Anda di halaman 1dari 20

POLA JARINGAN KOMUNIKASI ANTAR ANGGOTA RAPI KETIKA

DALAM SITUASI BENCANA ALAM BANJIR DI DESA KADOKAN


KABUPATEN SUKOHARJO

JURNAL SKRIPSI

Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Ilmu Komunikasi
pada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
dengan Minat Komunikasi Massa

Oleh:
Andi Hakim Ali kamaini
0710020014





JURUSAN ILMU KOMUNIKASI
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2014


1

POLA JARINGAN KOMUNIKASI ANTAR ANGGOTA RAPI KETIKA
DALAM SITUASI BENCANA ALAM BANJIR DI DESA KADOKAN
KABUPATEN SUKOHARJO

Oleh:
Andi Hakim Ali Kamaini
FISIP, Universitas Brawijaya



ABSTRAKSI
RAPI merupakan salah satu organisasi yang berperan aktif membantu
pemerintah dalam menanggulangi bencana, salah satunya kerika banjir terjadi di Desa
Kadokan, Kabupaten Sukoharjo. Cara berkomunikasi antar anggota RAPI dalam
mengabarkan informasi bencana banjir menggunakan frekuensi radio atau dikenal
juga dengan istilah point-to-point communication. Penelitian ini berusaha
menganalisa pola jaringan komunikasi antar anggota RAPI ketika dalam situasi
bencana alam banjir di Desa Kadokan Kabupaten Sukoharjo, dengan menggunakan
analisis jaringan melalui paradigma post-postitivis yang bertujuan untuk mencari data
relasional yang diolah menggunakan software UCINET. Hasil penelitian ini
menunjukkan bahwa tujuh peran dalam jaringan komunikasi yaitu, klik, bridge,
cosmopolite, opinion leader, liaison, gatekeeper dan isolate tidak semuanya
ditemukan dalam jaringan komunikasi RAPI. Ketiadaan cosmopolite, gatekeeper dan
klik tidak menimbulkan ketimpangan dalam komunikasi rapi dikarenakan peran
bridge, opinion leader, liaison saling mengisi dalam menyebarkan informasi
mengenai kebencanaan. Pola jaringan komunikasi RAPI menggunakan pola roda, dan
alur informasi tersebut kemudian bergulir kepada sesama anggota RAPI dengan pola
yang mirip dengan polanantai dalam sebuah komunikasi jaringan.

Kata kunci: Jaringan komunikasi, RAPI, tujuh peran dalam jaringan
komunikasi


A. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Komunikasi merupakan aktivitas
yang tidak bisa dihindari dalam
kehidupan sehari-hari. Di manapun,
kapanpun dan apa itu jenis pekerjaannya,
manusia selalu membutuhkan komunikasi
atau interaksi dengan manusia lainnya.
Komunikasi yang dilakukan bertujuan
untuk saling bertukar informasi. Seperti
pernyataan dari Theodore M. Newcomb
dalam Mulyana (2005, h.62) setiap
tindakan komunikasi dipandang sebagai
suatu transmisi informasi terdiri dari
rangsangan yang diskriminatif, dari
sumber kepada penerima.
Seperti pernyataan di atas bahwa
komunikasi adalah kegiatan bertukar
pesan, baik secara langsung atau tidak,
baik secara face-to-face maupun dengan
memmanfaatkan teknologi komunikasi.
Perkembangan teknologi menjadikan
2

jarak bukan lagi halangan untuk
melakukan interaksi. Alat komunikasi
yang canggih membuat informasi apapun
akan mudah diakses. Masih ada kalangan
tertentu yang memanfaatkan radio untuk
melakukan komunikasi antar anggota
ataupun menyebarkan informasi, salah
satunya adalah RAPI (Radio Antar
Penduduk Indionesia). Organisasi ini
memanfaatkan radio komunikasi dua arah
handy talky (HT) untuk saling
berkomunikasi antar anggotanya. Cara
kerja radio komunikasi ini adalah dengan
memanfaatkan satu titik frekuensi radio
yang menghubungkan seluruh anggota
RAPI. Menurut Moreno (2001, h.14)
bentunk link radio relay point-to-point
memungkinkan komunikasi terjadi antara
dua titik tetap, dengan menggunakan
transmisi gelombang radio dan penerima
gelombang. Kinerja radio point-to-point
adalah komunikasi antar dua titik secara
langsung tanpa menggunakan repeater.
Menurut buku panduan RAPI
(2012, h.4) dalam proses berkomunikasi
RAPI menggunakan menggunakan radio
komunikasi HF dan VHF/UHF. Alokasi
Frekuensi HF (High Frequency) yang
berada pada frekuensi 26.960 Mhz -
27.410 Mhz digunakan untuk jarak jauh.
Frekuensi ini mempunyai sifat gelombang
yang dapat memantul dan tidak memiliki
efek hambatan pada objek atau lawan
komunikasi. Keadaan cuaca menjadi satu-
satunya hambatan ketika berkomunikasi,
karena frekuensi ini dapat memantul
sampai ke lapisan ionosphere,
Frekuensi VHF (Very High
Frequency) yang bekerja pada 142.000
Mhz - 143.600 Mhz digunakan RAPI
untuk melakukan komunikasi jarak dekat.
Gelombang yang dipancarkan berbentuk
garis lurus (horisontal) sehingga daya
pancarnya sangat dipengaruhi oleh
keadaan obyek atu benda padat dimana
gelombang melaluinya. Apabila diantara
dua stasiun Komunikasi Radio Antar
Penduduk/KRAP terdapat hambatan atau
halangan objek seperti gunung, pohon,
bangunan tinggi, yang posisinya lebih
tinggi dibanding dengan salah satu tempat
mengudara (pancaran gelombang
radionya lebih rendah dibanding
penghalang atau hambatannya), maka
transmisi yang dikirimkan ataupun
diterima akan terhambat. Untuk
mengatasi hambatan seperti ini, biasanya
ditambahkan antena pada alat komunikasi
Sebagai sebuah organisasi, RAPI
ikut aktif membantu pemerintah yaitu
selalu tampil dan berperan aktif dalam
setiap kegiatan pemerintah, baik dalam
kegiatan sosial kemasyarakatan, politik,
olah raga, Pramuka, dan penanggulangan
bencana alam di tingkat Daerah maupun
Nasional, RAPI masih diberikan
kepercayaan untuk melakukan kegiatan
mereka. (arsip RAPI 2011)
1
Ketika dalam
situasi bencana alam, RAPI berperan
dalam bidang komunikasi. Berdasarkan
hasil wawancara dengan salah satu
narasumber pada 22 Desember 2013,
Widodo, anggota RAPI cabang
Kabupaten Sukoharjo, ketika terjadi
banjir di Desa Kadokan kecamatan
Grogol Kabupaten Sukoharjo, RAPI
cabang Kabupaten Sukoharjo berperan
memberikan bantuan komunikasi.
Bantuan komunikasi yang dimaksud
adalah dengan memberikan frekuensi
radio untuk digunakan dalam proses
penyampaian informasi kebencanaan.

1
Peneliti mendapatkan data dari sekretaris RAPI
cabang kabupaten Sukoharjo pada tanggal 10
Desember 2011.
3

RAPI dapat tampil sebagai pemecah
masalah, dengan menggunakan alat
komunikasi handy talkie yang mana
ringan, komunikasi 2 arah dan dapat cepat
dalam mengabarkan informasi. Widodo
menambahkan dengan adanya jaringan
komunikasi yang dilakukan oleh RAPI
cabang kabupaten Sukoharjo, sangat
membantu pemerintah daerah dalam
penanganan bencana.
Melihat seperti apa komunikasi
yang dilakukan oleh antar anggota RAPI
dalam menyebarkan informasi
kebencanaan, bisa ambil kesimpulan
bahwa kegiatan RAPI dalam memberikan
informasi kebencanaan bersifat jaringan.
Berdasarkan apa yang dikemukakan oleh
DeVito (1997, h. 344) bahwa jaringan
komunikasi merupakan saluran yang
digunakan untuk meneruskan pesan dari
satu orang ke orang lain. Dengan ini
kegiatan memberikan pelayanan
informasi kebencanaan yang dilakukan
RAPI sesuai dengan teori jaringan. RAPI
memiliki sarana dan sumber daya
manusia yang memadai untuk berperan
sebagai jaringan komunikasi dalam
situasi bencana. Daya jangkau teknologi
radio yang dimiliki RAPI juga mampu
menjangkau wilayah yang luas.
Ketertarikan peneliti pada
fenomena ini adalah pada jaringan
komunikasi yang dilakukan oleh RAPI.
Ketika bencana alam melanda, dimana
jaringan komunikasi terputus, RAPI
masih bisa memberikan pelayanan
informasi. Komunitas ini merupakan
komunitas yang telah diakui pemerintah,
mempunyai struktur organisasi yang
jelas. Ketika bencana melanda bagaimana
mereka dapat mengkomunikasikan
keadaan medan bencana secara cepat dan
akurat, seperti apa proses komunikasinya
serta peralatan apa saja yang menunjang
untuk melakukan tugas mereka.
1.2 Rumusan Masalah
Bagaimana pola jaringan
komunikasi antar anggota RAPI
ketika dalam situasi bencana alam
banjir di Desa Kadokan
Kabupaten Sukoharjo?


B. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Radio Point-to-point sebagai Media
Alternatif dalam Situasi Bencana Alam
Dewasa ini radio komunikasi telah
mengalami perkembangan dan kemajuan
yang pesat juga dengan jangkauan yang
luas. Menurut Moreno (2001, h.14)
bentunk link radio relay point-to-point
memungkinkan komunikasi terjadi antara
dua titik tetap, dengan menggunakan
transmisi gelombang radio dan penerima
gelombang. Kinerja radio point-to-point
adalah komunikasi antar dua titik secara
langsung tanpa menggunakan repeater.
Seperti halnya RAPI mereka
memanfaatkan media handy talky dalam
berkomunikasi yakni memanfaatkan
gelombang radio untuk saling berintiraksi
satu dengan yang lainnya. Menurut Yuri
dkk (1992, h. 12) radio dapat
dikelompokkan menjadi 2 kategori yaitu
radio sebagai media komunikasi satu arah
(one way traffic comunication) yaitu radio
penyiaran dan radio sebagai media
komunikasi dua arah (two way traffic
comunication) yaitu radio komunikasi.
Ketika dalam situasi kebencanaan,
radio point-to-point dapat dijadikan
sebagai media alternatif. Menurut
Widodo (berdasarkan hasil wawancara
via sms tanggal 22 Desember 2012, pukul
15.19 wib), selaku sekretaris RAPI
4

cabang Kabupaten Sukoharjo mengatakan
bahwa, ketika media konvensional seperti
Koran dan TV tidak dapat terjun langsung
karena terhalang medan yang tidak dapat
diakses, radio point-to-point dapat
diandalkan. Karena proses komunikasi
yang bersifat dua arah serta alat yang
dipergunakan juga tergolong ringan
sehingga mempermudah petugas yang
terjun ke medan bencana untuk
mengabarkan situasi.Untuk itulah
diperlukan sebuah manajemen
komunikasi bencana yang baik agar dapat
meminimalisir kerugian baik moril
maupun materi.

2.2 Manajemen Komunikasi Bencana
Susanto dkk (2012, h. 88)
menjelaskan yang dimaksud dengan
manajemen komunikasi bencana adalah
pengaturan penaggulangan masalah
bencana yang melibatkan proses
komunikasi, koordinasi antara
masyarakat, pemerintah, pendonor, dan
lembaga swadaya masyarakat. Setiap
penanganan bencana, komunikasi
memang sangat diperlukan. Radio Antar
Penduduk Indonesia (RAPI) memiliki
perhatian kepada upaya penanggulangan
bencana alam. Organisasi memberikan
bantuan pada berbagai bencana yang
melanda Indonesia. Undang-Undang
Nomor 24 tahun 2007 menjelaskan
tentang penanggulangan bencana,
dikemukakan,
bencana adalah peristiwa atau
rangkaian peristiwa yang mengancam
dan mengganggu kehidupan dan
penghidupan masyarakat, yang
disebabkan baik oleh faktor alam dan
atau faktor non-alam maupun faktor
manusia, keruskan lingkungan,
kerugian harta benda, dan dampak
psikologis.
Berdasarkan pengertian di atas,
maka penanganan bencana sesungguhnya
bukan semata-mata membantu dalam hal
materi, memberikan dukungan moral juga
tidak kalah penting. Dengan manajemen
komunikasi bencana yang baik, maka
akan mempermudah dalam memberikan
bantuan terhadap penanganan bencana
alam. Dalam menjalankan manajemen
komunikasi bencana peran serta
pemerintah, relawan, pendonor,
masyarakat korban bencana, serta media
harus dapat berjalan dengan baik.
Sosialisasi sedini mungkin melalui
berbagai teknik komunikasi harus
digalakkan, sehingga untuk
meminimalisir jatuhnya korban dapat
dimaksimalkan.
Dari penjelasan di atas dapat
ditarik sebuah pemahamam bahwa
manajemen komunikasi bencana yang
baik akan memberikan kontribusi yang
maksimal terhadap arus komunikasi. Bila
arus komunikasi tidak terganggu, maka
proses pencegahan, penanganan serta
rehabilitasi bencana dapat dilakukan
dengan baik. Lebih lanjut, manajemen
dalam komunikasi bencana tidak bisa
lepas dari organisasi serta anggota yang
terlibat didalamnya.

2.3 Jaringan Komunikasi RAPI dalam
Situasi Bencana Alam
Muhammad (2005, h. 102)
mengatakan yang dinamakan jaringan
komunikasi adalah pertukaran pesan
diantara sejumlah orang-orang yang
menduduki posisi atau peranan tertentu.
Dalam jaringan komunikasi mempunyai
perbedaan diantara jumlah anggota dan
struktur. Memungkinkan hanya sebagian
5

atau keseluruhan anggota organisasi yang
melakukan komunikasi.
Dalam penelitian ini jaringan
komunikasi digunakan untuk menganalisa
pola jaringan komunikasi yang dilakukan
oleh antar anggota RAPI ketika terjun
langsung dalam proses penanganan
bencana. Untuk melihat proses
penyebaran informasi antar anggota
sehingga informasi dapat disebarluaskan
kepada masyarakat.

2.4 Analisis Jaringan Komunikasi
Rogers dan Kincaid (1981, h. 117)
menjelaskan bahwa analisis jaringan
komunikasi adalah merupakan metode
penelitian untuk mengidentifikasi struktur
komunikasi dalam suatu sistem, dimana
data hubungan mengenai arus komunikasi
dianalisa menggunakan beberapa tipe
hubungan-hubungan interpersonal
sebagai unit analisa. Tujuan penelitian
komunikasi menggunakan analisis
jaringan komunikasi adalah untuk
memahami gambaran umum mengenai
interaksi manusia dalam suatu sistem.
Jaringan komunikasi mempunyai
tujuh peran yang mempunyai pengaruh
terhadap keberhasilan pertukaran pesan
dalam komunikasi organisasi. Menurut
Pace dan Faules (2006, h. 176-183) tujuh
peran ini dinamakan anggota klik,
opinion leader, gatekeeper, bridge,
liaison, cosmopolite serta isolate. Setiap
peranan memiliki bagian atau peran
khusus dalam jaringan komunikasi
Anggota klik adalah jantung sistem dan
bertindak sebagai tujuan akhir dari pesan.
Individu penyendiri memberikan
sumbangan pada sistem dan menciptakan
derajat ketidakpastian pada keefektifan
program penyebaran pesan. Sedangkan
peran seorang jembatan merupakan
pemroses informasi yang menyediakan
hubungan langsung antara klik-klik yang
berlainan. Seorang penghubung
menginstegrasikan dan menjadi
penghubung antar klik Gatekeeper
mengendallikan perpindahan pesan dan
kontak dengan tujuan meminimalkan
kelebihan beban dan meningkatkan
keefektifan. Dan seorang opinion leader
melancarkan pembentukan sikap dan
membantu dalam pengambilan keputusan
dalam lingkungan yang lebih besar.
Untuk dapat mengidentifikasi ada
tidaknya tujuh peran dalam pola
komunikasi RAPI maka peneliti akan
melakukan penjelasan mengenai jaringan
global, serta memaparkan data hasil
wawancara terhadap anggota RAPI.
Tahapan selanjutnya adalah mengenai
pola jaringan komunikasi. Dimana proses
runtutan pesan disampaikan dari atasan
kepada anggota organisasi lainnya.
Menurut Robbin (2002, h. 153), pola
komunikasi organisasi atau jaringan
komunikasi ini dibedakan menjadi 3,
yakni jaringan rantai, jaringan roda serta
jaringan semua saluran
1. Jaringan Rantai
Pada jaringan rantai, komunikasi
mengalir sesuai dengan rantai komando
formal, baik kebawah maupun keatas.







Gambar 1. Jaringan Rantai
Sumber: Robbins (2002, h.153) Prinsip-
prinsip Perilaku Organisasi Edisi Kelima
2. Jaringan Roda
Pada jaringan roda komunikasi
6

mengalir antara pemimpin yang kuat dan
mudah dikenal dan orang lain dalam
kelompok atau tim kerja. Pemimpin
tersebut berlaku sebagai pusat jaringan
yang semua komunikasi akanmelalui dia.







Gambar 2. Jaringan Roda
Sumber: Robbins (2002, h.153)
Prinsip-prinsip Perilaku Organisasi Edisi
Kelima

3. Jaringan Semua Saluran
Pada jaringan semua saluran,
komunikasi mengalir dengan bebas di
antara semua tim kerja.










Gambar 3. Pola Semua Saluran
Sumber: Robbins (2002, h.153)
Prinsip-prinsip Perilaku Organisasi Edisi
Kelima
Ketiga pola komunikasi di atas
mempunyai kriteria berdasarkan
keefektifan baik menyangkut kecepatan,
ketepatan, munculnya seorang pemimpin
serta kepuasan anggota. Menurut Robbins
(2002, h.10) pola rantai mempunyai
kecepatan arus informasi sedang, bisa
dilihat pola yang beruntun dalam arus
komunikasinya. Bila dipandang dari
ketepatan pesan yang disampaikan, pola
rantai memiliki ketepatan tinggi. Dalam
pola rantai ini sosok munculnya seorang
pemimpin dinilai tidak dominan. Begitu
juga dengan kepuasan anggota dalam
memperoleh informasi.
Lain halnya dengan pola roda bila
dilihat dalam hal kecepatan, tingkat arus
informasinya berjalan cepat. Bisa dilihat
dengan arah informasi berasal dari satu
orang/pemimpin yang yang langsung
disebarkan kepada anggota yang lain.
Dengan demikin ketepatan informasi
yang disampaikan juga bisa akurat.
Namun, bila dipandang dari segi
kepuasan anggota dalam memperoleh
informasi dapat dikatakan kurang.
Dominasi sumber informasi bisa jadi
merupakan faktor utamanya.
Pola terakhir adalah pola semua
saluran. Pola ini mempunyai kecepatan
yang tinggi dalam arus penyebaran
informasi. Dengan tidak memunculkan
sosok seorang pemimpin, informasi yang
ada akan menyebar dengan menyeluruh.
Semua anggota organisasi mempunyai
kewenangan untuk menyebarkan
informasi tanpa melihat struktur. Wajar
bila kepuasan anggota tinggi, karena
tanpa memperhatikan struktur mereka
bebas menyebarkan informasi. Tapi untuk
ketepatan arah informasi pola ini tidak
sebaik pola roda.

C. METODOLOGI PENELITIAN
Pada penelitian ini, tujuan yang
ingin dicapai peneliti adalah untuk
menganalisa pola jaringan komunikasi
antar anggota RAPI ketika dalam situasi
bencana banjir. Merujuk kepada hal
tersebut sehingga paradigma yang
digunakan dalam penelitian ini adalah
post-positivis. Menurut Poerwandari
7

(2007, h.37) post-positivis bukan hanya
berdasarkan pada pandangan positivis
terkait masalah peramalan dan
pengendalian, tapi juga mencoba untuk
mengembangkan pemahaman berbeda
tentang hal-hal lain untuk menjawab
kritik-kritik yang dilontarkan oleh
kelompok positivis. Meskipun mengambil
posisi objektif, tidak menutup
kemungkinan interaksi peneliti dengan
informan yang akan mempengaruhi data
post-positivis yang nantinya digunakan
mendapatkan hukum-hukum umum
pendekatan yang dipilih.
Berdasarkan asumsi ini, pola
jaringan komunikasi dalam situasi
bencana dapat dilihat, tapi belum tentu
pola jaringan komunikasi yang dipakai
dalam situasi bencana banjir di Desa
Kadokan di bantaran sungai Bengawan
Solo ini dapat digunakan dalam situasi
bencana-bencana yang lain. Sedangkan
metode yang dilakukan ialah
menggunakan metode analisis jaringan.
Menurut Rogers dan Kincaid (1981, h.
75) analisis jaringan komunikasi adalah
metode penelitian untuk mengidentifikasi
struktur komunikasi dalam suatu sistem,
di mana data relasional tentang aliran
komunikasi dianalisis dengan
menggunakan beberapa jenis hubungan
interpersonal sebagai unit analisis.

D. PEMBAHASAN
4.4. Pembahasan
RAPI utamanya menggunakan
pola komunikasi roda. Namun, dapat
dilihat juga bahwa terdapat pola lain dan
jaringan komunikasi yang tidak sesuai
dengan pola utama jaringan komunikasi
di RAPI yaitu, pola roda. Hal ini terjadi
secara informal atau tidak sengaja
terbentuk karena kendala-kendala baik
teknis maupun non-teknis pada anggota
RAPI. Kendala teknis dalam proses
penyampaian informasi di RAPI karena
RAPI menggunakan media handy talky
(HT). RAPI menggunakan satu frekuensi
yang sama dimana bila ada salah seorang
anggota mengudara atau berbicara
melalui HT maka setiap anggota lain
yang berdekatan dengan HT akan dapat
mendengar apa yang disampaiakan oleh
anggota tadi. Namun, bila ada anggota
yang tidak berdekatan atau HT dalam
keadaan mati maka mereka tidak akan
dapat mendengar informasi yang
disampaiakan.
Seperti yang dapat kita lihat pada
sosiogram berikut, dimana secara tidak
sengaja terbentuk pola roda baru,












8



















Petrus merupakan anggota RAPI yang
rumahnya berdekatan dengan lokasi
bencana banjir di Desa Kadokan.
Dengan melihat sosiogram di atas
dapat dilihat bahwa Petrus
menyebarkan informasi secara
mandiri. Informasi dari Petrus
kemudian diterima oleh Budi Lestari,
Riyanto, Tri Mulyanto, Suharno, Didik
Supriyono, serta Suwondo, yang
dimana Suwondo juga telah menerima
informasi dari Bambang Setiyono. Jika
melihat penyebaran informasi yang
dilakukan oleh Petrus, pola ini juga
dapat dikategorikan sebagai pola
komunikasi roda yang terbentuk secara
tidak sengaja sehingga terlihat sebagai
pola roda baru. Dalam arti lain,
terdapat dua pola roda komunikasi
dalam RAPI pada studi data kasus
bencana banjir di Desa Kadokan ini.
Fenomena lain yang terjadi
seperti penerimaan informasi ganda ini
akan dijelaskan pada sub-bab
berikutnya mengenai pola jaringan
komunikasi antar angoota RAPI.
Fenomena ini pula yang mendasari
bagaimana jaringan komunikasi RAPI
tidak sepenuhnya mengacu pada pola
roda. Yang akan dijelaskan pada sub-
bab selanjutnya mengenai pola
jaringan komunikasi antar anggota
RAPI.

4.4.1. Pola Jaringan Komunikasi
Antar Anggota Rapi
Isi informasi yang disampaikan
dalam menanggapi darurat bencana
terdiri dari waktu, tempat kejadian,
dan ketinggian air pada Sungai
Bengawan Solo. Informasi ini
menyebar secara cepat dan diikuti
perkembangan informasi terbaru
bencana. Pada jaringan komunikasi
global RAPI dapat disimpulkan bahwa
penggunaan pola roda menjadi pola
komunikasi yang digunakan. Namun,
pada komunikasi antar anggota RAPI
ternyata dapat juga kita temui
beberapa fenomena pola jaringan
komunikasi lain yang memiliki
dampak positif maupun negatif.
Seperti yang tampak pada sosiogram
berikut:
Gambar 4.5 Jaringan global RAPI
Sumber hasil olah data UCINET



38






















Dapat dilihat dari sosiogram di
atas bahwa Wahyu Eko merupakan
anggota RAPI yang memperoleh
informasi bencana banjir desa
Kadokan secara mandiri karena faktor
kedekatan rumah dengan lokasi
bencana. Namun, Wahyu Eko tidak
menyebarkan informasi banjir ke
intern RAPI. Melainkan memberikan
informasi kepada BPDB dan langsung
terjun ke lokasi bencana. Wahyu Eko
tidak memberikan informasi kepada
anggota RAPI yang lain, karena
menurutnya informasi mengenai banjir
di Desa Kadokan pasti sudah ada yang
menyebarkan. Maka dari itu Wahyu
Eko lebih memilih untuk langsung
menuju ke lokasi bencana.
Selain itu Untung salah satu
anggota RAPI yang menerima
informasi dari pihak luar, yakni Satlak
PB. Untung berinisitaif langsung
bergerak ke lokasi untuk mewakili
anggota RAPI yang lain. Namun, dia
juga memberikan informasi, tapi hanya
di dengar oleh Sri Mulyadi. Untung
memang dikenal sebagai anggota
RAPI yang aktif. Baik di kegiatan di
dalam RAPI maupun kegiatan di luar.
Mempunyai koneksi dengan organisasi
lain juga menjadi kelebihan dari
Untung. Berkaitan dengan tujuh peran
dalam komunikasi jaringan mengenai
untung akan dijelaskan pada sub-bab
berikutnya.
Selain terbentuk pola roda
dalam komunikasi jaringan antar
anggota RAPI, ada satu pola yang
teridentifikasi membentuk pola rantai,
sebagai gambaran bisa dilihat dalam
sosiogram berikut ini:







Gambar 4.6 Jaringan global RAPI
Sumber hasil olah data UCINET



10




























Dalam sosiogram di atas dapat
kita lihat bahwa Sri Widodo
merupakan anggota RAPI yang
mendapatkan informasi bencana banjir
dari Bambang Setyono. Namun, Sri
Widodo kemudian meneruskan
informasi ini kemudian didengar oleh
Kukuh, Lesus dan Sri Mulyadi.
Padahal Kukuh dan Lesus sudah
mendapatkan info tentang banjir dari
Bambang Setiyono. Lain halnya
dengan Sri Mulyadi, selain mendapat
info dari Sri Widodo, dia juga
mendapat info dari Untung dan Joko
Sutrisno. Bila dilihat dari pola jaringan
komunikasi yang di lakukan oleh Sri
Widodo, maka pola ini merujuk pada
pola rantai. Walaupun anggota yang
mendengar info dari Sri Widodo
sebelumnya sudah mendapatkan dari
Bambang Setiyono, Untung, dan Joko
Sutrisno.
Sri Widodo merupakan
anggota yang dikenal juga cukup aktif
dalam kegiatan RAPI. Sri Widodo
dikenal tegas, dengan melihat latar
belakang beliau sebagai seorang guru
dan pernah menjabat sebagai ketua RT
dilingkungannya. Mengenai
identifkiasi Sri Widodo apakah masuk
dalam kategori tujuh peran dalam
jaringan komunikasi akan dijelaskan
pada sub-bab berikutnya.







Gambar 4.7 Jaringan global RAPI
Sumber hasil olah data UCINET


39























Lain lagi yang terjadi pada Joko
Sutrisno. Pada sosiogram diatas
diterjemahkan bahwa, Joko Sutrisno
menerima informasi secara mandiri
karena faktor kedekatan tempat
tinggalnya dengan lokasi bencana,
sama seperti Petrus. Namun bedanya,
Joko Sutrisno menyebarkan informasi
kepada Imam Sutopo dan Sri Mulyadi
yang telah lebih dulu menerima
informasi dari saluran informasi utama
yaitu, Bambang Setiyono.
Hal ini menimbulkan
penerimaan informasi ganda dimana
hal ini merupakan suatu kelemahan
pada pola jaringan komunikasi
jaringan RAPI. Informasi ganda juga
diterima oleh Suwondo, Kukuh, Lesus,
Imam Sutopo, dan Sri Mulyadi Seperti
pada sosiogram berikut:













Gambar 4.8 Jaringan global RAPI
Sumber hasil olah data UCINET



12






















Maka bisa ditarik kesimpulan bahwa
pola jaringan komunikasi global dalam
RAPI yaitu, pola roda mendapat
kelemahan bahwa saluran utama
penyebar informasi yaitu, Bambang
Setyono tidak berhasil menyebarkan
informasi kepada seluruh anggota
RAPI. Karena bisa jadi merupakan
kendala teknis di mana anggota tidak
sedang bearda dekat dengan HT atau
HT dalam keadaan mati. Namun, hal
ini bisa diatasi karena anggota RAPI
memiliki inisiatif atau kesadaran
personal untuk turut menyebarkan
informasi ke sesame anggota RAPI.
Meskipun penyebaran informasi yang
terjadi mengakibatkan penumpukan
informasi di beberapa pihak anggota
RAPI.



4.4.2. Identifikasi tujuh peran
dalam Jaringan Komunikasi RAPI
pada Kasus bencana Banjir di Desa
Kadokan.
Dalam sebuah jaringan, terdapat peran
masing-masing anggota jaringan yang
berkaitan dengan fungsi mereka dalam
jaringan. Menurut Pace dan Faules
(2006, h.176-183) tujuh peran ini
dinamakan anggota klik, opinion
leader, gatekeeper, bridge, liaison,
cosmopolite serta isolate. Berikut ini
adalah penjelasan mengenai tujuh
peran menurut Pace dan Faules:
1. Klik adalah sebuah kelompok
individu yang paling sedikit separuh
dari kontaknya merupakan hubungan
dengan anggota lainnya. Kebanyakan
anggota klik relatif akrab satu dengan
lainnya dalam hierarki formal
organisasi dan ini menunjukkan
kemiripan sistem komunikasi formal
dan informal.
Gambar 4.9 Jaringan global RAPI
Sumber hasil olah data UCINET




39

Klik adalah sebuah kelompok individu
yang paling sedikit separuh dari
kontaknya merupakan hubungan
dengan anggota-anggota lainnya. Dari
sosiogram jaringan global komunikasi
RAPI berikut ini:
























Dari gambar sosiogram RAPI tersebut
dapat diidentifikasi bahwa tidak
ditemukan adanya klik. Syarat sebuah
klik adalah separuh dari kontaknya
memiliki hubungan dengan anggota-
anggota lainnya. Walaupun pada
gambar jaringan terlihat seperti
membentuk klik, namun mereka hanya
melakukan komunikasi satu arah,
bukan berinteraksi satu sama lain.
Mereka tidak melakukan hubungan
timbal balik atau interaksi yang terjalin
dari anggota-anggota tersebut tidak
terpenuhi.
Pada sosiogram diatas juga
tidak ditemukan anggota yang
membuat klik atau kelompok kecil
sendiri. Hal tersebut menunjukkan
hubungan komunikasi yang terjadi
terjalin secara searah. Komunikasi
antar anggota tidak terjalin secara dua
arah atau lebih dari separuh antara satu
sama lainnya. Meskipun komunikasi
dalam organisasi RAPI secara struktur
berjalan searah, komunikasi dua arah
antar anggota RAPI terjadi di dalam
praktek sehari-harinya. Ada
percakapan atau proses komunikasi
antar anggota melalui sebuah alat
bernama Handy Talky (HT). Ketika
menggunakan HT anggota RAPI tidak
lagi memanggil dengan nama personal,
melainkan melalui sebuah call sign
atau kode panggilan yang biasa
mereka gunakan. Struktur baku dan
skema struktural seperti ketua terhadap
Gambar 4.10 Jaringan global RAPI
Sumber hasil olah data UCINET





13

anggotanya dalam sebuah organisasi
tidak lagi berlaku ketika mereka
melakukan komunikasi melalui
medium HT tersebut.
Dalam sebuah jaringan
organisasi terdapat Opinion leader
yang dapat membimbing tingkah laku
anggota organisasi dan mempengaruhi
keputusan. Pace and Faules (2006, h.
177 menyebutkan bahwa seorang
opinion leader tidak selalui sebagai
pimpinan formal mempunyai otoritas
tersebut. Opinion leader biasanya
mempunyai dapat diukur melalui
besarnya degree centrality atau
keterpusatan. Menurut Prell (2012, h.
97) degree centrality dalam jaringan
komunikasi menitikberatkan pada
keterpusatan aktor yang dianggap
sebagai saluran utama informasi dalam
jaringan. Aktor ini memberikan
informasi ke orang banyak, informasi
diterima kemudian banyak orang yang
menyebarkan informasi tersebut.
Jika melihat diagram
sosiogram maka opinion leader
berdasarkan poin degree centrality
dalam organisasi RAPI adalah
Bambang Setiyono. Keberadaan
Bambang Setiyono dalam organisasi
RAPI merupakan sosok sentral sebagai
pembimbing organisasi dan orang
yang memiliki pengaruh dalam
mengambil keputusan organisasi.
Keberadaan Bambang sebagai opinion
leader selain karena faktor
keterlibatannya dengan RAPI yang
cukup lama juga dipengaruhi oleh
posisi ketua yang sedang dijabatnya.
Selain itu dalam organisasi
RAPI terdapat sosok lain yang
mempunyai degree centrality yang
kecil dan mamapu menjadi sosok
opinion leader. Orang-orang tersebut
bisa menjadi seorang opinion leader
dikarenakan beberapa faktor seperti
pengalaman dan senioritas, sehingga
pendapatnya mudah didengar oleh
anggota yang lain. Dalam organisasi
RAPI sosok Joko Sutrisno dan Sri
Widodo muncul sebagai opinion leader
karena mereka berdua dianggap tegas
dan mempunyai wibawa untuk dapat
mempengaruhi anggota yang lain.
Secara historis organisasi RAPI
merupakan sebuah organisasi yang
dibentuk dari berbagai lapisan yang
ada dalam masyarakat. Bentuk tersebut
menyebakan penyebaran informasi
sifatnya tidak terstruktur. Siapa saja
bisa menyampaikan informasi terkini
ataupun mempunyai opini terhadap
suatu masalah tertentu dalam
organisasi. Hal ini dialami oleh Sri
Widodo yang merupakan seorang yang
berprofesi sebagai guru SD dan pernah
menjabat sebagai ketua RT di
lingkungannya. Sri Widodo dianggap
mempunyai wibawa dan kredibilitas
untuk menyampaikan suara atau
informasi oleh anggota-anggota RAPI
lainnya.
Untuk beberapa faktor
tertentu, besar kecil degree centrality
tidak menjadikan orang tersebut
menjadi seorang opinion leader
seperti yang terbaca dalam sosiogram.
Hal seperti senioritas dan peran
seseorang dalam masyarakat menjadi
ukuran tersendiri untuk menjadikan
seseorang dalam RAPI bisa menjadi
opinion leader. Seberapa kredibel
orang tersebut merupakan sebuah
faktor penting agar pendapatnya
didengar oleh anggota yang lain.
Dalam mengelola arus
informasi dalam organisasi,
dibutuhkan seorang Gatekeeper atau
penjaga gawang, yaitu orang yang
secara strategis ditempatkan dalam
14

sebuah jaringan komunikasi agar dapat
melakukan pengendalian
(penyaringan) atas informasi yang
beredar. Informasi yang masuk dari
berbagai sumber tersebut harus
disaring dan dikroscek kebenarannya,
sehingga informasi yang masuk tidak
menimbulkan kesimpang siuran.
Fungsi strategis dari seorang
gatekeeper dalam RAPI adalah
melakukan pengendalian
(penyaringan) atas pesan apa yang
boleh disampaikan pada anggota klik
atau pesan mana yang sebaiknya tidak
disampaikan pada anggota klik.
Sehingga informasi yang menyebar
bisa terus kredibel dan dapat dipercaya
kebenarannya.
Dari gambar jaringan global
komunikasi RAPI (gambar 4.9) diatas,
maka dapat diidentifikasi bahwa tidak
ditemukan adanya Gatekeepers, karena
tidak adanya orang yang mengontrol
arus informasi diantara anggota
organisasi yang secara strategis
ditempatkan dalam jaringan agar dapat
melakukan pengendalian atas pesan
apa yang akan disebarkan melalui
sistem tersebut. Dari gambar jaringan
komunikasi yang ada, maka diketahui
bahwa informasi diperoleh langsung
dari Bambang Setiyono, Petrus dan
Joko Susilo, diteruskan kepada angora
lain tanpa melalui gatekeepers sebagai
pengontrol informasi pada individu
yang ingin memperoleh informasi.
Ada beberapa kemungkinan
yang terjadi baik positif maupun
negatif ketika informasi itu diteruskan
tanpa ada gatekeeper. Yang pertama
terjadi kelebihan informasi yang
disampaikan kepada anggota RAPI
yang lain, tidak adanya penjaga yang
mengecek terlebih dahulu informasi
tersebut bisa menjadikan nformasi
menjadi bias kebenarannya dan justru
membuat bingung. Seperti tampak
pada diagram sosiogram (gambar 4.9)
terjadi penumpukan informasi. Kukuh,
Lesus, Imam Sutopo, Sri Mulyadi serta
Suwondo memperoleh informasi banjir
lebih dari satu orang.
Kemungkinan yang lain
terhadap informasi yang diteruskan
begitu saja tanpa adanya penyaringan
tanpa gatekeeper adalah dikarenakan
kepercayaan yang besar terhadap peran
Bambang Setiyono, Petrus dan Joko
Susilo sebagai informan atau sumber
informasi dan hal ini telah berlangsung
dalam waktu yang lama dan berulang-
ulang sehingga hal tersebut mengalir
begitu saja. Kebiasaan tersebut
menjadikan informasi yang dibawa
oleh Bambang Setiyono, Petrus dan
Joko Susilo sudah dipercaya
kebenarannya ataupun anggota yang
lain sudah terbiasa dan memahami
bahwa informasi yang dibawa oleh
mereka pasti terjaga kebenarannya.
Cosmopolite, merupakan orang
yang menghubungkan organisasi
dengan lingkungan sekitar. Seorang
cosmopolite adalah individu yang
melakukan kontak dengan individu-
individu diluar organisasi. Temuan
penelitian ini mengidentifikasi bahwa
Untung merupakan individu yang
termasuk dalam kategori cosmopolite.
Untung mendapatkan informasi banjir
dari Satuan Pelaksana Penanggulangan
Bencana (Satlak PB) bukan dari
anggota RAPI yang lain.
Status Untung yang aktif
melalukan penyuluhan kebencanaan
bersama dengan Tim Sar dan PMI di
wilayah sekitar sungai Benganwan
Solo membuat Untung mudah
mendapatkan informasi dari pihak luar
seperti Satuan Pelaksana
15

Penanggulangan Bencana (Satlak PB),
PMI maupun Tim Sar. Dengan
berbagai kegiatan yang dilakukan
bersama pihak luar menyebabkan
pihak luar tersebut mempercayakan
informasi terkait bencana yang terjadi
kepada Untung untuk diteruskan
melalui jaringan komunikasi RAPI.
Selain Untung, Petrus yang
juga mempunyai andil dalam
melakukan penyuluhan kebencanaan
di wilayah bantaran sungai Bengawan
Solo juga menjadikan Petrus mudah
mendapatkan informasi dari pihak
luar. Keberadaan rumah Petrus yang
dekat dengan sungai Bengawan Solo,
memberikan tanggung jawab lebih
untuk memberikan penyuluhan atau
sosialisai mengenai kebencanaan. Jika
sewaktu-waktu banjir melanda, warga
yang terkena dampak dapat melakukan
tanggap darurat dan tindak
penyelamatan atau setidaknya tahu apa
yang harus dilakukan.
Bridge atau jembatan
merupakan orang yang bertugas untuk
menghungkan organisasinya dengan
organisasi lain. Dalam diagram
sosiogram jaringan komunikasi
penelitian ini memang tidak terlihat
jaringan Untung dengan organisasi
lain, karena dalam jaringan ini tidak
dijelaskan secara mendetail bagaimana
bridge ini terbangun, tetapi secara
spesifik menyasar bagaimana
komunikasi di dalam organisasi RAPI
ini terjalin.
Akan tetapi temuan dilapangan
memberikan gambaran lain bagaimana
bridge ini terbangun. Peranan bridge
dalam organisasi ini mengarah ke
Petrus dan Untung, karena mereka
berdua secara aktif telah menjadi
cosmopolite yang berarti mereka dua
mempunyai akses lebih terhadpa
lingkungan sekitar dan secara aktif
mendapatkan informasi yang
diteruskan kepada anggota RAPI
lainnya.
Peranan Untung dan Petrus
yang tercatat sebagai anggota RAPI
dalam memberikan penyuluhan atau
sosialisai mengenai bencana alam
bekerja sama dengan Tim SAR, PMI
dan Satuan Pelaksana Penanggulangan
Bencana (Satlak PB) secara tidak
langsung membuka jaringan kerjasama
antar organisasi RAPI dan pihak luar
seperti SAR, PMI, dan Satlak PB
tersebut, meskipun dilapangan
kerjasama tersebut dilakukan oleh
individu dengan individu yang berbeda
organisasi. Melalui pengamatan
penelitian dalam sebuah rapat RAPI,
Untung dan Petrus sebenarnya
mengharapkan ada individu lain
didalam RAPI yang muncul dan
berkeingianan lebih dalam
bekerjasama dengan pihak lain. Hal
tersebut dimaksudkan untuk semakin
mengembangkan RAPI dalam hal
kerjasama yang lebih strategis bersama
pihak lain.
Untuk saat ini hasil nyata yang
dapat diraih RAPI melalui bridge
RAPI adalah akses informasi dari
SAR, Satlak PB dan PMI kepada
Untung dan Petrus yang kemudian
diteruskan kepada anggota RAPI
lainnya. Selain keterangan Untung,
Didik Supriyono juga dapat
dikategorikan sebagai bridge. Dalam
hal ini Didik dapat diandalkan untuk
berkoordinasi dengan Orari
(Organisasi Radio Amatir Republik
Indonesia). Dalam kaitannya dengan
kebencanaan, RAPI akan meminta
bantuan tambahan personil pada Orari
jika dirasa RAPI kekurangan personil
di lapangan. Orari tidak dimasukkan
16

kedalam jaringan komunikasi RAPI
karena posisinya sebagai organisasi di
luar RAPI.
Temuan lain dari hasil
penelitian ini adalah adanya bridge
dari kelompok lain. Karena dalam
penanggulangan bencana banjir di desa
Kadokan RAPI tidak bekerja sendiri,
ada kelompok-kelompok lain yang ikut
terlibat seperti Tim Sar, PMI, Tagana
(Taruna Tanggap Bencana). Dari
kelompok-kelompok ini ada dari pihak
Tim Sar yang sering melakukan
kontak dengan pihak RAPI. Namun,
kelompok-kelompok ini tidak
dimasukkan ke dalam jaringan global
RAPI karena statusnya merupakan
organisasi diluar RAPI.
Liaison atau penghubung
adalah orang yang mengaitkan atau
menghubungkan dua klik atau lebih
tetapi ia bukan anggota salah satu
kelompok yang dihubungkan tersebut.
Dari gambar jaringan komunikasi
global RAPI (gambar 4.1) diatas, maka
dapat diidentifikasi bahwa tidak
ditemukkannya liaison. Liaison
memiliki peranannya yang sama
dengan bridge tetapi individu itu
sendiri bukanlah anggota dari satu
kelompok tetapi dia merupakan
penghubung diantara satu kelompok
dengan kelompok lainnya. Semua
individu di sana merupakan satu
kesatuan, sehingga tidak ditemukan
penghubung diantara RAPI dengan
kelompok lainnya yang individu ini
sendiri bukanlah anggota RAPI.
RAPI sudah sering
bekerjasama dengan organisasi lain
seperti Tim Sar, PMI, Taruna tanggap
bencana (Tagana), sehingga tanpa
campur tangan orang lain untuk
menjadi perantara antara organisasi
RAPI dengan organisasi lainnya, RAPI
sudah mempunyai koneksi sendiri
dengan organisasi-organisasi lain.
Selain itu peranan bridge dalam RAPI
cukup membantu kerjasama RAPI
dengan organisasi lain dalam hal
kebencanaan.
Peran yang terakhir dalam jaringan
komunikasi dinamakan isolate atau
penyendiri. Peran ini mempunyai
kontak komunikasi yang paling sedikit
dalam organisasi. Seorang penyendiri
lebih cenderung mengasingkan diri
atau dikucilkan oleh anggota
organisasi. Mereka juga hanya
melakukan sedikit atau sama sekali
tidak mengadakan kontak dengan
anggota kelompok lainnya. Dari
gambar jaringan global komunikasi
RAPI (gambar 4.1) diatas, maka dapat
diidentifikasi bahwa Wahyu Eko
Yulianto dapat dikategorikan sebagai
isolate, karena dalam bencana banjir di
Desa Kadokan dia tidak menyebarkan
informasi kepada anggota RAPI yang
lain, tapi langsung memberi tahu
kepada Badan Penanggulangan
Bencana Daerah (BPBD). Karena
menurutnya BPBD merupakan instansi
yang berwenang atau yang
bertanggung jawab terhadap
kebencanaan di wilayah Kabupaten
Sukoharjo.
Namun, apa yang ditemukan oleh
peneliti dalam penelitian ini bahwa
RAPI sebenarnya mempunyai daftar
anggota yang mencapai 100an orang.
Tapi yang aktif berkegiatan hanya
separuhnya saja. Hal itu disebabkan
karena kesibukan personal anggota
RAPI yang kebanyakan memiliki
pekerjaan tetap diluar keanggotaan
RAPI.
Dalam penelitian ini, ketika sudah
diketahui klik, opinion leader,
gatekeeper, cosmopolite, bridge,
17

liaison serta isolate maka dapat dilihat
siapa saja kah yang perlu dihubungi
pertama kali ketika ada bencana,
kepada siapa anggota organisasi lain
misal (PMI, Tim Sar dsb) harus
menghubungi, kaitannya dalam
managemen komunikasi bencana
RAPI sudah melakukan dua hal utama,
yang pertama mengenai pra bencana,
yakni dengan memberikan sosialisasi
atau penyuluhan terhadap masyarakat
sekitar bantaran sungai Bengawan
Solo yang mana rawan dan berpotensi
banjir, serta melakukan tanggap
darurat dengan memberikan bantuan
penanganan bencana dalam bidang
komunikasi.
Selain itu, dengan melihat
jaringan komunikasi, terlihat pola
aliran informasi dalam RAPI. Kalau
melihat pola yang terjadi pada RAPI
yang cendenrung kepada pola roda,
dalam hal ini berkaitan dengan
tanggap darurat bencana maka, pola
roda mempunyai keunggulan dalam
kecepatan memberikan informasi. Satu
orang sebagai komunikan, maka
dengan sekali mengudara atau
memberikan informasi melalui media
HT, setiap anggota yang saat itu juga
memegang HT maka informasi itu
dapat langsung dapat di dengar. Akan
tetapi, yang menjadi kelemahannya
adalah ketika anggota RAPI sedang
tidak membawa atau tidak berdekatan
atau HT dalam kondisi mati, maka
informasi mengenai bencana banjir di
Desa kadokan tidak akan sampai.

DAFTAR PUSTAKA
Buku
Charles R. Berger and Steven H.Chaffee (1987).Handbook of Communication
Science.Newbury Park, CA: Sage.
DeVito, Joseph A. (1997). Komunikasi antar manusia, edisi 5. Jakarta:
Profesionial Book
Francis D. Yuri dkk, (1992). Radio Transceiver. Solo: Aneka Solo.
Miles dan Huberman. (1992). Analisis Data Kualitatif, Jakarta: Universitas
Indonesia (UIPress)
Moleong, L.J. (2006). Metodologi penelitian kualitatif Edisi Revisi, Cetakan
keduapuluh dua, Bandung: PT. Remaja
Muhammad, Arni. (2005).Komunikasi Organisasi.Jakarta: Bumi Aksara.
Mulyana, Deddy. (2005).Ilmu Komunikasi Suatu Pengantar.Bandung: PT.Remaja
Rosdakarya.
Pace, R, & Faules, Don F. (2006).Komunikasi Organisasi Strategi Meningkatkan
kinerja Perusahaan.Bandung:PT.Remaja Rosdakarya.
Poerwandari, K. (2007). Pendekatan Kualitatif untuk Penelitian Perilaku Manusia.
Jakarta: Lembaga Pengembangan Sarana Pengukuran dan Pendidikan
Psikologi Fakultas Psikologi Univeritas Indonesia.
18

Prell, Christina. (2012). Social Network Analysis: History, Theory, and
Methodology. London: Sage Publication.
RAPI. (2012).Buku Panduan Radio Antar Penduduk Indonesia.Semarang: RAPI.
Robbins, Stephen P. (2002). Prinsip-prinsip Perilaku Organisasi.Jakarta: Erlangga
Rogers, Everett M., and D. Lawrence Kincaid. (1981). Communication Networks:
Toward a New Paradigm for Research. New York, Free Press.
Salim, Agus & Carolina, Sinta (eds). 2001. Teori dan Paradigma Penelitian
Sosial: Dari Denzin Guba dan Penerapannya. Yogyakarta: Tiara Wacana
Susanto, Eko Hary., Budi, Setio HH., Lucinda., Bintoro, Agustinus Gatot.,
Lestari, Puji,Lestari., Chandra, Ade.et al. (2011). Komunikasi
Bencana.Yogyakarta: Mata Padi Pressindo
Disertasi
Kim, Kyun Do (2007). Identifying Opinion Leaders by Using Social Network
Analysis: A Synthesis of Opinion Leadership Data Collection Methods
and Instruments, (Disertasi Doktoral, Ohyo University, 2007). Diakses
dari
https://etd.ohiolink.edu/!etd.send_file?accession=ohiou1186672135&disp
osition=inline
Jurnal
Zhang, Chao., Okada, Norio., Yokomatsu, Muneta & Matsuda, Yoko. Bottleneck
Analysis of Disaster Risk Communication Problems Based on Post-
disaster Field Surveys - Case Studies of Two Typhoon Disasters in Japan,
2008, 13-16
E-Book
Keputusan Menteri Perhubungan Republik Indonesia Nomor: Km.49 Tahun
2002 Tentang Pedoman Kegiatan Amatir Radio. Tersedia di
http://kambing.ui.ac.id/onnopurbo/orari-diklat/pemula/peraturan/P9%20-
%20KM%2049%20-%202002.pdf
Moreno, Luigi (2001). Point-to-point Radio Link Engineering. Torino:
International Telecommunication Union. Tersedia di
http://www.activeonline.com.au/PPRLE%20E-Book%20v1%202.pdf
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 2007 Tentang
Penanggulangan Bencana. Tersedia di
http://www.bnpb.go.id/uploads/migration/pubs/1.pdf

Anda mungkin juga menyukai