Anda di halaman 1dari 4

ANAEROBIC BAFFLED REACTOR (ABR)

PENDAHULUAN.
Anaerobic Baffled Reactor (ABR) dikembangkan oleh McCarty dan rekan-rekannya di
Universitas Stanford (McCarty, 1981 dalam Wang, 2004). ABR merupakan UASB (Upflow
Anaerobic Sludge Blanket) yang pasang secara seri, namun tidak membutuhkan butiran
(granule) dalam operasinya (Barber and Stucky 1999 dalam Wang, 2004), sehingga
memerlukan periode start-up lebih pendek (Movahedyan, 2007). Serangkaian sekat
vertikal dipasang dalam ABR membuat limbah cair mengalir secara under and over dari
inlet menuju outlet, sehingga terjadi kontak antara limbah cair dengan biomassa aktif
(Nachaiyasit and Stucky, 1997 dalam Movahedyan, 2007). Profil kosentrasi senyawa
organik bervariasi sepanjang ABR sehingga menghasilkan pertumbuhan populasi
mikroorganisme berbeda pada masing-masing kompartemen (Foxon et.al.) tergantung
pada kondisi lingkungan spesifik yang dihasilkan oleh senyawa hasil penguraian
(Nachaiyasit and Stucky, 1997 dalam Bell, 2002). Bakteri dalam bioreaktor mengapung
dan mengendap sesuai karakteristik aliran dan gas yang dihasilkan, tetapi bergerak secara
horisontal ke ujung reaktor secara perlahan sehingga meningkatkan cell retentation time.
Limbah cair berkontak dengan biomassa aktif selama mengalir dalam reaktor, sehingga
efluen terbebas dari padatan biologis (biological solids). Konfigurasi tersebut mampu
menunjukkan tingkat penyisihan COD yang tinggi (Grobicki and Stucky, 1991 dalam Wang,
2004).
Anaerobic Baffled Reactor (ABR) atau biasa dikenal juga dengan Anaerobic Baffled Septic
Tank (ABST) adalah merupakan salah satu reaktor hasil modifikasi septic tank dengan
penambahan sekat-sekat. ABR sendiri merupakan bioreaktor anaerob yang memiliki
kompartemen-kompartemen yang dibatasi oleh sekat-sekat vertikal. ABR mampu atau
dapat mengolah berbagai macam jenis influen/limbah. Umumnya sebuah ABR terdiri dari
kompartemen-kompartemen yang tersusun secara seri.

Gambar 1. Anaerobic Baffled Reactor (ABR)
ABR kurang lebih merupakan penggabungan proses-proses sedimentasi dengan
penguraian lumpur secara parsial dalam kompartemen yang sama, walaupun pada
dasarnya hanya merupakan suatu kolam sedimentasi tanpa bagian-bagian yang bergerak
atau dengan penambahan bahan-bahan kimia. Proses yang terjadi di dalam ruang
pertama ABR adalah biasanya merupakan proses pengendapan dan pada ruang-ruang
berikutnya terjadi proses penguraian akibat kontak antara air limbah dengan
mikroorganisme.
Pada umumnya pengaruh variasi waktu tinggal terhadap tingkat penyisihan parameter
pencemar contohnya COD dan BOD menunjukkan semakin lama waktu tinggal akan
meningkatkan efisiensi penyisihan yang terjadi. Semakin lama waktu kontak antara air
limbah dengan biomassa maka proses degradasi parameter-parameter pencemar organik
dapat berlangsung lebih lama sehingga kinerja rektor akan semakin baik dan konsentrasi
effluent yang dihasilkan juga semakin rendah atau baik.

VARIABEL DESAIN ABR
Variabel-variabel yang perlu diperhatikan dalam desain sistem ABR antara lain :
a. Kecepatan aliran
Kecepatan aliran ke atas setelah kompartemen pertama tidak boleh melebihi 2
m3/m2/jam. Hal tersebut dapat diatasi dengan mendesain ABR yang mempunyai luas
penampang besar dan kedalaman dangkal (Rahayu dan Purnavita, 2008). Cara
tersebut dilakukan untuk menjamin 95 % padatan tetap tinggal dalam kompartemen
guna mengurangi kemungkinan wash out dan mendukung populasi mikroba yang
mampu menangani anaerobic digestion 2 fase (Foxon et al., 2001).
b. Dimensi reaktor
Agar influen limbah terdistribusi merata dan kontak dengan mikroorganisme efisien,
lebar reaktor dianjurkan berkisar antara 0,5-0,6 kedalamannya (Rahayu dan
Purnavita, 2008).
a. Hydraulic Retention Time (HRT)
Nilai HRT terlalu kecil dapat mengakibatkan terjadinya laju pertumbuhan bakteri yang
tidak cukup untuk menghilangkan polutan (Schuner and Jarvis, 2009). HRT
dipersyaratkan dalam pengoperasian ABR adalah lebih dari 8 jam (Indriani dan
Herumurti, 2010). Dengan memperpanjang HRT, kemungkinan terjadinya wash out
menjadi makin kecil. Perbaikan proses hidrolisis senyawa organik dan pembentukan
lumpur anaerob yang lebih stabil juga dapat dilakukan dengan menambah waktu
kontak antara limbah dan mikroorganisme (Pillay et al., 2006).

Selain itu meningkatkan kinerja ABR, perlu dipertimbangkan beberapa aspek yang
berkaitan dengan struktur mikroorganisme yang akan terbentuk dalam reaktor, yaitu :
kecepatan aliran permukaan, waktu kontak, laju pembebanan organik, karakteristik
limbah cair, jenis bibit lumpur yang digunakan, suhu, pH dan alkalinitas, serta keberadaan
polimer dan kation seperti Ca, Mg dan Fe.


MEKANISME PENGOLAHAN ABR

ABR menggabungkan proses sedimentasi dan penguraian lumpur secara parsial dalam
satu kompartemen dengan mekanisme kerja yang terdiri dari :
a. Pengendapan dan pengapungan padatan.
b. Anaerobic digestion padatan terlarut dan tersuspensi melalui kontak antara lumpur
anaerob pada dasar kompartemen dengan air limbah.
c. Anaerobic digestion lumpur yang berada dalam dasar tangki dan sedimentasi partikel
yang telah terstabilisasi.
(Mang, 2011)

KELEBIHAN-KELEBIHAN DAN KELEMAHAN ABR
Reaktor ABR mempunyai beberapa kelebihan dibandingkan jenis reaktor anaerob lain.
Keunggulan-keunggulan tersebut di antaranya adalah :
a. Sistem desain
Biaya konstruksi ABR tercatat 20 % lebih rendah dibandingkan reaktor Upflow
Anaerobic
Sludge Blanket (UASB) (Mrafkova et al., 2000). Desain konstruksi yang dimiliki
memungkinkan untuk menghindari terperangkapnya gas dalam partikel lumpur yang
dapat mengakibatkan terangkatnya partikel lumpur dan efek turbulensi yang merusak
sedimen (Rahayu dan Purnavita, 2008). Produksi lumpur yang hanya bernilai sekitar
0,03 g sel/g substrat (Stuckey et al., 2000) membuat tidak diperlukan proses sedimentasi
akhir (Smith and Scott, 2005).
b. Efisiensi pengolahan
Sistem ABR mampu menurunkan 70-90 % BOD dan 72-95 % COD (Foxon et al., 2006).
Operasi ABR 2 baffle juga dapat berlangsung dalam waktu tinggal 2 kali lebih singkat
dibanding jika digunakan septic tank bervolume sama untuk dapat menghasilkan besar
penurunan Total Suspended Solid (TSS), COD dan BOD sama (Koottatep et al., 2004).
Waktu tinggal dibutuhkan pengoperasian ABR pun 39 % lebih singkat dibandingkan
UASB (Krishna and Kumar, 2007).
c. Sistem operasi
ABR bersifat lebih resisten terhadap shocking loading dibandingkan proses anaerob
lainnya (Foxon et al., 2006). Penurunan performa yang ditimbulkan akibat adanya
shocking loading juga memerlukan waktu lebih singkat untuk kembali ke operasi
normal dibandingkan sistem anaerob lain karena kecilnya kemungkinan terjadinya
wash out (Khanal, 2008).

Namun, ABR juga mempunyai kelemahan yaitu rendahnya efisiensi penghilangan TSS
yang kurang baik, yaitu berkisar antara 40-70 %. Zat padat dengan densitas yang
mendekati densitas air juga akan terbawa keluar dari kompartemen pertama dan
terbawa keluar reactor bersama dengan efluen. Proses penghilangan kadar TSS influen
dapat membuat terjadi penurunan 97 % COD dan 98 % BOD pada sistem anaerobic
digestion (Indriani dan Herumurti,2010).
Kelebihan-kelebihan lainnya yang dimiliki oleh Anaerobic Baffled Reactor (ABR) meliputi :
Konstruksi
1. desainnya sederhana,
2. tanpa pengadukan mekanik,
3. biaya konstruksi rendah,
4. mengurangi terjadinya clogging,
5. biaya operasi dan pemeliharaan rendah.
Biomassa
1. tidak membutuhkan adanya lumpur granular (granular sludge),
2. tidak memerlukan biomassa dengan pengendapan khusus,
3. pertumbuhan sludge rendah,
4. solid retention time tinggi,
5. tidak memerlukan fixed media,
6. tidak memerlukan gas tertentu ataupun solid separation.
Pengoperasian
1. hydroulic retention time rendah,
2. memungkinkan pengoperasian secara intermitten,
3. stabil terhadap hydroulic shock loads,
4. pengoperasiannya panjang tanpa pembuangan lumpur,
5. tingkat stabilitas tinggi terhadap organik shock.


Sedangkan kelemahan dari desain reaktor bersekat adalah bioreaktor harus dibangun
cukup rendah untuk mempertahankan aliran ke atas (upflow) cairan maupun gas (Barber
and Stucky, 1999 dalam Bell, 2002).

Sumber : http://www.dimsum.its.ac.id/id/?page_id=90

Anda mungkin juga menyukai