Anda di halaman 1dari 25

1

ANALISIS IMPLEMENTASI POLA PENGELOLAAN KEUANGAN BADAN


LAYANAN UMUM (PPK-BLU) PADA RUMAH SAKIT STROKE NASIONAL
BUKITTINGGI

MEIDYAWATI
BP 0821221038


1. Latar Belakang
Sejak dua dekade terakhir, pelaksanaan reformasi administrasi publik makin
nyata di berbagai negara termasuk Indonesia. Dotrin New Public Management
(NPM)/Reinventing Government yang di dasarkan atas pengalaman negara-negara
Eropa, Amerika Serikat, Australia, dan Selandia Baru secara berangsur-angsur diadopsi
ke dalam manajemen pemerintahan di berbagai negara, termasuk Indonesia.
Transformasi manajemen pemerintahan dalam New Public Management mulai dari
penataan kelembagaan /Institutional Arrangement, reformasi kepegawaian /Civil
Servant Reform, dan reformasi pengelolaan keuangan Negara /New Management
Reform (Mahmudi, 2003).
Di dalam dotrin NPM tersebut pemerintah dianjurkan untuk meninggalkan
paradigma administrasi tradisional yang cenderung mengutamakan sistem dan prosedur,
birokratis yang tidak efisien, pemberian layanan yang lambat serta tidak efektif, dan
menggantikannya dengan orientasi pada kinerja dan hasil. Pemerintah dianjurkan untuk
melepaskan diri dari birokrasi klasik, dengan mendorong organisasi dan pegawai agar
lebih fleksibel, dan menetapkan tujuan, serta target organisasi secara lebih jelas
sehingga memungkinkan pengukuran hasil (D.Moynihan, Sanjai K Pandey, 2003).
Melalui reformasi ini pemerintah diharapkan menerapkan praktek managemen strategik
melalui sistem anggaran berbasis kinerja dan akuntansi berbasis accrual secara double
entry.
Negara Indonesia telah mengadopsi pemikiran NPM dengan melakukan
reformasi keuangan negara yang mulai bergulir sejak akhir tahun 2003, dengan
dikeluarkannya tiga paket peraturan keuangan negara yang baru, yaitu
2

UU No. 17 tahun 2003 tentang Keuangan Negara, Undang-Undang No.1 Tahun 2004
tentang Perbendaharaan Negara, dan UU No.15 Tahun 2005 tentang Pemeriksaan
Keuangan Negara. Dengan ketiga paket peraturan keuangan negara tersebut telah
merubah mindset atau pola pikir yang lebih efisien, profesionalitas, akuntabel, dan
transparan, dengan melakukan perubahan dari penganggaran tradisional menjadi
penganggaran berbasis kinerja, yang membuka koridor bagi penerapan basis kinerja di
lingkungan pemerintah. Dengan basis kinerja ini, arah penggunaan dana pemerintah
menjadi lebih jelas dari hanya membiayai input dan proses menjadi berorientasi pada
output. Perubahan ini sangat berarti mengingat kebutuhan dana yang semakin tinggi,
sedangkan sumber daya yang dimiliki pemerintah terbatas (Ahmad Hag, 2009).
Berdasarkan Undang-Undang tersebut, instansi pemerintah yang tugas pokok
dan fungsinya memberikan pelayanan kepada masyarakat dapat menerapkan pola
pengelolaan keuangan yang fleksibel, berupa keleluasaan untuk menerapkan praktek-
praktek bisnis yang sehat dalam rangka memaksimalkan pelayanan kepada masyarakat
dengan tetap menonjolkan produktivitas, efisiensi, dan efektifitas melalui Badan
Layanan Umum. BLU pada dasarnya adalah alat untuk meningkatkan kinerja pelayanan
publik melalui penerapan manajemen keuangan yang berbasis pada hasil,
profesionalitas, akuntabilitas dan transparansi. Untuk dapat menjadi BLU, suatu instansi
harus memenuhi tiga persyaratan pokok, yaitu persyaratan substantif, yang terkait
dengan penyelanggaraan layanan umum, persyaratan teknis yang terkait dengan kinerja
pelayanan dan kinerja keuangan, serta persyaratan administratif terkait dengan
terpenuhinya dokumen seperti pola tata kelola, rencana strategis bisnis, standar layanan
minimal, laporan keuangan pokok, dan laporan audit/bersedia untuk diaudit.
Rumah sakit sebagai salah satu institusi pelayanan publik memegang peranan
penting bagi peningkatan derajat kesehatan masyarakat. Rumah sakit dituntut untuk
dapat melayani masyarakat, dapat berkembang dan mandiri serta harus mampu bersaing
dan memberikan pelayanan yang bermutu dan terjangkau bagi masyarakat. Dengan
semakin tingginya tuntutan bagi rumah sakit untuk meningkatkan pelayanannya, banyak
permasalahan yang muncul terkait dengan terbatasnya anggaran yang tersedia bagi
operasional rumah sakit, alur birokrasi yang terlalu panjang dalam proses pencairan
dana, aturan pengelolaan keuangan yang menghambat kelancaran pelayanan dan
3

sulitnya untuk mengukur kinerja, sementara rumah sakit memerlukan dukungan SDM,
teknologi, dan modal yang sangat besar. Melalui konsep pola pengelolaan keuangan
BLU ini rumah sakit diharapkan dapat meningkatkan profesionalisme, mendorong
enterpreneureship, transparansi, dan akuntabilitas dalam rangka pelayanan publik,
sesuai dengan tiga pilar yang diharapkan dari pelaksanaan PPK-BLU ini, yaitu
mempromosikan peningkatan kinerja pelayanan publik, fleksibilitas pengelolaan
keuangan dan tata kelola yang baik (Sri Mulyani, 2007).
Rumah Sakit Stroke Nasional Bukittinggi sebagai salah satu sub sistem
penyelenggaraan peningkatan kesehatan memiliki peran dalam penyelenggaraan
pelayanan kesehatan melalui tenaga dokter yang profesional, peralatan medis,
pelayanan laboratorium, farmasi, pelayanan perawatan, penelitian dan pendidikan
tenaga dokter dan paramedis. Karena sangat pentingnya peranan rumah sakit ini dalam
sistem kesehatan masyarakat, khususnya dalam menangulangi penyakit stroke yang
cenderung meningkat, maka diperlukan pendekatan terpadu untuk melakukan kegiatan
secara ekonomis, efisien, efektif. Sebagai lembaga yang padat modal, padat karya, dan
padat ilmu serta teknologi, rumah sakit ini memerlukan profesionalisme yang handal
dalam pengelolaan bisnis modern. Melalui Pola Pengelolaan Keuangan Badan Layanan
Umum,(PPK-BLU), Rumah Sakit Stroke Nasional Bukittinggi diharapkan mampu
meningkatkan kinerja pelayanannya kepada masyarakat dalam rangka memajukan
kesejahteraan umum dan mencerdaskaan kehidupan bangsa, dengan memberikan
fleksibilitas dalam pengelolaan keuangan berdasarkan prinsip ekonomi dan
produktivitas, dan penerapan praktek bisnis yang sehat.

2. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang penelitian yang telah dibahas pada bagian
sebelumnya, maka perumusan masalah dalam penelitian ini adalah :
1) Apakah implementasi Pola Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum (PPK-
BLU) pada Rumah Sakit Stroke Nasional Bukittinggi telah berjalan sesuai dengan
konsep dan aturan Pola Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum (PPK-
BLU)?
4

2) Bagaimanakah kinerja Rumah Sakit Stroke Nasional Bukittinggi setelah
mengimplementasikan Pola Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum (PPK-
BLU)?
3) Kendala-kendala apa yang dihadapi oleh Rumah Sakit Stroke Nasional
Bukittinggi di dalam implementasi Pola Pengelolaan Keuangan Badan Layanan
Umum (PPK-BLU)?

3 Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah diatas maka tujuan dari penelitian ini adalah untuk:
1). Menggambarkan dan menjelaskan konsep Pola Pengelolaan Keuangan Badan
Layanan Umum (PPK-BLU).
2). Menggambarkan dan menganalisis implementasi Pola Pengelolaan Keuangan
Badan Layanan Umum (PPK-BLU) pada Rumah Sakit Stroke Nasional
Bukittinggi.
3). Menggambarkan dan menganalisis kinerja Rumah Sakit Stroke Nasional
Bukittinggi sebelum dan setelah mengimplementasikan Pola Pengelolaan
Keuangan Badan Layanan Umum (PPK-BLU).
4). Mengindentifikasi dan menjelaskan kendala yang dihadapi oleh Rumah Sakit
Stroke Nasional Bukittinggi di dalam implementasi Pola Pengelolaan Keuangan
Badan Layanan Umum (PPK-BLU).

4. Kerangka Teoritis
4.1 Pengertian PPK-BLU
Undang-Undang No. 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara pada Pasal 1
menyatakan bahwa Badan Layanan Umum adalah instansi di lingkungan pemerintah
yang dibentuk untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat berupa penyediaan
barang dan/ atau jasa yang dijual tanpa mengutamakan mencari keuntungan dan dalam
melakukan kegiatannya didasarkan pada prinsip efisiensi dan produktivitas. Pengertian
5

ini diadopsi kembali dalam peraturan pelaksanaannya yaitu dalam Pasal 1 Angka 1 PP
No.23 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum. Yang
termasuk dalam jenis BLU antara lain rumah sakit, lembaga pendidikan, pelayanan
lisensi, dan penyiaran.
Sedangkan pola pengelolaan keuangan (PPK-BLU) diatur dalam Peraturan
Pemerintah Nomor 23 Tahun 2005 Pasal 1 Ayat 1 tentang Pengelolaan Keuangan
Badan Layanan Umum (PPK-BLU) dinyatakan bahwa PPK-BLU adalah pengelolaan
keuangan yang memberikan fleksibilitas berupa keleluasaan untuk menerapkan praktek-
praktek bisnis yang sehat untuk meningkatkan pelayanan kepada masyarakat dalam
rangka memajukan kesejahteraan dan mencerdaskan kehidupan bangsa, sebagai
pengecualian dari ketentuan pengelolaan keuangan negara pada umumnya.

4.2 Tujuan dan Azaz Dibentuknya Badan Layanan Umum
Dalam PP No.23 Tahun 2005 Pasal 68 ayat 1 disebutkan bahwa BLU bertujuan
untuk meningkatkan pelayanan kepada masyarakat dalam rangka memajukan
kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa dengan memberikan
fleksibilitas dalam pengelolaan keuangan berdasarkan prinsip ekonomi dan
produktifitas dan penerapan praktek bisnis yang sehat. Yang dimaksud dengan dengan
praktek bisnis yang sehat adalah penyelenggaraan fungsi organisasi berdasarkan kaidah-
kaidah manajemen yang baik dalam rangka pemberian layanan yang bermutu dan
manajemen berkesinambungan. Sedangkan azaz Badan Layanan Umum adalah:
1. Menyelenggarakan pelayanan umum yang pengelolaannya berdasarkan
kewenangan yang didelegasikan, tidak terpisah secara hukum dari instansi
induknya.
2. Pejabat BLU bertanggungjawab atas pelaksanaan kegiatan layanan umum
kepada pimpinan instansi induk.
3. BLU tidak mencari laba.
4. Rencana kerja, anggaran dan laporan BLU dengan instansi induk tidak terpisah.
5. Pengelolaan sejalan dengan praktek bisnis yang sehat.


6

4.3 Karakteristik Badan Layanan Umum
BLU memiliki karakteristik tertentu yang membedakannya dengan instansi
pemerintah lainnya, yaitu (Sie Infokum-Ditama Binbangkum BPK, 2008):
1. Berkedudukan sebagai lembaga pemerintah yang tidak dipisahkan dari kekayaan
negara.
2. Menghasilkan barang dan/atau jasa yang diperlukan masyarakat.
3. Tidak bertujuan untuk mencari laba.
4. Dikelola secara otonom dengan prinsip efisiensi dan produktifitas ala korporasi.
5. Rencana kerja, anggaran, dan pertanggungjawabannya dikonsolidasikan pada
instansi induk.
6. Penerimaan baik pendapatan maupun sumbangan dapat digunakan secara
langsung.
7. Pegawai dapat terdiri dari pegawai negeri sipil dan bukan pegawai negeri sipil.
8. BLU bukan subyek pajak.
Bentuk keistimewaan/privilese dalam hal fleksibilitas pengelolaan keuangan
yang dimiliki BLU antara lain (Direktorat Pembinaan Pengelolaan Keuangan BLU,
2010):
1. Pendapatan operasional dapat digunakan langsung sesuai Rencana Bisnis dan
Anggaran tanpa terlebih dahulu disetorkan ke rekening kas negara, namun
seluruh pendapatan tersebut merupakan PNBP yang wajib dilaporkan dalam
Laporan Realisasi Anggaran.
2. Anggaran belanja BLU merupakan anggaran fleksibel berdasarkan kesetaraan
antara volume kegiatan pelayanan dengan jumlah pengeluaran, belanja dapat
bertambah/berkurang dari yang dianggarkan sepanjang pendapatan terkait
bertambah atau berkurang, setidaknya proporsional.
3. Dalam rangka pengelolaan kas BLU dapat merencanakan penerimaan dan
pengeluaran kas, melakukan pemungutan/tagihan, menyimpan kas dan
mengelola rekening bank, melakukan pembayaran, mendapatkan sumber dana
untuk menutup defisit jangka pendek, dan memanfaatkan kas yang menganggur
(idle cash) jangka pendek untuk memperoleh pendapatan tambahan.
7

4. BLU dapat mengelola piutang dan utang sepanjang dikelola dan diselesaikan
secara tertib, efisien, ekonomis, transparan, dan bertanggungjawab serta
memberikan nilai tambah sesuai praktik bisnis yang sehat.
5. BLU dapat melakukan investasi jangka pendek maupun jangka panjang.
6. Pengadaan barang dan jasa BLU yang sumber dananya berasal dari pendapatan
operasional, hibah tidak terikat, hasil kerjasama dengan pihak lainnya dapat
dilaksanakan berdasarkan ketentuan pengadaan barang/jasa yang ditetapkan
pimpinan BLU.
7. BLU dapat mengembangkan kebijakan, sistem, dan prosedur pengelolaan
keuangan.
8. BLU dapat memperkerjakan tenaga profesional non PNS.
9. Pejabat pengelola, dewan pengawas dan pegawai dapat diberikan remunerasi
berdasarkan tingkat tanggungjawab dan tuntutan profesionalisme yang
diperlukan.

4.4 Persyaratan Badan Layanan Umum
Tidak semua instansi pemerintah mendapatkan peluang untuk menjadi BLU,
karena kesempatan tersebut secara khusus hanya disediakan bagi satuan kerja
pemerintah yang melaksanakan tugas operasional pelayanan publik dibidang
penyediaan barang dan jasa seperti rumah sakit, lembaga pendidikan, pelayanan lisensi,
instansi yang mengelola wilayah atau suatu kawasan seperti kawasan ekonomi terpadu,
dan instansi yang mengelola dana khusus seperti dana UKM dan dana bergulir.
Kesempatan menjadi BLU dapat diberikan kepada instansi di lingkungan pemerintah
yang telah memenuhi tiga persyaratan yang diwajibkan, yaitu (PP No. 23 Tahun 2005):
1. Persyaratan Substantif, apabila menyelenggarakan layanan umum yang
berhubungan dengan : penyediaan barang dan/atau jasa layanan umum,
pengelolaan wilayah/kawasan tertentu untuk tujuan meningkatkan perekonomian
masyarakat atau layanan umum, dan pengelolaan dana khusus dalam rangka
meningkatkan ekonomi dan/atau pelayanan kepada masyarakat.
2. Persyaratan Teknis, yaitu kinerja pelayanan di bidang tugas pokok dan
fungsinya layak dikelola dan ditingkatkan pencapaiannya melalui BLU
8

sebagaimana direkomendasikan oleh Menteri/pimpinan lembaga/kepala SKPD
sesuai dengan kewenangannya, dan kinerja keuangan satuan kerja instansi yang
bersangkutan adalah sehat sebagaimana ditunjukkan dalam dokumen usulan
penetapan BLU.
3. Persyaratan Administratif
Persyaratan administratif ini terdiri dari (Dirjen Perbendaharaan Depkeu, 2008):
1) Pernyataan kesanggupan untuk meningkatkan kinerja pelayanan, keuangan,
dan manfaat bagi masyarakat.
2) Pola tata kelola (yang baik) ; merupakan peraturan internal satker yang
menetapkan organisasi dan tata laksana, akuntabilitas, dan transparansi.
3) Rencana Strategis Bisnis (RSB) ; merupakan suatu proses perencanaan yang
berorientasi pada hasil yang ingin dicapai selama kurun waktu 1 (satu)
sampai 5 (lima) tahun, yang disusun secara sistematis dan berkesinambungan
dengan memperhitungkan potensi, peluang, dan kendala yang ada atau yang
mungkin timbul dan memuat visi, misi, tujuan, sasaran, indikator sasaran,
strategi (kebijakan dan program) serta ukuran keberhasilan dan kegagalan
dalam pelaksanaan.
4) Laporan keuangan pokok ; terdiri atas laporan realisasi anggaran, neraca dan
catatan atas laporan keuangan. Laporan keuangan disusun berdasarkan SAP
Untuk Satker yang sebelumnya telah memiliki DIPA sendiri, menyusun
laporan keuangan berdasarkan SAP yang dihasilkan dari sistem akuntansi
instansi (SAI). Sedangkan untuk satker yang baru dibentuk dan belum
beroperasi sebelumnya, maka laporan keuangan pokok dapat berupa
prognosa laporan keuangan tahun berjalan.
5) Standar pelayanan minimum ; merupakan ukuran pelayanan yang harus
dipenuhi oleh satker, yang ditetapkan oleh menteri/pimpinan lembaga dalam
rangka penyelenggaraan kegiatan pelayanan kepada masyarakat yang harus
mempertimbangkan kualitas layanan, pemerataan, dan kesetaraan layanan,
serta kemudahan memperoleh layanan.
6) Laporan audit terakhir atau pernyataan bersedia untuk diaudit secara
independen.
9

Instansi pemerintah yang telah memenuhi ketiga persyaratan diatas ditetapkan
sebagai BLU oleh Menteri Keuangan/Gubernur/Walikota/Bupati. Penetapan yang
diberikan dapat berupa status BLU secara penuh apabila ketiga persyaratan diatas
(substantif, teknis, dan administratif) telah dipenuhi dengan memuaskan, sedangkan
status BLU bertahap diberikan apabila persyaratan subtantif dan teknis telah terpenuhi
tetapi persyaratan administratif belum terpenuhi secara memuaskan.
4.5 Akuntansi, Pelaporan, dan Pertanggungjawaban Keuangan
Akuntansi dan laporan keuangan BLU diselenggarakan sesuai dengan Standar
Akuntansi Keuangan (SAK), sesuai dengan jenis layanannya. Dalam hal tidak terdapat
standar akuntansi keuangan, BLU dapat menerapkan standar akuntansi industri yang
spesifik setelah mendapat persetujuan dari menteri keuangan. Dalam rangka
pertanggungjawaban atas pengelolaan keuangan dan kegiatan pelayanannya BLU
menyusun dan menyajikan laporan keuangan dan laporan kinerja. Laporan keuangan
yang disusun meliputi laporan realisasi anggaran/laporan operasional (dapat dalam
bentuk laporan aktivitas/laporan surplus defisit), neraca, laporan arus kas, dan catatan
atas laporan keuangan, disertai laporan mengenai kinerja. Laporan keuangan BLU
merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari laporan pertanggungjawaban keuangan
kementrian negara/lembaga/SKPD/pemerintah daerah. Penggabungan laporan keuangan
BLU pada laporan keuangan kementrian negara/ lembaga/SKPD/pemerintah daerah
dilakukan sesuai dengan standar akuntansi pemerintahan.

4.6 Perbandingan Satuan kerja Non BLU dengan Satuan kerja BLU
Untuk melihat perbandingan satuan kerja Non BLU dengan satuan kerja BLU
dapat dilihat pada tabel dibawah ini.





10

No Uraian Satker Non BLU Satker BLU
1 Pengelola PNS PNS dan Non PNS
2 Tarif Layanan Atas dasar adil dan patut Atas dasar biaya per unit
layanan
3 Dokumen Perencanaan J angka Menengah RPJ M RSB
4 Dokumen Penganggaran Rencana Kerja Anggaran
(RKA)
Rencana Bisnis
Anggaran (RBA)
5 Pengeluaran Anggaran Setelah DIPA disyahkan Dapat dikeluarkan jika
DIPA belum disahkan
6 Keuangan Tidak memiliki rekening
bank
Memiliki rekening bank
7 Pendapatan Setor langsung ke kas
negara
Digunakan langsung
8 Surplus Kas Disetor ke kas negara Dapat digunakan
langsung
9 Piutang/Utang Tidak Diperbolehkan
melakukan piutang/utang
Diperbolehkan
melakukan piutang/utang
10 Laporan Keuangan SAP SAK
11 Laporan Keuangan Diaudit oleh BPK selaku
entitas
Diaudit oleh Auditor
Independen
12 Investasi Jangka Panjang Tidak diperbolehkan Diperbolehkan
13 Pengadaan Barang /J asa Keppres Dapat menyusun
pedoman sendiri

4.7 Pengertian Kinerja
Pengukuran kinerja merupakan salah satu elemen penting sistem pengendalian
manajemen suatu organisasi, yang dapat digunakan untuk mengendalikan aktivitas-
aktivitas. Setiap aktivitas harus terukur kinerjanya agar dapat diketahui tingkat efisiensi
dan efektifitasnya. Suatu aktivitas yang tidak memiliki ukuran kinerja akan sulit bagi
organisasi untuk menentukan apakah aktivitas tersebut sukses atau gagal (Mahmudi,
2005). D Stout (2003) menyatakan bahwa pengukuran kinerja merupakan proses
mencatat dan mengukur pencapaian pelaksanaan kegiatan dalam arah pencapaian misi
(mission accomplish) melalui hasil-hasil yang ditampilkan berupa produk, jasa atau pun
proses. Proses pengukuran kinerja dimaksudkan untuk menilai pencapaian setiap
indikator kinerja guna memberikan gambaran tentang keberhasilan dan pencapaian
tujuan dan sasaran. Proses pengukuran kinerja suatu organisasi sebaiknya
mempergunakan indikator-indikator kinerja yang komprehensif yang mengandung baik
indikator-indikator keuangan maupun non keuangan, sehingga diperlukan suatu sistem
pengukuran kinerja yang dapat mengakomodasi indikator-indikator yang komprehensif
tersebut.


11

4.8 Aspek-Aspek Pengukuran Kinerja
Bastian (2002) mengemukakan bahwa setiap organisasi terlepas dari besar,
jenis, sektor atau spesialisasinya memerlukan pengukuran kinerja pada aspek-aspek:
1. Finansial, yang meliputi anggaran rutin dan pembangunan.
2. Kepuasan Pelanggan, dimana pelanggan mempunyai peran dan posisi yang
sangat krusial dalam penentuan strategi organisasi.
3. Operasi bisnis internal, dimana informasi operasi bisnis internal diperlukan
untuk memastikan bahwa seluruh kegiatan instansi pemerintah sudah seirama
untuk mencapai tujuan dan sasaran organisasi.
4. Kepuasan pegawai, dimana dalam setiap organisasi pegawai merupakan asset
yang harus dikelola dengan baik.
5. Kepuasan komunitas dan stakeholders, dimana instansi pemerintah di dalam
menjalankan kegiatannya berinteraksi dengan berbagai pihak yang menaruh
kepentingan terhadap keberadaannya.
6. Waktu, dimana ukuran waktu merupakan variabel yang perlu diperhatikan agar
informasi dapat digunakan tepat waktu dan tidak kadaluarsa.

4.9 Sistem Penilaian Kinerja Rumah Sakit
Sistem penilaian kinerja melalui indikator merupakan salah satu alat yang dapat
digunakan untuk menilai suatu proses kegiatan BLU Rumah Sakit secara terus menerus.
Sebagai rumah sakit milik Negara, BLU rumah sakit harus mampu memberikan
informasi yang menggambarkan kemajuan rumah sakit pada suatu periode tertentu.
Indikator kinerja rumah sakit BLU mengacu pada Keputusan Menteri Negara
Pendayagunaan BUMN No. KEP215/M.BUMN/1999 tanggal 27 September 1999 dan
disempurnakan melalui Keputusan Menteri BUMN No. 100/MBU/2002 tanggal 4 Juni
2002 tentang penilaian tingkat kesehatan Badan Usaha Milik Negara, yang kemudian
disesuaikan dengan jenis dan sifat kegiatan rumah sakit melalui Kepmenkes N0.
550/Menkes/SK/VII/2009 tentang Pedoman Penyusunan Rencana Bisnis dan Anggaran
(RBA) Badan Layanan Umum Rumah Sakit. J enis indikator yang dinilai untuk BLU
rumah sakit sesuai Kepmenkes No. 550/Menkes/SK/VII/2009 meliputi tiga aspek,
yaitu: Indikator Kinerja Keuangan, dengan bobot 20, Indikator Kinerja Operasional
12

dengan bobot 40, Indikator kinerja mutu pelayanan dan manfaat bagi masyarakat
dengan bobot 40.

5. Hasil Penelitian
5.1 Analisis Implementasi Pola Tata Kelola
Berdasarkan hasil analisis, implementasi pola tata kelola Rumah Sakit Stroke
Nasional Bukittinggi telah berjalan cukup baik. Namun masih terdapat kelemahan-
kelemahan yang terkait dengan:
1) Organisasi dan tata laksana yang dibangun belum sepenuhnya memperhatikan
kebutuhan organisasi, perkembangan misi dan strategi, serta belum merubah
paradigma budaya kerja unit-unit organisasi yang ada di lingkungan Rumah
Sakit Stroke Nasional Bukittinggi. Organisasi rumah sakit secara keseluruhan
belum siap merubah paradigma dari PNS menjadi wirausahawan
(enterpreneurship).
2) Fungsi Dewan Pengawas dan Satuan Pemeriksaan Internal (SPI) belum berjalan
optimal. Dewan Pengawas yang berperan sangat penting ini baru dibentuk pada
bulan April 2011, sehingga belum menjalankan tugas dan fungsinya secara
optimal. Satuan Pemeriksaan Intern (SPI) juga belum didukung dengan
kompetensi SDM yang memadai untuk melaksanakan tugas dengan ruang
lingkup yang sangat luas, sehingga keberadaannya belum memberikan hasil
yang optimal dalam mengawasi perbaikan kinerja BLU Rumah Sakit Stroke
Nasional Bukittinggi.
3) Dalam pelaksanaan akuntabilitas tidak semua usulan dari unit kerja dapat
dipenuhi sehingga pelaksanaan tupoksi dari unit kerja tersebut belum maksimal
mencapai sasaran. Selanjutnya masih terdapat program-program titipan/susulan
dari Kementrian Kesehatan yang harus dijalankan oleh rumah sakit yang
memerlukan koordinasi dalam pelaksanaannya dan membutuhkan waktu untuk
merealisasikannya. Kemudian atas program-program yang belum mencapai
target yang direncanakan belum dilakukan evaluasi atas penyebab dan
kendalanya.
4) Dalam pelaksanaan transparansi, penyebaran informasi bagi kebutuhan intern
rumah sakit masih memerlukan perbaikan dalam hal komunikasi, koordinasi dan
13

rekonsiliasi data. Untuk penggunaan Media Informasi seperti website, pamflet
dan leaflet sebagai sarana pengenalan/promosi Rumah Sakit Stroke Nasional
Bukittinggi belum optima, padahal Sakit Stroke Nasional Bukittinggi sebagai
satu-satunya rumah sakit yang khusus menangani stroke di Indonesia perlu
memperkenalkan keberadaannya secara luas.

5.2 Analisis Implementasi Rencana Strategis Bisnis (RSB)
Hasil analisis atas dokumen Rencana Strategis Bisnis Rumah Sakit Stroke
Nasional Bukittinggi menunjukkan belum semua unsur-unsurnya disusun sesuai dengan
pedoman yang dikeluarkan oleh Departemen Keuangan dan Kementrian Kesehatan
yang terlihat dari:
1) Analisis lingkungan internal dan eksternal dengan menggunakan analisis SWOT
belum didasarkan pada data-data kinerja riil yang dicapai selama 1 3 tahun
terakhir, sehingga identifikasi atas faktor-faktor kunci yang menjadi kekuatan
dan kelemahan rumah sakit belum dapat dilakukan secara akurat.
2) Sasaran, kebijakan, program, dan kegiatan yang disusun belum semuanya
mendukung pencapaian visi dan misi.
3) Tujuan, sasaran, kebijakan dan program yang disusun belum semuanya
mendukung pencapaian indikator standar pelayanan minimal dan indikator
kinerja rumah sakit.
4). Perumusan sasaran tidak sejalan dengan perumusan kebijakan, ini terlihat pada
kebijakan sistem manajemen rumah sakit telah bertitik tolak pada empat
perspektif balance score card (keuangan, pelanggan, bisni internal, dan
pembelanjaran dan pertumbuhan), sedangkan pada sasaran belum.
5). Matriks keterkaitan misi, tujuan, sasaran, kebijakan, dan program belum
menggambarkan peta strategi yang akan dijalankan rumah sakit, terutama untuk
strategi dibidang pendidikan dan penelitian.
6). Rencana Strategis Bisnis (RSB) hanya dijadikan sebagai dokumen perencanaan
yang disusun dalam rangka memenuhi persyaratan administratif rumah sakit
untuk menjadi BLU, belum sepenuhnya dijadikan pedoman dalam penyusunan
RBA setiap tahunnya. RSB ini juga belum dievaluasi dan direvisi sesuai dengan
perkembangan dan perubahan yang terjadi tahun berikutnya.
14


5.3 Analisis Implementasi Rencana Bisnis Anggaran (RBA)
Hasil analisis atas RBA yang disusun oleh Rumah Sakit Stroke Nasional
Bukittinggi masih mengandung beberapa kelemahan sebagai berikut:
1) Analisa SWOT yang dilakukan belum mencerminkan situasi lingkungan internal
dan eksternal yang dihadapi rumah sakit, yang berpengaruh terhadap program
dan strategi yang harus disusun.
2) RBA yang disusun belum mengacu kepada Rencana Strategis Bisnis (RSB) lima
tahunan rumah sakit dan Renstra Kementrian/Lembaga.
3) Di Dalam pelaksanaannya rumah sakit terlebih dahulu menyusun RKA-KL,
setelah disetujui baru diikuti dengan menyusun RBA defenitif. Seharusnya
RBA rumah sakit disusun terlebih dahulu berdasarkan RBA unit-unit yang telah
dibahas dalam rapat direksi dan struktural, baru diikuti dengan penyusunan
RKA.
4) Target kinerja di dalam RBA yang meliputi sasaran, strategi, kebijakan program
kerja dan kegiatan disusun secara global, tidak per unit kerja yang terdiri atas
unit pelayanan, unit keuangan, unit organisasi dan sumber daya manusia, dan
unit sarana dan prasarana, serta belum dilengkapi dengan waktu
pelaksanaannya.
5) RBA yang disusun belum didasarkan kepada analisis dan perkiraan biaya per
output dan agregat, serta belum dilengkapi dengan rencana pendapatan dan
biaya operasional per unit kerja.
6) Format penyusunan RBA sering mengalami revisi, yang menyulitkan rumah
sakit didalam melakukan penyesuaian-penyesuaian.

5.4 Analisis Implementasi Standar Pelayanan Minimal (SPM)
Berdasarkan analisis yang penulis lakukan atas implementasi SPM yang disusun
oleh Rumah Sakit Stroke Nasional Bukittinggi menunjukkan:
1) SPM yang disusun lebih difokuskan pada SPM penanganan stroke, padahal
rumah sakit ini juga melayani pasien non stroke (umum).
15

2) Belum adanya monitoring dan evaluasi atas implementasi SPM dan
pencapaiannya, baik oleh pihak internal rumah sakit maupun oleh pihak
eksternal.

5.5 Analisis Implementasi Laporan Keuangan Pokok
Sistem Akuntansi dan laporan keuangan BLU diselenggarakan sesuai dengan
Standar Akuntansi Keuangan (SAK) yang diterbitkan oleh asosiasi profesi akuntansi.
Apabila tidak terdapat standar akuntansi maka BLU dapat menerapkan standar
akuntansi industri yang spesifik setelah mendapat persetujuan Menteri Keuangan.
Sistem Akuntansi dan Pelaporan Keuangan BLU diatur di dalam Peraturan Menteri
Keuangan Nomor : 76/PMK.05/2008 dan Pedoman Akuntansi BLU Rumah Sakit yang
dikeluarkan oleh Direktorat J enderal Bina Pelayanan Medik Kementrian Kesehatan.
Untuk pengintegrasian Laporan Keuangan BLU dengan Laporan Keuangan
Kementrian Negara/Lembaga, BLU harus mengembangkan sub sistem akuntansi
keuangan yang menghasilkan laporan keuangan sesuai SAP setiap semester dan tahun.
Untuk penggabungan (konsolidasi) laporan keuangan BLU dengan laporan keuangan
kementrian/lembaga dilakukan sesuai Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP), dengan
dilampiri laporan keuangan sesuai dengan SAK. Laporan keuangan tahunan BLU
diaudit oleh auditor eksternal. Laporan keuangan BLU meliputi laporan realisasi
anggaran/laporan operasional (laporan aktivitas), neraca, laporan arus kas, dan catatan
atas laporan keuangan serta laporan kinerja. Laporan keuangan Rumah Sakit Stroke
Nasional Bukittinggi telah diaudit setiap tahunnya oleh auditor independen dan sejak
menjadi BLU dari tahun 2008 sampai dengan tahun 2009 memperoleh opini Wajar
Tanpa Pengecualian.
Analisis atas laporan keuangan yang disusun oleh Rumah Sakit Stroke Nasional
Bukittinggi telah sesuai dengan Peraturan Menteri Keuangan dan Pedoman Akuntansi
BLU Rumah Sakit. Namun masih terdapat beberapa hal yang menjadi
keterbatasan/kendala dalam penyusunan laporan keuangan tersebut, yaitu:
1) BLU diwajibkan untuk menyusun laporan keuangan dengan SAK yang accrual
basis dan SAP yang cash basis untuk kepentingan konsolidasi, dimana
keduanya mempunyai sistem akuntansi dan perkiraan yang berbeda yang
menyulitkan rumah sakit dalam melakukan penyesuaian-penyesuaian untuk
16

konsolidasi dengan laporan keuangan dengan Kementrian/Lembaga, sehingga
konsolidasi hanya baru bisa dilakukan atas perkiraan neraca, sedangkan untuk
laporan aktivitas (pendapatan dan biaya) belum dilakukan konsolidasi.
2) Rumah Sakit Stroke Nasional Bukittinggi belum mengembangkan Sistem
Akuntansi Biaya untuk menghasilkan informasi tentang harga pokok produksi,
biaya satuan (unit cost) per unit layanan, dan evaluasi varians, yang sangat
penting bagi perencanaan dan pengendalian, pengambilan keputusan,
perhitungan tarif layanan dan remunerasi.
3) Reviu atas laporan keuangan yang dilakukan oleh Satuan Pemeriksaan Intern
(SPI) masih belum optimal karena SPI belum sepenuhnya didukung oleh SDM
yang memenuhi kualifikasi kompetensi untuk melakukan reviu atas laporan
keuangan.

5.6 Analisis Kinerja Rumah Sakit Stroke Nasional Bukittinggi
Secara keseluruhan skor nilai kinerja yang diperoleh Rumah Sakit Stroke
Nasional Bukittinggi adalah sebagai berikut:

No Indikator Kinerja Sebelum
BLU
Setelah BLU
1 Keuangan 18,50 18,00 18,30 18,90
2 Operasional 24,00 26,40 29,30 29,55
3 Peningkatan Mutu Layanan dan
Manfaat bagi Masyarakat
31,75 31,50 31,50 30,75
Jumlah 74,25 75,90 79,10 79,20


Dari tabel diatas terlihat bahwa setelah menjadi BLU terjadi kenaikan nilai kinerja yang
diperoleh pada tahun tahun pertama sebesar 1,65 poin, tahun kedua 3,20 poin dan tahun
ketiga 0,10 poin. Walaupun belum terjadi kenaikan yang cukup signifikan, rumah sakit
tetap berada pada tingkat kesehatan SEHAT dengan nilai A.
Implementasi PPK-BLU pada Rumah Sakit Stroke Nasional Bukittinggi baru
berjalan hampir 3 tahun, menjadi BLU Bertahap pada bulan Juli 2008 dan BLU Penuh
bulan J uli 2009. Status BLU rumah sakit telah diperoleh tanpa didahului oleh kesiapan
semua pihak rumah sakit dalam melakukan berbagai perubahan sesuai dengan tujuan
pemerintah menjadikan rumah sakit sebagai BLU, sehingga perubahan-perubahan dan
penyesuaian yang perlu dilakukan berjalan lambat dan bertahap. Perbaikan atas sistem
17

pengumpulan data kinerja perlu dilakukan, terutama untuk menghasilkan nilai kinerja
yang akurat dan dapat dihandalkan bagi pengambilan keputusan.
Peningkatan nilai kinerja keuangan, pelayanan, mutu pelayanan dan manfaat
kepada masyarakat tidak dapat berjalan dengan sendirinya, karena sangat terkait dengan
aspek-aspek lainnya seperti adanya peningkatan transparansi dan akuntabilitas,
pelaksanaan tata kelola yang berjalan baik, peningkatan kualitas sumber daya manusia,
penempatan pegawai sesuai dengan kompetensi yang dibutuhkan, pengelolaan sumber
daya yang baik dan tertib serta keandalan sumber data kinerja. Selanjutnya sangat
diperlukan dukungan manajemen yang profesional, yang mempunyai komitmen untuk
senantiasa fokus pada perbaikan kinerja.
Walaupun belum terlihat perubahan yang berarti pada nilai-nilai indikator
kinerja rumah sakit, PPK-BLU telah memberikan manfaat bagi kelancaran pemberian
layanan kepada pasien, antara lain:
1). PPK-BLU memberikan fleksibilitas penggunaan dana, dimana rumah sakit dapat
menggunakan dana yang diperoleh dari operasionalnya tanpa harus disetor dulu
ke kas negara dan melalui prosedur birokrasi pencairan yang panjang dan
memakan waktu cukup lama, yang pada akhirnya menggangu operasional rumah
sakit karena kehabisan dana.
2). PPK-BLU mempermudah proses pengadaan barang dan jasa, terutama obat-
obatan dan bahan habis pakai yang secara rutin harus tersedia dengan cepat
karena rumah sakit dapat melakukan pembelian secara langsung ke distributor,
sehingga bisa mendapatkan harga yang lebih murah serta adanya diskon secara
resmi di faktur (discount on factur) menyebabkan harga jual obat yang
dibebankan kepada pasien menjadi lebih murah.
3). PPK-BLU memberikan fleksibilitas rumah sakit untuk melakukan kerjasama
dalam bentuk KSO (kerja sama operasi) atau MOU dengan pihak ketiga.
Dengan KSO/MOU proses mendapatkan alat menjadi lebih mudah, tidak
membutuhkan birokrasi yang panjang dan apabila terjadi kerusakan/gangguan
pada alat yang di-KSO kan pihak perusahaan akan segera
memperbaiki/menggantinya sehingga tidak menganggu kelancaran pelayanan
kepada pasien.

18

5.7 Kendala dalam Implementasi PPK-BLU
Ada beberapa hal yang menjadi kendala sehingga implementasi PPK-BLU pada
Rumah Sakit Stroke Nasional Bukittinggi belum memberikan hasil yang optimal bagi
perbaikan dan peningkatan kinerja rumah sakit, yaitu:
1. Aspek Peraturan Perundang-Undangan
Peraturan yang terkait dengan pengelolaan BLU Rumah Sakit belum semuanya
didukung dengan peraturan pelaksanaannya, seperti untuk pelaksanaan
pengadaan barang dan jasa, investasi dan remunerasi, sehingga pihak rumah
sakit masih ragu untuk menjalankan fleksibilitas yang sudah dimilikinya.
2. Aspek Sistem Pengendalian Internal
1). Belum adanya komitmen dari jajaran manajemen dan pelaksana untuk
melaksanakan PPK-BLU dengan menjunjung tinggi nilai integritas dan
nilai etika serta menerapkan pola manajemen enterpreneur.
2). Sistem pengumpulan data kinerja belum berjalan dengan baik.
3). Sosialisasi mengenai PPK-BLU belum dilakukan menyeluruh
4). Kebijakan pengelolaan sumber daya manusia belum berjalan efisien.
3. Sistem Manajemen Pelayanan Kesehatan belum terpadu
4. Evaluasi atas implementasi PPK-BLU oleh instansi pengelola teknis dan instansi
pengelola keuangan belum berjalan optimal.
5. Keterbatasan Sumber Daya dan Birokrasi Pemerintahan
6. Belum berjalannya sistem informasi manajemen yang terintegrasi, dalam rangka
menghasilkan berbagai informasi yang diperlukan bagi kegiatan pengendalian,
pengawasan, dan pengambilan keputusan.

6. Kesimpulan
1. Rumah Sakit Stroke Nasional Bukittinggi telah menyusun dan
mengimplementasikan semua persyaratan administratif PPK-BLU yang meliputi
Pola Tata Kelola, Rencana Strategis Bisnis, Rencana Bisnis Anggaran, Standar
Pelayanan Minimal, dan Laporan Keuangan. Implementasi pola tata kelola
diwujudkan dalam bentuk organisasi dan tata laksana, akuntabilitas, serta
transparansi.
19

2. Untuk memenuhi persyaratan BLU, Rumah sakit Stroke Nasional Bukittinggi
telah melakukan penilaian kinerja atas tiga aspek, yaitu keuangan, operasional,
dan peningkatan mutu layanan dan manfaat bagi masyarakat, dengan
memperoleh nilai kinerja A dengan skor 79,20, dengan tingkat kesehatan
SEHAT.
3. Implementasi PPK-BLU telah memberikan peningkatan nilai kinerja,
peningkatan pertumbuhan pendapatan, dan peningkatan kemandirian rumah
sakit, serta memberikan manfaat langsung dalam mempermudah proses
pengadaan obat-obatan, bahan habis pakai, dan peralatan dalam rangka
peningkatan layanan kesehatan kepada masyarakat.
4. Rumah sakit Stroke Nasional Bukittinggi masih menghadapi kendala dalam
implementasi PPK-BLU diantaranya aturan pelaksanaan untuk beberapa
kegiatan yang belum ada, kelemahan sistem pengendalian internal, sistem
manajemen pelayanan kesehatan yang belum terpadu, belum dilakukannya
evaluasi secara berkala oleh instansi pengelola teknis dan keuangan, dan
keterbatasan sumber daya yang dimiliki rumah sakit serta birokrasi
pemerintahan.
5. Konsep PPK-BLU yang baik untuk memperbaiki dan meningkatkan kualitas
pelayanan publik memerlukan pengawasan dan pengendalian dalam
implementasinya, dimulai dari proses perencanaan sampai pelaksanaannya, agar
tidak terjadi penyimpangan dengan memanfaatkan berbagai fleksibilitas yang
diberikan oleh pemerintah kepada rumah sakit sebagai BLU.

7. Saran
1. Menyempurnakan organisasi dan tata laksana yang mendukung pencapaian
strategi dan pengembangan budaya enterpreneur.
2. Mengintegrasikan sistem informasi manajemen dari semua unit-unit organisasi
yang ada.
3. Melakukan revisi dan evaluasi secara berkala atas RSB, RBA, dan SPM.
4. Mengembangkan sistem akuntansi biaya dalam rangka perencanaan dan
pengendalian, pengambilan keputusan, perhitungan tarif layanan dan remunerasi
yang tepat.
20

5. Departemen Kesehatan dan Departemen Keuangan agar secara berkala
melakukan evaluasi dan pengawasan terhadap implementasi PPK-BLU.
6. Departemen Kesehatan agar menciptakan sistem manajemen pelayanan yang
terpadu untuk mendukung implementasi PPK-BLU.



























21

DAFTAR PUSTAKA
Abdul, Ahmad Hag, 2009, Ensiklopedia Perbendaharaan Badan Layanan Umum,
Diakses 21 Juli 2010 J am 8.50 PM < http://www.ensiklopedia
.multiply.com/journal/BLU.
Aditama, Tjandra Yoga, 2007, Manajemen Administrasi Rumah Sakit, Edisi Kedua,
Penerbit Universitas Indonesia, J akarta.
Ahmad, Hardiyansyah, 2009, Pelaksanaan Prinsip-Prinsip good Governance dan
Reinventing Government, Diakses 19 J anuari 2011 J am 12.00, <
http://hardiyansyah-ahmad, blogspot.com/2009.
Bastian, Indra, 2001, Akuntansi Sektor Publik, BPFE, Yogyakarta.
Bastian, Indra, 2008, Akuntansi Kesehatan, Penerbit Erlangga, J akarta.
Direktorat Pembinaan PK BLU Direktorat Jenderal Perbendaharaan Departemen
Keuangan RI, 2008, Modul Bimbingan Teknis Penyusunan Persyaratan
Adminstratif untuk Menerapkan PPK-BLU.
Direktorat Jenderal Bina Pelayanan Medik, Kementrian Kesehatan RI, 2010, Pedoman
Penyusunan Rencana Bisnis dan Anggaran (RBA) Badan Layanan Umum
Rumah Sakit.
Direktorat Jenderal Bina Pelayanan Medik, Kementrian Kesehatan RI, 2010, Pedoman
Akuntansi BLU Rumah Sakit.
Dwiyanto, Agus, 2010, Manajemen Pelayanan Publik: Peduli, inklusif dan
Kolaboratif, Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.
Dwinugroho, Priyono, 2008, Workshop Badan Layanan Umum, J akarta.
Fernandes, HA, Pengaruh Komitmen Manajemen pada Budaya Organisasi,
Komitmen Individu, dan Kinerja Rumah Sakit Nirlaba, Diakses
10 Agustus 2010 J am 9.50 PM <http://www.skripsi-teso/kinerja-rumah-sakit-
umum-daerah-rsud.
Haidir, Iman, 2010, Tesis Analisis Perbandingan Kinerja Keuangan dengan
Menggunakan Analisis Rasio pada RSUPN Dr. Cipto Mangun Kusumo
dan RS Kanker Darmais sebelum dan sesudah Penerapan PPK-BLU.

22

Hamka dkk, 2009, Kualitas Pelayanan Publik, Implikasi Reorganisasi
Kelembagaan Pemerintah Kabupaten/Kota Diakses 10 Februari 2010 J am
9.50 PM.
Indrawati, Srimulyani, Keynote Speech pada Diskusi Panel Pengelolaan Keuangan
BLU dan Peningkatan Kinerja Rumah Sakit : Kondisi, Ekspektasi, dan
Tata Kelola, Oktober 2007.
Ingram, W Robert, J Peterson, Russel, W Martin, Susan, 2001, Accounting and
Financial Reporting for Govermental and Non Profit Organization Basic
Concepts, New York, Mc Graw-Hill Inc.
Kaplan, Robert S, Norton, David P, 2000, Menerapkan Strategi Menjadi Aksi,
Balance Score Card, Penerbit Erlangga, J akarta.
Keputusan Presiden Nomor 38 tahun 1991 tentang Lembaga Unit Swadana.
Keputusan Menteri BUMN No. 100/MBU/2002 tanggal 4 J uni 2002 tentang Penilaian
Tingkat kesehatan BUMN.
Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara No.63 Tahun 2003 tentang
Pedoman Umum Penyelenggaraan Pelayanan Publik.
Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 129/Menkes/SK/II/2008 tanggal 6 Februari 2008
tentang Standar Pelayanan Minimal Rumah Sakit.
Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 231/Menkes/SK/II/2007 tanggal 26 Februari
2007 tentang Standar Pelayan Minimal Rumah Sakit Stroke Nasional
Bukittinggi.
Kurniawan, Teguh, Pergeseran Paradigma Administrasi Publik: dari Prilaku model
Klasik dan NPM ke Good Governance, Diakses 20 J uli 2010 J am 10.55, <
http://teguhkurniawan.multiply.com .
Laking, Rob, 2003, Agencies; Their Benefit and Risk, OECD Journal on Budgeting,
Number 4, Volume 4.
Mardiasmo, 2006, Akuntansi Sektor Publik, Penerbit Andi, Yogyakarta.
Marsono, 2009, Upaya Peningkatan Kualitas Pelayanan Publik: Melalui Kebijakan
Badan Layanan Umum, Diakses 21 Juli 2010 J am 9.55, <
http;//marsono64.blogspot.com.
Mahmudi, 2005, Manajemen Kinerja Sektor Publik, UPP AMP YKPN, Yogyakarta.
23

Mahmudi, 2003, New Public Management (NPM): Pendekatan Baru Manajemen
Sektor Publik, Diakses 10 Februari 20110 J am 09.00,
http://journal.vii.ac.id/index.php/sinerji/artikel.
M.Nazir, 2003, Metode Penelitian, Ghalia Indonesia, J akarta.
Maynihan, Donald dan Sanjay K Pandey, 2003, Testing a Model of Public Sector
Performance : How Does Management Matter ?, Diakses 15 Agustus 2010
J am 10.55, http://www.resources.bnet.com.
Muhammad, Fadel, Rayendra L, 2008, Reinventing Local Government : Pengalaman
dari Daerah, Diakses 30 J uli 2010 J am 10.55, <http://books.google.co.id.
Muluk, MR.Khairul, Budaya Organisasi Pelayanan Publik (Kasus pada Rumah
Sakit X di Malang) Diakses 20 J anuari 2011 J am 10.55, <
http://www.muluk.blogspot.com.
Nagi, Hessel S Tangkilisan, 2005, Manajemen Publik, Gramedia, J akarta.
Neuman, 2003, Social Research Methods: Qualitative and Quantitative
Approaches, Fifth Edition, Allyn and Bacon Peason Education, Inc. Boston,
USA.
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 22 tahun 1997 tentang Jenis dan
Penyetoran Penerimaan Negara Bukan Pajak.
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 2000 tentang Perusahaan
Jawatan.
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2005 tentang Pengelolaan
Keuangan Badan Layanan Umum.
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 25 tahun 2005 tentang Standar
Pelayan Minimal.
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 66.PMK.02/2006 tentang Tata Cara
Penyusunan, Pengajuan, Penetapan dan Perubahan RBA serta DPA BLU.
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 76/PMK.05/2008 tentang Pedoman Akuntansi
Badan Layanan Umum.
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 44/PMK.05/2009 tentang Rencana Bisnis
Anggaran dan Pelaksanaan Anggaran Badan Layanan Umum.
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 tahun 1997 tentang Penerimaan
Negara Bukan Pajak.
24


Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan
Negara.
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan
Negara.
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik.
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan.
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit.
Sie Infokum-Ditama Binbangkum, 2009, Badan Layanan Umum, Diakses tanggal
25 J uli 2010 J am 9.15, http//:www.jdih.bpk.go.id.
Sri Wahyuni, 2010, Tesis Manajemen Konflik dalam Merespon Perubahan
Kebijakan (Studi Kasus Penerapan Pengelolaan Keuangan BLU
Universitas Sebelas Maret Surakarta.
Suharto, Edi, Penerapan Kebijakan Pelayanan Publik bagi Masyarakat dengan
Kebutuhan Khusus Disampaikan pada Focused Group Discussion
Kajian Penerapan Pelayanan Khusus pada Sektor Publik, Lembaga
Administrasi Negara di Bogor tanggal 9-10 Oktober 2008, Diakses tanggal
5 J anuari 2011jam 10.00, http//:www.edisuharto, multiply.com.
Supriatna, Dadan, 2007, Tesis Analisis Kesiapan RSUD Kota Bandung dalam
Rangka Menuju BLUD, Universitas Padjajaran Bandung.
Supriyanto, J oko dan Suparjo, 2005, Badan Layanan Umum: Sebuah Pola
Pemikiran Baru atas Unit Pelayanan Masyarakat, Diakses 10 J anuari 2010
J am 11.00, >http://www.perbendaharaan.go.id.
Sutedi, Adrian, 2010, Hukum Keuangan Negara, Sinar Grafika, J akarta.
Stout, Lary D, 2003, Performance Measurement, Asisstant Commission Federal
Finance.
Wahyudiharto, 2009, Mengenal Teori Keagenan, Diakses 30 J anuari 2010 J am 11.55
>http://s2.wahyudiharto.com/2009/opini-teori-keagenan-agency-theory.
Wikipedia, Principle Agent Problem Diakses 22 Februari 2010 J am 14.30 >
http://wikipedia.org/wiki/principle/agent-problem
25

Wiranto, Tommy, Permasalahan Badan Layanan Umum (BLU) di Indonesia,
Diakses 30 Agustus 2010 J am 10.55 >http://tommywiranto.blogspot.com.

Anda mungkin juga menyukai