Anda di halaman 1dari 25

1

A. LATAR BELAKANG
Pembangunan subsektor perikanan tangkap diharapkan dapat meningkatkan produksi,
memperluas kesempatan kerja dan kesempatan berusaha, serta dapat memberikan
kontribusi dalam peningkatan kesejahteraan nelayan dan meningkatkan perekonomian
daerah. Satu daerah yang potensial untuk upaya pembangunan subsektor perikanan
tangkap adalah Kabupaten Takalar. Kabupaten Takalar adalah salah satu kabupaten dalam
wilayah Propinsi Sulawesi Selatan yang memiliki luas yakni 566,51 km2 dengan rincian
wilayah yakni berada di lintang selatan 5,30o-5,38o dan bujur timur 119,22o-199,39o.
takalar berbatasan dengan kota Makassar dan Kabupaten Gowa sebelah timur, laut Flores
pada sebelah selatan dan selat Makassar berada disebelah baratnya (Dinas Perikanan
Kabupaten Takalar,2005). Sebagian dari wilayah Kabupaten Takalar merupakan daerah
pesisir pantai, yaitu sepanjang 74 Km meliputi Kecamatan Mangarabombang, Kecamatan
Mappakasunggu, Kecamatan SandraBone, Kecamatan Galesong Selatan, Kecamatan
Galesong Kota dan Kecamatan Galesong Utara.
Kondisi perekonomian suatu daerah dapat tercermin dari total produksi barang dan jasa
yang dihasilkan dari aktivitas ekonomi. Hal ini tergambar dalam besaran nilai PDRB-nya.
Berdasarkan data BPS Kabupaten Takalar (20011), kontribusi sektor perikanan terhadap
PDRB Kabupaten Takalar adalah besar, yaitu sebesar Rp 250.464.830,00 atau sebesar
25,62% dari total nilai PDRB Kabupaten Takalar sebesar Rp 977.443.890,00.
Dimana kabupaten ini memiliki jumlah produksi sekitar 2,18 % dari jumlah produksi total
Provinsi Sulawesi Selatan dan jens ikan yang memiliki kontribusi yang lumayan besar dalam
jumlah produksi Provinsi Sulawesi Selatan adalah ikan tuna sebesar 6,6%, ikan sotong
sebesar 11,32%, ikan layur sebesar 14,62% sedangkan telur ikan terbang sebesar 100%
(berdasarkan Data Jumlah Produksi Perikanan Tangkap Provinsi Sulawesi Selatan, Dinas
Perikanan Provinsi Sulawesi Selatan). Hal tersebut dapat menjadi dasar untuk
mengembangkan subsektor perikanan tangkap agar dapat memberikan kontribusi yang
lebih baik lagi terhadap pembangunan Kabupaten Takalar. Namun bila dibandingkan
dengan sub-sektor perikanan darat jumlah dan nilai produksi di sub-sekor perikanan tangkap
ini masih dibawah jumlah yang dihasilkan oleh sub-sektor perikanan darat. Berdasarkan
uraian tersebut, maka penulis tertarik untuk menganalisis penentuan simpul perikanan di
subsektor perikanan tangkap dalam rangka menjadikan sub-sektor ini menjadi salah satu
leading sector di kabupaten Takalar. Penelitian ini dimaksudkan untuk memberikan
gambaran kepada pemerintah setempat dalam merumuskan strategi pengembangan yang
tepat bagi subsektor perikanan tangkap dalam berkontribusi terhadap pembangunan
Kabupaten Takalar.


2

B. TUJUAN PERENCANAAN
TUJUAN : Menjadikan Sektor Perikanan sebagai leading sector di Kabupaten
Takalar sebagai upaya peningkatan pendapatan masyarakat nelayan di
Kabupaten Takalar.
1. Mengidentifikasi potensi sektor perikanan unggulan di Kabupaten Takalar
Mengidentifikasi perkembangan sektor perikanan di Kabupaten Takalar.
2. Melakukan analisis spasial dan kajian literatur terhadap produksi, pengolahan,
sampai kepada pola distribusi hasil perikanan.
3. Menyusun Konsep Rencana titik simpul sektor perikanan sebagai sektor utama
(leading sector).
JUDUL TUJUAN PENELITIAN JENIS DATA
"PERENCANAAN
SIMPUL SEKTOR
PERIKANAN
KABUPATEN
TAKALAR
DALAM
MENINGKATKAN
PEREKONOMIAN
MASYARAKAT
NELAYAN"
Mengidentifikasi potensi
sektor perikanan tangkap di
Kabupaten Takalar
Produk Domestik Regional
Bruto di Sulawesi Selatan
Produk Domestik Regional
Bruto Kabupaten Takalar di
Kabupaten Takalar
Perkembangan potensi
perikanan budidaya dan
perikanan tangkap
Jumlah Produksi dan nilai
produksi perikanan
Perkembangan jumlah tenaga
kerja sektor perikanan
Kondisi pelabuhan perikanan
tangkap
Kondisi armada perikanan
tangkap

Melakukan analisis spasial
dan kajian literatur terhadap
produksi, pengolahan, sampai
kepada pola distribusi hasil
perikanan
Jumlah Produksi dan
Pengolahan Perikanan terkait
Pola Distribusi (Sektor
Perdagangan dan Sektor
Moda & Transportasi)
Lokasi distribusi lokal/regional
Menyusun Konsep Rencana
titik simpul sektor perikanan
sebagai sektor utama (leading
sector)
RTRW Kabupaten Takalar





3

C. DASAR PERENCANAAN
Pembangunan subsektor perikanan tangkap diharapkan dapat meningkatkan
produksi, memperluas kesempatan kerja dan kesempatan berusaha, serta dapat
memberikan kontribusi dalam peningkatan kesejahteraan nelayan dan meningkatkan
perekonomian daerah. Satu daerah yang potensial untuk upaya pembangunan subsektor
perikanan tangkap adalah Kabupaten Takalar. Kabupaten Takalar yang beribukota di
Pattallassang terletak antara 5PoP3 5PoP38 Lintang Selatan dan 119PoP22
119PoP39 Bujur Timur. Di sebelah timur secara administrasi berbatasan dengan Kabupaten
Gowa dan Jeneponto. Di sebelah utara berbatasan dengan Kabupaten Gowa. Sedangkan di
sebelah barat dan selatan dibatasi oleh Selat Makassar dan Laut Flores. Luas Wilayah
Kabupaten Takalar tercatat 566,51 kmP2P terdiri dari 9 kecamatan dan 93 wilayah
desa/kelurahan. Jarak ibukota Kabupaten Takalar dengan ibukota Propinsi Sulawesi Selatan
mencapai 45 km yang melalui Kabupaten Gowa.. Di Kabupaten Takalar terdapat sebuah
Pelabuhan Rakyat yang merupakan pusat dari kegiatan perikanan tangkap (BPS
Pekalongan 2012).
Jenis unit penangkapan ikan yang banyak di Kabupaten Takalar pada tahun 2011
adalah jaring insang, berjumlah 12280 unit dengan hasil tangkapan sebesar 92% dari total
produksi ikan di Kabupaten Takalar.
Kondisi perekonomian suatu daerah dapat tercermin dari total produksi barang dan
jasa yang dihasilkan dari aktivitas ekonomi. Hal ini tergambar dalam besaran nilai PDRB-
nya. Berdasarkan data BPS Kabupaten Takalar (2011), kontribusi sektor perikanan terhadap
PDRB Kabupaten Takalar adalah besar, yaitu sebesar Rp250.454.083,00 dari total nilai
PDRB Kabupaten Takalar sebesar Rp997.443.889,00.
Berdasarkan data selama lima tahun terakhir, tahun 2007-2011, rata-rata produksi
perikanan per tahun sebesar 57.409.699 kg atau 27,45% dari rata-rata total produksi
provinsi sebesar 4244 ton. Rata-rata nilai produksi perikanan per tahun sebesar
Rp198.020.460,00 atau 25,93. Hal tersebut dapat menjadi dasar untuk mengembangkan
subsektor perikanan tangkap agar dapat memberikan kontribusi yang lebih baik lagi
terhadap pembangunan daerah Kabupaten Takalar. Di Kabupaten Takalar juga terdapat
komoditas hasil tangkapan unggulan yang dapat dijadikan komoditas kunci untuk
pengembangan perikanan tangkap dan perekonomian Kabupaten Takalar. Nilai jual yang
besar dari komoditas unggulan dapat meningkatkan pendapatan nelayan dan kontribusi
pada perekonomian Kabupaten Takalar. Berdasarkan uraian tersebut, maka perencna
tertarik untuk mengetahui peran subsektor perikanan tangkap terhadap pembangunan
daerah dan komoditas hasil tangkapan unggulan yang ada di Kabupaten Takalar.
Selanjutnya, dapat dilihat besar kontribusi dan peran subsektor perikanan tangkap terhadap
perekonomian di Kabupaten Takalar dan jenis komoditas hasil tangkapan unggulan yang
4

dapat dikembangkan dan dijadikan sebagai komoditas basis pada subsektor perikanan
tangkap di Kabupaten Takalar. Perencanaan ini dimaksudkan untuk memberikan gambaran
kepada pemerintah setempat dalam merumuskan strategi pengembangan yang tepat bagi
subsektor perikanan tangkap dalam berkontribusi terhadap pembangunan Kabupaten
Takalar.
Namun sayangnya potensi perikanan di Kabupaten Takalar yag sangat besar tidak
ditunjang dengan sarana dan prasarana yang memadai sehingga kesajahteraan nelayan di
kabupaten ini sangat minim. Untuk meningkatkan sektor ini diperlukan perancanaan simpul
pemasaran dan produksi sehingga dengan sendirinya akan meningkatkan pendapatann
nelayan melalui investasi yang dilakukan para investor.

D. LANDASAN TEORI
D.1 Pembangunan Wilayah
Wilayah didefinisikan sebagai suatu unit geografi yang membutuhkan organisasi dan
pengaturan ruang dan waktu dalam pemanfaatan segala kekayaannya (Budiharsono
2005). Ilmu pembangunan wilayah merupakan disiplin ilmu yang mencakup berbagai
teori dan ilmu terapan, misalnya geografi, ekonomi, sosiologi, matematika, statistika,
ilmu politik, perencanaan daerah dan ilmu lingkungan. Pembangunan wilayah bukan
hanya merupakan pendisagregasian pembangunan nasional, karena pembangunan
wilayah mempunyai filsafat, peranan dan tujuan yang berbeda. Dalam
perkembangannya, wilayah lebih mendekati ilmu ekonomi. Perbedaan pokok antara ilmu
ekonomi dengan ilmu pembangunan wilayah terletak pada perlakuan terhadap dimensi
spasial (Budiharsono 2005).
Pentingnya ilmu pembangunan wilayah dalam konteks pembangunan di Indonesia
pada umumnya, di wilayah pesisir dan lautan pada khususnya, menurut Budiharsono
(2005) dikarenakan oleh beberapa faktor, antara lain:
1) Indonesia merupakan negara kepulauan, pembangunannya terkonsentrasi di Pulau
Jawa, Sumatera, Sulawesi dan sebagian Kalimantan. Konsentrasi pembangunan
yang ada akan menimbulkan berbagai masalah yang berdimensi wilayah;
2) Pembangunan masa lalu lebih menitikberatkan pada eksploitasi daratan daripada
lautan;
3) Letak geografis Indonesia dipengaruhi oleh perbedaan faktor geologis dan ekologis,
ini menyebabkan keanekaragaman lingkungan yang lebih mempengaruhi
sumberdaya alam dari aspek kuantitas maupun kualitasnya;
4) Keanekaragaman atau keragaman cultural;
5) Sifat pembangunan politik di Indonesia;
5

6) Adanya kebijakan otonomi daerah, diharapkan pemerintah daerah dapat
membangun sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan sendiri; dan
7) Pembangunan Indonesia masih bersifat sektoral.
Pembangunan wilayah dalam perkembangannya mendekati ilmu ekonomi. Ruang
menjadi perbedaaan yang mendasar antara pembangunan wilayah dan ilmu ekonomi.
Pembangunan wilayah menjelaskan tentang aktivitas produksi yang dilaksanakan. Oleh
karena itu, penggunaan analisis ekonomi lebih tepat apabila ditempatkan pada suatu
wilayah (Budiharsono 2005).
Arus pendapatan yang masuk ke dalam suatu wilayah akan menyebabkan kenaikan
konsumsi maupun kenaikan investasi dalam wilayah, yang dapat meningkatkan
pendapatan dan kesempatan kerja (Kadariah 1985). Daya dukung dan kelestarian
lingkungan laut mempunyai pengaruh yang penting, di samping pendayagunaan potensi
kelautan dan pemeliharaan kelestarian. Fungsi mutu lingkungan semakin tumbuh dan
berkembang. Subsektor perikanan tangkap memiliki nilai tambah dan nilai tukar yang
cukup tinggi jika dibandingkan dengan subsektor lainnya. Hal tersebut yang mendorong
Bappeda Pekalongan untuk lebih memusatkan pembangunan perikanan dalam
perencanaan daerah di setiap tahunnya.
D.2 Teori Growth Pole
Sebagaimana diketahui bahwa potensi dan kemampuan masing-masing wilayah
berbeda-beda satu sama lainnya, juga masalah pokok yang dihadapinya tidak sama
sehingga usaha-usaha pembangunan sektoral yang akan dilaksanakan harus
disinkronisasikan dengan usaha-usaha pembangunan regional. Teori lokasi klasik
ternyata tidak berlaku secara sempurna karena beranggapan bahwa semua kegiatan
berlangsung diatas permukaan (surface) yang sama, perbedaan geografis dianggap
tidak ada, fasilitas transportasi terdapat ke segala jurusan, bahan mentah (baku)
industri, pengetahuan teknis dan kesempatan produksi adalah seragam di seluruh
wilayah. Sebagai akibat dari ketidaksempurnaan pendekatan klasik tersebut kemudian
timbullah permikiran baru yaitu teori kutub pertumbuhan (growth pole). Teori Francois
Perroux ini menyatakan bahwa pembangunan atau pertumbuhan tidak terjadi di semua
wilayah akan tetapi terbatas hanya pada beberapa tempat tertentu dengan variabel
yang berbeda-beda intensitasnya. Mengikuti pendapat Perroux tersebut, Hirschman
mengatakan bahwa untuk mencapai tingkat pendapatan yang lebih tinggi harus
dibangun sebuah atau beberapa buah pusat kekuatan ekonomi dalam wilayah suatu
negara atau yang disebut sebagai pusatpusat pertumbuhan (growth point atau growth
pole). Menurut Perroux terdapat elemen yang sangat menentukan dalam konsep kutub
pertumbuhan yaitu pengaruh yang tidak dapat dielakkan dari suatu unit ekonomi
terhadap unit-unit ekonomi lainnya. Pengaruh tersebut semata-mata adalah
6

dominasi ekonomi yang terlepas dari pengaruh tata ruang geografis dan dimensi tata
ruang. Perusahaan-perusahaan yang menguasai dominasi ekonomi tersebut pada
umumnya adalah industri besar yang mempunyai kedudukan oligopolistis dan
mempunyai pengaruh yang sangat kuat terhadap kegiatan para langganannya.
Pandangan Perroux mengenai proses pertumbuhan adalah konsisten dengan teori
tata ruang ekonomi (economic space theory), dimana industri pendorong dianggap
sebagai titik awal dan merupakan elemen esensial untuk pembangunan selanjutnya.
Disini Perroux lebih menekankan pada aspek pemusatan pertumbuhan. Meskipun ada
beberapa perbedaan penekanan arti industri pendorong akan tetapi ada tiga ciri dasar
yang dapat disebutkan yaitu :
1. Industri pendorong harus relatif besar kapasitasnya agar mempunyai pengaruh kuat
baik langsung maupun tidak langsung terhadap pertumbuhan ekonomi.
2. Industri pendorong harus merupakan sektor yang berkembang dengan cepat.
3. Jumlah dan intensitas hubungannya dengan sektor-sektor lainnya harus penting
sehingga besarnya pengaruh yang ditimbulkan dapat diterapkan kepada unit-unit
ekonomi lainnya.
Dari sisi tata ruang geografis, industri-industri pendorong dan industri-industri yang
dominan mendorong terjadinya aglomerasi-aglormerasi pada kutub-kutub pertumbuhan
dimana mereka berada. Jelaslah bahwa industri pendorong mempunyai peranan
penting dalam proses pertumbuhan ekonomi.
Teori Growth Pole atau Teori Kutub Pertumbuhan yang diformulasikan oleh Perroux
menggambarkan pusat-pusat pertumbuhan yang bersifat keruangan abstrak, sebagai
tempat kekuatan sentrifugal dan sentripetal yang hanya terdapat di suatu tempat kegiatan
ekonomi yang dinamis yang tercipta di dalam dan di antara sektor-sektor ekonomi.
Pusat pertumbuhan harus memiliki empat ciri, yaitu adanya hubungan intern antara berbagai
macam kegiatan yang memiliki nilai ekonomi, adanya multiplier effect (unsur pengganda),
adanya konsentrasi geografis, dan bersifat mendorong pertumbuhan daerah belakangnya
(Tarigan, 2005 : 162).
Kutub Pertumbuhan dapat dilihat dengan dua cara yaitu:
1. Secara Fungsional
Suatu lokasi konsentrasi kelompok usaha atau cabang industri yang sifat
hubungannya memiliki unsur-unsur kedinamisan sehingga mampu menstimulasi
kehidupan ekonomi baik kedalam maupun keluar (daerah belakangnya).
2. Secara Gografis
Suatu lokasi yang banyak memiliki fasilitas dan kemudahan sehingga menjadi pusat
daya tarik ( pole of attraction ) yaang menyebabkan berbagai macam usaha tertarik
7

untuk berlokasi disitu dan masyarakat senang datang memanfaatkan fasilitas yang
ada dikota.
Inti teori Perroux
1. Dalam proses pembangunan akan timbul industri unggulan yang merupakan
industri penggerak utama dalam pembangunan suatu daerah. Keterkaitan
industri sangat erat , maka perkembangan indsutri unggulan akan
mempengaruhi perkembangan industri lain yang berhubungan dengan industri
unggulan.
2. Pemusatan industri pada satu daerah akan mempercepat pertumbuhan
perekonomian karena akan menciptakan pola konsumsi yang berbeda antar
daerah.
3. Perekonomian merupakan gabungan dari system industri yang relative aktif
(unggulan) dengan industri yang relative pasif atau industri yang tergantung
industri unggulan.
D.3 Konsep Basis Ekonomi
Menurut Glasson (1977), perekonomian regional dapat dibagi menjadi dua sektor,
yaitu kegiatan basis dan kegiatan non basis. Kegiatan basis (basic activities) adalah
kegiatan yang mengekspor barang dan jasa ke tempat di luar batas-batas perekonomian
masyarakat yang bersangkutan, atau yang memasarkan barang dan jasanya kepada
orang yang datang dari luar perbatasan perekonomian masyarakat yang bersangkutan.
Kegiatan bukan basis (non-basic activities) adalah kegiatan yang menyediakan barang-
barang yang dibutuhkan oleh orang yang bertempat tinggal di dalam batas-batas
perekonomian masyarakat yang bersangkutan. Kegiatan ini tidak mengekspor barang
jadi, luas lingkup produksi dan daerah pasar terutama bersifat lokal.
Budiharsono (2005) mengatakan bahwa terdapat dua metode pengukuran yang
dapat digunakan untuk mengetahui apakah suatu sektor merupakan sektor basis atau
non basis, yaitu (1) metode pengukuran langsung dan (2) metode pengukuran tidak
langsung. Metode pengukuran langsung dapat dilakukan dengan survei langsung untuk
mengidentifikasi sektor mana yang merupakan sektor basis. Metode ini dapat
menentukan sektor basis dengan tepat. Namun, metode ini memerlukan biaya, waktu
dan tenaga kerja yang banyak.
Mengingat hal tersebut, maka sebagian besar pakar ekonomi wilayah menggunakan
metode pengukuran tidak langsung. Beberapa metode pengukuran tidak langsung, yaitu
; (1) metode melalui pendekatan asumsi ; (2) metode location quotient ; (3) metode
kombinasi (1) dan (2); dan (4) metode kebutuhan minimum. Dari keempat metode di
atas, yang lebih baik digunakan dalam menentukan apakah sektor tersebut basis atau
tidak, adalah menggunakan metode Location Quotient (Budiharsono 2005).
8


D.4 Analisis Shift Share
Analisis ini bertujuan untuk mengetahui kontribusi sektor perikanan terhadap
PDRB (Swasono dan Endang diacu dalam Mulyani, 1997). Sumbangan sektor
perikanan terhadap PDRB setiap tahun. Adapun rumus dari shift share ini adalah:


Keterangan :
Pi : Besarnya kontribusi pada tahun i
Si : PDRB sektor perikanan pada tahun i
Ti : Total PDRB pada Tahun i

D.5 Analisis LQ
Metode Location Quotient Dirumuskan sebagai berikut :



Kriteria pengukuran LQ menurut Bendavid Val, (1991:74, Kuncoro, 2002) yaitu bila
LQ >1 berarti tingkat spesialisasi sektor tertentu di tingkat daerah lebih besar dari sektor
yang sama ditingkat nasional. Bila LQ < 1 berarti tingkat spesialisasi sektor tertentu di
tingkat daerah lebih kecil dari sektor yang sama di tingkat nasional, dan bila LQ = 1 :
berarti tingkat spesialisasi sektor tertentu pada tingkat daerah sama dengan sektor yang
sama pada tingkat nasional.
Bila nilai LQ > 1 berarti subsektor tersebut merupakan sub sektor unggulan di daerah
dan potensial untuk dikembangkan sebagai penggerak perekonomian daerah. Apabila
Pi = Si/Ti X 100%
9

LQ < 1 berarti subsektor tersebut bukan merupakan subsektor unggulan dan kurang
potensial untuk dikembangkan sebagai penggerak perekonomian daerah.

E. DATA DAN ANALISIS
E.1 DATA
E.1.1. Produk Domestik Regional Bruto Atas Dasar Harga Konstan 2000
Kabupaten Takalar Tahun 2007-2010 (Juta Rupiah)



























Berdasarkan data selama lima tahun terakhir, tahun 2007-2011, rata-rata
produksi perikanan per tahun sebesar 57.409.699 kg atau 27,45% dari rata-rata
total produksi provinsi sebesar 4244 ton. Rata-rata nilai produksi perikanan per
10

tahun sebesar Rp198.020.460,00 atau 25,93. Hal tersebut dapat menjadi dasar
untuk mengembangkan subsektor perikanan tangkap agar dapat memberikan
kontribusi yang lebih baik lagi terhadap pembangunan daerah Kabupaten Takalar.

E.1.2. Jumlah Produksi Sektor Perikanan di Kabupaten Takalar
Tabel Jumlah Produksi Sektor Perikanan di Kabupaten Takalar
NO KECAMATAN
JUMLAH PRODUKSI
PERIKANAN MENURUT
JENIS PERAIRAN (TON)
JUMLAH
DARAT LAUT
1 MANGARABOMBANG 158.675 637 159.312
2 MAPPAKASUNGGU 150.507 509 151.016
3 SANROBONE 127.000 424 127.424
4
POLONGBANGKENG
SELATAN
0
0 0
5 PATTALLASSANG 473 0 473
6
POLONGBANGKENG
UTARA
0
0 0
7 GALESONG SELATAN 822 467 1.289
8 GALESONG 779 934 1.713
9 GALESONG UTARA 46.131 1.273 47.404

JUMLAH 484.387 4.244 488.631
Sumber : Data Dinas Perikanan Kabupaten Takalar Tahun 2012
KET.
-Perairan Darat meliputi Seluruh Hasil Tambak dan Budidaya Rumput Laut
-Perairan Laut meliputi Seluruh Hasil Tangkap di Laut
Jumlah produksi perikanan paling banyak di Kabupaten Takalar terdapat di
Kecamatan Mangarabombang yaitu sebanyak 159.018 ton dengan jumlah
produksi perairan darat yang mendominasi (158.675 ton) dengan produksi yang
paling banyak yaitu Bandeng dan Rumput Laut.
Untuk basis Perairan Laut terdapat di Kecamatan Galesong Utara (1.273
ton) dengan menghasilkan ikan kembung sebagai jumlah produksi terbanyak (139
ton). Sedangkan ada tiga Kecamatan yang sama sekali tidak menghasilkan di
perairan laut ini yaitu Kecamatan Palongbangkeng Selatan, Patalassang, dan
Polongbangkeng Utara.
Kecamatan Patalassang menjadi daerah yang paling sedikit mempunyai hasil
produksi perikanan yaitu 473 yang berasal dari perikanan darat.


11

E.1.3. Jumlah Produksi Sektor Perikanan menurut Jenis Tangkapan di
Kabupaten Takalar
E.1.4. Pola Distribusi Perikanan Tangkap di Kabupaten Takalar
SKEMA Pola distribusi Perikanan Tangkap Kabupaten Takalar
Kecamatan Mappakasunggu, Mangarabombang











Kecamatan Galesong








Kecamatan Galesong Utara












Sumber: Berdasarkan Hasil Wawancara: Kepala Dinas Perikanan Dan Kelautan
Bagian Perikanan Tangkap dan Nelayan Setempat, November 2013
Nelayan
Pengumpul
Dijual melalui
pasar skala kecil
Pengumpul Skala lebih
Besar
Industri Pegolahan
Pedagang maupun
konsumen di dalam
Wilayah Kab. Takalar
Nelayan
Pengumpul
Pengumpul Skala
lebih Besar
Industri
Pegolahan
Nelayan
Dijual melalui
kegiatan
pelelangan
Pedagang yang
berasal dari
berbagai Wilayah
seperti Kota
Makassar,
Kab.Gowa dan
Kab. Takalar.
Pengumpul
Industri
Pengolahan
Pengumpul
Skala lebih
Besar
Konsumen
Kota Makassar
Konsumen
Kabupaten
Gowa
Konsumen
Kabupaten
Takalar
12

E.1.5. Perhitungan Loqation Quitent (LQ) di Kabupaten Takalar























Analisis LQ pada tabel berikut menunjukkan komoditas unggulan di perikanan
tangkap Kabupaten Takalar. Kecamatan Galesong Utara memiliki 23 jenis komoditi
unggulan di sektor perikanan tangkap dengan jumlah 23 jenis ikan dan disusul oleh
Kecamatan Mappakasunggu dengan 22 jenis ikan, Kecamatan Mangarabombang
dengan 21 jenis ikan, Kecamatan Sanrabone dan Galesong Selatan dengan 17
jenis ikan, dan Kecamatan Galesong dengan 22 jenis ikan yang menjadi komoditas
unggulan.
Tabel Analisis Loqation Quotient (LQ) di Kabupaten Takalar
Sumber: data diolah menggunakan analisis LQ oleh perencana pada November 2013.

13

E.1.6. Banyaknya Alat Penangkap Ikan menurut Jenisnya
Tabel Jenis Alat Penangkap Ikan di Kabupaten Takalar Menurut Kecamatan











Sumber: Data BPS dan Dinas Perikanan Kabupaten Takalar
Pada data tersebut ditemukan bahwa Jenis Alat Penangkap menggunakan Jaring Insang (Gilnnet) yang paling banyak digunakan
oleh para nelayan di Kabupaten Takalar dengan daerah Kecamatan Galesong Utara sebagai pengguna terbanyak sebesar 3.684
buah dan total keseluruhan jaring insang yang digunakan di seluruh kabupaten adalah 12.280 buah.
Di samping ini adalah dua macam teknik
penggunaan Gillnet yang kerap digunakan
oleh Nelayan di Kabupaten Takalar yaitu
Drift Gillnet dan Bottom Gillnet
14

E.1.7. Banyaknya Nelayan Di Kabupaten Takalar
Tabel Jumlah Nelayan Perikanan Tangkap
KECAMATAN
JUMLAH
NELAYAN
1
2
1 MANGARABOMBANG 513
2 MAPPAKASUNGGU 641
3 SANROBONE 108
4
POLONGBANGKENG
SELATAN

5 PATTALLASSANG
6 POLONGBANGKENG UTARA
7 GALESONG SELATAN 1201
8 GALESONG 876
9 GALESONG UTARA 1873
KABUPATEN
TAKALAR
2012
5212
2011 17080
2010 17080

Jumlah nelayan di Kabupaten Takalar pada Tahun 2012 sebanyak 5.212
orang. Mengalami penurunan sebesar 11.868 pada Tahun 2012. Menurut
Data BPS Perikanan Takalar jumlah nelayan yang paling banyak bertempat
tinggal di Galesong Selatan yaitu sebanyak 1.201 orang.

E.1.8. Jumlah dan Jenis Perahu Yang Digunakan Nelayan di Kabupaten
Takalar
Tabel Jumlah dan Jenis Perahu Yang Digunakan Nelayan di Kabupaten Takalar

Sumber: Data BPS dan Dinas
Perikanan Kabupaten Takalar

Sumber: Data BPS dan Dinas Perikanan Kabupaten Takalar

15


E.1.9. Hirarki Pusat Kota Kabupaten Takalar Sesuai Dengan Peran Fungsi
Utama
Tabel Hirarki Pusat Kota Kabupaten Takalar Sesuai Dengan Peran Fungsi Utama
HIRARKI/ORDE
PUSAT
KOTA
PERAN FUNGSI
UTAMA
PERAN FUNGSI
PENUNJANG
IST
RERAT
A
ORDE PERTAMA
Patallasang/PATTALASSANG
PP1
Sub Pusat
Pengembangan
Sulbar
Pusat
Pemerintahan
Regional
Pusat
Pelayanan
Sosial dan
Ekonomi
Pusat
Pelayanan
Kepelabuhanan
Pusat Industri
Perikanan
Perdagangan
Regional
Sistem
Transportasi
Regional
Perikanan
Terpadu
Industri Jasa
Kemaritiman
Jasa
Kepariwisataan
Permukiman
Jasa
Kepelabuhanan
Agroindustri dan
Agrobisnis
Hasil Pertanian
1.300
ORDE KEDUA
1) Galesong
Kota/Galesong
2) Cilallang/Mapakkasun
gu
PP2
Pusat
Pemerintahan
Kecamatan
Pusat
Pelayanan
Sosial
dan Ekonomi
kecamatan
Pusat
Pelayanan
Kepelabuhan-
Pariwisata
Perdagangan
Lokal
Transportasi
Lokal
Jasa
Kepariwisataan
Perikanan Laut
Jasa
Kepelabuhanan
Permukiman
Hasil Pertanian
300
ORDE KETIGA
1) Mengadu/MANGARA
BOMBANG
2) Palleko/POLOMBANG
KENG UTARA
3) Bonto
Kassi/POLOMBANGK
ENG SELATAN
4) Sonro
Bone/SANRBONE
5) Bonto
Lebang/GALESONG
UTARA
6) Bonto
Kassi/GALESONG
SELATAN
PP3
Pusat
Pemerintahan
Kecamatan
Pusat
Pelayanan
Sosial
dan Ekonomi
kecamatan
Pusat Industri
Rakyat
Industri Kecil
Rakyat
Hasil-hasil
Pertanian
Hasil-Hasil
Perkebunan
Jasa
Kepariwisataan
Permukiman
Perikanan darat
dan laut
250
250
Sumber: RTRW Kabupaten Takalar 2013






16

E.2 ANALISIS
E.2.1. Analisis Shift share
Analisis shift share diperoleh dari rasio antara PDRB sektor pada tahun i
dengan total PDRB sektor pada tahun yang sama dikalikan seratus persen. Tabel
dibawah memperlihatkan kontribusi sektor dalam perekonomian Kabupaten
Takalar dari tahun 2007-2011.
Struktur perekonomian Kabupaten Takalar pada tahun 2007 merupakan
stuktur yang didominasi oleh sektor pertanian 47,50%; Jasa-jasa 15,18%; dan
Prdagangan, Hotel dan Restoran 10,91%.
Pada tabel dibawah ini dapat dilihat bahwa sektor perikanan memiliki
kontribusi yang cukup besar yaitu sekitar 21,45% sampai 25,74% hal ini
disebabkan Kabupaten Takalar dalam hal perikanan tidak hanya mengacu pada
perikanan darat tetapi juga perikanan laut. Nilai kontribusi perikanan dikabupaten
ini juga terus mengalami peningkatan. Dalam kurun waktu 5 tahun terakhir
peningkatan kontibusi bertambah sekitar 14,17%.
Tabel. Kontribusi Sekor Dalam Perekonomian Kabupaten Takalar Tahun
2007-2011 (%)
Lapangan Usaha 2007 2008 2009 2010 2011
1. Pertanian 47,50 47,36 47,19 51,45 47,85
1.1 Pertanian Tanaman Pangan 19,96 19,68 19,39 19,52 16,70
1.2 Perkebunan 4,09 3,99 3,87 4,06 3,61
1.3 Peternakan 1,99 1,92 1,86 2,11 1,90
1.4 Kehutanan 0,02 0,02 0,02 0,02 0,01
1.5 Perikanan 21,45 21,75 22,04 25,74 25,62
2. Pertambangan dan Penggalian 0,72 0,67 0,65 0,69 0,62
3. Industri Pengolahan 8,57 8,35 8,03 0,05 7,44
4. Listik Gas dan Air Bersih 1,11 1,15 1,18 1,35 1,31
5. Konstruksi 5,23 5,21 5,18 5,53 5,02
6. Perdagangan, Hotel & Restoran 10,91 11,03 11,16 12,15 11,27
7. Pengangkutan dan Komunikasi 4,77 4,68 4,69 4,98 4,52
8. Keuangan, Persewaan dan Jasa 6,01 6,06 6,12 6,66 6,18
9. Jasa-jasa 15,18 15,50 15,80 17,14 15,81


E.2.2. Analisis Location Quentient Perikanan Tangkap berdasarkan
Jumlah Produksi Kabupaten Takalar
Komoditas unggulan dapat ditentukan dengan melakukan perhitungan
terhadap volume produksi dari subsektor perikanan tangkap. Perhitungan
dilakukan dengan menggunakan metode analisis Location Quentient (LQ).
Analisis dalam penentuan hasil tangkapan unggulan yaitu dengan cara
Sumber : Produk Domestik Regional Bruto Kabupaten Takalar, Tahun 2007-2011, diolah

17

membandingkan hasil (jumlah produksi) tangkapan di Kabupaten Takalar
dengan hasil tangkapan kecamatan-kecamatan yang berada di kabupaten
tersebut.
Dari hasil perhitungan LQ tersebut diketahui kecamatan Galesong Utara
memiliki komoditas unggulan perikanan tangkap terbanyak yaitu sebanyak 23
komoditi dengan nilai LQ>1, komoditi unggulan tersebut ialah paperek,
bambangan, kerapu, lencang, kurisi, cucut dan ikan lainnya (Lihat Peta Potensi
Perikanan Tangkap). Sedangkan Kecamatan Mappakasunggu memiliki 22
komoditi unggulan, Kecamatan Mangarabombang memiliki 21 komoditi
unggulan, Kecamatan Sanrobone memiliki 17 komoditi unggulan dan Kecamatan
Galesong memiliki 12 komoditi unggulan. Nilai LQ>1 menunjukkan sektor
perikanan unggulan yang dapat dikembangkan di kecamatan-kecamatan
tersebut.
E.2.3. Analisis LQ Sektor Berdasarkan Indikator Tenaga Kerja
Nilai LQ tenaga kerja dihitung dengan membandingkan antara kontribusi
penyerapan tenaga pada sektor perikanan di kecamatan-kecamatan yang
berada di Kabupaten Takalar dengan kontribusi penyerapan tenaga kerja pada
sektor perikanan Kabupaten Takalar. Nilai LQ lebih atau kurang dari satu
menunjukkan bahwa suatu sektor dapat menyerap tenaga kerja dan membuka
lapangan pekerjaan baru atau tidak di bidang perikanan.
Untuk perikanan laut yang memiliki nilai LQ>1 adalah kecamatan Galesong
Utara, Galesong Selatan dan Galesong (Lihat: Tabel Analisis LQ atau Peta
Potensi Perikanan Tangkap). Sedangkan untuk perikanan tambak adalah
kecamatan Pattalassang, kecamatan Mappakasunggu, kecamatan Sanrobone
dan kecamatan Mangarabombang. Untuk budidaya rumput laut yang memiliki
nilai LQ>1 adalah kecamatan Mangarabombang, kecamatan Galesong dan
kecamatan Sanrbone. Nilai LQ>1 menunjukkan bahwa kecamatan-keecamatan
tersebut merupakan sektor basis dalam penyediaan kesempatan kerja. Hal ini
mengindikasikan bahwa sektor prikanan dapat menciptakan kesempatan kerja di
Kabupaten Takalar.





18

Tabel. Nilai Location Quitent (LQ) sektor perikanan menurut indikator
jumlah tenaga kerja
KECAMATAN
LQ
LAUT
1 MANGARABOMBANG 0,45
2 MAPPAKASUNGGU 0,48
3 SANROBONE 0,17
4
POLONGBANGKENG
SELATAN 0
5 PATTALLASSANG 0
6 POLONGBANGKENG UTARA 0
7 GALESONG SELATAN 1,95
8 GALESONG 1,05
9 GALESONG UTARA 2,99


E.2.4. Keterkaitan Teori Basis Ekspor dengan Perikanan di Kabupaten
Takalar
Teori pertumbuhan regional berbasis ekspor menerangkan bahwa beberapa
aktivitas di suatu daerah adalah basis dalam arti bahwa pertumbuhannya
menimbulkan dan menentukan pembangunan menyeluruh daerah itu,
sedangkan aktivitas-aktivitas lain (non basic) merupakan konsekuensi dari
pembangunan menyeluruh tersebut. Sektor perikanan di Kabupaten Takalar
merupakan faktor yang paling berkembang baik dari kontribusi ke PDRB
Kabupaten Takalar maupun dari jumlah produksi yang dihasilkan oleh sektor ini.
Di kabupaten ini memiliki sekitar 22 komoditi unggulan dari sektor perikanan
tangkap atara lain paperek, bambangan, kerapu, lencang, kurisi, cucut dan jenis
ikan lainnya.
Dimana kabupaten ini memiliki jumlah produksi sekitar 2,18 % dari jumlah
produksi total Provinsi Sulawesi Selatan dan jens ikan yang memiliki kontribusi
yang lumayan besar dalam jumlah produksi Provinsi Sulawesi Selatan adalah
ikan tuna sebesar 6,6%, ikan sotong sebesar 11,32%, ikan layur sebesar
14,62% sedangkan telur ikan terbang sebesar 100% (berdasarkan Data Jumlah
Produksi Perikanan Tangkap Provinsi Sulawesi Selatan, Dinas Perikanan
Provinsi Sulawesi Selatan). Sehingga kabupaten ini memiliki peluang yang
Sumber : Badan Pusat Statistik Kabupaten Takalar, Tahun 2013, diolah

19

sangat besar untuk mengadakan kegiatan ekspor baik merupakan skala regional
maupun skala antar pulau.Menurut teori basis ekonomi menyatakan bahwa
faktor penentu utama pertumbuhan ekonomi suatu daerah adalah berhubungan
langsung dengan permintaan akan barang dan jasa dari luar daerah.
Pertumbuhan industri-industri yang menggunakan sumberdaya lokal, termasuk
tenaga kerja dan bahan baku untuk diekspor, akan menghasilkan kekayaan
daerah dan penciptaan peluang kerja (job creation) sehingga dapat
meningkatkan pendapatan daerah di Kabupaten Takalar.

E.2.5. Keterkaitan Teori Growth Pole dengan Perikanan di Kabupaten
Takalar
Teori Growth Pole atau Teori Kutub Pertumbuhan yang diformulasikan oleh
Perroux menggambarkan pusat-pusat pertumbuhan yang bersifat keruangan
abstrak, sebagai tempat kekuatan sentrifugal dan sentripetal yang hanya
terdapat di suatu tempat kegiatan ekonomi yang dinamis yang tercipta di dalam
dan di antara sektor-sektor ekonomi.
Teori Kutub Pertumbuhan juga telah menyetuh salah satu Sektor Basis yang
ada di Kabupaten Takalar yaitu Sektor Perikanan. Fenomena ini dapat dilihat
dari dua kutub pertumbuhan di Kabupaten Takalar.Pelelangan ikan di Desa
Beba, Kecamatan Galesong Utara dimana di lokasi tersebut merupakan lokasi
konsentrasi dari pelangan ikan di Kabupaten Takalar yang memiliki unsur
kedinamisan sehingga dapat menstimulasi kehidupan ekonomi di kawasan
tersebut. Adanya pusat pelelangan ikan ini menyebabkan adanya pole of
attraction sehingga menyebabkan berbagai macam usaha tertarik untuk
berlokasi disitu termasuk kegiatan industri. Jumlah industri perikanan di
kecamatan ini merupakan jumlah industri terbanyak yaitu sekitar 66 perusahaan.

E.2.6. Keterkaitan Teori Lokasi dengan Perikanan di Kabupaten Takalar.
Weber menyatakan bahwa lokasi setiap industri tergantung pada totalbiaya
transportasi dan tenaga kerja dimana penjumlahan keduanya harus minimum.
Tempat dimana total biaya transprtasi dan tenaga kerja minimum adalah identik
dengan keuntungan maksimum.
Menurut Weber lokasi yang paling baik yaitu dekat dengan bahan baku.
Industri pengolahan perikanan tangkap terbanyak berada di Kecamatan
Galesong Utara dengan 66 perusahan, banyaknya industri yang berkembang di
kecamatan ini karena kecamatan ini berbatasan dengan laut sehingga
memudahkan dalam pendistribusian bahan baku. Jumlah tenaga kerja di
20

kecamatan ini juga memiliki jumlah tenaga kerja sub-sektor perikanan tangkap
terbanyak yaitu sekitar 1.873 orang.

E.2.7. Analisis Variabel Penentuan Simpul
Berdasarkan analisis teori diatas maka dapat ditentukan Variabel dan Indikator
dalam menentukan simpul pengembangan sektor perikanan budidaya maupun tangkap.
Variabel Indikator
Geografis Jarak Simpul dengan Wilayah Lainnya
Hirarki Pusat Pelayanan
Potensi Perikanan Tangkap Jumlah Produksi
Potensi Industri
Ketenagakerjaan
Sarana dan Prasarana Armada Penangkapan Ikan
Hirarki Jalan
Kondisi Pasar
Kondisi Pelabuhan
Tabel Variabel dan Indikator penentuan simpul sektor perikanan Kabupaten Takalar
Berdasarkan hasil analisis menggunakan Variabel dan Indikator diatas, dapat
ditentukan Kecamatan Galesng Utara sebagai lokasi penempatan simpul
pengembangan sektor perikanan tangkap kabupaten Takalar, melalui pertimbangan
sebagai berikut:
1. Geografis
a. Jarak Simpul dengan Wilayah Lainnya
Kecamatan Galesong Utara merupakan kecamatan yang berbatasan
langsung dengan Kota Makassar dan Kabupaten Gowa. Sehingga memudahkan
dalam kegiatan distribusi hasil perikanan tangkap. (Lihat Peta Analisis dan
Perencanaan)
b. Hirarki Pusat Pelayanan
Menurut Pembagian Strutktur Ruang - RTRW Kabupaten Takalar, Pusat
Pelayanan terbagi atas tiga hirarki, dapat dilihat pada tabel dibawah ini.
Berdasarkan tabel Hirarki Pusat Kota Kabupaten Takalar Sesuai Dengan
Peran Fungsi Utama pada halaman 15 dapat dilihat bahwa Kecamatan
Galesong Utara termasuk dalam Wilayah Pengembangan 3 (PP3), yang memiliki
peran fungsi utama sebagai Pusat Pelayanan Sosial dan Ekonomi, dimana
memungkinkan untuk terjadinya pengembangan pasar/pelelangan ikan. Salah
satu peran fungsi penunjang adalah Pengembangan Industri Kecil Perikanan
Laut bagi para nelayan sehingga dapat mengangkat kesejahteraan untuk para
nelayan.

21


2. Potensi Perikanan Tangkap
a. Jumlah Produksi
Jumlah produksi perikanan tangkap terbanyak berada di Kecamatan
Galesong Utara dengan jumlah tangkapan sebesar 1.273 ton disusul Kecamatan
Galesong dengan jumlah tangkapan sebesar 934 ton.
Kecamatan Galesong Utara memiliki jumlah jenis komoditas unggulan
terbanyak yaitu sebesar 23 jenis komoditi disusul Kecamatan Mappakasunggu
dengan 22 komoditi unguulan dan Kecamatan Mangarabombang dengan 21
komoditi ungulan. Jenis komoditas unggulan didapatkan melalui perhitungan
terhadap volume produksi dari subsektor perikanan tangkap. Perhitungan
dilakukan dengan menggunakan metode analisis Location Quentient (LQ).

b. Potensi Industri
Dalam strategi pengembangan kegiatan dalam Revisi Rencana Tata Ruang
Wilayah (RTRW) Kabupaten Takalar Tahun 2008-2028 disebutkan bahwa
pengembangan industri hasil-hasil perikanan darat dan perikanan laut akan
diselenggarakan di Kecamatan Galesong Utara dan Selatan, Kecamatan
Mappakasunggu.
Industri pengolahan perikanan tangkap terbanyak berada di Kecamatan
Galesong Utara dengan 66 perusahan yang terdiri dari 42 perusahaan
pembuatan pindang ikan, industri pengolahan/pengeringan ikan sebanyak 21
perusahaan dan perusahaan pegolahan telur ikan terbang sebanyak 3
perusahaan. Di kecamatan ini juga terdapat 11 perusahaan pembuatan pukat
dan 1 perusahaan pembuatan es balok. Jadi kecamatan ini sangat potensial
untuk dikembangkan karena adanya kedekatan perindustian dengan bahan baku
sehingga dapat meminimalkan biaya transportasi.

c. Ketenagakerjaan
Ketenagakerjaan memiliki peran strategis dan menduduki posisi sentral dalam
meningkatkan produktivitas dan kinerja suatu sektor terutama sektor prikanan
tangkap. Ketenagakerjaan merupakan aset yang paling berharga dan terpenting,
mengingat peran dan fungsinya sebagai value creating, yang mampu
menghasilkan produk yang mengikuti dinamika perubahan permintaan pasar.
Jumlah tenaga kerja sub-sektor perikanan tangkap yang terbesar berada di
Kecamatan Galesong Utara yaitu sebesar 1.873 orang, kemudian di Kecamatan
22

Galesong Selatan terdapat 1.201 orang. Banyaknya jumlah nelayan dapat
mengindikasikan banyaknya produksi yang dapat dihasilkan dari sub sektor ini.

3. Sarana dan Prasarana
a. Jumlah Armada Penangkapan Ikan
Armada penangkapan ikan juga merupakan salah satu indikator untuk
meningkatkan jumlah produksi perikanan. Jumlah armada penangkapan ikan
terbanyak berada di Kecamatan Galesong Utara yaitu sebanyak 1.047 unit yag
terdiri dari 40 perahu tanpa motor, motor tempel sebesar 486 unit dan kapal
motor sebesar 521 unit. Kecamatan ini juga memiliki 12 jenis alat penangkapan
dengan jumlah terbanyak diantara semua kecamatann yaitu sekitar 10.200 unit.
Dalam RTRW moda transportasi laut untuk kegiatan perikanan di Kabupaten
Takalar ditunjang oleh beberapa pelabuhan rakyat dan pelabuhan pendaratan
ikan (PPI). Salah satu pelabuhan pelabuhan pendaratan ikan yang direncanakan
oleh pemerintah Kabupaten Takalar adalah di Dusun Beba Desa Tamasaju
Kecamatan Galesong Utara.

b. Hirarki Jalan
Kabupaten Takalar memiliki tiga jenis klasifikasi jalan yaitu jalan kolektor
primer, kolektor sekunder dan jalan lokal. Kecamatan Galesong Utara memiliki
dua jenis jaringan jalan yaitu jaringan jalan Kolektor dan jaringan jalan kolektor
sekunder dan jarigan jalan lokal. Jalan kolektor sekunder di kecamatan ini
memiliki lebar sekitar 5 meter. Jalan ini sebenarnya tidak dapat dikatakan jalan
kolektor sekunder karena jalan kolektor sekunder memiliki lebar badan jalan
minimal 9 meter. Namun dalam RTRW diketahui bahwa akan ada pembangunan
dan peningkatan jalan kolektor yang merupakan penghubung antara jalan poros
Takalar dengan Trans Sulawesi koridor Barat untuk mendukung sektor-sektor
produksi, guna meningkatkan produktivitas sektor unggulan.

c. Kondisi Pasar
Terdapat tiga Tempat Pendaratan Ikan (TPI) di Kabupaten Takalar yaitu di
Kecamata Galesong, Galesong Utara dan Kecamatan Mangarabombang.
Tempat Pendaratan Ikan (TPI) di boddia yang berada di Kecamatan Galesong
yang sangat sepi. Padahal TPI ini telah dilengkapi dengan kantor dan beberapa
fasilitas pelayanan untuk nelayan. Terdapat depot BBM, kios bagi nelayan.
Sudah bertahun-tahun area ini jadi andalan promosi pemerintah kabupaten
hingga pusat sebagai sentra perikanan. Namun dapat dilihat jumlah pengunjung,
23

jumlah perahu dan nelayan yang datang ke tempat ini sangat sedikit. Hal
berbeda dapat dilihat di Tempat Pelelangan Ikan Beba yang terdapat di
Kecamatan Galesong Utara TPI Beba merupakan TPI paling sibuk dalam
wilayah Kabupaten Takalar. Puluhan bahkan ratusan perahu silih berganti
datang pusat pelelangan ikan ini. Para pembeli berasal dari Kabupaten Gowa,
Kabupaten Takalar hingga Kota Makassar. Padahal fasilitas yang ada masih
sangat terbatas.








Gambar Kondisi Pelelangan Ikan di Desa Beba pada pagi hari yang diramaikan oleh
aktivitas jual beli Nelayan dan Calon Konsumen, diambil pada Oktober 2013.

d. Kondisi Pelabuhan
Kondisi pelabuhan penangakapan ikan masih minim sarana dan prsarananya.
Oleh karena itu pemerintah kabupaten Takalar akan membangun pelabuhan
penangkapan ikan di Pelabuhan Galesong di Kecamatan Galesong. Konsep
pengembangan pelabuhan PPI mempertimbangkan aksesibilitas terhadap
infrastruktur penunjangnya seperti cold storage, pabrik es, dan industri
pengawetan dan pengalengan ikan







G
Gambar Kondisi Pelabuhan Ikan di Desa Beba pada pagi hari yang tidak terawat, diambil
pada Oktober 2013.

24

F. PERENCANAAN
Daerah penangkapan ikan (fishing ground) sangat penting diketahui oleh nelayan
sebelum melakukan operasi penangkapan ikan, hal ini bertujuan agar operasi penangkapan
ikan dapat berjalan dengan efektif. Pengetahuan daerah penagkapan ikan dapat meliputi
kelimpahan stok, sifat fisik lingkungan perairan, serta distribusi jenis ikan. Penentuan daerah
penangkapan ikan yang dilakukan oleh nelayan umumnya berdasarkan hasil tangkapan
sebelumnya, hal ini pada trip sebelumnya nelayan akan memperoleh hasil tangkapan yang
banyak maka pada trip selanjutnya nelayan akan kembali kedaerah penangkapan yang
sama.
Umumnya nelayan yang ada di Kota Kabupaten Takalar memiliki daerah yang hampir
sama, yaitu perairan pantai Selat Makassar serta Perairan dan Pesisir Kabupaten Takalar
namun tempat pendaratan ikan yang berbeda-beda ini tergantung dari harga ikan di
pelelangan/pasar atau dari tempat pada masing-masing nelayan.
Nelayan melakukam aktifitas penangkapan dengan menggunakan perahu tanpa motor
biasanya daerah penangkapan yang dituju hanya sekitar perairan pantai dengan jarak 1-3
mil, nelayan yang menggunanakan perahu yang dilengkapi mesin penggerak (motor tempel)
daerah penangkapannya sekitar 3-5 mil dan nelayan yang menggunakan kapal motor
biasanya daerah penangkapannya sekitar 6-10 mil atau tergantung di mana nelayan
melakukan operasi penangkapan.
Pangkalan pendaratan ikan beserta dengan prasarananya pada hakekatnya dibangun
sebagai prasarana ekonomi dengan tugas pokok adalah memberikan pelayanan dan
kemudahan kepada para pemakai khususnya nelayan. Sesuai dengan fungsi dan peranan
PPI maka pihak pengelola PPI dituntut selain mampu mengoptimalkan pengelolaan
terhadap fasilitas yang tersedia untuk kepentingan kelangsungan kegiatan perikanan juga
harus mampu menyesuaikan kapasitas fasilitas yang ada dengan perkembangan produksi
perikanan, dengan jasa dan pelayanan yang diberikan PPI diharapkan terjadi peningkatan
berbagai segi usaha kegiatan perikanan, baik yang dilakukan oleh para nelayan maupun
pengelolaan ikan.
Jenis usaha yang dilakukan koperasi dalam membantu nelayan yaitu usaha simpan
pinjam, pertokoan dan peralatan perikanan, menjual bahan bakar, penjualan es, air pam dan
pengelolaan sarana PPI seperti keranjang dan cool box.
(LIHAT PETA PERENCANAAN SIMPUL)





25


G. REFERENSI

1. Budiharsono, Sugeng Dr. Ir. 2005. Teknik Analisis Pembangunan Wilayah Pesisir
Dan Lautan. Jakarta: PT Pradnya Paramita

2. Burhan, Dr. 1989. Perencanaan Stratejik. Jakarta: PT Pustaka Binaman Pressindo

3. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. 1991. Kamus Besar Bahasa Indonesia.
Jakarta: Balai Pustaka

4. Gaspersz, Vincent. 2006. Sistem Manajemen Kerja Terintegrasi Balanced
Scorecard dengan Six Sigma Untuk Organisasi Bisnis dan Pemerintah. Jakarta:
PT Gramedia Pustaka Utama

5. Handayaningrat, Drs. Soewarno. 1984. Admnistrasi Pemerintahan dalam
Pembangunan Nasional. Jakarta: PT Gunung Agung
6. Husein,Umar. 2005. Evaluasi Kinerja Perusahaan. Jakarta: PT Gramedia Pustaka
Utama

7. Juliantara, Dadang. 2004. Maritim, Partnership, dan Pembaruan. Yogyakarta:
Pustaka Jogja Mandiri.

8. Kurniawan, Fitri Lukiastuti, SE, MM dan Muliawan Hamdani, SE. 2008. Manajemen
Stratejik Dalam Organisasi. Yogyakarta: Medpress (IKAPI)

9. Lembaga Administrasi Negara, 2008. Kajian Manajemen Stratejik. Jakarta:
Kedeputian Bidang Diklat SPIMNAS

10. Miles, B dan Michael Huberman, A. 1992. Analisis Data Kualitatif. Jakarta: UI
Press

11. Nazir, Moh Ph.D. 2003. Metode Penelitian. Jakarta: Ghalia Indonesia

12. Patilima, Hamid. 2005. Metode Penelitian Kualitatif. Bandung: CV Alfabeta

13. Rangkuti, Freddy. 2004. Analisis SWOT: Teknik Membedah Kasus Bisnis. Jakarta
: PT. Gramedia Pustaka Utama

14. Riggs, Fred W. 1986. Administrasi Pembangunan: Batas-Batas, Strategi
Pembangunan dan Pembaharuan Administrasi. Jakarta: Rajawali

Anda mungkin juga menyukai