0 penilaian0% menganggap dokumen ini bermanfaat (0 suara)
116 tayangan12 halaman
Statistika merupakan ilmu yang membantu penarikan kesimpulan secara induktif dari fakta-fakta empiris melalui proses statistika. Statistika berkembang dari teori peluang yang dikembangkan oleh Pascal dan Fermat pada abad ke-17 dan menjadi sarana berfikir ilmiah untuk menguji kebenaran hipotesis.
Statistika merupakan ilmu yang membantu penarikan kesimpulan secara induktif dari fakta-fakta empiris melalui proses statistika. Statistika berkembang dari teori peluang yang dikembangkan oleh Pascal dan Fermat pada abad ke-17 dan menjadi sarana berfikir ilmiah untuk menguji kebenaran hipotesis.
Statistika merupakan ilmu yang membantu penarikan kesimpulan secara induktif dari fakta-fakta empiris melalui proses statistika. Statistika berkembang dari teori peluang yang dikembangkan oleh Pascal dan Fermat pada abad ke-17 dan menjadi sarana berfikir ilmiah untuk menguji kebenaran hipotesis.
Ilmu adalah pengetahuan yang telah teruji kebenarannya. Pengujian itu
merupakan proses pengumpulan fakta yang mendukung atau menolak hipotesis yang diajukan, atau' prediksi yang secara deduktif diturunkan dari teori yang bertumpu pada hipotesis itu. Statistika merupakan sarana berfikir ilmiah yang membantu. penarikan kesimpulan secara induktif dari fakta-fakta empiris tersebut. Penarikan kesimpulan. secara statistika bersifat ekonomis, dan derajat keyakinan kita atas kebena-ran kesimpulan tersebut secara probabilistik dapat diper-hitungkan pula.
Suatu hari seorang anak kecil disuruh ayahnya membeli sebungkus korek api dengan pesan agar tidak terkecoh mendapatkan korek api yang jelek. Tidak lama kemudian anak kecil itu datang kembali dengan wajah yang berseri-seri, menyerahkan kotak korek api yang kosong, dan berkata: "Korek api ini benar- benar bagus, pak, semua batangnya telah saya coba dan ternyata menyala." Tak seorang pun, saya kira, yang bisa menyalahkan kesahihan proses penarikan kesimpulan anak kecil itu, namun bila semua pengujian dilakukan seperti ini lalu bagaimana nasib tukang duren? Demikian juga halnya dengan orang yang kecanduan lotere, bertanya pada angin dan rumput-rumput yang bergoyang: "Bagaimana caranya memenangkan Nalo? Pertanyaan yang rumit ini jawabanya ternyata sangat sederhana: beli saja semua karcis lotere. Namun bukan dengan jalan membeli semua karcis lotere itu, tentu saja, yang menyebabkan orang tidak henti-hentinya berfikir bagaimana caranya memenangkan perjudian yang berdasarkan untung-untungan ini. Kita lihat di pinggir-pinggir jalan para1 "ahli matematika kakilima" menguraikan rumus-rumusnya dalam meramalkan nomor yang akan menang: campuran antara metafisika, astrologi, astral dan 1001 omongkosong (serta banyak lagi dalil-dalilnya termasuk sistem analisis dan input-output Leontief). Sekitar tahun 1654, seorang ahli matematika amatur, Chevalier de Mere, rneng-ajukan beberapa permasalahan mengenai judi semacam ini kepada seorang ahli matematika Perancis, Blaise Pascal (1623 1662). Pascal, seorang Junius dalam bidang matematika, dalam umur 16 tahun telah menghasilkan karya-karya ilmiah yang me- ngagumkan; *) dan Descartes (1596-1650) pernah dikatakan tidak percaya bahwa karya-karya tersebut dihasilkan oleh anak semuda itu. 1 ) Pascal tertarik dengan permasalahan yang berlatar belakang judi ini dan kemudian mengadakan korespondensi dengan ahli matematika Perancis lairinya Pierre de Fermat (1601-1665), dan keduanya mengembangkan cikal bakal teori peluang. Dikisahkan bahwa Descartes, ketika mem-pelajari hukum di Universitas Poitiers antara tahun 1612 sampai 1616, juga bergaul dengan teman-teman yang suka berjudi, namun Descartes kebanyakan menang karena dia pandai menghitung peluang. 2 ) Pendeta Thomas Bayes pada tahun 1763 mengembangkan teori peluang subyektif berdasarkan kepercayaan (tentu saja, pendeta!) seseorang akan terjadinya suatu kejadian. Teori ini berkembang menjadi cabang khusus dalam statistika sebagai pelengkap teori peluang yang bersifat pbyektif. *) Peluang yang merupakan dasar dari teori statistika, merupakan konsep baru yang tidak dikenal dalam pemikiran Junani Kuno, Romawi dan bahkan Eropa dalam abad pertengahan. Teori mengenai kombinasi bilangan sudah terdapat dalam aljabar yang dikembangkan'sarjana Muslim namun bukan dalam lingkup teori peluang. Begitu dasar-dasar peluang ini dirumuskan maka dengan cepat bidang telaahan ini berkembang.3) Konsep statistika sering dikaitkan dengan distribusi variabel yang ditelaah dalain suatu populasi tertentu. Abraham Demoivre (1667-1754) mengembangkan teori galat atau kekeliruan. (theory of error). Pada tahun 1757 Thomas Simpson menyimpulkan bahwa terdapat suatu distribusi yang malar (continuous distribution) dari suatu variabel dalam suatu frekuensi yang cukup banyak. Pierre Simon de Laplace (1749-1827) mengembangkan konsep Demoivre dan Simpson ini lebih lanjut dan menemukan distribusi normal; sebuah konsep yang mungkin paling umum dan paling banyak dipergunakan dalam analisis statistika di samping teori peluang. Distribusi lain, yang tidak berupa kurva normal, kemudian ditemukan Francis Galton (1922-1911) dan Karl Pearson (1857-1936). Teknik kuadrat terkecil {least squares), simpangan baku dan galat baku untuk rata-rata (the standard error of the mean) dikembangkan oleh Karl Friedrich Gauss (1777-1855). Pearson melanjutkan konsep-konsep Galton dan mengembangkan konsep regresi, korelasi, distribusi chi-kuadrat dan analisis statistika untuk data kualitatif di samping menulis buku The Grammar of Science sebuah karya klasik yang terkenal dalam falsafah ilmu. William Searly Gosset (1876-1947), terkenal dengan nama sa-maran "Student" mengembangkan konsep tentang pengambilan cuplikan (sample). Desain eksperimen dikembangkan oleh Ronald Aylmer Fisher (1890-1962) di samping analisis varians dan kovarians, distribusi-z, distribus'-t, uji signifikan dan teori tentang perkiraan (theory of estimation). Demikianlah, statistika yang relatif sangat muda dibandingkan dengan matematika, berkembang dengan sangat cepat terutama dalam dasawarsa lima puluh tahun be-lakangan ini. Penelitian ilmiah, baik yang berupa survei maupun eksperimen, dilaku-kan dengan lebih cermat dan teliti mempergunakan teknik- teknik statistika yang di-perkembangkan sesuai dengan kebutuhan. Di Indonesia sendiri kegiatan yang sangat meningkat dalam bidang penelitian, baik merupakan kegiatan akademik maupun untuk pengambilan keputusan, memberikan momentum yang baik untuk pendidi-kan statistika. Pengajaran falsafah ilmu di beberapa perguruan tinggi, terutama pada pendidikan pasca sarjana, memberikan landasan yang lebih jelas lagi tentang hakekat dan peranan statistika. Dengan memasyarakatnya berfikir ilmiah, mungkin tidak terlalu berlebihan apa yang dikatakan oleh H.G. Wells bahwa suatu hari berfikir statis- tiks akan merupakan keharusan bagi manusia seperti juga membaca dan menulis. Asalkan ingat saja pada banyolan Alexandre Dumas (1824-1895): Awas-awas, Iho, semua generalisasi adalah berbahaya, termasuk pernyataan ini! Statistika dan Cara berfikir Induktif Ilmu secara sederhana dapat didefinisikan sebagai pengetahuan yang telah teruji kebenarannya. Semua pernyataan ilmiah adalah bersifat factual, dan subjektif. nya dapat diuji baik dengan jalan mempergunakan pancaindera, maupun dengan mem-pergunakan alat-alat yang membantu pancaindera tersebut.4) Pengujian secara empiris merupakan salah satu mata rantai dalam metode ilmiah yang membedakan ilmu dari pengetahuan-pengetahuan lainnya. Kalau kita telaah lebih dalam maka pengujian merupakan suatu proses pengumpulan fakta yang relevan dengan hipotesis yang dia-jukan. Sekiranya hipotesis itu didukung oleh fakta-fakta empiris maka pernyataan hipotesis tersebut diterima atau disyahkan kebenarannya. Sebaliknya jika hipotesis tersebut bertentangan dengan kenyataan maka hipotesis itu ditolak. Pengujian mengharuskan kita untuk menarik kesimpulan yang bersifat umum dari kasus-kasus yang bersifat individual. Umpamanya jika kita ingin mengetahui berapa tinggi rata-rata anak umur 10 tahun di sebuah tempat maka nilai tinggi rata-rata yang dimaksudkan itu merupakan sebuah kesimpulan umum yang ditarik dari kasus-kasus anak umur 10 tahun di tempat itu. Jadi dalam hal ini kita menarik kesimpulan berdasarkan logika induktif. Di pihak lain maka penyusunan hipotesis merupakan penarikan kesimpulan yang bersifat individual dari pernyataan yang bersifat umum dengan mempergunakan deduktif.Kedua penarikan kesimpulan ini tidak sama dan tidak boleh dicampuradukan. Logika deduktif berpaling kepada matematika sebagai sarana penalaran penarikan kesimpulannya sedangkan logika induktif berpaling kepada statistika. Statistika merupakan pengetahuan untuk melakukanpenarikan kesimpulan induktif secara lebih seksama. Penarikan kesimpulan induktif pada hakekatnya berbeda dengan penarikan ke- simpulan secara deduktif. Dalam penalaran deduktif maka kesimpulan yang ditarik adalah benar sekiranya premis-premis yang dipergunakannya adalah benar dan prosedur penarikan kesimpulannya adalah sah. Sedangkan dalam penalaran induktif meskipun peremis-premisnya adalah benar dan prosedur penarikan kesimpulannya adalah sah maka kesimpulan itu belum tentu benar. Yang dapat kita katakan adalah bahwa kesimpulan itu mempunyai peluang untuk benar. Statistika merupakan pengetahuan yang memungkinkan kita untuk menghitung tingkat peluang ini dengan eksak.5) Penarikan kesimpulan secara indutktif menghadapkan kita kepada sebuah per- masalahan mengenai banyak kasus yang harus kita amati untuk sampai kepada suatu kesimpulan yang bersifat umum. Jika kita ingin mengetahui berapa tinggi rata-rata anak umur 10 tahun di Indonesia, umpamanya, lalu bagaimanakah caranya kita me-ngumpulkan data untuk sampai pada kesimpulan tersebut? Tentu saja dalam hal ini maka hal yang paling logis adalah dengan jalan melakukan pengukuran tinggi badan terhadap seluruh anak umur 10 tahun di Indonesia. Pengumpulan data seperti ini tak diragukan lagi akan memberikan kesimpulan mengenai tinggi rata-rata anak tersebut di negara kita. Namun kegiatan seperti ini menghadapkan kita kepada masalah lain yang tak kurang rumitnya, yakni kenyataan bahwa dalam pelaksanaannya kegiatan seperti itu membutuhkan tenaga, biaya, dan waktu yang banyak sekali. Sensus yang mempunyai arti sangat peqting dalam sejarah kemanusiaan, namun mungkin kurang dikenal sebagai kejadian yang mempunyai arti dalam perkembangan statistik adalah sensus penduduk yang dilakukan penguasa Romawi, yang menyebabkan Jusuf dan Maria harus pindah ketempat kelahirannya di mana kemudian Jesus Kristus dila-hirkan. Dapat dibayangkan betapa kegiatan pengujian hipotesis akan mengalami hambatan yang sukar dapat diatasi sekiranya proses pengujian tersebut harus dilakukan dengan pengumpulan data seperti itu. Hal ini akan menjadikan kegiatan ilmiah menjadi sesuatu yang sangat mahal yang mengakibatkan penghalang bagi kemajuan bidang keilmuan. Untunglah dalam hal ini statistika memberikan sebuah jalan ke luar. Statistika memberikan cara untuk dapat menarik kesimpulan yang bersifat umum dengan jalan mengamati hanya sebagian daripcpulasi yang bersangkutan. Jadi untuk mengetahui tinggi rata-rata anak umur 10 tahun di Indonesia kita tidak melakukan pengukuran terhadap seluruh anak yang berumur tersebut di seluruh Indonesia, namun cukup hanya dengan jalan melakukan pengukuran terhadap sebagian anak saja. Tentu saja penarikan kesimpulan seperti ini, yang ditarik berdasarkan cuplikan (sample) dari po-pulasi yang bersangkutan, tidak selalu akan seteliti kesimpulan yang ditarik berdasarkan sensus yakni dengan jalan mengamati keseluruhan populasi tersebut. Namun bu-kankah dalam penelaahan keilmuan yang bersifat pragmatis, di mana teori keilmuan tidak ditujukan ke arah penguasaan pengetahuan yang bersifat absolut, sesuatu yang tidak mutlak teliti namun dapat dipertanggungjawabkan adalah sudah memenuhi syarat? Statistika mampu memberikan secara kuantitatif tingkat ketelitian dari kesim- pulan yang ditarik tersebut, yang pada pokoknya didasarkan pada asas yang sangat sederhana, yakni makin besar contoh yang diambil maka makin tinggi pula tingkat ketelitian kesimpulan tersebut. Sebaliknya makin sedikit contoh yang diambil maka makin rendah pulatingkat ketelitiannya. Karakteristik ini memungkinkan kita untuk dapat memilih dengan seksama tingkat ketelitian yang dibutuhkan sesuai dengan hakekat permasalahan yang dihadapi. Tiap permasalahan membutuhkan tingkat ketelitian yang berbeda-beda. Sekiranya kita ingin mengoperasi otak manusia maka kesala-han beberapa milimeter saja dalam memotong jaringan yang sangat peka tersebut mungkin akan berakibat fatal. Pengetahuan kita mengenai jaringan tersebut haruslah bersifat seteliti mungkin sebab kesalahan yan sedikit saja akan menyebabkan kerugian yang sangat besar. Namun hal ini tidak demikian halnya bila kita bandingkan dengan persoalan kita di atas mengenai tinggi rata-rata anak umur 10 tahun di Indonesia. Selisih berapa sentimeter dari tinggi rata-rata yang sebenarnya mungkin tidak akan berarti banyak seperti halnya dengan pembedahan otak tersebut di atas. Statistika juga memberikan kemampuan kepada kita untuk mengetahui apakah suatu hubungan kesulitan antara dua faktor atau lebih bersifat kebetulan atau memang benar-benar terkait dalam suatu hubungan yang bersifat empiris. Umpamanya saja kita melakukan pemupukan terhadap sejumlah rumpun padi. Berdasarkan teori yang hipotesisnya sedang kita uji maka secara logis batang padi yang dipupuk seharusnya bertambah tinggi. Namun bila kita teliti batang padi yang tidak dipupuk maka mungkin saja beberapa batang diantaranya juga akan bertambah tinggi disebabkan oleh hal-hal di luar pemupukan tersebut. Hal ini bisa disebabkan oleh kesuburan tanah yang dit umbuhi batang tersebut agak berlainan dengan tanah di sekitarnya, atau mungkin juga batang pagi tersebut mempunyai karakteristik genetik tersendiri meskipun bera-sal dari species yang sama dengan rumpun padi lainnya, atau mungkin juga disebabkan berbagai- bagai hal lainnya yang berada di luar hubungan kasalita antara tinggi batang padi dan pemupukan. Atau dengan perkataan lain, bisa saja terjadi bahwa hubungan antara tinggi batang padi dengan pemupukan tersebut hanya terjadi secara kebetulan saja. Pengamatan secara sepintas lalu sering memberikan kesan kepada kita terdapatnya suatu hubungan kasualita antara beberapa faktor, di mana kalau kita teliti lebih lanjut ternyata hanya bersifat kebetulan. Jadi dalam hal ini statistika berfungsi meningkatkan ketelitian pengamatan kita dalam menarik kesimpulan dengan jalan menghin-darkan hubungan semua yang bersifat kebetulan. Terlepas dari semua itu maka dalam penarikan kesimpulan secara induktif keke- liruan memang tak bisa dihindarkan. Dalam kegiatan pengumpulan data kita terpaksa mendasarkan ciri kepada berbagai alat yang pada hekekatnya juga tidak terlepas dari cacat yang berupa ketidakterlitian dalam pengamatan. Pancaindera manusia sendiri I tidak sempurna yang bisa mengakibatkan berbagai kesalahan dalam pengamatan kita. Demikian juga dengan alat-alat yang dipergunakan,semua tak ada yang sempurna. Kegiatan pengamatan pancaindera manusia dengan mempergunakan berbagai alat jelas t mengarah kepada ketidak terlitian dalam penarikan kesimpulan. Di atas semua ini statistika memberikan sifat yang pragmatis kepada penelaahan keilmuan; di mana dalam kesadaran bahwa suatu kebenaran absolut tidak mungkin dapat dicapai, kita berpendirian bahwa suatu kebenaran yang dapat dipertanggungjawabkan dapat di-peroleh. Penarikan kesimpulan secara statistik memungkinkan kita untuk melakukan kegiatan ilmiah secara ekonomis, hal yang tanpa statistika tak mungkin dapat dilakukan. Atau di pihak lain, kita melakukan penarikan kesimpulan induktif secara tidak syah, dengan mengacaukan logika induktif dengan logika deduktif. Karakteristik yang dipunyai statistika ini sering kurang dikenali dengan baik yang menyebabkan orang sering melupakan pentingnya statistika dalam penelaahan keilmuan. Logika lebih banyak dihubungkan dengan matematika dan jarang sekali dihubungkan dengan statistika, padahal hanya logika deduktif yang berkaitan dengan matematika sedangkan logika induktif justru berkaitan dengan statistika. Hal ini menimbulkan kesan seakan fungsi matematika lebih tinggi dibandingkan dengan statistika dalam penelaahan keilmuan. Secara hakiki statistika mempunyai kedudukan yang sama dalam penarikan kesimpulan induktif seperti matematika dalam penarikan kesimpulan secara deduktif. Demikian juga penarikan kesimpulan deduktif dan induktif keduanya mempunyai kedudukan yang sama pentingnya dalam penelaahan keilmuan. Pada satu pihak, jika kita terlalu mementingkan logika deduktif maka kita terjatuh kembali kepada paham rasionalisme, sebaliknya di pihak lain, jika kita terlalu mementingkan logika induktif maka kita mundur kembali kepada empirisme. Ilmu dalam perkembangan sejarah Deradaban manusia telah menggabungkan kedua pendekatan ini dalam bentuk metode lmiah yang mendasarkan diri kepada keseimbangan ini maka harus dijaga pula kese- mbangan antara pengetahuan tentang matematika dan statistika ini. Untuk itu pen-lidikan statistika harus ditingkatkan agar setaraf dengan matematika, Peningkatan ni bukan saja mencakup aspek-aspek teknis namun lebih penting lagi mencakup pe-igetahuan mengenai hakekat statistika dalam kegiatan metode ilmiah secara keseluru-lan. Pendidikan statistika, menurut Ferguson, pada hakekatnya adalah pendidikan ialam metode ilmiah. 6)
karakteristik Berfikir Induktif Kesimpulan yang didapat dalam berfikir deduktif merupakan suatu hal yang pasti, di mana jika kita mempercayai premis-premis yang dipakai sebagai landasan penalarannya, maka kesimpulan pernalaran tersebut juga dapat kita percayai kebenaannya sebagaimana kita mempercayai premis-premis terdahulu. Hal ini tidak berlaku lalam kesimpulan yang ditarik secara induktif, meskipun premis yang dipakainya adalah benar dan penalaran induktifnya adalah syah, namun kesimpulannya mungkin saja salah. Logika induktif tidak memberikan kepastian namun sekedar tingkat peluang bahwa untuk premis-premis tertentu suatu kesimpulan tertentu dapat ditarik. Jika selama bulan Oktober dalam beberapa tahun yang lalu hujan selalu turun, maka kita tidak bisa memastikan bahwa dalam bulan Oktober tahun ini juga akan turun hujan. Kesimpulan yang dapat kita tarik dalam hal ini hanyalah pengetahuan mengenai tingkat peluang untuk hujan dalam tahun ini juga akan turun. Statistika merupakan pengetahuan yang memungkinkan kita untuk menarik kesimpulan secara induktif berdasarkan peluang tersebut. Dasar dari teori statistika adalah teori peluang.Teori peluang merupakan cabang dari matematika sedangkan statistika sendiri merupakan disiplin tersendiri. Menurut bidang pengkajiannya statistika dapat kita bedakan sebagai statistika teoritis dan statistika terapan. Statistika teoritis merupakan pengetahuan yang mengkaji dasar-dasar teori statistika dimulai dari teori penarikan contoh, distribusi, penaksiran dan peluang. Statistika terapan meruakan penggunaan statistika teoretis yang disesuaikan dengan bidang tempat pe-nerapannya. Di sini diterapkan atau dipraktekkan teknik-teknik penarikan kesimpulan seperti bagaimana cara pengarhbil sebagian populasi sebagai contoh, bagaimana cara menghitung rentangan kekeliruan dan tingkat peluang, bagaimana menghitung harga rata-rata dan sebagainya. Kegiatan ilmiah memerlukan penelitian untuk menguji hipotesis yang diaiukan. Penelitian pada dasarnya merupakan pengamatan dalam alam empiris apakah hipotesis tersebut memang didukung oleh fakta-fakta. Jika umpamanya kita mempunyai hipotesis bahwa orang muda suka musik pop namun tidak musik keroncong maka kita harus melakukan pengujian untuk memperlihatkan bahwa hipotesis tersebut benar dengan jalan mengumpulkan fakta mengenai kesukaan musik orang-orang muda. Tentu saja kita tidak bisa mengadakan wawancara dengan seluruh orang muda dan untuk itu statistika terapan memberikan jalan bagaimana memilih sebagian dari orang muda tersebut sebagai contoh yang representatif dan obyektif dari keseluruhan populasi orang muda tersebut. Demikian juga statistika memberikan jalan bagaimana kita menarik kesimpulan yang bersifat umum dari contoh tersebut dengan tingkat peluang dan kekeliruannya. Jelaslah kiranya bahwa tanpa menguasai statstika adalah tak mungkin untuk dapat menarik kesimpulan induktif dengan syah. Bahwa penguasaan statistika mutlak diperlukan untuk dapat berfikir ilmiah dengan syah sering sekali dilupakan orang. Berfikir logis secara deduktif sering sekali dikalcaukan dengan berfikir logis secara induktif. Kekacauan logika inilah yang menye-babkan kurang berkembangnya ilmu di negara kita. Kita cenderung untuk berfikir logis secara deduktif dan menerapkan prosedur yang sama untuk kesimpulan induktif. Dalam hipotesis terdahulu mengenai kesukaan musik orang muda tidak jarang kita langsung menarik kesimpulan berdasarkan wawancara kita dengan beberapa orang muda yang kebetulan kita kenal. Prosedur penarikan kesimpulan yang subyektif ini, yang bersumber pada kekacauan penggunaan logika induktif dan deduktif, merupakan salah satu penghalang kemajuan ilmu, sebab kesimpulan yang ditarik adalah tidak syah. Kesimpulan seperti ini sukar untuk diterima sebagai premis untuk berfikir selanjutnya. Untuk mempercepat perkembangan kegiatan keilmuan di negara kita maka pe- nguasaan berfikir induktif dengan statistika sebagai alat berfikirnya harus mendapatkan perhatian yang sungguh-sungguh. Dalam perjalanan sejarah statistika memang sering mendapat tempat yang kurang layak. Statistika sebagai suatu disiplin keilmuan sering dikacaukan dengan statistik yang berupa data yang dikumpulkan. Disebabkan data yang dapat disunglap atau kurang dapat dipercaya maka tumbuhlah secara sosiologis kata-kata bersayap seperti yang diucapkan Disreaeli, yang mengatakan bahwa terdapat tiga jenis kedustaan yakni 'dusta, dusta besar dan statistik." Salah paham ini supaya bukan sekedar milik ahli politik, bahkan penyair W.H. Auden pun ikut bersajak. 7) Jangan duduk dengan seorang ahli statistik Atau mempercayai ilmu sosial ............. Dalam masyarakat kita sendiri kesalahpahaman ini kelihatannya masih terdapat. Salah paham ini harus segera dihilangkan agar siklus berfikir ilmiah dapat dilakukan dengan lengkap. Mereka yang berkecimpung dalam kegiatan ilmiah harus dibekali dengan penguasaan statistika yang cukup agar kesimpulan yang ditariknya merupakan kesimpulan ilmiah yang syah. Statistika harus mendapat tempat yang sejajar. dengan matematika agar keseimbangan berfikir deduktif dan induktif yang merupakan ciri dari berfikir ilmiah dapat dilakukan dengan baik. Ahli statistika tak usah berkecil hati dengan pandangan yang negatif terhadap statistika ini, sebab hal yang serupa, pernah berlaku juga untuk matematika. Tak kurang dari filsuf Schopenhauer (1788-1860) yang menganggap bahwa berhitung merupakan aktivitas mental yang paling rendah sebab hal ini dapat dilakukan dengan mesin. 8) Demikian juga St. Augustine pernah berkata: "Hati- hati terhadap ahli matematika dan mereka yang membuat ramalan-ramalan dusta!' *) Statistika merupakan sarana berfikir yang diperlukan untuk memproses penge- tahuan secara ilmiah. Sebagai bagian dari perangkat metode ilmiah maka statistik membantu kita untuk melakukan generaalisasi dan menyimpulkan karakteristik suatu kejadian secara lebih pasti dan bukan terjadi secara kebetulan. Sekiranya terdapat seorang gila dalam sepuluh orang yang kebetulan berkumpul bersama- sama maka berdasarkan akal sehat kemungkinan besar yang seorang itulah yang akan disebut orang gila. Meskipun tentu saja, penilaian orang tidak selalu sama, seperti seorang mahasiswa yang mempunyai teori signifikansi tersendiri dalam bercinta
Minta cium kepada sepuluh gadis Yang kau jumpai di jalan Meski kau ditampar sembilan Bukankah kesepuluh yang menentukan?
(Dia menuliskan teori ini, sewaktu profesor matematika membicarakan geometri Non-Euclid).