis. (Bukti lengkapnya sebagai latihan).
Hasil kali dua bilangan positif merupakan bilangan positif juga. Tetapi, positivitas
suatu hasil kali tidak mengakibatkan bahwa faktor-faktornya positif. Kenyataannya adalah
kedua faktor tersebut harus bertanda sama (sama-sama positif atau sama-sama negatif),
seperti ditunjukkan berikut ini.
2.2.11 Teorema.
Bila ab > 0, maka
(i). a > 0 dan b > 0 atau
(ii).a < 0 dan b < 0
Bukti :
Pertama kita catat bahwa ab > 0 mengakibatkan a ≠ 0 dan b ≠ 0 (karena bila a = 0 dan
b = 0, maka hasil kalinya 0). Dari sifat trikotomi, a > 0 atau a < 0. Bila a >0, maka
1/a > 0 menurut 2.2.6(d) dan karenanya
b=1. b=((1 /a) a) b=(1/a)(ab)>0
Secara sama, bila a < 0, maka 1/a < 0, sehingga b=(1 /a)(ab)< 0.
Ketaksamaan
Sekarang kita tunjukkan bagaimana sifat urutan yang telah kita bahas dapat digunakan
untuk menyelesaikan ketaksamaan. Pembaca diminta memeriksa dengan hati-hati setiap
langkahnya.
2.2.13 Contoh-contoh.
(a).Tentukan himpunan A dari semua bilangan real x yang memenuhi 2 x=3 ≤6.
Kita catat bahwa x ∈ A ⟺ 2 x +3 £ ≤6 ⟺ 2 x ≤ 3 ⟺ x ≤3 /2.
Karenanya, A={x ∈ R|x ≤ 3/2 }.
(b).Tentukan himpunan B = {x ∈ R|x 2+ x>2 }
Kita ingat kembali bahwa teorema 2.2.11 dapat digunakan. Tuliskan bahwa
x ∈ B ⟺ x 2+ x−2>0 ⟺( x−1)( x +2)> 0. Karenanya, kita mempunyai
(i). x – 1 > 0 dan x + 2 > 0, atau (ii). x - 1 < 0 dan x + 2 < 0. Dalam kasus (i). kita
mempunyai x > 1 dan x >−2, yang dipenuhi jika dan hanya jika x > 1. Dalam kasus (ii)
kita mempunyai x < 1 dan x >−2, yang dipenuhi jika dan hanya jika x >−2.
Jadi B = {x ∈ R|x >1 }∪{x ∈ R| x←2 }.
(c).Tentukan himpunan C = {x ∈ R|(2 x+ 1)/( x+2)<1 }. Kita catat bahwa
x ∈ C ⟺(2 x +1)/(x+2)−1<0 ⟺ (x−1) /(x+ 2)<0.Karenanya, kita
mempunyai (i).x – 1 < 0 dan x + 2 > 0, atau (ii). x - 1 > 0 dan x + 2 < 0 (Mengapa?).
Dalam
kasus (i) kita harus mempunyai x <1 dan x >−2, yang dipenuhi, jika dan hanya jika
−2< x <1, sedangkan dalam kasus (ii), kita harus mempunyai x >1 dan x <−2,
yang tidak akan pernah dipenuhi.
Jadi kesimpulannya adalah C = {x ∈ R|−2< x <1}.
2.2.14. Contoh-contoh.
(a). Misalkan a ≥ 0 dan b ≥ 0. Maka (i). a< b ⟺ a2 <b2 ⟺ √ a< √ b
Kita pandang kasus a > 0 dan b > 0, dan kita tinggalkan kasus a = 0 kepada pembaca.
Dari
2.2.1(i) diperoleh bahwa a + b > 0. Karena b 2−a2=(b−a)(b+ a), dari 2.2.6(c)
diperoleh bahwa b−a> 0 mengakibatkan bahwa b−a> 0.
2 2
Bila a> 0 dan b> 0, maka a> 0 dan b> 0 , karena a=( √ a) dan b=( √ b) ,
maka bila a dan b berturut-turut diganti dengan √ a dan √ b , dan kita gunakan bukti di
atas
diperoleh a <b ⟺ √ a< √ b .
Kita juga tinggalkan kepada pembaca untuk menunjukkan bahwa bila a ≥ 0 dan b ≥ 0,
maka
a ≤ b ⟺ a2 ≤b 2 ⟺ √ a ≤ √b
1
(b). Bila a dan b bilangan bulat positif, maka rata-rata aritmatisnya adalah (a+b) dan
2
rata-rata geometrisnya adalah √ ab . Ketaksamaan rata-rata aritmetis-geometris diberikan
oleh
1
√ ab ≤ (a+ b)
2
dan ketaksamaan terjadi jika dan hanya jika a = b.
Untuk membuktikan hal ini, perhatikan bahwa bila a > 0, b > 0, dan a ≠ b,
maka √ a>0 , √ b> 0 dan a ≠ b (Mengapa?). Karenanya dari 2.2.5(a) diperoleh bahwa
2
( √ a−√ b) > 0. Dengan mengekspansi kuadrat ini, diperoleh a−2 √ ab+b> 0,
yang diikuti oleh
1
√ ab< (a+b).
2
Karenanya (2) dipenuhi (untuk ketaksamaan kuat) bila a ≠ b. Lebih dari itu, bila a = b (>
0),
maka kedua ruas dari (2) sama dengan a, jadi (2) menjadi kesamaan. Hal ini membuktikan
bahwa (2) dipenuhi untuk a > 0, b > 0.
1
Dilain pihak, misalkan a > 0, b > 0 dan √ ab< (a+b). Maka dengan
2
mengkuadratkan kedua ruas kemudian mengalikannya dengan 4, kita peroleh
4 ab=(a+ b)2=a2 +2 ab+ b2,
yang diikuti oleh
0=a2−2ab +b2=(a−b)2 .
Tetapi kesamaan ini mengakibatkan a = b (Mengapa?).
Jadi kesamaan untuk (2) mengakibatkan a = b.
Catatan :
Ketaksamaan rata-rata aritmetis-geometris yang umum untuk bilangan positif
a 1 , a2 , ..., a n adalah
1 /n a1 + a2+ ...+ an
( a 1 a 2 ... an ) ≤ (3)
n
dengan kesamaan terjadi jika dan hanya jika a 1= a 2 = ... = a n.
(c). Ketaksamaan Bernoulli. Bila x >−1, maka
(1+ x)n ≥ 1+ nx ; untuk semua n ∈ N . (4)
Buktinya dengan menggunakan induksi matematika. Untuk n = 1, menghasilkan
kesamaan
sehingga pernyataan tersebut benar dalam kasus ini. Selanjutnya, kita asumsikan
bahwa ketaksamaan (4) valid untuk suatu bilangan asli n, dan akan dibuktikan valid juga
untuk n + 1. Asumsi (1+ x)n ≤ 1+ nx dan fakta 1+ x >0 mengakibatkan bahwa
(1+ x)n +1=(1+ x )n (1+ x)
≥(1+nx )(1+ x)=1+(n+1) x +n x 2
≥ 1+(n+1) x
Jadi, ketaksamaan (4) valid untuk n + 1, bila valid untuk n. Dari sini, ketaksamaan (4)
valid untuk semua bilangan asli.
(d). Ketaksamaan Cauchy. Bila n ∈ N dan a 1 , a2 , ..., a n dan b 1 , b2 , ..., b n bilangan real maka
2
( a 1 b 1+ …+an bn ) ≤ ( a12 +…+ an2 )( b 12 +…+ bn2 ) (5)
Lebih dari itu, bila tidak semua bj = 0, maka kesamaan untuk (5) dipenuhi jika dan hanya
Jika terdapat bilangan real s, sehingga
a 1=s b1 ,… , a n=s bn.
Untuk membuktikan hal ini kita definisikan fungsi F : R ⟶ R, untuk t ∈ R dengan
F (t)=(a1−t b1 )2+...+(an −t b n)2.
Dari 2.2.5(a) dan 2.2.1(i) diperoleh bahwa F (t) ≥0 untuk semua t ∈ R. Bila kuadratnya
diekspansikan diperoleh
F(t)=A−2 Bt +C t 2 ≥ 0,
dengan A,B,C sebagai berikut
A=a12 +...+an2;
B=a1 b 1+...+ an bn;
(e). Ketaksamaan Segitiga. Bila n ∈ N dan a 1 , ... ,a n dan b 1 , ... ,b n bilangan real maka
1 1 1
2 2 2 2 2 2 2 2 2
[ ( a + b ) +…+( a +b ) ] ≤ [ a
1 1 n n 1 +…+ an ] + [ b1 +…+b n ] ( 6)
lebih dari itu bila tidak semua b j=0 , kesamaan untuk (6) dipenuhi jika dan hanya jika
terdapat bilangan real s, sehingga a 1= sb 1, ..., a n = sb n.
Karena (a j +b j)2 =a j2+2 a j b j +b j2 untuk j = 1, ..., n,dengan menggunakan
ketaksamaan Cauchy (5) [A,B,C seperti pada (d)], kita mempunyai
(a 1+ b1)2 +...+( an +b n)2= A+ 2 B+C
2
≤ A +2 √ AC +C=( √ A + √ C )
Dengan mengunakan bagian (a) kita mempunyai (mengapa?)
[(a 1+ b1)2 +...+( an +b n)2 ]1/ 2 ≤ √ A + √ C ,
yang tidak lain adalah (b).
Bila kesamaan untuk (b) dipenuhi, maka ¿ √ A C , yang mengakibatkan kesamaan
dalam
ketaksamaan Cauchy dipenuhi.
Latihan 2.2
1. (a). Bila a ≤ b dan c <d, buktikan bahwa a+ c< b+d.
(b). Bila a ≤ b dan c ≤ d, buktikan bahwa a + c ≤ b + d.
2. (a). Bila 0 < a < b dan 0 < c < d, buktikan bahwa 0 < ac < bd
(b). Bila 0 < a < b dan 0 ≤ c ≤ d, buktikan bahwa 0 ≤ ac ≤ bd.
Juga tunjukkan dengan contoh bahwa ac < bd tidak selalu dipenuhi.
3. Buktikan bila a < b dan c < d, maka ad + bc < ac + bd.
4. Tentukan bilangan real a,b,c,d yang memenuhi 0 < a < b dan c < d < 0, sehingga
(i). ac < bd, atau (ii). bd < ac.
5. Bila a , b ∈ R, tunjukkan bahwa a 2+b 2=0 jika dan hanya jika a = 0 dan b = 0.
6. Bila 0 ≤ a < b, buktikan bahwa a 2 ≤ ab<b 2. Juga tunjukkan dengan contoh bahwa hal ini
tidak selalu diikuti oleh a 2 ≤ ab<b 2..
7. Tunjukan bahwa bila 0 < a < b, maka a < ab < b dan 0 < 1/b < 1/a.
8. Bila n ∈ N , tunjukan bahwa n2 ≥ n dan dari sini 1/n2 ≤1/n.
9.Tentukan bilangan real x yang memenuhi
(a). x 2>3 x +4; (b). 1< x 2< 4 ;
(c). 1/ x< x ; (d). 1/ x< x 2.
10. Misal a , b ∈ R dan untuk setiap ε > 0 kita mempunyai a ≤ b+ ε.
(a). Tunjukkan bahwa a ≤ b.
(b). Tunjukkan bahwa tidak selalu dipenuhi a< b.
2
1 1
11. Buktikan bahwa ( ( a+b)) ≤ (a2 +b 2) untuk semua a , b ∈ R. Tunjukkan bahwa
2 2
kesamaan dipenuhi jika dan hanya jika a=b.
12. (a). Bila 0< c<1, tunjukkan bahwa 0< c2 < c<1
(b). Bila 1<c, tunjukkan bahwa 1<c <c 2
13. Bila c > 1, tunjukkan bahwa c n ≥ c untuk semua n ∈ N . (Perhatikan ketaksamaan
Bernoulli dengan c=1+ x).
14. Bila c >1, dan m , n∈ N, tunjukkan bahwa c m >c n jika dan hanya jika m > n.
15. Bila 0 < c < 1, tunjukkan bahwa c n ≤ c untuk semua n ∈ N .
16. Bila 0 < c < 1 dan m , n∈ N, tunjukkan bahwa c m < c n jika dan hanya jika m > n.
17. Bila a > 0, b > 0 dan n ∈ N , tunjukkan bahwa a < b jika dan hanya jika a n < b n.
18. Misalkan c k >0 untuk k = 1,2,...,n. Buktikan bahwa
n2 ≤(c 1 +c 2+ ...+ c n) ( c1 + c1 + …+ c1 )
1 2 n
2.3.1 Definisi.
Bila a R, nilai mutlak a, dituliskan dengan a, didefinisikan dengan
a , bila a>0
{
|a|= 0 , bila a=0
−a , bila a< 0
Sebagai contoh |3| = 3 dan |−2|= 2. Dari definisi ini kita akan melihat bahwa
a0, untuk semua a R. Juga a= a bila a 0, dan a= -a bila a < 0.
2.3.2 Teorema.
(a). a= 0 jika dan hanya jika a = 0
(b). -a= a, untuk semua a R.
(c). ab= ab, untuk semua a,b R.
(d). Bila c 0, maka ac jika dan hanya jika -c a c.
(e). - aa auntuk semua a R.
Bukti :
(a). Bila a = 0, maka a= 0. Juga bila a 0, maka - a 0, jadi a0. Jadi bila a= 0,
maka a = 0.
(b). Bila a = 0, maka 0= 0 = 0. Bila a > 0, maka -a < 0 sehingga a= a = -(-a) = -a.
Bila a < 0, maka -a > 0, sehinga a= -a = -a.
(c). Bila a,b keduanya 0, maka abdan absama dengan 0. Bila a > 0 dan b > 0,
maka ab > 0, sehingga ab= ab = ab. Bila a > 0 dan b < 0, maka ab < 0, sehingga
ab= -ab = a(-b) = ab. Secara sama untuk dua kasus yang lain.
(d). Misalkan ac. Maka kita mempunyai a c dan -a c. (Mengapa?) Karena
ke-taksamaan terakhir ekivalen dengan a -c, maka kita mempunyai -c a c.
Sebaliknya
bila -c a c, maka kita mempunyai a c dan -a c. (Mengapa?), sehinggaac.
(e). Tetapkan c = apada (d).
|2 x 2−3 x +1|
(c). Misalkan f fungsi yang didefinisikan dengan |f ( x)|= untuk 2 x 3.
|2 x−1|
Tentukan
konstanta M sehingga|f ( x)| M untuk semua x yang memenuhi 2 x 3. Kita akan
perhatikan secara terpisah pembilang dan penyebut dari
|2 x 2−3 x +1|
|f ( x)|=
|2 x−1|
Dari ketaksamaan segitiga, kita peroleh
|2 x 2−3 x+1|≤ 2| x|2+3|x|+1 ≤ 2.32 +3.3+¿ 28
karena x 3 untuk semua x yang kita bicarakan. Juga, |2 x−1|≥2|x|−1≥ 2.2−1=3,
karena |x|2 untuk semua x yang kita bicarakan. (Mengapa?) Karena itu, untuk 2 x
3
28
kita memperoleh bahwa |f ( x)|≤ . Dari sini kita dapat menetapkan M = 28/3. (Catatan
3
bahwa kita meneukan sebuah konstanta yang demikian, M; sebenarnya semua bilangan
M 28/3 juga memenuhi |f ( x)| M. Juga dimungkinkan bahwa 28/3 bukan pilihan
terkecil untuk M).
2.3.7 Definisi.
Misalkan a R dan > 0. Maka lingkungan-dari a adalah himpunan
V(a) = {x R x a| < }.
Untuk a R, pernyataan x termuat di V(a) ekivalen dengan pernyataan
-< x - a < a - < x < a +
2.3.8 Teorema.
Misalkan a R. Bila x termuat dalam lingkungan V(a) untuk setiap > 0, maka x =
a.
Bukti :
Bila x memenuhi |x a| < untuk setiap > 0, maka dari 2.2.9 diperoleh bahwa |x a| = 0,
dan dari sini x = a.
2.3.9. Contoh-contoh.
(a). Misalkan U = {x 0 < x < 1}. Bila a U, misalkan bilangan terkecil dari a atau 1 - a.
Maka V(a) termuat di U. Jadi setiap unsur di U mempunyai lingkungan-yang termuat
di U.
(b). Bila I = {x : 0 x 1}, maka untuk sebarang > 0, lingkungan-V(0) memuat
titik di luar I, sehingga V(0) tidak termuat dalam I. Sebagai contoh, bilangan x= -/2\
unsur di V(0) tetapi bukan unsur di I.
(c). Bila |x a| < dan |y b| , maka Ketaksamaan Segitiga mengakibatkan bahwa
x ya b= |x ay b
= |x a| y b |2.
Jadi bila x,y secara berturut-turut termuat di lingkungan -dari a,b maka x + y termuat di
lingkungan -2dari (a + b) (tetapi tidak perlu lingkungan -dari (a + b)).
Latihan 2.3.
1. Misalkan a R. tunjukkan bahwa
(a). a= √ a2 (b¿ .|a2|=a2
2. Bila a,b R. dan b 0, tunjukkan bahwa |a / b| a / b| .
3. Bila a,b R, tunjukkan bahwa |a b| a| b| .jika dan hanya jika ab > 0.
4. Bila x,y,z R, x z, tunjukan bahwa x < y < z jika dan hanya jika |x y |+ |y z |x
z|
Interpretasikan secara geometris.
5. Tentukan x R, yang memenuhi pertaksamaan berikut :
(a). |4x 3 |13; (b). |x2 1| 3;
(c). |x 1| x 1| ; (d). |x| x 1| 2 .
6. Tunjukkan bahwa |x a| jika dan hanya jika a - < x < a + .
7. Bila a < x < b dan a < y < b, tunjukkan bahwa |x y| b a . Interpretasikan secara
geometris.
8. Tentukan dan sketsa himpunan pasangan berurut (a,b) di R R yang memenuhi
(a). |x| y| ; (b). |x| y| 1;
(c).| xy| 2 ; (d). |x| y| 2 .
9. Tentukan dan sketsa himpunan berurut (x,y) yang memenuhi
(a). |x| y| ; (b). |x| y| 1;
(c). |xy| 2 ; (d). |x| y| 2 .
10. Misalkan > 0 dan > 0, a R. Tunjukkan bahwa V(a) V(a) dan V(a) V(a)
adalah lingkungan-dari a untuk suatu .
11. Tunjukkan bahwa bila a,b R, dan a b, maka terdapat lingkungan-U dari a dan
lingkungan-V dari b, sehingga UV = .
2.4. Sifat Kelengkapan R
Sejauh ini pada bab ini kita telah membahas sifat aljabar dan sifat urutan sistem
bilangan real. Pada bagian ini kita akan membahas satu sifat lagi dari R yang sering disebut
dengan “sifat kelengkapan”. Sistem bilangan rasional Q memenuhi sifat aljabar 2.1.1 dan
sifat ururtan 2.2.1, tetapi seperti kita lihat 2 tidak dapat direpresentasikan sebagai bilangan
rasional, karena itu 2 tidak termuat di Q. Observasi ini menunjukan perlunya sifat tambahan
untuk bilangan real. Sifat tambahan ini, yaitu sifat kelengkapan, sangat esensial untuk R. Ada
beberapa versi sifat kelengkapan. Di sini kita pilih metode yang paling efisien dengan
mengasumsikan bahwa himpunan tak kosong di R mempunyai supremum.
2.4.1 Definisi.
Misalkan S suatu sub himpunan dari R.
(i). Bilangan u R dikatakan batas atas dari S bila s u, untuk semua s S.
(ii). Bilangan w R dikatakan batas bawah dari S bila w s, untuk semua s S
Pembaca seharusnya memikirkan (dengan teliti) tentang apa yang dimaksud dengan
suatu bilangan bukan batas atas (atau batas bawah) dari himpunan S. Pembaca seharusnya
menunjukkan bahwa bilangan v R bukan batas atas dari S jika dan hanya jika terdapat s’
S, sehingga v < s’. (secara sama, bilangan z R bukan batas bawah dari S jika dan hanaya
jika terdapat s’’ S, sehingga s” < z).
Perlu kita cata bahwa subhimpunan S dari R mungkin saja tidak mempunyai batas
atas (sebagai contoh, ambil S = R). Tetapi, bila S mempunyai batas atas, maka S mempunyai
tak hingga banyak batas atas sebab bila n batas atas dari S, maka sebarang v dengan v > u
juga merupakan batas atas dari S. (Observasi yang serupa juga berlaku untuk batas bawah).
Kita juga catat bahwa suatu himpunan mungkin mempunyai batas bawah tetapi tidak
mempunyai batas atas (dan sebaliknya). Sebagai contoh, perhatikan himpunan
S1 = {x R : x 0} dan S2 = {x R : x < 0}
Catatan :
Bila kita menerapkan definisi di atas untuk himpunan kosong , kita dipaksa kepada
kesimpulan bahwa setiap bilangan real merupakan batas atas dari . Karena agar u R
bukan batas atas dari S, unsur s’ S harus ada, sehingga u < s’. Bila S = , maka tidak ada
unsur di S. Dari sini setiap bilangan real merupakan batas atas dari himpunan kosong. Secara
sama, setiap bilangan real merupakan batas bawah dari himpunan kosong. Hal ini mungkin
artifisial, tetapi merupakan konsekuensi logis dari definisi.
Pada pembahasan ini, kita katakan bahwa suatu himpunan S di R terbatas di atas bila
S mempunyai batas atas. Secara sama, bila himpunan P di R mempunyai batas bawah, kita
katakan P terbatas di bawah. Sedangkan suatu himpunan A di R dikatakan tidak terbatas
bila A tidak mempunyai (paling tidak satu dari) batas atas atau batas bawah. Sebagai contoh,
{x R : x 2} tidak terbatas (walaupun mempunyai batas atas) karena tidak mempunyai
batas bawah.
2.4.2 Definisi.
Misalkan S subhimpunan dari R,
(i). Bila S terbatas di atas, maka batas atas u dikatakan supremum (atau batas atas
terkecil) dari S bila tidak terdapat batas atas (yang lain) dari S yang kurang dari u.
(ii). Bila S terbatas di bawah, maka batas bawah w dikatakan infimum (atau batas
bawah
terbesar) dari S bila tidak terdapat batas bawah (yang lain) dari S yang kurang dari
w.
Akan sangat berguna untuk memfarmasikan ulang definisi supremum dari suatu himpunan.
2.4.3 Lemma.
Bilangan real u merupakan supremum dari himpunan tak kosong S di R jika dan
hanya
jika u memenuhi kedua kondisi berikut :
(1). s u untuk semua s S.
(2). bila v < u, maka terdapat s’ S sehingga v < s’.
Kita tinggalkan bukti dari lemma ini sebagai latihan yang sangat penting bagi pembaca.
Pembaca seharusnya juga memfarmasikan dan membuktikan hal yang serupa untuk infimum.
Tidak sulit untuk membuktikan bahwa supremum dari himpunan S di R bersifat
tunggal. Misalkan u1 dan u2 supremum dari S, maka keduanya merupakan batas atas dari S.
Andaikan u1 < u2 dengan hipotesis u2 supremum mengakibatkan bahwa u1 bukan batas atas
dari S. Secara sama, pengandaian u2 < u1 dengan hipotesis u1 supremum mengakibatkan
bahwa u2 bukan batas atas dari S. Karena itu, haruslah u1 = u2. (Pembaca seharusnya
menggunakan cara serupa untuk menunjukkan infimum dari suatu himpunan di R bersifat
tunggal).
Bila supremum atau infimum dari suatu himpunan S ada, kita akan menuliskannya
dengan sup S dan inf S. Kita amati juga bahwa bila u’ sebarang batas atas dari S, maka sup S
u’. Yaitu, bila s u’ untuk semua s S, maka sup S u’. Hal ini mengatakan bahwa sup S
merupakan batas atas terkecil dari S.
Kriteria berikut sering berguna dalam mengenali batas atas tertentu dari suatu himpunan
merupakan supremum dari himpunan tersebut.
2.4.4 Lemma.
Suatu batas atas u dari himpunan tak kosong S di R merupakan supremum dari S
jika dan hanya jika untuk setiap > 0 terdapat sS sehingga u - < s.
Bukti :
Misalkan u batas atas dari S yang memenuhi kondisi di atas. Bila v < u dan kita
tetapkan = u - v, maka > 0, dan kondisi di atas mengakibatkan terdapat s S sehingga v
= u - < s. Karennya v bukan batas atas dari S. Karena hal ini berlaku untuk sebarang v yang
kurang dari u, maka haruslah u = sup S.
Sebaliknya, misalkan u = sup S dan > 0. Karena u - < u, maka u - bukan batas
atas dari S. Karenanya terdapat unsur sdi S yang lebih dari u - , yaitu u - < s
Penting juga untuk dicatat bahwa supremum dari suatu himpunan dapat merupakan
unsur dari himpunan tersebut maupun bukan. Hal ini bergantung pada jenis himpunannya.
Kita perhatikan contoh-contoh berikut.
2.4.5 Contoh-contoh
(a). Bila himpunan tak kosong S1 mempunyai berhingga jumlah unsur, maka S1 mempunyai
Unsure terbesar u dan unsur terkecil w. Lebih dari itu u = sup S1 dan w = inf S1 keduanya
unsur di S1. (Hal ini jelas bila S1 hanya mempunyai sebuah unsur, dan dapat digunakan
induksi matematika untuk sejumlah unsur dari S1).
(b). Himpunan S2 = {x : 0 x 1} mempunyai 1 sebagai batas atas. Kita akan buktikan 1
merupakan supremum sebagai berikut. Bila v < 1, maka terdapat unsur s’ di S2 sehingga
v < s’.(pilih unsur s’). Dari sini v bukan batas atas dari S2 dan, karena v sebarang bilangan
v < 1, haruslah sup S2 = 1. Secara sama, dapat ditunjukkan inf S2 = 0.
Catatan : sup S2 dan inf S2 keduanya termuat di S2.
(c). Himpunan S3 = {x : 0 < x < 1} mempunyai 1 sebagai batas atas. Dengan menggunakan
argumentasi serupa (b) untuk S2, diperoleh sup S3 = 1. Dalam hal ini, himpunan S3 tidak
memuat sup S3. Secara sama, inf S3 = 0, tidak termuat di S3.
(d). Seperti telah disebutkan, setiap bilangan real merupakan batas atas dari himpunan
kosong,
karenanya himpunan kosong tidak mempunyai supremum. Secara sama himpunan
kosong
juga tidak mempunyai infimum.
2.5.1 Contoh-contoh
(a). Sangatlah penting untuk menghubungkan infimum dan supremum suatu himpunan
dengan
sifat-sifat aljabar R. Di sini kita akan sajikan salah satunya ; yaitu tentang penjumlahan,
sementara yang lain diberikan sebagai latihan.
Misalkan S sub himpunan tak kosong dari R. Definisikan himpunan
a + S = {a + x : x S}.
Kita akan tunjukkan bahwa
sup (a + S) = a + sup S.
Bila kita misalkan u = sup S, maka karena x u untuk semua x S, kita mempunyai
a + x a + u. Karena itu a + u batas atas dari a + S ; akibatnya kita mempunyai
sup (a + S) a + u. Bila v sebarang batas atas dari himpunan a + S, maka a + x v
untuk
semua x S. Maka x v - a untuk semua x S, yang mengakibatkan u = sup S v - a,
sehingga a + u v. Karena v sebarang batas atas dari a + S, kita dapat mengganti v
dengan
sup (a + S) untuk memperoleh a + u sup (a + S).
Dengan menggabungkan ketaksamaan di atas diperoleh bahwa
sup (a + S) = a + u = a + sup S.
(b). Misalkan f dan g fungsi-fungsi bernilai real dengan domain D R. Kita asumsikan
rangenya f(D) = {f(x) : x D} dan g(D) = {g(x) : x D}himpunan terbatas di R.
(i). Bila f(x) g(x) untuk semua x D, maka sup f(D) sup g(D).
Untuk membuktikan hal ini, kita catat bahwa sup g(D) merupakan batas atas
himpunan
f(D) karena untuk setiap x D, kita mempunyai f(x) g(x) sup g(D). Karenanya
sup
f(D) sup g(D).
(ii). Bila f(x) g(y) untuk semua x,y D, maka sup f(D) sup g(D).
Buktinya dalam dua tahap. Pertama, untuk suatu y tertentu di D, kita lihat bahwa
f(x) g(y) untuk semua x D, maka g(y) batas atas dari himpunan f(D). Akibatnya
sup f(D) g(y). Karena ketaksamaan terakhir dipenuhi untuk semua y D, maka
sup f(D) merupakan batas bawah dari g(D). Karena itu, haruslah sup f(D) inf g(D).
(c). Perlu dicatat bahwa hipotesis f(x) g(x) untuk semua x D pada (b) tidak menghasilkan
hubungan antara sup f(D) dan inf g(D). Sebagai contoh, bila f(x) = x 2 dan g(x) = x
dengan
D = {x R : 0 < x < 1}, maka f(x) g(x) untuk semua x D, tetapi sup f(D) = 1 dan
inf g(D) = 0, serta sup g(D) = 1. Jadi (i) dipenuhi, sedangkan (ii) tidak.
Lebih jauh mengenai hubungan infimum dan supremum himpunan dari nilai
fungsi diberikan sebagai latihan.
Sifat Archimedes
Salah satu akibat dari sifat supremum adalah bahwa himpunan bilangan asli N tidak
terbatas di atas dalam R. Hal ini berarti bahwa bila diberikan sebarang bilangan real x
terdapat bilangan asli n (bergantung pada x) sehingga x < n. Hal ini tampaknya mudah, tetapi
sifat ini tidak dapat dibuktikan dengan menggunakan sifat aljabar dan urutan yang dibahas
pada bagian terdahulu. Buktinya yang akan diberikan berikut ini menunjukkan kegunaan
yang esensial dari sifat supremum R.
2.5.4 Teorema.
Terdapat bilangan real positif x sehingga x 2=2.
Bukti :
Misalkan S = {s R 0 s, s2 < 2}. Karena 1 s, maka S bukan himpunan kosong.
Juga, S terbatas di atas oleh 2, karena bila t > 2, maka t 2 > 4 sehingga t S. Karena
itu,
menurut sifat supremum, S mempunyai supremum di R, katakan x = sup S.
Catatan : x > 1.
Kita akan buktikan bahwa x 2 = 2 dengan menanggalkan dua kemungkinan x 2 < 2 dan
x 2 > 2.
Pertama andaikan x 2 < 2. Kita akan tunjukkan bahwa asumsi ini kontradiksi dengan
fakta
bahwa x = sup S yaitu dengan menemukan n N sehingga x + 1/n S, yang
berakibat
bahwa x bukan batas atas dari S. Untuk melihat bagaimana cara memilih n yang
demikian, gunakan fakta bahwa 1/n < 2 1/n, sehingga
1 2 2 2x 1 2 1
( )
x+
n
=x + + 2 ≤ x + ( 2 x +1 )
n n n
Dari sini kita dapat memilih n sehingga
1
( 2 x+1 )< 2−x 2,
n
maka kita memperoleh ( x +1/n)2< x 2 +( 2−x 2)=2.Dari asumsi, kita
mempunyai 2−x 2 > 0, sehingga (2−x 2)/(2x + 1) > 0. Dari sini sifat Archimedes
dapat digunakan untuk memperoleh n N sehingga
1 2−x 2
<
n 2 x+ 1
Langkah-langkah ini dapat dibalik untuk menunjukkan bahwa dengan pemilihan n ini
1
kita mempunyai x + S, yang kontradiksi dengan fakta bahwa x batas atas dari S.
n
Karenanya, haruslah x 2 2. Sekarang andaikan x 2> 2. Kita akan tunjukkan bahwa
dimungkinkan untuk menemukan m N sehingga x - 1/m juga merupakan batas atas dari S,
yang mengkontradiksi fakta bahwa x = sup S. Untuk melakukannya, perhatikan bahwa
1 2 2 2x 1 2 2x
( x+
m) =x + + 2 > x −
m m m
2x 2
Dari sini kita dapat memilih m sehingga < x −2
m
x2 −2
maka ( x−1/m)2> x 2−(x 2−2)=2. Sekarang dengan pengandaian x 2−2 > 0, maka >0.
2x
Dari sini, dengan sifat Archimedes, terdapat m N sehingga
1 x2 −2
<
m 2x
Langkah ini dapat dibalik untuk menunjukkan bahwa dengan pemilihan m ini kita
mempunyai ( x−1/m)2>¿ 2. Sekarang bila s S, maka s2 < 2 < ( x−1/m)2, yang mana
menurut 2.2.14(a) bahwa s < x - 1/m. Hal ini mengakibatkan bahwa x - 1/m merupakan batas
atas dari S, yang kontradiksi dengan fakta bahwa x = sup S. Jadi tidak mungkin x 2 > 2.
Karena tidak mungkin dipenuhi x 2 > 2 atau x 2 < 2, haruslah x 2 = 2. (*)
Dengan sedikit modifikasi, pembaca dapat menunjukkan bahwa bila a > 0, maka
terdapat b > 0 yang tunggal, sehingga b 2 = a. Kita katakan b akar kuadrat positif dari a dan
dituliskan dengan b=√ a atau b=a1 /2. Dengan cara sedikit lebih rumit yang melibatkan
teorema binomial dapat diformulasikan eksistensi tunggal dari akar pangkat-n positif dari a,
yang dituliskan dengan √n a atau a 1/ n, untuk n N.
Dengan sifat Archimedes 2.5.2, terdapat n N.sehingga n > 1/(y - x). Untuk n yang
demikian, kita mempunyai bahwa ny - nx > 1. Dengan menggunakan Teorema akibat
2.5.3(c) ke nx > 0, kita peroleh m N sehingga m - 1 nx < m. Bilangan m ini juga
memenuhi m < ny, sehingga r = m/n bilangan rasional yang memenuhi x < r < y.
Untuk mengakhiri pembahasan tentang hubungan bilangan rasional dan irasional,
kita juga mempunyai sifat serupa untuk bilangan irasional.
Latihan 2.5
1. Gunakan Sifat Archimedes atau Teorema Akibat 2.5.3 (b) untuk menunjukkan bahwa
inf {1/n n N} = 0.
2. Bila S = {1/n - 1/m n,m N}, tentukan inf S dan sup S.
3. Misalkan S R tak kosong. Tunjukkan bahwa bila u di R mempunyai sifat :
(i). untuk setiap n N, u - 1/n bukan batas atas dari S, dan
(ii).untuk setiap n N, u + 1/n bukan batas atas dari S, maka u = sup S. (Ini merupakan
kebalikan Teorema 2.4.8).
4. Misalkan S himpunan tak kosong dan terbatas di R.
(a). Misalkan a > 0, dan aS = {as s S}. Tunjukkan bahwa
inf (aS) = a inf S, sup (aS) = a sup S.
(b). Misalkan b < 0, dan bS = {bs s S}. Tunjukkan bahwa
inf (bS) = b sup S, sup (bS) = b inf S.
5. Misalkan X himpunan tak kosong dan f : X R mempunyai range yang terbatas di R.
Bila
a R, tunjukkan bahwa contoh 2.5.1(a) mengakibatkan bahwa
sup {a + f(x) x X} = a + sup {f(x) x X}.
Tunjukkan pula bahwa
inf {a + f(x) x X} = a + inf {f(x) x X}.
6. Misalkan A dan B himpunan tak kosong dan terbatas di R, dan A + B = {a + b a A,
b B}. Tunjukkan bahwa sup (A + B) = sup A + sup B dan inf (A + B) = inf A + inf B.
7. Misalkan X himpunan tak kosong, f dan g fungsi terdefinisi pada X dan mempunyai range
yang terbatas di R.
Tunjukkan bahwa
sup{f(x) + g(x) x X} sup{f(x) x X} + sup{g(x) x X}
dan
inf{f(x) x X} + inf {g(x) x X} inf{f(x) + g(x) x X}
Berikan contoh yang menunjukkan kapan berlaku kesamaan atau ketaksamaan murni.
8. Misalkan X = Y = {x R 0 < x < 1}. Tentukan h : XY R dan h(x,y) = 2x + y.
(a). untuk setiap x X, tentukan f(x) = sup {h(x,y) : y Y}
Kemudian tentukan inf {f(x) x X}.
(b). untuk setiap y Y, tentukan g(y) = inf {h(x,y) : x X}
Kemudian tentukan sup {g(y) y Y}.
Bandingkan hasilnya dengan bagian (a).
9. Lakukan perhitungan di (a) dan (b) latihan nomor 8 untuk fungsi h : XY R yang
didefinisikan dengan
h { x , y } = 0 , bila x < y
{
1 , bila x ≥ y
10. Misalkan X,Y himpunan tak kosong dari h : XY R yang mempunyai range
terbatas di
R. Misalkan f : X R dan g : Y R didefinisikan dengan
f(x) = sup {h(x,y) y Y}, g(y) = inf {h(x,y) x X}.
Tunjukkan bahwa
sup{g(y) y Y} inf {f(x) x X}
Kita akan menuliskannya dengan
¿ inf h ( x , y ) ≤¿ x inf h ( x , y )
y x y
Catatan, pada latihan nomor 8 dan nomor 9 menunjukkan bahwa ketaksamaan bisa
berupa
kesamaan atau ketaksamaan murni.
11. Misalkan X,Y himpunan tak kosong dari h : XY R yang mempunyai range
terbatas di
R. Misalkan F : X R dan G : Y R didefinisikan dengan
F(x) = sup {h(x,y) y Y}, G(y) = inf {h(x,y) x X}.
12. Diberikan sebarang x R,tunjukkan bahwa terdapat nZ yang tungal sehingga n - 1 x <
n.
13. Bila y > 0 tunjukkan bahwa terdapat n N sehingga 1/2n< y.
14. Modifikasi argumentasi pada teorema 2.5.4 untuk menunjukkan bahwa terdapat bilangan
real
positif y sehingga y 2 = 3.
15. Modifikasi argumentasi pada teorema 2.5.4 untuk menunjukkan bahwa bila a > 0, maka
terdapat bilangan real positif z sehingga z 2 = a.
16. Modifikasi argumentasi pada teorema 2.5.4 untuk menunjukkan bahwa terdapat bilangan
real
positif u sehingga u3= 2.
17. Lengkapi bukti Teorema Densitas 2.5.5 dengan menghilangkan hipotesis x > 0.
18. Bila u > 0 dan x < y, tunjukkan bahwa terdapat bilangan rasional r sehingga x < ru < y.
(Dari sini himpunan {ru r Q} padat di R).
BAB III
Barisan (sequence) pada suatu himpunan S adalah suatu fungsi dengan domain ℕ
dan mempunyai range dalam S. Pada subbab ini akan dibahas mengenai barisan di ℝ dan
akan didiskusikan apa yang dimaksud dengan konvergensi dari suatu barisan.
3.1.1 Definisi
Barisan bilangan riil (barisan dalam R) adalah fungsi yang di definisikan pada bilangan asli
N= {1,2, ...} dari bilangan asli dengan range termuat dalam bilangan real R.
Dengan kata lain, barisan dalam R adalah suatu fungsi yang menghubungkan setiap
bilangan asli n=1,2 ,… adengan tepat satu bilangan real. Jika X : N → Radalah suatu barisan,
kita biasaanya menuliskan nilai X pada n dengan notasi x n daripada menggunakan notasi
fungsi X (n). Nilai x n juga disebut dengan suku atau elemen dari barisan. Kita akan
menuliskan barisan ini dengan notasi
X, ( x n) , ( x n : n∈ N ¿
Tentu saja, kita akan sering menggunakan huruf lain, seperti Y =( y k ), Z=( z k ), dan seterusnya
untuk menuliskan barisan.
Kita sengaja menggunakan tanda kurung untuk menekankan bahwa induksi terurut
dari urutan bilangan asli N adalah penting. Dengan demikian, kita harus dapat membedakan
cara penulisan antarabarisan ( x n : n∈ N ), yang memiliki tak terhingga banyaknya suku-suku
yang berurutan, dengan himpunan nilai {x n :n ∈ N } pada range dari barisan yang tidak terurut.
Contoh, barisan X ≔( (−1 )n :n ∈ N) menunjukan kumpulan bilangan antara 1 dan −1 yang
dapat juga dinyatakan dengan (−1,1 ,−1,1 ,−1,1, … .), dimana himpunannya {(−1 )n :n ∈ N } =
{−1,1 } yang mempunyai dua elemen.
X≔ ( 12 , 41 , 16 , 18 ,…)
Meskipun metode yang lebih efisien untuk menspesifikas irumus untuk suku umum
dituliskan
X≔ ( 21n :n∈ N )
Atau secara sederhana X = ( 21n ).
Cara lain untuk mendefinisikan barisan adalah menetapkan nilai x 1 dan menggunakan
rumus untuk suku ke x n+1 ( n ≥1 ) dari x n. Lebih umum, kita dapat menetapkan x 1 dan
menggunakan rumus untuk memperoleh x n+1 dari x 1 , x 2 , … , x n . Barisan yang didefinisikan
dengan cara ini dinamakan definisi induktif (atau rekursif).
3.1.2 Contoh
(a) Jika b ∈ R , barisan B≔ ( b , b , b , … ), yang semua sukunya sama yaitub, maka barisan
yang seperti ini dinamakan barisan konstan. Dengan demikian, barisan konstan 1
adalah barisan ( 1,1,1 , … ) , dan barisan konstan 0 adalah barisan ( 0,0,0 , … ) .
(b) Jika b ∈ R, B≔(b n) adalah barisan B≔(b , b 2 , b3 , … , bn , … .). Dalam hal khusus, jika
1
b= ,kita memperoleh barisan
2
( 21 :n ∈ N )=( 12 , 14 , 18 , … , 21 , …)
n n
(c) Barisan (2 n :n ∈ N ) dari bilangan asli genap dapat didefinisikan secara induktif dengan
x 1 :=2, x n+1 :=x n +2
Atau dengan definisi
y 1 ;=2, y n+ 1 ;= y 1+ y n
(d) Barisan Fibonacci yang sudah dikenal F ≔ ( f n )dinyatakan dalam definisi induktif
f 1 ;=1 , f 2 ;=2, f n+1 ;= y n−1 + y n ( n≥ 2)
Demikian angka berikutnya didapat dengan cara menambahkan kedua bilangan yang
berurutan sebelumnya. Sepuluhsuku pertama dariF yaitu (1,1,2,3,5,8,13,21,34,55, ...).
Limit Barisan
Ada sejumlah konsep limit yang berbeda dalam analisis riil. Gagasan limit barisan adalah
yang paling dasar, dan itu akan menjadi fokus dari subbab ini.
3.1.3 Definisi
Suatu barisan X =(x n ) di R dikatakan konvergen ke x ∈ R ,atau x dikatakan limit dari ( x n) ,
jika untuk setiap ε > 0terdapat bilangan asliK ( ε) sedemikian sehingga untuk setiap n ≥ K (ε ),
suku x n memenuhi ¿ x n−x∨¿ ε.
Jika x merupakan limit dari barisan X , maka dapat dikatakan bahwa X =( x n )
konvergen ke x (atau X mempunyai limit x). Jika suatu barisan mempunyai limit, maka
barisan tersebut dikatakan konvergen. Jika barisan tidak mempunyai limit, barisan tersebut
dikatakan divergen.
ε
K ' sedemikian sehingga ¿ x n−x '∨¿ untuk setiap n ≥ K ',dan terdapat K ' ' sedemikian
2
ε
sehingga ¿ x n−x ' ' ∨¿ untuk setiap n ≥ K ' '. Kita misalkan Klebih dari K ' dan K ' '. Maka
2
untuk n ≥ Kkita menerapkan ketaksamaan segitiga untuk memperoleh
|x ' −x ''|=|x ' −x n+ x n −x' '|
ε ε
≤|x ' −x n|+|x n−x ''|< + =ε
2 2
Karena ε > 0adalah sebarang bilangan positif, kita menyimpulkan bahwa x ' −x ' ' =0 ⇔ x' =x ' '
Untuk x ∈ R dan ε > 0, ingat bahwa persekitaran-ε dari x adalah himpunan
V ε ( x ) ≔ {u ∈ R :∨u−x∨¿ ε }
(Lihat bagian 2.2) Karena u ∈V ε ( x ) ekuivalen dengan |u−x|<ε , definisi konvergen dari
barisan dapat dirumuskan dalam bentuk persekitaran. Kita memberikan beberapa cara yang
berbeda untuk menyatakan bahwa barisan x n konvergen ke x pada teorema berikut.
3.1.5 Teorema
Misalkan X =( x n ) adalah barisan bilangan real, dan misalkan x ∈ R . Pernyataan berikut
ekuivalen.
(a) X konvergen ke x
(b) Untuk setiap ε > 0, terdapat bilangan asli K sedemikian sehingga untuk semua n ≥ K ,
suku x n memenuhi ¿ x n−x∨¿ ε.
(c) Untuk setiap ε > 0, terdapat bilangan asli K sedemikian sehingga untuk semua n ≥ K ,
suku x n memenuhi x−ε < x n< x + ε .
(d) Untuk setiap persekitaran -ε V ε ( x ) dari x, terdapat bilangan asli K sedemikian
sehingga untuk semua n ≥ K, suku x n ∈ V ε ( x ) .
Bukti.
( a ) ⟹ ( b ) Jelas (dari definisi).
(b)⟹(c )|x n−x|< ε ⇔−ε < x n−x < ε ⟺ x−ε < x n < x+ ε
(c )⟹ ( d ) x−ε < x n < x +ε ⇔ x n ∈ ( x−ε , ε + x ) ⟺ x n ∈ V ε ( x )
(d )⟹ ( a ) x n ∈ V ε ( x ) ⟺ x−ε < x n< x+ ε ⟺| xn −x|< ε
Catatan. Definisi limit barisan bilangan real digunakan untuk membuktikan nilaix yang
dikemukakanmerupakanlimit. Definisi limit barisan bilangan real tidakmenyediakan sarana
untukmenentukan nilaix yangmungkin. Hasilnyakemudianmemberikan kontribusi
untuktujuan ini,tetapicukup seringdalam praktekuntuk sampai padadugaan nilailimitdengan
perhitunganlangsungdari suku-suku barisan tersebut.Dalam hal ini komputerakan sangat
membantu, tapi karena komputer hanyadapat menghitunghanyapada suku-suku berhingga
dari suatu barisan, maka perhitungandemikian bukanlah bukti.
Contoh-contoh berikut mengilustrasikan bagaimana definisi digunakan untuk
membuktikan bahwa barisan memiliki suatu limit yang khusus. Dalam setiap kasus, sebuahε
positifdiberikandankita dituntut untukmenemukanKtergantung padaε, seperti yang
dipersyaratkan olehdefinisi.
3.1.6 Contoh
Untuk membuktikan bahwa lim ( 1n )=0, maka harus dibuktikan bahwa untuk setiap ε > 0,
ada bilangan asli K ( ε), sedemikian hingga untuk setiap n ≥ K (ε ), maka |1n −0|<ε
1
Jika diberikan ε > 0, maka >0 . Dengan Sifat Archimedes 2.4.5 ada bilangan natural
ε
1 1 1
K= K (ε ) sedemikian sehingga < ε . Maka, jika n ≥ K, kita punya ≤ < ε.
K n K
Akibatnya, jika n ≥ K, maka
Jawab.
Misalkan diberikan ε > 0. Untuk menemukan bilangan K, pertama perlu kita catat bahwa
jika n ∈ N , maka
1 1 1
< 2<
n +1 n n
2
1
Sekarang pilih K sedemikian sehingga < ε , seperti pada bagian (a) di atas. n ≥ K
K
1
mengimplikasikan bahwa < ε , dan oleh karena itu
n
1 1 1
| n +12 |
−0 = 2 < <ε
n +1 n
Oleh karena itu,kami telah menunjukkan bahwalimit barisan adalah nol.
|3n+1
n+2
−3|=|
3 n+2−3 n−3
n+ 1 |=|
−1
|=
1
<
n+1 n+1 n
1
1
Selanjutnya, pilihlah K sedemikian hingga untuk sebarang ε > 0 ada < ε , seperti di atas.
K
1 1
Maka, jika n ≥ K , akan diperoleh ≤ < ε. Akibatnya, jika n ≥ K ,maka
n K
|3n+1
n+2
−3|=|
3 n+2−3 n−3
n+ 1 |=|n+1
−1
|= n+11 < 1n < ε
Ini membuktikan bahwa lim ( 3n+1
n+2
)=3.
(d) Tunjukkan bahwa lim ( √ n+1−√ n)=0
Jawab.
Kita mengalikan dengan akar sekawan √ n+1− √ n untuk mendapatkan
( √ n+1−√ n ) ( √ n+1+ √ n ) n+ 1−n
=
( √ n+1+ √ n ) √ n+1+ √ n
1 1
¿ ≤
√n+ 1+ √ n √ n
1
Jika kita berikan ε > 0 , maka kita akan menunjukkan < ε jika dan hanya jika
√n
1 2 1
< ε atau n> 2 . Selanjutnya pilih K >1/ε 2, maka √ n+1− √ n< ε untuk semua n> K .
n ε
(untuk contoh kita, jika kita memakai ε =1/10 maka K >100 adalah wajib).
(ketaksamaan pada pernyataan terakhir dibalik karena ln b< 0). Dengan demikian, jika kita
ln ε
memilih bilangan K sedemikian sehingga K > , maka kita punya 0< bn <ε untuk semua
ln b
n ≥ K . Demikian juga kita punya lim ( bn ) =0.
Sebagai contoh, jika b=.8 dan jika diberikan ε =.01, maka kita memerlukan
ln .01
K> ≈ 20.6377 . demikian untuk K=21 akan menjad ipilihan yang tepat untuk ε =.01
ln .8
Sebagai catatan. Permainan K ( ε)
Dalam ide barisan konvergen, salah satu cara yang perlu diingat hubungan antaraεdanK
adalah dengan menganggapnya sebagai permainan yang disebut dengan permainan K ( ε ) .
Dalam permainan ini, pemain A mengatakan bahwa bilangan tentuxadalah limit dari barisan
( x n) . Pemain B menantang pernyataan ini dengan memberikan pemain A nilai yang khusus
untuk ε > 0. Pemain A harus menanggapi tantangan dengan memberikan nilai K sedemikian
sehingga ¿ x n−x∨¿ ε untuk semua n> K . Jika pemain A selalu dapat menemukan nilai K,
maka pemain A menang dan barisan konvergen. Akan tetapi, jika pemain B memberikan nilai
yang khusus untuk ε > 0 yang mana pemain A tidak dapat menanggapi ketaksamaan tersebut,
maka pemain B menang dan kita dapat menyimpulkan bahwa barisan tersebut tidak
konvergen ke x.
Untuk menunjukan bahwa barisan X =(x n ) tidak konvergen ke bilangan x, cukup
memperlihatkan suatu bilangan ε 0> 0, sedemikian sehingga tidak ada bilangan asli K yang
dipilih, dapat ditemukan n k secara khusus yang memenuhi n k ≥ K sedemikian sehingga
¿ x n −x∨≥ ε 0 . (ini akan didiskusikan secara lebih detail pada bagian 3.4)
k
3.1.7 Contoh
Barisan ( 0,2,0,2 , … , 0,2, … ) tidak konvergen ke 0
Jika pemain A mengatakan bahwa 0 adalah limit dari barisan tersebut, pemain A akan
kalah di permainan K ( ε) ketika pemain B memberikan nilai untuk ε < 2. Menjadi pasti,
misalkan pemain B memberikan pemain A nilai ε 0=1. Tidak peduli berapapun nilai K yang
dipilih oleh pemain A, jawabannya tidak akan cukup, pemain B akan menganggapi dengan
memilih bilangan genap n> K . Maka nilai yang sesuai adalah x n=2 sehingga
Ekor Barisan
Penting untuk menyadari bahwa kekonvergenan(atau kedivergenan) dari barisan
X =( x n ) bergantung hanya pada “perilaku suku-suku terakhirnya” (ultimate behavior). Ini
berarti bahwa jika untuk setiap bilangan aslim, kita hilangkan m suku pertama suatu barisan,
maka menghasilkan barisan X m konvergen jika dan hanya jika barisan asalnya juga
konvergen, dan dalam hal ini limitnya sama. Kita akan menyatakan ini secara resmi setelah
memperkenalkan ide tentang"ekor" dari barisan.
3.1.8 Definisi
Jika X =(x 1 , x 2 , … , x n , …) suatu barisan bilangan real danm adalah bilangan asli tertentu, ,
maka ekor ke-m dari X adalah suatu barisan
3.1.9 Teorema
Misalkan X =( x n : n∈ N )suatu barisan bilangan real dan m∈ N. Maka ekor ke-m adalah
X m=( x m+ n : n ∈ N )konvergen jika dan hanya jika X konvergen. Dalam hal ini lim X m=lim X .
Bukti:
Kita catat bahwauntuk setiap p ∈ N , suku ke− pdari X madalah suku ke−( p+m ) dari X .
Demikian pula jika q >m, maka suku ke−qdari X adalah suku ke−( q−m) dari X m.
⇐ Asumsikan X konvergen ke x. Diberikan sebarang ε > 0, jika suku dari X untuk n ≥ K (ε )
memenuhi ¿ x n−x∨¿ ε, maka suku X m untuk k ≥ K ( ε )−m memenuhi ¿ x k −x∨¿ ε . Dengan
demikian kita mengambil K m ( ε )=K ( ε )−m, jadi X m juga konvergen ke x.
⇒ Asumsikan X m konvergen ke x. Diberikan sebarang ε > 0, jika suku dari X m untuk
k ≥ K m ( ε) memenuhi ¿ x k −x∨¿ ε , maka suku dari X untuk n ≥ K m ( ε ) +m memenuhi
¿ x n−x∨¿ ε. Dengan demikian kita dapat mengambil K ( ε ) =K m ( ε ) +m , jadi X juga
konvergen ke x
Oleh karena itu, X konvergen ke x jika dan hanya jika X m konvergen ke x.
3.1.10 Teorema
Andaikan( x n) adalah barisan dari bilangan real dan x ∈ R . Jika (a n) adalah barisan bilangan
real positif dengan lim an=0 dan jika untuk suatu konstanta C> 0 dan m∈ N, kita punya
¿ x n−x∨≤ C a n untuk semuan ≥ m
Jika diberikan ε > 0, dan karena lim an=0, kita tahu bahwa ada K= K ( Cε ) sedemikian
sehingga n ≥ K yang mengimplikasikan
ε
a n=|a n−0|<
C
Oleh karena itu bahwa jika n ≥ K dan n ≥ m, maka
3.1.11 Contoh
1 1 1
mengakibatkan | 1+na |( )
−0 ≤
a n
,∀n∈N .
Karena lim ( 1n )=0 , maka dengan C= 1a > 0 dan m=1 berdasarkan Teorema 3.1.10 dapat
disimpulkan bahwa lim ( 1+1na )=0.
b) Tunjukan bahwa jika 0< b<1 maka lim ( bn ) =0
Jawab.
1 1
Karena 0< b<1 maka dapat di tulis b= dimanaa := −1dengan demikian a> 0.
1+ a b
Dengan menggunakan Ketaksamaan Bernoulli(1+a)n ≥1+na , maka
1 1 1
0< bn= ≤ <
(1+ a) 1+na na
n
Pada khususnya, jika b=.8, jadi a=.25 dan jika kita diberikan ε =.01, maka
4
ketaksamaan sebelumnya memberi kita K ( ε ) = =400. Bandingkan dengan contoh
.01
3.1.6(d), dimana diperoleh K=25, ini memperlihatkan kepada kita bahwa metode
estimasi tidak memberikan nilai K yang terbaik. Namun, untuk tujuan menentukan limit,
ukuran nilai K tak penting.
1
c) Tunjukan bahwa jika c >0, maka lim c n =1
Jawab.
1
( )
Untuk kasus c=1 adalah trivial, karena itu c n barisan konstan (1,1,....) jelas bahwa
konvergen ke 1.
1
Jika c >1, maka c n =1+ d untuk beberapa d n >0 . Dengan menggunakan Ketaksamaan
n
Bernoulli 2.1.13(c),
c=( 1+ d n )n ≥ 1+n d n untuk n ∈ N .
c−1
Oleh karena itu c−1 ≥ n d n, jadi d n ≤ . Akibatnya
n
1
|c −1|=d ≤ ( c−1 ) 1n
n
n
untuk n ∈ N
1
Dengan menggunakan teorema 3.1.10 diambil kesimpulan bahwa lim c n =1
ketika c >1
1
Sekarang misalkan bahwa 0< c<1, maka c n =1/(1+ h ) untuk beberapa h n> 0. Karenanya
n
1
Yang mengakibatkan0< hn < untuk n ∈ N . Oleh karena itu
nc
1
n hn 1
0<1−c = < hn <
1+ hn nc
Jadi,
1
|c −1|<( 1c ) 1n untuk n ∈ N
n
1
Dengan menggunakan Teorema 3.1.10 di ambil kesimpulan bahwa lim c n =1 ketika
0< c<1
1
d) Tunjukan bahwa lim n n =1 ( )
Jawab.
1 1
Karena n n >1 untuk n>1, kita dapat menuliskan n n =1+ k untuk k n> 0 ketika n>1. Oleh
n
karena itun=(1+ k n)n untuk n>1. Dengan Teorema Binomial, jika n>1 maka
1 1
n=1+n k n + n ( n−1 ) k 2n+ … ≥1+ n( n−1)k 2n
2 2
Dengan demikian
1
n−1≥ n ( n−1 ) k 2n
2
2 ( n−1 ) ≥ n ( n−1 ) k 2n
2 ≥ n k 2n
2 2
≥k
n n
2 2
Karena k n ≤ untuk n>1. Jika diberikan ε > 0, dengan sifat Archimedes bahwa ada
n
2
bilangan asli N ε sedemikian sehingga <ε 2. Dengan demikian jika n> {2 , N ε } maka
Nε
2 2
< ε , yang mana
n
1
2 12
0< n n −1=k n ≤ ()
n
<ε
1
( )
Karena sebarangε > 0, kita menyimpulkan bahwa lim n n =1.
Latihan 3.1
1. Suku-suku ke-n dari barisan (xn) ditentukan oleh formula berikut. Tuliskan lima suku
pertama dari masing-masing barisan tersebut.
n
a. x n=1+ (−1 )
(−1 )n
b. x n=
n
1
c. x n=
n(n+ 1)
1
d. x n= 2
n +2
2. Beberapa suku pertama barisan (xn) diberikan sebagai berikut. Anggap “pola
dasarnya” diberikan oleh suku-suku tersebut, tentukan formula untuk suku ke-n, xn,
a. 5,7,9,11, …
1 1 1 1
b. ,− , ,− , … .
2 4 8 16
1 2 3 4
c. , , , ,…
2 3 4 5
d. 1,4,9,16
3. Tuliskan lima suku pertama dari barisan yang didefinisikan secara induktif berikut
a. x 1=1 , y n+1=3 x n+ 1
1 2
b. y 1=2 , y n+1=
2(yn +
yn )
Z n +1+ Z n
c. z 1=1 , z 2=2 , Z n +2=
Z n+ 1−Z n
d. s1=3 , s2=5 , s n+2=s n+ s n+1
1
a. Lim ( ) 2
n +1
=0
2n
b. Lim ( n+1 )=0
3 n+1
Lim (
2 n+5 )
c. =0
n2−1
d. Lim (
2 n2 + 3
=0 )
6. Tunjukkan bahwa
1
a. Lim ( √ n+7 )=0
2n
Lim (
n+2 )
b. =2
Lim (
√n =0
n+1 )
c.
(−1 )n n
d. Lim (
n 2+1
=0 )
1
7. Jika x n= untuk n ∈ N
ln ( n+1 )
a. Gunakan defenisi batas untuk menunjukkan lim ( x n)=0
b. Cari nilai spesifik k (ε )seperti yang disyratkan dari defenisi batas limit berikut ini:
1
(i) ε =
2
1
(ii) ε =
10
8. Buktikan bahwa li m( x n)=0 jika dan hanya jika li m|x n|=0. Berikan contoh yang
menunjukkan bahwa kekonvergenan dari ¿) tidak perlu mengakibatkan
kekonvergenan dari (xn).
9. Tunjukkan bahwa bila x n ≥ 0 , ∀ nϵN dan li m( x n)=0 , maka li m √ x n=0 .
10. Tunjukkan bahwa bila lim ( x n ) =x dan x >0 , maka terdapat bilangan M ϵ N sehingga
x n>0 untuk semua n ϵ M .
1 1
11. Tunjukkan bahwa lim ( −
n n+1
=0 )
12. Tunjukkan lim ( √ n2 +1−n )=0
1
13. Tunjukkan lim ( )
3n
=0
n2
16. Tunjukkan bahwa lim ( ) n!
=0
n n n−2
2 2 2
17. Tunjukkan bahwa lim ( ) =0. [ bila n ≥3. maka 0< ≤ 2 ( ) ]
n! n! 3
1
18. Jika lim ( x n) =x >0 , buktikan ada bilangan asli K untuk n ≥ K, maka x< xn <2 x
2
3.2. Teorema-teorema Limit
Dalam bagian ini kita akan memperoleh beberapa hal yang memungkinkan kita
mengevaluasi limit dari barisan bilangan real yang tertentu. Hasil ini memung- kinkan kita
menambah koleksi barisan konvergen.
3.2.1. Definisi. Barisan bilangan real X =( x n) dikatakan terbatas bila terdapat bilangan
real M > 0 sehingga|x n|≤ M ; untuk semua n ∈ N .Jadi barisan X = (xn) terbatas jika dan
hanya jika himpunan {xn : n∈N} terbatas di R,
Catatan kita juga bisa membuktikan kekonvergenan ( x n) adalah sebuah bahasa yang lingkungan.
Jika v ε ( x) adalah sebuah lingkungan untuk limit x . Lebih jauh lagi, kecuali jumlah urutan dari
v ε (x). Karena itu, sejak v ε (x) Jelas dibatasi sebuah himpunan terbatas jika mengikuti
batasannya.
Sekarang kita akan memeriksa bagaimana proses pembatasan berinteraksi dengan operasi
penambahan, pengurangan, perkalian, dan pembagian urutan. Jika X =( x n ) dan Y = ( y n )adalah
urutan bilangan real, maka kita mendefinisikan penjumlah mereka menjadi urutannya
X +Y =( x n + y n ). Pengurangan X −Y =( x n − y n ). Dan dengan perkalian XY =( x n y n ) . jika c ∈ R
maka untuk banyak X dari c sehingga cX =( c x n) . Terakhir, jika Z=( z n ) sehingga bilangan asli
X xn
z n ≠ 0 untuk semua n ∈ N . maka hasil bagi dari X dan Z adalah
Z
=( )
zn
.
X =( 2,4,6 , … , 2n , … ) , Y = ( 11 , 12 , 13 , 14 , … , 1n , … .)
Maka kita mempunyai
3 9 19 2 n2+1
X +Y =( , , ,… ,
1 2 3 n )
,…
2
1 7 17 2 n +1
X −Y =( , , , … , , …)
1 2 3 n
X . Y =( 2 , 2 ,2 , … , 2, … )
3 X =( 6 ,12 , 18 , … ,6 n , … )
X
=( 2 , 8 ,18 ,… , 2 n2 , … )
Y
Kami mencatat bahwa jika Z adalah urutannya
Z=( 0 , 2 , 0 , … ,1+ (−1 )n , … ) ,
Maka kita bisa menetapkan X + Z , X−Z , dan X . Z. tetapi, X /Z tidak didefinisikan karena nilai Z
adalah nol.
Kami sekarang menunjukkan bahwa urutan yang diperoleh dengan menerapkan operasi ini ke
konvergen. Urutan melahirkan urutan baru yang batasnya dapat diprediksi.
3.2.3 Teorema.
Bukti:
(a) Untuk membuktikan lim ( x n+ y n)=x+ y kita akan menaksir |(x n+ y n)−( x+ y)|Untuk
melakukan ini kita menggunakan Segitiga Ketidaksetaraan 2.2.3 untuk mendapatkan
≤|x n−x|+| y n − y|
ε ε
|x n−x|< 2 , juga terdapat K 2 ∈ N sehingga bila n ≥ K 2 , Maka |x n−x|< 2 . bila
|( x n+ y n )−( x + y )|
≤|x n−x|+| y n − y|
1 1
¿ ε + ε=ε
2 2
|x n y n−xy|=|( x n y n −x n y ) + ( x n y n−xy )|
≤|x n ( y n− y )|+¿
ε ε
K 1 , K 2 ∈ N . sehingga bila n ≥ K 1 maka |x n−x|< , dan bila n ≥ K 2maka | y n − y|<
2M 2M
. Sekarang tetapkan K ( ε ) =¿ K , K },¿ ¿ maka untuk semua n ≥ K (ε ) diperoleh
1 2
(b). Berikutnya kita akan menunjukkan bila Z = (zn) barisan tak nol yang konvergen
α >0. Karena lim ( z n )=z , maka terdapat K 1 ∈ N , sehingga bila n≥ K 1 maka |z n−z|< α .
1 2
n ≥ K 1 . karena itu ≤ untuk n ≥ K 1 , jadi kita mempunyai
zn |z|
1 1 z n−z 1
| || |− =
zn z zn z
=
|z n z|
|z−z n|
2
≤ 2|
z−z n| untuk semua n> K ( ε )
|z n|
1 2
Sekarang kita berikan ε > 0 , maka terdapat K 2 ∈ N sehingga bila n ≥ K 2maka |z n−z|< ε|z| .
2
1 1
Oleh karena itu jika K ( ε ) ={K , K } ¿ maka
1 2
zn z | |
− <ε , Untuk semua n> K ( ε )
1 1
Karena ε > 0 sebarang, jadi lim ( ) = .
zn z
1 xn 1 x
Dengan mendefenisikan Y barisan ( )
yn ( )
dalam menggunakan XY =
yn
konvergen ke x()= .
z z
Beberapa hasil Teorema 3.2.3 dapat diperluas, dengan induksi matematika, untuk
sejumlah hingga barisan konvergen. Sebagai contoh, bila A = (an), B = (bn), ..., Z = (zn)
barisan konvergen, maka jumlahnya A + B + ... + Z = ( an + bn + ... + zn) juga merupakan
barisan konvergen dan
k k
3) Lim ( an ) =[ lim ( an ) ]
Bukti:
Andaikan x <0 ,pilih z=−x >0. karena X konvergen ke x, maka terdapat kϵN ,sehingga
x−ε < x+ z =x+ (−x ) =0. Hal ini kontradiksi dengan hipotesis bahwa x n ≥ 0 untuk semua nεN .Jadi
haruslah x ≥ 0.
3.2.5 Teorema. Bila X = (xn) dan Y = (yn) barisan konvergen dan x n ≤ y nuntuk semua n ∈ N ,
maka lim (xn) ≤ lim (yn).
Bukti:
Misalkan z n= y n−x n sehingga Z=(z n)=Y − X dan z n ≥ 0 untuk semua n ∈ N . Dari teorema
3.2.4 dan 3.2.3 diperoleh
Yang berikut mengatakan bahwa bila semua suku dari barisan konvergen me- menuhi
ketaksamaan a ≤ x n ≤ b, maka limitnya memnuhi ketaksamaan yang sama.
3.2.6. Teorema. Bila x=( x n) suatu barisan konvergen dan a ≤ x n ≤ b untuk semua n ∈ N , maka
a ≤ li m( x n)≤ b.
Bukti :
Misalkan Y barisan konstan (b , b , b , ...). Dari Teorema 3.2.5 diperoleh li m X ≤ li mY =b. Secara
sama dapat ditunjukkan bahwa a ≤ li m X .
Sedangkan yang berikut menyatakan bahwa bila barisan Y diapit oleh dua ba- risan
konvergen yang limitnya sama, maka barisan y tersebut juga konvergen ke limit dari
kedua barisan yang mengapitnya.
3.2.7. Teorema Apit. Misalkan bahwa X = (xn), Y = (yn), dan Z = (zn) barisan yang memenuhi
x n≤ y n ≤ z n, Untuk semua n ∈ N
Bukti:
Misalkan w=li m(x n)=li m( z n). Bila ε > 0diberikan, maka karena X dan Z konvergen ke w,
terdapat K ∈ N sehingga untuk semuan ∈ N dengan n ≥ K dipenuhi
Catatan : Karena sebarang ekor barisan mempunyai limit yang sama, hipotesis dari 3.2.4,
3.2.5, 3.2.6, dan 3.2.7 dapat diperlemah dengan menerapkannya pada ekor barisan. Sebagai
contoh, pada Teorema 3.2.4, bila X =( x n) pada “akhirnya positif” dalam arti bahwa terdapat
m∈ N sehingga x n ≥ 0untuk semua n ∈ m, maka akan diperoleh kesimpulan yang sama yaitu
n ≥ 0. Modifikasi yang sama juga berlaku untuk Teorema yang lain, yang pembaca perlu
buktikan.
Mengikuti Teorema 3.2.2, andaikan barisan X =(n) konvergen, maka terdapat bilan-
gan real M >0 sehinggan=|n|< Muntuk semua n ∈ N . Tetapi hal ini melanggar sifat
Archimedes lihat 2.4.3.
n
b. Barisan ((-1) ) divergen
Untuk barisan X =( (−1 )n ) adalah barisan ini terbatas (ambil M = 1), sehingga kita
tidak dapat menggunakan Teorema 3.2.2. Karena itu, asumsikan a = lim X. misalkan
ε =1 maka bilangan natural K 1 sehingga
d. Lim ( 2n+5
n+1
)=2
Karena barisan (2n + 1) dan (n + 5) tidak konvergen, kita tidak dapat menggunakan
Teorema 3.2.3(b) secara langsung. Tetapi kita dapat melakukan yang berikut
1
2+
2n+ 1 n
=
n+ 5 5
1+
n
berlaku saat kita ambil X = 2+ ( 1n ) dan Z=(1+ 5n ) (periksalah semua hipotesis sudah
memuaskan). Sejak lim X=2 dan lim Z=1 ≠ 0 maka
1 1
lim 2+
2+ ( )
lim
2 n+1
(n+5
=lim )
1+
n
5
n
=
( )
lim 1+
n
5
n
2
= =2
1
( )
2n
e. Lim ( )
n2 +1
=0
Teorema 3.2.3 (b) tidak dapat digunakan secara langsung, juga sampai pada
2n 2
=
n +1 n+ 1
2
n¿
¿
Tapi Teorema 3.2.3 (b) tidak berlaku di sini juga, karena n+ ( 1n ) bukan konvergen. (Mengapa
tidak?) Namun, jika kita menulis (mengapa?). tetapi karena
2n 2
=
n +1 n+ 1
2
Dengan menggunakan Teorema 3.2.3(b) Dan lim ( 2n )=0 dan lim (1+ n1 )=1 , maka
2
lim ( n2+1n )= 01 =0 ,
2
Karena lim ( −1n )=lim ( 1n )=0, dengan menggunakan Teorema Apit diperoleh bahwa
lim ( sinn n )=0
g. Misalkan X = (xn) barisan yang konvergen ke x. Sedangkan p polinomial, sebagai contoh
p(t)=a 0+ a1 t+ a 2t 2+...+ a k t k
3.2.9. Teorema. Misalkan barisan X = (xn) konvergen ke x, maka barisan (|x n|) konvergen ke
Selanjutnya kekonvergenan dari (| xn|) ke |x| suatu akibat lanagsung dari kekonvergenan
dari x n ke x .
3.2.10. Teorema. Misalkan barisan X = (xn) konvergen k eke x dan x n ≥ 0, untuk semua n ∈ N .
Bukti: Dari Teorema 3.2.4 diperoleh bahwa x=li m( x n) ≥ 0. Sekarang kita tinjau dua kasus (i).
x=0dan (ii). x >0.
(i) Misalkan x=0 , dan ε > 0 sebarang diberikan, karena x n → 0 maka terdapat K ∈ N sehingga
0 ≤ xn =x n−0< ε 2
Karena itu (lihat contoh 2.2.13(a)), 0 ≤ √ x n ≤ ε untuk n ≥ K .
Karena ε > 0sebarang, maka ( √ x n ) →0
(ii) Bila x >0 , maka √ x> 0 dan kita mempunyai
( √ x n−√ x)( √ x n+ √ x ) x −x
√ x n−√ x= = n
√ x n −√ x √ x n+ √ x
Karena √ x n+ √ x ≥ √ x >0 , maka
|√ x n−√ x|≤
√x (1)
|x n−x|
x n+1
3.2.11. Teorema. Misalkan ( x n ) barisan bilangan real positif sehingga L=lim ( )
xn
ada. Bila
Bukti:
Menurut 3.2.4 diperoleh bahwa L ≥0. misalkan r bilangan dengan L<r <1 , dan
ε =r – L> 0. maka terdapat n ∈ R . dipenuhi
x n+1
| xn |
−L <ε
xn +1
< L+ ε=L+ ( r− L )=r
xn
xk
Bila kita tetapkanC= k
, kita peroleh 0< x n +1<C r n+1untuk semua n ≥ K. Karena
r
0< r< 1, menurut 3.1.11(c) diperoleh lim( r n ) =0 dan karenanya menurut Teorema 3.1.10
lim ( x n ¿=0.
Latihan 3.2
n
1
digunakan untuk mengevaluasi batasdari urutan (( ) )
1+
n
.
an +1+ bn+1
12. Jika0< a<b. Tentukan lim ( )
a n + bn
13. Jika a> 0 , b>0, tunjukkan lim ¿
14. Gunakan Teorema Squeeze 3.2.7 untuk menentukan batasan berikut ini
1
a. (n )
n
2
1
b. ( ( n !) )
n
2
1
15. Misalkan z =( an +bn ) n dengan 0< a<b , maks lim ( Z n )=b
n
16. Gunakan Teoremaa 3.2.11 pada barisan-barisan berikut, bila a , b memenuhi 0< a<1 dan b> 1
a. ( a n )
n
b. ( )
bn
2
c. ( 2bn )
23 n
d. ( )
32 n
17. a ¿ . Be r i k a n c ont oh b a r isa n b il a n g a n po siti f ( x n) y a ng konv e r g e n s e h in≫a
x n+1
lim ( )
xn
=1
b). Berikan pula contoh barisan divergen dengan sifat tersebut. (Jadi, sifat ini tidak
x n+1
18. Misalkan X =(x n ) barisan bilangan positif sehingga lim ( )
xn
=L>1. tunjukkan bahwa X
bn
b. ( )
n2
bn
c. ( )
n!
d. ( nn! )
n
1
( )
20. Misalkan ( x n ¿ barisan bilangan positif dengan lim x n =L<1. tunjukkan bahwa terdapat
n
bilangan denagn 0< r< 1 sehingga 0< x n <r n untuk suatu nϵN yang cukup besar. Gunakan ini
1
(a) Berikanlah contoh barisan bilangan positif ( x ¿ yang divergen sehingga lim ( x )=1.
n n
n
Sampai saat ini, kita telah mempunyai beberapa metode untuk menunjukkan
bahwa barisan X =( x n) konvergen :
(i). Kita dapat menggunakan defenisi 3.1.3 atau Teorema 3.1.5 secara langsung.
(iii). Kita dapat mengidentifikasi barisan X diperoleh dari barisan-barisan yang diketahui
konvergennya dari lebar barisannya, kombinasi aljabar, nilai mutlak atau datar dengan
menggunakan Teorema 3.1.9, 3.2.3, 3.2.9, atau 3.2.10.
(iv). Kita dapat mengapit X dengan dua barisan yang konvergen ke limit yang sama
dengan menggunakan Teorema 3.2.7.
(v). Kita dapat menggunakan “Uji rasio” dari Teorema 3.2.11.
Kecuali (iii), semua metode ini mengharuskan kita terlebih dahulu mengetahui (atau
paling tidak dugaan) nilai limitnya yang benar, dan kemudian membuktikan bahwa
dugaan kita benar.
Terdapat banyak contoh, yang mana tidak ada calon yang jelas untuk limit dari suatu
barisan, bahkan walaupun dengan analisis dasar diduga barisannya konvergen. Dalam
bagian ini dan dua bagian berikutnya, kita akan membahas hasil-hasil yang dapat
digunakan untuk menunjukkan suatu barisan konvergen meskipun nilai dari limit tidak
diketahui. Metode yang diperkenalkan pada bagian ini lebih terbatas dibanding metode
yang akan diberikan pada dua bagian selanjutnya, tetapi ini lebih mudah digunakan.
Metode ini dapat digunakan pada barisan yang monoton seperti berikut.
3.3.1 Definisi. Misalkan X =( x n) barisan bilangan real, kita katakan X tak turun bila
memenuhi ketaksamaan :
x 1 x 2 .... x n x n+1 …
(+1 ,−1 ,+1 , ......, (−1 )n+1 , ....),(−1 ,+2 ,−3 , ..... ,(−1)n n , ....)
Berisan-barisan berikut tak monoton, tetapi pada akhirnya monoton
(7,6,2,1,2,3,4 , ......) ,(−2,0,1,1/2,1 /3,1/ 4 , .....) .
(a) Jika X =( x n) barisan tak turun yang terbatas, maka lim (x n) = sup{x n: n∈ N}
(b) Jika Y =( y n) barisan tak naik yang terbatas, maka lim ( y n) = inf{ y n :n ∈ N }.
Bukti :
Dari teorema 3.2.2 diketahui bahwa barisan konvergen pasti terbatas.
Sekarang kita akan buktikan sebaliknya, misalkan X barisan monoton yang
terbatas. Maka X tak turun atau tak naik.
(a). Pertama perhatikan kasus dimana X =( x n) barisan tak turun dan terbatas. Karena X
terbatas, terdapat M ∈ R, sehingga x n M untuk semua n ∈ N . Menurut sifat kelengkapan
* *
2.3.6, terdapat x = sup{ x n: n∈ N }; ada pada R ; kita akan tunjukkan bahwa x = lim ( x n).
Akibatnya
(b). Jika Y =( y n) barisan terbatas tak naik, maka jelaslah bahwa X = -Y= (-yn) barisan
terbatas tak turun. Dari (a) diperoleh lim X = sup{-yn : n ∈ N }. Sekarang lim X = −¿
lim Y, sedangkan dari latihan 2.4.4(b), kita mempunyai
sup{− y n :n ∈ N } = −¿ inf { y n :n ∈ N }.
Karenanya lim Y = −¿lim X = inf{ y n :n ∈ N }
Teorema konvergensi monoton memperkenalkan eksistensi limit dari barisan
monoton terbatas. Hal ini juga memberikan cara perhitungan limit yang menyajikan
kita dapat memperoleh supremum (a), infimum (b). Sering kali sukar untuk menge-
valuasi supremum (atau infimum), tetapi kita ketahui bahwa hal ini ada, sering pula
mungkin mengevaluasi limit ini dengan metode lain.
3.3.3. Beberapa contoh
1
(a). lim
( )
√n
=0 .
Kita dapat menggunakan Teorema 3.2.10; tetapi, kita akan menggunakan Teorema
1
Konvergen Monoton. Jelaslah bahwa 0 merupakan batas bawah, dari himpunan { √n :
n ∈ N }, dan tidak sukar untuk menunjukkan bahwa 0 adalah infimum dari himpunan {
1 1
√n :
n∈N
}; oleh karena itu
0=lim
√n ( ) .
1
akibatkan konvergen ke bilangan real x. Karena
X=
( )√n konvergen ke x, menurut
Teorema 3.2.3, bahwa X ∙ X = (1/n) konvergen ke x2. Karena itu x2 = 0, akibatnya x = 0.
1 1 1
hn =1+ + + .. .+ n∈N
(b). Misalkan 2 3 n untuk .
1
hn+1 =hn + >h
Karena n+ 1 n , kita melihat bahwa (hn) suatu barisan naik.
Dengan menggunakan Teorema Konvergensi Monoton 3.3.2, pertanyaan apakah
barisan ini konvergensi atau tidak dihasilkan oleh pertanyaan apakah barisan tersebut
konvergen atau tidak mengurangi pertanyaan apakah barisan tersebut terbatas atau tidak.
Upaya-upaya untuk menggunakan kalkulasi numerik secara langsung tiba pada suatu
dugaan mengenai kemungkinan terbatasnya barisan (hn) mengarah pada frustrasi yang
tidak meyakinkan. Dengan perhitungan komputer akan memberikan nilai aproksiasi
hn ¿ 11,4 untuk n = 50.000 dan hn ¿ 12,1 untuk n = 100.000. Fakta numerik ini
dapat menyatukan pengamat secara sekilas untuk menyimpulkan bahwa barisan ini
terbatas. Akan tetapi pada kenyataannya barisan ini divergen, yang diperlihatkan oleh
1 1 1 1 1
2 ( ) (
h n=1+ + + +. ..+ n−1 +. . .+ n
2 3 4 2 +1 2 )
1 1 1 1 1
¿ 1+ +( + )+. . .+ ( +. ..+ )
2 4 4 2 n
2 n
1 1 1 n
=1+ + + .. .+ =1+
2 2 2 2
Dari sini barisan (h n) tak terbatas, oleh karena itu divergen (teorema 3.2.2).
Terminologi h n tak turun dengan sangat lambat. Contohnya, dapat ditunjukkan bahwa
untuk memperoleh h n>50 dapat digukanakan dengan menambahkan perkiraan 5,2 ×1021 ,
dan perhitungan normal komputer menunjukkan penambahan 400 juta dalam satu detik
yang dapat menghasilkan lebih dari 400.000 tahun untuk menunjukkan perrhitungannya
( ada 31.536.000 detik dalam satu tahun). Sebuah komputer super yang dapat
menunjukkan lebih dari triliunan penambahan dalam satu detik akan membutuhkan lebih
dari 164 tahun untuk memperoleh hasilnya. Dan komputer super IBM Roadrunner pada
kecepatan operasi triliun kuadrat per detik membutuhkan waktu satu setengah tahun.
Barisan yang didevinisikan induktif harus diperlakukan berbeda. Jika barisan
diketahui konvergen, maka hasil limitnya kadang-kadang dapat ditentukan dengan
menggunakan hubungan induktif. Sebagai contoh, misalkan konvergen tersebut telah
terbentuk untuk barisan ( x n) didefinisikan dengan
1
x 1=2 , x n +1=2+ ,n ∈ N
xn
Jika diberikan x = lim ( x n), diperoleh x = lim ( x n+1) konvergen untuk limit yang sama.
Selanjutnya, diketahui bahwa x n ≥ 2, sehingga x ≠ 0 dan x ≠ 0 untuk semua n ∈ N . Untuk
itu, kita dapat menggunakan teorema limit barisan untuk memperoleh
1 1
x=lim ( x n+1 )=2+ =2+
lim ( x n ) x
Dengan demikian, limit x adalah solusi dari persamaan kuadrat x 2=2 x=1=0 , dan karena
x harus positif, diperoleh bahwa limit dari barisan tersebut adalah x=1+ √ 2.
Tentu persoalan konvergen tidak harus dihindari atau diasumsikan begitu saja.
Contohnya, jika kita asumsikan bahwa barisan ( y n) didefinisikan dengan
y 1 ≔ 1, y n+1 ≔2 y n+ 1 adalah konvergen dengan limit y, maka akan diperoleh y=2 y +1,
sehingga y=−1. Tentu hal ini tidak masuk akal.
3.3.4 Contoh-contoh
1
(a) Misalkan Y =( y n) didefenisikan secara induktif oleh Y 1=1, Y n+1 = 4
(2 y n +3 )
3
untuk n 1. Kita akan menunjukkan bahwa lim Y = 2 .
5
Kalkulasi langsung menunjukkan bahwa y2 = 4 . Dari sini kita mempunyai y1 <
y2 < 2. Dengan induksi, kita akan tunjukkan bahwa yn < 2 untuk semua n N. Ini benar
untuk n = 1,2. Jika yk < 2 berlaku untk suatu k N , maka
1 1 3
y k +1= 4 ( 2 y k +3 )< 4 ( 4+ 3)=1+ 4 <2
Sekarang, dengan induksi, kita akan tunjukkan bahwa y n< y n+1 untuk semua
n N. Kemudian pernyataan ini tidak dibuktikan untuk n = 1. Anggaplah bahwa y k < y k +1
untuk suatu k; maka 2 y k +3<2 y k+1 +3, sehingga
1 1
y k +1= 4 ( 2 y k +3 )< 4 ( 2 y k +1 + 3)= y k +2
Jadi y k < y k +1 mengakibatkan y k +1< y k +2. Oleh karena itu y n< y n+1 untuk semua n N.
Kita telah menunjukkan bahwa Y =( y n) adalah barisan naik dan terbatas di atas
oleh 2. Menurut Teorema konvergensi Menoton, Y konvergen ke suatu limit yakni
pada kurang dari atau sama dengan 2. Dalam hal ini, tidak mudah untuk
mengevaluasi lim( y n) dengan menghitung sup{ y n : n N }. Tetapi terdapat cara lain
untuk mengevaluasi limitnya. Karena y n+ 1=(2 y n +3) untuk semua n N, maka suku ke n
dari 1-ekor Y 1 dan suku ke n dari Y mempunyai relasi aljabar sederhana. Dengan
Teorema 3.1.9, kita mempunyai y :=li m Y 1=li mY yang diikuti dengan Teorema
1 3
3.2.3 diperoleh y = 4 (2y + 3) yang selanjutnya mengakibatkan y = 2 .
(b). Misalkan Z = (zn) dengan z1 = 1, zn+1 = √ 2zn untuk semua n N , kita akan lan-
jutkan lim (zn) = 2.
¿ zk < zk+1 < 2 mengakibatkan 1 ¿ zk+1 < zk+2 < 2. Karena itu 1 ¿ zn < zn+1 < 2
untuk semua n N.
Karena Z = (zn) terbatas dan tak turun, menurut Teorema Konvergensi Monoton Z
konvergen ke z = sup {zn}. Akan ditunjukkan secara langsung bahwa sup{zn}= 2, jadi
z = 2. Atau kita dapat menggunakan cara bagian (a). Relasi zn+1 = √ 2zn
memberikan relasi antara suku ke n dari Z1 dan suku ke n dari Z. Dengan Teorema
3.1.9, kita mempunyai lim Z1 = z = lim Z. Lebih dari itu, menurut Teorema 3.2.3 dan
3.3.5. Contoh
akan tunjukkan bahwa (sn) konvergen ke √a . (Proses ini untuk menghitung akar
kuadrat yang sudah dikenal di Mesopotamia sebelum 1500 B.C.).
2 s 2−2 sn+1
Pertama kita tunjukkan bahwa s n+1≥a untuk semua n ¿ 2. Karena n
s n + a=0 , persamaan ini mempunyai akar real. Dari sini diskriminannya 4 s 2n+1 −4 a
2
harus tak negatif, yaitu s n+1≥a untuk n ¿ 1.
Untuk melihat (sn) pada akhirnya tak naik, kita catat bahwa untuk n ¿ 2 kita
mempunyai
s 2
a 1 ( n )
1
s n − sn+1 =s n − 2
( sn+
)
sn
=2
sn
≥0
Dari sini, sn+1 ¿ sn untuk semua n ¿ 2. Menurut Teorema konvergensi monoton lim(sn) =
s ada. Lebih dari itu, dari Teorema 3.2.3, s harus memenuhi
( as )
s= 12 s+
,
a
yang mengakibatkan s = s atau s =a . Jadi s= √ a .
2
a
n ¿ 2, dimana s ≤ √ a≤ sn. Dari hal itu diperoleh
n
2
a ( s n −a ) untuk n ≥ 2.
0 ≤ s n − √ a ≤ s n− =
sn sn
Bilangan Euler
3.3.6 Contoh.
n Ε = (en) terbatas
Misal en = (1 + 1/n) untuk n N . Kita akan tunjukkan bahwa
atau tak turun, karenanya Ε konvergen. Limit dari barisan ini adalah bilangan euler e
yang terkenal, yang nilainya didekati dengan e ¿ 2,718281828459045... dan kemudian
digunakan sebagai bilangan dasar logaritma natural.
Bilamana kita menggunakan teorema Binomial, kita mempunyai
n n( n−1) 1 n( n−1)( n−2) 1 n( n−1 ). . .2−1 1
e n =( 1+ 1n ) =1+ n1⋅1n + 2!
⋅ 2+ ¿ + .. .+ ¿ n
n 3! n
3
n! n
1 1 2 n
+ ( n+1)! ( 1− n+1 )(1− n+1 ) . . . ( 1− n+1 )
Perhatikan bahwa ekspresi untuk en memiliki suku n + 1, sedangkan untuk en+1
memiliki suku n+2. Selain itu, masing-masing suku dalam en adalah lebih kecil atau
sama dengan suku yang bersesuaian dalam en+1 dan en+1 mengandung lebih satu suku
positif. Oleh karena itu, kita mempunyai 2 ¿ e1 ¿ e2 < ... < en < en+1 < ..., dengan
demikian suku-suku dari E naik.
Untuk menunjukkan bahwa suku-suku dari E terbatas di atas, kita perhatikan
1 1
≤ p−1
dengan demikian p! 2 . Oleh karena itu, jika n > 1, maka kita mempunyai
1 1 1
2<e n <1+1+ + 2 +. ..+ n−1
2 2 2
Karena dapat dibuktikan bahwa [lihat 1.2.4 (f)]
1 1 1 1
+ 2 + .. .+ n−1 =1− n−1 < 1
2 2 2 2 ,
kita simpulkan bukan 2 ¿ en < 3 untuk semua n N. Menurut Teorema Konvergensi
Monoton, kita peroleh bahwa barisan E konvergen ke suatu bilangan real antara 2 dan
untuk n N.
1 1 1
x n= 2
+ 2 + .. .+ 2 nN
11. Misalkan 1 2 n untuk . Buktikan bahwa (xn) tak turun dan
1 1 1 1
≤ = −
2 k ( k−1 ) k −1 k
terbatas, jadi konvergen. [ Catatan bila k ¿ 2, maka k ]
12. Perkenalkan konvergensi barisan berikut dan tentukan limitnya.
1 n+1 1 2n
(a). (( 1+ ) )
n
; (b). (( 1+ ) )
n
;
1 n 1 n
(c). (( 1+ ) )
n+1
; (d). (( 1− ) )
n
;
13. Gunakan metode pada contoh 3.3.5 untuk menghitung √2 , dengan benar sampai 4
desimal.
14. Gunakan metode pada contoh 3.3.5 untuk menghitung √5 , dengan benar sampai 5
desimal.
15. Hitung en pada contoh 3.3.6 untuk n = 2, 4, 8, 16.
16. Gunakan kalkulator untuk menghitung en untuk n = 50 dan n = 100.
Dalam bagian ini kita akan memperkenalkan gagasan subbarisan dari barisan
bilangan riil. Gagasan ini agak lebih umum daripada ekor barisan (yaitu dibahas pada
3.1.) sering bermanfaat dalammembuktikan divergensi barisan. Kita juga akan
membuktikan Teorema Bolzano-Welestrass, yang akan digunakan untuk
memperkenalkan sejumlah hasil akibatnya.
3.4.1. Definisi.
X =( x n )
Misalkan barisan bilangan riil dan n1 <n 2< …<nk < …, barisan bilangan asli yang
'
naik. Maka barisan X = ( x n k ) yang diberikan oleh
❑
(xn 1
, x n2 , xn3 ,⋯, x nk ,⋯)
Sebagai contoh, jika X ≔ ( 11 , 12 , 13 , …), maka suku genap pilihan akan menghasilkan subbarisan
X'= ( 12 , 14 , 16 , … , 21k ,…) ,
1
Dimana n1 =2, n2 =4 ,… , n k =2 k , …. Subbarisan lain dari X = n adalah
( 11 , 13 , 15 ,⋯, 2 k1−1 ,⋯) ,( 21! , 41! , 6!1 ,⋯, (21k ) ! ,⋯).
1
Sedangkan yang berikut bukan subbarisan dari X = n :
( 12 , 11 , 14 , 13 , 61 , 51 ,⋯) ,( 11 , 0 , 13 , 0 , 15 ,0 ⋯)
Tentu saja, sebarang ekor barisan merupakan subbarisan, ekor-m bersesuaian dengan barisan
yang ditentukan dengan
Tetapi, tidak setiap subbarisan merupakan ekor barisan. Subbarisan dari barisan konvergen juga
konvergen kelimit yang sama, seperti yang akan kita tunjukkan berikut.
3.4.2. Teorema.
X =( x n )
Jika suatu barisan bilangan real konvergen ke x, maka sebarang subbarisan dari X
juga konvergen ke x.
Bukti:
Misalkan ε > 0 diberikan dan pilih bilangan asli K ( ε) sedemikian sehingga jika n ≥ K (ε )
, maka |x n−x|< ε . Karena n1 < n2 < ... < nk < ... adalah barisan bilangan real naik maka
dapat dibuktikan (dengan induksi) bahwa r k ≥ k . Dari sini, bila k ≥ K (ε ) kita juga
konvergen ke x.
Kita telah melihat, pada Contoh 3.1.11 (c), bahwa bila 0< b<1 dan bila x n=b n, maka
dari Ketaksamaan Bernoulli diperoleh bahwa lim (xn) = 0. Cara lain, kita melihat bahwa
karena 0< b<1, maka x n+1=bn+1 <b n=x n dengan demikian( x ¿¿ n)¿ adalah barisan turun.
Jelas juga bahwa 0 ≤ xn ≤ 1, sehingga menurut Teorema Konvergensi Monoton 3.3.2 barisan
tersebut konvergen. Misalkan x = lim (xn). Karena (x2n) adalah subbarisan dari (xn).menurut
Teorema 3.4.2 maka x= lim(x2n). Di lain pihak, karena x2n = b 2n = (b¿ ¿ n)2 ¿ = (xn)2, menurut
Teorema 3.2.3 diperoleh
2
x=lim ( x 2n ) =[ lim ( x n ) ] =x 2
Oleh karena itu kita mesti mempunyai x = 0 atau x = 1. Karena (x n) adalah barisan turun dan
terbatas di atas oleh 1, maka haruslah x = 0.
1
(b). Lim c n = 1 untuk c >1.
Limit ini telah diperoleh dalam contoh 3.1.11 (c) untuk c >0, dengan pemikiran argumen
yang banyak diakal-akali. Di sini kita melihat pendekatan lain untuk kasus c >1. Perhatikan
1
bahwa jika z =c n , maka z n >1 dan z n+1 < z n untuk semua n ∈ N . Jadi dengan menggunakan
n
1 1 1 1
2n n 2 2
z 2 n=c =(c ) =z n
1 1
2 2
z=lim ( Z 2 n ) =( lim ( Z n ) ) =z
Karena itu z 2=z yang menghasilkan z=0 atau z=1 . Karena Z n>1 untuk semua n ∈ N , maka
haruslah z=1.
X =( x n )
(i) Barisan tidak konvergen ke x ∈ R.
|x n −x|≥ ε0
k
(iii) Terdapat ε 0> 0 dan subbarisan X =(x ¿ ¿ n k ) ¿ dari X sehingga |x n −x|≥ 0 untuk semua
k
k ∈N .
Bukti:
X =( x n )
(i) ⟹ (ii). Bila tidak konvergen ke x, maka untuk suatu ε 0> 0 tidak mungkin
memperoleh bilangan asli k dimana untuk semua n ≥ k suku x n memenuhi |x n−x|< ε 0. Oleh
karena itu, untuk setiap k ∈ N tidak benar bahwa untuk semua n ≥ k tidak sama dengan
|x n−x|< ε 0. Dengan kata lain, untuk sebarang k ∈ N tidak ada bilangan asli n k ≥ k sehingga
|x n −x|≥ ε0.
k
(ii) ⟹ (iii). Misalkan ε 0 seperti pada (ii) dan misalkan n1 ∈ N sehingga n1 ≥1 dan
|x n −x|≥ ε0 . Sekarang misalkan n2 ∈ N sehingga n2 >n 1dan |x n −x|≥ ε0; misalkan n3 > n2 dan
1 2
|x n −x|≥ ε 0 dengan meneruskan cara ini diperoleh subbarisan X ' =( x ¿ ¿ nk )¿ dari X sehingga
3
X =( x n ) '
(iii) ⟹ (i). Misalkan mempunyai subbarisan X =( x ¿ ¿ nk )¿ memenuhi kondisi
(iii); maka X tidak mungkin konvergen ke x. Karena andaikan demikian, maka menurut
Teorema 3.4.2 subbarisan X ' juga akan konvergen ke x. Tetapi ini tidak mungkin, karena
tidak ada suku dari X ' termuat dilingkungan ε 0 dari x.
Karena semua subbarisan dari barisan konvergen harus konvergen untuk semua
limit, kita punya bagian (i) pada hasil berikut. Bagian (ii) mengikuti fakta bahwa barisan
konvergan adalah terbatas.
Jika barisan X =( x n ) dari bilangan riil memiliki hal berikut, maka X divergen.
' ''
(i) X memiliki dua subbarisan konvergen X =( x n ) dan X =( x r ) dengan limit yang tidak
k k
sama.
(ii) X tak terbatas.
X ' ' =( (−1 )2n−1 ) =(−1 ,−1, …) konvergen ke −1. Maka, kita peroleh dari Teorema 3.4.5 (i)
bahwa X divergen.
1 1
(b). Barisan (1 , ,3 , , …) divergen.
2 4
Kita dapat mendefinisikan barisan ini dengan Y =( y ¿¿ n) ¿ , yang mana y n=n bila n
1
ganjil, dan y n= bila n genap]. Secara mudah dapat dilihat bahwa barisan ini tidak terbatas;
n
dari sini,menurut Tyeorema 3.4.5(ii), barisan ini divergen.
1
pertama. Dengan hal yang sama, untuk setiap k ∈ N , sin x > untuk x pada interval.
2
5π
(
I k := π /6+2 π ( k −1 ) ,
6
+2 π (k −1) )
Karena panjang I k besar dari 2, terdapat setidaknya dua bilangan asli pada I k , kita misalkan
n k sebagai bilangan pertama. Subbarisan S' =¿ (sin n k) yang mengandung S dalam hal ini
semua hasilnya akan ada pada interval [1/2, 1].
Sama halnya, jika k ∈ N dan Jk adalah interval.
11 π
(
J k := 7 π /6+2 π ( k−1 ) ,
6
+ 2 π (k−1) )
1
Selanjutnya lihat bahwa sin x ← untuk semua x ∈ J k dan panjang dari J k lebih besar dari 2.
2
Misalkan mk bilangan asli pertama pada J k . Selanjutnya subbarisan S' ' =¿ (sin mk ) of S
1
menunjukkan bahwa semua hasilnya berada pada interval −1 ,− [ 2 ]
.
Diberikan beberapa bilangan riil c, yang telah terlihat bahwa setidaknya terdapat satu
dari subbarisan S ' dan S ' ' berada diluar dari setengah lingkungan c. Dengan demikian, c
tidak bisa menjadi limit dari S. Karena c ∈ R selalu berubah, dapat ditarik kesimpulan bahwa
S divergen.
Sementara tidak setiap barisan monoton, kita sekarang akan menunjukkan bahwa setiap barisan
mempunyai sub-barisan monoton.
If X= (xn) adalah barisan dari bilangan riil, maka ada sebuah subbarisan dari X monoton.
Bukti
x m≥x n untuk semua n≥m . Selanjutnya kita akan mempertimbangkan dua kasus.
Kasus I. X mempunyai sejumlah tak hingga puncak. Dalam kasus ini, kita mengurut
xm ≥ xm ≥ … ≥ xm ≥ …
1 2 k
Kasus II. X mempunyai sejumlah hingga (mungkin nol) puncak. Misalkan puncak-
xs s 2 >s1 x s > x s1 xs
Karena 1 bukan puncak maka terdapat sehingga 2 . Karena 2
s 3 >s 2 x s > x s2
bukan puncak maka terdapat sehingga 3 . Bila kita meneruskan proses
Tidak sulit untuk melihat bahwa barisan yang diberikan dapat memiliki satu subbarisan
yang tak turun, dan subbarisan lain tak naik.
Teorema Bolzana Weierstrass
Kita akan menggunakan Teorema Subbarisan Monoton untuk membuktikan Teorema
Bolzana Weierstrass, yang menyebutkan bahwa setiap barisan terbatas memiliki sebuah
subbarisan konvergen. Karena kepentingan dari teorema ini kita juga akan memberikan
pembuktian kedua untuk itu berdasarkan Nasted Interval Property.
3.4.8. Teorema Bolzana-Weierstrass.
Setiap barisan terbatas mempunyai subbarisan konvergen.
Bukti pertama
Jika A1 takterhingga, ambil I 2=I '1 dan misalkan n2 menjadi bilangan asli terkecil pada A1.
Jika A1 himpunan berhingga, maka haruslah B1 takterhingga, dan ambil I 2=I '1' dan misalkan
n2 menjadi bilangan asli terkecil pada B1.
Selanjutnya bagi I2 menjadi dua sub interval yang sama I 2 ' dan I 2 ' ' , dan bagi himpunan
{n∈ N : n>n2 } menjadi dua bagian:
Jika A2 takterhingga, ambil I 3=I '2 dan misalkan n3 menjadi bilangan asli terkecil pada A2.
Jika A2 himpunan berhingga, maka haruslah B2 takterhingga, dan ambil I 3=I ''2 dan misalkan
n3 menjadi bilangan asli terkecil pada B2.
Selanjutnya untuk memperoleh barisan dari interval bersarang I 1 ⊇ I 2 ⊇… ⊇ I k ⊇… dan
subbarisan ( x n ) dari X yang mana x n ∈ I k untuk k ∈ N . Karena panjang dari I k sama dengan
k k
(b−a)/2k−1, berdasarkan Teorema 2.5.3 bahwa terdapat satu titik poin ξ ∈ I k untuk semua
k ∈ N . Lebih lanjut, karena x n dan ξ merupakan bagian dari I k , maka
k
|x n −ξ|≤(b−a)/2k−1
k
subbarisan yang konvergen ke limit yang berbeda, sebagai contoh, barisan ((−1 )n )
mempunyai subbarisan yang konvergen ke-1 dan subbarisan yang lain konvergen ke +1.
Barisan ini juga mempunyai sub-barisan yang tidak konvergen.
' '
Misalkan X subbarisan dari barisan X . Maka X sendiri juga merupakan
''
barisan, yang juga dapat mempunyai sub-barisan, katakan X . Di sini dapat kita catat
''
bahwa X juga merupakan subbarisan dari X .
3.4.9. Teorema.
Misalkan X barisan terbatas dan x ∈ R yang mempunyai sifat bahwa setiap sub-barisan
konvergen dari X limitnya adalah x. Maka barisan X konvergen ke x.
Bukti.
Misalkan M >0, sehingga |x n|≤ M untuk semua n ∈ R. Andaikan X tidak konergen ke x.
'
Menurut Kriteria Divergensi 3.4.4 terdapat ε 0> 0 dan subbarisan X =( x r ) dari X sehingga
n
Karena X ' subbarisan dari X , maka X ' juga terbatas oleh M. Dari sini, menurut Teorema
Bolzano-Weierstrass bahwa X ' mempunyai subbarisan X ' ' yang konvergen.
Tetapi X ' ' juga merupakan subbarisan dari X , karenanya harus konvergen, menurut
hipotesis. Akibatnya pada akhirnya X ' ' terletak di dalam lingkungan-ε 0 dari x. Karena
setiap suku dari X ' ' juga merupakan suku dari X ', hal ini membawa kita ke suatu yang
kontradiksi dengan (1)
3.4.10 Definisi
Misal X =( x n ) adalah barisan terbatas dari bilangan asli.
(a) Limit superior dari ( x n ) adalah infimum dari himpunan V dimana v ∈ R oleh karena itu
v< x n untuk banyak nomor terhingga dari n ∈ N . Ini diperoleh dari
3.4.11 Teorema
Jika ( x n ) adalah barisan terbatas dari bilangan asli, maka pernyataan berikut untuk bilangan
asli x ¿ adalah sama.
(a) x ¿=¿ lim sup ( x n ).
¿
(b) Jika ε > 0, ada beberapa bilangan berhingga dari n ∈ N sehingga x + ε < x n, tetapi sebuah
¿
bilangan takberhingga dari n ∈ N sehingga x −ε < x n.
(c) Jika um =¿ sup {x n :n ≥ m}, maka x ¿=¿ inf { u m :m ∈ N } =¿ lim (um ).
(d) Jika S adalah himpunan dari limit subbarisan x n, maka x ¿=¿ sup S.
3.4.12 Teorema
Barisan terbatas ( x n ) konvergen jika dan hanya jika lim sup ( x n )=¿ lim inf ( x n ).
Latihan 3.4
1. Berikan contoh barisan tak terbatas yang mempunyai subbarisan konvergen.
2. Gunakan metode pada contoh 3.4.3 (b) untuk menunjukkan bahwa 0< c<1 maka lim
1
( c )=1.
n
3. Misalkan ( f n ) adalah barisan Fibbonaci dari Contoh 3.1.2(d), dan misalkan x n=f n+1 / f n.
1 n
(a). Tunjukkan bahwa x n+1 < x n ekivalen dengan ( )
1+
n
< n, dan diduga bahwa
ketaksamaan ini benar untuk n ≥ 3. [lihat contoh 3.3.5] Buktikan bahwa ( x n ¿ pada
akhirnya tak naik dan η=¿ lim ( x n ¿ ada.
(b). Gunakan fakta subbarisan ( x 2 n ¿ juga konvergen ke x untuk menunjukkan bahwa
x=√ x . Simpulkan x=1.
7. Misalkan setiap sub-barisan dari X =(x n ) mempunyai subbarisan lagi yang konvergen
ke 0. Tunjukkan bahwa lim X =0
8. Perkenalkan konvergensi dan tentukan limit barisan berikut:
2 n
1 1
((
(a). 1+
2n )) (b). 1+(( 2n ))
2
n n
1 2
(c).
(( ) )
1+ 2
n (( ) )
(d). 1+
n
1
( )
xn
=0 .
k
(−1 ) n
12. Bila x n= , tentukan subbarisan ( x n ) yang dikonstruksi pada bukti kedua Teorema
n
Bolzano-Weierstrass.
13. Misalkan ( x n ) barisan terbatas dan s ={ x : n∈ N } ¿. Tunjukkan bahwa bila s ∉ { x n :n ∈ N },
n
1 1
≥ H, kita punya ≤ <ε /2 , maka akan memenuhi jika m,n ≥ H, sehingga
n H
|1n − m1 |≤ 1n + m1 < 2ε + 2ε =ε
Karena ε > 0adalah berubah-ubah, kita simpulkan bahwa (1/n ¿ adalah barisan Cauchy.
(b) Barisan (1+ (−1 )n ) bukan barisan Cauchy
Negasi dari definisi barisan Cauchy adalah: Terdapat ε 0> 0 untuk setiap H dimana
setidaknya terdapat satu n > H dan setidaknya terdapat satu m > H untuk |x n−x m|≥ ε 0 untuk
bagianx n ≔1+(−1)n, kita tahu bahwa jika n adalah genap, maka x n=2dan x n+1=0. Jika kita
ambil ε 0=2, maka untuk setiap H kita dapat memilih sebuah bilangan genap n > H dan
misalkan m≔ n+1 untuk mendapatkan
|x n−x n +1|=2=ε 0
Kita simpulkan bahwa( x n )bukan barisan Cauchy.
Remak
Kita tekankan untuk membuktikan barisan ( x n ) adalah barisan Cauchy, kita belum
mengansumsikan hubungan antara m dan n, karena membutuhkan ketaksamaan
|x n−x m|< ε harus berlaku untuk semua n,m > H ( ε ). Tetapi untuk membuktikan sebuah
barisan bukan merupakan barisan Cauchy, kita harus menentukan hubungan antara n dan
m sepanjang nilainya berubah-ubah dari n dan m dapat dipilih sehingga |x n−x m|< ε .
Tujuan kita adalah untuk memperlihatkan bahwa barisan Cauchy adalah barisan
konvergen. Pertama-tama kita harus membuktikan bahwa barisan konvergen adalah
barisan Cauchy.
3.5.3. Lemma.
Bila X = (xn) barisan konvergen, maka X barisan Cauchy.
Bukti :
n≥K ( ε2 ) maka
|x n −x m|=|( xn −x m ) + ( x −x m)|
ε ε
¿|x n −x|+|x m−x|< 2 + 2 =ε
Karena ε > 0 sebarang, maka (xn) barisan Cauchy.
Untuk menunjukkan bahwa barisan Cauchy konvergen kita akan menggunakan
hasil berikut.
3.5.4. Lemma.
Barisan Cauchy terbatas.
Bukti :
maka
|x n|≤M untuk semua n ∈ N.
3.5.5 Kriteria Konvergensi Cauchy.
Barisan bilangan real konvergen jika dan hanya jika merupakan barisan cauchy.
Bukti:
Lemma 3.5.3 telah membuktikan bahwa barisan konvergen merupakan barisan Cauchy.
Sebaliknya, misalkan X = (xn) barisan Cauchy; kita akan tunjukkan bahwa X konvergen ke
suatu bilangan. Pertama dari Lemma 3.5.4 kita peroleh bahwa X terba- tas. Karena itu
menurut Teorema Bolzano-Weierstrass 3.4.8 terdapat subbarisan X’ = ( xn )
k
dari X yang
konvergen ke x* suatu bilangan real. Kita akan melengkapi bukti dengan menunjukkan
bahwa X konvergen ke x*.
Karena subbarisan X’ = ( xn )k
*
konvergen ke x , maka terdapat bilangan asli
¿ ε
K≥H ( 2ε ) unsur dari {n1,n2,...} sehingga |x K −x |< 2 .
Karena K≥H ( 2ε )
, dari (*) dengan m = K diperoleh
ε
|x K −x k|< 2 , untuk n≥H ( ε2 )
ε
Karena itu, bila n≥H ( 2 ) , kita mempunyai
¿ ¿
|x n −x |=|( x n −x K ) + ( x K −x )|
¿
¿|x n =x K|+|x K −x |
ε ε
¿ 2 + 2 =ε
Karena itu, bila diberikan ε > 0, dengan memilih n yang begitu besar sehingga
1 ε
< dan bila M≥ n, maka |x n−x m|< ε . Karenanya, X barisan Cauchy. Dengan
2n 4
menggunakan Kriteria Cauchy 3.5.4 diperoleh barisan X konvergen ke suatu bilangan x.
Untuk mencari nilai x, kita harus menggunakan aturan untuk definisi
1 1
x n= ( x n−1+ x n−2 ) yang akan sampai pada kesimpulan x= ( x+ x ) yang memang benar,
2 2
tetapi tidak informatif. Karena itu, kita harus mencoba cara yang lain.
Karena X konvergen ke x, demikian juga halnya subbarisan X’ dengan indeks
ganjil. Menggunakan induksi pembaca dapat menunjukkan bahwa [lihat 1.3.3 (c)]
1 1 1
x 2 n+1=1+ + 3 + …+ 2n−1
2 2 2
2 1
¿ 1+
3(1− n
4 )
2 5
3
=3
Dari sini diperoleh bahwa (bagaimana ?) x = lim X = lim X’ =1+ .
(b) Misalkan Y = (yn) barisan dengan
n+1
1 1 1 1 1 (−1)
y 1= , y 2= − , … , y n = − + …+ ,…
1! 1! 2 ! 1 ! 2! n!
Jelaslah, Y bukan barisan monoton. Tetapi, bila m > n, maka
(−1)n+2 (−1) n+3 (−1)m+1
y m − y n= + + …+
( n−1 ) ! ( n+2 ) ! m!
r-1
Karena 2 ≤r! [lihat 1.3.3 (d)], karenanya bila m > n, maka (mengapa ?)
1 1 1
| y m − y n|≤ ( n+1 ) ! + ( n+ 2 ) ! +…+ m !
1 1 1 1
≤ n
+ n+1 + …+ m −1 < n−1
2 2 2 2
Karena itu, (yn) barisan Cauchy, sehingga konvergen, katakan ke y, saat ini kita tidak
1
|y n − y|≤ n−2
dapat menentukan nilai y secara langsung; kita mempunyai 2 .
dari sini, kita dapat menghitung nilai y sampai derajat akurasi yang diinginkan dengan
menghitung yn untuk n yang cukup besar. Pembaca sebaiknya mengerjakan hal ini dan
1
menunjukkan bahwa y sama dengan 0.632 120 559. (Tepatnya y adalah 1- e )
1 1
hm−hn = +. ..+
yang telah dibahas pada 3.3.3 (b). Bila m > n, maka n+1 m .
1
Karena masing-masing suku m-n ini melebihi m maka
m−n n
hm−hn > =1− 1
h2 n −hn > 2 . Hal
n m . Khususnya, bila m = 2n kita mempunyai
ini menunjukkan bahwa H bukan barisan Cauchy (mengapa ?); karenanya H bukan barisan
konvergen.
3.5.7 Definisi.
Barisan X = (xn) dikatakan kontradiktif bila terdapat konstanta C, 0 < C < 1, sehingga
|x n+2 −x n+1|≤C| xn +1−x n| untuk semua n ∈ N . Bilangan C disebut konstanta barisan
kontraktid tersebut.
3.5.8 Teorema.
Bukti:
Bila kita menggunakan kondisi barisan kontraktif, kita dapat membalik langkah kerja
kita untuk memperoleh:
1−C m−1
¿ C n−1 ( 1−C )
|x 2−x 1|
1
≤ Cn−1 ( 1−C )|x −x |
2 1
Karena 0<C <1, maka lim ( C n )=0 [lihat 3.1.11(c)]. Karena itu ( x n ) barisan Cauchy, sehingga
( x n ) konvergen.
3.5.9. Contoh
Kita menghitung barisan fibonacci pecahan x n ≔ f n / f n+1 dimana f 1=f 2=1 dan
1 2 3 5
f n+1=f n + f n−1.(lihat Contoh 3.1.2). Bagian pertama adalah x 1=1, x 1= , x3 = , x 4= , x 5= ,
2 3 5 8
dan seterusnya. Ini memperlihatkan bahwa barisan ( x n ) diketahui induktif dari persamaan
x n+1=1 /(1+ x¿ ¿ n)¿seperti:
f n+1 f n +1 1 1
x n+1= = = =
f n+2 f n +1+ f n fn 1+ x n
1+
f n +1
1
Sebuah argumen induksi terbentuk ≤ x ≤1 untuk semua n, sehingga menambahkan 1 dan
2 n
1
mengambil timbal balik memberi kita ketaksamaan ≤1 /(1+ x¿ ¿ n)≤ 2/3 ¿ untuk semua n.
2
Sehingga terbentuk
2 2 4
|x n+1 −xn|=¿ x n−x n−1∨ ¿
( 1+ xn ) ( 1+ x n−1 ) | |
≤ . ¿ x n −xn −1 ¿ ¿ xn −x n−1 ¿
3 3 9
Karena, barisan ( x n ) kontraktif, dan terdapat konvergen dari teorema 3.5.8 melewati
−1+ √ 5
x= =0.618034 …
2
1 −1+ √ 5
Timbal balik = =0.618034 … sering dilambangkan dengan huruf Yunani φ
x 2
dan disebut sebagai golden rasio dalam sejarah geometri. Dalam teori artistik filsuf
yunani kuno, sebuah persegi panjang memiliki φ sebagai sisi yang lebih panjang ke sisi
yang lebih pendek adalah persegi panjang yang menyenangkan dilihat oleh mata.
Jumlahnya juga memiliki banyak sifat matematis yang menarik. (Sebuah diskusi sejarah
mengenai golden rasio dapat ditemukan di wikipedia).
Dalam proses perhitungan batas urutan kontraktif, seringkali sangat penting untuk
memperkirakan kesalahan pada tahap ke-n. Pada hasil selanjutnya kami memberikan dua
perkiraan berikut: yang pertama melibatkan dua istilah pertama dalam urutan dan n; yang
kedua melibatkan poerbedaan x n−x n−1 .
3.5.10. Akibat.
Bila x = ( x n ) barisan konstraktif dengan konstanta C, 0<C <1 , dan x = lim X, maka:
C n−1
(i). |x ¿ −x n|≤ |x −x |
1−C 2 1
¿ C
(ii). |x −x n|≤ |x −x |
1−C n n+1
Bukti:
C n−1
Kita telah melihat pada bukti terdahulu bahwa bila m > n, maka |x m−x n|≤ | x −x |.
1−C 2 1
Bila kita menggunakan limit pada ketaksamaan ini (terhadap m), kita peroleh (i).
Karenanya
Bila kita menggunakan limit pada ketaksamaan ini (terhadap m) diperoleh (ii).
3.5.11. Contoh.
3
Diketahui solusi dari x - 7x + 2 = 0 terletak antara 0 dan 1 dan kita akan
mendekati solusi tersebut. Hal ini dapat dilakukan dengan menggunakan prosedur it-
3 1
erasi berikut. Pertama kita tuliskan persamaan di atas menjadi x= 7 ( x +2) dan
gunakan ini untuk mendefinisikan barisan, kita pilih x, sebarang nilai antara 0 dan 1,
kemudian definisikan
1 3
x n+1= ( x + 2 ), n∈N
7 n
Karena itu, (xn) barisan kontraktif, sehingga terdapat r dengan lim (xn) = r. Bila
1
kita menggunakan limit pada kedua sisi (terhadap n) pada x n+1 = 7 ( x 3 ) , diperoleh
1
r= 7 ( r 3 +2) atau r 3 −7 r +2=0 . Jadi r merupakan solusi dari persamaan
tersebut.
Kita dapat mendekati nilai r dengan memilih x1 kemudian menghitung x2, x3, ...,
secara berturut-turut. Sebagai contoh, bila kita memilih x1 = 0,5 kita peroleh (sampai
sembilan tempat desimal)
x2 = 0,303571429, x3 = 0,289710830,
x4 = 0,289188016, x5 = 0,289169244,
x6 = 0,289 168 571, dan seterusnya.
¿ 35 243
|x −x 6|≤ 4 = <0 , 0051
menurut Akibat 3.5.8(i) kita yakin bahwa 7 (20 ) 48020 . Sebenarnya
pendekatannya lebih baik daripada ini. Karena |x 6 −x 5|<0,000005 , menurut 3.5.10 (ii)
¿ 3
maka |x −x 6|≤ 4 |x 6 −x 5|<0 , 0000004 . Jadi kelima tempat desimal yang pertama benar.
Latihan 3.5
1. Beri contoh barisan terbatas yang bukan barisan Cauchy.
2. Tunjukkan secara langsung dari definisi bahwa yang berikut barisan Cauchy
(a). ( n+1n ); (
(b) 1+
1
2!
+ …+
1
n! )
3. Tunjukkan secara langsung dari definisi bahwa yang berikut bukan barisan
Cauchy
(−1 )n
(a). ( (−1 )n ); (
(b) n+
2n )
4. Tunjukkan secara langsung bahwa bila (xn) dan (yn) barisan Cauchy, maka (xn + yn)
dan (xn yn) juga barisan Cauchy.
5. Misalkan (xn) barisan Cauchy sehingga xn bilangan untuk semua n N. Tunjukkan
bahwa (xn) pada akhirnya konstan.
6. Tunjukkan bahwa barisan monoton tak turun yang terbatas merupakan barisan
Cauchy.
1
7. Bila x1 < x2 sebarang bilangan real dan x n= 2 ( x n−2 + x n−1 ) untuk n > 2, tunjukkan
bahwa (xn) konvergen. Hitunglah limitnya.
1 2
8. Bila y1 < y2 sebarang bilangan real dan y n 3 y n−1 + 3 y n−2 untuk n > 2, hitunglah
limitnya
n
9. Bila 0 < r < 1 dan |x n+1−x n|<r untuk semua n ε N, tunjukkan bahwa (xn) barisan
Cauchy.
1
10. Jika x1 < x2 adalah bilang real yang berubah-ubah dan x n ≔ (x n−2+ x n−1 ) untuk n > 2,
2
Tunjukkan bahwa( x n ) adalah konvergen. Tentukan limitnya.
1 2
11. Jika y1 < y2 adalah bilang real yang berubah-ubah dan y n ≔ 3 y n−2+ 3 y ¿ untuk n > 2,
n−2
Untuk tujuan-tujuan terntentu dipandang baik sekali untuk mendefenisikan atau yang
dimaksud dengan suatu barisan bilangan real ( x n ) yang “menuju ke ±
3.6.1. Defenisi
3.6.2. Contoh-contoh
2
(b) lim (n ) = + ∞ .
Jika K(α) suatu bilangan asli sedemikian sehingga K(α) >α , dan jika n ≥ K (α )
maka kita mempunyai n2 ≥ n>α .
n
(c) Jika c > 1, maka lim (c ) = +∞
Misalkan c = 1 + b, dimana b > α, Jika diberikan α ∈R, misal K(α) suatu bilangan
α
asli sedemikian sehingga K(α) > . Jika n ≥ K (α ) maka menurut ketaksamaan Bernoulli
b
n n
c = (1 + b) ≥1 + nb > 1+ α > α .
n
Oleh karena itu lim (c ) = + ∞ .
Barisan-barisan monoton khususnya adalah sederhana dalam memandang
konvergennya. Kita telah melihat dalam Teorema Konvergensi Monoton 3.2.2 bahwa
suatu barisan monoton adalah konvergen jika dan hanya jika terbatas. Hasil berikut
adalah suatu reformulasi dari hasil tersebut di atas.
3.6.3. Teorema.
Suatu barisan bilangan real yang monoton divergen murni jika dan hanya jika
barisan
tersebut tidak terbatas.
(a). Jika (xn) suatu barisan naik tak terbatas, maka lim (xn) = + ∞
(b). Jika (xn) suatu barisan turun tak terbatas, maka lim (xn) = - ∞
Bukti : (a). Anggaplah bahwa (xn) suatu barisan naik. Kita ketahui bahwa jika (xn)
terbatas, maka (xn) konvergen. Jika (xn) tak terbatas, maka untuk sebarang α ∈R
terdapat n(α)∈ N sedemikian sehingga α < xn(α ). Tetapi karena (xn), kita mempunyai α
< xn untuk semua n ≥n(α). Karena α sebarang, maka berarti lim (n) = + ∞ .
Bagian (b) dibuktikan dengan cara yang serupa.
Selanjutnya “Teorema perbandingan” berikut senantiasa akan dipergunakan dalam
menunjukkan bahwa suatu barisan divergen murni. [Pada kenyataannya, tidak
digunakan secara implisit dalam contoh 3.6.2 (c)].
3.6.4. Teorema.
Misalkan (xn) dan (yn) dua barisan bilangan real dan anggaplah bahwa (1)
x n ≤ y n untuk semua n ∈ N.
(a). Jika lim (xn) = + ∞, maka lim (yn) = +∞.
(b). Jika lim (yn) = - ∞, maka lim (xn) = - ∞.
Bukti :
(a). Jika lim (xn) = + ∞, dan jika diberikan α ∈R, maka terdapat bilangan asli K(α)
sedemikian sehingga jika n ≥K(α), maka α < xn. Mengingat (*), berartiα < yn
untuk semua n≥K(α). Karena α sebarang, maka ini menyatakan bahwa lim (yn) =
+ ∞.
(b). Pembuktian bagian (b) dilakukan dengan cara yang serupa.
Catatan :
(a). Teorema 3.6.4 pada akhirnya benar jika syarat (1) pada akhirnya benar; yaitu, jika
terdapat m ∈ N sedemikian sehingga x n ≤ y n untuk semua n ≥ m.
(b). Jika syarat (1) dari teorema 3.6.4 memenuhi dan jika lim (yn) = +∞, tidak mesti
berlaku bukan lim (xn) = +∞. Serupa juga, jika (1) dipenuhi dan jika lim (xn) = -∞,
belum tentu berlaku lim (yn) = - ∞. Dalam pemakaian teorema 3.6.4 untuk
menunjukkan bahwa suatu barisan menuju ke +∞ [atau ke -∞] kita perlu untuk
menunjukkan bahwa suku-suku dari barisan ini adalah pada akhirnya lebih besar dari
[atau lebih kecil] atau sama dengan suku-suku barisan lain yang bersesuaian dimana
barisan lain kita ketahui bahwa menuju ke +∞ [atau ke -∞].
Karena kadang-kadang sangat sulit untuk memperlihatkan ketaksamaan seba-
gaimana (1), maka “Teorema Perbandingan Limit” berikut masing-masing lebih
tepat untuk digunakan daripada Teorema 3.6.4.
3.6.5. Teorema.
Misalkan (xn) dan (yn) dua barisan bilangan real positif dan ang- gaplah bahwa untuk suatu L
∈R, L > 0, kita mempunyai
xn
(2) lim ( )
yn
=L
Bukti :
Jika (2) berlaku, maka terdapat K∈N sedemikian sehingga
1 x 3
L< n < L untuk semua n≥K
2 yn 2
kesimpulan didapat dari suatu modifikasi kecil teorema 3.6.4. Detailnya ditinggalkan
untuk dikerjakan oleh pembaca.
Pembaca dapat menunjukkan bahwa konklusi tidak perlu berlaku jika L = 0 atau L
= +∞. Akan tetapi ada suatu hasil parsial belum dapat ditunjukkan dalam kasus-kasus
ini, seperti telah diperlihatkan dalam latihan.
Latihan 3.5
1. Tunjukkan bahwa jika ( x n) adalah urutan tak terbatas, maka ada kemiripan yang benar
2. Berikan contoh urutan divergen yang tepat ( x n) dan ( y n ) dengan y n ≠ 0 untuk semua n ∈ N
sedemikian rupa sehingga:
xn
a. ( )
yn
adalah konvergen
xn
b. ( )
yn
adalah divergen murni
3. Tunjukkan bahwa jika x n >0 untuk semuan ∈ N , maka lim ( x n) =0 jika dan hanya jika
1
lim ( )
xn
=+∞
xn
7. Misalkan ( x n ) dan ( y n ) barisan-barisan bilangan positif dan anggaplah bahwa lim ( )
yn
=0
n2 +1
c. (√ √ )
n
d. ¿
1
( )
9. Misalkan ( x n) dan ( y n ) barisan-barisan bilangan positif dan anggaplah bahwa lim
xn
=+∞
BAB IV
LIMIT FUNGSI
4.1.1. Definisi.
Misalkan A ∈ R. Suatu titik c ∈ Radalah titik cluster dari A jika setiap lingkungan-δ
V δ ( c )=(c−δ , c+ δ ) dari c memuat paling kurang satu titik dari A yang berbeda dengan
c.
Catatan :
Titik c merupakan anggota dari A atau bukan, tetapi meskipun demikian itu tidak
menentukan apakah c suatu titik cluster dari A atau bukan, karena secara khusus
yang diperlukan adalah bahwa adanya titik-titik dalam V δ ( c ) ∩ A yang berbeda dengan
c agar c menjadi titik Cluster dari A.
4.1.2. Teorema.
Suatu bilangan c ∈ R merupakan titik cluster dari A ⊆ Rjika dan hanya jika terdapat
barisan bilangan real (an) dalam A dengan an ≠ cuntuk semua n ∈ N sedemikian sehingga
lim (an) = c.
Bukti.
1 V 1 (c )
Jika c merupakan titik cluster dari A, maka untuk setiap n ∈ N , lingkungan-
n n
memuat paling kurang satu titik yang berbeda dengan c. Jika titik yang dimaksud adalah
an, maka an ∈ A, an ≠ c , dan lim (an) = c. Sebaliknya, jika terdapat suatu barisan (an)
dalam A\{c} dengan lim (an) = c, maka untuk sebarang δ >0 terdapat bilangan asli
K ( δ ) sedemikian sehingga jika n ≥ K (δ ), maka an ∈V δ ( c ) . Oleh karena itu
(d) Himpunan A 4= {1n , n ∈ N }, hanya mempunyai 0 sebagai titik clusternya. Tidak satu
pun titik dalam A4 yang merupakan titik cluster dari A 4.
(e) Himpunan A5 =I ∩Q yaitu himpunan semua bilangan rasional dalam interval tutup
I ={0,1¿ . Menurut Teorema Kepadatan 2.5.5 bahwa setiap titik dalam I merupakan titik
cluster dari A5.
Sekarang kita kembali kepada pengertian limit dari suatu fungsi pada titik cluster
domainnya.
Definisi Limit
Berikut ini kita akan menyajikan definisi limit dari suatu fungsi pada suatu titik.
sebarang titik dariV δ ( c)∩ A , maka f(x) termasuk dalam V ε ( L). (Lihat Gambar 4.1.1)
Jika L merupakan suatu limit dari f pada c, maka kita juga mengatakan bahwa f konvergen ke
L pada c.
Kita juga mengatakan bahwa “f(x) menuju L sebagaimana x mendekat ke c”, atau
“f(x)
Jika f : A → R dan c suatu titik cluster dari A, maka f hanya dapat mempunyai satu
limit pada c.
Bukti.
Andaikan kontradiksi, yaitu terdapat bilangan real L ' ≠ L yang memenuhi definisi
4.1.4. Kita pilih ε > 0 sedemikain sehingga lingkungan-ε Vε ¿ L’) dan Vε (L”) V ε (L' )
dan V ε ¿ saling lepas. Sebagai contoh, kita dapat mengambil sebarang ε yang lebih kecil
dari 1/2 ¿ L' −L . Maka menurut definisi 4.1.4, terdapat δ >0 sedemikian sehingga jika
x sebarang titik dalam A ∩V δ ' (c ) dan x ≠ c , maka f(x) termuat dalam V ε ¿ .
Sekarang ambil δ ¿ min {δ’,δ”},dan misalkan V δ ( c), lingkungan-δ dari c. Karena c
titik cluster dari A, maka terdapat paling sedikit satu titik x 0 ≠ c sedemikian sehingga
x 0 ∩V δ (c ). Akibatnya, f( x 0) mesti termasuk dalam V ε ( L' ) dan V ε ¿ , yang mana
kontradiksi dengan fakta bahwa kedua himpunan ini saling lepas. Jadi asumsi bahwa L’
L” merupakan limit- limit f pada c menimbulkan kontradiksi.
Kriteria ε −δ - untuk
Limit
Sekarang kita akan menyajikan formulasi yang ekivalen dengan definisi 4.1.4
dengan menyatakan syarat-syarat lingkungan dalam ketaksamaan. Contoh-contoh
yang mengikutinya akan menunjukkan bagaimana formulasi ini dipergunakan untuk
memperlihatkan limit-limit fungsi. Pada bagian akhir kita akan membahas kriteria
sekuensial (barisan) untuk limit suatu fungsi.
4.1.6 Teorema.
(ii) untuk sebarang ε > 0 terdapat suatu δ ( ε ) >0 sedemikian sehingga jika x ∈ A
dan 0<| x−c|<δ (ε ), maka |f ( x ) −L|<ε.
Bukti. (i) ⟹ (ii) Anggaplah bahwa f mempunyai limit L pada c. Maka diberikan ε > 0
sebarang, terdapat δ =δ ( ε ) >0 sedemikian sehingga untuk setiap x dalam A yang
merupakan unsur dalam lingkungan-δ dari c V δ ( c ).x ≠ c, nilai f(x) termasuk dalam
lingkungan-ε dari L V ε ( L). Akan tetapi, x ∈ V δ ( c ) dan x ≠ c jika dan hanya jika 0<| x−c|<δ
. (Perhatikan bahwa 0<| x−c| adalah cara lain untuk menyatakan bahwa x ≠ c. Juga, f(x)
termasuk dalam V ε (L). jika dan hanya jika |f ( x ) −L|<ε. Jadi jika x ∈ A memenuhi
4.1.7. Contoh-contoh
(a) lim
x →c
b=b
Untuk menjadi lebih ekplisit, misalkan f(x) = b untuk semua x ∈ R; kita claim bahwa lim f
= b. Memang, diberikan ε > 0 , misalkan δ =1. Maka jika 0<| x−c|<δ kita mempunyai
|f ( x ) −b|=¿ b−b∨¿ ε Karena ε > 0 sebarang, kita simpulkan dari 4.1.6(ii) bahwa lim
x →c
f =b.
(b) lim
x →c
x =c
Misalkan g(x) = x untuk semua x ∈ R. Jika ε > 0 misalkan δ ( ε )=ε. Maka jika
0<| x−c|<δ , maka secara triviaal kita mempunyai |f ( x ) −c|=¿ x−c∨¿ ε
|h ( x )−c2|=¿ x 2−c 2∨¿ lebih kecil dari suatuε > 0 yang diberikan dengan pengambilan x
2 2
yang cukup dekat dengan c. Untuk itu, kita perhatikan bahwa x – c = (x – c)(x + c). Selain
itu, jka ¿ x−c∨¿1, maka |x|≤|c|+1 dengan demikian |x +1|≤|x|+|c|≤2∨c∨+1. Oleh karena
itu, jika |x−c|< 1, kita mempunyai
(*) |x 2−c 2|=|x−c||x +c|≤ ( 2|c|+1 )∨x−c∨¿
Selain itu suku terakhir ini akan lebih kecil dari ε asalkan kita mengambil
|x−c|< ε (2|c|+1), jika kita memilih
ε
δ ( ε )=¿inf 1, { 2|c|+1 }
maka jika 0<| x−c|<δ (ε), pertama akan berlaku bahwa |x−c|< 1 dengan demikian
(*) valid, dan oleh karena itu, karena |x−c|< ε (2|c|+1) maka
1 1
(d) lim = , untuk c >0
x →c x c
1
Misalkan φ ( x )= untuk x >0 dan misalkan c >0 . Untuk menunjukkan bahwa
2
1
lim φ ( x ) =
x →c c
|φ ( x )− 1c|=|1x − 1c|
lebih kecil dari ε > 0 yang diberikan dengan pengambilan x cukup dekat dengan c >0..
Pertama kita perhatikan bahwa
|1x − 1c |=|cx1 (c−x )|= cx1 |c−x|
untuk x >0.Itu berguna untuk mendapatkan batas atas dari 1/( c x) yang berlaku dala
1 1 3
suatu lingkungan c. Khususnya, jika |x−c }< c maka c < x< c (mengapa?) dengan
2 2 2
demikian
1 2
0< < untuk |c−x| < 1 c
cx c2 2
Oleh karena itu, untuk nilai-nilai x ini kita mempunyai
21
|c −x| < c ε
2
1 1 2
δ ( ε )=¿inf { c , c ε }
2 2
1
maka jika 0<| x−c|<δ (ε), pertama yang berlaku bahwa |c −x| < c
2
1 2
dengan demikian (#) valid, dan olehnya itu,, karena |c −x| < c ε
2
maka berlaku
|φ ( x )− 1c|=|1x − 1c|< ε
Karena kita mempunyai pilihan δ ( ε )> 0 untuk sebarang pilihan dari ε > 0 maka dengan
demikian kita menunjukkan bahwa
1 1
lim φ ( x ) =lim =
x →c x→ c x c
x3 −4 4
(e) lim 2 =
x →2 x +1 5
3
( x −4)
Misalkan φ ( x )= 2 untuk x ∈ R . Maka sedikit manipulasi secara aljabar
( x +1)
memberikan
3 2
4 |5 x −4 x −24|
|φ ( x )−
5|=
|5( x 2 +1)|
|5 x 2 +6 x−12||
¿ x−2|
|5( x2 +1)|
Untuk mendapatkan suatu batas dari koefiien |x−2|kita membatasi x dengan syarat
1< x <3. Unntuk x dalam interval ini, kita mempunyai 5 x 2+6 x +12≤ 5(3 2)+6(3)+12=75
dan 5(x 2+1)≤5 (1+ 1)=10, dengan demikian
2
{
δ ( ε )=¿inf 1,
15
ε }
4 15
Maka jika 0<| x−c|<δ (ε) kita mempunyai φ ( x )− | ( )| 5
≤( )|x −2|≤ ε
2
(i) lim
x →c
f =L jika dan hanya jika
barisan( f (x n)) konvergen ke L. Misalkan diberikan ε > 0 sebarang. Maka dengan kriteria
ε-δ 4.1.6, terdapat δ >0 sedemikian sehingga jika x memenuhi 0<| x−c|<δ, dimana x ∈ A
maka f(x) memenuhi ¿ f ( x)−L∨¿ ε . Sekarang kita akan menggunakan definisi
kekonvergenan barisan untuk δ yang diberikan untuk mem- peroleh bilangan asli K ( δ )
sedemikian sehingga jika n> K (δ) maka |x n−c|< δ ,. Akan tetapi untuk setiap xn yang
demikian kita mempunyai ¿ f ( x n )−L∨¿ ε . . Jadi, jika n> K (δ) maka ¿ f ( x n )−L∨¿ ε ..
Oleh karena itu, barisan ( f ( x n)) konvergen ke L.
(ii)⟹(i).[Pembuktian ini merupakan argumen kontrapositif.] Jika (i) tidak benar maka
terdapat suatu lingkungan-ε 0 dari L,V ε 0 (L) , sedemikian sehingga lingkungan-δ apapun
yang kita pilih, akan selalu terdapa paling kurang satu x0 dalam A ∩V δ (c) dengan
x n≠ c sedemikian sehingga f (x 0)∉V ε 0 ( L). Dari sini untuk setiap n ∈ N lingkungan-(1/n)
dari c memuat suatu bilangan xn sedemikian sehingga
0< ¿ x n – c∨¿1 /n dan x n ∈ A
tetapi sedemikian sehingga
¿ f ( x n)−L ≥ ε 0∨¿ untuk semua n ∈ N .
Kita menyimpulkan bahwa barisan (xn) dalam A\{c} konvergen ke c, tetapi barisan
( f ( x n)) tidak konvergen ke L. Oleh karena itu kita telah menunjukkan bahwa jika (i) tidak
benar, maka (ii) juga tidak benar. Kita simpulkan bahwa (ii) menyebabkan (i).
Pada seksi selanjutnya kita akan melihat bahwa beberapa sifat-sifat dasar limit fungsi dapat
diperlihatkan dengan penggunaan sifat-sifat untuk kekonvergenan bari- san yang
bersesuaian. Sebagai contoh, kita telah kerjakan dengan barisan bahwa jika (xn) sebarang
2 2
barisan yang konvergen ke c, maka barisan (xn ) konvergen ke c . Oleh karena itu dengan
2
kriteria barisan, kita dapat menyimpulkan bahwa fungsi h(x) = x mempuntai limit
lim h ( x ) =c 2
x →c
Kriteria Kedivergenan
Kadang-kala penting untuk dapat menunjukkan (i) bahwa suatu bilangan ter- tentu
bukan limit dari suatu fungsi pada suatu titik, atau (ii) bahwa suatu fungsi tidak mempunyai
suatu limit pada suatu titik. Hasil berikut merupakan suatu konsekuensi dari pembuktian
teorema 4.1.8. Pembuktiannya secara detail ditinggalkan untuk dikerjakan oleh pembaca.
Berikut ini diberikan beberapa aplikasi dari kriteria divergensi untuk menunjukkan
bagaimana kriteria itu dapat dipergunakan.
1
4.1.10. Contoh-contoh. (a) lim ( ) tidak ada dalam R .
x →0 x
Seperti Contoh dalam 4.1.7(d), misalkan φ (x) = 1/x untuk x >0. Akan tetapi, disini
kita menyelidiki pada c=0. Argumen yang diberikan pada contoh 4.1.7(d) gagal berlaku
jika c=0 karena kita tidak akan memperoleh suatu batas sebagaimana dalam (#) pada
contoh tersebut. Jika kita mengambil barisan (xn) dengan x n=1/n untuk n ∈ N , maka lim
( x n)=0, tetapi φ (x n)=1/1/n=n . Seperti kita ketahui bahwa barisan (φ ( x n))=(n) tidak
konvergen dalamR, karena barisan ini tidak terbatas. Dari sini,dengan teorema 4.1.9(b)
1
lim ( ) tidak ada dalam R . [Akan tetapi, lihat contoh 4.3.9 (a).
x →0 x
(b) lim
x →c
sgn( x) tidak ada
+1 untuk x > 0
Sgn (x) = 0 untuk x = 0
-1 untuk x < 0
den- gan menunjukkan bahwa terdapat barisan (xn) sedemikian sehingga lim
x →0
( x n), tetapi
1
maka dari Contoh 3.4.5(a¿ ,( s g n(x n)) tidak konvergen. Oleh karena ini,lim ( ) tidak ada.
x →0 x
1
( c ) lim sin ( ) tidak ada dalam R
x→0 x
Misalkan g( x )=sin (1/x ) untuk x ≠ 0. (Lihat Gambar 4.1.3.) Kita akan menunjukkan
bahwa sgn tidak mempunyai limit pada x=0, dengan memperlihatkan dua arisan (xn) dan
(yn) dengan x n≠ 0 dan y n ≠ 0 untuk semua n ∈ N dan sedemikian sehingga
li m( x n)=0=li m( y n) , tetapi sedemikian sehingga li m( g( x n))≠li m( g( y n)). Mengingat
Teorema 4.1.9, ini mengakibatkan limit g tidak ada. (Jelaskan mengapa.)
Gambar 4.1 3. Grafik f(x) = sin(1/x), x ≠ 0
Kita mengingat kembali dari kalkulus bahwa s in t=0 jika t=nπ untuk n ∈ Z , dan
s in t=+1 jika t=½ π +2 πn untuk n ∈ Z . Sekarang missalkan x n=1/n untuk n ∈ N ; maka
li m( x n)=0 dan g(x n)=0 untuk semua n ∈ N , dengan demikian li m( g( x n))=0. Di
pihak lain, misalkan y n=(½+2 n)−1 untuk n∈N; maka li m( y n)=0 dan
g( y n)=s i n(½+2 n)=1 untuk semua n ∈ N , dengan demikian li m( g( y n))=1.
1
Kita simpulkan bahwalim sin ( ) tidak ada.
x→0 x
Soal-soal Latihan
1. Tentukan suatu syarat pada ¿ x – 1∨¿ yang akan menjamin bahhwa :
(a) ¿ x 2 – 1∨¿ ½ ,
(b) ¿ x 2 – 1∨¿ 1/10 3
(c) ¿ x 2 – 1∨¿ 1/n untuk suatu n ∈ N yang diberikan,
(d) x – 1 < 1/n untuk suatu n ∈ N yang diberikan.
3
lim f =L
x →c
pada I, tunjukkan bahwa f1 mempunyai suatu limit pada c jika dan hanya jika f mempunyai
5. Misalkan f : R → R , J ⊆ R suatu interval tutup, dan c ∈ J . Jika f 2merupakan pembata- san dari
f pada I, tunjukkan bahwa jika f mempunyai suatu limit pada c dan hanya jika f2 mempunyai
suatu limit pada c. Tunjukkan bahwa tidak berlaku bahwa jika f2 mempun- yai suatu limit pada
c dan hanya jika f mempunyai suatu limit pada c.
6. Misalkan I =( 0 , a), a> 0 , dan misalkan g( x )=x 2untu x ∈ I . Untuk sebarang x,c dalam I,
tunjukkan bahwa ¿ g(x )– c 2∨≤2 a }x – c∨. Gunakan ketaksamaan ini untuk membuktikan
2 2
bahwa lim
x →c
x =c untuk sebarang c ∈ I
10. Gunakan formulasi - dan formulasi formulasi barisan dari pengertian limit untuk mem-
perlihatkan berikut :
12. Misalkan fungsi f : R → R , mempunyai limit L pada 0, dan misalkan pula a > 0. Jika
L . Tunjukkan bahwa jika L =0 maka lim f(x) = 0. Tunjukkan dengan contoh bahwa jika
L≠0 , maka f bisa mungkin tidak mempunyai limit pada c
14. Misalkna f : R → R didefinisikan oleh f(x) = x jika x rasional, dan f(x) = 0 jika x ira- sional.
Tunjukkan bahwa f mempunyai suatu limit pada x = 0. Gunakan argumen barisan untuk
menunjukkan bahwa jika c≠ 0, maka f tidak mempunyai limit pada c.
mengatakan bahwa f terbatas pada suatu lingkungan dari c jika terdapat lingkungan-δ
dari c V δ (c)dan suatu konstanta M > 0 sedemikian sehingga kita mem- punyai f(x) ≤
M untuk semua x ∈ A ∩V δ (c)
sedemikian sehingga jika 0< ¿ x – c∨¿ δ , maka ¿ f ( x) – L∨¿ 1; dari sini (oleh Teorema
Akibat 2.3.4(a)),
Bukti. Salah satu cara pembuktian dari teorema-teorema ini sangat se- rupa
dengan pembuktian Teorema 3.2.3. Secara alternatif, teorema ini dapat dibukti- kan dengan
menggunakan Teorema 3.2.3 dan Teorema 4.1.8. Sebagai contoh, misal- kan (xn) sebarang
barisan dalam A sedemikain sehingga xn ≠ c untuk semua n ∈ N ,dan
c = lim (xn). Menurut Teorema 4.1.8, bahwa
lim f ( x ) /h(x)
x →c
tidak ada. . Akan tetapi jika limit ini ada, kita tidak dapat menggunakan Teorema
4.2.4(b) untuk menghi tungnya.
2) Misalkan A ∈ R, dan f1, f2, …, fn fungsi-fungsi pada A ke R, dan c suatu titk clus ter
dari A. Jika
Lk = lim
x →c
f ( x )k
untuk k = 1,2, …, n,
maka ,menurut Teorema 4.2.4 dengan argumen induksi kita peroleh bahwa
L 1+ L 2+…+ L n=lim (f 1+ f 2+ …+f n)
dan
L 1. L2 . … . L n=lim (f 1. f 2 . …. f n)
dan n ∈ N , maka
L n=lim (f ( x))n
x→c
. 4.2.5 Contoh-contoh (a) Beerapa limit yang diperlihatkan dalam Pasal 4.1 dapat
dibuktikan dengan menggunakan Teorema 4.2.4. Seagai contoh, mengikuti hasil ini
bahwa karena lim x = c, maka lim x 2=c 2 , dan jika c > 0, maka
1 1
lim ¿ =
x →c x c
(b) lim
x →2
¿ ( x 2+1)( x 3 – 4)=20
= 5(4)= 20
(c) lim
x →2
¿ ( x 3 – 4)/(x 2+1)=4 /5
(d) lim
x →2
( x 2 – 4)/(3 x−6)=4 /3
Jika kita misalkan f (x)= x 2 – 4 dan h(x )=3 x – 6 untuk x ∈ R , maka kita tidak dapat
tentu saja lim lim 1 = 1 dan H lim x = 0. Akan tetapi, karena H = 0, kita tidak dapat
x →0 x →0
menggunakan Teorema 4.2.4(b) untuk menghitung lim (1/x). Kenyataannya
x →0
seperti kita telah lihat pada Contoh 4.1.10(a), fungsi φ (x) = 1/x tidak mempunyai
limit pada x = 0. Kesimpulan ini mengikuti juga Teorema 4.2.2 karena fungsi φ (x) =
1/x tidak terbatas pada lingkungan pada lingkungan dari x = 0. (Mengapa?)
Jika kita misalkan f ( x )=x 2−4 dan h ( x )=3 x−6 untuk x ∈ R, maka kita tidak dapat
f (x)
menggunakan Teorema 4.22.4(b) untuk menghitung lim ( ) sebab
x →2 h ( x )
1 4
¿ ( 2+2 )=
3 3
Perhatikan bahwa fungsi g ( x )=( x 2−4)/(3 x−6) mempunyai limit pada x=2meskipun
tidak terdefinisi pada titik tersebut.
1
(e) lim ( ) tidak ada dalam R
x →0 x
lihat pada Contoh 4.1.10(a), fungsi φ ( x )=1/ x tidak mempunyai limit pada x=0 . Kesimpulan ini
mengikuti juga Teorema 4.2.2 karena fungsi φ ( x )=1/ x tidak terbatas pada lingkaran dari x=0 .
(Mengapa?)
lim x k =c k , maka
x →c
n n−1
¿ lim (a n¿ x )+ lim ( an−1 x )+ …+lim (a1 ¿ ¿ x)+ lim a0 ¿ ¿ ¿
x →c x→ c x→ c x →c
n n−1
¿ a n c +a n−1 c +…+a 1 c +a 0
¿ p(c ).
(g) Jika p dan q fungsi-fungsi polinomial pada R dan jika q (c) ≠ 0, maka
p( x ) p( c)
lim = .
x →c q( x) q (c)
Karena q (x) suatu fungsi polinomial, berarti menurut suatu teorema alam aljabar bahwa terdapat paling
banyak sejumlah hingga bilangan real ∝1 , ∝2 , … , ∝m[pembuat nol dari q ( x) ¿ sedemikian sehingga
q ( ∝ j )=0 dan sedemikian sehingga jika x ∉ {∝1 ,∝2 ,… , ∝m } maka q ( x) ≠ 0. Dari sini, jika
x ∉ {∝1 ,∝2 ,… , ∝m } kita dapat mendefinisikan
p (x)
r ( x )= .
q ( x)
Jika c bukan pembuat nol dari q ( x ) ,maka q (c)≠ 0. Oleh karena itu kita dapat menggunakan Teorema
4.2.4 (b) untuk menyimpulkan bahwa
lim p ( x)
p( x ) x →c p (c )
lim = = .
x →c q( x) lim q( x ) q(c )
x→ c
barisan bilangan real sedemikain sehingga c≠ xn∈A untuk semua n∈N dan jika barisan ( X n )
3/2
4.2.8 Contoh-contoh (a) lim X =0 ( X >0 ).
X→ 0
Misalkan f ( X )=X 3 / 2 untuk X > 0. Karena ketaksamaan X < X 1/ 2 ≤ 1 berlaku untuk 0< X ≤ 1,
3/2
maka dengan menggunakan Teorema Apit 4.2.7 diperoleh lim X =0.
X→ 0
(b) lim
X→ 0
sin X =0.
Dapat dibuktikan dengan menggunakan pendekatan deret Taylor (akan dibahas pada lanjutan dari
tulisan ini) bahwa
−X ≤ sin X < X untuk semua X ≥ 0.
Karena lim ( ± X )=0, maka menurut Teorema Apit bahwa lim sin X =0.
X→ 0 X→ 0
(c) lim
X→ 0
cos X=1.
Dapat dibuktikan dengan menggunakan pendekatan deret Taylor (akan dibahas pada
lanjutan dari tulisan ini) bahwa
1
(*) 1− X 2 ≤ cos X ≤ 1 untuk semua X ∈ R .
2
1 2
Karena lim 1− X =1, maka menurut Teorema Apit bahwa lim
( ) cos X=1.
X→ 0 2 X→ 0
(d) lim
X→ 0
( cos XX−1 )=0.
Kita tidak dapat menggunakan Teorema 4.2.4 (b) secara langsung untuk menghitung limit ini.
(Mnegapa?) Akan tetapi, dari ketaksamaan (*) dalam bagian (c) bahwa
−1
X ≤ ( cos X −1 ) / X ≤ 0 untuk X > 0
2
dan juga bahwa
1
0 ≤ ( cos X −1 ) / X ≤ X untuk X < 0.
2
Sekarang misalkan f ( X )=− X /2 untuk X ≥ 0 dan f ( X )=0 untuk X < 0, dan misalkan pula h ( X ) =0
cos X −1
lim =0.
X→ 0 X
(e) lim
X→ 0
( sinX X )=1.
Sekali lagi, kita tidak dapat menggunakan Teorema 4.2.4 (b) untuk menghitung limit ini. Akan
tetapi , dapat dibuktikan (pada lanjutan diktat ini) bahwa
1
X − X 3 ≤ sin X ≤ X untuk X ≥ 0
6
dan bahwa
1
X ≤ sin X ≤ X− X 3 untuk ≤ 0 .
6
Oleh karena itu berarti (Mengapa?) bahwa
1
1− X 2 ≤ ( sin X ) / X ≤ 1 untuk semua X ≠ 0 .
6
1 1
Tetapi karena (
X→ 0 6 )
lim 1− X 2 =1− lim X 2=1, kita simpulkan dari Teorema Apit bahwa
6 Z→0
lim
X→ 0
( sinX X )=1 .
(f) lim ( X sin ( 1/ X )) =0 .
X→ 0
untuk semua X ∈ R , X ≠ 0. Karena lim | X|=0 , maka dari Teorema Apit diperoleh bahwa lim f =0 .
X→ 0 X→ 0
Terdapat hasil-hasil yang paralel dengan Teorema 3.2.9 dan 3.2.10; akan tetapi, akan dilewatkan
untuk latihan bagi para pembaca. Kita tutup bagian ini dengan suatu hasil yang merupakan konvers
parsial dari Teorema 4.2.6.
X ∈ A ∩V δ ( c ) , X ≠ c .
Bukti. Misalkan L=lim f dan anggaplah L>0. Kita ambil ε = 1 L>0 dalam Teorema 4.1.6 (b),
X →c 2
dan diperoleh suatu bilangan δ >0 sedemikian sehingga jika 0<| X−c|<δ dan X ∈ A , maka
1
|f ( X )−L|< L. Oleh karena itu (Mengapa?) berarti bahwa jika X ∈ A ∩V δ ( c ) , X ≠ c , maka
2
1
f (X )> L> 0.
2
Jika L<0, dapat digunakan argumen yang serupa.
Latihan 4.2
( X +1 ) (2 X +3) ( X ∈ R ) , X 2 +2
(a) lim (b) lim ( X >0),
X→ 1 X→ 1 X 2−2
X+1
(c) lim
X→ 2
( X 1+ 1 − 21X )( X >0), (d) lim
X→ 0 X 2 +2
( X ∈ R)
2. Tentukan limit-limit berikut dan nyatakan teorema-teorema mana yang digunakan dalam setiap kasus.
(Anda bisa menggunakan latihan 14 di bawah).
2 X +1 X 2−4
(a) lim
X→ 2 √ X +3
( x >0 ) , (b) lim
X→ 2 X−2
( X > 0),
3. Carilah lim
√ 1+2 x −√ 1+3 x dimana x >0.
x →0 x +2 x 2
4. Buktikan bahwa lim cos ( 1/ x ) tidak ada, akan tetapi lim x cos ( 1/ x )=0 .
x →0 x →0
5. Misalkan f , g fungsi-fungsi yang didefinisikan pada A ⊆ R ke R , dan misalkan c suatu titik cluster
dari A. Anggaplah bahwa f terbatas pada suatu lingkungan dari c dan lim
x →c
g =0. Buktikan bahwa
lim fg=0 .
x →c
6. Gunakanlah formulasi ε −δ dari limit fungsi untuk membuktikan pernyataan pertama dalam Teorema
4.2.4(a).
7. Gunakanlah formulasi sekuensial untuk limit fungsi untuk membuktikan Teorema 4.2.4(b).
8. Misalkan n ∈ N sedemikian sehingga n ≥ 3. Buktikan ketaksamaan −x 2 ≤ x n ≤ x 2 untuk −1< x <1.
n
Selanjutnya, gunakan fakta bahwa lim x =0.
x →0
9. Misalkan f , g fungsi-fungsi yang didefinisikan pada A ⊆ R ke R , dan misalkan c suatu titik cluster
dari A.
10.Berikan contoh fungsi-fungsi f dan g sedemikian sehingga f dan g tidak mempunyai limit pada suatu
titik c , tetapi sedemikian sehingga fungsi-fungsi f +g dan fg mempunyai limit pada c .
11.Tentukan apakah limit-limit berikut ada dalam R.
x →0
2
(a) lim sin(1/ x ¿ ¿) ( x ≠ 0 ) , ¿ ¿ (b) lim x sin
x →0 ( x1 )(x ≠ 0)
2 ,
1
(c)lim sgn sin( )( x ≠ 0),
x →0 x
(d) lim
x →0
√ x sin ( x1 )( x> 0)
2
Anggaplah lim
x →0
f =L ada. Buktikan bahwa L=0, dan selanjutnya buktikan bahwa f mempunyai
menyatakan fungsi yang terdefenisi untuk xϵA dengan |f |( x )=|f (x)|, buktikan bahwa
lim |f |= lim f .
x →0 |
x →0 |
14. Misalkan A ⊆ R , f : A ⟶ R dan c suatu titik cluster dari A. Tambahan, anggaplah bahwa
f (x)≥ 0 untuk semua x ∈ A , dan misalkan √f suatu fungsi yang terdefenisi pada A dengan
Pada pasal ini kita akan menyajikan tiga macam perluasan dari pengertian limit fungsi yang
sering terjadi.
Limit-limit Sepihak
Terdapat banyak contoh fungsi f yang tidak mempunyai limit pada suatu titik c , meskipun
demikian limit fungsi f tersebut ada jika dibatasi untuk suatu interval sepihak dari titik cluster c .
Salah satu contohnya adalah fungsi signum dalam contoh 4.1.10(b) dan gambarnya diperlihatkan
pada Gambar 4.1.2, tidak mempunyai limit pada c=0. Akan tetapi, jika kita membatasi fungsi
signum pada interval (0 , ∞ ), maka fungsi hasil pembatasannya mempunyai limit -1 pada c=0. Ini
merupakan contoh-contoh dari konsep tentang limit-kiri dan limit-kanan dari suatu fungsi pada suatu
titik c=0.
Defenisi tentang limit-kiri dan limit-kanan merupakan modifikasi langsung dari Defenisi 4.1.4.
Dalam kenyataannya, penggantian A dalam Defenisi 4.1.4 oleh himpunan A ∩( c , ∞ ) menghasilkan
defenisi limit-kanan suatu fungsi pada suatu titik c yang merupakan titik cluster dari A ∩( c , ∞ ).
Demikian juga, dengan penggantian A pada Defenisi 4.1.4 oleh himpunan A ∩(−∞ ,c ) menghasilkan
defenisi limit-kiri suatu fungsi pada suatu titik c yang merupakan titik cluster dari A ∩(−∞ ,c ).
Untuk lebih mudahnya, defenisi tentang limit-kiri dan limit-kanan yang dimaksud akan diformulasi
dalam bentuk ε −δ , analog dengan Teorema 4.1.6 seperti berikut ini.
(i) Jika cϵ R suatu titik cluster dari A ∩ ( c , ∞ )={x ∈ A : x> c } , maka kita mengatakan bahwa
L ∈ R adalah suatu limit-kanan dari f pada c dan dituliskan
lim ¿
+¿
x→ c f = L¿
jika diberikan sebarang ε > 0 terdapat suatu δ =δ (ε )>0 sedemikian sehingga untuk semua x ∈ A
(ii) jika cϵ R suatu titik cluster dari A ∩ (−∞ , c )={xϵA : x <c } , maka kita mengatakan bahwa
Lϵ R adalah suatu limit-kiri dari f pada c dan dituliskan
lim ¿
−¿
x→ c f = L¿
jika diberikan sebarang ε > 0 terdapat suatu δ =δ (ε )>0 sedemikian sehingga untuk semua x ∈ A
Catatan : (1) Jika L suatu limit kanan dari f pada c , kita kadang-kadang mengatakan bahwa L
adalah limit dari kanan pada c . Kita menggunakan notasi
lim ¿
+¿
x→ c f (x)= L¿
kedua limit sepihak dimaksud ada. Juga bisa mungkin salah satu saja yang ada. Serupa, seperti kasus
pada fungsi f ( x )=sgn( x ) pada c=0, limit-limit ini ada, meskipun berbeda.
(3) jika A suatu interval dengan titik ujung kiri c , maka jelas nampak bahwa f : A ⟶ R
mempunyai suatu limit pada c jika dan hanya jika f mempunyai suatu limit kanan pada c . Selain itu,
dalam kasus ini limit lim f dan limit pihak kanan lim ¿ sama. (Situasi serupa juga akan berlaku
x →c +¿
x→ c f ¿
Kita tinggalkan bagi pembaca untuk menunjukkan bahwa f hanya dapat memiliki satu limit-
kanan (atau, limit-kiri) pada suatu titik. Berikut ini adalah hasil yang analog dengan fakta yang
diperlihatkan pada Pasal 4.1 dan 4.2 untuk limit-limit dua-pihak. Khususnya, keberadaan limit satu-
pihak dapat direduksi untuk bahan pertimbangan selanjutnya.
(i) lim ¿;
+¿
x→ c f = Lϵ R ¿
(ii) Untuk sebarang barisan ( x n) yang konvergen ke c sedemikian sehingga x n ∈ A dan x n >c
Kita tinggalkan pembuktian Teorema ini (dan formulasi dan pembuktian dari teorema yang
analog dengannya untuk limit-kiri) untuk dilakukan oleh pembaca.
Berikut ini adalah suatu hasil yang merupakan hubungan pengertian limit suatu fungsi dengan
limit-limit sepihak dari fungsi tersebut pada suatu titik.
lim ¿ dan bahwa lim ¿. Karena limit-limit satu pihak ini berbeda, maka mengikuti
+¿ −¿
x→ 0 sgn ( x ) =+1 ¿ x→ 0 sgn ( x ) =−1 ¿
Pertama kita tunjukkan bahwa g tidak mempunyai limit kanan hingga pada c=0 karena g tidak
terbatas pada sebarang lingkungan kanan (0 , ∞) dari 0. Kita akan menggunakan ketaksamaan
yang pada bagian ini tidak akan diberikan pembuktiannya. Berdasarkan (*), jika x >GAMBAR 4.3 .1
1
Grafik dari g ( x )=e x (x ≠ 0)
0 maka 0<1 /x <e 1/ x . Dari sini, jika kita mengambil x n=1/n, maka g( x n )> n untuk semua n ∈ N .
Akan tetapi, lim ¿ . Kita perhatikan bahwa, jika x <0 dan kita mengambil t=1/ x dalam
−¿ 1 /x
x→ 0 e =0 ¿
1 1 /x
(*) kita peroleh 0← <e =0.
x
1
(c) Misalkan h ( x )=1/( e x +1) untuk x ≠ 0 . (lihat gambar 4.3.2).
Kita telah melihat bagian (b) bahwa 0<1 /x <e 1/ x untuk x >0, dengan demikian
1 1
0< < 1/ x < x
1/ x
e +1 e
1
GAMBAR 4.3.2. Grafik dari
h ( x )= 1
( x ≠ 0)
x
e +1
Karena kita telah melihat dalam bagian (b) bahwa lim ¿, maka dari analog Teorema
+¿ 1 /x
x→ 0 e =0 ¿
lim ¿
1 1
−¿
x→ 0
( 1/x
e +1)=
−¿
lim
1
1
¿¿
¿¿
x →0 ( e x + 1)= =1
0+ 1
Perbaikan bahwa untuk fungsi ini, limit sepihak kedua-duanya ada, akan tetapi tidak sama.
jika untuk setiap α∈R terdapat δ = δ(α) > 0 sedemikian sehinggauntuk semua x∈A dengan
0<| x−c|<δ , maka f(x) > α.
(ii) Kita katakan bahwa f menuju ke ∞ apabila x→c, dan ditulis
lim f =−∞
x →c
jika untuk setiap β∈R terdapat δ = δ(β) > 0 sedemikian sehingga untuk semua x∈A dengan
0<| x−c|<δ , maka f(x) < β.
Karena, jika α > 0 diberikan, misalkan δ =1/ √ α . Ini berarti bahwa jika 0<| x|< δ , maka
jika 0 <|x−c|< δ(α) dan x∈A, maka f(x) > α. Akan tetapi, jika f(x) ≤ g(x) untuk semua x∈A x ≠ c,
maka berarti jika 0 <|x – c| < δ(α) dan x∈A, maka g(x) > 0. Oleh karena itu lim
x →c
g=¿ ∞ ¿.
Pembuktian bagian (b) dilakukan dengan cara serupa.
Fungsi g(x) = 1/x dalam Contoh 4.3.6(b) menyarankan bahwa itu dapat berguna untuk
memandang limit-limit sepihaknya.
4.3.8 Definisi Misalkan A⊆R dan f : A → R.
(i) Jika c∈R suatu titik cluster dari A∩(c,∞) ={x∈A: x > 0}, maka kita mengatakan bahwa f
menuju ∞ [atau -∞] apabila x→c+, dan ditulis
lim ¿
x→ c f =¿ ∞ ⌊ atau,
+¿
lim ¿ ¿¿ ,
+¿
x→ c f=−∞ ⌋ ¿
jika untuk setiap α∈R terdapat δ=δ(α) sedemikian sehingga untuk semua x∈A dengan 0 < x – c < δ,
maka f(x) > α [atau, f(x) < α].
(ii) Jika c∈R suatu titik cluster dari A∩(-∞,c) ={x∈A: x < 0}, maka kita mengatakan bahwa
f menuju ∞ [atau -∞] apabila x→c-, dan ditulis
lim ¿
x→ c f =¿ ∞ ⌊ atau,
−¿
lim
−¿
¿¿¿
x→c f =−∞ ⌋ ¿
jika untuk setiap α∈R terdapat δ=δ(α) sedemikian sehingga untuk semua x∈A dengan 0 < c – x < δ,
maka f(x) > α [atau, f(x) < α].
4.3.9 Contoh-contoh (a) Misalkan g(x) = 1/x untuk x ≠ 0. Kita telah mencatat dalam Contoh
lim ¿
+¿ 1
x→ 0 ( )∞ dan lim ¿¿
x
x→c ( 1x )=−∞ ¿
−¿
1
(b) Telah diperoleh pada Contoh 4.3.4(b) bahwa fungsi g ( x )=e x untuk x ≠ 0 tidak terbatas
pada sebarang interval (0,δ), δ > 0. Dari sini limit-kanan dari e 1/ x apabila x→0+¿ ¿tidak ada dalam
pengertian Definisi 4.3.1(1). Akan tetapi, karena
1/x < e 1/ x untuk x > 0,
maka secara mudah kita melihat bahwa lim ¿ dalam pengertian dari Definisi 4.3.8.
+¿ 1/ x
x→ 0 (e )=∞ ¿
Kita dapat mempertimbangkan pula untuk mendefinisikan pengertian limit dari suatu
fungsi apabila x→∞ [atau, x→-∞].
4.3.10 Definisi Misalkan A⊆R dan f : A → R.
(i) Anggaplah bahwa (a,∞) ⊆ A untuk suatu a∈R. Kita mengatakan bahwa L∈R
merupakan limit dari f apabila x→∞, dan ditulis
lim f =L,
x→ ∞
jika diberikan sebarang ε > 0 terdapat K=K(ε) > a sedemikian sehingga untuk sebarang x > K, maka |
f(x) – L| < ε.
(ii) Anggaplah bahwa (-∞,b) ⊆ A untuk suatu b∈R. Kita mengatakan bahwa L∈R
merupakan limit dari f apabila x→-∞, dan ditulis
lim f =L,
x→−∞
jika diberikan sebarang ε > 0 terdapat K=K(ε) < b sedemikian sehingga untuk sebarang x < K, maka |
f(x) – L| < ε.
Kita tinggalkan bagi pembaca untuk menunjukkan bahwa limit-limit dari f apabila x→±∞
adalah tunggal jika ada. Kita juga mempunyai Kriteria Sekuensial untuk limit-limit ini; kita hanya
akan menyatakan kriteria apabila x→∞. Ini digunakan pengertian dari limit dari suatu barisan yang
divergen murni (lihat Definisi 3.6.1).
4.3.11 Teorema Misalkan A⊆R, f : A → R, dan anggaplah bahwa (a,∞) ⊆ A untuk suatu
a∈R. Maka pernyataan-pernyataan berikut ini eqivalen :
(i) L= xlim
→∞
f ;
4.3.3). Cara lain untuk menunjukkan ini adalah dengan menunjukkan bahwa jika x ≥ 1 maka 0 ≤ 1/ x 2
jika diberikan sebarang α∈R terdapat K = K(α) > a sedemikian sehingga untuk sebarang x > K, maka
f(x) > α [atau, f(x) < α]. (Lihat Gambar 4.3.5)
(ii) Anggaplah bahwa (-∞,b)⊆A untuk suatu b∈A. Kita mengatakan bahwa f menuju ke ∞
[atau, -∞] apabila x→-∞, dan ditulis
lim f =∞ ⌊ atau lim f =−∞ ⌋ ,
x→ ∞ x→ ∞
jika diberikan sebarang α∈R terdapat K = K(α) < b sedemikian sehingga untuk sebarang x<K, maka
f(x) > α [atau, f(x) < α].
Sebagaimana sebelumnya, terdapat kriteria sekuensial untuk limit ini. Kita akan
memformulasinya apabila x→∞.
4.3.14 Teorema Misalkan A⊆R, f : A → R, dan anggaplah bahwa (a,∞)⊆A untuk suatu
a∈R. Maka pernyataan-pernyataan berikut ini ekuivalen :
(ii) Untuk sebarang barisan (x n) dalam (a,∞) sedemikian sehingga lim(xn) = ∞, maka lim
(f(xn)) = ∞ [atau lim (f(xn)) = -∞].
Hasil berikut ini analog dengan Teorema 3.6.5.
4.3.15 Teorema Misalkan A⊆R, f,g : A → R, dan anggaplah bahwa (a,∞)⊆A untuk suatu
a∈R. Misalkan pula bahwa g(x) > 0 untuk semua x > a dan bahwa
f (x)
lim =L
x→ ∞ g ( x)
untuk suatu L∈R, L ≠ 0.
Bukti. (i) Karena L > 0, hipotesis mengakibatkan bahwa terdapat a1 > a sedemikian
sehingga
1 f (x) 3
0< L< < L untuk x >a1.
2 g(x) 2
3
Oleh karena itu kita mempunyai (½L)g(x) < f(x) < ( L)g(x) untuk semua x > a1, dari sini
2
dengan mudah kita peroleh kesimpulannya.
Pembuktian bagian (ii) dikerjakan dengan cara serupa.
Kita tinggalkan bagi pembaca untuk memformulasi hasil-hasil yang analogi dengan
Teorema di atas, apabila x→-∞.
n
4.3.16 Contoh-contoh (a) lim x =∞untuk n∈N.
x→ ∞
Misalkan g(x) = xn untuk x∈(0,∞). Diberikan α∈R, misalkan K = sup{1,α}. Maka untuk
semua x > K, kita mempunyai g(x) = xn ≥ x ≥ α. Karena α∈R sebarang, maka ini berarti lim
x→ ∞
g=∞
n n
(b) lim x =∞untuk n∈N, n genap, dan lim x =−∞untuk n∈N, n ganjil.
x→ ∞ x→−∞
Kita akan mencoba kasus n ganjil, katakanlah n = 2k+1 dengan k = 0,1, ….. Diberikan
α∈R, misalkan K = inf{α,-1}. Untuk sebarang x < K, maka karena (x 2)k ≥ 1, kita mempunyai xn =
n
(x2)kx ≤ x< α. Karena α∈R sebarang, maka berarti lim x =−∞.
x→−∞
Maka lim
x→ ∞
p=∞, jika a > 0, dan lim p=−∞ , jika a < 0
n x→ ∞ n
lim ¿ x+2
(c) x→ 1 x+2 (d) lim (x >0),
√x
+¿
(x>0) ,¿ x→ ∞
√x
(e) lim
√ x+ 1 ( x >−1), (f) lim
√ x +1 ( x> 0),
x →0 x x→ ∞ x
(g) lim
√ x −5 ( x >0), (h) lim
√ x −x (x >0).
x→ ∞ √ x+3 x→ ∞ √ x+ x
6. Buktikan Teorema 4.3.11.
7. Misalkan f dan g masing-masing mempunyai limit dalam R apabila x → ∞ dan f (x) ≤ g ( x) untuk
8. Misalkan f terdefenisi pada ( 0 , ∞ ) ke R . Buktikan bahwa lim f ( x )=L jika dan hanya jika
x→ ∞
lim ¿
1 .
x→ 0 f
+¿
()
x
= L¿
9. Tunjukkan bahwa jika f : ( ∝ , ∞ ) ⟶ R sedemikian sehingga lim
x→ ∞
xf ( x )=L dimana Lϵ R , maka
lim f ( x )=0 .
x→ ∞
12. Misalkan lim f ( x )=L dimana L>0, dan lim g ( x )=∞. Tunjukkan bahwa lim f ( x ) g ( x )=∞ . Jika
x →c x →c x →c
lim g=∞, akan tetapi lim ( f −g ) =0. Dapatkah anda menemukan fungsi-fungsi demikian,
x→ ∞ x→ ∞
f
dengan g( x )> 0 untuk semua x ∈(0 , ∞), sedemikian sehingga lim =0?
x→ ∞ g
14. Misalkan f dan g terdefenisi pada (∝ , ∞) dan misalkan pula lim
x→ ∞
f =L dan lim g=∞. Buktikan
x→ ∞
BAB 5
KEKONTINUAN FUNGSI
Dalam bab ini kita akan memulai mempelajari kelas terpenting dari fungsi-
fungsi yang muncul dalam analisis real, yaitu kelas fungsi-fungsi kontinu. Pertama-
tama kita akan mendefinisikan pengertian dari kekontinuan pada suatu titik dan
pada suatu himpunan, dan menunjukkan bahwa variasi kombinasi dari fungsi-fungsi
kon- tinu menghasilkan fungsi kontinu.
Sifat-sifat dasar yang membuat fungsi-fungsi kontinu demikain penting
diper- lihatkan pada Pasal 5.3. Misalnya, kita akan memuktikan bahwa suatu fungsi
kontinu pada suatu interval tertutup dan terbatas mesti mencapai nilai maksimum
dan mini- mum.Kita juga akan membuktikan bahwa suatu fungsi kontinu mesti
selalu memuat nilai antara untuk sebarang dua nilai yang dicapainya. Sifat-sifat ini
dan beberapa lainnya tidak dimiliki oleh fungsi-fungsi pada umumnya, dan dengan
demikian ini membedakan fungsi-fungsi kontinu sebagai suatu kelas yang
sangat khusus dari fungsi-fungsi.
Kedua, dalam Pasal 5.4 kita akan memperkenalkan pengertian penting dari
kekontinuan seragam, dan kita akan menggunakan pengertian ini untuk masalah dari
pendekatan (pengaproksimasian) fungsi-fungsi kontinu dengan fungsi-fungsi dasar
(elementer) (seperti polinomial). Fungsi-fungsi monoton adalah suatu kelas penting
dari fungsi-fungsi dan mempunyai sifat-sifat kekontinuan kuat; mereka didiskusikan
dalam Pasal 5.5. Khususnya, akan ditunjukkan bahwa fungsi monoton kontinu
mem- punyai fungsi invers yang monoton kontinu juga.
Fungsi-fungsi Kontinu
Dalam Pasal ini, yang mana sangat serupa dengan pasal 4.1, kita akan
mendefinisikan tentang apa yang dimaksudkan dengan fungsi kontinu pada suatu titik,
atau pada suatu himpunan. Pengertian kekontinuan ini adalah salah satu dari penger-
tian sentral dari analisis matematika dan akan dipergunakan dalam hampir semua
pada pembahasan dalam buku ini. Akibatnya, konsep ini sangat esensial yang pem-
baca mesti menguasainya.
Peringatan
(1) Jika c ∈A merupakan titik cluster dari A, maka pembandingan dari Definisi 4.1.4 dan
5.1.1 menunjukkan bahwa f kontinu pada c jika dan hanya jika
( 1 ) f ( c )=lim f
x →c
Jadi, jika c titik cluster dari A, maka agar (1) berlaku, tiga syarat harus dipenuhi: (i) f
harus terdefinisi pada c (dengan demikian f(c) dapat dimengerti), (ii) limit dari f harus
(2) Jika c bukan titik cluster dari A, maka terdapat lingkun- gan V δ (c) dari c
sedemikian sehingga A ∩V δ (c) = {c}. Jadi kita menyimpulkan bahwa suatu fungsi f
kontinu secara otomatis pada c ∈A yang bukan titik cluster dari A. Titik-titik
demikian ini sering disebut “titik-titik terisolasi” dari A; titik-titik ini kurang menarik
untuk kita bahas, karena “far from the action”. Karena kekontinuan berlaku secara
otomatis untuk titik-titik terisolasi ini, kita akan secara umum menguji kekontinuan
hanya pada titik-titik cluster. Jadi kita akan memandang kondisi (1) sebagai
karakteristik untuk kekontinuan pada c.
Dalam definisi berikut kita mendefinisikan kekontinuan dari f pada suatu himpunan.
5.1.2 Definisi
Misalkan A⊆R, f : A ⟶R. Jika B⊆ A, kita katakan bahwa f kontinu pada B jika f kontinu
pada setiap titik dalam B. Sekarang kita berikan suatu formulasi yang setara untuk Definisi 5.1.1.
5.1.3 Teorema
Misalkan A⊆R, f : A ⟶ R, dan c ∈A. Maka kondisi- kondisi berikut ekivalen.
(i) f kontinu pada c; yaitu, diberikan sebarang lingkungan V ε (f(c)) dari f(c) terdapat
suatu lingkungan V δ (c) dari c sedemikain sehingga jika x sebarang titik pada A ∩V δ (c),
maka f(x) termuat dalam V ε (f(c))
(ii) Diberikan sebarang ε > 0 terdapat suatu δ > 0 sedemikian sehingga untuk semua
x ∈A dengan x - c < , maka f(x) – f(c) < ε .
(iii) Jika (xn) sebarang barisan bilangan real sedemikian sehingga xn ∈A untuk semua n
∈N dan (xn) konvergen ke c, maka barisan (f(xn)) konvergen ke f(c).
Bukti
Pembuktian teorema ini hanya memerlukan sedikit modifikasi pembuktian dari Teorema
4.1.6 dan 4.1.8. Kita tinggalkan detailnya seba- gai suatu latihan penting bagi pembaca.
Kriteria Diskontinu berikut adalah suatu konsekuensi dari ekuivalensi dari (i) dan (ii)
dari teorema sebelumnya; ini akan dibandingkan dengan Kriteria Divergensi 4.1.9(a)
dengan L = f(c). Pembuktiannya akan dituliskan se- cara detail oleh pembaca.
5.1.5 Contoh-contoh
a) f(x) = b kontinu pada R
Telah diperlihatkan pada Contoh 4.1.7(a) bahwa jika c ∈R maka kita mempunyai
lim f =b
x →c
Karena f(c) = b, maka f kontinu pada setiap titik c∈R. Jadi f kontinu pada R
b) g(x) = x kontinu pada R.
Telah diperlihatkan pada Contoh 4.1.7(b) bahwa jika c ∈R, maka kita mempunyai
lim g=c , Karena g(c) = c, maka g kontinu pada setiap titik c∈R. Jadi g kontinu pada R
x →c
2
c) h(x) = x kontinu pada R.
Telah diperlihatkan pada Contoh 4.1.7(c) bahwa jika c∈R, maka kita mempunyai
lim g=c , karena h ( c )=c2 maka h kontinu pada setiap titik c ∈R. Jadi h kontinu pada
x →c
R
d) φ(x) = 1/x kontinu pada A = {x∈R : x > 0}.
Telah diperlihatkan pada Contoh 4.1.7(d) bahwa jika c ∈A, maka kita mempunyai
lim φ = 1/c. Karena φ(c)= 1/c, maka φ kontinu pada setiap titik c ∈A. Jadi φkontinu
x →c
pada A.
e) φ (x) = 1/x tidak kontinu pada x = 0
Memang, jika φ(x) = 1/x untuk x > 0, maka tidak terdefinisi pada x= 0, dengan
demikian tidak kontinu pada titik ini. Secara alternatif, telah diperlihatkan pada Contoh
f ( x )= {01,,jika
jika x rasional
x irrasional
Kita claim bahwa f tidak kontinu pada sebarang titik pada R. (Fungsi ini
diperke- nalkan pada tahun 1829 oleh Dirichlet). Memang, jika c bilangan rasional,
misalkan (xn) suatu barisan bilangan irasional yang konvergen ke c. (Teorema Akibat
2.5.6 untuk Teorema 2.5.5 menjamin adanya barisan seperti ini.) Karena f(xn) = 0 untuk
semua n N, maka kita mempunyai lim (f(xn)) = 0 sementara f(c) = 1. Oleh karena itu
f tidak kontinu pada bilangan rasional c.
Sebaliknya, jika b bilangan rasional, misalkan (yn) suatu barisan bilangan
irasional yang konvergen ke b. (Teorema Akibat 2.5.6 untuk Teo- rema 2.5.5 menjamin
adanya barisan seperti ini.) Karena f(yn) = 1 untuk semua n N, maka kita mempunyai
lim (f(yn)) = 1 sementara f(b) = 0. Oleh karena itu f tidak kon- tinu pada bilangan
irasional b.
Karena setiap bilangan real adalah bilangan rasional atau irasional, kita
simpulkan bahwa f tidak kontinu pada setiap titik dalam R.
h) Misalkan A = {x∈R : x > 0}.
Untuk sebarang bilangan irasional x > 0 kita definisikan h(x) = 0. Untuk suatu
bilangan rasional dalam A yang berbentuk m/n, dengan bilangan asli m,n tidak
mempunyai faktor persektuan kecuali 1, kita definisi- kan h(m/n) = 1/n. (Lihat Gambar
5.1.2.) Kita claim bahwa h kontinu pada setiap bilangan irasional pada A, dan
diskontinu pada setiap bilangan rasional dalam A.(Fungsi ini diperkenalkan pada
tahun 1875 oleh K.J. Thomae).
Memang, jika a > 0 bilangan rasional, misalkan (xn) suatu barisan bilangan
irasional dalam A yang konvergen ke a. maka lim h(xn) = 0 sementara h(a) > 0. Dari
sini h diskontinu pada a.
Di pihak lain, jika b suatu bilangan irasional dan ε > 0, maka (dengan Sifat
Arcimedean) terdapat bilangan asli n0 sedemikian sehingga 1/n0 < ε. Terdapat hanya
sejumlah hingga bilangan rasional dengan penyebut lebih kecil dari n0 dalam interval
(b – 1, b + 1).
(Mengapa?) Dari sini δ> 0 dapat dipilih sekecil mungkin yang mana lingkungan (b -δ
,b +δ ) tidak memuat tidak memuat bilangan rasional dengan penyebut lebih kecil dari
n0. Selanjutnya, bahwa untuk x - b< δ, x ∈A, kita mempunyai h(x) – h(b) =
h(x)≤1/n0 <ε. Jadi h kontinu pada bilangan irasional b.
Akibatnya, kita berkesimpulan bahwa fungsi Thomae h kontinu hanya pada
titik-titik irasional dalam A.
GAMBAR 5.1.2 Grafik Fungsi Thomae
5.1.6 Peringatan
a) Kadang-kadang suatu fungsi f : A→ R tidak kontinu pada suatu titik c, sebab
tidak terdefinisi pada titik tersebut.. Akan tetapi, jika fungsi f mempunyai suatu limit L
pada tiitik c dan jika kita definisikan F pada A∪{c} → R dengan
b) Jika fungsi g : A →R tidak mempunyai suatu limit pada c, maka tidak ada cara
untuk memperoleh suatu fungsi G : A∪{c} →R yang kontinu pada c dengan
pendefinisian
G ( x) = {g (cx,untuk x=c
) ,untuk x ∈ A
5.1.7 Contoh-contoh
a) Fungsi g(x) = sin (1/x) untuk x ≠0
(lihat Gambar 4.1.3) tidak mempunyai limit pada x = 0 (lihat contoh 4.1.10(c)). Jadi
tidak terdapat nilai yang dapat kita berikan pada x = 0. Untuk memperoleh suatu
perluasan kontinu dari g pada x = 0.
b) Misalkan f(x) = x sin(1/x) untuk x ≠0. (Lihat Gambar 5.1.3) Karena f tidak terdefinisi
pada x = 0, fungsi f tidak bisa kontinu pada titik ini. Akan tetapi, telah diperlihatkan
F ( x )= {x sin01/,untuk x=0
x ,untuk x ≠ 0
maka F kontinu pada x = 0.
5. Misalkan f terdefinisi untuk semua x ∈R, x≠2, dengan f(x) = (x2 + x – 6)/(x – 2).
Dapat- kah f terdefinisi pada x = 2 dimana dengan ini menjadikan f kontinu pada titik
ini?
6. Misalkan A ⊆R dan f : A ⟶ R kontinu pada titik c∈A. Tunjukkan bahwa untuk se-
barang ε> 0, terdapat lingkungan V δ (c) dari c sedemikian sehingga jika x,y ∈A∩ V δ
(c), maka |f ( x) – f ( y )|<ε .
7. Misalkan f : R ⟶ R kontinu pada c dan misalkan f(c) > 0. Tunjukkan bahwa
terdapat V δ (c) suatu lingkungan dari c sedemikian sehingga untuk sebarang x ∈V δ(c)
maka f(x) > 0.
8. Misalkan f : R ⟶ R kontinu pada R dan misalkan S = {x ∈R : f(x) = 0} adalah “him-
punan nol” dari f. Jika (xn) ⊆S dan x = lim (xn), tunjukkan bahwa x∈S.
9. Misalkan A⊆B⊆R, f : B ⟶ R dan g pembatasan dari f pada A (yaitu, g(x) = f(x)
untuk x∈A).
(a). Jika f kontinu pada c ∈A, tunjukkan bahwa g kontinu pada c.
(b). Tunjukkan dengan contoh bahwa jika g kontinu pada c, tidak perlu berlaku
bahwa f kontinu pada c.
10. Tunjukkan bahwa fungsi nilai mutlak f(x) = x kontinu pada setiap titik c ∈R.
11. Misalkan K > 0 dan f : R ⟶ R memenuhi syarat f(x) – f(y)≤ Kx - y untuk
semua x,y∈R. Tunjukkan bahwa f kontinu pada setiap titik c ∈R.
12. Misalkan bahwa f : R ⟶ R kontinu pada R dan f(r) = 0 untuk setiap bilangan
rasional r. Buktikan bahwa f(x) = 0 untuk semua x ∈R.
13. Definisikan g : R ⟶ R dengan g(x) = 2x untuk x rasional, dan g(x) = x + 3 untuk x
irasional. Tentukan semua titik dimana g kontinu.
14. Misalkan A = (0, ∞) dan k : A ⟶ R didefinisikan sebagai berikut. Untuk x∈A, x
rasional, kita definisikan k(x) = 0; untuk x∈A rasional dan berbentuk x = m/n dengan
bi- langan asli m, n tidak mempunyai faktor persekutuan kecuali 1, kita definisikan
k(x) = n. Buktikan bahwa k tidak terbatas pada setiap interval terbuka dalam A.
Simpulkan bahwa k tidak kontinu pada sebarang titik dari A.
Bukti. Jika c bukan suatu titik cluster dari A, maka konklusi berlaku secara otomatis.
Dari sini, kita asumsikan bahwa c titik cluster dari A.
a) Karena f dan g kontinu pada
b) a c, maka f ( c ) =lim
x→ c
f dan g ( c ) =lim g
x→ c
bahwa
lim f
f f ( c ) x →c f
h
( c )= = =lim
h ( c ) lim h x → c h
x→ c
()
Oleh karena itu f/h kontinu pada c.
Hasil berikut merupakan konsekuensi dari Teorema 5.2.1, diterapkan untuk semua
titik dalam A. Akan tetapi, secara ekstrim, ini adalah suatu hasil penting, kita akan
menyatakannya secara formal.
( ¿)
( φf ) ( x ) = φf (( xx)) untuk x ∈ A
Jika φ kontinu pada titik c∈ A 1, maka jelas bahwa pembatasan φ 1 dari φ pada A1 juga
kontinu pada c. Oleh karena itu mengikuti Teorema 5.2.1(b) dipergunkan untuk φ1
bahwa f/φ kontinu pada c∈ A 1. Serupa juga jika f dan φ kontinu pada A, maka fungsi f/φ,
didefinisikan pada A1 oleh (*), kontinu pada A1
5.2.4 Contoh-contoh
a) Fungsi-fungsi polinomial.
Jika p suatu fungsi polinimial, dengan demikian p(x) = anxn + an-1xn-1 + … + a1x +
b) Fungsi-fungsi rasional
Jika p dan q fungsi-fungsi polinomial pada R, maka terdapat paling banyak sejumlah
hingga α 1 , α 2 , … , α nakar-akar real dari q. Jika x∉{ α 1 , α 2 , … , α n} maka q(x) ≠0 dengan
demikian kita dapat mendefinisikan fungsi rasional r dengan
p(x)
r ( x )= untuk x ∉ {α 1 ,α 2 ,… ,α n }
q (x )
Telah diperlihatkan dalam Contoh 4.2.5(g) bahwa jika q(c) ≠0, maka
lim p( x)
p ( x) x→c
r ( x )= = =lim r ( x )
q ( x ) lim q( x ) x → c
x →c
Dengan kata lain, r kontinu pada c. Karena c sebarang bilangan real yang bukan akar
dari q, kita katakan bahwa suatu fungsi rasional yang kontinu pada setiap bilangan
real dimana fungsi tersebut terdefinisi.
Oleh karena itu sin kontinu pada c. Karena c∈R sebarang, maka ini berarti
fungsi sin kontinu pada R.
e) Fungsi-fungsi tan, cot, sec, csc kontinu dimana fungsi-fungsi ini terdefinisi.
Sebagai contoh, fungsi cotangen didefinisikan dengan
cos x
cot x=
sin x
Asalkan sin x ≠ 0 (yaitu, asalkan x ≠ nπ , n ∈Z). Karena sin dan cos kontinu pada R,
maka mengikuti Komentar 5.2.3 bahwa fungsi cot kontinu pada domainnya. Fungsi-
fungsi trigonometri yang lain dilakukan dengan proses pengerjaan yang serupa.
maka terdapat suatu lingkungan-δ V dari b = f(c) sedemikian sehingga jika y ∈B∩V
maka g(y)∈W. Karena f kontinu pada c, maka terdapat suatu lingkungan-γ U dari c
sedemikian sehingga jika x∈U ∩A, maka f(x)∈V. (Lihat Gambar 5.2.1.) Karena f(A)
⊆B, maka ini berarti jika x∈A∩U, maka f(x)∈B∩V dengan demikian g o f(x) = g(f(x))∈
W. Tetapi karena W suatu lingkungan-ε dari g(b), ini mengakibatkan bahwa g o f kontinu
pada c.
Bukti. Teorema ini secara serta-merta mengikuti hasil sebelumnya, jika berturut-turut, f
dan g kontinu pada setiap titik A dan B. Teorema 5.2.7 dan 5.2.8 sangat bermanfaat
dalam menunjukkan bahwa fungsi-fungsi tertentu kontinu. Teorema-teorema ini dapat
dipergunakan dalam berbagai situasi dimana situasi ini akan sulit untuk menggunakan
definisi kekontinuan secara langsung.
5.2.9 Contoh-contoh
a) Misalkan g1(x) = x untuk x R. Menurut Ketaksamaan Segitiga (Lihat Akibat
2.3.4) bahwa
g1(x) – g1(c)≤x - c
untuk semua x,c∈R. Dari sini g1 kontinu pada c∈R. Jika f : A ⟶ R sebarang
LATIHAN 5.2
1. Tentukan titik-titik kekontinuan dari fungsi-fungsi berikut dan nyatakan teorema-
teorema mana yang dipergunakan dalam setiap kasus :
2
( a ) . f ( x )= x +22
x+ 1 (
x ∈ R ) ; ( b ) . g ( x )=√ x+ √ x ( x ≥ 0 ) ;
x +1
( c ) h ( x) =
√ 1+|sin x| ( x ≠0 ) ; ( d ) k ( x )=cos √ x 2+ 1(x ∈ R) ;
x
2. Tunjukkan bahwa jika f : A⟶ R kontinu pada A ⊆R dan jika n ∈N, maka fungsi f n
3. Berikan satu contoh f dan g yang kedua-duanya tidak kontinu pada suatu titik c dalam
R sedemikian sehingga : (a) fungsi jumlah f + g kontinu pada c, (b) fungsi hasil kali fg
kontinu pada c.
4. Misalkan x ⟼ ⟦ x ⟧ menyatakan fungsi bilangan bulat terbesar (lihat Latihan 5.1.4.)
Tentu- kan titik-titik kekontinuan dari fungsi f (x) := x−⟦ x ⟧ , x∈R.
5. Misalkan g didefinisikan pada R oleh g(1) = 0, dan g(x) = 2 jika x ≠1, dan misalkan
6. Misalkan f,g didefinisikan pada R dan c∈R. Misalkan juga bahwa lim
x →0
f =b dan g
sebelumnya.
7. Berikan contoh dari fungsi f : [0,1] →R yang diskontinu pada setiap titik dalam [0,1]
tetapi sedemikian sehingga |f |kontinu pada [0,1].
8. Misalkan f,g fungsi-fungsu kontinu dari R ke R, dan misalkan pula f(r) = g(r) untuk se-
mua bilangan rasional r. Apakah benar bahwa f(x) = g(x) untuk semua x ∈ R?
5.3.1 Definisi Suatu fungsi f : A → R dikatakan terbatas pada A, jika terda- pat
M > 0 sedemikan sehingga |f ( x)| ≤ M untuk semua x ∈A.
Dengan kata lain, suatu fungsi dikatakan terbatas jika range-nya merupakan suatu
himpunan terbatas dalam R. Kita mencatat bahwa suatu fungsi kontinu tidak perlu
terbatas. Contohnya, fungsi f(x) = 1/x adalah fungsi kontinu pada himpunan A = {x∈R : x
> 0}. Akan tetapi, f tidak terbatas pada A. Kenyataannya, f(x) = 1/x tidak terbatas apabila
dibatasi pada
B = {x∈R : 0 < x < 1}. Akan tetapi, f(x) = 1/x terbatas apabila dibatasi untuk
himpunan C = {x∈R : 1 ≤ x}, meskipun himpunan C tidak terbatas.
suatu bilangan xn ∈ I sedemikian sehingga |f ( x n)| > n. Karena I terbatas, barisan X = (xn)
terbatas. Oleh karena itu, menurut Teorema Bolzano-Weiestrass 3.4.7 bahwa terdapat
subbarisan
X‘ = ( x nr ) dari X yang konvergen ke x. Karena I tertutup
n dan unsur-unsur X’ masuk
kedalam I, maka menurut Teorema 3.2.6, x ∈I. Karena f kontinu pada x, dengan demikian
n
barisan (f( x nr )) konvergen ke f(x). Kita selanjutnya menyimpul-kan dari Teorema 3.2.2
bahwa kekonvergenan barisan (f( x nr )) mesti terbatas. Tetapi ini suatu kontradiksi karena
|f (nr )|>
r
nr ≥ r untuk r ∈ N
Oleh karena itu pengandaian bahwa fungsi kontinu f tidak terbatas pada interval
tertu- tup dan terbatas I menimbulkan kontradiksi.
*
Kita katakan bahwa x suatu titik maksimum mutlak untuk f pada A, dan x*
suatu titik minimum mutlak dari f pada A, jika titik-titik itu ada.
GAMBAR 5.3.1 Grafik fungsi f(x) = 1/x (x > 0)
Kita perhatikan bahwa suatu fungsi kontinu pada himpunan A tidak perlu
mempunyai suatu maksimum mutlak atau minimum mutlak pada himpunan tersebut.
Sebagai contoh, f(x) = 1/x, yang tidak mempunyai baik titik maksimum mutlak maupun
minimum mutlak pada himpunan A = {x ∈R : x > 0}. (Lihat Gambar 5.3.1). Tidak adanya
titik maksimum ab- solut untuk f pada A karena f tidak terbatas diatas pada A, dan tidak ada
titik yang mana f mencapai nilai 0 = inf{f(x) : x ∈ A}. Fungsi yang sama tidak mempunyai
baik suatu mak- simum mutlak maupun minimum mutlak apabila dibatasi pada himpunan
{x ∈ R : 0 < x < 1}, sedangkan fungsi ini mempunyai nilai maksimum mutlak dan juga
minimum mutlak apabila dibatasi pada himpunan {x ∈R : 1≤ x ≤ 2}. Sebagai tambahan,
f(x) = 1/x mempunyai suatu maksimum mutlaktetapi tidak mempunyai minimum mutlak
apabila dibatasi pada himpunan
{x ∈ R : x ≥ 1}, tetapi tidak mempunyai maksimum mutlak dan tidak mempunyai
nilai mini- mum mutlak apabila dibatasi pada himpunan {x ∈ R : x > 1}.
Jika suatu fungsi mempunyai suatu titik maksimum mutlak, maka titik ini ti dak
2
perlu ditentukan secara tunggal. Sebagai contoh, fungsi g(x) = x didefinisikan untuk x
∈ A = [-1,+1] mempunyai dua titik x = !1 yang memberikan titik maksimum pada A, dan
titik tunggal x = 0 menghasilkan minimum mutlaknya pada A. (Lihat Gambar 5.3.2.)
Untuk memilih suatu contoh ekstrim, fungsi konstan h(x) = 1 untuk
x ∈ R adalah sedemikian sehingga setiap titik dalam R merupakan titik maksimum
mutlak dan sekaligus titik minimum mutlak untuk f.
2
GAMBAR 5.3.2 Grafik fungsi g(x) = x (x ≤ 1)
1
s¿ − <f ( x n ) ≤ s¿ untuk r ∈ N
nr r
*
kita menyimpulkan dari Teorema Apit 3.2.7 bahwa lim (f( x ))n = s . Oleh karena itu kita
mempunyai
f ( x ¿ )=lim ( f ( xn ) )=s¿ =f (I) ¿
c
*
Kita simpulkan bahwa x adalah suatu titik maksimum mutlak dari f pada I.
Hasil berikut memberikan suatu dasar untu lokasi akar dari fungsi-fungsi kon- tinu.
Pembuktiannya memberikan juga suatu algoritma untuk pencarian akar dan da- pat dengan
mudah diprogram untuk suatu komputer. Suatu alternatif pembuktian dari teorema ini
ditunjukkan dalam Latihan 5.3.8.
Bukti. Kita asumsikan bahwa f(α) < 0 < f(β). Misalkan I1 = [α,β] dan γ = ½(α + β
). Jika f(γ ) = 0 kita ambil c =γ dan bukti lengkap. Jika f(γ ) > 0 kita tetapkan α 2 = α, β 2 =
γ , sedangkan jika f(γ ) < 0 kita tetapkan α 2 =γ , β 2 =β . Dalam kasus apapun, kita
tetapkan I2 = [α 2, β 2], dimana f(α 2) < 0 dan f(β 2) > 0. Kita lanjutkan proses biseksi ini.
Anggaplah bahwa kita telah mempunyai interval-interval I1, I2, …, Ik = [α k, β k]
yang diperoleh dengan biseksi secara berturut-turut dan sedemikian sehingga f(α k) < 0 dan
f(β k) > 0. Misalkan γ k = ½(α k + β k). Jika f(γ k) = 0 kita ambil c = γ k dan bukti
lengkap. Jika f(γ k) > 0 kita tetapkan α k+1= α k, β k+1= γ k, sedangkan jika f(γ k) < 0 kita
tetapkan α k+1= γ k, β k+1= β k.Dalam kasus apapun, kita tetapkan Ik+1=[α k+1, β k+1]
,dimana
f(α k+1) < 0 dan f(β k+1) > 0.
Jika proses ini diakhiri dengan penetapan suatu titik γ n sedemikian sehingga f(γ n)
=0, pembuktian selesai. Jika proses ini tidak berakhir, kita memperoleh suatu barisan
nested dari interval-interval tutup In = [α n, β n], n∈N. Karena interval-interval ini
n–1
diperoleh dengan biseksi berulang, kita mempunyai β n - α n = ( β - α )/2 . Mengikuti Sifat
Interval Nested 2. 6.1 bahwa terdapat suatu titik c dalam In untuk semua n ∈N. Karena
α n≤ c ≤ βn untuk semua n∈N, kita mempunyai 0 ≤ c−α n ≤ β n−α n=( β−α )/2n−1, dan
0 ≤ β n−c ≤ β n−α n=( β−α) /2n −1/2n – 1. Dari sini diperoleh bahwa c = lim (α n) dan c = lim (
β n). Karena f kontinu pada c, kita mempunyai
lim ( f ( α n ) ) =f ( c ) =lim ( f ( β n ) )
Karena f (β n) ≥ 0 untuk semua n ∈N, maka mengikuti Teorema 3.2.4 bahwa f(c) =
lim f (β n) ≥ 0. Juga Karena f(α n)≤0 untuk semua n N, maka mengikuti hasil yang sama
(gunakan –f) bahwa f(c) = lim (f(α n)) ≤ 0. Oleh karena itu kita mesti mempunyai f(c) = 0.
Akibatnya c merupakan akar dari f.
Hasil berikut adalah generalisasi dari teorema sebelumnya. Ini menjamin
bahwa suatu fungsi kontinu pada suatu interval memuat sejumlah bilangan yang masuk
diantara dua nilainya.
Bukti. Ini mengikut pada Teorema MaksimumMinimum 5.3.4 bahwa terda- pat titik-titik
*
c* dan c dalam I sedemikian sehingga
*
inf f(I) = f(c*) k f(c ) = sup f(I).
Teorema berikut ini meringkaskan hasil utama dari pasal ini. Teorema ini
menyatakan bahwa peta dari suatu interval tertutup dan terbatas dibawah suatu fungsi
kontinu juga interval tertutup dan terbatas. Titik-titik ujung dari interval peta adalah nilai
maksimum mutlak dan minimum mutlak dari fungsi, dan pernyataan bahwa se mua nilai
antara nilai maksimum dan nilai minimum masuk dalam interval peta adalah suatu
cara dari pertimbangan Teorema Nilai Antara Bolzano.
5.3.8 Misalkan I = [a,b] suatu interval tutup dan terbatas. Misalkan pula f : I ⟶R
kontinu pada I. Maka himpunan f(I) = {f(x) : x ϵ I} adalah interval tutup dan ter- batas.
Bukti. Jika kita memisalkan m = inf f(I) dan M = sup f(I), maka mengetahui dari
Teorema Maksimum-Minimum 5.3.4 bahwa m dan M masuk dalam f(I). Selain itu, kita
mempunyai f(I) ⊆[m,M]. Di pihak lain, jika k sebarang unsur dari [m,M], maka menurut
Teotema Akibat sebelumnya bahwa terdapat suatu titik c ϵI sedemikian sehingga k = f(c).
Dari sini, k ϵ f(I) dan kita menyimpulkan bahwa [m,M] ⊆f(I). Oleh karena itu, f(I) adalah
interval [m,M].
2
GAMBAR 5.3.4 Grafik fungsi f(x) = 1/(x + 1) (x R)
Untuk membuktikan Teorema Pengawetan Interval 5.3.10, kita perlu lemma
pencirian interval berikut.
5.3.9 Lemma Misalkan S⊆R suatu himpunan tak kosong dengan sifat
(*) jika x,yϵS dan x < y, maka [x,y] ⊆ S.
Bukti. Kita akan menganggap bahwa S mempunyai sekurang-kurangnya dua titik.
Terdapat empat kasus untuk diperhatikan : (i) S terbatas, (ii) S terbatas diatas tetapi tidak
terbatas dibawah, (iii) ) S terbatas dibawah tetapi tidak terbatas diatas, dan (iv) S tidak
terbatas baik diatas maupun dibawah.
(i) Misalkan a = inf S dan b = sup S. Jika s ϵ S maka a ≤ s ≤b dengan demikian
s ϵ [a,b]; karena s ϵS sebarang, kita simpulkan bahwa S ⊆ [a,b].
Dipihak lain kita claim bahwa (a,b) ⊆S. Karena jika z ϵ (a,b), maka z
bukansuatu batas bawah dari S dengan demikian terdapat x ϵ S dengan x < z. Juga z
bukan suatu batas atas dari S dengan demikian terdapat y ϵ S dengan z < y.
Akibatnya, z ϵ[x,y] dan sifat (*) mengakibatkan zϵ [x,y]⊆S. Karena z unsur sebarang
dalam (a,b), maka disimpulkan bahwa (a,b)⊆ S.
Jika a∉S dan b∉ S, maka kita mempunyai S = (a,b); jika a ∉ S dan b ∈ S kita
mempunyai S = (a,b]; jika a∈S dan b ∉ S kita mempunyai S = [a,b); dan jika a ∈ S dan b
∈ S kita mempunyai S = [a,b].
(ii) Misalkan b = sup S. Jika s ∈ S maka s ≤ b dengan demikian kita mesti
mempunyai S ⊆ (- ∞,b]. Kita claim bahwa (-∞,b) S. Karena, jika z ∈ (-∞,b), argumen
yang diberikan (i) mengakibatkan terdapat x,y ∈ S sedemikian sehingga [x,y] ⊆S. Oleh
karena itu (-∞,b) ⊆ S. Jika b ∉ S, maka kita mempunyai S = (-∞,b); jika b ∈ S, maka kita
mempunyai S = (-∞,b].
(iii) Misalkan a = inf S dan memperlihatkan seperti dalam (ii). Dalam ka- sus ini
kita mempunyai S = (a, ∞) jika a ∉S, dan S = [a, ∞) jika a ∈ S.
(iv) Jika z∈R, maka argumen yang diberikan pada (i) mengakibatkan bahwa
terdapat x,y ∈ S sedemikian sehingga z ∈ [x,y] ⊆S. Oleh karena itu R ⊆ S, dengan
demikian S = (-∞,∞).
Jadi, dalam semua kasus, S merupakan suatu interval.
5. Tunjukkan bahwa polinomial p(x) = x4 + 7x3 – 9 mempunyai paling sedikit dua akar
real. Gunakan kalkulator untuk menemukan akar-akar ini hingga dua tempat desimal.
6. Misalkan f kontinu pada interval [0,1] ke R dan sedemikian sehingga f(0) = f(1).
Bukti- kan bahwa terdapat suatu titik c dalam [0,½] sedemikian sehingga f(c) = f(c +
½). [Petun- juk : Pandang g(x) = f(x) – f(x +½).] Simpulkan bahwa , sebarang waktu,
terdapat titik- titik antipodal pada equator bumi yang mempunyai temperatur yang
sama.
7. Tunjukkan bahwa persamaan x = cos x mempunyai suatu solusi dalam interval [0, π
/2]. Gunakan prosedur biseksi dalam pembuktian Teorema Pencarian Akar dan
kalkulator un- tuk menemukan suatu solusi oproksimasi dari persamaan ini, teliti
sampai dua tempat de- simal.
8. Misalkan I = [a,b] dan f : I ⟶R fungsi kontinu pada I dan misalkan f(a) < 0, f(b) >
0. Misalkan pula W = {x I : f(x) < 0}, dan w = sup W. Buktikan bahwa f(w) = 0. (Ini
memberikan suatu alternatif pembuktian Teorema 5.3.5.)
9. Misalkan I = [0, π /2], dan f : I ⟶ R didefinisikan oleh f(x) = sup {x2,cos x} untuk
x∈I. Tunjukkan terdapat suatu titik minimum mutlak x0 ∈ I untuk f pada I. Tunjukkan
bahwa x0 merupakan suatu solusi untuk persamaan cos x = x
lim f =0 dan lim f =0 .
10. Andaikan bahwa f : R ⟶R kontinu pada R dan bahwa x→−∞ x→ ∞
Buktikan bahwa f terbatas pada R dan mencapai maksimum atau minimum pada R.
Berikan contoh untuk menunjukkan bahwa maksimum dan minimum, keduanya,
tidak perlu dicapai.
11. Misalkan f : R⟶R kontinu pada R dan β ∈R. Tunjukkan bahwa jika x0 ∈R
sedemikian sehingga f(x0) <β, maka terdapat suatu lingkungan- δU dari x0
sedemikian sehingga f(x) < β untuk semua x ∈U.
12. Ujilah bahwa interval-interval buka [atau, tutup] dipertakan oleh f(x) = x2 untuk x∈
R pada interval-interval buka [atau, tutup].
13. Ujilah pemetaan dari interval-interval buka [atau, tutup] dibawah fungsi-fungsi g(x)
Suatu hal kita ingin menekankan disini bahwa, secara umum, δ bergantung pada ε
> 0 dan u ∈A. Fakta bahwaδ bergantung pada u adalah suatu refleksi bahwa fungsi f dapat
diubah nilai-nilainya dengan cepat dekat titik-titik tertentu dan dengan lambat dekat
dengan nilai-nilai lain. [Sebagai contoh, pandang f(x) = sin(1/x) untuk x > 0; lihat Gambar
4.1.3.]
Sekarang, sering terjadi bahwa fungsi f sedemikian sehingga δ dapat dipilih tidak
bergantung pada titik u ∈A dan hanya bergantung pada ε . Sebagai contoh, jika f(x) = 2x
untuk semua x ∈ R, maka|f ( x) – f (u)| = 2|x−u| dan dengan demikian kita dapat memilih
δ ¿ ,u) = ε /2 untuk semua ε > 0, u ∈ R (Mengapa?)
Di pihak lain jika kita memandang g(x) = 1/x unuk x ∈ A {x ∈R : x > 0}, maka (1)
u−x
g ( x )−g ( u )=
ux
2
(2) δ ¿ ,u) = inf {½u, ½u ε },
2 jika |x−u| < δ ¿,u) kita mempunyai |x−u| < ½u dengan demikian ½u < x <
3
maka u,
2
dimana berarti bahwa 1/x < 2/u. Jadi, jika |x−u| < ½u, ketaksamaan (1)
menghasilkan ketaksamaan
2
(3) |g ( x )−g ( u )|≤ (2/u )|x−u|
Akibatnya, jika |x−u| < δ ¿,u) ,ketaksamaan (3) dan definisi (2) mengakibatkan
|g ( x )−g ( u )| < (2/u2)(½u2 ε ) =ε
Kita telah melihat bahwa pemilihan δ ¿,u) oleh formula (2) “works” dalam pengertian
bahwa pemilihan itu memungkinkan kita untuk memberikan nilai δ yang akan men-
jamin bahwa |g ( x )−g ( u )|< ε apabila |x−u|< δ dan x,u ∈ A. Kita perhatikan bahwa nilai
δ ¿,u) yang diberikan pada (2) tidak memunculkan satu nilai δ ¿) > 0 yang akan “work”
untuk semua u > 0 secara simultan, karena inf{ δ ¿,u): u > 0} = 0.
GAMBAR 5.4.1 g(x) = 1/x (x > 0)
Suatu tanda bagi pembaca akan mempunyai pengamatan bahwa terdapat pili-
han lain yang dapat dibuat untuk δ. (Sebagai contoh kita juga dapat memilih
δ 1 ( ε ,u ) =inf {13 u , 23 u ε }. Sebagaimana pembaca dapat tunjukkan; akan tetapi kita masih
2
mempunyai inf{δ 1 ( ε ,u ) : u > 0} = 0.) Kenyataannya, tidak ada cara pemilihan satu
nilai δ yang akan “work” untuk semua u > 0 untuk fungsi g(x) = 1/x, seperti kita akan
lihat .
Situasi di atas diperlihatkan secara grafik dalam Gambar 5.4.1 dan 5.4.2 di- mana,
untuk lingkungan- ε yang diberikan sekitar f(2) = ½ dan f(½) = 2, sesuai den- gan nilai
maksimum dari δ terlihat sangat berbeda. Seperti u menuju 0, nilai δ yang diperbolehkan
menuju 0.
5.4.1 Definisi Misalkan A ⊆R dan f : A⟶ R. Kita katakan f kontinu
seragam pada A jika untuk setiap ε > 0 terdapat δ(ε) > 0 sedemikian sehingga jika x,u
∈A sebarang bilangan yang memenuhi x - u < δ(ε), maka f(x) – f(u) < ε .
Ini jelas bahwa jika f kontinu seragam pada A, maka f kontinu seragam pada setiap
titk dalam A. Akan tetapi, secara umum konversnya tidak berlaku, sebagaimana telah
ditunjukkan oleh fungsi g(x) = 1/x pada himpunan A = {x ∈ R : x > 0}.
Pengertian di atas berguna untuk memformulasi syarat ekuivalensi untuk
mengatakan bahwa f tidak kontinu seragam pada A. Kita akan memberikan kriteria
demikian dalam hasil berikut, ditinggalkan pembuktiannya seagai latihan bagi pembaca.
Bukti. Jika f tidak kontinu seragam pada I maka menurutn hasil sebelumnya,
terdapat ε 0 > 0 dan dua barisan (xn) dan (un) dalam A sedemikian sehingga xn - un
<1/n dan f(xn) – f(un) > ε 0 untuk semua n ∈ N. Karena I terbatas, barisan (xn) terbatas;
menurut Teorema Bolzano-Weierstrass 3.4.7 terdapat subbarisan ( x ) dari (xn) yang
konvergen ke suatu unsur z. Karena I tertutup, limit z masuk dalam I, menurut Teorema
3.2.6. Ini jelas bahwa subbarisan yang bersesuaian ( u ) juga konvergen ke z,
K karena
|u n −z|≤|u n −x n |+|x n −z|
k k k k
Sekarang jika f kontinu pada titik z, maka barisan (f(xn)) dan (f(un)) mesti
Fungsi-fungsi Lipschitz
Jika suatu fungsi kontinu seragam diberikan pada suatu himpunan yang meru-
pakan interval tidak tertutup dan terbatas, maka kadang-kadang sulit untuk menun- jukkan
kekontinuan seragamnya. Akan tetapi, terdapat suatu syarat yang selalu terjadi yang cukup
untuk menjamin kekontinuan secara seragam.
5.4.4 Definisi Misalkan A ⊆ R dan f : A⟶R. Jika terdapat suatu konstanta K >
0 sedemikian sehingga f(x) – f(u) ≤ Kx - u untuk semua x,u ∈ A, maka f
dikatakan fungsi Lipschitz (atau memenuhi syarat Lipschitz) pada A.
Syarat bahwa suatu fungsi f : I ⟶ R pada suatu interval I adalah fungsi
Lipschitz dapat diinterpretasi secara geometri sebagai berikut. Jika kita menuliskan
syaratnya sebagai
¿
maka kuantitas dalam nilai mutlak adalah kemiringan segmen garis yang melalui
titik-titik (x,f(x)) dan (u,f(u)). Jadi, suatu fungsi f memenuhi syarat Lipschitz jika dan
hanya jika kemiringan dari semua segmen garis yang menghubungkan dua titik pada
grafik y = f(x) pada I terbatas oleh suatu K.
sebarang, kita dapat memilih δ = ε /K. Jika x,u ∈ A dan memenuhi x - u< δ ,
makaf(x) – f(u) < K( ε /K) = ε Oleh karena itu, f kontinu seragam pada A.
5.4.6 Contoh-contoh
2
a) Jika f(x) = x pada A = [0,b], dimana b suatu kon- stanta positif, maka f(x) – f(u) =
x + ux -u ¿ 2bx - uuntuk semua x,u dalam [0,b]. Jadi f memenuhi
syarat Lipschitz dengan konstanta K = 2b pada A, dan oleh karena itu f kontinu
seragam pada A. Tentu saja, karena f kontinu pada A yang merupakan interval tertutup
dan terbatas, ini dapat juga disimpulkan dari Teorema Kekontinuan Seragam.
(Perhatikan bahwa f tidak memenuhi kondisi Lipschitz pada interval [0, ∞ ).
b) Tidak semua fungsi yang kontinu seragam merupakan fungsi Lipschitz. Misalkan g(x)
= x untuk x dalam interval tertutup dan terbatas I = [0,2]. Karena g kontinu pada I,
maka menurut Teorema Kekontinuan Seragam 5.4.3, g kontinu seragam pada I.
Akan tetapi, tidak terdapat bilangan K > 0 sedemikian sehingga g(x) ¿
Kx untuk semua x ∈ I. (Mengapa tidak?) Oleh karena itu, g bukan suatu fungsi
Lipschitz pada I.
c) Teorema Kekontinuan Seragam dan Teorema 5.4.5 kadang-kadang dapat
dikombinasikan untuk memperlihatkan kekontinuan seragam dari suatu fungsi pada
suatu himpunan. Kita pandang g(x) = x pada himpunan A = [0, ∞ ). Kekontinuan
seragam dari g pada interval I = [0,2] mengikuti Teorema Kekontinuan Seragam
seperti dicatat dalam (b). Jika J = [1, ∞ ), maka jika x dan u dalam J, kita mempunyai
|x −u| 1
|g ( x )−g(u)|=|√ x−√u|= ≤ |x−u|
√ x+ √u 2
Jadi g suatu fungsi Lipschitz pada J dengan konstanta K = ½, dan dari sini menurut
Teorema 5.4.5, g kontinu seragam pada [1, ∞ ). Karena A= I ¿ J, ini berarti
f(u) < ε . Karena (xn) barisan Cauchy, maka terdapat H( δ ) sedemikian se-
hingga xn - xm< δ untuk semua n,m >H( δ ). Dengan pemilihan δ , ini
mengakibat- kan bahwa untuk n,m > H( δ ), kita mempunyai f(xn) – f(xm) < ε .
Oleh karena itu ba- risan (f(xn)) barisan Cauchy.
Hasil di atas memberikan kita suatu cara alternatif dalam melihat bahwa f(x) =1/x
tidak kontinu seragam pada (0,1). Kita perhatikan bahwa barisan yang diberikan oleh xn =
1/n dalam (0,1) merupakan barisan Cauchy, tetapi barisan petanya, dimana f(xn) = n untuk
semua n ∈ N bukan barusan Cauchy.
5.4.8 Teorema Perluasan Kontinu Suatu fungsi f kontinu seragam pada interval (a,b)
jika dan hanya jika f dapat didefinisikan pada titik-titik ujung a dan b sedemikian sehingga
fungsi perluasannya kontinu pada [a,b].
Bukti. Suatu fungsi yang kontinu seragam pada [a,b] tentu saja kontinu pada
(a,b), dengan demikian kita hanya perlu membuktikan implikasi sebaliknya.
memperluas f ke a; argumen untuk b dilakukan dengan cara yang sama. Ini dilakukan
gunaan Kriteria Sekuensial untuk limit. Jika (xn) barisan dalam (a,b) dengan lim (xn) = a,
maka barisan ini barisan Cauchy, dan dengan demikian konvergen menurut Teorema 3.5.4.
Jadi lim (f(xn)) = L ada. Jika (un) sebarang barisan lain dalam (a,b) yang konvergen ke a,
maka lim (un - xn) = a – a = 0, dengan demikian oleh kekontinuan seragam dari f kita
mempunyai
Lim (f(un)) = lim (f(un) – f(xn)) + lim (f(xn)) = 0 + L = L.
Karena kita memperoleh nilai L yang sama untuk sebarang barisan yang konvergen
ke a, maka dari Kriteria Sekuensial untuk limit kita menyimoulkan bahwa f mempunyai
limit L pada a. Argumen yang sama digunakan untuk IbI, dengan demikian kita simpulkan
bahwa f mempunyai perluasan kontinu untuk interval [a,b]. Karena lim dari f(x) = sin(1/x)
pada 0 tidak ada, kita menegaskan dari Teorema Perluasan Kontinu bahwa fungsi ini
1
tidak kontinu seragam pada (0,b] untuk sebarang b > 0. Di pihak lain, karena lim x sin =0
x →0 x
ada, maka fungsi g(x) = x sin (1/x) kontinu seragam pada (0,b) untuk semua b > 0.
Aproksimasi
Dalam banyak aplikasi adalah penting untuk dapat mengaproksimasi fungsi-fungsi
kontinu dengan suatu fungsi yang memiliki sifat-sifat dasar. Meskipun terdapat variasi
definisi yang dapat digunakan untuk membuat kata “aproksimasi” lebih tepat, satu
diantaranya yang sangat alami (dan juga salah satu yang terpenting) adalah memaksa
bahwa setiap titik dari domain yang diberikan, fungsi aproksimasinya akan tidak
berbeda dari fungsi yang diberikan dengan lebih kecil dari kesalahan yang ditentukan.
0 ,−2 ≤ x ←1
{
1 ,−1≤ x ≤ 0
1
, 0< x< 1/2
2
s ( x )≔
1
3 , ≤ x< 1
2
−2 ,1 ≤ x ≤3
2 ,3< x ≤ 4
[
(
[ x
maka itu berarti bahwa diberikan ε > 0 terda- pat δ (ε) > 0 sedemikian sehingga jika
x,y ∈ I dan x - y< δ (ε) , maka f(x) – f(y)< ε . Misalkan I = [a,b] dan m ∈ N
cukup besar dengan demikian h = (b – a)/m < δ (ε) . Sekarang kita membagi I = [a,b] ke
dalam m interval saling lepas yang panjangnya h; yaitu I1 = [a,a+h], dan Ik = (a+(k-
1)h,a+kh] untuk k = 2, … ,m. Karena panjang setiap subinterval Ik adalah h < δ (ε) ,
maka selisih antara dua nilai dari f dalam Ik lebih kecil dari . Sekarang kita definisikan
(5)
s ε (x) = f(a + kh) untuk x ∈ Ik, k = 1, …
5.4.4.)
Akibatnya jika x ∈ Ik, maka f(x) - s ε (x) = f(x) - f(a + kh) < ε Oleh karena
Perhatikan bahwa pembuktian dari teorema sebe- lumnya agak lebih dibandingkan
dengan pernyataan dalam teorema. Pada ken- yataannya kita telah membuktikan
pernyataan berikut.
membagi I dalam m interval saling lepas Ik yang mem- punyai panjang h = (b – a)/m,
maka fungsi tangga s didefinisikan pada (4) memenuhi f(x) - s (x) < ε untuk semua x
∈ I.
Fungsi tangga merupakan fungsi yang memiliki karakter dasar, akan tetapi tidak
kontinu (kecuali dalam kasus trivial). Karena itu ser- ing diperlukan sekali untuk
mengaproksimasi fungsi-fungsi kontinu dengan fungsi kontinu sederhana, bagaimana kita
akan menunjukkan bahwa kita dapat mengaprok- simasi fungsi-fungsi kontinu dengan
fungsi linear kontinu piecewise (potong demi potong).
Remark. Jelas bahwa agar suatu fungsi linear potong demi potong g kontinu
pada I, segmen garis yang membentuk grafik g bertemu pada titik-titik ujung dari
subinterval yang berdekatan Ik dan Ik + 1k + 1 (k = 1, … , m-1)
kontinu
gε : I → R sedemikian sehingga f(x) - gε (x)< ε untuk semua x ∈ I.
Bukti. Karena fungsi f kontinu seragam pada I = [a,b] maka itu berarti bahwa diberikan
ε >0 terdapat δ ( ε )> 0 sedemikian sehingga jika x,y ∈ I dan x - y < δ (
ε ), maka f(x) – f(y)< ε . Misalkan m ∈ N cukup besar dengan demikian h = (b –
a)/m < δ ( ε ). Sekarang kita membagi I = [a,b] ke dalam m interval saling lepas yang
panjangnya h; yaitu I1 = [a,a + h], dan Ik = (a + (k-1)h,a + kh] untuk k = 2, … ,m. Pada
Ik nilai f(x) tidak lebih dari dari f(a + (k –1)h) dan f(a + kh), ditinggalkan sebagai latihan
pembaca untuk menunjukkan bahwa f(x) - g (x) < ε untuk semua x ∈ Ik; oleh karena
itu ketaksamaan ini berlaku untuk semua x ∈ I. (Lihat Gambar 5.4.5.)
Kita akan menutup pasal ini dengan mengemu- kakan teorema penting dari
Weierstrass mengenai aproksimasi fungsi-fungsi kontinu dengan fungsi polinimial. Seperti
diharapkan, agar memperoleh suatu aproksimasi tidak lebih dari suatu ε > 0 yang
ditentukan, kita mesti bersedia untuk menggunakan polinomial sebarang derajat tinggi.
(5)
Fungsi polinomial Bn, yang didefinisikan dalam (5) dinamakan polinomial Bernsteîn ke-
n untuk f; ini adalah suatu polinomial derajat aling tinggi n dan koefisien-
1 2 k
koefisiennya bergantung pada nilai dari fungsi f pada n + 1 titik 0 , , , … , , 1 .
n n n
dan koefisien-koefisien binomial
n n!
() =
k k ! ( n−k ) !
5.4.15 Teorema Aproksimasi Bernsteîn Misal- kan f : [0,1] → R fungsi
Bukti. Pembuktian Teorema ini diberikan dalam Elements of Analysis Real, H. 169-
172. Disana ditunjukkan bahwa jika δ (ε) > 0 sedemikian sehingga f(x) – f(y) < ε
untuk semua x,y ∈ [0,1] dengan x - y < δ (ε) , dan jika M ¿ f(x) untuk semua x
[0,1], maka kita dapat memilih
(6)
nε =sup{( δ ( ε
-4 2
/2) ,M / ε 2}.
Menaksir (6) memberikan informasi tentang seberapa besar n yang mesti kita
pilih agar Bn mengaproksimasi f tidak melebihi ε .Teorema Aproksimasi Weierstrass
5.4.14 dapat diperoleh dari Teorema Aproksimasi Bernsteîn 5.4.15 dengan suatu
pengubahan variabel. Secara khusus, kita ganti f : [a,b] → R dengan fungsi F : [0,1]
Latihan 5.4
1. Tunjukkan bahwa fungsi f(x) = 1/x kontinu seragam pada himpunan A = [a, ∞ ),
dimana a suatu konstanta positif.
2
2. Tunjukkan bahwa fungsi f(x)=1/x kontinu seragam pada A = [1, ∞ ), tetapi tidak
kontinu seragam pada B = (0, ∞ ).
3. Gunakan Kriteria Kekontinuan Tak-Seragam 5.4.2 untuk menunjukkan bahwa
fungsi-fungsi berkut ini tidak kontinu seragam pada himpunan yang diberikan.
2
(a) f(x) = x A =[0, ∞ );
(b) g(x) = sin(1/x) B = (0, ∞ ).
2
4. Tunjukkan bahwa fungsi f(x) = 1/(1 + x ) untuk x ∈ R kontinu seragam pada R
5. Tunjukkan bahwa jika f dan g kontinu seragam pada A ⊆ R, maka f + g juga kon-
tinu seragam pada A.
6. Tunjukkan bahwa jika f dan g kontinu seragam pada A ⊆ R dan jika kedua-duanya
terbatas pada A, maka hasil kali fg juga fungsi kontinu seragam.
7. Jika f(x) = x dan g(x) = sin x, tunjukkan bahwa f dan g kontinu seragam pada R, tetapi
hasil kali fg tidak kontinu seragam pada R.
8. Buktikan bahwa jika f dan g masing-masing kontinu seragam pada R maka fungsi
komposisinya f o g juga kontinu seragam pada R.
9. Jika f kontinu seragam pada A ⊆ R, dan f(x) ¿ k > 0 untuk semua x ∈ A,
tunjuk- kan bahwa 1/f kontinu seragam pada A.
10. Buktikan bahwa jika f kontinu seragam pada suatu himpunan A ⊆ R yang terbatas,
maka f terbatas pada A.
11. Jika g(x) = x untuk x [0,1], tunjukkan bahwa tidak terdapat suatu konstanta K
sedemikian sehingga g(x) ¿ Kx untuk semua x ∈ [0,1]. Berikan kesimpulan
bahwa g kontinu seragam yang tidak merupakan fungsi Lipschitz pada [0,1].
12. Tunjukkan bahwa jikaf kontinu pada [0, ∞ ) dan kontinu seragam pada [a, ∞ )
untuk suatu konstanta positif a, maka f kontinu seragam pada [0, ∞ ).
13. Misalkan A ⊆ R dan f : A → R memiliki difat: untuk setiap ε > 0 terdapat suatu
fungsi
gε : A → R sedemikian sehingga g kontinu seragam pada A dan f(x) -
gε (x) < ε untuk semua x A. Buktikan bahwa f kontinu seragam pada A.
14. Suatu fungsi f : R → R dikatakan fungsi periodik pada A jika terdapat suatu
bilangan p > 0 sedemikian sehingga f(x + p) = f(x) untuk semua x ∈ R. Buktikan
bahwa suatu fungsi periodik kontinu pada R adalah terbatas dan kontinu seragam pada
R.
15. Jika f0(x) = 1 untuk x ∈ [0,1], Hitunglah beberapa polinomial pertama Bernsteîn
untuk f0.Tunjukkan bahwa polinomial ini serupa dengan f0. [Petunjuk: Teorema
n
Binomial menyatakan bahwa (a+ b) =∑
n
k=0
(nk) a b
k n−k
16. Jika f1(x) = x untuk x ∈ [0,1], Hitunglah beberapa polinomial pertama Bernsteîn
untuk f1.Tunjukkan bahwa polinomial ini serupa dengan f1.
2
17. Jika f2(x) = x untuk x ∈ (0,1), Hitunglah beberapa polinomial pertama Bernsteîn
2
untuk f2.Tunjukkan bahwa Bn(x) = (1 –1/n)x + (1/n)x.
18. Gunakan hasil latihan sebelumnya untuk f2, seberapa besarnya n sedemikian se-
hingga polinomial Bernsteîn ke-n Bn untuk f2 memenuhi f2(x) – Bn(x) ¿ 0,001
untuk semua x ∈ [0,1].
Pasal 5.5 Fungsi Monoton dan Fungsi Invers
untuk setiap
x 1 ,x 2 ∈ A dengan
x 1≤x 2 berlaku f (x 1 )≤f ( x 2 ) . Fungsi f dikatakan
x 1 ,x 2 ∈ A dengan
x 1≥x 2 berlaku g( x 1 )≥g ( x 2 ) . Fungsi g dikatakan turun secara
Jika suatu fungsi naik atau turun pada A, amak kita katakan fungsi tersebut monoton
pada A. Jika F fungsi naik murni atau turun murni pada A, kita katakan bahwa f monoton
murni pada A.
Kita perhatikan bahwa jika f : A→ R naik pada A maka g=−f trun pada A,
Fungsi monotn tidak perlu kontinu. Sebagai contoh, jika f (x )=0 untuk
x∈ [ 0,1 ] dan f (x )=1 untuk x∈(1,2] , maka f merupakan fungsi naik pada [ 0,1 ] ,
tetapi tidak kontinu pada x =1. Akan tetapi hasil berikut ini menunjukkan bahwa suatu
fungsi monoton selalu mempunyai limit -limit sepihak baik limit pihak kiri maupun pihak
kanan (lihat definisi 4.3.1) dalam R pada setiap titik yang bukan titik ujng dari
domainnya.
Bukti. Pertama-tama kita perhatikan jika x∈ I dan x< c maka f (x )≤f (c ) . Dari
sini himpunan { f (x ): x ∈ I , x <c } , yang mana tidak kosong karena c bukan titik ujung
dari I, terbata atas oleh f(c). Jadi ini menunjukan bahwa supremunnya ada, kita simbolkan
dengan L. Jika ε> 0 diberikan L−ε bukan suatu batas atas dari himpunan ini. Dari
sini terdapat
y ε ∈ I , y ε <c sedimikan sehingga L−ε<f ( y )≤L . Karena f fungsi naik,
kita simpulkan bahwa jika δ (ε)=c− y ε dan jika 0<c − y< δ( ε ) maka
y ε < y <c
dengan demikian
Hasil berikut memberikan kriteria untuk kekontinuan dari fungsi naik f pada suatu
titik c yang b ukan titik ujung interval pada mana f didefinisikan.
a. f kontinu pada c
lim f =f (c )= lim f
b. x → c− x →c +
Misalkan I suatu interval dan f : I →R suatu fungsi naik. Jika a titik ujung kiri
dari I, maka merupakan suatu latihan untuk menunjukan bahwa f kontinu pada a jikan
dan hanya jika
f (a)=inf { f ( x ): x ∈ I , a<x }
lim f
Atau jika hanya jika x → a+ . Syarat yang serupa diterapkan pada suatu titik ujung kanan dari I,
dan untuk fungsi-fungsi turun.
GAMBAR 5.5.1 lompatan dari f pada c
Jika f : I →R fungsi naik pada I dan jika c bukan suatu titik ujung dari I, kita
jf (c )= lim f − lim f
definisikan lompatan dari f pada c sebagai x →c + x → c− . (lihat gambar
5.5.1.) Mnegikuti Teorema 5.5.1 bahwa
Untuk fungsi naik. Jika titik ujung kiri a dari I masuk dalam I, kita mendefinisikan lompatan
jf (a )= lim f −f (a )
dari f pada a menjadi x →a+ . Jika titik ujung kanan b dari I masuk dalam I,
Bukti. Jika c bukan suatu titik ujung, ini secara mudah mengikuti Akibat 5.5.2. Jika
f ( c )= lim f
c∈ I titik kiri ujung dari I, maka f kontinu pada c jika dan hanya jika x →c + ,
yang mana ekuivalen dengan jf (c)=0 . Cara serupa juga dapat diperoleh untuk kasus
c∈ I titik ujung kan dari I.
Sekarang kita akan menunjukan bahwa bisa terdapat paling b anyak sejumlah
terhitung titik-titik dimana fungsi monoton diskontinu.
5.5.4 Teorema Misalkan I⊆R suatu interval dan f : I →R fungsi monotn
Bukti. Kita akan menganggap bahwa f fungsi naik pada I. Mengikuti Teorema 5.5.3
Pertama-tama kita perhatikan bahwa karena f fungsi naik, maka jf (c)≥0 untuk
(Lihat Gambar 5.5.2.). Akibatnya bisa terdapat paling banyak k buah titik dala I=[ a ,b ]
dimana jf ( x )≥( f (b )−f (a )) /k . Kita simpulkan bahwa terdapat paling banyak satu titik
x∈ I dimana jf ( x )≥( f (b )−f (a )) , terdapat paling banyak dua titik dalam I dimana
jf ( x )≥( f (b )−f (a ) ) /3 , dan seterusnya. Oleh karena itu terdapat paling banyak sejumlah
titik-titik x dimana jf ( x )>0 . Akan tetapi karena setiap titik dalam D mesti masuk dalam
himpunan ini, kita simpulkan bahwa D himpunan terhitung.
Fungsi-fungsi Invers
Sekarang kita akan memandang keberadaan invers suatu fungsi yang kontinu pada
suatu interval I ⊆ R . Kita ingiat kembali (lihat Pasal 1.2) bahwa suatu fungsi
f : I →R mempunyai fungsi invers jika dan hanya jika f injektif (satu-satu), yaitu
monoton murni, maka f mempunyai suatu fungsi invers g pada J =f ( I ) yang juga
fungsi kontinu monoton murni pada J. Khususnya, jika f fungsi naik murni maka
demikian juga dengan g, dan jika f fungsi turun murni maka demikian juga g.
5.5.5 Teorema Invers Kontinu Misalkan I⊆R suaatu interval dan f : I →R
monoton murni dan kontinu pada I. Maka fungsi g invers dari f adalah fungsi monoton
Bukti. Kita pandang kasus f fungsi naik murni, meninggalkan kasus bahwa f fungsi
turtun murni untuk pembaca.
J =f ( I ) suatu interval. Selain itu, karena f naik murni pada I, maka f fungsi injektif
pada I, oleh karena itu fungsi g :J →R invers dari f ada. Kita claim bahwa g naik
g( y 1 )=x 1 <x 2 =g ( y 2 )
Karena
y 1 dan y 2 sebarang unsur dalam J dengan y 1 < y 2 , kita simpulkan bahwa g naik
murni pada J.
konsekuensi dari fakta bahwa g(J )=I suatu interval. Memang, jika g diskontinu pada
satu titik c ∈ J , maka lompatan dari g pada c tidak nol dengan demikian
mempunyai sifat bahwa x≠g( y ) untuk sebarang y∈ J . (Lihat Gambar 5.5.3.) dari sini
x≠I , yang mana kontradiksi dengan fakta bahwa I suatu interval. Oleh karena itu kita
menyimpulkan bahwa g kontinu pada J.
n
GAMBAR 5.5.4 Grafik dari f (x )=x ,( x≥0 ) , n genap
i. n genap. Agar diperoleh suatu fungsi yang monoton murni, kita batasi perhatian kita untuk
n
interval I=[ 0,∞) . Jadi misalkan f (x )=x untuk x∈ I . (Lihat Gambar 5.5.4). Kita
telah melihat (dalam latihan 2.2.17)bahwa jika 0≤x< y , maka f (x )=x n < y n =f ( y ) ,
oleh karena itu f monton murni pada I. Selain itu, mengikuti contoh. 5.2.4(a) bahwa |f|
kontinu pada I. Oleh karena itu, menurut Teorama Pengawetan Interval 5.3.10, J =f ( I )
suatu interval. Kita akan menunjukan bahwa J=[0,∞) . Misalkan y≥0 sebarang,
Kita menyimpulkan dari Teorema Invers Kontinu 5.5.5 bahwa fungsi g yaitu invers
dari f (x )=x n pada I=(0,∞] naik murni dan kontinu pada J=(0,∞] . Kita
lazimnya menuliskan
1
n
g( x )=x n
atau g( x )= √ x
1
n n
Untuk x≥0 (n genap), dan menyebut x =√ x akar ke-n dari x≥0 (n genap).
1/n
GAMBAR 5.5.5 Grafik dari f (x )=x ,( x≥0 ) n genap
Karena invers untuk f, kita mempunyai g(f (x ))=x dan f (g (x ))=x untuk
n 1/n 1 /n n
( x ) =x dan ( x ) =x
n
ii. n ganjil. Dalam kasus ini kita misalkan f (x )=x untun semua x ∈ R , menurut
5.3.4(a), f kontinu pada R. Kita tinggalkan bagi pembaca untuk menunjukkan bahwa f naik
n 1/n 1/n n
(x ) =x dan (x ) = x.
Grafik dari x ξ
r
x bergantung pada apakah r > 1, r = 1, 0 < r < 1, r = 0, atau r < 0.
(Lihat Ganbar 5.5.8.) Karena suatu bilangan rasional r ∈ Q dapat ditulis dalam bentuk
r = m/n dengan m ∈ Z, n ∈ N, dalam banyak cara, akan diunjukkan bahwa Definisi
5.5.6 tidak berarti ganda. Yaitu, jika r = m/n = p/q dengan m,p ∈ Z dan n,q ∈
1/n m 1/q p
N dan jika x > 0, maka (x ) = (x ) . Kita tinggalkan sebagai latihan bagi pembaca
untuk mem- buktikan hubungan ini.
m/n m 1/n
5.5.7 Teorema Jika m ∈ Z, n ∈ N, dan x > 0, maka x = (x ) .
m n mn n m m/n
Bukti. Jika x > 0 dan m,n ∈ Z, maka (x ) = x = (x ) . Sekarang misalkan y=x =
1/n m n 1/n m n 1/n n m m
(x ) > 0 dengan demikian y = ((x ) ) = ((x ) ) = x . Oleh karena itu diperoleh bahwa
m 1/n
y = (x ) .
1/n
GAMBAR 5.5.7 Grafik G(x) = x (x ∈ R, n ganjil)
Pembaca akan menunjukkan juga, sebagai latihan, bahwa jika x > 0 dan
r,s ∈ Q, maka
r s r+s s r r s rs s r
xx =x =x x dan (x ) = x = (x ) .
Latihan-latihan
1. Jika I = [a,b] suatu interval dan f : I → R suatu fungsi naik, maka titik a [atau juga, b] suatu
titik minimum mutlak [atau juga, titik maksimum absolut] untuk f pada I. Jika f suatu fungsi
naik murni, maka a merupakan satu-satunya titik minimum mutlak untuk f pada I.
2. Jika f dan g fungsi-fungsi naik pada suatu interval I ⊆ R, tunjukkan bahwa f + g juga
suatu fungsi naik pada I. Jika f juga fungsi naik murni pada I, maka f + g fungsi naik murni
pada I.
3. Tunjukkan bahwa f(x) = x dan g(x) = x – 1 naik murni pada I = [0,1], akan tetapi hasil kali fg
tidak naik pada I.
4. Tunjukkan bahwa jika f dan g fungsi-fingsi positif naik pada suatu interval I, maka fungsi
hasil-kalinya fg merupakan fungsi naik pada I.
5. Tunjukkan bahwa jika I = [a,b] dan f : I → R fungsi naik pada I, maka f kontinu pada a jika
dan hanya jika f(a) = inf {f(x) : x ∈ (a,b]}.
r
GAMBAR 5.5.8 Grafik dari x ξ x (x > 0)
6. Misalkan I ⊆ R suatu interval dan f : I → R fungsi naik pada I. Misalkan juga c ∈ I
bukan titik ujung dari I. Tunjukkan bahwa f kontinu pada c jika dan hanya jika terdapat suatu
barisan (xn) dalam I sedemikian sehingga xn < c untuk n = 1,3,5, … ; xn > c untuk n = 2,4,6,
… ; dan sedemikian sehingga c = lim (xn) dan f(c) = lim (f(xn)).
7. Misalkan I ⊆ R suatu interval dan f : I → R fungsi naik pada I. Jika c ∈ I bukan titik
ujung dari I, tunjukkan bahwa lompatan jf(c) dari f pada c diberikan oleh inf{f(y) –f(x) : x < c <
y, x,y ∈ I}.
8. Misalkan f,g fungsi-fungsi naik pada suatu interrval I ⊆ R dan f(x) > g(x) untuk semua x
∈ I. Jika y f(I) -1 -1
g(I), tunjukkan bahwa f (y) < g (y). [Petunjuk: Pertama-tama interpre- tasi
pernyataan ini secara geometri].
9. Misalkan I = [0,1] dan misalkan f : I → R didefinisikan oleh f(x) = x untuk x rasional, dan
f(x) = 1 – x untuk x irasional. Tunjukkan bahwa f injektif pada I dan f(f(x)) = x untuk semua
x ∈ I. (Dari sini f adalah fungsi invers untuk dirinya sendiri!) Tunjukkan bahwa f kontinu
hanya pada x = ½.
10. Misalkan I = [a,b] dan f : I → R kontinu pada I. Jika f mempunyai suatu maksimum mut- lak
[atau, minimum mutlak] pada suatu titik interior c dari I, tunjukkan bahwa f bukan in- jektif
pada I.
11. Misalkan f(x) = x untuk x ∈ [0,1], dan f(x) = x + 1 untuk x ∈ (1,2]. Tunjukkan bahwa f
-1 -1
dan f merupakan fungsi-fungsi naik murni. Apakah f dan f kontinu pada setiap titik?
12. Misalkan f : [0,1] → R suatu fungsi kontinu yang tidak memuat sebarang dari nilai-
nilainya dua kali dan dengan f(0) < f(1). Tunjukkan bahwa f fungsi naik murni pada [0,1].
13. Misalkan h : [0,1] → R suatu fungsi yang memuat nilai-nilainya tepat dua kali. Tunjuk- kan
bahwa h tidak kontinu pada setiap titik. [Petunjuk : Jika c1 < c2 titik-titik dimana h mencapai
supremumnya, tunjukkan bahwa c1 = 0, c2 = 1. Sekarang titik-titik dimana h mencapai
infimumnya.]
14. Misalkan x ∈ R, x > 0. Tunjukkan bahwa jika m,p ∈ Z, n,q ∈ N, dan mq = np, maka
1/n m 1/q p
(x ) = (x ) .
r s r+s s r r s rs
15. Jika x ∈ R, x > 0, dan jika r,s ∈ Q, tunjukkan bahwa x x = x =x x dan (x ) = x =
s r
(x ) .
.