Anda di halaman 1dari 6

ISSN No.

1978-3787 Media Bina Ilmiah 1


_______________________________________
http://www.lpsdimataram.com Volume 7, No. 5 Oktober 2013

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KEJADIAN ATONIA UTERI
DI RSUP NTB TAHUN 2012

Oleh:

1. Veiny Anggrainy
2. Irianto
3. Irmayani

1. Rumah sakit Umum Propinsi NTB
2. Jurusan Gizi Poltekkes Kemenkes Mataram
3. Jurusan Kebidanan Poltekkes Kemenkes Mataram

Abstrak: Penyebab kematian ibu yang paling umum di Indonesia adalah penyebab obstetri langsung
yaitu perdarahan 28 %, preeklampsi/eklampsi 24 %, infeksi 11 %. Perdarahan post partum primer masih
menjadi kontributor yang terpenting dalam morbiditas dan mortalitas ibu yaitu berkisar 5,00%-15,00% dari
seluruh persalinan. Penyebab yang perlu mendapatkan perhatian yang serius adalah atonia uteri, karena
apabila penanganannya lambat akan memperburuk keadaan dan dapat mengancam jiwa ibu.Tujuan
penelitian untuk menganalisa faktor-faktor yang mempengaruhi kejadian atonia uteri. Penelitian ini
dilaksanakan di Rumah Sakit Umum Provinsi NTB dengan menggunakan me t o d e observasional
analitik kepada sejumlah 204 populasi ibu yang mengalami perdarahan postpartum di RSUP NTB tahun
2012, dengan pendekatan case control, didapatkan sejumlah 92 kelompok kasus ibu yang mengalami
atonia uteri dan 112 ibu sebagai control yang tidak mengalami atonia uteri. Hasil penelitian menunjukkan
bahwa variabel yang berhubungan dengan kejadian atonia uteri adalah drip oksitosin (p=0,003)
dan persalinan tindakan (p=0,001) dan variabel yang paling dominan menyebabkan kejadian atonia uteri
adalah drip oksitosin dengan OR 4,650.

Kata Kunci: Kejadian Atonia Uteri


PENDAHULUAN
Angka kematian ibu (AKI) merupakan salah
satu indikator dalam menentukan derajat kesehatan
masyarakat. Angka Kematian Ibu di Indonesia
bervariasi, Provinsi dengan Angka Kematian Ibu
terendah adalah DKI Jakarta dan tertinggi adalah
Provinsi Nusa Tenggara Barat. Di Provinsi Nusa
Tenggara Barat, ditemukan angka kematian ibu
sebesar 99 kasus pada tahun 2008, tahun 2009
menjadi 130 kasus dan tahun 2010 sebesar 114
kasus, tahun 2011 meningkat menjadi 130 kasus,
dan tahun 2012 menurun kembali menjadi 100
kasus.


Penyebab kematian ibu yang paling umum di
Indonesia adalah penyebab obstetri langsung yaitu
perdarahan 28 %, preeklampsi/eklampsi 24 %,
infeksi 11 %, sedangkan penyebab tidak langsung
adalah trauma obstetri 5 % dan lain lain 11 %
(WHO, 2007). Berdasarkan audit maternal perinatal
tahun 2010 dan hasil analisis yang dilakukan dari
rekapitulasi review kematian ibu diketahui bahwa
proporsi kematian ibu di Pulau Lombok disebabkan
oleh penyebab obstetri langsung yaitu perdarahan
30,23 %, preeklampsi/eklampsi 23,7 %, infeksi dan
emboli air ketuban, sedangkan penyebab tidak
langsung menyumbang 42,1 % dari kematian ibu
yaitu penyakit jantung 26,3 %, TBC paru, malaria
dan hepatitis.
Perdarahan post partum merupakan penyebab
kematian maternal terbanyak. Menurut waktu
terjadinya dibagi atas dua bagian yaitu pedarahan
post partum primer dan perdarahan post partum
skunder. Perdarahan post partum primer masih
menjadi kontributor yang terpenting dalam
morbiditas dan mortalitas ibu yaitu berkisar 5,00%-
15,00% dari seluruh persalinan. Salah satu penyebab
perdarahan post partum primer yang perlu
mendapatkan perhatian yang serius adalah atonia
uteri, karena apabila penanganannya lambat maka
akan memperburuk keadaan dan dapat mengancam
jiwa ibu. Berdasarkan studi yang dilakukan oleh
Roslyana (2011) dan Shofwal (2010) bahwa
penyebab perdarahan post partum paling banyak
menimbulkan morbiditas dan mortalitas ibu yaitu
disebabkan oleh karena atonia uteri yang
kejadiannya berkisar 1-3% dari seluruh persalinan.
Berdasarkan studi pendahuluan di Ruang
Bersalin RSUP NTB, laporan pada tahun 2010
menunjukkan jumlah kejadian perdarahan post
2 Media Bina Ilmiah ISSN No. 1978-3787
_______________________________________________
Volume 7, No. 5, Oktober 2013 http://www.lpsdimataram.com

partum sebanyak 208 kasus, menurun menjadi 199
kasus pada tahun 2011 dan meningkat kembali
menjadi 204 kasus pada tahun 2012 yang salah satu
penyebab perdarahan post partum tersebut oleh
karena atonia uteri.


Banyak faktor-faktor yang mempengaruhi
kejadian atonia uteri antara lain peregangan uterus
yang berlebihan seperti pada kehamilan kembar,
bayi besar, dan polihidramnion, selanjutnya pada
persalinan lama, persalinan yang terlalu cepat,
persalinan dengan induksi atau akselerasi oksitosin,
infeksi intrapartum, paritas tinggi dan umur resiko
tinggi.


Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh
Maida di PKM Kota medan tahun 2005 faktor yang
paling dominan menyebabkan atonia uteri adalah
umur ibu hamil, kadar HB/anemia, pendidikan,
pengalaman dan umur penolong persalinan, serta
tempat bersalin ibu. Berbeda dengan hasil penelitian
Lucinda yang juga melakukan penelitian serupa di
RSUD kota Bekasi tahun 2010 diperoleh bahwa
umur ibu hamil tidak terdapat hubungan yang
bermakna terhadap kejadian atonia uteri, faktor yang
paling dominan adalah paritas dan kadar HB/anemia.
Sementara penelitian yang dilakukan Roslyana di
RSUD Sukadana Kabupaten Lampung Timur
diperoleh bahwa paritas, preeklampsia dan
eklampsia, anemia, induksi dan stimiulasi oxytosin,
ketuban pecah dini menjadi faktor resiko paling
dominan.

METODE PENELITIAN
Penelitian ini merupakan observasional analitik
dengan pendekatan case control. Populasi dalam
penelitian ini adalah seluruh pasien yang mengalami
perdarahan post partum di Ruang Bersalin RSUP
NTB sebanyak 204 kasus.Sampel dalam penelitian
ini adalah sebagian dari pasien perdarahan post
partum yang disebabkan olehatonia uteri yaitu
sebanyak 92 kasus.

HASIL
a. Peregangan uterus yang berlebihan
Sampel terbanyak yang tidak mengalami
peregangan uterus berlebihan (89,7%) dibandingkan
dengan yang mengalami peregangan uterus
berlebihan (10,3%). Hasil uji statistik dengan Chi
Square dengan = 0,05 didapatkan p value 0,102,
dimana p value > 0,05, artinya tidak ada
hubungan yang signifikan antara peregangan uterus
yang berlebihan dengan kejadian atonia uteri.
b. Umur Ibu
Sampel terbanyak pada katagori umur 20-35
tahun (83,4%) dibandingkan dengan kategori umur
< 20 tahun dan umur > 35 tahun (8,3%). Hasil uji
statistik menggunakan perhitungan Chi Square
dengan = 0,05 didapatkan nilai p sebesar 0,225,
dimana p value > , artinya tidak ada hubungan
yang signifikan antara umur ibu dengan kejadian
atonia uteri.
c. Paritas
Sampel terbanyak pada paritas multipara
(47,6%) dibandingkan dengan paritas primipara
(44,6%) dan grandemultipara (7,8%). Hasil uji
statistik menggunakan perhitungan Chi Square
dengan = 0,05 didapatkan nilai p sebesar 0,189,
dimana p value > , artinya tidak ada hubungan
yang signifikan antara paritas ibu dengan kejadian
atonia uteri.
d. Persalinan tindakan
Sampel lebih banyak yang tidak mengalami
persalinan tindakan (72,5%) dibandingkan
persalinan dengan tindakan (27,5%). Hasil uji
statistik menggunakan perhitungan Chi Square
dengan = 0,05 didapatkan nilai p sebesar 0,001
dimana p value < , artinya ada hubungan yang
signifikan antara persalinan dengan tindakan dengan
kejadian atonia uteri.
e. Drip oksitosin
Sampel lebih banyak tidak dilakukan drip
oksitosin (89,7%) dibandingkan dengan diberikan
stimulasi dengan drip oksitosin (10,3%). Hasil uji
statistik menggunakan perhitungan Chi Square
dengan = 0,05 didapatkan nilai p sebesar 0,003
dimana p value < , artinya ada hubungan yang
signifikan antara drip oksitosin dengan kejadian
atonia uteri.
f. Anemia
Sampel terbanyak pada ibu yang tidak anemia
(72,5%) dibandingkan dengan yang anemia (27,5%).
Hasil uji statistik menggunakan perhitungan Chi
Square dengan = 0,05 didapatkan nilai p sebesar
0,238 dimana p value >, artinya tidak ada
hubungan yang signifikan antara anemia dengan
kejadian atonia uteri.
g. Kejadian Atonia Uteri
Sampel terbanyak pada ibu yang tidak atonia
uteri (54,9%) dibandingkan dengan atonia uteri
(45,1%). Hasil uji analisis multivariat regresi
logistik ganda diperoleh bahwa variabel yang
mempunyai hubungan bermakna dan paling
berpengaruh dengan kejadian atonia uteri adalah
drip oksitosin dengan Odds Ratio (OR) 4,650.
Artinya ibu- ibu yang persalinannya diberikan
stimulasi drip oksitosin kemungkinan 4,650 kali
terjadi atonia uteri dibandingkan dengan ibu yang
persalinannya tidak diberikan stimulasi drip
oksitosin
ISSN No. 1978-3787 Media Bina Ilmiah 3
_______________________________________
http://www.lpsdimataram.com Volume 7, No. 5 Oktober 2013

Tabel 1. Rekapitulasi hasil uji bivariat variabel
bebas dengan variable terikat
No Variable
bebas
Atonia Uteri
Nilai p Keterangan
1 Peregangan
Uterus
Berlebihan
0,102 Tidak ada
hubungan
2 Umur 0,225 Tidak ada
hubungan
3 Paritas 0,189 Tidak ada
hubungan
4 Persalinan
Tindakan
0,001 Ada
hubungan
5 Drip Oksitosin 0,003 Ada
hubungan
6 Anemia 0,238 Tidak ada
hubungan

PEMBAHASAN
a. Peregangan Uterus yang Berlebihan
Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan
bahwa jumlah sampel yang mengalami peregangan
uterus berlebihan sebanyak 10,3%. Hal ini
disebabkan karena penyebab dari peregangan uterus
yang berlebihan seperti kehamilan ganda,
polihidaramnion dan makrosomia angka kejadiannya
5-10% dari seluruh kehamilan di Indonesia. Namun
peregangan uterus berlebihan pada ibu bersalin perlu
pula medapat perhatian khusus karena merupakan
faktor predisposisi terhadap kejadian atonia
uteri.Otot-otot rahim mempunyai kemampuan
meregang dalam batas tertentu, setelah melewati
batas tersebut akan terjadi kontraksi.
Penyebab peregangan uterus yang berlebihan
antara lain kehamilan ganda, polihidramnion,
makrosomia janin (janin besar). Peregangan uterus
yang berlebihan karena sebab-sebab tersebut akan
mengakibatkan uterus tidak mampu berkontraksi
segera setelah plasenta lahir sehingga sering
menyebabkan atonia uteri pada ibu bersalin.
Tabel 2.Analisis Regresi Logistik Ganda

b. Umur
Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan
bahwa jumlah sampel dengan kategori umur > 35
tahun sebanyak 83,3%. Hal ini disebabkan karena
ibu dominan mengalami kehamilan pada umur
reproduksi sehat yaitu 20-35 tahun, selain ituwanita
yang berada pada masa reproduksi sehat
memilikikesempatan lebih besar untuk hamil
dibandingkan dengan wanita usia lanjut jika ditinjau
dari status kesehatan reproduksinya.
Namun wanita yang hamil di usia lanjut dengan
umur > 35 tahun juga perlu mendapat perhatian.
Bertambahnya usia wanita berhubungan dengan
menurunnya fungsi dan kemampuan adaptasi organ-
organ tubuh secara keseluruhan sehingga
meningkatkan resiko timbulnya kelainan-kelainan
seperti:hipertensi, diabetes mellitus,
tromboembolisme, perdarahan post partum primer
yang secara keseluruhan akan meningkatkan resiko
morbiditas dan mortalitas ibu selama kehamilan dan
persalinan.

Umur individu terhitung mulai saat dilahirkan
sampai saat berulang tahun terakhir. Umur
reproduksi terbagi masa menunda kehamilan yakni
umur <20 tahun, masa menjarangkan kehamilan
yakni umur 20-35 tahun, masa mengakhiri
kehamilan yakni umur > 35 tahun.

c. Paritas
Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan
bahwa paritas primipara (44,6%), multipara (47,6%),
dan grande multipara (7,8%). Hal ini disebabkan
karena program KB di Indonesia berhasil. Indonesia
berhasil menurunkan tingkat kelahiran menjadi
hanya 2,3 kelahiran dari 100 juta kelahiran.Menurut
Kepala BKKBN, Sugiri Syarief, sampai saat ini
hampir 5.000 pejabat dan pengelola program
kependudukan dan KB dari 94 negara telah datang
ke Indonesia untuk bertukar pengalaman bagaimana
Indonesia mengelola program KB. Indonesia
dianggap berhasil melakukan konsolidasi dan
melibatkan tokoh keagamaan, tokoh masyarakat,
serta swasta dalam program KB walau struktur
sosial ekonomi masyarakat masih beragam dengan
kondisi geografis yang terpencar.
Variabel B S.E Wald df Sig
Exp
(B)
95,0% C.I.for
EXP (B)
Lower Upper
Anemia .454 .422 1.160 1 .281 1.575 .689 3.599
Peregangan Uterus Berlebihan .841 .561 2.252 1 .133 2.319 .773 6.960
Paritas -.307 .265 1.340 1 .247 .736 .437 1.237
Umur -.529 .379 1.947 1 .163 .589 .280 1.239
Drip Oksitosin 1.537 .608 6.381 1 .012 4.650 1.411 15.324
Persalinan Tindakan -.667 .457 2.127 1 .145 .513 .209 1.258
Constant 1.159 .839 1.907 1 .167 3.187
4 Media Bina Ilmiah ISSN No. 1978-3787
_______________________________________________
Volume 7, No. 5, Oktober 2013 http://www.lpsdimataram.com

Namun demikian paritas ibu juga perlu
diperhatikan.Lebih tinggi paritas, lebih tinggi angka
kematian maternal, karena kasus perdarahan
meningkat dengan bertambahnya jumlah paritas.
Ibu-ibu dengan kehamilan lebih dari satu kali atau
yang termasuk multipara mempunyai resiko lebih
tinggi terhadap terjadinya perdarahan
pascapersalinan dibanding ibu-ibu yang termasuk
golongan primipara.
Paritas 1 dan paritas tinggi (multipara)
mempunyai angka kejadian perdarahan pasca
persalinan lebih tinggi. Pada paritas yang rendah
(paritas satu), ketidaksiapan ibu dalam menghadapi
persalinan yang pertama merupakan faktor penyebab
ketidakmampuan ibu hamil dalam menangani
komplikasi yang terjadi selama kehamilan,
persalinan dan nifas. Sedangkan pada paritas tinggi
(lebih dari satu), fungsi reproduksi mengalami
penurunan sehingga kemungkinan terjadi perdarahan
pascapersalinan menjadi lebih besar.
d. Persalinan dengan tindakan
Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan
bahwa jumlah sampel yang mengalami persalinan
tindakan sebanyak 27,5%. Hal ini disebabkan karena
sampel lebih banyak melahirkan normal
dibandingkan dengan tindakan. Persalinan tindakan
dilakukan jika terjadi kemacetan pada persalinan
normal atau jika ada masalah pada proses persalinan
yang dapat mengancam nyawa ibu dan janin. Angka
kejadiannya di Indonesia menurut survei nasional
tahun 2007 adalah 921.000 dari 4.039.000 persalinan
atau sekitar 22,8% dari seluruh persalinan. Namun
persalinan buatan perlu mendapat perhatian karena
merupakan faktor predisposisi terhadap kejadian
atonia uteri.
Persalinan buatan adalah proses persalinan
dengan bantuan dari tenaga luar.Ada beberapa
macam persalinan buatan yaitu Sectio Caesaria dan
vacum ekstraksi. Sectio caesaria adalah suatu cara
melahirkan janin dengan sayatan pada dinding
uterus melalui dinding depan perut. Vacum
Ekstraksi adalah suatu persalinan buatan/tindakan,
janin dilahirkan dengan ekstraksi tenaga negatif
(vacum) di kepalanya. Persalinan buatan
mengakibatkan otot uterus dipaksa untuk segera
mengeluarkan buah kehamilan dengan segera
sehingga pada pasca salin menjadi lelah dan lemah
untuk berkontraksi.
e. Drip oksitosin
Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan
bahwa jumlah sampel yang diberikan stimulasi drip
oksitosin sebanyak 10,3%. Hal ini disebabkan
karena sampel yang diberikan drip oksitosin hanya
sampel yang memiliki indikasi tertentu misalnya
pada ketuban pecah dini, kehamilan lewat waktu,
atau persalinan yang mengalami kemacetan akibat
kelainan dari kontraksi uterus.
Angka tindakan pemberian oksitosin baik
dengan tujuan induksi persalinan atau mempercepat
jalannya persalinan (augmentation labor atau
akselerasi persalinan) meningkat dari 20% menjadi
38% pada tahun 2007. Walaupun jumlahnya tidak
banyak namun pemberian drip oksitosin perlu
diperhatikan, obat-obatan uterotonika yang
digunakan untuk memaksa uterus berkontraksi saat
proses persalinan mengakibatkan otot uterus menjadi
lelah sehingga sering mengakibatkan atonia uteri.

f. Anemia
Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan
bahwa jumlah sampel yang mengalami anemia
sebanyak 27,5%. Hal ini karena pemerintah telah
melakukan program pencegahan anemia pada ibu
hamil dengan pemberian tablet besi (Fe) secara
gratis kepada semua ibu hamil untuk mencegah
terjadinya anemia terutama pada masa kehamilan.
Tindakan yang dilakukan adalah pendistribusian
tablet Fe melalui Posyandu, Polindes, dan
Puskesmas. Selain itu melibatkan peran serta dari
petugas kesehatan seperti; bidan, perawat hingga
kader Posyandu dapat mengurangi jumlah ibu hamil
yang mengalami anemia dengan meningkatkan
pengetahuan tentang manfaat tablet besi,
meningkatkan kepatuhan mengkonsumsi tablet
besi, dan juga diperlukan sistem evaluasi dan
monitoring yang dapat dipercaya
Hasil Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS)
tahun 2007, angka anemia berkisar 24,5%. Anemia
dalam kehamilan memberikan pengaruh yang
kurang baik bagi ibu, baik dalam masa kehamilan,
persalinan, maupun nifas, seperti abortus, partus
prematur, partus lama, inersia uteri, perdarahan post
partum karena atonia uteri, syok, infeksi baik intra
partum maupun post partum bahkan sampai dapat
menyebabkan kematian ibu.

Anemia penyebab
gangguan pembekuan darah yang mengakibatkan
tonus uterus terhambat untuk berkontraksi.
g. Atonia uteri
Berdasarkan penelitian terlihat bahwa distribusi
sampel ibu yang mengalami atonia sebanyak 45,1%
dan yang tidak atonia sebanyak 54,9%. Hal ini
disebabkan karena banyak penyebab perdarahan
postpartum selain disebabkan oleh atonia uteri,
seperti retensio plasenta, rest plasenta, robekan jalan
lahir, dan kelainan pembekuan darah. Atonia uteri
merupakan penyebab perdarahan postpartum
terbanyak dibandingkan dengan penyebab
perdarahan yang lain sehingga kejadian atonia uteri
perlu mendapat perhatian khusus.
Penyebab kematian ibu yang paling umum di
Indonesia adalah penyebab obstetri langsung yaitu
ISSN No. 1978-3787 Media Bina Ilmiah 5
_______________________________________
http://www.lpsdimataram.com Volume 7, No. 5 Oktober 2013

perdarahan 28 %, preeklampsi/eklampsi 24 %,
infeksi 11 %, sedangkan penyebab tidak langsung
adalah trauma obstetri 5 % dan lain lain 11 %

(WHO, 2007). Berdasarkan audit maternal perinatal
tahun 2010 dan hasil analisis yang dilakukan dari
rekapitulasi review kematian ibu diketahui bahwa
proporsi kematian ibu di Pulau Lombok disebabkan
oleh penyebab obstetri langsung yaitu perdarahan
30,23 %, preeklampsi/eklampsi 23,7 %, infeksi dan
emboli air ketuban, sedangkan penyebab tidak
langsung menyumbang 42,1 % dari kematian ibu
yaitu penyakit jantung 26,3 %, TBC paru, malaria
dan hepatitis.

Salah satu penyebab perdarahan post partum
primer yang perlu mendapatkan perhatian yang
serius adalah atonia uteri, karena apabila
penanganannya lambat maka akan memperburuk
keadaan dan dapat mengancam jiwa ibu.
Berdasarkan studi yang dilakukan oleh Roslyana
(2011) dan Shofwal (2010) bahwa penyebab
perdarahan post partum paling banyak menimbulkan
morbiditas dan mortalitas ibu yaitu disebabkan oleh
karena atonia uteri yang kejadiannya berkisar 1-3%
dari seluruh persalinan.
Berdasarkan hasil Uji Chi Square terhadap
faktor-faktor yang berhubungan dengan atonia uteri
didapatkan Peregangan Uterus Berlebihan nilai p =
0,102, Umur nilai p = 0,225, Paritas nilai p = 0,189,
Persalinan dengan Tindakan nilai p = 0,001, Drip
Oksitosin nilai p = 0,003 dan Anemia nilai p =
0,238. Dengan demikian, terdapat 4 variabel yang
tidak signifikan yaitu variabel peregangan uterus,
umur, paritas, dan anemia hal ini disebabkan nilai
p>0,05. Hal ini berbeda dengan teori yang
mengatakan bahwa peregangan uterus yang
berlebihan, umur, paritas dan anemia merupakan
faktor predisposisi terhadap kejadian atonia
uteri.Berbeda juga dengan hasil penelitian Lucinda
yang meneliti tentang hubungan karakteristik ibu
bersalin dengan kejadian perdarahan postpartum
karena atoni uteri. Dalam hasil penelitiannya
menunjukkan bahwa ada hubungan bermakna antara
paritas ibu (p=0,002, OR=6,905) dan anemia
(p=0.000, OR=1,816)
Tetapi hasil penelitian ini di dukung oleh
penelitian Maida yang menganasis faktor yang
berhubungan dengan perdarahan pasca persalinan
dalah satunya atonia uteri menemukan bahwa tidak
ada hubungan antara paritas (p=0,061) dan anemia
(p=0,108) dan mengenai peregangan uterus
berlebihan serta umur ibu pada hasil penelitian
Lucinda bahwa tidak ada hubungan umur ibu
terhadap kejadian atonia uteri (p=0,123, OR=2,013).
Diperkuat lagi dengan penelitian Risanto di RS
Sardjito bahwa tidak ada hubungan antara umur
(p=0,063), paritas (0,44), dan anemia (p=0,053)
terhadap kejadian perdarahan postpartum.
Sedangkan variabel yang signifikan yaitu
persalinan tindakan dan drip oksitosin karena
diperoleh nilai p<0,05. Hasil penelitian ini diperkuat
dengan hasil penelitian Roslyana tentang faktor
risiko terbesar menyebabkan kejadian atonia uteri.
Hasil analisanya menunjukkan bahwa induksi dan
stimulasi oksitosin merupakan faktor resiko yang
paling dominan menyebabkan atonia uteri (p=0,03).
Sesuai juga dengan teori yang mengatakan bahwa
persalinan tindakan mengakibatkan otot uterus
dipaksa segera mengeluarkan buah kehamilan
sehingga pada pasca salin menjadi lelah dan lemah
untuk berkontraksi.Pada induksi persalinan biasanya
digunakan oksitosin, yaitu suatu hormon yang
menyebabkan kontraksi rahim menjadi lebih
kuat.Hormon ini diberikan melalui infus sehingga
jumlah obat yang diberikan dapat diketahui secara
pasti.Kadang terjadi kontraksi yang terlalu kuat,
terlalu sering atau terlalu kuat dan terlalu
sering.Keadaan ini disebut kontraksi disfungsional
hipertonik dan sulit untuk dikendalikan. Obat-obatan
uterotonika yang digunakan untuk memaksa uterus
berkontraksi menjadi lelah sehingga sering
mengakibatkan atonia uteri.
Berdasarkan hasil analisis multivariat terbukti
bahwa terdapat 1 variabel yang terbukti sangat
berpengaruh terhadap kejadian Atonia Uteri yaitu
drip oksitosin dengan OR = 4,650 artinya ibu
bersalin yang diberikan drip oksitosin memiliki
resiko 4,650 untuk terjadi atonia uteri. Hasil
penelitian ini diperkuat dengan hasil penelitian
Roslyana tentang faktor risiko terbesar
menyebabkan kejadian atonia uteri. Hasil analisanya
menunjukkan bahwa induksi dan stimulasi oksitosin
merupakan faktor resiko yang paling dominan
menyebabkan atonia uteri (p=0,03). Diperkuat lagi
dengan penelitian yang dilakukan oleh dr.Mulda
bahwa salah satu faktor yang menyebabkan atonia
uteri dan retensio plasenta adalah drip oksitosin
(p=0,05).
Oksitosin merupakan hormon sintetik yang
diproduksi oleh lobus posterior hipofisis. Obat ini
menimbulkan kontraksi uterus yang efeknya
meningkat seiring dengan meningkatnya umur
kehamilan dan timbulnya reseptor oksitosin. Pada
dosis rendah oksitosin menguatkan kontraksi dan
meningkatkan frekwensi, tetapi pada dosis tinggi
menyababkan tetani. Obat-obatan uterotonika yang
digunakan untuk memaksa uterus berkontraksi saat
proses persalinan mengakibatkan otot uterus menjadi
lelah sehingga sering mengakibatkan atonia uteri.



6 Media Bina Ilmiah ISSN No. 1978-3787
_______________________________________________
Volume 7, No. 5, Oktober 2013 http://www.lpsdimataram.com

PENUTUP
a. Simpulan
Ibu bersalin yang mengalami Atonia Uteri di
Rumah Sakit Umum Provinsi NTB sebanyak 45,1%.
Faktor yang paling dominan mempengaruhi kejadian
Atonia Uteri adalah Drip Oksitosin dengan OR =
4,65. Faktor-faktor yang berhubungan dengan
kejadian atonia uteri adalah persalinan tindakan
dengan p value 0,001 dan drip oksitosin dengan p
value 0,003.

b. Saran
Bagi dokter dan bidan di rumah sakit agar
melakukan pengawasan yang ketat pada tindakan
induksi atau akselerasi persalinan dengan
menggunakan drip oksitosin untuk mengurangi
resiko perdarahan post partum.


DAFTAR PUSTAKA
Roslyana Sri,dkk.Risk Factors Early Postpartum
Haemorrhage.http://obgin-ugm.com/wp-
content/uploads/2012/07/Sri-Roslyana-
naskah-publikasi.pdf. Diakses tanggal 5
April 2013. Lampung. 2011

Jaka. Atonia Uteri. http://www.drjaka.com/2010/01/
atonia-uteri.html diakses 4 April 2013.
Palu.2010

Register Ruang Bersalin Rumah Sakit Umum
Provinsi NTB, Mataram. 2012.

Gulardi H.W.dkk. Pelayanan Obstetri dan Neonatal
Emergensi Dasar (PONED).Jakarta:JNPK-
KR.2008

Pardosi Maida. Analisis Faktor-Faktor yang
Berhubungan dengan Perdarahan Pasca-
Persalinan dan Upaya Penurunannya.
http://repository.usu.ac.id/bitstream/12345
6789/19654/1/pan-jul2006-
%20%286%29.pdf Diakses tanggal 5
April 2013.Medan.2005

Lucinda.Hubungan Karakteristik Ibu Bersalin
dengan Kejadian Perdarahan Postpartum
Karena Atonia
Uteri.http://www.library.upnvj.ac.id/pdf/4s
1kedokteran/207311090/Abstrak.pdf.
Diakses tanggal % April 2013.Bekasi.2010

Wiknjosastro Hanifa. Buku Acuan Nasional
Pelayanan Kesehatan Maternal dan
Neonatal, Yayasan Bina Pustaka Sarwono
Prawirohardjo, Jakarta. 2007.

Chapman Vicky.Asuhan Kebidanan Persalinan dan
Kelahiran. Buku Kedokteran. Jakarta.2006

Oxorn, Harry. L990. Ilmu Kebidanan. Fisiologi dan
Patologi Persalinan. Yayasan Essentia
Medica: Jakarta. 2003

Cuningham F. Gary (et al) (2008). Williams
Obstetrics, 21 Ed, Andry Hartono, de, dkk.
(Alih bahasa), Jakarta : EGC. 2011

Jensen, Bobak, Lowdermilk. (1995). Keperawatan
Maternitas, Wijayariani, Maria. (2004)
(Alih Bahasa). Jakarta : EGC

Wiknjosastro Hanifa. Ilmu Kebidanan, Yayasan
Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo,
Jakarta. 2007.

Manuaba, I.B.G., I.A. Chandranita Manuaba, dan
I.B.G. Fajar Manuaba. Pengantar Kuliah
Obstetri. Jakarta: Buku Kedokteran EGC,
2007

Varney Helen. Buku Ajar Asuhan Kebidanan Vol. 1
Edisi 4, Buku Kedokteran EGC, Jakarta.
2007.

NN,dkk. Kehamilan yang Menyebabkan Peregangan
Uterushttp://library.upnvj.ac.id/pdf/5FKS1
KEDOKTERAN/.../BAB%20I.pdf di akses
tanggal 21 Agustus 2013.
Yokyakarta.2012

Anda mungkin juga menyukai