Anda di halaman 1dari 9

Bioseparasi 2013

1

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa penulis panjatkan, karena atas berkat dan
karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan Tugas makalah Bioseparasi dengan baik. Adapun
tujuan dari pembuatan laporan ini adalah untuk menyelesaikan tugas mata kuliah Bioseparasi.
Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada :
1. Dosen mata kuliah Bioseparasi, Ibu Ir. Lilis Sukeksi, M.Sc., yang telah memberikan
pengarahan kepada penulis dalam menyelesaikan tugas makalah ini.
2. Orang tua yang telah memberikan dukungan baik secara material dan moril
3. Teman - teman sekalian yang telah membantu dalam penyelesaian makalah ini.
Penulis menyadari masih banyak kekurangan dalam penyusunan makalah ini, baik
karena keterbatasan ilmu dan juga pengalaman. Oleh karena itu, penulis mengharapkan saran
yang bersifat membangun, sehingga penulis dapat lebih menyempurnakan makalah ini.
Akhir kata, semoga makalah ini dapat memberikan manfaat bagi para pembaca pada
umumnya, dan bagi mereka yang tengah menjalani mata kuliah Bioseparasi. Terima kasih.

Medan, 2013
Penulis,













Bioseparasi 2013

2

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang
Minyak kayu putih adalah minyak atsiri yang dihasilkan dari tanaman kayu putih
(Melaleuca leucadendron L), yang banyak tumbuh secara alami di kepulauan Maluku dan
Australia bagian utara. Jenis ini telah berkembang luas di Indonesia, terutama di pulau Jawa
dan Maluku dengan memanfaatkan daun dan rantingnya untuk disuling secara tradisional
oleh masyarakat maupun secara komersial menjadi minyak atsiri yang bernilai ekonomi
tinggi. Tanaman ini mempunyai daur biologis yang panjang, cepat tumbuh, dapat tumbuh
baik pada tanah yang berdrainase baik maupun tidak dengan kadar garam tinggi maupun
asam dan toleran ditempat terbuka.
Minyak kayu putih sudah dikenal luas penggunaanya oleh masyarakat di Indonesia untuk
rumah tangga maupun kebutuhan industri farmasi dan kosmetika. Kenyataan menunjukkan
bahwa produksi dalam negeri tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan domestik. Pada saat
ini Indonesia termasuk salah satu pengimpor terbesar minyak kayu putih, umumnya berasal
dari Cina dan Vietnam. Berdasarkan data yang ada kebutuhan domestik minyak kayu putih
adalah 1.500 ton per tahun namun saat ini Indonesia hanya memproduksi kurang dari 500 ton
setahun. Karena itu sisanya harus di impor.
Sebuah kajian cepat tentang aspek sosial dan ekonomi kayu putih di pulau Jawa dan
Nusa Tenggara Timur sudah dilakukan oleh Pusat Penelitian Kehutanan Bidang Sosial
Ekonomi dan Budaya. Kenyataan menunjukan bahwa industri minyak kayu putih yang ada di
Indonesia belum menunjukan hasil yang optimal, karena kurang taunya para petani cara
mengolah daun dan ranting kayu putih saat akan diproses, kebanyakan dilakukan secara turun
temurun tanpa merubah bentuk alat maupun merubah perlakuan bahan (Guntur, 2006).

1.2 Tujuan
Tujuan dari tugas bioseparasi ini adalah:
1. Mengetahui proses pembuatan minyak kayu putih.
2. Mempelajari cara pembuatan minyak kayu putih.



Bioseparasi 2013

3

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kayu Putih
Kayu putih (Melaleuca leucadendron L.) merupakan tanaman yang tidak asing bagi
masyarakat di Indonesia karena dapat menghasilkan minyak kayu putih (cajuput oil) yang
berkhasiat sebagai obat, insektisida, dan wangi-wangian. Sebagai komoditas perdagangan,
minyak kayu putih dapat diperoleh dengan mudah di warung-warung dan toko-toko. Selain
dapat diambil minyaknya, pohon kayu putih juga dapat digunakan untuk berbagai keperluan
kecuali sebagai bahan bangunan.
Tanaman kayu putih berasal dari Australia dan saat ini sudah tersebar di Asia Tenggara,
terutama Indonesia dan Malaysia. Tanaman ini dapat tumbuh di dataran rendah maupun
pegunungan. Di Indonesia, tanaman ini banyak dijumpai di pulau Jawa, Kepulauan Maluku,
Kepulauan Nusa Tenggara Timur, Sulawesi, dan di sebagian daerah di pulau Sumatera.
Awalnya, tanaman ini merupakan tanaman yang tumbuh liar, namun kemudian diusahakan
secara teratur sebagai hutan tanaman non kayu untuk menghasilkan minyak atsiri dan
merehabilitasi tanah-tanah kritis serta tanah-tanah yang kurang produktif karena dapat
tumbuh baik pada lahan yang tidak subur. Namun, karena informasi mengenai seluk beluk
tanaman kayu putih mulai dari sistem budidaya hingga penyulingan minyak atsirinya sangat
sulit diperoleh, sehingga masyarakat masih belum banyak yang mengusahakannya.

2.2 Proses Pembuatan Minyak Kayu Putih
2.2.1 Teknik Penanaman
Penanaman kayu putih sebaiknya dilakukan pada saat curah hujan tinggi sehingga tidak
perlu dilakukan penyiraman (November-Februari). Penanaman tanaman kayu putih dilakukan
secara monokultur ataupun tumpang sari. Penanaman secara monokultur menggunakan jarak
tanam satu meter sedangkan penanaman secara tumpang sari menggunakan jarak antar
tanaman dalam satu larikan sebesar tiga meter. Jarak tanaman yang sangat dekat digunakan
untuk mempertahankan tanaman kayu putih tetap pendek sehingga pemetikan daun mudah
dilakukan. Penanaman secara tumpang sari biasanya dilakukan dengan tanaman semusim.
Karena tanaman kayu putih merupakan komoditas kehutanan, istilah tumpang sari disebut
dengan istilah agroforestry (tumpang sari antara tanaman kayu putih dengan tanaman
Bioseparasi 2013

4

pangan) dan sylvapasteur (tumpang sari antara tanaman kayu putih dengan tanaman hijauan
ternak).
Penanaman bibit tanaman kayu putih dilakukan melalui langkah-langkah sebagai berikut:
1. Lubang tanam yang telah diisi media tanam digali kembali dengan ukuran yang kurang
lebih sama dengan polybag yang berisi bibit tanaman kayu putih.
2. Bibit tanaman kayu putih yang sudah mempunyai ketinggian antara 10 cm hingga 15 cm
dikeluarkan dari polybag. Polybag didekatkan pada lubang tanam, kemudian dilepaskan
secara hati-hati dengan cara digunting.
3. Selanjutnya, bibit tanaman kayu putih ditanam pada lubang tanam dan perakaran ditimbun
dengan media tanam sampai penuh. Media tanam di sekitar batang pokok bibit tanaman perlu
ditekan-tekan dengan tangan atau diinjak-injak agar bibit tanaman dapat selalu tegak dan
media tanam langsung melekat pada perakaran.
4. Setelah penanaman segera dilakukan penyiraman secukupnya. Namun, jika tanaman masih
dalam keadaan basah karena hujan, tanaman muda tidak perlu disirami.

2.2.2 Pemanenan
Tanaman kayu putih dapat dipungut daunnya setelah berumur empat tahun, kemudian
untuk panen berikutnya dapat dilakukan tiap enam bulan sekali sampai tanaman berusia 30
tahun. Pemanenan daun kayu putih dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu diragut dan
dipangkas rantingnya. Pemetikan daun kayu putih dengan cara diragut (afritsen) dilakukan
dengan langkah-langkah sebagai berikut: pangkal ranting tanaman kayu putih yang berdaun
lebat dipegang erat-erat dengan kedua tangan, kemudian dipluntur ke arah pucuk ranting
sehingga daun-daun yang sudah tergenggam dimasukkan ke dalam keranjang yang sudah
disiapkan. Dengan cara ini akan diperoleh daun-daun kayu putih tanpa tercampur ranting
tanaman kayu putih.
Pengambilan daun kayu putih juga dapat dilakukan dengan memotong ranting-ranting
tanaman tempat tumbuh daun-daun yang akan diambil. Setelah terkumpul cukup banyak,
potongan cabang dan ranting beserta daun-daunnya diangkut ke tempat penyulingan.
Pada umumnya pemanenan daun kayu putih dilakukan pada awal musim kemarau,
sehingga tidak mengganggu pekerajaan pemetikan daun. Di samping itu, jika pemetikan
dilakukan pada awal musim kemarau, pada akhir musim hujan tiap tanaman telah
menumbuhkan daun dalam jumlah yang cukup banyak. Dengan demikian, pemetikan daun
kayu putih dapat dilakukan sekali atau dua kali dalam setahun, jika pertumbuhan tanaman
Bioseparasi 2013

5

subur. Pemungutan daun kayu putih sebaiknya dilakukan pada pagi hari karena pada pagi hari
daun mampu menghasilkan rendemen atsiri lebih tinggi dengan kualitas baik. Setelah
pemungutan daun yang pertama, pohon kayu putih dipangkas agar bisa tumbuh tunas baru
dan akan menghasilkan daun yang lebih banyak.

2.2.3 Penyimpanan Daun
Daun kayu putih segar yang baru dipetik sebaiknya langsung diolah karena penundaan
yang lama akan menyebabkan daun kehilangan minyak. Namun, dalam prakteknya,
penyulingan daun yang segar sulit dilakukan. Seringkali jumlah daun kayu putih yang
dipanen tidak sesuai dengan kapasitas ketel penyulingan, sehingga daun harus disimpan
terlebih dahulu.
Penyimpanan dilakukan dengan menebarkan daun di lantai yang kering dan memiliki
ketinggian sekitar 20 cm, dengan kondisi suhu kamar dan sirkulasi udara terbatas. Daun-daun
kayu putih tidak boleh disimpan dalam karung, karena akan mengakibatkan minyak yang
dihasilkan berbau dan kadar sineol dalam minyak menjadi rendah. Penyimpanan ini
dilakukan maksimal selama satu minggu dari pemetikan daun.

2.3 Penyulingan Minyak Kayu Putih
Minyak atsiri dari hasil penyulingan daun kayu putih dikenal dengan minyak kayu
putih. Kandungan utama minyak kayu putih adalah sineol. Kualitas minyak kayu putih
dipengaruhi oleh kadar sineol, semakin besar kadar sineol, kualitas minyak kayu putih
semakin tinggi.

2.3.1 Cara Penyulingan
Penyulingan didasarkan pada sifat minyak atsiri yang dapat menguap jika dikenai uap
panas. Jika uap yang terjadi diembunkan akan diperoleh air dan minyak yang masing-masing
terpisah. Penyulingan minyak dapat dilakukan dengan tiga cara, diantaranya:
a. Penyulingan dengan Perebusan (Kohobasi)
Cara penyulingan ini merupakan cara yang paling sederhana dan membutuhkan biaya
yang paling kecil. Daun dan air dicampur dalam satu ketel (biasanya terbuat dari bahan
tembaga atau besi). Kelemahan cara ini adalah daun yang dekat dengan api akan lebih cepat
hangus, sementara suhu dan tekanan udara tidak dapat diatur.

Bioseparasi 2013

6

b. Penyulingan dengan Pengukusan (Water and Steam Distillation)
Penyulingan dengan cara ini mengakibatkan adanya pemisahan antara air dan daun,
berupa sekat berlubang-lubang. Keuntungan dari cara ini adalah dapat menghindarkan
hangusnya daun dan memperkecil terjadinya hidrolisis daun karena tidak terjadi kontak
langsung antara air dan daun.

c. Penyulingan Langsung dengan Uap (Direct Steam Distillation)
Pada penyulingan dengan cara ini dilakukan pemisahan antara ketel uap dan ketel daun
sehingga tekanan uap yang diperlukan dapat diatur dan disesuaikan menurut kegunaannya.
Penyulingan langsung dapat dilakukan pada keadaan tekanan 2-4 atm, tergantung pada
bentuk dan kapasitas ketel daun. Semakin tinggi tekanan uap, proses penyulingan akan
semakin cepat. Untuk mendapatkan tekanan uap optimum, dapat dilakukan percobaan
empiris pada masing-masing pabrik sehingga diperoleh kualitas dan kuantitas yang tinggi.

2.3.2 Proses Penyulingan
a. Pengisian Daun
Pengisian daun ke dalam ketel perlu diatur agar timbunan daun dalam ketel merata dan tidak
terlalu padat. Timbunan daun yang terlalu padat akan menghalangi uap air dan menyebabkan
daun menjadi basah sehingga kualitas minyak rendah akibat proses hidrolisis.
Untuk mendapatkan kepadatan daun yang merata, pengisian daun ke dalam ketel dilakukan
secara bertahap. Mula-mula, lapisan pertama diisikan dan ditekan, kemudian diisikan lapisan
kedua dan ditekan. Demikian seterusnya sehingga ketel terisi penuh.
b. Penyulingan Daun
Penyulingan daun dapat dilakukan melalui tiga cara, yaitu perebusan, pengukusan, ataupun
penggunaaan uap langsung.
c. Pembersihan Minyak
Kegiatan pembersihan minyak terdiri dari dua tahapan, yaitu pemisahan air dan penyaringan
kotoran dari distilat hasil penyulingan. Pemisahan air dapat dilakukan dengan alat yang
disebut labu florentina. Akibat gaya gravitasi, distilat yang masuk akan terpisah menjadi dua
bagian, yaitu minyak yang terapung di permukaan dan air yang keluar melalui saluran.
Setelah itu, kotoran dan air yang masih terdapat dalam minyak dapat dihilangkan dengan cara
penyaringan menggunakan filter kertas merang ataupun dengan sentrifuse.
d. Penghentian Penyulingan
Bioseparasi 2013

7

Dari pengamatan rendemen dan kualitas minyak, dapat diketahui bahwa lama penyulingan
minyak kayu putih yang optimum adalah 3 hingga 4 jam. Jika lama penyulingan diperpanjang
menjadi lebih dari empat jam, akan diperoleh tambahan sedikit minyak, namun berkualitas
rendah.

2.3.3 Penentuan Standar Kualitas Minyak
Selama penyulingan berlangsung, kuantitas maupun kualitas minyak yang tersuling
akan terus menurun. Penurunan kuantitas disebabkan oleh semakin berkurangnya minyak
yang terkandung dalam daun, sedangkan penurunan kualitas disebabkan oleh kadar sineol
yang sebagian besar sudah tersuling pada awal penyulingan. Jika penyulingan tidak disertai
dengan proses pemisahan fraksi-fraksi menurut waktu penyulingan, akan diperoleh campuran
minyak dengan kadar sineol tinggi sampai rendah sehingga tidak memenuhi syarat untuk
diekspor. Adapun standar kualitas minyak kayu putih Indonesia menurut Balai Penelitian
Kimia adalah sebagai berikut:
Tabel 1. Standar Mutu Minyak Kayu Putih (Crude Oil) di Indonesia Menurut Balai
Penelitian Kimia
Minyak Kayu Putih Karakteristik
Berat Jenis 0,915-0,935
Indeks Bias 1,466-1,472
Putaran Optik -4
o
sampai 0
o

Kelarutan dalam alkohol 80% Jernih dan selanjutnya tetap bersih
Kadar Sineol 50%-65%
Kadar Pelikan Negatif
Kadar Lemak Negatif












Bioseparasi 2013

8

BAB III
KESIMPULAN

3.1 Kesimpulan
Adapun kesimpulan yang dapat disimpulkan adalah :
1. Kayu putih (Melaleuca leucadendron L.) merupakan tanaman yang dapat
menghasilkan minyak kayu putih (cajuput oil) yang berkhasiat sebagai
obat, insektisida, dan wangi-wangian
2. Proses pembuatan minyak kayu putih dimulai dari teknik penanaman,
pemanenan, penyimpanan daun dan juga proses penyulingan
3. Cara penyulingan minyak kayu putih dibagi menjadi tiga jenis yaitu
penyulingan dengan perebusan, penyulingan dengan pengukusan dan
penyulingan langsung dengan uap
4. Tahapan - tahapan dalam penyulingan minyak kayu putih adalah pengisian
daun, penyulingan daun, pembersihan minyak dan kemudian penghentian
penyulingan
















Bioseparasi 2013

9

DAFTAR PUSTAKA

Farsa, Gusri Ayu. 2009. Analisis Kelayakan Usaha Penyulingan Minyak Kayu Putih
Yakasaba di Kabupaten Muara Enim Sumatera Selatan. Fakultas Ekonomi dan
Manajemen: Institut Pertanian Bogor
Guntur, Sri S. 2006. Proses Penyulingan Minyak Atsiri Kayu Putih (Melaleuca capujuti) di
Tinjau dari Persiapan Bahan Baku. Universitas Gadjah Mada: Yogyakarta
Kartikasari, Dian. 2007. Studi Pengusahan Minyak Kayu Putih (Cajuput oil) di PMKP
Jatimunggul, KPH Indramayu Perum Perhutan Unit III Jawa Barat dan Banten.
Fakultas Pertanian: Institut Pertanian Bogor
Rizal, Yusup. 2007. Analisis Biaya Produksi Minyak Kayu Putih Studi Kasus Di Pabrik
Penyulingan Minyak Kayu Putih Sendang Mole Dinas Kehutanan Dan Perkebunan
Daerah Istimewa Yogyakarta. Fakultas Kehutanan: Institut Pertanian Bogor

Anda mungkin juga menyukai