Anda di halaman 1dari 5

PATOFISIOLOGI LUKA BAKAR

Akibat pertama luka bakar adalah syok karena kaget dan kesakitan. Pembuluh kapiler yang
terpajan suhu tinggi rusak dan permeabilitas meninggi. Sel darah yang ada di dalamnya ikut
rusak sehingga dapat terjadi anemia. Meningkatnya permeabilitas menyebabkan edema dan
menimbulkan bula yang mengandung banyak elektrolit. Hal itu menyebabkan berkurangnya
volume cairan intravaskuler. Kerusakan kulit akibat luka bakar menyebabkan kehilangan cairan
akibat penguapan yang berlebihan, masuknya cairan ke bula yang terbentuk pada luka bakar
derajat II, dan pengeluaran cairan dari keropeng luka bakar derajat III.
Bila luas luka bakar kurang dari 20%, biasanya mekanisme kompensasi tubuh masih bisa
mengatasinya, tetapi bila lebih dari 20%, akan terjadi syok hipovolemik dengan gejala yang
khas, seperti gelisah, pucat, dingin, berkeringat, nadi kecil dan cepat, tekanan darah menurun dan
produksi urin yang berkurang. Pembengkakan terjadi pelan-pelan, maksimal terjadi setelah
delapan jam.
Setelah 12-24 jam, permeabilitas kapiler mulai membaik dan terjadi mobilisasi serta
penyerapan kembali cairan edema ke pembuluh darah. Ini ditandai dengan meningkatnya
diuresis.
Pembagian zona kerusakan jaringan:
1. Zona koagulasi, zona nekrosis
Merupakan daerah yang langsung mengalami kerusakan (koagulasi protein) akibat
pengaruh cedera termis, hampir dapat dipastikan jaringan ini mengalami nekrosis beberapa
saat setelah kontak. Oleh karena itulah disebut juga sebagai zona nekrosis.
2. Zona statis
Merupakan daerah yang langsung berada di luar/di sekitar zona koagulasi. Di daerah ini
terjadi kerusakan endotel pembuluh darah disertai kerusakan trombosit dan leukosit,
sehingga terjadi gangguam perfusi (no flow phenomena), diikuti perubahan permeabilitas
kapilar dan respon inflamasi lokal. Proses ini berlangsung selama 12-24 jam pasca cedera
dan mungkin berakhir dengan nekrosis jaringan.
3. Zona hiperemi
Merupakan daerah di luar zona statis, ikut mengalami reaksi berupa vasodilatasi tanpa
banyak melibatkan reaksi selular. Tergantung keadaan umum dan terapi yang diberikan,
zona ketiga dapat mengalami penyembuhan spontan, atau berubah menjadi zona kedua
bahkan zona pertama.

Resusitasi cairan (jika berindikasi)
Resusitasi cairan diindikasikan bila luas luka bakar > 10% pada anak-anak atau > 15%
pada dewasa. Resusitasi cairan diberikan dengan tujuan preservasi perfusi yang adekuat dan
seimbang di seluruh pembuluh darah vaskular regional, sehingga iskemia jaringan tidak terjadi
pada setiap organ sistemik. Dengan adanya resusitasi cairan yang tepat, kita dapat
mengupayakan stabilisasi pasien secepat mungkin kembali ke kondisi fisiologik dalam persiapan
menghadapi intervensi bedah seawal mungkin.
Formula resusitasi cairan telah diperkenalkan sejak tahun 1960an dan dipergunakan secara
luas sejak tahun 1970an. Parkland formula, yang mengkalkulasikan total kebutuhan cairan untuk
meresusitasi pasien berdasarkan persentasi luka bakar, merupakan formula yang paling sering
digunakan di Inggris, Irlandia, Amerika Serikat, dan Kanada.
Baxter menemukan pasien degan trauma inhalasi memerlukan tambahan cairan jika
dibandingkan dengan yang lainnya. Pruitt melaporkan pasien dengan trauma elektrik dan yang
resusitasinya tertunda memerlukan cairan tambahan. Bagaimana pun juga, muncul bukti bahwa
pasien dengan luka bakar mayor memerlukan cairan lebih banyak dari pada yang
direkomendasikan Parkland formula. Volume resusitasi cairan yang besar berhubungan dengan
peningkatan resiko komplikasi infeksi, acute respiratory distress syndrome (ARDS), abdominal
compartment syndrome dan kematian. Pruitt menggunakan istilah fluid creep untuk
mendeskripsikan fenomena ini.
Formula yang sering digunakan untuk manajemen cairan pada luka bakar mayor yaitu
Parkland, modified Parkland, Brooke, modified Brooke, Evans dan Monafos formula.
a. Parkland formula
1. 24 jam pertama: cairan Ringer Laktat (RL) 4 mL/kgBB untuk setiap 1% permukaan
tubuh yang terbakar pada dewasa dan 3 mL/kgBB untuk setiap 1% permukaan tubuh
yang terbakar pada anak. Cairan RL ditambahkan untuk maintenance pada anak:
- 4 mL/kg BB/jam untuk anak dengan berat 0-10 kg
- 40 mL/jam + 2 mL/jam untuk anak dengan berat 10-20 kg
- 60 mL/jam + 1 mL/kg BB/jam untuk anak dengan berat 20 kg atau lebih.
Formula ini direkomendasikan tanpa koloid di 24 jam pertama.
2. 24 jam selanjutnya: koloid diberikan sebesar 20-60% dari kalkulasi volume plasma.
Tanpa kristaloid. Glukosa pada air ditambahkan untuk mempertahankan output urin
0,5 1 mL/jam pada dewasa dan 1 mL/jam pada anak.
b. Modified Parkland formula
1. 24 jam pertama: RL 4 mL/kg BB untuk setiap 1 % permukaan tubuh yang terbakar
(dewasa).
2. 24 jam selanjutnya: mulai infuse koloid dengan albumin 5% 0,3 1 mL/kgBB untuk
setiap 1% permukaan tubuh yang terbakar/16 jam.
c. Brooke formula
1. 24 jam pertama: cairan RL 1,5 mL/kgBB untuk setiap 1% permukaan tubuh yang
terbakar ditambah koloid o,5 mL/kg BB untuk setiap 1% permukaan tubuh yang
terbakar ditambah 2000 mL glukosa dalam air.
2. 24 jam selanjutnya: RL 0,5 mL/kg BB untuk setiap 1% permukaan tubuh yang
terbakar dan jumlah yang sama dari glukosa dalam air pada 24 jam pertama.
d. Modified Brooke
1. 24 jam pertama: tanpa koloid. Cairan RL 2 mL/kg BB untuk setiap 1% permukaan
tubuh yag terbakar (dewasa) dan 3 mL/kg BB untuk setiap 1% permukaan tubuh yang
terbakar (anak).
2. 24 jam selanjutnya: koloid 0,3-0,5 mL/kg BB untuk setiap 1% permukaan tubuh yang
terbakar dan tanpa kristaloid. Glukosa di air ditambahkan untuk mempertahankan
output urin yang cukup.
e. Evans formula
1. 24 jam pertama: kristaloid 1 mL/kgBB untuk setiap 1% permukaan tubuh yang
terbakar ditambah koloid 1 mL/kg BB untuk setiap 1% permukaan tubuh yang
terbakar ditambah 2000 mL glukosa di air.
2. 24 jam selanjutnya: kristaloid 0,5 mL/kg BB untuk setiap 1% permukaan tubuh yng
terbakar ditambah glukosa di air dengan jumlah yang sama pada 24 jam pertama.
f. Monafo formula
Monafo merekomendasikan menggunakan cairan yang mengandung Na 250 mEq, laktat
150 mEq, dan Cl 100 mEq. Jumlah ditambahkan seuai dengan output urin. 24 jam
selanjutnya, cairan dititrasi dengan 1/3 normal saline sesuai dengan output urin.

Formula yang bisa digunakan untuk anak-anak:
a. Shriners Cincinnati
1. Anak yang lebih tua: cairan Ringer Laktat (RL) 4 mL/kg BB untuk setiap 1%
permukaan tubuh yang terbakar + 1500 mL/m
2
total (1/2 volume total diberikan 8 jam
pertama, dan sisa volume totalnya diberikan pada 16 jam selanjutnya.
2. Anak yang lebih muda: 4 mL/kg BB untuk setiap 1% permukaan tubuh yang terbakar
+ 1500 mL/m
2
total, pada 8 jam pertama cairan RL + 50 mEq NaHCO
3
. Cairan RL di
8 jam kedua. Albumin 5% pada cairan RL pada 8 jam ketiga.
b. Galveston
24 jam pertama: RL 5000 mL/m
2
+ 2000 mL/m
2
total (1/2 volume total pada 8 jam
pertama, dan sisanya pda 16 jam selanjutnya.

Tekanan darah kadang sulit diukur dan hasilnya kurang dapat dipercaya. Pengukuran
produksi urin tiap jam merupakan alat monitor yang baik untuk menilai volume sirkulasi darah;
asalkan tidak ada dieresis osmotic (misal glikosuria). Oleh karena itu pasang kateter urin untuk
mengukur produksi urin. Pemberian cairan cukup untuk dapat mempertahankan produksi urin
1,0 mL/kgBB/jam pada anak-anak dengan berat badan 30 kg atau kurang, dan 0,5-1
ml/kgBB/jam pada orang dewasa.
Resusitasi luka bakar yang ideal adalah mengembalikan volume plasma dengan efektif
tanpa efek samping. Kristaloid isotonic, cairan hipertonik, dan koloid telah digunakan untuk
tujuan ini, namun setiap cairan memiliki kelebihan dan kekurangan. Tak satupun dari mereka
ideal, dan tak ada yang lebih superior dibanding yang lain.
1. Kristaloid isotonic
Kristaloid tersedia dan lebih murah dibanding alternative lain. Cairan RL, cairan
Hartmann (sebuah cairan yang mirip dengan RL) dan NaCl 0,9% adalah cairan yang sering
digunakan. Ada beberapa efek samping dari kristaloid: pemberian volume NaCl 0,9%
yang besar memproduksi hyperchloremic acidosis, RL meningkatkan aktivasi neutrofil
setelah resusitasi untuk hemoragik atau setelah infuse tanpa hemoragik. RL digunakan oleh
sebagian besar rumah sakit mengandung campuran ini. Efek samping lain yang telah
didemonstrasikan yaitu kristaloid memiliki pengaruh yang besar pada koagulasi.
Meskipun efek samping ini, cairan yang paling sering digunakan untuk resusitasi luka
bakar di Inggris dan Irlandia adalah cairan Hartmann (unit dewasa 76%, unit anak 75%).
Sedangkan RL merupakan tipe cairan yang paling sering digunakan di US dan Kanada.
2. Cairan hipertonik
Pentingnya ion Na di patofisiologi syok luka bakar telah ditekankan oleh beberapa studi
sebelumnya. Na masuk ke dalam sel shingga terjadi edema sel dan hipo-osmolar
intravascular volume cairan. Pemasangan infus cairan hipertonik yang segera telah
dibuktikan meningkatkan osmolaritas plasma dan membatasi edema sel. Penggunaan
cairan dnegan konsentras 250 mEq/L, Moyer at al. mampu mendapatkan resusitasi
fisologis yang efektif dengan total volume yang rendah dibandingkan cairan isotonic pada
24 jam pertama. Namun Huang et al. menemukan bahwa setelah 48 jam pasien yang
diterapi dengan cairan hipertonik atau RL memberikan hasil yang sama. Mereka juga
mendemonstrasikan bahwa resusitasi cairan hipertonik berhuungan dengan peningkatan
insidens gagal ginjal dan kematian. Saat ini, resusitasi dengan cairan hipertonik menjadi
pilihan menarik secara fungsi fisiologis sesuai teorinya, tetapi memerlukan pemantauan
ketat dan resiko hipernatremi dan aggal ginjal menjadi perhatian utama.
3. Koloid
Kebocoran dan akumulasi protein plasma di luar komparemen vaskular memberikan
kontribusi pada pembentukan edema. Kebocoran kapiler bisa bertahan hingga 24 jam
setelah trauma bakar. Peneliti lain menemukan ekstravasasi ekstravasasi albumin berhenti
8 jam setelah trauma bakar. Koloid sebagai cairan hiperosmotik, digunakan untuk
meningkatkan osmolalitas intravascular dan menghentikan ekstravasasi kristaloid.

Anda mungkin juga menyukai