Anda di halaman 1dari 29

TUGAS TEKNIK PENGOLAHAN SAMPAH

DESAIN TPST SKALA KELURAHAN DI KOTA TL




OLEH:
KELOMPOK III
DION PERMADI (06 174 006)
SUEL KINGKI JAKATINI (0910941010)
NURUL FITRIA Z. (0910941013)
SYIFA RAHMANIA (0910942018)
AGUNG KELIK SATIYADI (0910942028)
ADE FITRIANI (0910942034)
UTAMI LANGGA SARI HSB (0910942037)
YONA ANGGELA (0910942038)
LUCIANA GUSTIN (0910942046)





JURUSAN TEKNIK LINGKUNGAN
FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS ANDALAS
PADANG
2011
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pengelolaan sampah (limbah padat) merupakan masalah klasik yang sering terjadi
di daerah perkotaan. Laju pertumbuhan penduduk yang tinggi selalu berbanding
lurus dengan tingkat konsumsi dan aktivitas masyarakat, menyebabkan jumlah
sampah (limbah padat) yang dihasilkan juga semakin tinggi. Pengelolaan sampah
kota yang saat ini banyak diterapkan di beberapa kota di Indonesia masih terbatas
pada sistem 3P (Pengumpulan, Pengangkutan, dan Pembuangan). Sampah
dikumpulkan dari sumbernya, kemudian diangkut ke Tempat Pembuangan
Sementara (TPS) dan akhirnya dibuang ke Tempat Pembuangan Akhir (TPA).
Pengelolaan sampah tersebut dimulai dari sumbernya sampai ke tempat
pembuangan akhir. Dari evaluasi yang telah dilakukan, dapat diidentifikasikan
masalah-masalah pokok dalam pengelolaan persampahan di kota antara lain
disebabkan oleh bertambah kompleksnya masalah persampahan sebagai
konsekuensi logis dari pertambahan penduduk dan keheterogenan tingkat sosial
penduduk kota. Situasi dana serta prioritas penanganan yang relatif rendah dari
pemerintah daerah, merupakan masalah umum dalam skala nasional. Selain itu
adanya keterbatasan teknik penanganan dan sumber daya manusia yang tersedia di
daerah untuk menangani persampahan menambah lengkapnya masalah
pengelolaan persampahan. Dalam bidang teknologi, masalah timbul karena
konsep pengelolaan persampahan yang terkadang tidak cocok untuk diterapkan di
daerah, serta kurang terbukanya kemungkinan modifikasi konsep tersebut di
lapangan.
Berdasarkan permasalahan di atas, maka diperlukanlah suatu sistem pengelolaan
sampah yang baik dan tepat serta sarana dan prasarana yang mendukung untuk
mengolah sampah agar tidak membahayakan kesehatan manusia dan lingkungan.
Untuk mewujudkan hal tersebut maka dirasa perlu untuk dibuat Tempat
Pembuangan Sampah Terpadu (TPST).

1.2 Maksud dan Tujuan
Maksud dari pembuatan makalah ini adalah untuk mendesign suatu Tempat
Pembuangan Akhir Terpadu (TPST) di suatu kawasan, dengan waktu design
adalah 10 tahun kedepan, sedangkan tujuan dari makalah ini adalah untuk
memenuhi tugas pada mata kuliah Teknik Pengolahan Sampah (TPS).
1.3 Ruang Lingkup
Makalah ini memuat beberapa hal, yaitu:
Kondisi Eksisting Wilayah Design;
Design Pengolahan di TPST;
Design layout TPST;
Anggaran biaya yang diperlukan, baik biaya investasi, operasional dan
pemeliharaan serta rincian sumber biaya











BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Umum
Sampah merupakan buangan padat atau setengah padat terdiri dari zat organik dan
zat anorganik yang kehadirannya tidak diinginkan atau tidak berguna oleh
masyarakat. Setiap aktivitas manusia menghasilkan sampah, dengan
bertambahnya jumlah penduduk mengakibatkan sampah yang dihasilkan semakin
besar. Hal ini menyebabkan masalah sampah mulai mengganggu baik terhadap
kesehatan manusia maupun terhadap lingkungan yang menyebabkan tercemarnya
tanah, air dan udara. Maka dari itu sampah tersebut perlu pengelolaan khusus agar
tidak membahayakan kesehatan manusia, lingkungan dan melindungi investasi
pembangunan (Tchobanoglous, 1993).
Pengelolaan persampahan dapat diartikan sebagai suatu usaha atau kegiatan yang
mengontrol jumlah timbulan sampah, pewadahan, pengumpulan, transfer dan
transport, daur ulang serta pembuangan sampah dengan memperhatikan faktor
kesehatan masyarakat, ekonomi, teknik, konservasi lingkungan, estetika, dan
pertimbangan lingkungan lainnya (Tchobanoglous,1993).
Sampah menurut SNI 19-2454-1994 tentang Tata Cara Pengelolaan Teknik
Sampah Perkotaan didefenisikan sebagai limbah yang bersifat padat terdiri atas
zat organik dan zat anorganik yang tidak berguna lagi dan harus dikelola agar
tidak mengganggu lingkungan dan melindungi investasi pembangunan. Sampah
umumnya dalam bentuk sisa makanan (sampah dapur), daun-daunan, ranting,
karton/kertas, plastik, kain bekas, kaleng-kaleng, debu sisa penyapuan dan
sebagainya.
Sumber sampah dapat berasal dari:
1. Kegiatan penghasilan sampah seperti pasar, rumah tangga, pertokoan,
penyapuan jalan, taman, atau tempat umum lainya dan kegiatan lain seperti
industri dengan limbah yang sejenis sampah;
2. Sampah yang dihasilkan manusia sehari-hari kemungkinan mengandung
limbah berbahaya, seperti sisa baterai, sisa oli/minyak rem mobil, sisa bekas
pemusnahan nyamuk, sisa biosida tanaman, dan sebagainya.
Pengelolaan sampah saat ini hanya menggunakan single method, yaitu wadah-
kumpul-angkut-buang, sampah sepenuhnya dibuang ke Tempat Pembuangan
Akhir (TPA). Jika ada masalah dengan transportasi sampah dan TPA maka
seluruh sistem pengelolaan sampah menjadi macet. Untuk mencegah kebuntuan
sistem pengelolaan sampah, perlu dikembangkan metode-metode lain. Salah satu
metode yang sangat fleksible dan realistik dikembangkan adalah implementasi
prinsip 3R yaitu reduce (mengurangi sampah), reuse (guna ulang sampah), dan
recycle (daur ulang) dalam pengelolaan sampah, dan merupakan prinsip utama
dalam pengelolaan sampah berwawasan lingkungan (environmental friendly)
(Departemen PU, 2008).
Konsep 3R juga dikenal dengan pengelolaan sampah berbasis masyarakat.
Pengelolaan sampah berbasis masyarakat merupakan sistem penanganan sampah
yang direncanakan, disusun, dioperasikan, dikelola dan dimiliki oleh masyarakat.
Tujuannya adalah kemandirian masyarakat dalam mempertahankan kebersihan
lingkungan melalui pengelolaan sampah yang ramah lingkungan (Environmental
Service Program, 2006).
Prinsip-prinsip pengelolaan sampah berbasis masyarakat adalah:
a. Partisipasi masyarakat;
b. Kemandirian;
c. Efisiensi;
d. Perlindungan lingkungan;
e. Keterpaduan.
Pelaksanaan pengelolaan persampahan metode 3R memerlukan kegiatan
pemberdayaan secara terprogram, terpadu, dan berkelanjutan sehingga dapat
dicapai perubahan perilaku masyarakat dalam program pengelolaan persampahan
dengan metode 3R. Proses pemberdayaan masyarakat antara lain sosialisasi,
pelatihan, percontohan dan pengembangan kegiatan (Departemen PU, 2008).
Menurut Damanhuri (2004) sampah dapat diklasifikasikan berdasarkan beberapa
di bawah ini:
1. Klasifikasi sampah berdasarkan sumbernya antara lain:
a. Sampah pemukiman;
b. Sampah daerah komersial;
c. Sampah konstruksi dan pembongkaran bangunan;
d. Sampah fasilitas umum;
e. Sampah kawasan industri dan pertanian.
2. Berdasarkan cara penanganan dan pengolahan sampah dibedakan atas:
a. Komponen yang mudah membusuk;
b. Komponen bervolum besar dan mudah terbakar;
c. Komponen bervolum besar dan sulit terbakar;
d. Komponen bervolum kecil dan sulit terbakar;
e. Wadah bekas;
f. Tabung bertekanan/gas;
g. Serbuk dan abu;
h. Lumpur baik organik maupun anorganik;
i. Puing bangunan;
j. Kendaraan terpakai;
k. Sampah radio aktif.
3. Klasifikasi sampah dari Negara industri dibedakan atas:
a. Sampah organik mudah membusuk (garbage);
b. Sampah organik tak membusuk (rubbish);
c. Sampah sisa abu pembakaran penghangat rumah (ashes);
d. Sampah bangkai binatang;
e. Sampah sapuan jalan;
f. Sampah sisa konstruksi.
4. Klasifikasi sampah berdasarkan komposisi antara lain:
a. Sampah seragam seperti kertas, karton;
b. Sampah tidak seragam (campuran);
5. Berdasarkan status pemukiman sampah dibedakan atas:
a. Sampah kota (municipal solid waste);
b. Pedesaan (rural waste).
6. Berdasarkan sifat-sifat biologisnya dan kimianya sampah dapat digolongkan
menjadi:
a. Sampah yang dapat membusuk (garbage);
b. Sampah yang tidak membusuk (refuse);
c. Sampah berupa debu dan abu;
d. Sampah yang mengandung zat kimia atau fisis yang berbahaya.
Beberapa faktor yang mempengaruh komposisi sampah (Damanhuri, 2004) antara
lain:
1. Cuaca;
2. Frekuensi pengumpulan;
3. Musim;
4. Tingkat sosial ekonomi;
5. Pendapatan perkapita;
6. Kemasan produk.
Karakteristik sampah menurut Damanhuri (2004) antara lain:
1. Karakteristik kimia, terdiri dari unsur C, N, O, H, S;
2. Karakteristik fisika, seperti densitas, kadar volatile, kadar abu, nilai kalor dan
distribusi ukuran.
Tujuan lain dari pengolahan dan pemrosesan sampah adalah:
1. Untuk memperbaiki efisiensi sistem pengolahan sampah;
2. Untuk recovery material;
3. Untuk recovery konversi produk dan energi.
Sistem pengendalian persampahan menurut Damanhuri (2004) mempunyai 5
komponen aspek yaitu:
1. Aspek teknik operasional;
2. Aspek peraturan (legal);
3. Aspek pembiayaan;
4. Aspek institusi;
5. Aspek peran serta masyarakat.
Secara umum teknik operasional pengelolaan sampah dikenal dalam beberapa
subsistem sebagai berikut (Damanhuri, 2004):
1. Sumber sampah (waste generation);
2. Pewadahan sampah (storage);
3. Pengumpulan (collection);
4. Pemindahan (transfer) dan Pengangkutan (transport);
5. Pengelolaan dan pemanfaatan kembali (processing and recovery );
6. Pembuangan akhir (disposal).
Elemen-elemen yang terdapat pada pengelolaan sampah dan hubungan antar
elemen tersebut dapat dilihat pada Gambar 2.1:

Gambar 2.1 Hubungan antara elemen-elemen pengelolaan sampah
Sumber: Tchobanoglous, 1993
Jenis-jenis sampah yang dihasilkan oleh beberapa sumber sampah adalah:
1. Perumahan dan komersil
Biasanya sampah yang dihasilkan tidak termasuk sampah berbahaya dan
sampah khusus. Terdiri dari:
a. sampah organik, seperti kertas, plastik, tekstil, karet, kulit, kayu dan
garbage;
b. sampah anorganik, seperti kaca dan kaleng.
2. Sampah khusus
Bersumber dari rumah tangga, komersil dan industri, seperti sampah besar,
alat-alat elektronik, baterai, oli, dan karet.

3. Sampah berbahaya
Sifat dari sampah ini nonbiodegradable, bertambah secara biologis,
mematikan atau efek komulatif merusak, seperti baterai.
4. Sampah institusi
Merupakan sampah yang berasal dari institusi-institusi seperti kantor, sekolah,
rumah sakit, penjara.
5. Sampah konstruksi dan bangunan
Merupakan sampah yang berasal dari pembuatan konstruksi dan pemugaran
bangunan. Biasanya berupa kayu, beton, plesteran dan puing-puing bangunan.
6. Sampah pelayanan kota
Adalah sampah yang berasal dari fasilitas pelayanan kota seperti sampah
taman kota dan sampah kontainer.
7. Sampah instalasi pengolahan air limbah
Biasanya berupa buangan padat atau setengah padat dari instalasi pengolahan
air, instalasi pengolahan air buangan, dan industri. Pengumpulannya bukan
tanggung jawab manajemen persampahan kota.
8. Sampah industri
Jenis sampah yang dihasilkan tergantung dari jenis industri, jika industri
makanan maka sampah yang dihasilkan tidak jauh beda dengan sampah
domestik.
9. Sampah pertanian
Sampah yang berasal dari aktivitas pertanian dan peternakan, banyak
mengandung bahan organik.
Jumlah timbulan biasanya berhubungan dengan:
1. Pemilihan peralatan, misalnya: alat pengumpulan, pengangkutan;
2. Perencanaan rute pengangkutan;
3. Fasilitas unit daur ulang;
4. Luas dan jenis TPA.



Komposisi sampah dipengaruhi oleh faktor-faktor berikut (Damanhuri, 2004):
1. Frekuensi pengumpulan
Faktor ini akan mempengaruhi jumlah sampah yang akan terkumpul pada
tempat penampungan. Sampah anorganik jumlahnya akan terus bertambah dan
sampah organik akan berkurang karena proses dekomposisi.
2. Musim
Jenis sampah akan ditentukan oleh musim buah-buahan yang sedang
berlangsung.
3. Tingkat sosial ekonomi
Kondisi ekonomi mempengaruhi komposisi sampah yang dihasilkan.
Masyarakat dengan ekonomi tinggi cenderung menghasilkan sampah kering
seperti kertas, plastik dan kaleng.
4. Kemasan produk
Kemasan produk bahan kebutuhan sehari-hari juga akan mempengaruhi
komposisi sampah. Negara maju cenderung menggunakan kertas sebagai
pengemas, sedangkan negara berkembang menggunakan plastik sebagai
pengemas.
5. Cuaca
Di daerah yang kandungan airnya tinggi, kelembapan sampah juga akan
tinggi.
6. Pendapatan per kapita
Masyarakat dari tingkat ekonomi tinggi pada umumnya menghasilkan total
sampah yang lebih sedikit dan homogen.
Dengan mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi produksi sampah di
atas, setidaknya kita dalam melakukan pengelolaan sampah
2.2 Jenis Sampah Dapat Didaur Ulang
Bahan buangan berbentuk padat seperti kertas, logam, plastik merupakan bahan
yang biasa didaur ulang. Bahan ini didaur pakai secara langsung atau harus
mengalami proses terlebih dahulu untuk menjadi bahan baku baru. Bahan
buangan ini banyak dijumpai, dan biasanya merupakan bahan pengemas produk.
Bahan inilah yang pada tingkat konsumen kadang menimbulkan permasalahan,
khususnya dalam pengelolaan sampah kota. Di negara industri, aplikasi pengemas
yang mudah didaur ulang akan menjadi salah satu faktor yang meningkatkan nilai
saing produk tersebut di pasar. Contoh sampah yang berpotensi untuk didaur
ulang dapat dilihat pada Tabel 2.1
Tabel 2.1. Macam-macam Sampah yang Dapat Didaur Ulang
Bahan yang didaur ulang Jenis penggunaan
Aluminium Wadah minuman, bir
Kertas:
Kertas koran
Kardus
Kertas kualitas tinggi
Kertas campuran


Kardus kemas
Kertas komputer, kertas tulis HVS
Campuran kertas bersih, koran, majalah, putih/warna
Plastik dan nomor kelompoknya:
PETE : Kode 1
HDPE: Kode 2
PVC : Kode 3
LDPE : Kode 4
PP : Kode 5
PS : Kode 6
Multilayer dan lain-lain: Kode 7
Plastik campuran :4%

Botol minuman, film
Botol air, botol susu
Pipa, ember, botol
Bungkus tipis, lain-lain bahan film bungkus
Label untuk botol/kontainer, casing baterai
Kemasan komponen listrik/elektronik, barang pecah belah, piring
Kemasan multilayer, beberapa botol
Kombinasi diatas
Kaca Botol dan wadah warna jernih, hijau, coklat
Logam besi Kaleng timah
Metal non besi Aluminium, tembaga, timah
Limbah bahan bangunan Tanah, aspal, beton, kayu, logam
Kayu Kotak kontainer, sisa-sisa kayu, sisa proyek
Oli bekas Proses ulang oli bekas
Ban Daur ulang: macam-macam
Baterai aki (lead acid) Daur ulang: Asam, plastik, Pb
Baterai rumah tangga Daur ulang : Zn, Hg, ag
Sumber: Damanhuri, 2004
Beberapa penjelasan mengenai jenis plastik yang dapat/tidak bisa didaur ulang,
yaitu:
a. PETE atau PET (polyethylene terephthalate)
Biasa dipakai untuk botol plastik tembus pandang/transparan seperti botol air
mineral, botol minuman, botol jus, botol minyak goreng, botol kecap, botol
sambal, botol obat, dan botol kosmetik dan hampir semua botol minuman
lainnya. Untuk pertekstilan, PET digunakan untuk bahan serat sintetis atau
lebih dikenal dengan polyester. PETE/PET direkomendasikan hanya untuk
sekali pakai. penggunaan berulang kali terutama pada kondisi panas akan
menyebabkan melelehnya lapisan polimer dan keluarnya zat karsinogenik dari
bahan plastik tersebut, sehingga dapat menyebabkan kanker untuk
penggunaan jangka panjang.
b. HDPE (high density polyethylene)
Memiliki sifat bahan yang lebih kuat, keras, buram dan lebih tahan terhadap
suhu tinggi. HDPE biasa dipakai untuk botol kosmestik, botol obat, botol
minuman, botol susu yang berwarna putih susu, tupperware, gallon air
minum, kursi lipat, dan jerigen pelumas dan lain-lain. Walaupun demikian
HDPE hanya direkomendasikan untuk sekali pakai, karena pelepasan senyawa
antimoni trioksida terus meningkat seiring waktu. Bahan HDPE bila ditekan
tidak kembali ke bentuk semula.
c. PVC (polyvinyl chloride)
Jenis plastik yang paling sulit didaur ulang. Jenis plastik PVC ini bisa
ditemukan pada plastik pembungkus (cling wrap), untuk mainan, selang, pipa
bangunan, taplak meja plastik, botol kecap, botol sambal dan botol sampo
PVC mengandung DEHA yang berbahaya bagi kesehatan. Makanan yang
dikemas dengan plastik berbahan dapat terkontaminasi karena DEHA lumer
pada suhu -15
o
C.
d. LDPE (low density polyethylene)
Plastik tipe cokelat (thermoplastic/dibuat dari minyak bumi), biasa dipakai
untuk tempat makanan, plastik kemasan, dan botol-botol yang lembek. LDPE
dipakai untuk tutup plastik, kantong/tas kresek dan plastik tipis lainnya.
Walaupun baik untuk tempat makanan, barang berbahan LDPE ini sulit
dihancurkan. Selain itu pada suhu di bawah 60
o
C sangat resisten terhadap
senyawa kimia.
e. PP (polypropylene)
Pilihan bahan plastik terbaik, terutama untuk tempat makanan dan minuman
seperti tempat menyimpan makanan, tutup botol, cup plastik, mainan anak,
botol minum dan terpenting botol minum untuk bayi. Bahan yang terbuat dari
PP bila ditekan akan kembali ke bentuk semula.

f. PS (polystyrene)
Biasa dipakai sebagai bahan tempat makan styrofoam, tempat minum sekali
pakai seperti sendok, garpu gelas, dan lain-lain. Polystyrene dapat
mengeluarkan bahan styrene ke dalam makanan ketika makanan tersebut
bersentuhan. Bahan ini harus dihindari, karena berbahaya untuk kesehatan,
selain itu bahan ini sulit didaur ulang. Banyak negara bagian di Amerika
sudah melarang pemakaian tempat makanan berbahan styrofoam termasuk
negara China.
g. Double Layers
Double layers adalah plastik yang 1 (satu) lembar terdiri dari 2 (dua) lapis
(lapis luar dan dalam berbeda).Contohnya plastik beda bahan :LDPE &
HDPE. Keunggulan plastik double layers di Elfrida :
Daya seal lebih bagus (jika lapis di dalam LDPE, lapis luar LDPE)
Penampilan lebih menarik (karena dua sisi warna berbeda)
Bisa membuat amplop yang isi di dalamnya tidak kelihatan.

2.3 Potensi Daur Ulang Sampah
Definisi potensi berdasarkan Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah daya,
kekuatan, kemampuan, kesanggupan, kekuasaan, kemampuan yang mempunyai
kemungkinan untuk dikembangkan atau sesuatu yang dapat menjadi aktual.
Definisi daur ulang berdasarkan SNI 19-2454-2002 adalah proses pengolahan
sampah yang menghasilkan produk baru. Jadi dapat disimpulkan bahwa potensi
daur ulang adalah kemampuan yang ada dalam komponen sampah yang dapat
dikembangkan untuk proses pengolahan sampah yang menghasilkan produk baru.
Di Indonesia, potensi daur ulang sampah kering adalah 15-25%, sedangkan
potensi sampah basah yang dapat dikomposkan adalah 30-40%, sehingga potensi
daur ulang sampah diperkirakan akan sebesar 45-65%. Namun tingkat daur ulang
di kota-kota Indonesia baik melalui usaha pemulung maupun usaha daur ulang di
rumah tangga dan pengomposan jumlahnya diperkirakan hanya sebesar 8,1%
(Damanhuri, 2004).


BAB III
KONDISI EKSISTING WILAYAH DESIGN
3.1 Umum
Kota TL memiliki luas wilayah sebesar 1000 m
2
dengan jumlah penduduk
sebesar 10.000 jiwa selama waktu perencanaan.
Batas wilayah Kota TL adalah sebagai berikut:
Utara : Rokan Hilir
Barat : Pasir Pangaraian
Timur : Tandun
Selatan : Lubuk Bendahara
Suhu rata-rata di Kota TL berkisar antara 29-31
0
C.
3.2 Kependudukan
Masyarakat di Kota TL memiliki mata pencaharian pada umumnya sebagai petani
dan pedagang.
3.3 Pengolahan Sampah Di Kota TL
Sistem pengolahan sampah di Kota TL ini dilakukan secara sederhana dan diolah
sendiri oleh masyarat penghasil sampah karena daerah ini termasuk daerah yang
tidak mendapat pelayanan dari Dinas Kebersihan dan Pertamanan (DKP) Kota.
Sehingga pengelolaan sampah dilakukan secara individu untuk mengurangi
timbulan sampah dengan cara dibakar di masing-masing pekarangan penduduk.
Pemerintah Kota TL masih menggunakan prinsip lama dalam mengolah sampah
yang dihasilkan yaitu prinsip Kumpul- Angkut-Buang. Hal ini dikarenakan
masih kurangnya kesadaran masyarakat atas pentingnya mengolah sampah.
Jumlah timbulan sampah rata-rata selama periode desain = 3,5 l/o/h.


Tabel 3.1 Komposisi sampah dan potensi daur ulang masing-masing
komponen sampah Kota TL.
Jenis Sampah Komposisi Sampah (%)
Potensi daur Ulang
Sampah (%)
Basah
Sampah Makanan 32,92 84,43
Sampah Halaman 20,67 98,08
Kayu 3,53 67,30
Sampah Basah 57,12
Kering
Tekstil 2,65
Karet 1,18
Kulit 1,23
Kertas 13,21 73,13
Plastik 14,35 94,78
Kaca 1,33 73,29
Kaleng 1,81 74,02
Logam 1,58 60
Lain-Lain 5,59
Sampah Kering 42,88
















BAB IV
DESAIN TPST
4.1 Bagan Alir Pengolahan Sampah di TPST
35 m
3

Becak Motor



19,9 m
3
15 m
3




Dumptruck
17,6 m
3
Dump truck

2,3 m
3
9,27 m
3
DumpTruck

5,7 m
3












Timbulan Sampah Kota
TPST
S. Organik S. Anorganik
Fasilitas
Transformasi
Sampah
Pemisahan
Material
Kompos
Lapak/ Perusahaan
Pengrajin Barang
Bekas.
TPA
TPA
Tebel 4.1 Material Balance
Jenis Sampah
Komposisi
Sampah (m
3
/h)
Potensi Daur Ulang
Sampah (m
3
/h)
Sisa (m
3
/h)
Basah
Sampah
Makanan 11,522 9,728 1,794
Sampah
Halaman 7,235 7,096 0,139
Kayu 1,236 0,831 0,404
Sampah
Basah 19,992 17,655 2,337
Kering
Tekstil 0,920
0,920
Karet 0,413
0,413
Kulit 0,431
0,431
Kertas 4,624 3,381
1,242
Plastik 5,018 4,756
0,262
Kaca 0,466 0,341
0,124
Kaleng 0,634 0,469
0,165
Logam 0,553 0,332
0,221
Lain-Lain 1,952
1,952
Sampah
Kering 15,008 9,279
5,729

Jumlah sampah yang masuk ke dalam TPST = 35 m
3
/h
Jumlah sampah basah = 19,992 m
3
/h
Jumlah sampah kering = 15,008 m
3
/h
Jumlah sampah basah yang dapat didaur ulang = 17,655 m
3
/h
Jumlah sampah kering yang dapat didaur ulang = 9,279 m
3
/h
Jumlah sampah basah yang diangkut ke TPA = 2,337 m
3
/h
Jumlah sampah kering yang diangkut ke TPA = 5,729 m
3
/h
Jadi total timbulan sampah yang diangkut ke TPA = 8,066 m
3
/h


4.2 Rancangan Desain
a. Pewadahan di Sumber
Jenis-jenis pewadahan yang biasa digunakan adalah:
1. Untuk pemukiman, menggunakan kantong plastik ( 10 liter), bin atau
tong plastik ( 10 liter);
2. Untuk pasar, menggunakan bin atau tong (120 liter) dan bak sampah
(1m
3
);
3. Untuk pertokoan, menggunakan kantong plastik (10 liter) dan bin atau
tong plastik (10 liter);
4. Untuk bangunan institusi, menggunakan tong sampah (5 liter);
5. Untuk tempat umum dan jalan taman, menggunakan bin (120 liter).
Sampah basah dan kering dibedakan dengan memisahkan tempat atau wadah
pengumpulannya. Sampah basah diletakkan di kantong plastik atau bin
berwarna biru dan sampah kering diletakkan di kantong plastik atau bin
berwarna merah.
b. Pengumpulan Sampah ke TPST
Dari perhitungan di atas direncanakan sistem pengumpulan door to door
dengan becak sampah dengan kapasitas 1,5 m
3
. Bak becak dilengkapi dengan
sekat sederhana yang terbuat dari triplek guna memisahkan sampah organik
dan anorganik. Sehingga setiap becak sampah akan mengangkut sampah
sebanyak 5 kali ritasi.
c. Pewadahan di TPST
Di TPST, sampah dipisahkan berdasarkan jenisnya, yaitu sampah basah dan
sampah kering. Sampah basah dan sampah kering tersebut dipilah kembali
berdasarkan komposisi masing-masing sesuai dengan jenisnya.
d. Pengolahan di TPST
Pengolahan sampah di TPST terdiri dari composting, reuse dan recycling.
Sampah basah yang terdiri dari sampah organik dapat dikompos yang
dilakukan oleh petugas TPST. Pengomposan di TPST ini menggunakan
komposter yaitu komposter biophosko. Sampah organik akan di cacah terlebih
dahulu dengan mengunakan Mesin Pencacah sampah baru kemudian
dilanjutkan dengan pengomposan menggunakan mesin Rotary Klin(Komposter
Biophosko). Sampah kering dipilah oleh petugas TPST untuk memisahkan
sampah yang bisa di daur ulang dengan sampah yang tidak bisa di daur ulang.
Untuk sampah yang bisa di daur ulang akan dipadatkan dengan menggunakan
kompaktor, setelah sampah dikompaksi, sampah akan disimpan didalam
gudang untuk kemudian akan dijual ke Lapak atau industri pengrajin baraang
bekas dalam periode waktu tertentu.
e. Pengangkutan Sampah ke TPA
Sisa sampah yang tidak dapat didaur ulang dan dikompos akan diangkut ke
TPA menggunakan truk sampah tipe Dump Truck kapasitas 10 m
3
.
4.3 Peralatan dan Fasilitas di TPST
Peralatan yang terdapat di TPST adalah:
1. Becak sampah 1,5 m
3
sebanyak 5 unit;
2. Dump Truck kapasitas 10 m
3
sebanyak 1 unit;
3. Peralatan composting, yaitu:
- Mesin Otomatis Rotary Kiln, 2 unit
- Mesin Pencacah Sampah, 1 unit
4. Timbangan sampah, 5 buah;
5. Kompaktor, 1 unit;
Fasilitas yang terdapat di TPST adalah:
1. Fasilitas Parkir
2. Fasilitas Kantor TPST;
3. Fasilitas Composting;
4. Fasiltas Gudang Penyimpanan Hasil Kompos
5. Fasiltas Gudang Penyimpanan Sampah yang bisa didaur ulang
(TPST ini menyediakan sampah yang dibutuhkan oleh para produsen yang
memerlukan sampah yang akan digunakan dalam proses produksinya. Bank
sampah ini menyediakan sampah dalam jangka waktu 1 minggu
pengumpulan dan dikirim ke produsen pada jadwal yang ditentukan.);
6. Fasilitas Ruangan Pemilahan Sampah Anorganik;
7. Fasilitas Pemilahan Sampah Organik.
8. Pool DumpTruck dan Becak Sampah.
4.4 Layout TPST
Design layout TPST Kota TL adalah sebagai berikut:

4.5 Spesifikasi Alat
- Mesin Otomatis Rotary Klin,
Dimensi (tinggi = 180 cm, lebar = 165 cm, panjang = 280 cm) rangka yang
terbuat dari besi, merupakan solusi tepat dan sempurna untuk memproses
berbagai jenis bahan organik menjadi kompos, yakni material yang memiliki
sifat seperti halnya tanah atau humus, yang sangat penting guna memulihkan
siklus materi dalam ekosistem.Alat mesin ini memiliki kemampuan khusus:
1. dapat berjalan secara otomatis bergerak dan memutar berdasar jadwal
sesuai keperluan dalam pembuatan kompos, yang dalam hal ini disesuaikan
dengan jenis bakteri pengurai misalnya setiap pagi, sore dan malam hari. 2.
membuka dan menutup katup kran untuk melepaskan pupuk organik cair
pada hari -5 (dapat diatur kembali berdasarkan permintaan). 3. Kipas listrik
(exhaust fan) dapat menyala otomatis jika suhu dalam komposter lebih tinggi
dari keperluan agar bakteri melakukan dekomposisi bahan organik.









- Mesin Pencacah Sampah
Mesin Pencacah Sampah (Model MPO 850 HD) ini berguna untuk
memudahkan proses pengomposan sampah organik melalui kegiatan
mencacah sebelum masuk kedalam Rotary Kiln ( media proses dekomposisi)
sampai menjadi kompos. Dengan mesin ini, sampah organik ( material sisa
yang berasal dari makhluk hidup meliputi sisa sayuran, daging, buah, dll yang
berukuran besar ) akan dibuat ukuran kecill sehingga lebih mudah dan cepat
terdekomposisi dalam proses pengomposan. Kapasitas Kerja : 1000 kg/jam;
Dimensi Keseluruhan : 1375x1100x1490 mm; Berat Keseluruhan : 265 kg;
Dimensi Penghancur : 1050x1100x1490 mm; Berat Penghancur Sampah: 180
kg; Panjang Drum : 500 mm; Diameter drum dengan pisau: 500 mm; Jumlah
Pisau : 18 buah; Lebar/Tebal pisau : 50/12 mm; Jarak antar pisau : 50 mm
(bisa buka pasang satu persatu); Bahan Pisau : Baja Karbon; Kekerasan Pisau
: 500 HV atau HRC 50; Material : Plat Esyer 2-3 mm; Konstruksi : Plat
siku/UNP; Roda : 4 buah ukuran 8 inch; Motor Penggerak: Merek : Yanmar,
Model = TF 85 H/R-di; Sistem Pendingin = Hopper/Radiator; Berat = 95 kg;
Cara Menghidupkan = Dengan engkol tangan(manual).


- Kompaktor
Menghasilkan sampah dalam ukuran yang relatif kecil
Bekerja pada tekanan tinggi (100 200 lb/in
2)

Lebih tepat di gunakan untuk persiapan pada recovery dan daur ulang
sampah
Mudah untuk dipndahkan karena tingkat pemadatan yang tinggi

.


4.7 Jumlah Pekerja yang dibutuhkan
Pekerja yang dibutuhkan di TPST adalah sebanyak 9 orang dengan spesifikasi
sebagai berikut:
- Kepala Staff :1 orang
- Staff : 1 orang
- Teknisi : 1 orang
- Pegawai Outdoor : 6 orang
4.8 Anggaran Biaya
4.8.1 Perhitungan Biaya Investasi
Perhitungan biaya investasi untuk pengembangan sistem pengelolaan sampah di
TPST kota TL dapat dilihat pada Tabel 4.2.
Tabel 4.2 Perkiraan Biaya Investasi Tahun 2011
N
o
Uraian
Umur Pakai
(tahun)
Harga Satuan
(Rupiah)
Jumlah(u
nit)
Jumlah Biaya
(Rupiah)
1 Bangunan TPST 10 1.000.000.000 1 1.000.000.000
2 Becak sampah 15 10.000.000 5 50.000.000
3 Dump Truck 15 150.000.000 1 150.000.000
4
Mesin Otomatis
Rotary Kiln
10 32.500.000 2 65.000.000
5
Mesin Pencacah
Sampah
10 20.500.000 1 20.500.000
6 Timbangan Sampah 5 500.000 5 2.500.000
7 Kompaktor 10 50.000.000 1 50.000.000
Total Biaya Investasi 1.338.000.000,00

4.8.2 Perhitungan Biaya Operasional dan Pemeliharaan
Perhitungan biaya Operasional dan pemeliharaan untuk pengembangan sistem
pengelolaan sampah di TPST kota TL dapat dilihat pada Tabel 4.3.
Tabel 4.3 Perkiraan Biaya Operasional Tahun 2011
No Komponen Biaya Operasional Satuan
Harga
Satuan
(Rp/bulan)
Jumlah
Jumlah
(Rp/bulan)
Jumlah
Biaya
(Rp/tahun)
1 Upah/Gaji Tenaga Kerja Tidak Langsung
Kepala Bagian/Bidang/Seksi Orang 2.600.000 1 2.600.000 31.200.000
Staf Orang 1.600.000 1 1.600.000 19.200.000
Teknisi Orang 1.300.000 1 1.300.000 15.600.000
2 Upah/Gaji Tenaga Kerja Langsung
Pengumpulan outdoor Orang 600.000 6 3.600.000 43.200.000
3 BBM

Pengumpulan dengan gerobak motor 1,5
m3
unit 675.000 5 3.375.000 40.500.000
Pengumpulan dengan dumptruck 10 m3 unit 1.350.000 1 1.350.000 16.200.000
Total Biaya Operasional 165.900.000
4.7.3 Sumber Dana
Jadi, untuk Biaya operasional selama 10 tahun, memerlukan biaya operasional
sebanyak = Rp. 165.900.000x 10 = Rp. 1.659.000.000,-
Sumber dana untuk pelaksanaan pengembangan sistem pengelolaan sampah kota
TL berasal dari APBD daerah Kota TL. Biaya lainnya berasal dari hasil penjualan
pupuk kompos, penjualan sampah dari kegiatan Bank Sampah.
Semua sampah kering yang bisa didaur ulang akan dijual ke lapak, sedangkan
kompos yang dihasilkan 50 % akan dijual dan sisanya dimanfaatkan untuk
pertamanan di kawasan Kota TL dan sebagai aktivator pembuatan kompos
selanjutnya. Perkiraan pendapatan dari penjualan hasil pengolahan sampah
tersebut dapat dilihat pada Tabel 4.4 berikut.
Tabel 4.4 Pendapatan Penjualan Hasil Pengolahan Sampah
No
Jenis
Pengolahan
Jenis Sampah
(Kg/hari)
Potensi
Hasil
Pengolahan
(Kg/hari)
Harga
Jual
(Rp/kg)
Pendapatan
(Rp/hari)
Pendapatan
(Rp/bulan)
Pendapatan
(Rp/tahun)
1 Pengomposan
(20% dari
sampah yang
berpotensi)
Sampah Makanan
3531 1.500
5296500 158895000 1906740000
Sampah Halaman
2 Sampah Layak
Jual
Sampah Kertas
3381
1.000
3381000 101430000 1217160000
Sampah Plastik
4756
1.500
7134000 214020000 2568240000
Sampah Kaca
341
2.000
682000 20460000 245520000
Sampah Kaleng
469
2.000
938000 28140000 337680000
Sampah Logam
332
2.000
664000 19920000 239040000
Perkiraan Pendapatan Penjualan Hasil Pengolahan Sampah 18.095.50
542.865.000 6.514.380.000
Berdasarkan Tabel diatas, perkiraan pendapatan dari penjualan hasil pengolahan
sampah adalah Rp. 6.514.380.000,-/tahun. Jumlah pendapatan ini dapat menutupi
biaya operasional dan pemeliharaan bahkan biaya investasi pelaksanaan
pengelolaan sampah di kawasan kota TL yang hanya Rp. 2.997.000.000,-/tahun
(Jumlah Anggran Inventasi dan Operasional). Dengan kata lain, break event point
dapat terjadi pada bulan ke 4 pelaksanaan TPST.
4.9 Pengelolaan Aspek Non Teknis
1. Peraturan/Hukum
Peraturan atau hukum yang diberlakukan mengenai:
- Keterlibatan umum yang terkait dengan penanganan sampah;
- Rencana induk pengelolaan sampah kelurahan;
- Bentuk lembaga dan organisasi pengelola sampah;
- Tata cara penyelenggaraan pengelolaan persampahan;
- Besaran tarif jasa pelayanan atau restribusi.
2. Kelembagaan
Kelembagaan dalam hal ini maksudnya adalah TPST ini beada di bawah
pemerintah tingkat kelurahan yang terdiri atas beberapa bidang, yaitu:
- Bidang Kebersihan;
- Tim Sorting;
- Tim Composting;
3. Pembiayaan
Struktur pembiayaan dapat dikelompokkan menjadi dua bagian,yaitu
- Biaya investasi
Merupakan biaya yang diperlukan untuk pengadaan perangkat keras
(peralatan dan sarana) dan pengadaan perangkat lunak seperti
studi/perencanaan induk program persampahan, penyusunan sistem
prosedur, pendidikan dan latihan awal, biaya insidentil penerapan sistem
baru.
- Biaya operasional, seperti:
a. Gaji dan upah ;
b. Transportasitasi, seperti bahan bakar, dan lain-lain;
c. Perawatan dan perbaikan;
d. Administrasi kantor dan lapangan;
e. Utilitas-utilitas lainnya.
4. Partisipasi Masyarakat
Dalam hal ini, masyarakat adalah salah satu aspek terpenting yang sangat
mempengaruhi kelancaran dari fasilitas ini. Salah satu cara yang dilakukan
untuk mengajak masyarakat dalam fasilitas ini adalah dengan cara sosialisasi.
Apabila sosialisasi berjalan dengan baik, maka masyarakat akan mengerti akan
pentingnya fasilitas ini dan menganggap sampah tidak sebagai benda yang
tidak berguna tetapi sebagai aset yang dapat menghasilkan nilai ekonomi.
BAB IV
PENUTUP
Kesimpulan yang dapat diambil adalah:
1. Jumlah sampah yang masuk dan keluar TPST adalah sebagai berikut:
Jenis Sampah
Komposisi
Sampah (m
3
/h)
Potensi Daur Ulang
Sampah (m
3
/h)
Sisa (m
3
/h)
Basah
Sampah
Makanan 11,522 9,728 1,794
Sampah
Halaman 7,235 7,096 0,139
Kayu 1,236 0,831 0,404
Sampah
Basah 19,992 17,655 2,337
Kering
Tekstil 0,920
0,920
Karet 0,413
0,413
Kulit 0,431
0,431
Kertas 4,624 3,381
1,242
Plastik 5,018 4,756
0,262
Kaca 0,466 0,341
0,124
Kaleng 0,634 0,469
0,165
Logam 0,553 0,332
0,221
Lain-Lain 1,952
1,952
Sampah
Kering 15,008 9,279
5,729










2. Layout TPST:

3. Biaya yang dibutuhkan untuk penyediaan peralatan TPST adalah sebesar Rp
1.338.000.000,00 dan input dana sebesar Rp. 1.849.092.693,00, sehingga dapat
diambil kesimpulan kalau BEP sudah dapat tercapai pada tahun kedua.
4. Rancangan Desain
a. Pewadahan di Sumber
Jenis-jenis pewadahan yang biasa digunakan adalah:
- Untuk pemukiman, menggunakan kantong plastik ( 10 liter), bin atau
tong plastik ( 10 liter);
- Untuk pasar, menggunakan bin atau tong (120 liter) dan bak sampah
(1m
3
);
- Untuk pertokoan, menggunakan kantong plastik (10 liter) dan bin atau
tong plastik (10 liter);
- Untuk bangunan institusi, menggunakan tong sampah (5 liter);
- Untuk tempat umum dan jalan taman, menggunakan bin (120 liter).
Sampah basah dan kering dibedakan dengan memisahkan tempat atau
wadah pengumpulannya. Sampah basah diletakkan di kantong plastik atau
bin berwarna biru dan sampah kering diletakkan di kantong plastik atau bin
berwarna merah.
b. Pengumpulan Sampah ke TPST
Dari perhitungan di atas direncanakan sistem pengumpulan door to door
dengan becak sampah dengan kapasitas 1,5 m
3
. Bak becak dilengkapi
dengan sekat sederhana yang terbuat dari triplek guna memisahkan sampah
organik dan anorganik. Sehingga setiap becak sampah akan mengangkut
sampah sebanyak 5 kali ritasi.
c. Pewadahan di TPST
Di TPST, sampah dipisahkan berdasarkan jenisnya, yaitu sampah basah dan
sampah kering. Sampah basah dan sampah kering tersebut dipilah kembali
berdasarkan komposisi masing-masing sesuai dengan jenisnya.
d. Pengolahan di TPST
Pengolahan sampah di TPST terdiri dari composting dan compaction.
Sampah basah yang terdiri dari sampah organik dapat dikompos yang
dilakukan oleh petugas TPST.











DAFTAR PUSTAKA
Damanhuri, E dan Tri Padmi. 2004. Diktat Kuliah Pengelolaan Sampah. TL-3150.
Teknik Lingkungan ITB : Bandung.
Tchobanoglous. 1993. Integrated Solid Waste Management. Mc Graw-Hill, Inc :
New Tork.
SNI 19-3964-1994. Metode Sampling. Badan Standarisasi Nasional: Jakarta

Anda mungkin juga menyukai