POLA JARINGAN KOMUNIKASI ANTAR ANGGOTA RAPI KETIKA
DALAM SITUASI BENCANA ALAM BANJIR DI DESA KADOKAN
KABUPATEN SUKOHARJO
JURNAL SKRIPSI
Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Ilmu Komunikasi pada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik dengan Minat Komunikasi Massa
Oleh: Andi Hakim Ali kamaini 0710020014
JURUSAN ILMU KOMUNIKASI FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG 2014
1
POLA JARINGAN KOMUNIKASI ANTAR ANGGOTA RAPI KETIKA DALAM SITUASI BENCANA ALAM BANJIR DI DESA KADOKAN KABUPATEN SUKOHARJO
Oleh: Andi Hakim Ali Kamaini FISIP, Universitas Brawijaya
ABSTRAKSI RAPI merupakan salah satu organisasi yang berperan aktif membantu pemerintah dalam menanggulangi bencana, salah satunya kerika banjir terjadi di Desa Kadokan, Kabupaten Sukoharjo. Cara berkomunikasi antar anggota RAPI dalam mengabarkan informasi bencana banjir menggunakan frekuensi radio atau dikenal juga dengan istilah point-to-point communication. Penelitian ini berusaha menganalisa pola jaringan komunikasi antar anggota RAPI ketika dalam situasi bencana alam banjir di Desa Kadokan Kabupaten Sukoharjo, dengan menggunakan analisis jaringan melalui paradigma post-postitivis yang bertujuan untuk mencari data relasional yang diolah menggunakan software UCINET. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa tujuh peran dalam jaringan komunikasi yaitu, klik, bridge, cosmopolite, opinion leader, liaison, gatekeeper dan isolate tidak semuanya ditemukan dalam jaringan komunikasi RAPI. Ketiadaan cosmopolite, gatekeeper dan klik tidak menimbulkan ketimpangan dalam komunikasi rapi dikarenakan peran bridge, opinion leader, liaison saling mengisi dalam menyebarkan informasi mengenai kebencanaan. Pola jaringan komunikasi RAPI menggunakan pola roda, dan alur informasi tersebut kemudian bergulir kepada sesama anggota RAPI dengan pola yang mirip dengan polanantai dalam sebuah komunikasi jaringan.
Kata kunci: Jaringan komunikasi, RAPI, tujuh peran dalam jaringan komunikasi
A. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Komunikasi merupakan aktivitas yang tidak bisa dihindari dalam kehidupan sehari-hari. Di manapun, kapanpun dan apa itu jenis pekerjaannya, manusia selalu membutuhkan komunikasi atau interaksi dengan manusia lainnya. Komunikasi yang dilakukan bertujuan untuk saling bertukar informasi. Seperti pernyataan dari Theodore M. Newcomb dalam Mulyana (2005, h.62) setiap tindakan komunikasi dipandang sebagai suatu transmisi informasi terdiri dari rangsangan yang diskriminatif, dari sumber kepada penerima. Seperti pernyataan di atas bahwa komunikasi adalah kegiatan bertukar pesan, baik secara langsung atau tidak, baik secara face-to-face maupun dengan memmanfaatkan teknologi komunikasi. Perkembangan teknologi menjadikan 2
jarak bukan lagi halangan untuk melakukan interaksi. Alat komunikasi yang canggih membuat informasi apapun akan mudah diakses. Masih ada kalangan tertentu yang memanfaatkan radio untuk melakukan komunikasi antar anggota ataupun menyebarkan informasi, salah satunya adalah RAPI (Radio Antar Penduduk Indionesia). Organisasi ini memanfaatkan radio komunikasi dua arah handy talky (HT) untuk saling berkomunikasi antar anggotanya. Cara kerja radio komunikasi ini adalah dengan memanfaatkan satu titik frekuensi radio yang menghubungkan seluruh anggota RAPI. Menurut Moreno (2001, h.14) bentunk link radio relay point-to-point memungkinkan komunikasi terjadi antara dua titik tetap, dengan menggunakan transmisi gelombang radio dan penerima gelombang. Kinerja radio point-to-point adalah komunikasi antar dua titik secara langsung tanpa menggunakan repeater. Menurut buku panduan RAPI (2012, h.4) dalam proses berkomunikasi RAPI menggunakan menggunakan radio komunikasi HF dan VHF/UHF. Alokasi Frekuensi HF (High Frequency) yang berada pada frekuensi 26.960 Mhz - 27.410 Mhz digunakan untuk jarak jauh. Frekuensi ini mempunyai sifat gelombang yang dapat memantul dan tidak memiliki efek hambatan pada objek atau lawan komunikasi. Keadaan cuaca menjadi satu- satunya hambatan ketika berkomunikasi, karena frekuensi ini dapat memantul sampai ke lapisan ionosphere, Frekuensi VHF (Very High Frequency) yang bekerja pada 142.000 Mhz - 143.600 Mhz digunakan RAPI untuk melakukan komunikasi jarak dekat. Gelombang yang dipancarkan berbentuk garis lurus (horisontal) sehingga daya pancarnya sangat dipengaruhi oleh keadaan obyek atu benda padat dimana gelombang melaluinya. Apabila diantara dua stasiun Komunikasi Radio Antar Penduduk/KRAP terdapat hambatan atau halangan objek seperti gunung, pohon, bangunan tinggi, yang posisinya lebih tinggi dibanding dengan salah satu tempat mengudara (pancaran gelombang radionya lebih rendah dibanding penghalang atau hambatannya), maka transmisi yang dikirimkan ataupun diterima akan terhambat. Untuk mengatasi hambatan seperti ini, biasanya ditambahkan antena pada alat komunikasi Sebagai sebuah organisasi, RAPI ikut aktif membantu pemerintah yaitu selalu tampil dan berperan aktif dalam setiap kegiatan pemerintah, baik dalam kegiatan sosial kemasyarakatan, politik, olah raga, Pramuka, dan penanggulangan bencana alam di tingkat Daerah maupun Nasional, RAPI masih diberikan kepercayaan untuk melakukan kegiatan mereka. (arsip RAPI 2011) 1 Ketika dalam situasi bencana alam, RAPI berperan dalam bidang komunikasi. Berdasarkan hasil wawancara dengan salah satu narasumber pada 22 Desember 2013, Widodo, anggota RAPI cabang Kabupaten Sukoharjo, ketika terjadi banjir di Desa Kadokan kecamatan Grogol Kabupaten Sukoharjo, RAPI cabang Kabupaten Sukoharjo berperan memberikan bantuan komunikasi. Bantuan komunikasi yang dimaksud adalah dengan memberikan frekuensi radio untuk digunakan dalam proses penyampaian informasi kebencanaan.
1 Peneliti mendapatkan data dari sekretaris RAPI cabang kabupaten Sukoharjo pada tanggal 10 Desember 2011. 3
RAPI dapat tampil sebagai pemecah masalah, dengan menggunakan alat komunikasi handy talkie yang mana ringan, komunikasi 2 arah dan dapat cepat dalam mengabarkan informasi. Widodo menambahkan dengan adanya jaringan komunikasi yang dilakukan oleh RAPI cabang kabupaten Sukoharjo, sangat membantu pemerintah daerah dalam penanganan bencana. Melihat seperti apa komunikasi yang dilakukan oleh antar anggota RAPI dalam menyebarkan informasi kebencanaan, bisa ambil kesimpulan bahwa kegiatan RAPI dalam memberikan informasi kebencanaan bersifat jaringan. Berdasarkan apa yang dikemukakan oleh DeVito (1997, h. 344) bahwa jaringan komunikasi merupakan saluran yang digunakan untuk meneruskan pesan dari satu orang ke orang lain. Dengan ini kegiatan memberikan pelayanan informasi kebencanaan yang dilakukan RAPI sesuai dengan teori jaringan. RAPI memiliki sarana dan sumber daya manusia yang memadai untuk berperan sebagai jaringan komunikasi dalam situasi bencana. Daya jangkau teknologi radio yang dimiliki RAPI juga mampu menjangkau wilayah yang luas. Ketertarikan peneliti pada fenomena ini adalah pada jaringan komunikasi yang dilakukan oleh RAPI. Ketika bencana alam melanda, dimana jaringan komunikasi terputus, RAPI masih bisa memberikan pelayanan informasi. Komunitas ini merupakan komunitas yang telah diakui pemerintah, mempunyai struktur organisasi yang jelas. Ketika bencana melanda bagaimana mereka dapat mengkomunikasikan keadaan medan bencana secara cepat dan akurat, seperti apa proses komunikasinya serta peralatan apa saja yang menunjang untuk melakukan tugas mereka. 1.2 Rumusan Masalah Bagaimana pola jaringan komunikasi antar anggota RAPI ketika dalam situasi bencana alam banjir di Desa Kadokan Kabupaten Sukoharjo?
B. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Radio Point-to-point sebagai Media Alternatif dalam Situasi Bencana Alam Dewasa ini radio komunikasi telah mengalami perkembangan dan kemajuan yang pesat juga dengan jangkauan yang luas. Menurut Moreno (2001, h.14) bentunk link radio relay point-to-point memungkinkan komunikasi terjadi antara dua titik tetap, dengan menggunakan transmisi gelombang radio dan penerima gelombang. Kinerja radio point-to-point adalah komunikasi antar dua titik secara langsung tanpa menggunakan repeater. Seperti halnya RAPI mereka memanfaatkan media handy talky dalam berkomunikasi yakni memanfaatkan gelombang radio untuk saling berintiraksi satu dengan yang lainnya. Menurut Yuri dkk (1992, h. 12) radio dapat dikelompokkan menjadi 2 kategori yaitu radio sebagai media komunikasi satu arah (one way traffic comunication) yaitu radio penyiaran dan radio sebagai media komunikasi dua arah (two way traffic comunication) yaitu radio komunikasi. Ketika dalam situasi kebencanaan, radio point-to-point dapat dijadikan sebagai media alternatif. Menurut Widodo (berdasarkan hasil wawancara via sms tanggal 22 Desember 2012, pukul 15.19 wib), selaku sekretaris RAPI 4
cabang Kabupaten Sukoharjo mengatakan bahwa, ketika media konvensional seperti Koran dan TV tidak dapat terjun langsung karena terhalang medan yang tidak dapat diakses, radio point-to-point dapat diandalkan. Karena proses komunikasi yang bersifat dua arah serta alat yang dipergunakan juga tergolong ringan sehingga mempermudah petugas yang terjun ke medan bencana untuk mengabarkan situasi.Untuk itulah diperlukan sebuah manajemen komunikasi bencana yang baik agar dapat meminimalisir kerugian baik moril maupun materi.
2.2 Manajemen Komunikasi Bencana Susanto dkk (2012, h. 88) menjelaskan yang dimaksud dengan manajemen komunikasi bencana adalah pengaturan penaggulangan masalah bencana yang melibatkan proses komunikasi, koordinasi antara masyarakat, pemerintah, pendonor, dan lembaga swadaya masyarakat. Setiap penanganan bencana, komunikasi memang sangat diperlukan. Radio Antar Penduduk Indonesia (RAPI) memiliki perhatian kepada upaya penanggulangan bencana alam. Organisasi memberikan bantuan pada berbagai bencana yang melanda Indonesia. Undang-Undang Nomor 24 tahun 2007 menjelaskan tentang penanggulangan bencana, dikemukakan, bencana adalah peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat, yang disebabkan baik oleh faktor alam dan atau faktor non-alam maupun faktor manusia, keruskan lingkungan, kerugian harta benda, dan dampak psikologis. Berdasarkan pengertian di atas, maka penanganan bencana sesungguhnya bukan semata-mata membantu dalam hal materi, memberikan dukungan moral juga tidak kalah penting. Dengan manajemen komunikasi bencana yang baik, maka akan mempermudah dalam memberikan bantuan terhadap penanganan bencana alam. Dalam menjalankan manajemen komunikasi bencana peran serta pemerintah, relawan, pendonor, masyarakat korban bencana, serta media harus dapat berjalan dengan baik. Sosialisasi sedini mungkin melalui berbagai teknik komunikasi harus digalakkan, sehingga untuk meminimalisir jatuhnya korban dapat dimaksimalkan. Dari penjelasan di atas dapat ditarik sebuah pemahamam bahwa manajemen komunikasi bencana yang baik akan memberikan kontribusi yang maksimal terhadap arus komunikasi. Bila arus komunikasi tidak terganggu, maka proses pencegahan, penanganan serta rehabilitasi bencana dapat dilakukan dengan baik. Lebih lanjut, manajemen dalam komunikasi bencana tidak bisa lepas dari organisasi serta anggota yang terlibat didalamnya.
2.3 Jaringan Komunikasi RAPI dalam Situasi Bencana Alam Muhammad (2005, h. 102) mengatakan yang dinamakan jaringan komunikasi adalah pertukaran pesan diantara sejumlah orang-orang yang menduduki posisi atau peranan tertentu. Dalam jaringan komunikasi mempunyai perbedaan diantara jumlah anggota dan struktur. Memungkinkan hanya sebagian 5
atau keseluruhan anggota organisasi yang melakukan komunikasi. Dalam penelitian ini jaringan komunikasi digunakan untuk menganalisa pola jaringan komunikasi yang dilakukan oleh antar anggota RAPI ketika terjun langsung dalam proses penanganan bencana. Untuk melihat proses penyebaran informasi antar anggota sehingga informasi dapat disebarluaskan kepada masyarakat.
2.4 Analisis Jaringan Komunikasi Rogers dan Kincaid (1981, h. 117) menjelaskan bahwa analisis jaringan komunikasi adalah merupakan metode penelitian untuk mengidentifikasi struktur komunikasi dalam suatu sistem, dimana data hubungan mengenai arus komunikasi dianalisa menggunakan beberapa tipe hubungan-hubungan interpersonal sebagai unit analisa. Tujuan penelitian komunikasi menggunakan analisis jaringan komunikasi adalah untuk memahami gambaran umum mengenai interaksi manusia dalam suatu sistem. Jaringan komunikasi mempunyai tujuh peran yang mempunyai pengaruh terhadap keberhasilan pertukaran pesan dalam komunikasi organisasi. Menurut Pace dan Faules (2006, h. 176-183) tujuh peran ini dinamakan anggota klik, opinion leader, gatekeeper, bridge, liaison, cosmopolite serta isolate. Setiap peranan memiliki bagian atau peran khusus dalam jaringan komunikasi Anggota klik adalah jantung sistem dan bertindak sebagai tujuan akhir dari pesan. Individu penyendiri memberikan sumbangan pada sistem dan menciptakan derajat ketidakpastian pada keefektifan program penyebaran pesan. Sedangkan peran seorang jembatan merupakan pemroses informasi yang menyediakan hubungan langsung antara klik-klik yang berlainan. Seorang penghubung menginstegrasikan dan menjadi penghubung antar klik Gatekeeper mengendallikan perpindahan pesan dan kontak dengan tujuan meminimalkan kelebihan beban dan meningkatkan keefektifan. Dan seorang opinion leader melancarkan pembentukan sikap dan membantu dalam pengambilan keputusan dalam lingkungan yang lebih besar. Untuk dapat mengidentifikasi ada tidaknya tujuh peran dalam pola komunikasi RAPI maka peneliti akan melakukan penjelasan mengenai jaringan global, serta memaparkan data hasil wawancara terhadap anggota RAPI. Tahapan selanjutnya adalah mengenai pola jaringan komunikasi. Dimana proses runtutan pesan disampaikan dari atasan kepada anggota organisasi lainnya. Menurut Robbin (2002, h. 153), pola komunikasi organisasi atau jaringan komunikasi ini dibedakan menjadi 3, yakni jaringan rantai, jaringan roda serta jaringan semua saluran 1. Jaringan Rantai Pada jaringan rantai, komunikasi mengalir sesuai dengan rantai komando formal, baik kebawah maupun keatas.
Gambar 1. Jaringan Rantai Sumber: Robbins (2002, h.153) Prinsip- prinsip Perilaku Organisasi Edisi Kelima 2. Jaringan Roda Pada jaringan roda komunikasi 6
mengalir antara pemimpin yang kuat dan mudah dikenal dan orang lain dalam kelompok atau tim kerja. Pemimpin tersebut berlaku sebagai pusat jaringan yang semua komunikasi akanmelalui dia.
Gambar 2. Jaringan Roda Sumber: Robbins (2002, h.153) Prinsip-prinsip Perilaku Organisasi Edisi Kelima
3. Jaringan Semua Saluran Pada jaringan semua saluran, komunikasi mengalir dengan bebas di antara semua tim kerja.
Gambar 3. Pola Semua Saluran Sumber: Robbins (2002, h.153) Prinsip-prinsip Perilaku Organisasi Edisi Kelima Ketiga pola komunikasi di atas mempunyai kriteria berdasarkan keefektifan baik menyangkut kecepatan, ketepatan, munculnya seorang pemimpin serta kepuasan anggota. Menurut Robbins (2002, h.10) pola rantai mempunyai kecepatan arus informasi sedang, bisa dilihat pola yang beruntun dalam arus komunikasinya. Bila dipandang dari ketepatan pesan yang disampaikan, pola rantai memiliki ketepatan tinggi. Dalam pola rantai ini sosok munculnya seorang pemimpin dinilai tidak dominan. Begitu juga dengan kepuasan anggota dalam memperoleh informasi. Lain halnya dengan pola roda bila dilihat dalam hal kecepatan, tingkat arus informasinya berjalan cepat. Bisa dilihat dengan arah informasi berasal dari satu orang/pemimpin yang yang langsung disebarkan kepada anggota yang lain. Dengan demikin ketepatan informasi yang disampaikan juga bisa akurat. Namun, bila dipandang dari segi kepuasan anggota dalam memperoleh informasi dapat dikatakan kurang. Dominasi sumber informasi bisa jadi merupakan faktor utamanya. Pola terakhir adalah pola semua saluran. Pola ini mempunyai kecepatan yang tinggi dalam arus penyebaran informasi. Dengan tidak memunculkan sosok seorang pemimpin, informasi yang ada akan menyebar dengan menyeluruh. Semua anggota organisasi mempunyai kewenangan untuk menyebarkan informasi tanpa melihat struktur. Wajar bila kepuasan anggota tinggi, karena tanpa memperhatikan struktur mereka bebas menyebarkan informasi. Tapi untuk ketepatan arah informasi pola ini tidak sebaik pola roda.
C. METODOLOGI PENELITIAN Pada penelitian ini, tujuan yang ingin dicapai peneliti adalah untuk menganalisa pola jaringan komunikasi antar anggota RAPI ketika dalam situasi bencana banjir. Merujuk kepada hal tersebut sehingga paradigma yang digunakan dalam penelitian ini adalah post-positivis. Menurut Poerwandari 7
(2007, h.37) post-positivis bukan hanya berdasarkan pada pandangan positivis terkait masalah peramalan dan pengendalian, tapi juga mencoba untuk mengembangkan pemahaman berbeda tentang hal-hal lain untuk menjawab kritik-kritik yang dilontarkan oleh kelompok positivis. Meskipun mengambil posisi objektif, tidak menutup kemungkinan interaksi peneliti dengan informan yang akan mempengaruhi data post-positivis yang nantinya digunakan mendapatkan hukum-hukum umum pendekatan yang dipilih. Berdasarkan asumsi ini, pola jaringan komunikasi dalam situasi bencana dapat dilihat, tapi belum tentu pola jaringan komunikasi yang dipakai dalam situasi bencana banjir di Desa Kadokan di bantaran sungai Bengawan Solo ini dapat digunakan dalam situasi bencana-bencana yang lain. Sedangkan metode yang dilakukan ialah menggunakan metode analisis jaringan. Menurut Rogers dan Kincaid (1981, h. 75) analisis jaringan komunikasi adalah metode penelitian untuk mengidentifikasi struktur komunikasi dalam suatu sistem, di mana data relasional tentang aliran komunikasi dianalisis dengan menggunakan beberapa jenis hubungan interpersonal sebagai unit analisis.
D. PEMBAHASAN 4.4. Pembahasan RAPI utamanya menggunakan pola komunikasi roda. Namun, dapat dilihat juga bahwa terdapat pola lain dan jaringan komunikasi yang tidak sesuai dengan pola utama jaringan komunikasi di RAPI yaitu, pola roda. Hal ini terjadi secara informal atau tidak sengaja terbentuk karena kendala-kendala baik teknis maupun non-teknis pada anggota RAPI. Kendala teknis dalam proses penyampaian informasi di RAPI karena RAPI menggunakan media handy talky (HT). RAPI menggunakan satu frekuensi yang sama dimana bila ada salah seorang anggota mengudara atau berbicara melalui HT maka setiap anggota lain yang berdekatan dengan HT akan dapat mendengar apa yang disampaiakan oleh anggota tadi. Namun, bila ada anggota yang tidak berdekatan atau HT dalam keadaan mati maka mereka tidak akan dapat mendengar informasi yang disampaiakan. Seperti yang dapat kita lihat pada sosiogram berikut, dimana secara tidak sengaja terbentuk pola roda baru,
8
Petrus merupakan anggota RAPI yang rumahnya berdekatan dengan lokasi bencana banjir di Desa Kadokan. Dengan melihat sosiogram di atas dapat dilihat bahwa Petrus menyebarkan informasi secara mandiri. Informasi dari Petrus kemudian diterima oleh Budi Lestari, Riyanto, Tri Mulyanto, Suharno, Didik Supriyono, serta Suwondo, yang dimana Suwondo juga telah menerima informasi dari Bambang Setiyono. Jika melihat penyebaran informasi yang dilakukan oleh Petrus, pola ini juga dapat dikategorikan sebagai pola komunikasi roda yang terbentuk secara tidak sengaja sehingga terlihat sebagai pola roda baru. Dalam arti lain, terdapat dua pola roda komunikasi dalam RAPI pada studi data kasus bencana banjir di Desa Kadokan ini. Fenomena lain yang terjadi seperti penerimaan informasi ganda ini akan dijelaskan pada sub-bab berikutnya mengenai pola jaringan komunikasi antar angoota RAPI. Fenomena ini pula yang mendasari bagaimana jaringan komunikasi RAPI tidak sepenuhnya mengacu pada pola roda. Yang akan dijelaskan pada sub- bab selanjutnya mengenai pola jaringan komunikasi antar anggota RAPI.
4.4.1. Pola Jaringan Komunikasi Antar Anggota Rapi Isi informasi yang disampaikan dalam menanggapi darurat bencana terdiri dari waktu, tempat kejadian, dan ketinggian air pada Sungai Bengawan Solo. Informasi ini menyebar secara cepat dan diikuti perkembangan informasi terbaru bencana. Pada jaringan komunikasi global RAPI dapat disimpulkan bahwa penggunaan pola roda menjadi pola komunikasi yang digunakan. Namun, pada komunikasi antar anggota RAPI ternyata dapat juga kita temui beberapa fenomena pola jaringan komunikasi lain yang memiliki dampak positif maupun negatif. Seperti yang tampak pada sosiogram berikut: Gambar 4.5 Jaringan global RAPI Sumber hasil olah data UCINET
38
Dapat dilihat dari sosiogram di atas bahwa Wahyu Eko merupakan anggota RAPI yang memperoleh informasi bencana banjir desa Kadokan secara mandiri karena faktor kedekatan rumah dengan lokasi bencana. Namun, Wahyu Eko tidak menyebarkan informasi banjir ke intern RAPI. Melainkan memberikan informasi kepada BPDB dan langsung terjun ke lokasi bencana. Wahyu Eko tidak memberikan informasi kepada anggota RAPI yang lain, karena menurutnya informasi mengenai banjir di Desa Kadokan pasti sudah ada yang menyebarkan. Maka dari itu Wahyu Eko lebih memilih untuk langsung menuju ke lokasi bencana. Selain itu Untung salah satu anggota RAPI yang menerima informasi dari pihak luar, yakni Satlak PB. Untung berinisitaif langsung bergerak ke lokasi untuk mewakili anggota RAPI yang lain. Namun, dia juga memberikan informasi, tapi hanya di dengar oleh Sri Mulyadi. Untung memang dikenal sebagai anggota RAPI yang aktif. Baik di kegiatan di dalam RAPI maupun kegiatan di luar. Mempunyai koneksi dengan organisasi lain juga menjadi kelebihan dari Untung. Berkaitan dengan tujuh peran dalam komunikasi jaringan mengenai untung akan dijelaskan pada sub-bab berikutnya. Selain terbentuk pola roda dalam komunikasi jaringan antar anggota RAPI, ada satu pola yang teridentifikasi membentuk pola rantai, sebagai gambaran bisa dilihat dalam sosiogram berikut ini:
Gambar 4.6 Jaringan global RAPI Sumber hasil olah data UCINET
10
Dalam sosiogram di atas dapat kita lihat bahwa Sri Widodo merupakan anggota RAPI yang mendapatkan informasi bencana banjir dari Bambang Setyono. Namun, Sri Widodo kemudian meneruskan informasi ini kemudian didengar oleh Kukuh, Lesus dan Sri Mulyadi. Padahal Kukuh dan Lesus sudah mendapatkan info tentang banjir dari Bambang Setiyono. Lain halnya dengan Sri Mulyadi, selain mendapat info dari Sri Widodo, dia juga mendapat info dari Untung dan Joko Sutrisno. Bila dilihat dari pola jaringan komunikasi yang di lakukan oleh Sri Widodo, maka pola ini merujuk pada pola rantai. Walaupun anggota yang mendengar info dari Sri Widodo sebelumnya sudah mendapatkan dari Bambang Setiyono, Untung, dan Joko Sutrisno. Sri Widodo merupakan anggota yang dikenal juga cukup aktif dalam kegiatan RAPI. Sri Widodo dikenal tegas, dengan melihat latar belakang beliau sebagai seorang guru dan pernah menjabat sebagai ketua RT dilingkungannya. Mengenai identifkiasi Sri Widodo apakah masuk dalam kategori tujuh peran dalam jaringan komunikasi akan dijelaskan pada sub-bab berikutnya.
Gambar 4.7 Jaringan global RAPI Sumber hasil olah data UCINET
39
Lain lagi yang terjadi pada Joko Sutrisno. Pada sosiogram diatas diterjemahkan bahwa, Joko Sutrisno menerima informasi secara mandiri karena faktor kedekatan tempat tinggalnya dengan lokasi bencana, sama seperti Petrus. Namun bedanya, Joko Sutrisno menyebarkan informasi kepada Imam Sutopo dan Sri Mulyadi yang telah lebih dulu menerima informasi dari saluran informasi utama yaitu, Bambang Setiyono. Hal ini menimbulkan penerimaan informasi ganda dimana hal ini merupakan suatu kelemahan pada pola jaringan komunikasi jaringan RAPI. Informasi ganda juga diterima oleh Suwondo, Kukuh, Lesus, Imam Sutopo, dan Sri Mulyadi Seperti pada sosiogram berikut:
Gambar 4.8 Jaringan global RAPI Sumber hasil olah data UCINET
12
Maka bisa ditarik kesimpulan bahwa pola jaringan komunikasi global dalam RAPI yaitu, pola roda mendapat kelemahan bahwa saluran utama penyebar informasi yaitu, Bambang Setyono tidak berhasil menyebarkan informasi kepada seluruh anggota RAPI. Karena bisa jadi merupakan kendala teknis di mana anggota tidak sedang bearda dekat dengan HT atau HT dalam keadaan mati. Namun, hal ini bisa diatasi karena anggota RAPI memiliki inisiatif atau kesadaran personal untuk turut menyebarkan informasi ke sesame anggota RAPI. Meskipun penyebaran informasi yang terjadi mengakibatkan penumpukan informasi di beberapa pihak anggota RAPI.
4.4.2. Identifikasi tujuh peran dalam Jaringan Komunikasi RAPI pada Kasus bencana Banjir di Desa Kadokan. Dalam sebuah jaringan, terdapat peran masing-masing anggota jaringan yang berkaitan dengan fungsi mereka dalam jaringan. Menurut Pace dan Faules (2006, h.176-183) tujuh peran ini dinamakan anggota klik, opinion leader, gatekeeper, bridge, liaison, cosmopolite serta isolate. Berikut ini adalah penjelasan mengenai tujuh peran menurut Pace dan Faules: 1. Klik adalah sebuah kelompok individu yang paling sedikit separuh dari kontaknya merupakan hubungan dengan anggota lainnya. Kebanyakan anggota klik relatif akrab satu dengan lainnya dalam hierarki formal organisasi dan ini menunjukkan kemiripan sistem komunikasi formal dan informal. Gambar 4.9 Jaringan global RAPI Sumber hasil olah data UCINET
39
Klik adalah sebuah kelompok individu yang paling sedikit separuh dari kontaknya merupakan hubungan dengan anggota-anggota lainnya. Dari sosiogram jaringan global komunikasi RAPI berikut ini:
Dari gambar sosiogram RAPI tersebut dapat diidentifikasi bahwa tidak ditemukan adanya klik. Syarat sebuah klik adalah separuh dari kontaknya memiliki hubungan dengan anggota- anggota lainnya. Walaupun pada gambar jaringan terlihat seperti membentuk klik, namun mereka hanya melakukan komunikasi satu arah, bukan berinteraksi satu sama lain. Mereka tidak melakukan hubungan timbal balik atau interaksi yang terjalin dari anggota-anggota tersebut tidak terpenuhi. Pada sosiogram diatas juga tidak ditemukan anggota yang membuat klik atau kelompok kecil sendiri. Hal tersebut menunjukkan hubungan komunikasi yang terjadi terjalin secara searah. Komunikasi antar anggota tidak terjalin secara dua arah atau lebih dari separuh antara satu sama lainnya. Meskipun komunikasi dalam organisasi RAPI secara struktur berjalan searah, komunikasi dua arah antar anggota RAPI terjadi di dalam praktek sehari-harinya. Ada percakapan atau proses komunikasi antar anggota melalui sebuah alat bernama Handy Talky (HT). Ketika menggunakan HT anggota RAPI tidak lagi memanggil dengan nama personal, melainkan melalui sebuah call sign atau kode panggilan yang biasa mereka gunakan. Struktur baku dan skema struktural seperti ketua terhadap Gambar 4.10 Jaringan global RAPI Sumber hasil olah data UCINET
13
anggotanya dalam sebuah organisasi tidak lagi berlaku ketika mereka melakukan komunikasi melalui medium HT tersebut. Dalam sebuah jaringan organisasi terdapat Opinion leader yang dapat membimbing tingkah laku anggota organisasi dan mempengaruhi keputusan. Pace and Faules (2006, h. 177 menyebutkan bahwa seorang opinion leader tidak selalui sebagai pimpinan formal mempunyai otoritas tersebut. Opinion leader biasanya mempunyai dapat diukur melalui besarnya degree centrality atau keterpusatan. Menurut Prell (2012, h. 97) degree centrality dalam jaringan komunikasi menitikberatkan pada keterpusatan aktor yang dianggap sebagai saluran utama informasi dalam jaringan. Aktor ini memberikan informasi ke orang banyak, informasi diterima kemudian banyak orang yang menyebarkan informasi tersebut. Jika melihat diagram sosiogram maka opinion leader berdasarkan poin degree centrality dalam organisasi RAPI adalah Bambang Setiyono. Keberadaan Bambang Setiyono dalam organisasi RAPI merupakan sosok sentral sebagai pembimbing organisasi dan orang yang memiliki pengaruh dalam mengambil keputusan organisasi. Keberadaan Bambang sebagai opinion leader selain karena faktor keterlibatannya dengan RAPI yang cukup lama juga dipengaruhi oleh posisi ketua yang sedang dijabatnya. Selain itu dalam organisasi RAPI terdapat sosok lain yang mempunyai degree centrality yang kecil dan mamapu menjadi sosok opinion leader. Orang-orang tersebut bisa menjadi seorang opinion leader dikarenakan beberapa faktor seperti pengalaman dan senioritas, sehingga pendapatnya mudah didengar oleh anggota yang lain. Dalam organisasi RAPI sosok Joko Sutrisno dan Sri Widodo muncul sebagai opinion leader karena mereka berdua dianggap tegas dan mempunyai wibawa untuk dapat mempengaruhi anggota yang lain. Secara historis organisasi RAPI merupakan sebuah organisasi yang dibentuk dari berbagai lapisan yang ada dalam masyarakat. Bentuk tersebut menyebakan penyebaran informasi sifatnya tidak terstruktur. Siapa saja bisa menyampaikan informasi terkini ataupun mempunyai opini terhadap suatu masalah tertentu dalam organisasi. Hal ini dialami oleh Sri Widodo yang merupakan seorang yang berprofesi sebagai guru SD dan pernah menjabat sebagai ketua RT di lingkungannya. Sri Widodo dianggap mempunyai wibawa dan kredibilitas untuk menyampaikan suara atau informasi oleh anggota-anggota RAPI lainnya. Untuk beberapa faktor tertentu, besar kecil degree centrality tidak menjadikan orang tersebut menjadi seorang opinion leader seperti yang terbaca dalam sosiogram. Hal seperti senioritas dan peran seseorang dalam masyarakat menjadi ukuran tersendiri untuk menjadikan seseorang dalam RAPI bisa menjadi opinion leader. Seberapa kredibel orang tersebut merupakan sebuah faktor penting agar pendapatnya didengar oleh anggota yang lain. Dalam mengelola arus informasi dalam organisasi, dibutuhkan seorang Gatekeeper atau penjaga gawang, yaitu orang yang secara strategis ditempatkan dalam 14
sebuah jaringan komunikasi agar dapat melakukan pengendalian (penyaringan) atas informasi yang beredar. Informasi yang masuk dari berbagai sumber tersebut harus disaring dan dikroscek kebenarannya, sehingga informasi yang masuk tidak menimbulkan kesimpang siuran. Fungsi strategis dari seorang gatekeeper dalam RAPI adalah melakukan pengendalian (penyaringan) atas pesan apa yang boleh disampaikan pada anggota klik atau pesan mana yang sebaiknya tidak disampaikan pada anggota klik. Sehingga informasi yang menyebar bisa terus kredibel dan dapat dipercaya kebenarannya. Dari gambar jaringan global komunikasi RAPI (gambar 4.9) diatas, maka dapat diidentifikasi bahwa tidak ditemukan adanya Gatekeepers, karena tidak adanya orang yang mengontrol arus informasi diantara anggota organisasi yang secara strategis ditempatkan dalam jaringan agar dapat melakukan pengendalian atas pesan apa yang akan disebarkan melalui sistem tersebut. Dari gambar jaringan komunikasi yang ada, maka diketahui bahwa informasi diperoleh langsung dari Bambang Setiyono, Petrus dan Joko Susilo, diteruskan kepada angora lain tanpa melalui gatekeepers sebagai pengontrol informasi pada individu yang ingin memperoleh informasi. Ada beberapa kemungkinan yang terjadi baik positif maupun negatif ketika informasi itu diteruskan tanpa ada gatekeeper. Yang pertama terjadi kelebihan informasi yang disampaikan kepada anggota RAPI yang lain, tidak adanya penjaga yang mengecek terlebih dahulu informasi tersebut bisa menjadikan nformasi menjadi bias kebenarannya dan justru membuat bingung. Seperti tampak pada diagram sosiogram (gambar 4.9) terjadi penumpukan informasi. Kukuh, Lesus, Imam Sutopo, Sri Mulyadi serta Suwondo memperoleh informasi banjir lebih dari satu orang. Kemungkinan yang lain terhadap informasi yang diteruskan begitu saja tanpa adanya penyaringan tanpa gatekeeper adalah dikarenakan kepercayaan yang besar terhadap peran Bambang Setiyono, Petrus dan Joko Susilo sebagai informan atau sumber informasi dan hal ini telah berlangsung dalam waktu yang lama dan berulang- ulang sehingga hal tersebut mengalir begitu saja. Kebiasaan tersebut menjadikan informasi yang dibawa oleh Bambang Setiyono, Petrus dan Joko Susilo sudah dipercaya kebenarannya ataupun anggota yang lain sudah terbiasa dan memahami bahwa informasi yang dibawa oleh mereka pasti terjaga kebenarannya. Cosmopolite, merupakan orang yang menghubungkan organisasi dengan lingkungan sekitar. Seorang cosmopolite adalah individu yang melakukan kontak dengan individu- individu diluar organisasi. Temuan penelitian ini mengidentifikasi bahwa Untung merupakan individu yang termasuk dalam kategori cosmopolite. Untung mendapatkan informasi banjir dari Satuan Pelaksana Penanggulangan Bencana (Satlak PB) bukan dari anggota RAPI yang lain. Status Untung yang aktif melalukan penyuluhan kebencanaan bersama dengan Tim Sar dan PMI di wilayah sekitar sungai Benganwan Solo membuat Untung mudah mendapatkan informasi dari pihak luar seperti Satuan Pelaksana 15
Penanggulangan Bencana (Satlak PB), PMI maupun Tim Sar. Dengan berbagai kegiatan yang dilakukan bersama pihak luar menyebabkan pihak luar tersebut mempercayakan informasi terkait bencana yang terjadi kepada Untung untuk diteruskan melalui jaringan komunikasi RAPI. Selain Untung, Petrus yang juga mempunyai andil dalam melakukan penyuluhan kebencanaan di wilayah bantaran sungai Bengawan Solo juga menjadikan Petrus mudah mendapatkan informasi dari pihak luar. Keberadaan rumah Petrus yang dekat dengan sungai Bengawan Solo, memberikan tanggung jawab lebih untuk memberikan penyuluhan atau sosialisai mengenai kebencanaan. Jika sewaktu-waktu banjir melanda, warga yang terkena dampak dapat melakukan tanggap darurat dan tindak penyelamatan atau setidaknya tahu apa yang harus dilakukan. Bridge atau jembatan merupakan orang yang bertugas untuk menghungkan organisasinya dengan organisasi lain. Dalam diagram sosiogram jaringan komunikasi penelitian ini memang tidak terlihat jaringan Untung dengan organisasi lain, karena dalam jaringan ini tidak dijelaskan secara mendetail bagaimana bridge ini terbangun, tetapi secara spesifik menyasar bagaimana komunikasi di dalam organisasi RAPI ini terjalin. Akan tetapi temuan dilapangan memberikan gambaran lain bagaimana bridge ini terbangun. Peranan bridge dalam organisasi ini mengarah ke Petrus dan Untung, karena mereka berdua secara aktif telah menjadi cosmopolite yang berarti mereka dua mempunyai akses lebih terhadpa lingkungan sekitar dan secara aktif mendapatkan informasi yang diteruskan kepada anggota RAPI lainnya. Peranan Untung dan Petrus yang tercatat sebagai anggota RAPI dalam memberikan penyuluhan atau sosialisai mengenai bencana alam bekerja sama dengan Tim SAR, PMI dan Satuan Pelaksana Penanggulangan Bencana (Satlak PB) secara tidak langsung membuka jaringan kerjasama antar organisasi RAPI dan pihak luar seperti SAR, PMI, dan Satlak PB tersebut, meskipun dilapangan kerjasama tersebut dilakukan oleh individu dengan individu yang berbeda organisasi. Melalui pengamatan penelitian dalam sebuah rapat RAPI, Untung dan Petrus sebenarnya mengharapkan ada individu lain didalam RAPI yang muncul dan berkeingianan lebih dalam bekerjasama dengan pihak lain. Hal tersebut dimaksudkan untuk semakin mengembangkan RAPI dalam hal kerjasama yang lebih strategis bersama pihak lain. Untuk saat ini hasil nyata yang dapat diraih RAPI melalui bridge RAPI adalah akses informasi dari SAR, Satlak PB dan PMI kepada Untung dan Petrus yang kemudian diteruskan kepada anggota RAPI lainnya. Selain keterangan Untung, Didik Supriyono juga dapat dikategorikan sebagai bridge. Dalam hal ini Didik dapat diandalkan untuk berkoordinasi dengan Orari (Organisasi Radio Amatir Republik Indonesia). Dalam kaitannya dengan kebencanaan, RAPI akan meminta bantuan tambahan personil pada Orari jika dirasa RAPI kekurangan personil di lapangan. Orari tidak dimasukkan 16
kedalam jaringan komunikasi RAPI karena posisinya sebagai organisasi di luar RAPI. Temuan lain dari hasil penelitian ini adalah adanya bridge dari kelompok lain. Karena dalam penanggulangan bencana banjir di desa Kadokan RAPI tidak bekerja sendiri, ada kelompok-kelompok lain yang ikut terlibat seperti Tim Sar, PMI, Tagana (Taruna Tanggap Bencana). Dari kelompok-kelompok ini ada dari pihak Tim Sar yang sering melakukan kontak dengan pihak RAPI. Namun, kelompok-kelompok ini tidak dimasukkan ke dalam jaringan global RAPI karena statusnya merupakan organisasi diluar RAPI. Liaison atau penghubung adalah orang yang mengaitkan atau menghubungkan dua klik atau lebih tetapi ia bukan anggota salah satu kelompok yang dihubungkan tersebut. Dari gambar jaringan komunikasi global RAPI (gambar 4.1) diatas, maka dapat diidentifikasi bahwa tidak ditemukkannya liaison. Liaison memiliki peranannya yang sama dengan bridge tetapi individu itu sendiri bukanlah anggota dari satu kelompok tetapi dia merupakan penghubung diantara satu kelompok dengan kelompok lainnya. Semua individu di sana merupakan satu kesatuan, sehingga tidak ditemukan penghubung diantara RAPI dengan kelompok lainnya yang individu ini sendiri bukanlah anggota RAPI. RAPI sudah sering bekerjasama dengan organisasi lain seperti Tim Sar, PMI, Taruna tanggap bencana (Tagana), sehingga tanpa campur tangan orang lain untuk menjadi perantara antara organisasi RAPI dengan organisasi lainnya, RAPI sudah mempunyai koneksi sendiri dengan organisasi-organisasi lain. Selain itu peranan bridge dalam RAPI cukup membantu kerjasama RAPI dengan organisasi lain dalam hal kebencanaan. Peran yang terakhir dalam jaringan komunikasi dinamakan isolate atau penyendiri. Peran ini mempunyai kontak komunikasi yang paling sedikit dalam organisasi. Seorang penyendiri lebih cenderung mengasingkan diri atau dikucilkan oleh anggota organisasi. Mereka juga hanya melakukan sedikit atau sama sekali tidak mengadakan kontak dengan anggota kelompok lainnya. Dari gambar jaringan global komunikasi RAPI (gambar 4.1) diatas, maka dapat diidentifikasi bahwa Wahyu Eko Yulianto dapat dikategorikan sebagai isolate, karena dalam bencana banjir di Desa Kadokan dia tidak menyebarkan informasi kepada anggota RAPI yang lain, tapi langsung memberi tahu kepada Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD). Karena menurutnya BPBD merupakan instansi yang berwenang atau yang bertanggung jawab terhadap kebencanaan di wilayah Kabupaten Sukoharjo. Namun, apa yang ditemukan oleh peneliti dalam penelitian ini bahwa RAPI sebenarnya mempunyai daftar anggota yang mencapai 100an orang. Tapi yang aktif berkegiatan hanya separuhnya saja. Hal itu disebabkan karena kesibukan personal anggota RAPI yang kebanyakan memiliki pekerjaan tetap diluar keanggotaan RAPI. Dalam penelitian ini, ketika sudah diketahui klik, opinion leader, gatekeeper, cosmopolite, bridge, 17
liaison serta isolate maka dapat dilihat siapa saja kah yang perlu dihubungi pertama kali ketika ada bencana, kepada siapa anggota organisasi lain misal (PMI, Tim Sar dsb) harus menghubungi, kaitannya dalam managemen komunikasi bencana RAPI sudah melakukan dua hal utama, yang pertama mengenai pra bencana, yakni dengan memberikan sosialisasi atau penyuluhan terhadap masyarakat sekitar bantaran sungai Bengawan Solo yang mana rawan dan berpotensi banjir, serta melakukan tanggap darurat dengan memberikan bantuan penanganan bencana dalam bidang komunikasi. Selain itu, dengan melihat jaringan komunikasi, terlihat pola aliran informasi dalam RAPI. Kalau melihat pola yang terjadi pada RAPI yang cendenrung kepada pola roda, dalam hal ini berkaitan dengan tanggap darurat bencana maka, pola roda mempunyai keunggulan dalam kecepatan memberikan informasi. Satu orang sebagai komunikan, maka dengan sekali mengudara atau memberikan informasi melalui media HT, setiap anggota yang saat itu juga memegang HT maka informasi itu dapat langsung dapat di dengar. Akan tetapi, yang menjadi kelemahannya adalah ketika anggota RAPI sedang tidak membawa atau tidak berdekatan atau HT dalam kondisi mati, maka informasi mengenai bencana banjir di Desa kadokan tidak akan sampai.
DAFTAR PUSTAKA Buku Charles R. Berger and Steven H.Chaffee (1987).Handbook of Communication Science.Newbury Park, CA: Sage. DeVito, Joseph A. (1997). Komunikasi antar manusia, edisi 5. Jakarta: Profesionial Book Francis D. Yuri dkk, (1992). Radio Transceiver. Solo: Aneka Solo. Miles dan Huberman. (1992). Analisis Data Kualitatif, Jakarta: Universitas Indonesia (UIPress) Moleong, L.J. (2006). Metodologi penelitian kualitatif Edisi Revisi, Cetakan keduapuluh dua, Bandung: PT. Remaja Muhammad, Arni. (2005).Komunikasi Organisasi.Jakarta: Bumi Aksara. Mulyana, Deddy. (2005).Ilmu Komunikasi Suatu Pengantar.Bandung: PT.Remaja Rosdakarya. Pace, R, & Faules, Don F. (2006).Komunikasi Organisasi Strategi Meningkatkan kinerja Perusahaan.Bandung:PT.Remaja Rosdakarya. Poerwandari, K. (2007). Pendekatan Kualitatif untuk Penelitian Perilaku Manusia. Jakarta: Lembaga Pengembangan Sarana Pengukuran dan Pendidikan Psikologi Fakultas Psikologi Univeritas Indonesia. 18
Prell, Christina. (2012). Social Network Analysis: History, Theory, and Methodology. London: Sage Publication. RAPI. (2012).Buku Panduan Radio Antar Penduduk Indonesia.Semarang: RAPI. Robbins, Stephen P. (2002). Prinsip-prinsip Perilaku Organisasi.Jakarta: Erlangga Rogers, Everett M., and D. Lawrence Kincaid. (1981). Communication Networks: Toward a New Paradigm for Research. New York, Free Press. Salim, Agus & Carolina, Sinta (eds). 2001. Teori dan Paradigma Penelitian Sosial: Dari Denzin Guba dan Penerapannya. Yogyakarta: Tiara Wacana Susanto, Eko Hary., Budi, Setio HH., Lucinda., Bintoro, Agustinus Gatot., Lestari, Puji,Lestari., Chandra, Ade.et al. (2011). Komunikasi Bencana.Yogyakarta: Mata Padi Pressindo Disertasi Kim, Kyun Do (2007). Identifying Opinion Leaders by Using Social Network Analysis: A Synthesis of Opinion Leadership Data Collection Methods and Instruments, (Disertasi Doktoral, Ohyo University, 2007). Diakses dari https://etd.ohiolink.edu/!etd.send_file?accession=ohiou1186672135&disp osition=inline Jurnal Zhang, Chao., Okada, Norio., Yokomatsu, Muneta & Matsuda, Yoko. Bottleneck Analysis of Disaster Risk Communication Problems Based on Post- disaster Field Surveys - Case Studies of Two Typhoon Disasters in Japan, 2008, 13-16 E-Book Keputusan Menteri Perhubungan Republik Indonesia Nomor: Km.49 Tahun 2002 Tentang Pedoman Kegiatan Amatir Radio. Tersedia di http://kambing.ui.ac.id/onnopurbo/orari-diklat/pemula/peraturan/P9%20- %20KM%2049%20-%202002.pdf Moreno, Luigi (2001). Point-to-point Radio Link Engineering. Torino: International Telecommunication Union. Tersedia di http://www.activeonline.com.au/PPRLE%20E-Book%20v1%202.pdf Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 2007 Tentang Penanggulangan Bencana. Tersedia di http://www.bnpb.go.id/uploads/migration/pubs/1.pdf