Anda di halaman 1dari 7

Gemala Hatta

Pertanyaan seputar Bab I mengenai Ketentuan Umum


pada PERMENKES Nomor 269/MenKes/Per/III/2008
tentang REKAM MEDIS

(Gemala Hatta)1

Setelah hampir 20 tahun Permenkes no 749a/Menkes/PER/XII/89 ten-


tang Rekam Medis (Medical Record) diberlakukan, pada tanggal 12 Maret 2008
Departemen Kesehatan (Depkes) menggantinya dengan Permenkes no. 269/
MenKes/Per/III/2008 tentang Rekam Medis. Pola pikir permenkes 269 ini ber-
beda dengan pola pikir konsep perubahan pertama (2005) yang sudah dirintis
oleh Depkes dan organisasi profesi. Konsep ke 2 (2007) ini kiblatnya kepada
UU Praktik Kedokteran (UU PK) no. 29 tahun 2004. Walhasil isinya menekankan
kewajiban dokter dan dokter gigi dalam melaksanakan rekaman medis. Hal ini
melengkapi buku Manual Rekam Medis (2006) yang diperuntukkan bagi dokter
dan dokter gigi yang dikeluarkan oleh Konsil Kedokteran Indonesia (KKI).
Dalam mengevaluasi tahun pertama berjalannya Permenkes 269/MenKes/Per/
III/2008 tentang Rekam Medis ini, praktisi kesehatan selain dokter dan dokter
gigi serta organisasi profesi Perhimpunan Profesional Perekam Medis dan In-
formasi Kesehatan Indonesia (PORMIKI), termasuk beberapa organisasi profesi
kesehatan lainnya merasakan adanya kejanggalan dan ketidakjelasan dalam
Permenkes 269/MenKes/Per/III/2008. Hal ini imbas dari pembuatan permen-
kes yang hanya untuk dokter dan dokter gigi, padahal seharusnya permenkes
“baru” ini merupakan pengganti yang netral untuk semua tenaga kesehatan
yang termaksud dalam PP 32/1996.

Marilah kita mengevaluasi Bab I Ketentuan Umum Pasal 1 – 8 :

BAB I
KETENTUAN UMUM

Pasal 1

Dalam Peraturan ini yang dimaksud dengan :

1. Rekam medis adalah berkas yang berisikan catatan dan dokumen tentang identitas
pasien, pemeriksaan, pengobatan, tindakan dan pelayanan lain yang telah diberikan
kepada pasien.
2. Dokter dan dokter gigi adalah dokter, dokter spesialis, dokter gigi dan dokter gigi
spesialis lulusan pendidikan kedokteran atau kedokteran gigi baik di dalam maupun di
luar negeri yang diakui oleh Pemerintah Republik Indonesia sesuai dengan peraturan
perundang-undangan.

1Penulis adalah pemerhati perkembangan manajemen informasi kesehatan (paradigma baru rekam
medis) di Indonesia. Direktur International Federation on Health Records Organizations (IFHRO) untuk
South East Asian Region (SEAR) (2007-2010)

1
Gemala Hatta

3. Sarana pelayanan kesehatan adalah tempat penyelenggaraan upaya pelayanan kese-


hatan yang dapat digunakan untuk praktik kedokteran atau kedokteran gigi.
4. Tenaga kesehatan tertentu adalah tenaga kesehatan yang ikut memberikan pelayanan
kesehatan secara langsung kepada pasien selain dokter dan dokter gigi.
5. Pasien adalah setiap orang yang melakukan konsultasi masalah kesehatannya untuk
memperoleh pelayanan kesehatan yang diperlukan baik secara langsung maupun tidak
langsung kepada dokter atau dokter gigi.
6. Catatan adalah tulisan yang dibuat oleh dokter atau dokter gigi tentang segala tinda-
kan yang dilakukan kepada pasien dalam rangka pemberian pelayanan kesehatan.
7. Dokumen adalah catatan dokter, dokter gigi, dan/atau tenaga kesehatan tertentu, la-
poran hasil pemeriksaan penunjang, catatan observasi dan pengobatan harian dan
semua rekaman, baik berupa foto radiologi, gambar pencitraan (imaging), dan reka-
man elektro diagnostik.
8. Organisasi Profesi adalah Ikatan Dokter Indonesia untuk dokter dan Persatuan Dokter
Gigi Indonesia untuk dokter gigi.

Komentar umum : Permenkes rekam medis harus bersifat umum, tidak eksklu-
sif bagi dokter dan dokter gigi saja.

PEMBAHASAN Bab I pasal 1 :

1. Ayat 1 tentang kata ‘berkas’ : berarti rekam medis masih dibuat secara
manual (tulis tangan pada lembaran kertas). Permenkes 269 harus bisa
merespon bahwa pemakaian ‘berkas’ (kertas) kini mulai tergeser oleh
pengelolaan sistem jejaring data/informasi dengan teknologi informasi
dan komunikasi (TIK). Pengelolaannya tertuju pada butiran (variabel)
data/informasi yang diperoleh dari jaringan sumber manapun secara
tanpa batas, ruang dan waktu. Sistem manajemen informasi kesehatan
(MIK) yang menggunakan TIK wajib mengatur kewenangan data dan in-
formasi seputar sekuritas, privasi, kerahasiaan dan keamanannya terha-
dap pasien, penerima, pengguna dan lainnya.
2. Ayat 2 tentang “dokter dan dokter gigi “ dan Ayat 4 tenaga kesehatan
“tertentu” :
Usulan perbaikan kalimat ayat ini sebagai berikut :
a. Ke DUA ayat 2 dan 4 di atas seharusnya disatukan. PP 32/1996 tentang
Tenaga Kesehatan tidak memisahkannya. Berarti, semua tenaga kesehatan
yang terlibat dalam menangani upaya kesehatan pasien (preventif, ku-
ratif, edukatif, promotif) tidak dieksklusifkan hanya untuk kepentingan
dokter dan dokter gigi saja. Permenkes ini seharusnya berlaku bagi se-
mua tenaga kesehatan dan tidak bagi sekelompok profesi saja. Terlebih,
rekaman medis/kesehatan juga dapat diisi oleh tenaga NON kesehatan
yang terlibat dalam penyelenggaraan kesehatan pasien (psikolog, anthro-
polog, pekerja sosial dan lainnya).
b. perkataan tenaga kesehatan “tertentu” :
Usul: buang kata tenaga kesehatan “tertentu” dengan kata tenaga kese-
hatan “lain”. Mengapa ? lihat box.

2
Gemala Hatta

Permenkes 749a/1989 bab I ayat d Permenkes 269/2008 bab I ayat 4


definisi ‘tenaga kesehatan lain’ adalah ‘tenaga kesehatan definisi dari tenaga kesehatan tertentu (menurut Permen-
yang ikut memberikan pelayanan kesehatan secara kes 269/2008 bab I ayat 4) adalah tenaga kesehatan yang
langsung kepada pasien’ (tanpa harus menyebutkan ikut memberikan pelayanan kesehatan secara langsung
‘selain dokter dan dokter gigi’). kepada pasien selain dokter dan dokter gigi.

KOMENTAR: Kata “tertentu” tidak pernah ada dalam


-------- Permenkes 749a/1989; UU Kesehatan 23/1992; Peraturan
Pemerintah RI no. 32/1996 tentang Tenaga Kesehatan;
bahkan juga tidak ada pada sumber utama Permenkes
269: UU Praktik Kedokteran 29/2004

Kata “lain” pada “tenaga kesehatan “lain” mudah dipa- Kata “tertentu” istilah yang tidak lazim. Selain menggan-
hami dan sudah populis (merakyat) tung juga selalu mengundang pertanyaan ‘tenaga kese-
hatan tertentu yang mana? ’ okupasi terapi, fisioterapi
atau apa? … ??

Perbaiki menjadi tenaga kesehatan lain dan


USUL : tenaga non kesehatan yang terlibat dalam
penyelenggaraan kesehatan pasien.

3. Sarana pelayanan kesehatan (SPK) (Permenkes 269/2008 bab I pasal 1


ayat 3)

Permenkes 749a/1989 tentang kata ’SPK’ Permenkes 269/2008 ( ayat 3) tentang kata ‘SPK’
SPK adalah tempat yang digunakan untuk menyeleng- SPK adalah tempat penyelenggaraan upaya pelay-
garaan upaya kesehatan baik untuk rawat jalan mau- anan kesehatan yang dapat digunakan untuk praktik
pun rawat nginap yang dikelola oleh Pemerintah atau kedokteran atau kedokteran gigi’.
swasta.
Definisi SPK di atas sama persis seperti dalam UU
PK 29/2004

Dalam UU Kesehatan no. 23/1992 maupun PP 32/1996 tidak ada kata


sarana pelayanan kesehatan’(SPK).
Ayat 3 tentang Sarana pelayanan kesehatan (SPK) yaitu
a. Dalam definsi SPK baru (269) tidak dimasukkan perihal lokasi dan kepemilikan SPK.
Sebaliknya, Permenkes lama (749a) mnetapkan lokasi kerja yaitu rawat jalan dan ngi-
nap dan kepemilikan sebagai milk pemerintah, swasta. Berarti 749a sudah memberi
wadah untuk pengembangan variasi rawat jalan, nginap yang semakin kompleks. Mi-
salnya untuk dokter keluarga, praktek bersama dan lainnya.
USUL : SPK adalah tempat penyelenggaraan upaya kesehatan baik untuk rawat jalan
dan rawat nginap yang dikelola oleh Pemerintah atau swasta.

b. Upaya Pelayanan Kesehatan (269/2008) vs Upaya Kesehatan (UU Kes 23/1992).


- Tidak ada penjelasan tentang arti upaya ”pelayanan” kesehatan (269). - Dalam UU
Kesehatan 23/1992 istilah yang digunakan adalah upaya kesehatan didifinisikan seba-
gai ’setiap kegiatan untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan yang dilakukan
oleh pemerintah dan atau masyarakat’. Definisi ini disokong dalam PP 32/1996 ten-
tang Tenaga Kesehatan.

c. Bagaimana penilaian terhadap Tenaga kesehatan lain selain dokter, dokter gigi yang
melakukan rekaman medis/kesehatan ?

3
Gemala Hatta

Tanggapan: Pertama, Sesederhana apapun SPK namun pencatatan/rekaman medis/


kesehatan wajib dilakukan di segala tempat terjadinya upaya kesehatan dan dalam
kondisi apapun oleh semua tenaga kesehatan. Pekerja sosial kesehatan (social worker)
dan psikolog (bekerja di RS), bahkan tenaga penerima pasien dan juga anthropolog
kesehatan dan lainnya yang bukan bagian dari tenaga kesehatan namun bisa terlibat
dalam upaya kesehatan (definisi dalam UU Kesehatan 23/1992) juga diperkenankan
melakukan rekaman. Artinya, bahkan masyarakat umum, termasuk keluarga atau te-
man terdekatpun dapat secara spontan melakukan upaya kesehatan (lihat difinisi di
atas) dengan mencatat riwayat sakit pasien untuk kemudian disimpan dan atau dila-
porkan kepada setiap tenaga kesehatan yang menangani atau merawat pasien. Dewasa
ini rekam medis/rekam kesehatan pribadi (personal health record) elektronis menjadi
trend dan tersedia secara gratis di dunia maya (mis. http://www.myphr.com atau
http://www.google.com/health). Kegiatan ini menjadi hak individu/keluarga dalam upaya
men-swakelola rekaman kesehatan pribadinya secara bebas selama 24 jam di lokasi
apapun.

Kedua, apakah rekaman harus selalu menunggu persetujuan dari SPK .. ”yang dapat
digunakan untuk praktik kedokteran atau kedokteran gigi”? (Permenkes 269) sehingga
terkesan wujud SPK harus berada dalam bangunan/bilik/gedung/sarana yang layak?
Harus dipikirkan bagaimana dengan kegiatan rekaman yang dapat terjadi di luar SPK
oleh petugas kesehatan non dokter/dokter gigi seperti D3 atau S1 atau bahkan oleh
’barefoot doctors” (juga dokter TNI/polri/militer) yang mengunjungi masyarakat di lo-
kasi sulit seperti di lereng gunung, tempat terasing, medan perang dan lainnya? Apa-
kah rekaman di luar klasifikasi SPK di atas itu dianggap tidak layak/tidak SYAH secara
hukum ? Padahal di era elektronisasi ini para tenaga kesehatan dan non kesehatan
yang berwewenang dari kepemilikan SPK manapun (pemerintah/suasta) dan dari lokasi
apapun dapat saling berinteraksi rekaman melalui berbagai peralatan TIK selama 24
jam! Jadi, batalkah semua rekaman di luar klasifikasi SPK 269 di atas ?
Definisi SPK pada 749a (box) sudah memadai, bahkan dengan berkembangnya peran
masyarakat (individu, keluarga, lingkungan) dalam upaya kesehatan (lihat difinisi)
yakni sebagai penyo- kong data/informasi
(mis. personal health record) maka praktik
rekaman bisa terjadi di Kecuali bila Permenkes ini diberi judul luar SPK. Sayang bahwa,
difinisi SPK pada 269 “Permenkes Rekam Medis khusus bagi Dr/ terasa jauh dari filosofi
praktik rekaman medis Drg”, maka memasukkan kalimat ”..yang (baik manual apalagi
elektronis). dapat digunakan untuk praktik kedokteran
atau kedokteran gigi’ pada hampir seluruh
isi ayat-ayat Permenkes 269 ini adalah
Usul: Ayat 3 ini perlu dikoreksi bahwa selain
kembali menggunakan tidak tepat karena banyak tenaga kese- definisi SPK seperti pada
749a, juga perlu di- hatan dan tenaga lainnya yang terlibat perkaya dengan reka-
man yang terjadi di tidak terakomodir. luar SPK (seperti untuk
personal health re- cord, di lapangan (petu-
gas kesehatan masya- rakat, barefoot doctors,
militer dan lainnya) namun tetap dapat dipertanggungjawabkan kualitasnya. Demikian
pula revisi ayat 3 termasuk: buang kalimat ..”yang dapat digunakan untuk praktik ke-
dokteran atau kedokteran gigi’.

4. Ayat 5. Pasien
Dalam UU PK 29/2004 dan Permenkes 269 difinisi “pasien” adalah setiap orang yang
melakukan konsultasi masalah kesehatannya untuk memperoleh pelayanan kesehatan
yang diperlukan baik secara langsung maupun tidak langsung kepada dokter atau
dokter gigi.
Definisi pasien tidak ada dalam Permenkes 749a maupun dalam UU Kesehatan 23/
1992. Oleh karena permenkes tentang Rekam Medis (269) ini seharusnya netral maka
pada definisi tentang pasien yang dikaitkan dengan kata ‘dokter dan dokter gigi” di-

4
Gemala Hatta

ganti dengan tenaga kesehatan. Alasannya karena isi rekam medis berasal dari catatan
yang diberikan oleh semua tenaga kesehatan yang melakukan upaya kesehatan. Hal
mana sesuai dengan PP 32/1996 tentang Tenaga Kesehatan. Terlebih masih ada
tenaga non kesehatan yang membantu langsung (psikolog) dan tidak langsung (tenaga
administrasi) dan lainnya dalam upaya kesehatan pasien.

5. Ayat 6. Catatan
Dalam Permenkes 269 definisi catatan adalah ‘tulisan yang dibuat oleh dokter atau
dokter gigi tentang segala tindakan yang dilakukan kepada pasien dalam rangka
pemberian pelayanan kesehatan’. Definisi “catatan” tidak ada dalam UU Kesehatan 23/
1992.
Tanggapan : Permenkes 269 dimaksudkan untuk menggantikan permenkes rekam
medis (749a/1989 ) karena itu implementasinya tidak semata untuk dokter atau dokter
gigi saja tetapi untuk semua tenaga kesehatan maupun tenaga yang berwewenang da-
lam upaya kesehatan pasien. Oleh sebab itu rekamannya tidak untuk ‘dokter atau dok-
ter gigi’ saja.
Usul : catatan adalah data/informasi mengenai siapa pasien, apa, dimana, kapan dan
bagaimana dengan seluruh pemberian pelayanan dan atau tindakan yang diberikan
oleh tenaga kesehatan dan tenaga non kesehatan yang berwewenang, baik pada rawat
jalan (ambulatory) atau rawat inap.
Catatan adalah bagian rekaman (record), berisi data/informasi
yang merupakan dokumen (sesuai klasifikasi penting/sedang/
kurang penting) yang ditulis secara manual/elektronis.

Bila diuraikan dapat ditambahkan bahwa dalam catatan terdapat 7


jenis informasi yaitu (a) data terstruktur, diskrit (laboratorium,
medikasi, catatan secara on-line dan dokumentasi, kartu index
utama pasien/registerasi); (b) data diagnostik dengan pencitraan (catoda tube, mag-
netic resonance, radiologi digital kedokteran nuklir; pencitraan patologi, histology); (c)
data grafik vektor, EKG, EEG, getaran janin); (d) data audio (suara atau detak jantung);
(e) data video (ultrasound dan pemeriksaan katerisasi jantung); (f) data teks tidak ter-
struktur (laporan radiologi/patolog, laporan medis, laporan keuangan); (g) dokumen
pencitraan atau manual (catatan dengan tulisan tangan dan gambar, formulir
perijinan/persetujuan yang ditandatangani pasien. Uraian 7 jenis informasi ini dapat
dimasukkan dalam bab I atau bab yang membahas secara teknis.

6. Ayat 7 Dokumen
Dalam Permenkes 269, definisi dokumen adalah catatan dokter, dokter gigi, dan/atau
tenaga kesehatan tertentu, laporan hasil pemeriksaan penunjang, catatan observasi
dan pengobatan harian dan semua rekaman, baik berupa foto radiologi, gambar pen-
citraan (imaging), dan rekaman elektro diagnostik.
Komentar : perkataan dokter, dokter gigi dan/atau tenaga kesehatan tertentu diusul-
kan untuk diganti.
Usul : dokumen kesehatan adalah catatan yang dibuat oleh tenaga kesehatan (peng-
ganti kalimat dokter, dokter gigi, dan/atau tenaga kesehatan tertentu) tambahkan:
dan tenaga non kesehatan lain yang berwewenang dan terlibat dalam penyelenggaraan
upaya kesehatan pasien, yang digunakan sebagai tanda bukti berbagai kepentingan
administratif, hukum, keuangan, riset, edukasi maupun dokumentasi.
(isi catatan kesehatan sudah diterangkan dalam butir ayat di atas sedangkan isi rekam
medis dapat dilihat pada bab yang khusus membahas tentang hal tersebut).

7. Ayat 8 Organisasi Profesi


Organisasi Profesi adalah Ikatan Dokter Indonesia untuk dokter dan Persatuan Dokter
Gigi Indonesia untuk dokter gigi.

5
Gemala Hatta

Siapa pihak yang bertanggungjawab terhadap rekaman ?

749a/1989 Bab I Ketentuan Umum Pasal 1 ayat Permenkes 269/2008 Bab I Ketentuan Umum
terakhir (e) menyebutkan : Pasal 1 ayat terakhir (8) menyebutkan :
Direktur Jenderal adalah Direktur Jenderal Pelayanan Organisasi Profesi yang definisinya adalah Ikatan Dok-
Medis dan atau Direktur Jenderal Pembinaan Kese- ter Indonesia dan Persatuan Dokter Gigi Indonesia
hatan Masyarakat

Pertanyaannya : kemana fungsi intstansi pemerintah ? Direktur Jenderal vs Organ-


isasi Profesi ?

Dua organ pemerintah (dua direktorat jenderal) yang seharusnya bertugas untuk
membina dan mengawasi jalannya rekam medis, khususnya dalam pembinaan dan
pemantauan tentang kualitas rekaman di SPK (SK lama 749a, bab I pasal 1e) pindah
ke dalam Bab VII pasal 16 tentang Pembinaan dan Pengawasan. Tertera bahwa tu-
gas itu ada pada Dinas Kesehatan Propinsi, Pemerintah Daerah dan organisasi pro-
fesi. Hal ini tentunya terkait dengan otonomi daerah meski kemampuan tiap wilayah
dalam menjalankannya tidak sama, dan tugas Pembinaan dan Pengawasan juga
diletakkan dibahu ‘organisasi profesi’ termaksud yaitu IDI dan PDGI saja!.

Mengapa pembinaan hanya kepada dua Organisasi Profesi (OP) IDI/PDGI saja ? Ba-
gaimana dengan OP kesehatan lain yang praktisinya bagian dari PP 32/1996 ?
Mereka (perawat, bidan, keteknisian medis, keterapian fisik dan lainnya) jelas terli-
bat dalam upaya kesehatan dan dalam permenkes 749a (lama) wajib mengisi
rekam medis, bahkan OP kesehatan itu telah terdaftar di Departemen Dalam Negeri.
Lalu, bagaimana dengan psikolog, pekerja sosial (social worker) kesehatan, anthro-
pologi kesehatan, sosiologi kesehatan dan lainnya yang menjadi bagian dari tim ke-
sehatan dan dapat mengisi rekam medis bila memang dimungkinkan? Mereka juga
memiliki OP. Semua OP yang terlibat dalam penyelenggaraan kesehatan wajib
membina para anggotanya agar melaksanakan dan menjaga alat bukti praktiknya
(rekaman) dengan baik dan benar. Demikian juga, peranan OP PORMIKI (Perhimpu-
nan Profesional Perekam Medis dan Informasi Kesehatan Indonesia) wajib membina
anggotanya bahkan membantu OP kesehatan dan non kesehatan
yang berwewenang terlibat dalam penyelenggaraan upaya kese-
hatan pasien tentang praktik manajemen informasi kesehatan
secara handal di Indonesia.
PORMIKI dibentuk 1989 sebagai mitra kerja pemerintah sejak
1992 telah terdaftar sebagai anggota International Federation on
Health Records Organizations (IFHRO) dan sejak 2007 – 2010. Perhimpunan Profesional
Perekam Medis dan Infor-
Penulis sebagai pendiri dan Pembina PORMIKI mendapat keper- masi Kesehatan Indonesia
cayaan sebagai Direktur IFHRO SEAR membawahi 11 negara di (PORMIKI)

Asia Tenggara setelah jabatan ini vakum sejak mulai berdirinya


IFHRO di tahun 1968.

Kesimpulan : peraturan baru tentang Rekam Medis dengan nomor 269/MenKes/


Per/III/2008 Bab I perlu diperbaiki dan begitu pula bab lainnya perlu dievaluasi le-

6
Gemala Hatta

bih dalam. Lebih tepat disebut sebagai “Permenkes Rekam Medis untuk Dokter dan
Dokter Gigi” dan bukan disebut sebagai “Permenkes Rekam Medis”.

Referensi

Gemala Hatta (ed)(2008). Pedoman Manajemen Informasi Kesehatan di Sarana Pe-


layanan Kesehatan. Departemen Kesehatan RI- PORMIKI, UI Press, Jakarta.
Departemen Kesehatan RI. 1992. Standar Pelayanan Rumah Sakit. Jakarta

Dokumen

Departemen Kesehatan RI. 1972. Keputusan Menteri Kesehatan RI no. 031/Birhup


1972 tentang Rumah-Rumah Sakit Pemerintah.
1972. Keputusan Menteri Kesehatan RI no. 034/Birhup/1972 tentang Perenca-
naan dan Pemeliharaan Rumah Sakit.
1978. Keputusan Menteri Kesehatan RI no. 134/MenKes/SAK/IV/78 tentang
Susunan Organisasi dan Tata Kerja Rumah Sakit Umum.
1989. Peraturan Menteri Kesehatan no. 749a/Menkes/PER/XII/89 tentang
Rekam Medis (Medical Record).
2008. Peraturan Menteri Kesehatan no. 269/MenKes/Per/III/2008 tentang
Rekam Medis
PB IDI, Kode Etik Kedokteran, 1969
Peraturan Pemerintah RI no. 32 tahun 1996 tentang Tenaga Kesehatan
UU no. 23 tahun 1992 tentang Kesehatan

=====================

=========================

Anda mungkin juga menyukai