Anda di halaman 1dari 17

HAKIKAT MANUSIA DAN PENDIDIKAN

Materi Diskusi Kuliah Pengantar Ilmu Pendidikan


Senin Pukul 18.30 20.10 di Ruang 8



Oleh:
Kelompok 1
1. Faiqotul Himmah Putri M (120210101006)
2. Amalia Warniasih S (120210101008)
3. Ainul Lailatul F (120210101024)
4. Alvi Hidayati (120210101081)




JURUSAN PENDIDIKAN MIPA
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS JEMBER
Semester Genap 2013 2014
ii

KATA PENGANTAR


Puji syukur kami panjatkan kepada Allah SWT yang telah melimpahkan
rahmatnya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah Hakikat Manusia dan
Pendidikan ini dengan baik. Makalah ini kami susun untuk memenuhi tugas mata
kuliah Pengantar Ilmu Pendidikan yang diberikan.
Tak lupa kami ucapkan terima kasih kepada Bapak Misno Abdul Lathif
sebagai Dosen mata kuliah Pengantar Ilmu Pendidikan yang telah membantu kami
dan mambimbing kami agar tugas ini dapat terselesaikan. Kami juga
mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu kami
sehingga makalah ini dapat selesai dengan baik.
Kami berharap makalah ini dapat membantu kita semua agar lebih
memahami tentang Hakikat Manusia dan Pendidikan.
Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh
karena itu kami mengharapkan kritik dan saran yang membangun guna
menyempurnakan makalah kami selanjutnya.


Jember, 20 Februari 2014

Penulis
1

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ........................................................................................... ii
DAFTAR ISI .......................................................................................................... 1
BAB 1 PENDAHULUAN ..................................................................................... 2
1.1 Latar Belakang .................................................................................................. 2
1.2 Rumusan Masalah ............................................................................................ 2
1.3 Tujuan ................................................................................................................ 2
1.4 Manfaat .............................................................................................................. 3
BAB 2 PEMBAHASAN ........................................................................................ 4
2.1 Pengertian dan Aspek-Aspek Hakikat Manusia .......................................... 4
2.2 Hubungan Hakikat Manusia dengan Pendidikan ..................................... 10
2.3 Pendidikan, Martabat dan Hak Asasi Manusia ........................................ 12
KESIMPULAN .................................................................................................... 14
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 15


2

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang
Manusia adalah makhluk ciptaan Tuhan yang paling sempurna di muka
bumi ini. Ia selain memiliki ciri-ciri fisik yang khas, juga dilengkapi dengan
kemampuan intelegensia dan daya nalar yang tinggi sehingga menjadikan ia
mampu berfikir, berbuat, dan bertindak kearah perkembangannya sebagai
manusia yang utuh. Kemampuan itulah yang tak dimiliki oleh makhluk Tuhan
lainnya seperti binatang dan tumbuh-tumbuhan. Dalam kaitannya dengan
perkembangan individu, manusia dapat tumbuh dan berkembang melalui suatu
proses yaitu proses alami menuju kedewasaan, baik yang sifatnya kedewasaan
fisik jasmani maupun kedewasaan psikis rohani. Oleh sebab itu, untuk menuju
kearah perkembangan manusia yang optimal sesuai dengan potensi dan
kemampuan yang dimilikinya, manusia memerlukan pendidikan sebagai suatu
proses dan usaha sadar untuk lebih memnusiakan manusia.
Untuk itu manusia perlu mengetahui hakikat tentang pendidikan
tersebut, serta hubungan hakikat manusia dengan hak asasi manusia
khususnya hak untuk memperoleh pendidikan, serta hubungan hakikat
manusia dan hak asasi manusia dengan martabat manusia baik secara material
maupun non material.
1.2 Rumusan Masalah
1. Bagaimana pengertian dan aspek-aspek hakikat manusia?
2. Bagaimana hubungan hakikat manusia dengan pendidikan?
3. Bagaimana pengertian pendidikan, martabat, dan hak asasi manusia?
1.3 Tujuan
1. Mengetahui pengertian dan aspek-aspek hakikat manusia.
2. Mengetahui hubungan hakikat manusia dengan pendidikan.
3. Mengetahui pengertian pendidikan, martabat, dan hak asasi manusia.
3

1.4 Manfaat
1. Dapat memberi informasi kepada pembaca tentang pengertian dan aspek-
aspek hakikat manusia.
2. Dapat memberi informasi kepada pembaca tentang hubungan hakikat
manusia dengan pendidikan.
3. Dapat member informasi kepada pembaca tentang pengertian pendidikan,
martabat, dan hak asasi manusia.
4

BAB 2 PEMBAHASAN

2.1 Pengertian dan Aspek-Aspek Hakikat Manusia

Manusia adalah makhluk bertanya. Ia mempunyai hasrat untuk
mengetahui segala sesuatu. Atas dorongan hasrat ingin tahunya, manusia tidak
hanya bertanya tentang berbagai hal yang ada di luar dirinya, tetapi juga
bertanya tentang dirinya sendiri. manusia mempelajari berbagai upaya
mengetahui dirinya sendiri melalui berbagai pendekatan (commonsense,
ilmiah, filosofis, religi) dan atau melaui berbagai sudut pandang (biologi,
sosiologi, antropologi, psikologi, politik).
Dalam kehidupannya yang riil, manusia menunjukkan keragaman
dalam berbagai hal, baik tampilan fisiknya, strata sosialnya, kebiasaannya.
Namun demikian, di balik keanekaragamnya itu terdapat satu hal yang
menunjukkan di antara semua manusia, yaitu bahwa semua manusia adalah
manusia. Alasannya, bukankah karena mereka adalah manusia maka harus
diakui kesamannya sebagai manusia? (M. I Soelaeman, 1988). Berbagai
kesamaan yang menjadi karakteristik esensial setiap manusia ini disebut juga
sebagai hakikat manusia. Contohnya manusia adalah animal rasional, animal
simbolycum, homofaber, homosapiens, homosocius, dan sebagainya.
Dapat disimpulkan bahwa pengertian hakikat manusia berkenaan
dengan prinsip adanya (principe deetre) manusia. Pengertian hakikat
manusia adalah seperangkat gagasan atau konsep mendasar tentang manusia
dan makna eksistensi manusia di dunia. Dengan kata lain pengertian hakikat
manusia adalah seperangkat gagasan tentang sesuatu yang olehnya manusia
menjadi apa yang terwujud, sesuatu olehnya manusia memiliki karakteristik
yang khas, sesuatu olehnya ia merupakan sebuah nilai yang unik yang
memiliki martabat khusus. (Louis Leahy, 1985).
5

Aspek-aspek hakikat manusia
1. Manusia sebagai makhluk Tuhan
Manusia adalah subjek yang memiliki kesadaran (consciousness)
dan penyadaran diri (self-awarness). Karena itu manusia adalah subjek
yang menyadari keberadaannya, ia mampu membedakan dirinya dengan
segal sesuatu yang ada di luar dirinya (objek). Selain mempertanyakan asal
usul alam semesta dimana ia berada, manusia pun mempertanyakan asal
usul keberadaan dirinya sendiri.
Terdapat beberapa pandangan filsafat. Menurut evolusionisme,
alam semesta menjadi ada bukan karena diciptakan oleh sang Pencipta
melainkan ada dengan sendirinya yang berkembang dari alam itu sendiri
sebagai hasil evolusi. Menurut Kreasionisme menyatakan bahwa adanya
alam semesta adalah sebagai hasil ciptaan suatu creative cause atau
personality-yang kita sebut sebagai Tuhan Yang Maha Esa (J. Donald
Butler, 1968). Oleh karena manusia berkedudukan sebagai makhluk Tuhan
Yang Maha Esa maka dalam pengalaman hidupnya terlihat bahkan dapat
kita alami sendiri adanya fenomena kemakhlukan (M. I Soelaeman, 1988).
Fenomena kemakhlukan ini, antara lain dapat berupa pengakuan atas
kenyataan adanya perbedaan kodrat dan martabat manusia daripada
Tuhannya. Manusia merasakan dirinya begitu kecil dan rendah di hadapan
Tuhan Yang Maha Besar dan Maha Tinggi. Manusia mengakui
keterbatasan dan ketidak berdayaannya dibanding Tuhannya yang Maha
Kuasa dan Maha Perkasa. Manusia serba tidak tahu, sedangkan Tuhan
serba Maha Tahu. Manusia bersifat fana sedangkan Tuhan bersifat abadi,
manusia merasakan kasih sayang Tuhannya, namun ia pun tahu begitu
pedih siksanya. Hal tersebut dapat menimbulkan kejelasan akan tujuan
hidupnya, menimbulkan sifat positif dan familiaritas akan masa depannya,
menimbulkan rasa dekat dengan pencipta-Nya.
2. Manusia Sebagai Kesatuan Badan dan Roh
6

Terdapat masalah lain yang ditanyakan dan dipikirkan manusia
khususnya oleh para filsuf yakni berkenan dengan struktur metafisik
manusia. Terdapat empat paham mengenai asek yang esensial pada diri
manusia, yaitu materialisme, idealisme, dualisme, dan paham yang
menyatakan bahwa manusia adalah kesatuan badan-roh (catatan : terhadap
paham ini belum ada sebutan aliaran yang digunakan sebagai predikatnya).
Materialisme. Gagasan para penganut materialisme, seperti Julian
D De Le Mekttrie dan Lud Wig Feuerbach bertola dari realita sebagaimana
dapat diketahui melalui pengalaman diri atau observasi. Karena itu alam
semesta atau realitas ini tiada lain adalah serba materi, serba zat, atau
benda. Manusia merupakan bagian dari alam semesta sehingga manusia
tidak berbeda dari alam itu sendiri. Manusia dipandang sebagai hasil
puncak mata rantai evolusi alam semesta sehingga mekanisme tingkah
lakunya semakin evektif. Yang esensial dari manusia adalah badannya
bukan jiwa atau rohnya. Manusia adalah apa yang nampak dalam
wujudnya, terdiri atas zat (daging, tulang, urat syaraf). Segala hal yang
bersifat kejiawaan spiritual atau rohaniah pada manusia dipandang hanya
sebagai resonansi saja dari berfungsinya badan atau organ tubuh.
Pandangan hubungan antara badan dan jiwa seperti itu dikenal sebagai
Epiphenomenalisme (J.D. Butler, 1968)
Idealisme. Bertolak belakang dengan pandangan di atas. Menurut
penganut idealisme bahwa esensi diri manusia adalah jiwanya atau
spiritnya atau rohaninya. Sebagaimana dianut oleh Plato tidak begitu saja
mengingkari aspek badan, namun menurut dia jiwa mempunyai
kedudukan lebih tinggi dari pada badan. Jiwa adalah asas primer yang
menggerakkan semua aktifitas manusia, badan tanpa jiwa tiada memilliki
daya. Pandangan tentang hubungan badan dan jiwa seperti itu dikenal
sebagai spiritulisme (J. D. Butler, 1968)
Dualisme. Menurut Deskartes esensi diri manusia terdiri atas dua
substansi yaitu badan dan jiwa. Oleh karena manusia terdiri dari dua
7

substansi yang berbeda maka keduanya tidak saling mempengaruhi yang
dikenal sebagai paralelisme (S. E. Frost Jr. , 1957).
Sebagai kesatuan badani-rohani, manusia hidup dalam ruang dan
waktu, sadar akan diri dan lingkungan, mempunyai kebutuhan, insting,
nafsu, serta mempunyai tujuan. Selain itu manusia mempunyai potensi
untuk beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa dan potensi
untuk mampu berpikir, berperasaan, berkehendak, dan berkarya. Adapun
dalam eksistensinya manusia memiliki aspek individualitas, sosialitas,
moralitas, keberbudayaan, dan keberagaman.
3. Manusia sebagai Makhluk Individu
Kesadaran manusia akan dirinya sendiri merupakan perwujudan
individualitas manusia. Manusia sebagai individu atau sebagai individu
atau sebagai pribadi merupakan kenyataan yang paling riil dalam
kesadaran manusia. Sebagai individu, manusia adalah satu kesatuan yang
tak dapat dibagi, memiliki perbedaan dengan manusia lainnya sehingga
bersifat unik dan merupakan subjek yang otonom.
Sebagai individu, manusia merupakan satu kesatuan yang tidak
dapat dibagi antara aspek rohani dan jasmani. Setiap manusia juga
mempunyai perbedaan sehingga bersifat unik. Perbedaan ini baik
berkenaan dengan postur tubuhnya, kemampuan berpikirnya, minat dan
bakatnya, dunianya, cita-citanya.
Setiap manusia mempunyai dunianya sendiri, tujuan hidupnya
sendiri. Masing-masing secara sadar berupaya menunjukkan eksistensinya.
Setiap manusia juga mampu mengambil distansi, menempati posisi,
berhadapan, menghadapi, memasuki, memikirkan, bebas mengambil sikap,
dan bebas mengambil tindakan atas tanggung jawabnya sendiri (otonom).
Karena itu manusia adalah subjek dan tidak boleh dipandang sebagai
objek.
Theo Huijbers menyatakan bahwa manusia mempunyai
kesendirian yang ditunjukkan dengan kata pribadi (Soerjanto P. dan K.
8

Bertens, 1983); adapun Iqbal menyatakan dengan istilah individualitas
atau khudi (K. G. Syaiyidain, 1954).
4. Manusia sebagai Makhluk Sosial
Manusia pada dasarnya adalah makhluk individu. Namun
demikian, manusia tidak dapat hidup sendirian, tak mungkin hidup
sendirian, dan juga tidak hidup hanya untuk dirinya sendiri. Manusia hidup
dalam keterpautan dengan sesamanya. Dalam hidup bersama dengan
sesamanya (bermasyarakat) setiap individu menempati kedudukan
tertentu.
Selain memiliki dunia dan tujuan hidupnya masing-masing,
manusia juga memiliki dunia dan tujuan hidup bersama dengan
sesamanya. Selain adanya kesadaran diri, terdapat pula kesadaran sosial
pada manusia. Melalui hidup dengan sesamanya, manusia akan dapat
mengukuhkan eksistensinya. Sehubungan dengan ini Aristoteles menyebut
manusia sebagai makhuk sosial atau makhluk bermasyarakat (Ernst
Cassier, 1987).
Terdapat hubungan timbal baik antara individu dengan
masyarakatnya. Ernst Cassier menyatakan manusia takkan menemukan
diri, manusia takkan menyadari individualitasnya, kecuali melalui
perantaraan pergaulan sosial. Adapun Theo Huijbers mengemukakan
bahwa dunia hidupku dipengaruhi oleh orang lain sedimikan rupa sehingga
demikian mendapat arti sebenarnya dari aku bersama orang lain itu
(Soerjanto P. dan K. Bertens, 1983). Sebaliknya masyarakat terbentuk dari
individu-individu , maju mundurnya suatu masyarakat akan ditentukan
oleh individu-individu yang membangunnya.
5. Manusia sebagai makhluk berbudaya
Berbicara tentang kebudayaan adalah berbicara tentang manusia itu
sendiri. kebudayaan menyangkut sesuatu yang nampak dalam bidang
eksistensi setiap manusia. Manusia tidak terlepas dari kebudayaan, bahkan
manusia itu baru menjadi manusia karena dan bersama kebudayaannya (C.
A. Van Peursen, 1957). Ernst Cassirer menegaskan bahwa manusia tidak
9

menjadi manusia karena sebuah faktor di dalam dirinya, seperti misalnya
naluri atau akal budi, melainkan fungsi kehidupannya, yaitu pekerjaan dan
kebudayaannya. Demikianlah kebudayaan termasuk hakikat manusia (C.
A. Van Peursen, 1988).
Kebudayaan memiliki fungsi positif bagi kemungkinan eksistensi
manusia, namun demikian apabila manusia kurang bijaksana, dalam
mengemmbangkannya kebudayaan pun dapat menimbulkan kekeuatan-
kekuatan yang mengancam eksistensi manusia.
Kebudayaan bersifat dinamis. Kodrat dinamika pada diri manusia
mengimpikasikan adanya perubahan dan pembaharuan kebudayaan. Hal
ini dipengaruhi oleh kebudayaan masyarakat atau bangsa lain terhadap
kebudayaan masyarakat yang bersangkutan. Mengingat adanya dampak
positif dan negatif dari kebudayaan terhadap manusia di satu pihak ada
yang mau melestarikan bentuk-bentuk lama (tradisi), sedang yang lain
terdorong untuk menciptakan hal-hal baru (inovasi). Ada pergolakan yang
tak kunjung reda antara tradisi dan inovasi. Hal ini meliputi semua
kehidupan budaya (Ernst Cassirer, 1987).
6. Manusia sebagai Makhluk Susila
Menurut Imanuel Kant, manusia memiliki aspek kesusilaan karena
pada manusia terdapat rasio praktis yang memberikan perintah mutlak.
Sebagai makhluk yang otonom atau memiliki kebebasan, manusia
selalu dihadapkan pada suatu alternatif tindakan yang harus dipilihnya.
Adapun kebebasan berbuat ini juga selalu berhubungan dengan norma-
norma moral dan nilai-nilai moral yang juga harus dipilihnya. Karena
manusia mempunyai kebebasan memilih dan menentukan perbuatannya
secara otonom maka selalu ada penilaian moral atau tuntutan
pertanggugjawaban atas perbuatannya.
7. Manusia sebagai Makhluk Beragama
Aspek keberagamaan merupakan salah satu karakteristik esensial
eksistensi manusia yang terungkap dalam bentuk pengakuan atau
keyakinan akan kebenaran suatu agama yang diwujudkan dalam sikap dan
10

perilaku. Hal ini terdapat pada manusia manapun, baik dalam rentang
waktu (dulu-sekarang-akan datang) maupun dalam rentang geografis
dimana manusia berada. Keberagaman menyiratkan adanya pengakuan
dan pelaksanaan yang sungguh atas suatu agama, adapun yang dimaksud
dengan agama ialah : satu sistem credo (tata keimanan atau keyakinan)
atas adanya sesuatu yang mutlak di luar manusia; satu sistem ritus (tata
peribadatan manusia kepada yang dianggapnya mutlak itu; dan satu sistem
norma (tata kaidah) yang mengatur hubungan manusia dengan manusia
dan alam lainnya yang sesuai dan sejalan dengan tata keimanan dan tata
peribadatan termaksud di atas (Endang Saifuddin Anshari, 1982).
Manusia hidup beragama karena agama menyangkut masalah yang
bersifat mutlak, maka pelaksanaan keberagamaan akan tampak dalam
kehidupan sesuai agama yang dianut masing-masing individu. Dalam
keberagamaan ini manusia akan merasakan hidupnya menjadi bermakna.
Ia memperoleh kejelasan tentang dasar hidupnya, tat cara hidup dalam
berbagai aspek kehidupannya, dan menjadi jelas pula apa yang menjadi
tujuan hidupnya.

2.2 Hubungan Hakikat Manusia dengan Pendidikan

A. Asas asas Keharusan Atau Perlunya Pendidikan Bagi Manusia

1. Manusia Sebagai Makhluk yang Belum Selesai
Manusia tidak mampu menciptakan dirinya sendiri, beradanya manusia
di dunia bukan pula sebagai hasil evolusi tanpa pencipta sebagaimana
yakni penganut Evolusionisme, melankan sebagai ciptaan Tuhan.
2. Tugas dan tujuan manusia adalah menjadi manusia
Sejak kelahirannya manusia memang adalah manusia, tetapi dia tidak
secara otomatis menjadi manusia dalam arti dapat memenuhi berbagai
aspek hakikat manusia. Dalam konteks ini dapat kita pahami bahwa
11

manusia hidup di dunia dalam keadaan belum tertentukan menjadi apa
atau menjadi siapa nantinya, karena itu aspek aspek hakikat manusia
sebagaimana telah dipelajari terdahulu pada dasarnya merupakan
potensi yang sekaligus adalah sebagai tugas yang harus diwujudkan
oleh setiap orang.
3. Perkembangan manusia bersifat terbuka
Manusia dilahirkan ke dunia dengan mengemban suatu keharusan
untuk menjadi manusia, ia diciptkan dalam sususnan yang terbaik, dan
dibekali berbagai potensi untuk dapat menjadi manusia. Namun
demikian, dalam kenyataan hidupnya, perkembangan manusia bersifat
terbuka atau mengandug berbagai kemungkinan.
Sebelum ia disiapkan dengan sepesialisasi tertentu dan sebelum ia
mampu menolong dirinya sendiri, ia sudah dilahirkan. Akibatnya :
a. Berbeda dengan hewan, kelanjutan hidup manusia menunjukkan
keragaman.
b. Oleh karena saat dilhirkan manusia belum mempunyai spesialisasi
tertentu.
B. Asas Asas kemungkinan pendidikan
1. Asas potensialitas
Dalam uraian terdahulu telah dikemukakan berbagai poteni yang ada
pada manusia yang memungkinkan ia akan mampu menjadi manusia,
tetapi untuk itu memerlukan suatu sebab, yaitu pendidikan. Contohnya,
dalam aspek kesusilaan, manusia diharapkan mampu berperilaku
sesuai dengan norma norma moral dan nilai nilai moral yang
diakui.
2. Asas Dinamika
Manusia selalu aktif baik dalam aspek fisiologik maupun spiritualnya.
Ia selalu menginginkan dan mengejar segala hal yang logik dari apa
yang telah ada atau yang telah dicapainya. Ia berupaya untuk
mengaktualisasikan dirinya agar menjadi manusia ideal, baik dalam
12

rangka interaksi atau komunikasinya secara horisontal (manusia
dengan manusia) maupun vertikal (manusia dengan Tuhan).
3. Asas Individualitas
Individu ntara lain memiliki kedirisendirian, ia berbeda dari yang lain
dan memiliki keinginan untuk menjadi seseorang sesuai keinginan
dirinya sendiri. Pendidikan dilaksanakan utuk membantu manusia
dalam rangka mengaktualisasikan atau mewujudkan dirinya.
4. Asas sosialitas
Sebagai insan sosial manusia hidup bersama dengan sesamanya, ia
butuh bergaul degan orang lain. Dalam kehidupan bersama dengann
sesamanya ini akan terjadi hubungan pergaulan timbal balik.
5. Asas Moralitas
Manusia memiliki kemampuan untuk membedakan yang baik dan
tidak baik dan pada dasarnya ia berpotensi untuk berperilaku baik atas
dasar kebebasan dan tenggung jawabnya (aspek moralitas).
2.3 Pendidikan, Martabat dan Hak Asasi Manusia
A. Pendidikan Sebagai Humanisasi
Tugas dan tujuan hidup manusia adalah membangun dan
mengadakan dirirnya mendekati manusia ideal. Manusia hanya dapat
menjadi manusia hanya melalui pendidikan. Dalam konteks ini maka
pendidikan dapat didefinisikan sebagai humanisai (memanusiakan
manusia), yaitu suatu upaya dalam rangka membantu manusia agar
mampu hidup sesuai dengan martabat kemanusiaannya. Humanisasi
pendidikan mempunyai arti yang cukup luas dan koprehensif meliputi
berbagai pengertian pendidikan berdasarkan pendekatan monodisipliner.
Sebagai humanisasi pendidikan antara lain berarti sebgaia upaya :
pengembangan potensi manusia ( sudut pandang psikologi).
B. Pendidikan dan Hak Asasi Manusia
John Locke mengatakn bahwa hak adalah milik manusia karena
nautarnya, namun karena natura ini adalah natura sosial maka dengan apa
13

yang saya anggap sebagai hak saya, saya juga diwajibkan dengan
mengakui adanya hak orang lain. Adapun hak asasi adalah hak yang dasar
atau pokok. Hak asasi manusia merupakan hak hak alamiah yang tidak
dapat dicabut karena ini adalah karunia Tuhan. Hak hak ini tidak hancur
ketika masyarakat sipil, dibangun baik pemerintahan maupun masyarakat
tidak dapat mencabutnya.
Pendidikan sebagai hak setiap warga Negara. Hak untuk
mendapatkan pendidikan bagi setiap warga negara tertuang dalam Pasal 31
UUD RI 1945, yaitu sebagai berikut:
a. Tiap tiap warga negara berhak mendapat pendidikan.
b. Setiap warga negara wajib mengikuti pendidikan dasar dan pemerintah
wajib membiayainya.
c. Pemerintah mengudahakan dan menyelenggarakan satu sistem
pendidikan nasional, dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa,
yang diatur dengan undang undang.
d. Negara memprioritaskan anggaran pendidikan sekurang kurangnya
20% dari anggaran pendapatan dan beanja negara serta dari anggaran
pendapatan dan belanja daerah, untuk memenuhi kebutuhan
penyelanggaraan endidikan nasional.
Adapun kewajiban pemerintah diatur dalam Pasal 11 sebagai berikut :
a. Pemerintah dan pemerintah daerah wajib memberikan layanan dan
kemudahan, serta menjamin terselenggaranya pendidikan yang
bermutu bagi setiap warga negara tanpa diskriminasi.
b. Pemerintah dan emerintah daerah wajib menjamin tersedianya dana
guna terselenggaranya pendidikan bagi setiap warga negara yang
berusia 7-15 tahun.

14

KESIMPULAN

Dari pembahasan di atas, dapat disimpulkan sebagai berikut.
Mengetahui pengertian pendidikan, martabat, dan hak asasi manusia.
1. Pengertian hakikat manusia adalah seperangkat gagasan atau konsep
mendasar tentang manusia dan makna eksis tensi manusia di dunia.
Sedangkan aspek-aspek hakikat manusia yaitu manusia sebagai makhluk
Tuhan, Manusia sebagai kesatuan badan-roh, manusia sebagai makhluk
individu, manusia sebagai makhluk sosial, manusia sebagai makhluk
berbudaya, manusia sebagai makhluk susila, manusia sebagai makhluk
beragama.
2. Hubungan hakikat manusia dengan pendidikan harus memenuhi asas- asas
yaitu asas potensialitas, asas dinamika, asas individualitas, asas sosialitas,
asas moralitas.
3. Pendidikan dapat didefinisikan sebagai humanisasi atau upaya
memanusiakan manusia, yaitu suatu upaya membantu manusia untuk dapat
bereksistensi sesuai dengan martabatnya sebagai manusia. Hak asasi
manusia mengimplikasikan hak pendidikan dan demokrasi pendidikan.
Bangsa Indonesia telah menyatakan bahwa pendidikan adalah hak setiap
warga negara.



15

DAFTAR PUSTAKA

Wahyudin, Din, dkk. 2009. Pengantar Pendidikan. Jakarta: Universitas Terbuka.
Wahyudin, Din, dkk. 2010. Pengantar Pendidikan. Jakarta: Universitas Terbuka.

Anda mungkin juga menyukai