Anda di halaman 1dari 17

TEKNOLOGI SEDIAAN STERIL

FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS HASANUDDIN

MAKALAH
PIROGEN

DISUSUN OLEH:
KELOMPOK 9
KELAS A (SELASA, 13.00-14.40)
- NURMIATI JADDAR N111 10 258
- AAT PRAYOGO MUHTAR N111 11 257
- RIFKA NURUL UTAMI N111 11 259



MAKASSAR
2014
KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan nikmat serta
hidayah-Nya terutama nikmat kesempatan dan kesehatan sehingga penulis
dapat menyelesaikan tugas mata kuliah TEKNOLOGI SEDIAAN
STERIL. Kemudian shalawat beserta salam kita sampaikan kepada Nabi
besar kita Muhammad SAW yang telah memberikan pedoman hidup yakni al-
quran dan sunnah untuk keselamatan umat di dunia.
Makalah ini merupakan salah satu tugas mata kuliah Teknologi
Sediaan Steril di program studi S1 Farmasi UNHAS. Selanjutnya penulis
mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada dosen
pembimbing mata kuliah dan kepada segenap pihak yang telah memberikan
bimbingan serta arahan selama penulisan makalah ini.
Akhirnya penulis menyadari bahwa banyak terdapat kekurangan-
kekurangan dalam penulisan makalah ini, maka dari itu penulis
mengharapkan kritik dan saran yang konstruktif dari para pembaca demi
kesempurnaan makalah ini.

Makassar, 27 Mei 2014



Penyusun




DAFTAR ISI

Halaman Judul i
Kata Pengantar ii
Daftar Isi iii
BAB I 1
BAB II 3
BAB III 13
DAFTAR PUSTAKA 14











BAB I
PENDAHULUAN

Sejak zaman purbakala, demam telah dikenal sebagai tanda
utama penyakit,tetapi pengertian tentang patofisiologi demam tergolong
relatif masih baru. Substansi yang dapat menimbulkan demam disebut
pirogen. Ada dua macam pirogen, yaitu pirogen endogen yang dibentuk
oleh sel-sel tubuh sebagai respons terhadap stimulus dar i l uar ( mi sal :
t oksi n) , dan pi r ogen eksogen yang ber asal dar i l uar t ubuh.
Pada 1948, dr. Paul Beeson menemukan bahwa demam timbul
karena adanya produk sel peradangan hospes yang merupakan pirogen
endogen. Belakangan ini, terbukti bahwa f a g o s i t mo n o n u k l e a r
me r u p a k a n s u mb e r u t a ma p i r o g e n e n d o g e n d a n
b a h wa ber macam- macam pr oduk sel mononukl ear dapat
menj adi medi at or t i mbul nyademam.Dewasa ini diduga bahwa
pirogen adalah suatu protein yang i dentik denganinterleukin-1. Di
dalam hipotalamus zat ini merangsang penglepasan asam arakidonatser t a
mengaki bat kan peni ngkat an si nt esi s Pr ost agl andi n E2 yang
l angsung dapat menyebabkan suatu pireksia.
Pembuatan air untuk obat suntik harus menggunkan cara-cara yang
sesuai untuk menghilangkan pirogen dari produknya. Karena pirogen adalah
senyawa organic, maka satu cara yang lebih umum dalam memudahkan
pemusnahan pirogen adalah dengan mengoksidasi pirogen menjadi gas yang
mudah dibuang atau menjadi padatan yag tidak mudah menguap, keduanya
dapat dipisahkan dengan mudah dari air dengan penyulingan bertingkat.
Kalium permanganate adalah zat pengoksid yang biasa dipakai, efisiensinya
akan ditingkatkan oleh penambhansejumlah kecil barium hidroksida yang
menyebabkan larutan bersifat basa dan membentuk garam-garam barium
yang tidak mudah menguap, dengan senyawa-senyawa asam yang ada.
Kedua pereaksi ini ditambahkan ke air yang sebelumnya telah disuling
beberapa lama, dan proses penyulingan dilindungi lagi, hasil pelindungan
yang bebas dari zat kimia ditampung dengan kondisi yang benar-benar
aseptis. Bila cara ini diikuti dengan tepat, metode ini menghasilkan air yang
kemurniannya tinggi, steril, dan bebas pirogen. Akan tetapi, pada setiap
keadaan uji pirogen yang ditentukan harus dilakukan untuk menjamin tidak
adanya senyawa-senyawa yang menimbulkan demam.








BAB II
PEMBAHASAN

a. Pengertian Pirogen
Pirogen adalah hasil metabolisme dari mikroorganisme. Substansi
pirogenik yang paling poten adalah konstituen dari dinding sel
(lipopolisakarida, LPS) bakteri Gram negatif
.
Pirogen juga dapat didefinisikan
sebagai produk metabolisme mikroorganisme hidup atau mikroorganisme
mati yang memgakibatkan respon piretik atau demam ketika diinjeksikan.
Pirogen merupakan produk metabolisme bakteri tertentu yang larut, dapat
disaring.
[1:812-813, 2:44, 3:195]
Pirogen yang dihasilkan oleh mikroorganisme dapat menimbulkan
berbagai reaksi ketika diinjeksikan ke dalam tubuh. Kira kira 1 jam setelah
injeksi pada manusia, pirogen menghasilkan kenaikan temperatur tubuh yang
nyata, demam (panas, dingin), badan terasa sakit, vasokonstriksi pada kulit
dan kenaikan tekanan darah arteri. Pada manusia reaksi pirogenik di
tunjukkan dengan adanya demam dan panas. Setelah injeksi sekitar waktu
45 sampai 90 menit, kemudian terjadi kenaikan suhu tubuh , diikuti dengan
demam, sakit kepala dan perasaan tidak enak. Demam setelah 10 sampai 20
menit dan reaksi tersebut mencapai puncak selama 2 sampai 3 jam.
[2:45, 4:1296].


b. Sumber-Sumber Pirogen
Sumber pirogen adalah air destilasi yang terkontaminasi oleh bakteri
yang tumbuh dan menghasilkan eksotoksin. Sumber pirogen lain adalah air
yang melekat pada permukaan dalam wadah atau botol yang di gunakan
dalam penyiapan larutan . Larutan seperti dextrose dan natrium klorida dapat
juga mengandung pirogen. Jika pirogen terdapat dalam produk parenteral,
pirogen tersebut dapat berasal dari salah satu dari tiga sumber : air yang di
gunakan sebagai pelarut, wadah yang mana larutan yang masuk berkontak
selama proses pembuatan, pengemasan, penyimpanan atau pemberian dan
atau bahan-bahan kimia yang di gunakan dalam pembuatan dari larutan.
Sumber utama dari pirogen adalah air yang di gunakan untuk membuat
larutan. Meskipun air itu sendiri merupakan medium kultur yang tidak baik,
kontaminasi dapat terjadi dari mikroorganisme yang ada di udara atau debu
yang terbang di udara.
[2:46, 3:196]

c. Penghilangan Pirogen (Depirogenasi)
Berbagai metode depirogenasi telah dikembangkan, yaitu sebagai
berikut
[5:91]
:
Metode ultrafiltrasi - proses ini menggunakan saringan yang sangat
halus sehingga mampu menahan endotoksin atau pirogen yang memiliki
berat molekul 10.000 Dalton atau lebih besar daripada itu. Metode ini
sering dikombinasikan dengan filter berukuran 0,1 m.
Osmosis balik (Reverse osmosis) bekerja terutama sebagai
penyaring yang menahan molekul berbobot molekul tinggi. Mampu
menahan 99,5% endotoksin serta ion-ion dan garam-garam yang
terdapat dalam air. Metode reverse osmosis yang ditetapkan USP dapat
digunakan untuk membuat air untuk injeksi (WFI) (sedangkan untuk
memenuhi persyaratan European Pharmacopoeia dapat diproduksi
hanya dengan distilasi); di Eropa digunakan untuk menghasilkan air
yang sangat murni.
Kromatografi afinitas - (misalnya, dietilaminoetil selulosa [DEAE]
sepharosa atau polimiksin-B, yang mengikat endotoksin dengan
menggunakan muatan positif untuk menarik endotoksin bermuatan
negatif dan kemudian memungkinkan proses elusi nya)-metode ini
dipengaruhi oleh pH, temperatur, laju alir, dan jumlah elektrolit dalam
larutan.
Dilusi atau membilas - jumlah endotoksin dikurangi dengan
menggunakan WFI.
Distilasi - bekerja dengan mengubah air dari cairan menjadi uap dan
kemudian dari uap kembali ke cair. Endotoksin dilhilangkan dengan
cepat oleh uap air sementara LPS dapat ditangkal .
Adsorpsi (misalnya, menggunakan karbon aktif, di mana
endotoksin diserap kedalam arang, atau kedalam filter) - bekerja
dengan menarik endotoksin bermuatan negatif ke dalam karbon.
Mekanisme ini hanya efisien untuk tingkat kecil dan dipengaruhi oleh
berbagai faktor lingkungan.
Pengikatan dengan bahan hidrofobik bahan hidrofobik tertentu,
seperti polyethylene, dapat mengikat endotoksin .
Hidrolisis asam atau basa dapat menghancurkan gula dengan
delapan atom karbon yaitu 2-keto-3-deoksioktonat yang
menghubungkan lipid-A ke polisakarida inti sehingga menurunkan
aktivitas pirogeniknya. Contohnya adalah dengan merendam dalam
HCl 0,05 M selama 30 menit pada 100
o
C atau NaOH 0,5 M pada 50

C
selama 30 menit. Pada hidrolisis basa, tingkat endotoksin mungkin
awalnya meningkat sebagai bagian dari proses pemisahan. Metode
hidrolisis yang sering digunakan untuk depirogenasi alat-alat gelas.
Efisiensi proses ini sering dihubungkan dengan kebersihan gelas
sebelum perlakuan.
Oksidasi bekerja dengan peroksidasi asam lemak yang terdapat
dalam Lipid -A (misalnya, menggunakan hidrogen peroksida).
Radiasi ion merupakan proses yang sangat lambat dan tidak
konsisten.
Etilen oksida bekerja dengan substitusi nukleofilik dalam glucosomne
dari Lipid-A. Metode ini bukan proses depirogenasi yang paling efisien,
dan di mana inaktivasi endotoksin yang terjadi ini biasanya efek
samping sterilisasi.

Jauh lebih baik untuk mencegah kontaminasi pirogen daripada
memusnahkannya. Pirogen dapat dihilangkan melaui absorbsi pada flat filter
asbes aktif atau arang aktif. Metode ini digunakan, pada sebagian bahan
kimia yang dapat terkontaminasi oleh pirogen. Metode filter asbes diaktifkan
sebelum larutan dibuat sebelumnya flat filter asbes di kempa pada Seitz
serum no.3. Pirogen akan diabsorbsi pada permukaan asbes dan selanjutnya
dimusnahkan dari larutan. Juga memperlihatkan bahwa pirogen dapat
dimusnahkan dengan filtrasi dengan flat filter lain.
[3:197]
Arang aktif juga mampu menghilangkan pirogen dalam larutan melaui
absorbsi dengan cara larutan dikocok dengan 0,1% dan aktivasi serbuk
arang aktif selama 5-10 menit. Arang diendapakan dan cairan supernatan
didekantasi atau dihilangkan melaui filtrasi dengan kertas saring.Karena
arang sulit untuk menghilang dengan pasir dan kertas saring, Hudson
mengembangkan sistem filtrasi kombinasi pasir, kertas saring dan filter gelas.
Arang aktif yang berbentuk granul tidak efektif dalam menghilangkan
pirogen.
[3:197]

Selain itu, metode lain yang umum digunakan adalah pemanasan
tinggi. Karena merupakan bahan organik, pirogen dapat dirusak dengan
pemanasan tinggi dari oksidasi atau pemanasan dengan menggunakan
temperatur tinggi 225
o
C untuk 30 sampai 45 menit atau 170
o
C sampai 180
o
C
untuk 3 sampai 4 jam. Walaupun metode ini efektif terhadap pirogen yang
mengkontaminasi wadah gelas dan wadah logam tapi tidak efektif untuk
larutan. Pirogen dalam larutan dapat dihilangkan secara kimiawi dari oksidasi
dengan peroksida, asam dan alkali, tapi bahan-bahan ini juga merusak obat
dan bahan-bahan kimia lainnya dalam larutan . Absorbsi dari pirogen dalam
larutan oleh arang aktif dilaporkan efektif, tapi obat-obat dari bahan kimia
lainnya dalam larutan juga sebagian atau dirusak seluruhnya. Karena
memiliki berat molekul yang relatif tinggi dibandingkan untuk obat-obat dalam
larutan, filter selektif dapat memusnahkan pirogen dalam larutan.
[2:47]

d. Uji Pirogenitas
Dalam pengembangan parenteral volume besar (LVP), industri obat
perlu melakukan pengujian pirogen untuk menjamin keamanan produk.
Kontaminasi pirogen merupakan masalah lebih besar dalam produksi
sediaan parenteral volume besar daripada bagi produksi injeksi volume kecil
karena inisiasi demam pasien akibat larutan parenteral tergantung
dosis.
[6:3056]
Dengan kata lain, onset dan tingkat demam tergantung pada jumlah
total pirogen yang masuk ke dalam tubuh pasien dan bukan pada konsentrasi
pirogen per mililiter obat. Oleh karena itu, sediaan injeksi volume besar harus
memenuhi standar ketat untuk non-pirogenitas daripada yang sediaan
parenteral dengan volume yang lebih kecil.
[6:3056]
Farmakope Indonesia edisi III telah menetapkan salah satu metode
pengujian pirogenitas dengan prosedur sebagai berikut:
Pengujian dilakukan dengan mengukur peningkatan suhu badan kelinci yang
disebabkan penyuntikan intravena sediaan uji steril.

Hewan percobaan. Digunakan kelinci yang selama seminggu sebelum
pengujian tidak menunjukkan penurunan bobot badan. Kelinci tidak dapat di
gunakan uji pirogenitas jika :

a. 3 hari sebelumnya telah di gunakan untuk pengujian pirogenitas
dan memberikan hasil negatif.
b. 3 minggu sebelumnya telah di gunakan untuk pengujian pirogenitas
sediaan uji tidak memenuhi syarat.
c. Telah di gunakan kapan saja untuk pengujian pirogenitas dan rata-
rata kelompok kelinci melebihi 1, 2
o
C.
Alat. Termometer. Digunakan termometer atau thermometer listrik dengan
ketelitian skala 0,1
o
C dan dapat dimasukkan ke dalam rektum kelinci
sedalam lebih kurang 5 cm. Alat suntik dibuat dari kaca atau bahan lain yang
cocok, tahan pemenasan pada suhu 250
o
C.
Sediaan uji. Dibuat dari zat uji dengan melarutkan atau mengencerkan
dengan larutan NaCl P steril bebas pirogen atau jika zat berupa larutan yang
sesuai dapat langsung di gunakan.
Cara. 1 jam sebelum pengujian masukkan kelinci ke dalam kotak kelinci
sedemikian rupa sehingga kelinci tertahan dengan letak leher yang loggar,
badannya bebas hingga kelinci dapat duduk dengan bebas.
Uji pendahuluan. 1 sampai 3 hari sebelum pengujian, suntikkan IV 10 mL/kg
bobot badan dengan larutan NaCl P steril bebas pirogen dalam ruangan yang
tenang. Perbedaan suhu ruangan terhadap suhu pemeliharaan tidak lebih
dari 3
o
selama 1 malam hingga pengujian selesai kelinci tidak diberi makan
dan selama waktu pengujian tidak di beri minum. Catat suhu badan kelinci
dengan interval tidak lebih dari 30 menir di mulai 90 menit sebelum
penyuntikan hingga 3 jam sesudah penyuntikan dengan larutan natrium
klorida P steril bebas pirogen. Kelinci yang menunjukkan beda suhu yang
besar dari 0,6
o
tidak dapat di gunakan untuk pengujian utama.
Pengujian utama. Lakukan pengujian dengan menggunakan sekelompok
hewan percobaan terdiri dari 3 ekor kelinci. Hangatkan sediaan uji hingga
suhu lebih kurang 38,5
o
, suntikkan perlahan-lahan ke dalam vena auricularis
tiap kelinci. Kecuali dinyatakan lain, waktu penyuntikan tidak melebihi 4 menit
dan volume sediaan uji tidak kurang dari 0,5 ml dan tidak lebih dari 1, 0 ml/
kg BB. Jika pengujian gagal, ulangi pengujian hingga 4 kali, tiap kali
menggunakan 1 kelompok yang terdiri dari 3 ekor kelinci.
Penafsiran hasil. Suhu awal tiap kelinci adalah suhu rata-rata 2 pembacaan
suhu dengan interval 30 menit dan di lakukan 40 menit sebelum penyuntikan
sediaan uji. Suhu maksimum adalah suhu tertinggi yang di catat selama 3
jam setelah penyuntikan sediaan uji. Catat suhu badan kelinci dengan
interval tidak lebih dari 30 menit di mulai 90 menit sebelum penyuntikan
hingga 3 jam setelah penyuntikan sediaan uji. Selisih antara suhu inisial dan
suhu maksimum tiap kelinci dinyatakan sebagai suhu respon. Jika suhu
respon negatif, dianggap nol, kelinci di katakan memenuhi syarat jika
perbedaan suhu awal antara kelinci yang satu dengan kelinci yang lain tidak
lebih dari 1
o
. Kelinci dinyatakan tidak memenuhi syarat jika, perbedaan suhu
awalnya lebih besar dari 0,2
o
, suhu awal lebih kecil dari 38,0
o
dan tidak lebih
besar dari 39,8
o
. Sediaan uji dinyatakan memenuhi syarat jika jumlah respon
tidak memenuhi kolom 2 dan dinyatakan tidak memenuhi syarat jika jumlah
respon melebihi kolom 3 untuk tiap keompok.
Jika jumlah respon terletak antara kolom 2 dan kolom 3, pengujian
diulang jika pengujian ke empat jumlah respon melebihi 6,60
o
sediaan uji
dinyatakan tidak memenuhi syarat.





Jumlah
kelinci
Sediaan uji memenuhi syarat
jika jumlah respon tidak
melebihi
Sediaan uji tidak memenuhi
syarat jika jumlah respon
melebihi
3
6
9
12
1,20
o

2,80
o

4,50
o

6,60
o

2,70
o

4,50
o

6,0
o

6,60
o


Selain itu, uji pirogenitas juga dapat dilakukan dengan metode LAL
(Limulus amebocyte lesylate), juga dikenal dengan istilah uji endotoksin
bacterial (BET Bacterial Endotoxin Test). Reagen untuk uji LAL ini diperoleh
dengan menghancurkan sel darah amebosit dari kepiting tapak kuda Amerika,
Limulus polyphemus. Metode ini dilakukan dengan pengamatan terhadap
pembentukan gel pada tabung uji akibat reaksi antara amebosit dan
endotoksin.
[6:3058]











BAB III
PENUTUP

Kesimpulan
- Pirogen adalah endotoksin yang dihasilkan oleh mikroorganisme yang dapat
menimbulkan reaksi demam ketika diinjeksikan secara intravena.
- Pirogen banyak bersumber dari air yang kontaminasinya berasal dari
lingkungan, seperti mikroorganisme yang terdapat di udara.
- Terdapat berbagai metode untuk menghilangkan pirogen dari alat atau bahan,
metode yang paling umum digunakan yaitu adsorpsi dengan arang aktif dan
pemanasan dengan suhu tinggi.
- Uji pirogenitas terdiri atas dua metode, metode menggunakan hewan coba
dan uji LAL (Limulus amebocyte lesylate).
















DAFTAR PUSTAKA

1. Troy, D., et al. Remington The Science and Practice for Pharmacy 21
st

Edition. Philadelphia: Lippincott William & Wilkins. 2005.
2. Turco, Salvatore dan Robert S King. Sterile Dosage Form. Lea Febinger:
Philadelphia. 1974.
3. Jenkins, G.L. Scoville's:The Art of Compounding. Burgess Publishing Co:
USA. 1969.
4. Lachman, L, et all. The Theory and Practise of Industrial Pharmacy, Third
Edition. Lea and Febiger: Philadelphia. 1986.
5. Sandle, Tim. A Practical Approach to Depyrogenation Studies Using
Bacterial Endotoxin in Peer Reviewed Journal of GXP Compliance Vol. 15
No. 4. 2011.
6. Swarbrick, James. Encyclopedia of Pharmaceutical Technology Vol. 1 3
rd

Edition. Informa Healthcare: New York. 2007.
7. Ditjen POM. Farmakope Indonesia Edisi III. Depkes RI: Jakarta. 1979.

Anda mungkin juga menyukai