Anda di halaman 1dari 4

1

V
A
L
U
E

C
R
E
A
T
I
O
N

Nama : Zainul Fikri
NPM : 1306497642
MK : Manajemen Strategik
Dosen : Dr. Siti Yasmina Zubaedah
Tugas : 5

Peter Drucker (1994), dalam bukunya berjudul The Theory of the Business
mengatakan bahwa model bisnis ialah set of assumptions on which the organization has
been built and is being run. Atau dalam kata lain model bisnis merupakan seperangkat
asumsi dimana suatu organisasi dibangun dan dijalankan. Menurut David Teece (2010)
bisnis model hakikatnya adalah menciptakan nilai tambah (value creation) yang diberikan
kepada pelanggan dirubah menjadi keuntungan (value capture) bagi perusahaan. Matzler
(2013), dalam artikelnya menggambarkan ada 4 tipe model bisnis yang dijalankan suatu
perusahaan,




Sumber: Matzler Business model innovation coffee triumphs for Nespresso (2013)
Bagian 1 terjadi ketika perusahaan berfokus menciptakan nilai bagi konsumen, namun
keuntungan bagi perusahaan sendiri amat kurang contohnya adalah Skype. Bagian 2
merupakan posisi ideal yang diinginkan setiap perusahaan dimana keduanya baik
konsumen maupun perusahaan saling diuntungkan contohnya adalah Apple dan
Nespresso. Bagian 3 terjadi pada perusahaan yang memiliki keuntungan tinggi namun
nilai bagi konsumen yang rendah, perusahaan seperti ini rentan terhadap kompetitor. Dan
bagian 4 merupakan bagian gagal, dimana nilai bagi konsumen dan keuntungan bagi
perusahaan sama-sama rendah.

1
3
4
2
VALUE CAPTURE
2


Untuk menempati bagian 2 perusahaan dalam artikel Matzer (2013) harus melakukan
inovasi pada model bisnisnya. Matzer selanjutnya menjelaskan bahwa terdapat 5 langkah
utama dalam mencapai tujuan tersebut. Pertama, perusahaan harus mengetahui dimana
posisi mereka baik di marketplace maupun di mata konsumen. Kedua, perusahaan harus
mampu menciptakan produk yang unik, tidap bisa ditiru dan memilki fitur yang
menguatkan posisi mereka baik di pasar maupun dimata konsumen. Ketiga, perusahaan
harus mampu menciptakan nilai tambah bagi konsumen terkait produk tersebut. Keempat,
perusahaan harus mampu menjual produk tersebut dengan efektif dan efisien. Dan yang
terakhir, perusahaan harus mampu menciptakan profit untuk jangka panjang bagi
perusahaan.
Menurut Johnson (2008), model bisnis yang baik memiliki 3 elemen. Pertama adalah
CVP (Customer Value Proposition), dalam hal ini perusahaan harus peka terhadap
kebutuhan konsumennya. Yang kedua adalah PF (Profit Formula), dalam elemen ini
perusahaan harus mengetahui berapa kira-kira revenue, cost, margin dan berapa cepat
profit yang akan didapat. Kemudian elemen yang ketiga adalah KR & KP (Key
Resources & Key Process), pada elemen ini perusahaan harus mengetahui apa yang
menjadi sumber daya utama mereka dan bagaimana proses sumber daya utama tersebut
dikelola.
Dari kedua artikel diatas, intinya dapat disimpulkan bahwa kembali ke hakikat awal suatu
bisnis, yakni mendapatkan keuntungan (value capture) dari pemberian nilai tambah
(value creation) bagi konsumen. Namun terkadang hal tersebut tidak disadari oleh para
pemimpin perusahaan karena berbagai hal antara karena kurangnya studi mengenai hal
tersebut. Kemudian perusahaan biasaya sudah cukup bahagia dengan apa yang mereka
dapatkan tanpa melihat opportunity lain yang dapat dikembangkan demi memenangkan
persaingan, hal tersebut juga yang kemudian inovasi terhadap bisnis model tidak diminati
baik secara internal maupun eksternal. Johnson (2008)

Menurut Johnson (2008) perusahaan butuh bisnis model yang baru apabila menghadapi 5
keadaan. Yang pertama apabila perusahaan mendapatkan kesempatan untuk melakukan
suatu inovasi bagi banyak konsumen. Yang kedua apabila perusahaan mendapatkan
kesempatan untuk memanfaatkan teknologi dengan memanfaatkan bisnis model yang kita
3


bicarakan diatas. Yang ketiga ketika perusahaan memiliki kesempatan untuk melakukan
sesuatu yang belum dilakukan siapapun. Yang keempat ketika perusahaan membutuhkan
suatu cara untuk menanggulangi kompetitor kecil. Yang kelima ketika perusahaan
membutuhkan perubahan karena persaingan yang sudah terlalu ketat.
Dari kedua artikel tersebut kita dapat mempelajari berbagai kasus antara lain Skype,
Apple, Nespresso, Hilti, dan Tata Motor. Skype terlalu mengejar customer value, hal
tersebut menjadi sia-sia karena Skype hanya mendapat profit yang kecil. Menurut
Anderson (2008) Apple dan Nespresso menggunakan strategi Razorblades sehingga
mampu melakukan manuver yang cantik di marketplace dengan merubah model
bisnisnya dengan mengejar customer value namun tetap menjaga profit perusahaan.
Nespresso. Dalam artikelnya Johnson (2008) memaparkan bagaimana Hilti mampu
membuat suatu lahan bisnis baru dalam industri property, dijelaskan bahwa Hilti tidak
menjual alat-alat kebutuhan kontraktor tapi menyediakan jasa penyewaan dan perawatan
serta efektifitas dan efisiensi peralatan bagi kontraktor industri property. Tata Motor, juga
dijelaskan oleh Johnson (2008) mampu melihat apa yang dibutuhkan oleh calon
konsumen dan bagaimana cara mencapai tujuan tersebut dengan efektif dan efisien.
Kesimpulannya, perusahaan harus mengetahui dimana posisi mereka baik di marketplace
maupun dimata konsumen, jika perlu melakukan inovasi pada model bisnis sebaiknya
dilakukan namun perusahaan harus yakin bahwa hal tersebut benar-benar diperlukan.
Bisnis model terkait dengan situasi dan kondisi suatu perusahaan baik internal maupun
eksternal, sehingga dampak suatu inovasi memerlukan waktu yang tidak sebentar.
Dengan demikian dibutuhkan pemimpin yang peka dan mampu melihat posisi
perusahaannya dengan cepat dan tepat.





4



Sumber:
Anderson, C. (2008), Why $ 0.00 is the future of business, Wired Magazine, March,
pp. 140-94.

Drucker, P. (1994), The theory of the business, Harvard Business Review,
September-October, pp. 95-104.

Johnson, M. W., Christensen, C. M, Kagermann, H. (2008) Reinventing Your
Business Model, Harvard Business Review, Vol. 51.

Matzer, K., Bailom, F., von den Eichen, S. F., Kohler, T. (2013) Business model
innovation coffee triumphs for Nespresso, Journal of Business Strategy Vol. 34.

Teece, D.J. (2010), Business models, business strategy and innovation, Long Range
Planning, Vol. 43
Nos 2-3, pp. 172-94.

Anda mungkin juga menyukai