Anda di halaman 1dari 23

1

OBAT RISPERIDONE

Antipsikotik merupakan salah satu obat golongan psikotropik. Obat psikotropik adalah
obat yang mempengaruhi fungsi psikis, kelakuan atau pengalaman (WHO,1966). Obat
antipsikotik dapat juga disebut sebagai Neuroleptics, major tranquillizers, ataractics,
antipsychotics, antipsychotic drugs, neuroleptika. Antipsikotik bekerja mengontrol halusinasi,
delusi dan perubahan pola fikir yang terjadi pada Skizofrenia. Pasien mungkin dapat
mencoba beberapa jenis antipsikotik sebelum mendapatkan obat atau kombinasi obat
antipsikotik yang benar-benar cocok bagi pasien. Antipsikotik pertama diperkenalkan 50
tahun yang lalu dan merupakan terapi obat-obatan pertama yang efekitif untuk mengobati
Skizofrenia.
Pada dasarnya semua obat anti psikosis mempunyai efek primer (efek klinis) yang
sama pada dosis ekuivalen, perbedaan utama pada efek sekunder (efek samping: sedasi,
otonomik, ekstrapiramidal). Pemilihan jenis anti psikosis mempertimbangkan gejala psikosis
yang dominan dan efek samping obat. Pergantian disesuaikan dengan dosis ekuivalen.
Apabila obat antipsikosis tertentu tidak memberikan respons klinis dalam dosis yang sudah
optimal setelah jangka waktu yang tepat, dapat diganti dengan obat anti psikosis lain
(sebaiknya dan golongan yang tidak sama) dengan dosis ekuivalennya.

1.1 Pembagian Obat Psikotik

Berdasarkan afinitas terhadap reseptor dopamin tipe 2 (D2) dan efek samping yang
ditimbulkannya, obat ini dibagi ke dalam dua kelompok yakni antipsikotik generasi pertama
(tipikal) dan antipsikotik generasi kedua ( atipikal).

Antipsikotik Generasi Pertama (Tipikal)
a. High Potency
- Haloperidol
- Flupenazin
- Pimozid

b. Low Potency
- Klorpromazin (CBZ/ Largactil)
2

- Proclorperazin
- Tioridazin
Antipsikotik Generasi Kedua (Atipikal)
- Aripiprazol
- Clozapine
- Olanzapin
- Paliperidon
- Risperidon
- Ziprasidon
- Quatiapine
1.2 Sejarah Obat Psikotik

Obat anti-psikotik pertama atipikal, clozapine, ditemukan pada 1950-an, dan
diperkenalkan ke dalam praktek klinis pada 1970-an. Clozapine disukai karena keprihatinan
atas obat yang dapat menginduksi agranulocytosis. Penelitian menunjukkan efektivitas dalam
pengobatan skizofrenia. Meskipun efektivitas clozapine untuk pengobatan terhadap
skizofrenia, agen dengan profil efek samping yang lebih menguntungkan yang dicari untuk
digunakan secara luas.
Selama tahun 1990-an, olanzapine, risperidone dan quetiapine diperkenalkan, dengan
ziprasidone dan aripiprazole berikut di awal 2000-an. The paliperidone anti-psikotik atipikal,
terbaru, telah disetujui oleh FDA pada akhir tahun 2006.Anti-psikotik atipikal sekarang
dianggap sebagai pengobatan garis pertama untuk skizofrenia dan secara bertahap
menggantikan antipsikotik tipikal. Di masa lalu sebagian besar peneliti sepakat bahwa
karakteristik mendefinisikan suatu antipsikotik atipikal adalah kecenderungan efek Samping
ekstrapiramidal (EPS) (Farah A. 2005) dan tidak adanya elevasi prolaktin berkelanjutan.
(Seeman P.February 2002)
Terminologi tersebut dapat tepat. Yang dimaksud dengan "atypicality" didasarkan atas
tidak adanya efek samping ekstrapiramidal, tapi sekarang ada pemahaman yang jelas bahwa
masih antipsikotik atipikal dapat menyebabkan efek tersebut (meskipun pada tingkat yang
lebih rendah daripada antipsikotik tipikal) (Seeman P.2002)Tidak ada garis pemisah yang
jelas antara antipsikotik atipikal yang khas dan oleh karena itu berdasarkan kategorisasi cara
kerja obat kurang tepat. (Seeman P.February 2002).
3

Penelitian yang lebih baru mempertanyakan gagasan anti-psikotik generasi kedua lebih
unggul daripada generasi pertama. Menggunakan beberapa parameter untuk menilai kualitas
hidup, peneliti Manchester University menemukan bahwa tipikal anti-psikotik tidak lebih
buruk daripada antipsikotik atipikal.(Jones PB, Barnes TR, Davies L, et al.2006) Karena
setiap obat-obatan (baik generasi pertama atau kedua) memiliki profil sendiri efek yang
diinginkan dan merugikan, neuropsychopharmacologist mungkin merekomendasikan salah
satu yang lebih tua ("khas "atau generasi pertama) atau yang lebih baru(" atipikal "atau
generasi kedua) antipsikotik sendiri atau dalam kombinasi dengan obat lain, berdasarkan
profil gejala, pola respon, dan efek yang merugikan pada masing-masing pasien.(D.P. 2003).
Setiap obat memiliki waktu paruh yang berbeda. Obat antipsikotik atipikal yang bekerja
pada reseptor D2 mempunyai waktu paruh 24 jam, sementara antipsikotik tipikal berlangsung
lebih dari 24 jam (Seeman P (February 2002).). Hal ini mungkin menjelaskan mengapa
kekambuhan psikosis terjadi lebih cepat dengan antipsikotik atipikal dibandingkan dengan
antipsikotik tipikal,karena obat ini diekskresi lebih cepat dan tidak lagi bekerja di otak
(Seeman P (February 2002).). Ketergantungan fisik dengan obat ini sangat jarang, karena itu
gejala withdrawal jarang terjadi. (Hschl, C. 2006). Terkadang jika AAP tiba-tiba berhenti
dapat terjadi gejala psikotik, gangguan gerak dan kesulitan dalam tidur (Hschl, C. 2006).
Ada kemungkinan bahwa withdrawal jarang terjadi karena AAP disimpan di jaringan lemak
dalam tubuh dan direalese perlahan-lahan.

1.3 Mekanisme Kerja

Antipsikotik generasi pertama (APG 1) mempunyai cara kerja dengan memblok
reseptor D
2
khususnya di mesolimbik dopamine pathways, oleh karena itu sering disebut juga
dengan Antagonis Reseptor Dopamin (ARD) atau antipsikotik konvensional atau antipsikotik
tipikal.
Kerja dari APG 1 menurunkan hiperaktifitas dopamine di jalur mesolimbik sehingga
menyebabkan gejala positif menurun tetapi ternyata APG 1 tidak hanya memblok reseptor D
2

di mesolimbik tetapi juga di tempat lain seperti di jalur mesokortikal, nigrostriatal, dan
tuberoinfundibular.
Apabila APG 1 memblok reseptor D
2
di jalur mesokortikal, dapat memperberat gejala
negative dan gejala kognitif disebabkan penurunan dopamine di jalur tersebut. Blokade
reseptor D
2
di nigrostriatal dapat menyebabkab timbulnya gangguan dalam mobilitas seperti
4

pada Parkinson, bila pemakaian secara kronik dapat menyebabkan gangguan pergerakan
hiperkinetik (tardive dyskinesia). Blokade reseptor D
2
di tuberoinfundibular oleh APG 1
menyebabkan peningkatan kadar prolaktin sehingga dapat terjadi disfungsi seksual dan
peningkatan berat badan.
APG 1 selain menyebabkan terjadinya blockade reseptor D
2
pada keempat jalur
dopamine, juga menyebabkan terjadinya blockade reseptor kolinergik muskarinik
sehingga timbul efek samping antikolinergik berupa mulut kering, pandangan kabur,
konstipasi dan kognitif tumpul.
APG 1 juga memblok reseptor histamine (H
1
) sehingga timbul efek samping mengantuk dan
peningkatan berat badan. APG 1 juga memblok reseptor
1
adrenergik sehingga dapat
menimbulkan efek samping pada kardiovaskuler berupa hipotensi orthostatic, mengantuk,
pusing, dan tekanan darah menurun.

Antipsikotik generasi kedua (APG II) sering disebut sebagai Serotonin Dopamin
Antagonis (SDA) atau antipsikotik atipikal. APG II mempunyai mekanisme kerja melalui
interaksi antara serotonin dan dopamine pada keempat jalur dopamine di otak. Hal ini yang
menyebabkan efek samping extrapyramidal system lebih rendah dan sangat efektif untuk
mengatasi gejala negative.
Perbedaan antara APG I dengan APG I I adalah APG I hanya memblok reseptor D
2

sedangkan APG I I memblok secara bersamaan reseptor serotonin (5HT
2A
) dan reseptor
dopamine (D
2
).

APG II bekerja secara simultan pada keempat jalur dopamine yaitu :
Mesolimbik : APG II menyebabkan antagonis 5HT
2A
gagal

untuk
mengalahkan antagonis D
2
di jalur ini sehingga blockade
reseptor D
2
menang. Hal ini yang menyebabkan APG II dapat
memperbaiki simptom positif skizofrenia. Pada keadaan normal
serotonin akan menghambat pelepasan dopamine.
Mesokortikal : APG II lebih banyak berpengaruh dalam memblok reseptor
5HT
2A
dengan

demikian meningkatkan pelepasan dopamine dan
dopamine yang dilepas menang daripada yang dihambat. Hal
ini menyebabkan berkurangnya gejala negatif.
5

Nigrostriatal : pelepasan dopamine melebihi dari blokade reseptor dopamine
sehingga mengurangi extrapyramidal simptom
Tuberoinfundibular : pemberian APG II dalam dosis terapi akan menghambat
reseptor 5HT
2A
menyebabkan pelepasan dopamine meningkat
sehingga pelepasan prolaktin menurun sehingga tidak terjadi
hiperprolaktinemia.
APG II tidak hanya bekerja pada antagonis reseptor 5HT
2A
dan D
2
, tetapi juga beberapa
subtipe antara lain reseptor 5HT
1A,
5HT
1D
, 5HT
2c,
5HT
3,
5HT
6,
5HT
7
dan D
1
, D
3
, D
4
juga
antimuskarinik (M
1
), antihistamin (AH
1
),
1
, dan
2
. Hal ini mengakibatkan APG II juga
dapat memperbaiki mood dan menurunkan suicide, tidak hanya pada skizofrenia tetapi
juga pada bipolar I dan II.

Dopamin
Dopamin memiliki banyak fungsi di otak, termasuk peran penting dalam perilaku dan
kognisi, gerakan sukarela, motivasi dan penghargaan, penghambatan produksi prolaktin
(yang terlibat dalam laktasi), tidur, mood, perhatian, dan belajar. Neuron dopaminergik
(yaitu, neuron yang utama adalah dopamin neurotransmitter) yang hadir terutama di daerah
tegmental ventral (VTA) dari otak tengah, substantia nigra pars compacta, dan inti arkuata
dari hipotalamus.
Neuron dopaminergik membentuk sistem neurotransmitter yang berasal substantia nigra pars
compacta, daerah tegmental ventral (VTA), dan hipotalamus. Akson ini proyek ke daerah-
daerah besar dari otak melalui empat jalur utama:
Mesocortical jalur menghubungkan daerah tegmental ventral lobus frontal korteks
pre-frontal. Neuron dengan somas di wilayah proyek akson ventral tegmental ke
korteks pre-frontal.
Mesolimbic jalur membawa dopamin dari daerah tegmental ventral ke nucleus
accumbens melalui amigdala dan hipokampus. Para somas dari neuron
memproyeksikan berada di daerah tegmental ventral.
Nigrostriatal jalur berjalan dari nigra substantia untuk neostriatum tersebut. Somas
dalam proyek substantia nigra akson ke dalam nukleus dan putamen berekor. jalur ini
terlibat dalam loop motor ganglia basal.
Tuberoinfundibular jalur dari hipotalamus ke kelenjar pituitari.
6


Fungsi Dopamin :
7

a. Gerakan
Melalui reseptor dopamin, D
1-5,
dopamin mengurangi pengaruh dari jalur tidak
langsung, dan meningkatkan tindakan jalur langsung dalam ganglia basal. Kurangnya
dopamin biosintesis dalam neuron dopaminergik dapat menyebabkan penyakit
Parkinson, di mana seseorang kehilangan kemampuan untuk mengeksekusi halus,
gerakan terkontrol.
b. Kognisi dan korteks frontal
Di lobus frontal, dopamin mengontrol arus informasi dari daerah lain di otak.
Dopamin gangguan di wilayah otak dapat menyebabkan penurunan fungsi
neurokognitif, terutama memori, perhatian, dan pemecahan masalah. Mengurangi
konsentrasi dopamin di prefrontal cortex diperkirakan untuk memberikan kontribusi
terhadap gangguan perhatian defisit. Telah ditemukan bahwa reseptor D1 serta
reseptor D4 bertanggung jawab atas efek kognitif-meningkatkan dopamin. Pada
sebaliknya, bagaimanapun, obat anti-psikotik bertindak sebagai antagonis dopamin
dan digunakan dalam pengobatan gejala positif skizofrenia, meskipun, yang lebih tua
disebut "biasa" antipsikotik yang paling sering bertindak pada reseptor D2, sedangkan
obat atipikal juga bertindak pada reseptor D1, D3 dan D4.
c. Pengaturan sekresi prolaktin
Dopamin adalah inhibitor neuroendokrin utama dari sekresi prolaktin dari kelenjar
hipofisis anterior. Dopamine dihasilkan oleh neuron dalam nukleus arkuata
hipotalamus adalah dikeluarkan ke dalam pembuluh darah hypothalamo-hypophysial
dari median eminence, yang memasok kelenjar pituitary. Sel-sel lactotrope yang
menghasilkan prolaktin, dalam ketiadaan dopamin, prolaktin mensekresi terus
menerus; dopamin menghambat sekresi ini. Dengan demikian, dalam konteks
mengatur sekresi prolaktin, dopamine kadang-kadang disebut prolaktin-faktor
penghambat (PIF),-menghambat hormon prolaktin (PIH), atau prolactostatin.
d. Motivasi dan kesenangan
Dopamin ini umumnya terkait dengan sistem kesenangan otak, memberikan perasaan
kenikmatan dan penguatan untuk memotivasi seseorang secara proaktif untuk
8

melakukan kegiatan tertentu. Dopamin dilepaskan (terutama di daerah seperti
accumbens inti dan korteks prefrontal) secara alami pengalaman berharga seperti
makanan, seks, obat-obatan, dan netral rangsangan yang menjadi terkait dengan
mereka. Studi terbaru menunjukkan bahwa agresi juga dapat merangsang pelepasan
dopamin dengan cara ini. Teori ini sering dibahas dalam hal obat-obatan seperti
kokain, nikotin, dan amfetamin, yang secara langsung atau tidak langsung
mengakibatkan peningkatan dopamin di jalur imbalan mesolimbic otak, dan dalam
kaitannya dengan teori neurobiologis dari kecanduan kimia

Serotonin
Serotonin memiliki efek pada nafsu makan, tidur dan metabolisme umum. Dalam darah, situs
penyimpanan utama adalah trombosit, yang mengumpulkan serotonin dari plasma.
Pendarahan menyebabkan pelepasan serotonin, yang menyempitkan pembuluh darah.
Iritasi hadir dalam makanan memicu sel enterochromaffin untuk merilis serotonin untuk
meningkatkan gerakan peristaltik untuk pengosongan usus. Kebocoran serotonin usus ke
dalam aliran darah pada tingkat yang lebih cepat dari trombosit dapat menyerapnya
meningkatkan serotonin bebas dalam darah, yang mengaktifkan 5HT3 reseptor di zona
memicu chemoreceptor yang merangsang muntah.
Pada manusia sejak tingkat HT
1A
aktivasi reseptor-5 di negatif menunjukkan hubungan otak
dengan agresi, dan mutasi pada gen yang kode untuk HT
2A
reseptor-5 mungkin dua kali lipat
risiko bunuh diri bagi mereka dengan genotipe itu.
Serotonergik isyarat memainkan peran penting dalam modulasi manusia, marah mood dan
agresi. Individu dari C.elegans''''menghadapi stres (misalnya lingkungan dengan makanan)
kembali perilaku normal jika diberi obat serotonin meningkat. Obat yang sama memiliki efek
yang sama pada manusia, tindakan serotonin pada cacing kawin dan bertelur menyerupai efek
pada seksualitas manusia.
Serotonin juga dapat bertindak sebagai faktor pertumbuhan langsung. kerusakan hati
meningkatkan ekspresi seluler dari 5-HT2A dan reseptor 5-HT2B. Serotonin hadir dalam
darah kemudian merangsang pertumbuhan sel untuk memperbaiki kerusakan hati.
9

5HT2B juga mengaktifkan reseptor osteoblas, yang membangun tulang Namun, serotonin
juga mengaktifkan osteoklas, tulang yang menurunkan.
Serotonin selain membangkitkan aktivasi endotel oksida nitrat sintase dan merangsang
melalui reseptor 5-HT1B bermeditasi mekanisme fosforilasi p44/p42 mitogen-diaktifkan
aktivasi protein kinase dalam bovine kultur sel endotel aorta. Serotonin mempunyai kegiatan
yang luas di otak, dan variasi genetik pada reseptor serotonin dan transporter serotonin, yang
memudahkan pengambilan kembali serotonin ke presynapses, telah terlibat dalam penyakit
saraf. Obat menargetkan serotonin-induced jalur yang digunakan dalam pengobatan
gangguan kejiwaan banyak.

1.4 Pemilihan obat
Di antara obat yang sesuai terhadap diagnosis tertentu, obat spesifik harus dipilih
menurut riwayat respons obat pasien (kepatuhan, respons terapeutik, dan yang merugikan).
Pada dasarnya semua obat anti-psikosis mempunyai efek primer (efek klinis) yang
sama pada dosis ekivalen, perbedaan terutama pada efek sekunder (efek samping). Pemilihan
jenis obat anti psikosis mempertimbangkan gejala psikosis yang dominan dan efek samping
obat. Pergantian obat disesuaikan dengan dosis ekivalen. Misalnya pada contoh sebagai
berikut : Chlorpromazine dan Thioridazine yang efek samping sedatif kuat terutama
digunakan terhadap Sindrom Psikosis dengan gejala dominan: gaduh gelisah, hiperaktif, sulit
tidur, kekacauan pikiran, perasaan dan perilaku, dll. sedangkan Trifluoperazine,
Fluphenazine, dan Haloperidol yang efek samping sedatif lemah digunakan terhadap Sindrom
Psikosis dengan gejala dominan; apatis, menarik diri, perasaan tumpul, kehilangan minat dan
inisiatif, hipoaktif, waham, halusinasi, dll.
Apabila obat anti psikosis tertentu tidak memberikan respon klinis dalam dosis yang
sudah optimal setelah jangka waktu yang memadai, dapat diganti dengan obat psikosis lain
(sebaiknya dari golongan yang tidak sama), dengan dosis ekivalennya dimana profil efek
samping belum tentu sama.
Apabila dalam riwayat penggunaan obat anti psikosis sebelumnya jenis obat
antipsikosis tertentu yang sudah terbukti efektif dan ditolerir dengan baik efek sampingnya,
dapat dipilih kembali untuk pemakaian sekarang.


10

Anti-psikosis Mg.q Dosis (mg/h) Sedasi Otono
mik
Eks.Pr
Chlorpromazine
Thioridazine
Perphenazine
Trifluoperazine
Fluphenazine
Haloperidol
Pimozide
Clozapine
Levomepromazine
Sulpiride
Risperidone
100
100
8
5
5
2
2
25
25
200
2
150
100
8
5
5
2
2
25
50
200
2
600
900
48
60
60
100
6
75
300
1600
9
+++
+++
+
+
++
+
+
++++
++++
+
+
+++
+++
+
+
+
+
+
+
++
+
+
++
+
+++
+++
+++
++++
++
-
+
+
+

Tetapi obat yang terakhir ini paling mudah menyebabkan timbulnya gejala
ekstrapiramidal, pada pasien yang rentan terhadap efek samping tersebut perlu digantikan
dengan Thioridazine (dosis ekivalen) dimana efek samping ekstrapiramidalnya sangat ringan.
Untuk pasien yang sampai timbul "tardive dyskinesia" obat antipsikosis yang tanpa efek
samping ekstrapiramidal adalah obat generasi baru/atipikal.

1.5 Pengaturan Dosis

Dalam pengaturan dosis perlu mempertimbangkan :
Onset efek primer (efek klinis) : sekitar 2-4 minggu.
Onset efek sekunder (efek samping) : sekitar 2-6 jam.
Waktu paruh : 12-24 jam (pemberian 1-2 x perhari).
Dosis pagi dan malam dapat berbeda untuk mengurangi dampak dari efek samping
(dosis pagi kecil, dosis malam lebih besar) sehingga tidak begitu mengganggu kualitas
hidup pasien.

Mulai dengan dosis awal sesuai dengan dosis anjuran dinaikkan setiap 2-3 hari
sampai mencapai dosis efektif (mulai timbul peredaran sindrom psikosis) dievaluasi setiap
2 minggu dan timbul bila perlu dinaikkan dosis optimal diturunkan setiap 2 minggu
11

dosis maintenance dipertahankan 6 bulan sampai 2 tahun (diselingi drug holiday 1-2
hari/minggu) tapering off (dosis diturunkan tiap 2-4 minggu stop.
Neuroleptika dengan dosis terapeutik tinggi seperti chlorpromazine, thioridazine,
perazine) lebih baik digunakan untuk : Hiperaktivitas motorik, kegelisahan, kegaduhan,
agitasi (agresif).
Neuroleptika dengan dosis terapeutik rendah seperti flufenazin, trifluoperazin,
perfenazin, haloperidol, pimozid lebih manjur untuk : Skizofrenia seperti autisme, gangguan
proses pikir, gangguan afek dan emosi.
Antipsikotik spektrum luas; untuk psikotik akut termasuk : Levomepromazine,
Klorprotixen, Tioridazin, Klorpromazin.
Antipsikotik jangka panjang digunakan untuk psikotik kronik termasuk : Haloperidol,
Trifluoperazin, Flufenazin.

1.6 Antipsikotik tipikal
Antipsikotik tipikal memiliki keuntungan jarang menyebabkan terjadinya Sindrom
Neuroleptik Malignan (SNM) dan cepat menurunkan simptom positif. Namun antipsikotik
tipikal juga memiliki beberapa kelemahan, yaitu:
1. Mudah terjadi extrapyramidal syndrome dan tardive dyskinesia
2. Memperburuk simptom negative dan kognitif
3. Meningkatkan kadar prolaktin
4. Sering menyebabkan kekambuhan

1.6.1 Pembagian antipsikotik tipikal
A. Berdasarkan Potensi
a) Potensi Tinggi
Potensi tinggi bila dosisi APG 1 yang digunakan kurang atau sama
dengan 10 mg. APG 1 potensi tinggi diantaranya haloperidol, fluphenazine,
dan trifluoperazine, dan thiothixene.
Potensi antidopaminergik tinggi, kemungkinan efek samping tinggi
seperti distonia, akatisia, dan parkinsonisme. Pengaruhnya terhadap tekanan
darah rendah.
b) Potensi Sedang
12

Potensi sedang bila dosis APG 1 yang digunakan antara 10 50 mg.
APG 1 potensi sedang diantaranya adalah perphenazine, loxapine dan
molindone.
Digunakan untuk penderita yang sulit terhadap toleransi efek samping
APG 1 potensi tingi dan potens rendah.
c) Potensi Rendah
Potensi rendah bila dosis APG 1 yang digunakan lebih dari 50 mg.
APG 1 potensi rendah diantaranya adalah chlorpromazine, thioridazine dan
mesoridazine.
Mempunyai efek samping sedasi, hipotensi orthostatic, lethargi dan
simptom antikolinergik meningkat. Simptom antikolinergik berupa mulut
kering, retensi urine, pandangan kabur, dan konstipasi.

B. Berdasarkan Rumus Kimia
a) Phenothiazine :
Rantai aliphatic : Chlorpromazine, levomepromazine
Rantai piperazine : perphenazine, trifluoperazine, fluphenazine
Rantai piperidine : thioridazine

b) Non Phenothiazine
Butyrophenone : haloperidol
Diphenylbutyl-piperidine : pimozide
Benzamide : sulpiride
Dibenzodiazepine : clozapine
Benzisoxazole : risperidone

No
.
Golongan Obat Sediaan Dosis Anjuran
1. Phenothiazine
Chlorpromazine
Tablet 25 dan 100mg
Injeksi 25 mg/ml
150 600 mg/hari
Perphenazin Tablet 2, 4, 8 mg 12 24 mg/hari
Trifluoperazin Tablet 1 dan 5 mg 10 15 mg/hari
Fluphenazine Tablet 2,5 mg, 5 mg 10 15 mg/hari
13

Thioridazin Tablet 50 dan 100 mg 150 600 mg/hari
2. Butyrophenone
Haloperidol
Tablet 0,5 mg, 1,5 mg, 5 mg
Injeksi 5 mg/ml
5 -15 mg/hari
Droperidol Ampul 2,5 mg/ml 7,5 15 mg/hari
3.
Diphenyl-butyl-
piperidine
Pimozide Tablet 1 dan 4 mg 1 4 mg/hari

1.6.2 Beberapa obat antipsikotik tipikal
a. Chlorpromazin
Farmakodinamik :
Susunan Saraf Pusat :
Chlorpromazine (CPZ) menimbulkan efek :
1. Sedasi dan sikap acuh terhadap lingkungan. Pemakaian yang lama dapat
menimbulkan efek sedasi.
2. Antipsikosis.
3. Berkurangnya kepandaian pekerjaan tangan yang memerlukan kecekatan dan daya
pemikiran yang berulang.
4. Gangguan aktivitas motorik.
5. Gejala Parkinsonisme (karena mempengaruhi ganglia basalis) efek
ekstrapiramidal.
6. Menurunnya ambang kejang. Sehingga penggunaannya pada pasien epilepsi harus
hati-hati. (Derivat piperazin dapat diberikan secara aman pada pasien epilepsi dengan
dosis bertahap dan bersama antikonvulsan.
Otot Rangka :
CPZ menimbulkan relaksasi otot skelet yang dalam keadaan spastik.
Endokrin :
Menghambat ovulasi dan menstruasi.
Kardiovaskular :
Dapat menyebabkan hipotensi ortostatik.
Farmakokinetik
Semua fenotiazin diabsorpsi dengan baik bila diberikan peroral maupun parenteral.
Penyebaran luas ke semua jaringan dengan kadar tertinggi di paru-paru, hati, kelenjar
14

suprarenal dan limpa. Setelah pemeberian CPZ dosis besar, maka masih ditemukan ekskresi
CPZ atau metabolitnya selama 6-12 bulan.
Efek Samping
Batas keamanan CPZ cukup lebar, sehingga obat ini cukup aman. Efek samping
berupa gejala idiosinkrasinya mungkin timbul, seperti ikterus, dermatitis, leukopenia. Semua
derivat fenotiazin menyebabkan gejala ekstrapiramidal.

b. Haloperidol
Haloperidol adalah obat antipsikosis yang kuat dengan nama dagang : haloperidol
decanoas haloperidol 50 mg/ml. Haloperidol adalah obat yang dikategorikan ke dalam
agen antipsikotik, antidiskinetik, dan antiemetik. Obat ini digunakan sebagai terapi rumatan
untuk psikotik akut dan kronik, seperti skizofrenia, gangguan manik, dan psikosis yang
diinduksi obat misalnya psikosis karena steroid. Haloperidol juga berguna pada penanganan
pasien agresif dan teragitasi. Selain itu, bat ini dapat digunakan pada pasien sindrom mental
organik dan retardasi mental. Pada anak haloperidol sering digunakan untuk mengatasi
gangguan perilaku yang berat. Dosis inisial 50-100 mg.
Haloperidol sering menimbulkan gejala ekstrapiramidal/sindroma parkinson; dimana
gejalanya berupa :
- Wajah seperti topeng (kekakuan)
- Tremor
- Suara seperti pelo (susah didengar)
- Hipersalivasi
- Jalan seperti robot
Tindakan untuk mengurangi gejala ekstrapiramidal adalah dengan tablet
trihexyphenidyl (artane) 3-4 x 2 mg/hr, sulfas atropin 0,50-0,75, mg (IM). Haloperidol selain
antipsikotik dapat digunakan sebagai antianxietas dengan dosis rendah dimana 100 CPZ
setara dengan 1,5 - 2,5 mg haloperidol.
Rapid Neuroleptization
Haloperidol 5-10 mg (im) dapat diulangi setiap 30 menit, dosis maksimum adalah 100
mg dalam 24 jam. Biasanya dalam 6 jam sudah dapat mengatasi gejala-gejala akut dari
sindrom psikosis.
Kontra indikasi
- Penyakit hati
- Hematologi
15

- Epilepsi
- Kelainan jantung
- Febris yang tinggi
- Penyakit SSP (parkinson, tumor otak)
- Ketergantungan alkohol
- Kesadaran makin memburuk

c. Fluphenazine decanoate
Fluphenazine mempunyai 3 bentuk :
1. HCL = oral
2. Enantat (injeksi) long acting
3. Dekanoat (long acting)
4. Klinikal Farmakologi
Efek dasar fluphenazine decanoate tidak berbeda dari kelompok hidroklorida
fluphenazine lainnya, kecuali durasi kerjanya. Esterifikasi dari fluphenazine memperpanjang
efek kerja obat tanpa mengurangi efek dari penggunaan obat. Decanoate Fluphenazine
memiliki aktivitas di semua tingkat sistem saraf pusat maupun pada sistem multiple organ.
Mekanisme terapeutiknya masih belum dapat diketahui.
Fluphenazine berbeda dari turunan fenotiazin lain dalam beberapa hal,obat ini lebih
kuat dalam bentuk miligram,dan kurang potensiasi pada sistem saraf pusat depresan dan
anestesi dibandingkan beberapa fenotiazin lainnya dan efek sedatifnya juga kurang, dan efek
samping hipotensi lebih ringan dibandingkan beberapa golongan fenotizin yang terlebih
dahulu.
Indikasi dan Penggunaannya
Injeksi Fluphenazine decanoate merupakan obat antipsikotik long-acting parenteral
yang digunakan untuk pasien yang memerlukan terapi neuroleptik parenteral jangka panjang
(misalnya pada skizofrenia kronis). Fluphenazine injeksi decanoate belum terbukti efektif
dalam pengelolaan komplikasi perilaku pada pasien retardasi mental.
Kontraindikasi
Fenotiazin kontraindikasi untuk pasien dengan suspek kerusakan otak subkortikal.
Senyawa fenotiazin tidak boleh digunakan dalam dosis besar hipnotik. Fluphenazine
decanoate injeksi merupakan kontraindikasi pada keadaan koma atau pada keadaan depresi
berat . Adanya kelainan darah atau kerusakan hati menghalangi penggunaan decanoate
16

fluphenazine. Fluphenazine decanoate tidak dapat digunakan pada anak di bawah usia 12
tahun. Fluphenazi
ne injeksi decanoate merupakan kontraindikasi pada pasien yang telah menunjukkan
hipersensitivitas terhadap fluphenazine; lintas kepekaan terhadap fenotiazin derivatif
mungkin terjadi.
Dosis dan Tatalaksana
Fluphenazine decanoate injeksi dapat diberikan secara intramuskuler atau subkutan.
Harus digunakan syringe yang kering. Penggunaan jarum suntik basah dapat menyebabkan
larutan menjadi keruh.
Untuk awal terapi dengan fluphenazine decanoate rejimen berikut disarankan:
Pada kebanyakan pasien, dapat diberikan dengan dosis initial 12,5-25 mg (0,5-1 mL)
. Onset aksi yang umumnya muncul antara 24 dan 72 jam setelah penyuntikan dan efek obat
pada gejala psikotik menjadi signifikan dalam waktu 48 sampai 96 jam. suntikan berikutnya
dan interval dosis ditetapkan sesuai dengan respon pasien. Ketika diberikan sebagai terapi
pemeliharaan, injeksi tunggal mungkin efektif dalam mengontrol gejala skizofrenia hingga
empat minggu atau lebih. Respon terhadap dosis tunggal dapat bertahan selama enam minggu
pada beberapa pasien pada terapi pemeliharaan.
. Ketika gejala akut telah mereda, dapat diberikan fluphenazine decanoate 25 mg (1
mL); dosis berikutnya disesuaikan seperlunya. Dosis tidak boleh melebihi 100 mg. Jika dosis
yang lebih besar dari 50 mg yang dianggap perlu, dosis berikutnya dan dosis berhasil harus
ditingkatkan hati-hati dengan penambahan sebesar 12,5 mg.

d. Obat anti psikotik long acting
Obat anti psikosis long acting yang sering digunakan adalah :
Haloperidol decanoat 50 mg/cc
Fluphenazine Decanoate/ Enanthate 25 mg/cc
Obat long acting diberikan secara intramuskular (IM) untuk 2 sampai 4 minggu. Obat
ini sangat berguna untuk pasien yang tidak mau atau sulit teratur makan obat ataupun yang
tidak efektif terhadap medikasi oral. Dosis dimulai dengan 0,5 cc setiap 2 minggu pada bulan
pertama baru ditingkatkan menjadi 1 cc setap bulan.
Sebaiknya sebelum penggunaan parenteral sebaiknya diberikan per oral dahulu beberapa
minggu untuk melihat apakah terdapat efek hipersensitivitas. Pemberian anti psikosis "long
acting" hanya untuk terapi stabilitas dan pemeliharaan (maintenance therapy/rumatan)
17

terhadap kasus skizofrenia. Sebanyak 15-25% kasus menunjukkan toleransi yang baik
terhadap efek samping ekstrapiramidal

1.7 Antipsikotik atipikal
APG II dalam klinis praktis, memiliki empat keuntungan yaitu :
1. APG II menyebabkan extrapyramidal symptom jauh lebih kecil disbanding APG I,
umumnya pada dosis terapi jarang terjadi extrapyramidal symptom.
2. APG II dapat mengurangi symptom negative dari skizofrenia dan tidak memperburuk
gejala negative seperti yang terjadi pada pemberian APG I
3. APG II menurunkan symptom afektif dari skizofrenia dan sering digunakan untuk
pengobatan depresi dan gangguan bipolar yang resisten.
4. APG II menurunkan symptom kognitif pada pasien skizofrenia dan penyakit
Alzheimer.

Akibat interaksi dengan banyak reseptor lainnya maka APG II dapat menyebabkan
terjadinya beberapa efek samping misalnya peningkatan berat badan, sedasi, kejang atau
agranulositosis.

1.7.1 Pembagian antipsikotik atipikal
Antipsikotik Generasi Kedua (APG II) yang digunakan sebagai :
First line : risperidon, olanzapine, quetiapine, ziprasidone, aripiprazole
Second line : clozapine
Indikasi pengobatan dari obat antipsikotik atipikal antara lain :
Sindrom psikosis
Sindrom psikosis fungsional, misalnya : skizofrenia, psikosis paranoid
Sindrom psikosis organik, misalnya : demensia, intoksikasi alkohol
Indikasi spesifik, misalnya : efektif untuk menurunkan gejala negatif skizofrenia dan
terapi pasien skizofrenia yang tidak berespons dengan obat antipsikotik konvensional.
1.7.2 Beberapa obat antipsikotik atipikal
a. Clozapine
Clozapine adalah obat antipsikotik dari jenis yang baru. Jarang disertai dengan efek
samping yang mirip parkinsonisme dibandingkan antipsikotik konvensional. Bekerja
18

terutama dengan aktivitas antagonisnya pada reseptor dopamin tipe 2 (D
2
). Clozapine
efektif terhadap gejala negatif skizofrenia dibandingkan antipsikotik konvensional.
Clozapine disertai agranulositosis pada kira-kira 1 sampai 2 persen dari semua pasien.
Memerlukan monitoring hematologis setiap minggu pada pasien yang diobati dengan
clozapine.

Clozapine cepat diabsorpsi dari saluran gastrointestinal (GI). Kadar puncak dalam
plasma dicapai dalam 1 - 4 jam (rata-rata 2 jam). Clozapine dimetabolisme secara lengkap,
dengan waktu paruh antara 10 dan 16 jam (rata-rata 12 jam). Kadar stabil dicapai dalam
tiga sampai empat hari dengan dosis dua kali sehari. Metabolit diekskresi dalam urin dan
feses.
Clozapine memiliki potensi yang jauh lebih tinggi sebagai antagonis pada resptor D
1
,
serotonin tipe 2 (5-HT), dan noradrenergik alfa (khususnya
1
). Selain itu clozapine
memiliki aktivitas antagonis pada reseptor muskarinik dan histamin tipe 1 (H
1
) dan
memiliki afinitas yang tinggi untuk reseptor dopamin tipe 4 (D
4
).
Indikasi Terapeutik
Indikasi satu-satunya yang diusulkan oleh FDA untuk clozapine adalah sebagai terapi
untuk skizofrenia resisten, tardive dyskinesia parah atau kepekaan khusus terhadap efek
samping ekstrapiramidal dari obat antipsikotik standar. Berbeda dengan antipsikotik
konvensional clozapine dapat mengobati pergerakan, gangguan skizoafektif, gangguan
bipolar I yang parah, kepribadian ambang dan pasien dengan penyakit parkinson.
Efek samping
Ciri clozapine yang membedakannya dari antipsikotik standar adalah tidak adanya efek
merugikan ekstrapiramidal, tidak mempengaruhi sekresi prolaktin dan tidak menyebabkan
galaktorea.
Dua efek merugikan yang paling serius dari clozapine adalah :
- Agranulositosis
Dengan monitoring klinis yang cermat terhadap kondisi hematologis pasien yang
diobati dengan clozapine akhirnya dapat mencegah kematian dengan mengenali secara
awal gangguan hematologis dan menghentikan pemakaian clozapine. paling sering terjadi
dalam enam bulan pertama. Peningkatan usia dan jenis kelamin wanita merupakan faktor
risiko tambahan untuk perkembangan agranulositosis akibat clozapine.
- Kejang
19

Terapi phenobarbital (luminal) dapat diberikan untuk mengatasi kejang dan clozapine
dapat dimulai kembali pada kira-kira 50 persen dosis sebelumnya. Selanjutnya dinaikkan
kembali secara bertahap. Carbamazepine (Tegretol) tidak boleh digunakan dalam
kombinasi dengan clozapine karena hubungannya dengan agranulositosis.
Efek samping lainnya adalah :
- Efek Kardiovaskular
Takikardia, hipotensi, dan elektroensefalogram (EEG) berhubungan dengan terapi
clozapine menunjukkan terjadinya takikardia, karena inhibisi vagal. Keadaan ini dapat
diobati dengan antagonis adrenergik yang bekerja perifer. Efek hipotensif clozapine cukup
parah, sehingga menyebabkan episode sinkop, bilamana dosis awal melebihi 75 mg sehari.
- Sedasi, kelemahan, penambahan berat badan, berbagai gejala GI (paling sering adalah
konstipasi), efek antikolinergik, dan demam. Sedasi paling sering terjadi pada awal terapi
dan efek sedasi siang hari dapat diturunkan dengan memberikan sebagian besar dosis
clozapine pada malam hari. Obat ini dapat diekskresikan dalam air susu, sehingga tidak
boleh digunakan oleh ibu yang menyusui.

Interaksi Obat
Clozapine tidak boleh digunakan dengan salah satu obat lain yang disertai dengan
perkembangan agranulositosis atau supresi sumsum tulang. Obat-obatan tersebut adalah
carbamazepine, propylthiouracil, sulfonamide dan captopril (Capoten).
Depresan sistem saraf pusat, alkohol, atau obat trisiklik yang diberikan bersama
dengan clozapine dapat meningkatkan resiko kejang, sedasi, dan efek jantung. Pemberian
bersama benzodiazepin dan clozapine dapat berhubungan dengan peningkatan insidensi
hipotensi ortostatik dan sinkop.
Titrasi dan Dosis
Clozapine tersedia dalam bentuk tablet 25 dan 100 mg. Satu mg clozapin ekuivalen
dengan kira-kira 1,5 sampai 2 mg chlorpromazine. Dosis awal biasanya 25 mg, satu atau dua
kali sehari. Dosis awal konservatif adalah 12,5 mg dua kali sehari. Dosis selanjutnya dapat
dinaikkan bertahap (25 mg sehari tiap dua atau tiga hari) sampai 300 mg sehari dalam dosis
terbagi, biasanya dua atau tiga kali sehari.
Peningkatan dosis secara bertahap diharuskan, terutama karena potensi perkembangan
hipotensi, sinkop, dan sedasi. Efek merugikan tersebut biasanya dapat ditoleransi oleh pasien
jika titrasi dosis dilakukan.
Sediaan obat
20

Nama generik : Clozapine
Nama dagang : Clozaril (Novartis), Sizoril (Meprofarm).
Sediaan : tab 25 mg dan tab 100 mg
Dosis anjuran : 25 100 mg/hari

b. Risperidon
Risperidone adalah benzisoxazole pertama yang diperkenalkan di Amerika Serikat
untuk terapi Skizofrenia. Afinitasnya bermakna untuk reseptor D
2
, selain itu, risperidone
merupakan antagonis yang lipoten untuk reseptor serotonin tipe 2 (5-HT
2
).
Farmakokinetik
Risperidone diabsorpsi cepat setelah pemberian oral. Absorpsi risperidone tidak
dipengaruhi oleh makanan dan mencapai kadar puncak kira-kira satu jam setelah pemberian
dan memiliki waktu paruh plasma kira-kira 24 jam. Hidroksilasi merupakan jalur
metabolisme terpenting yang mengubah risperidone menjadi 9-hidroxyl-risperidone yang
aktif.
Studi risperidone dosis tunggal menunjukkan konsentrasi zat aktif dalam plasma yang
lebih tinggi dan eliminasi yang lebih lambat pada lanjut usia dan pada pasien dengan
gangguan ginjal. Konsentrasi plasma tetap normal pada pasien dengan gangguan fungsi hati
Farmakodinamik
Risperidone merupakan antagonis monoaminergik selektif dengan afinitas tinggi
terhadap reseptor serotonergik 5-HT2 dan dopaminergik D2. Risperidone berikatan dengan
reseptor 1-adrenergik. Risperione tidak memiliki afinitas terhadap reseptor kolinergik.
Meskipun risperidone merupakan antagonis D2 kuat, dimana dapat memperbaiki
gejala positif skizofrenia, hal tersebut menyebabkan berkurangnya depresi aktivitas motorik
dan induksi katalepsi dibanding neuroleptik klasik. Antagonisme serotonin dan dopamin
sentral yang seimbang dapat mengurangi kecenderungan timbulnya efek samping
ekstrapiramidal, dia memperluas aktivitas terapeutik terhadap gejala negatif dan afektif dari
skizofrenia.
Efek pada organ dan sistem spesifik
Risperidone tidak mempunyai efek merugikan dari segi neurologis dan efek
merugikan lainnya lebih sedikit dibandingkan obat lain dalam kelas ini.
Indikasi terapeutik
Indikasi terapeutik risperidone hampir sama dengan clozapine yaitu untuk terapi
skizofrenia yang resisten terhadap terapi dengan antipsikotik konvensional.
21



Efek samping
Efek samping seperti sedasi, otonomik dan ekstrapiramidal pada risperidone lebih
ringan dibanding dengan obat antipsikotik konvensional lainnya.
Dosis
Hari ke-1 : 2 mg/hari, 1-2 x sehari
Hari ke-2 : 4 mg/hari, 1-2 x sehari
(titrasi lebih rendah dilakukan pada beberapa pasien)
Hari ke-3 : 6 mg/hari, 1-2 x sehari
Dosis umum 4-8 mg per hari. Dosis di atas 10 mg/hari tidak lebih efektif dari dosis yang
lebih rendah dan bahkan mungkin dapat meningkatkan gejala ekstrapiramidal. Dosis di atas
10 mg/hari dapat digunakan hanya pada pasien tertentu dimana manfaat yang diperoleh lebih
besar dibanding dengan risikonya. Dosis di atas 16 mg/hari belum dievaluasi keamanannya
sehingga tidak boleh digunakan.

Interaksi Obat
Hati-hati pada penggunaan kombinasi dengan obat-obat yang bekerja pada SSP dan
alkohol.
Risperidone mempunyai efek antagonis dengan levodopa atau agonis dopamin
lainnya.
Karbamazepin dapat menurunkan kadar plasma risperidone.
Clozapine dapat menurunkan bersihan risperidone.
Fluoksetin dapat meningkatkan konsentrasi plasma dari fraksi antipsikotik
(risperidone dan 9-hydroxy-risperidone) dengan meningkatkan konsentrasi
risperidone.

c. Olanzapine
Farmakokinetik
Olanzapine mencapai level puncak di dalam plasma dalam waktu 6 jam dan waktu
paruhnya kira-kira 30 jam.
Indikasi Terapeutik
Pengobatan skizofrenia yang resisten dan dapat digunakan untuk mengurangi gejala
negatif dan agitasi.
22



Efek Samping
Efek samping antikolinergik seperti konstipasi dan mulut kering meningkat
berhubungan erat dengan dosis yang digunakan. Tidak menyebabkan
leukopeni/agranulositosis seperti pada clozapine. Olanzapin menunjukkan peningkatan
hepatik transaminase (ALT, AST, GGT) dosis dependen dan menunjukkan gejala
ekstrapiramidal.

d. Quetiapine
Farmakokinetik
Quetiapine secara cepat diabsorbsi sesudah diminum, mencapai konsentrasi puncak di
plasma dalam waktu 1,5 jam, dimetabolisme oleh hepar. Dengan waktu paruh 6 jam yang
terdapat di dalam batas dosis klinik yang dianjurkan.

Efek Samping
Hipertensi
Quetiapine mungkin dapat menyebabkan hipertensi ortostatik dengan gejala-gejala
kedinginan, takikardi dan pada beberapa pasien terjadi sinkop, khususnya selama periode
pemberian dosis inisial.
Katarak
Liver Secara asimtomatik, trasien dan reversibel meningkatkan serum transaminase
(terutama ALT).
Efek samping lainnya adalah somnolen, gejala ekstrapiramidal, dan NMS.
Indikasi
Gejala positif pada skizofrenia.
Gejala negatif pada skizofrenia.
Gangguan kognitif pada skizofrenia.
Gangguan mood pada skizofrenia.
Perilaku agresif pada skizofrenia.

e. Aripiprazole
Sediaan obat
23

Nama generik : Aripriprazole
Nama dagang : Abilify (Otsuka)
Sediaan : tab 10-15 mg
Dosis anjuran : 10-15mg/hari
Indikasi
Skizofrenia (ini masih dalam penelitian lebih lanjut).
Efek samping
Efek samping yang dapat terjadi adalah
Gangguan ekstrapiramidal (insidensnya sangat minimal).
Penambahan berat badan (sangat minimal).
Peningkatan QT interval (miniimal sampai tidak terjadi).
Peningkatan kholesterol, glukosa, dan prolaktin (minimal).

Anda mungkin juga menyukai