Anda di halaman 1dari 25

MAKALAH AKHIR

Hakikat Fisika dan Prinsip Pengukuran



diajukan untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Fisika Sekolah I
yang diampu oleh Drs. Muslim, M.Pd.




oleh :
Anggi Hanif Setyadin (1301395)
Fitri Nurul Sholihat (1307219 )
Syarif Rokhmat Hidayat (1304391)







JURUSAN PENDIDIKAN FISIKA
FAKULTAS PENDIDIKAN MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA
2014
1

A. Kompetensi Inti
1. Menghayati dan mengamalkan ajaran agama yang dianutnya
2. Menghayati dan mengamalkan perilaku jujur, disiplin, tanggung jawab, peduli
(gotong royong, kerja sama, toleran, damai), santun, responsif dan pro-aktif,
dan menunjukkan sikap sebagai bagian dari solusi atas berbagai permasalahan
dalam berinteraksi secara efektif dengan lingkungan sosial dan alam serta
dalam menempatkan diri sebagai cerminan bangsa dalam pergaulan dunia.
3. Memahami, menerapkan, menganalisis pengetahuan faktual, konseptual,
prosedural berdasarkan rasa ingin tahunya tentang ilmu pengetahuan,
teknologi, seni, budaya, dan humaniora dengan wawasan kemanusiaan,
kebangsaan, kenegaraan, dan peradaban terkait penyebab fenomena dan
kejadian, serta menerapkan pengetahuan prosedural pada bidang kajian yang
spesifik sesuai dengan bakat dan minatnya untuk memecahkan masalah
4. Mengolah, menalar, dan menyaji dalam ranah konkret dan ranah abstrak
terkait dengan pengembangan dari yang dipelajarinya di sekolah secara
mandiri, dan mampu menggunakan metode sesuai kaidah keilmuan.

B. Kompetensi Dasar
1.1 Menyadari kebesaran Tuhan yang menciptakan dan mengatur alam jagad raya
melalui pengamatan fenomena alam fisis dan pengukurannya.
2.1 Menunjukkan perilaku ilmiah (memiliki rasa ingin tahu; objektif; jujur; teliti;
cermat; tekun; hati-hati; bertanggung jawab; terbuka; kritis; kreatif; inovatif
dan peduli lingkungan) dalam aktivitas sehari-hari sebagai wujud implementasi
sikap dalam melakukan percobaan , melaporkan, dan berdiskusi.
3.1 Memahami hakikat fisika dan prinsip-prinsip pengukuran (ketepatan,
ketelitian, dan aturan angka penting).
4.1 Menyajikan hasil pengukuran besaran fisis dengan menggunakan peralatan dan
teknik yang tepat untuk penyelidikan ilmiah.

2

C. Indikator
1. Menerangkan fisika sebagai proses, produk, dan sikap;
2. Mendefinisikan besaran dan satuan;
3. Mendemonstrasikan penggunaan alat ukur massa, panjang, dan waktu;
4. Menjelaskan ketelitian dan ketepatan dalam pengukuran;
5. Menggunakan prinsip angka penting.

D. Tujuan Pembelajaran
Setelah mempelajari materi ini siswa diharapkan mampu
1. Menujukan sikap ilmiah terhadap fenomena fisika dalam kehidupan sehari-
hari;
2. Menjelaskan dan memberikan contoh besaran pokok beserta satuannya dan
besaran turunan beserta satuannya dalam kehidupan sehari-hari;
3. Mengonversi satuan dari suatu besaran fisika;
4. Menggunakan konsep dimensi untuk mengetahui besaran pokok yang
menyusun suatu besaran turunan;
5. Menggunakan alat ukur dengan benar;
6. Melakukan pengukuran besaran fisika (massa, panjang, dan waktu);
7. Membaca dan menuliskan hasil pengukuran dengan tepat;
8. Menjelaskan dan menuliskan aturan angka penting.

E. Materi Pokok
Prinsip Pengukuran (ketepatan, ketelitian, dan aturan angka penting).
F. Konsep Esensial
Besaran Fisika
Besaran Pokok
Besaran Turunan
Satuan
Dimensi
Pengukuran
Angka Penting
3



G. Peta Konsep


H. Uraian Materi
1. Hakikat Fisika
a. Fisika Sebagai Proses
Sains adalah suatu proses atau disebut juga dengan a way of investigating. Fisika
merupakan bagian dari sains yang juga merupakan suatu proses memberikan
gambaran mengenai bagaimana cara para fisikawan bekerja melakukan penemuan-
penemuan.
Para fisikawan memperoleh penemuan dari suatu kejadian yang timbul di alam atau
disebut dengan fenomena alam. Menurut legenda, Galileo Galilei (1564-1642)
menjatuhkan objek ringan dan berat dari puncak Menara Miring Pisa untuk melihat
apakah laju jatuh objek tersebut sama atau berbeda. Galileo mengetahui bahwa
hanya penyelidikan dengan percobaan yang bisa menjawab pertanyaan itu. Dari
pengujian hasil percobaannya, dia membuat langkah induktif untuk menyimpulkan
suatu prinsip atau teori bahwa percepatan dari sebuah objek yang jatuh itu tidak
tergantung pada beratnya.
4

Kembali lagi ke proses suatu penemuan, setelah memperoleh penemuan, ilmuwan
harus memberi tahu masyarakat mengenai temuannya. Pemberitahuan tersebut
dapat berupa publikasi yang berbentuk tulisan atau karya ilmiah.
Dapat disimpulkan bahwa fisika sebagai proses berkaitan erat dengan kata kunci,
fenomena, dugaan, pengamatan, pengukuran, dan publikasi.
b. Fisika Sebagai Produk
Masih mengenai publikasi dari penemuan. Dalam wacana ilmiah, hasil-hasil
penemuan para ilmuwan dan berbagai kegiatannya diinventarisir, dikumpulkan,
dan disusun secara sistematik menjadi suatu kumpulan pengetahuan yang kemudian
disebut sebagai produk atau a body of knowledge.
Hasil-hasil penemuan tersebut dikelompokkan menurut bidang kajiannya dan
menghasilkan ilmu pengetahuan. Untuk fisika, pengelompokan pengetahuan itu
adalah fakta, hipotesis, teori, hukum, dan prinsip.
1) Fakta merupakan kejadian fakta dapat dilihat dan teramati oleh indra manusia.
Fakta berupa sejumlah data yang terkumpul atau dihasilkan dalam suatu
pengamatan atau percobaan yang menunjukkan keadaan sebenarnya.
2) Hipotesis atau hipotesa adalah jawaban sementara terhadap masalah yang masih
bersifat praduga karena masih harus dibuktikan kebenarannya. Contoh hipotesis
adalah ketika terlihat awan hitam dan langit menjadi pekat, maka seseorang
dapat saja menyimpulkan berdasarkan pengalamannya bahwa sebentar lagi
hujan akan turun. Apabila ternyata beberapa saat kemudian hujan benar turun,
maka dugaan terbukti benar.
3) Teori merupakan hipotesis yang telah terbukti kebenarannya. Teori umumnya
lebih kompleks daripada hukum, mempunyai banyak komponen bagian, dan
lebih mungkin berubah sebagai kumpulan data percobaan yang tersedia dan
pengembangan analisis. Contohnya adalah teori relativitas.
4) Hukum adalah generalisasi ilmiah dari suatu fenomena fisika berdasarkan pada
pengamatan yang telah dilakukan. Hukum bersifat lebih umum dan sederhana.
Contohnya adalah hukum Newton.
5

5) Prinsip memiliki kemiripan dengan hukum. Namun, cakupan prinsip terbatas,
berbeda dengan hukum yang berlaku pada situasi dan kondisi yang luas.
Contohnya prinsip Archimedes.

c. Fisika Sebagai Sikap
Dari penjelasan mengenai hakikat fisika sebagai proses dan hakikat fisika sebagai
produk, tampak terlihat bahwa penyusunan pengetahuan fisika diawali dengan
kegiatan-kegiatan kreatif seperti pengamatan, pengukuran dan penyelidikan atau
percobaan, yang kesemuanya itu memerlukan proses mental dan sikap yang berasal
dan pemikiran. Jadi dengan pemikirannya orang bertindak dan bersikap, sehingga
akhirnya dapat melakukan kegiatan-kegiatan ilmiah itu. Pemikiran-pemikiran para
ilmuwan yang bergerak dalam bidang fisika itu menggambarkan, rasa ingin tahu
dan rasa penasaran mereka yang besar, diiringi dengan rasa percaya, sikap objektif,
jujur dan terbuka serta mau mendengarkan pendapat orang lain. Sikap-sikap itulah
yang kemudian memaknai hakikat fisika sebagai sikap atau a way of thinking.

2. Besaran dan Satuan
Pola-pola keteraturan alam dihubungkan oleh satu besaran fisika dengan besaran
fisika yang lain. Besaran adalah sesuatu yang dapat diukur, dihitung, memiliki nilai
dan satuan. Pengukuran adalah kegiatan membandingkan nilai suatu besaran
dengan besaran sejenis dalam suatu satuan. Satuan adalah suatu pembanding yang
telah disepakati untuk membandingkan suatu besaran dengan besaran lain yang
sejenis dalam berbagai pengukuran.

a. Besaran Pokok dan Besaran Turunan
Menurut cara menentukan satuannya, terdapat dua jenis besaran, yaitu besaran
pokok dan besaran turunan. Besaran pokok adalah besaran yang satuannya telah
didefinisikan terlebih dahulu dan tidak diturunkan dari besaran yang lain (Zaelani,
2006:11). Dalam konferensi IV pada tahun 1971 mengenai ukuran dan timbangan
telah ditetapkan tujuh besaran pokok yang dapat dilihat pada
Tabel 1 dan terdapat dua besaran tambahan, yaitu sudut datar dengan satuan radian
(rad) dan sudut ruang dengan satuan steradian (sr).
6

Tabel 1. Tujuh Besaran Pokok
No Besaran Pokok
Satuan dalam SI
Nama Singkatan
1 Panjang meter m
2 Massa kilogram kg
3 Waktu detik (sekon) s
4 Kuat arus listrik ampere A
5 Suhu kelvin K
6 Intensitas cahaya kandela cd
7 Jumlah zat mol mol

Besaran turunan merupakan besaran yang terbentuk dari beberapa besaran pokok.
Satuan dari besaran turunan bergantung pada satuan besaran pokok pembentuknya.
Beberapa contoh dari besaran pokok adalah luas, volume, massa jenis, dan
kecepatan. Misalkan, suatu kubus memiliki panjang rusuk 1 m, maka volume suatu
kubus tersebut adalah 1 m 1 m 1 m = 1 m
3
. Massa jenis didefinisikan sebagai
massa per satuan volume. Jika kubus tersebut memiliki massa 0,2 kg, maka massa
jenis dari kubus itu adalah (0,2 kg)/(1 m
3
) = 0,2 kg/m
3
. Beberapa contoh besaran
turunan dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2. Beberapa Besaran Turunan
No Besaran Turunan Satuan Singkatan
1 Luas meter persegi m
2
2 Volume meter kubik m
3
3 Massa Jenis kilogram per meter kubik kg m
3
4 Kecepatan meter per sekon m s
1
5 Percepatan meter per sekon kuadrat m s
2

6 Gaya Newton N (kg m s
2
)
7 Usaha Joule J (kg m
2
s
2
)


7

b. Sistem Internasional
Di dunia ini banyak sekali satuan yang digunakan untuk satu besaran yang sejenis.
Seorang yang berasal dari luar daerah Jawa Barat mungkin akan kebingungan
ketika sedang membicarakan luas suatu kebun dengan orang Sunda yang
mengatakan luas kebun itu 20 bata. Penggunaan berbagai satuan akan
menimbulkan berbagai masalah. Maka, dalam memublikasikan hasil temuannya,
para ilmuwan harus memenuhi suatu aturan yang telah disepakati. Kesepakatan
tersebut disebut standar. Pada tahun 1790 di Prancis telah disepakati suatu standar
sistem satuan yang berlaku menyeluruh di Eropa saat itu dengan mendefinisikan
standar panjang dalam meter. Sistem ini dikenal sebagai sistem metrik. Satuan
sistem internasional untuk besaran pokok telah ditunjukkan pada Tabel 1. Sebelum
sistem metrik telah ada sistem satuan yang telah digunakan di Inggris yang disebut
sistem Inggris (UK). Sistem ini dikenal sebagai foot, pound, dan second atau
disingkat FPS.
Untuk menyatakan hasil pengukuran yang sangat besar atau angan kecil dalam SI,
dapat digunakan suatu awalan pada sistem besaran pokok. Beberapa awalan yang
dapat digunakan terdapat pada Tabel 3 berikut.
Tabel 3. Awalan-Awalan Metrik (SI)
Awalan Singkatan Nilai Awalan Singkatan Nilai
yotta- Y

10
24
desi- d 10
1

zetta- Z 10
21
senti- c 10
2

eksa- E 10
18
mili- m 10
3

peta- P 10
15
mikro- 10
6

tera- T 10
12
nano- n 10
9

giga- G 10
9
piko- p 10
12

mega- M 10
6
femto- f 10
15

kilo- k 10
3
atto- a 10
18

hekto- h 10
2
zepto- z 10
21

deka- da 10
1
yoko- y 10
24

Sumber: Kajian Konsep Fisika untuk kelas X SMA/MA, 2012
8

Satuan standar pada tiap besaran telah diatur dan disepakati yang dapat digunakan
secara luas di seluruh belahan dunia. Standar satuan tersebut terdapat pada Tabel 4
berikut.
Tabel 4. Standar Besaran-Besaran Pokok
Besaran Satuan Simbol Definisi
Panjang meter m Satu meter didefinisikan sebagai panjang
lintasan yang ditempuh oleh cahaya
dalam ruang hampa selama selang waktu
1
299.792.458
sekon.
Massa kilogram kg Satu kilogram sama dengan massa
sebuah silinder pejal yang terbuat dari
campuran platina-iridium yang disimpan
di The International Bureau of Weights
Ana Measures Svres, Prancis.
Waktu sekon s Satu sekon adalah 9.192.631.770 kali
periode gelombang elektromagnetik
yang dipancarkan karena transisi antara
dua aras hiperhalus pada keadaan dasar
atom cesium.
Arus
listrik
ampere A Satu ampere didefinisikan sebagai besar
kuat arus yang apabila dialirkan pada
masing-masing kawat dari dua kawat
sejajar akan menimbulkan gaya sebesar
2 10
7
newton di antara kedua kawat
itu untuk setiap meter panjang kawat
berdiameter sangat kecil dan panjangnya
tak berhingga. Kawat itu terpisah oleh
jarah 1 meter dalam ruang hampa.
9

Suhu kelvin K Titik beku air pada tekanan satu atmosfer
ditetapkan 273,15 K dan titik didih air
373,15 K.
Jumlah
zat
mol mol Satu mol suatu zat terdiri dari 6,02
10
23
buah partikel yang nilainya sama
dengan bilangan Avogadro.
Intensitas
cahaya
kandela cd Satu kandela didefinisikan sebagai
intensitas cahaya monokromatik atau
radiasi elektromagnetik yang
dipancarkan oleh suatu sumber pada
frekuensi tertentu (540 terahertz atau
5,4 10
14
hertz) dengan intensitas
radiasi sebesar 1,46 10
3
W/sr dalam
arah pancaran tersebut.
Sumber: Kajian Konsep Fisika untuk kelas X SMA/MA, 2012
c. Besaran Ekstensif dan Besaran Intensif
Jika dua ratus mililiter air bersuhu sepuluh derajat celcius di masukan ke dalam
sebuah gelas yang sudah terisi lima ulu mililiter air sirup bersuhu dua puluh lima
derajat celcius. Maka volume total dari campuran tersebut adalah 200 ml +
50 ml = 250 ml. Namun, jika diukur suhu campuran tersebut tidak sama dengan
10
0
C +25
0
C.
Dari contoh kejadian di atas, volume termasuk ke dalam kelompok besaran yang
dapat dijumlahkan dari bagian-bagiannya atau disebut dengan besaran ekstensif.
Sedangkan suhu termasuk ke dalam besaran yang tidak tergantung pada suhu
bagian penyusunnya. Besaran yang tidak tergantung pada penjumlahan
penambahan besar bagian-bagian penyusunnya disebut dengan besaran intensif
d. Besaran Skalar dan Besaran Vektor
Menurut ada atau tidak adanya arah, besaran dibagi menjadi dua, yaitu besaran
skalar dan besaran vektor. Besaran skalar adalah besaran yang hanya memiliki
10

besar dan tidak memiliki arah. Contohnya adalah massa, waktu, kelajuan, dan
kelajuan.
Suatu besaran disebut besaran vektor apabila besaran itu mempunyai besar dan
arah. Contoh dari besaran vektor di antaranya, kecepatan, percepatan, gaya, dan
momentum. Besaran skalar dan besaran vektor dibahas lebih lanjut pada materi
analisis vektor.
e. Analisis Dimensi
Dimensi diartikan sebagai cara untuk menyusun suatu besaran dengan
menggunakan huruf atau lambang tertentu yang ditempatkan dalam kurung siku.
Setiap besaran fisika hanya mempunyai satu dimensi. Contohnya panjang, lebar,
kedalaman, dan ketinggian merupakan besaran yang sama yaitu besaran panjang.
Besaran-besaran tersebut dikatakan memiliki dimensi panjang. Dimensi untuk
besaran turunan terdapat pada Tabel 5 berikut.
Tabel 5. Lambang Dimensi Besaran Pokok
No Besaran Pokok Dimensi
1 Panjang [L]
2 Massa [M]
3 Waktu [T]
4 Kuat arus listrik [I]
5 Suhu []
6 Intensitas cahaya [J]
7 Jumlah zat [N]

Dimensi untuk besaran turunan diperoleh dari besaran pokok penyusunnya. Oleh
karena itu, dimensi bermanfaat untuk mengingat suatu persamaan-persamaan
fisika. Dimensi juga berguna untuk menguji apakah suatu persamaan dari besaran
turunan yang dibentuk oleh besaran penyusunnya sudah tepat ataukah belum.
11

Penentuan dimensi dari besaran turunan dapat dilakukan dengan cara mengetahui
satuan dari besaran turunan tersebut. Misalnya satuan dari suatu besaran turunan
adalah m
2
kg s
2
maka dimensi besaran tersebut adalah [L]
2
[M][T]
2
.
3. Pengukuran
a. Alat ukur
Fisika adalah ilmu pengetahuan yang didasarkan atas pengamatan percobaan.
Pengamatan merupakan pengkajian suatu gejala secara teliti, kritis, dengan cara
mencatat dan menganalisis berbagai faktor yang memengaruhi gejala tersebut.
Pengamatan suatu gejala pada umumnya belum lengkap jika tidak memberikan
informasi secara kuantitatif berupa angka-angka. Menurut pendapat Lord Kevin
(1824-1907), yang mengatakan bahwa pengetahuan kita baru memuaskan bila kita
mampu menyatakannya dengan angka. Untuk memperoleh informasi kuantitatif
diperlukan pengukuran. Sekarang kita akan membahas tentang alat ukur dan cara
menggunakannya.
1) Mistar
Perhatikan gores-gores panjang dan gores-gores
pendek pada mistar Anda. Berapakah jarak
antara dua gores panjang yang berdekatan ?
Berapa jarak antar dua gores yang berdekatan ?
Jarak antara dua gores pendek berdekatan pada mistar yang biasa Anda gunakan
adalah 1 mm atau 0,1 cm. Nilai ini menyatakan skala terkecil mistar. Bagaimana
dengan ketelitian atau ketidakpastian mistar ? Ketelitian mistar adalah setengah dari
skala terkecilnya. Jadi, ketelitian atau ketidakpastian mistar adalah 0,5 mm atau
0,05 cm.

12

2) Jangka Sorong
Jangka Sorong umumnya digunakan untuk
mengukur diameter benda, misalnya diameter
cincin atau diameter kelereng. Jangka sorong
dapat digunakan untuk mengukur diameter
dalam dan diameter luar dari sebuah benda, juga dapat digunakan untuk mengukur
kedalaman dari suatu benda yang kecil. Jangka sorong terdiri atas dua bagian yaitu
rahang tetap dan rahang geser. Jangka sorong juga terdiri dari dua skala yaitu skala
utama dan skala nonius. Sepuluh skala utama memiliki panjang 1 cm sedangkan
sedangkan 10 skala nonius memiliki panjang 0,9 cm. Jadi, beda satu skala nonius
dengan satu skala utama adalah 0,1 cm 0,09 cm = 0,01 cm atau 0,1 mm. Jadi,
skala terkecil jangka sorong adalah 0,1 mm atau 0,01 cm. Bagaimana dengan
ketelitian atau ketidakpastian jangka sorong ? Ketelitian jangka sorong adalah
setengah dari skala terkecilnya. Jadi ketelitian jangka sorong adalah 0,5 mm atau
0,005 cm.


Dengan ketelitian 0,005 cm, maka jangka sorong dapat Anda gunakan untuk
mengukur diameter kelereng atau tebal dari keping logam dengan lebih teliti dan
akurat.

Untuk mengukur diameter dalam
Rahang tetap
Rahang geser
Skala nonius
Skala utama
Untuk mengukur diameter luar
13

3) Mikrometer Sekrup
Skala utama tertera pada
selubung dan skala
nonius tertera pada
selubung luar. Jika
selubung luar Anda putar
lengkap 1 kali maka
rahang geser dan juga
selubung luar maju atau mundur 0,5 mm. Karena selubung luar memiliki 50 skala,
maka 1 skala pada selubung luar sama dengan jarak maju atau mundur rahang geser
sejauh 0,5 mm/50 = 0,01 mm. Jadi skala terkecil dari mikrometer sekrup adalah
0,01 mm atau 0,001 cm. Bagaimana dengan ketelitian atau ketidakpastian
mikrometer sekrup ? Ketelitian mikrometer sekrup adalah 0,005 mm atau 0,0005
cm.
Dengan ketelitian 0,0005 cm, mikrometer sekrup dapat Anda gunakan untuk
mengukur tebal kertas atau diameter kawat tipis dengan teliti.
b. Ketidakpastian pada Pengukuran
1) Kesalahan
Dalam pengukuran suatu besaran selalu ada kesalahan. Baik yang dilakukan Anda
maupun alat ukur. Dengan kata lain, Anda tidak mungkin memperoleh hasil yang
benar-benar xo, melainkan selalu terdapat ketidakpastian. Kesalahan/ eror adalah
penyimpangan nilai yang diukur diukur dari nilai besar xo. Ada tiga macam
kesalahan yaitu kesalahan umum, kesalahan acak dan kesalahan sistematis.
Kesalahan Umum disebabkan oleh keterbatasan pengamat, di antaranya karena
kurang terampil memakai alat ukur, terutama alat ukur yang memiliki banyak
komponen yang harus diatur.
Kesalahan Acak disebabkan adanya fluktuasi-fluktuasi yang halus pada kondisi-
kondisi pengukuran. Fluktuasi-fluktuasi lalu dapat disebabkan oleh gerak brown
molekul udara,fluktuasi tegangan listrik PLN atau baterai, landasan yang bergetar,
14

dan bising. Kesalahan acak menghasilkan simpangan yang tidak dapat diprediksi
terhadap besar xo, sehingga tiap bacaan memiliki peluang untuk berada di atas atau
di bawah nilai benar. Kesalahan acak tidak dapat dihilangkan tetapi dapat dikurangi
dengan mengambil rata-rata dari semua bacaan hasil pengukuran. Ketika
sekumpulan bacaan memiliki kesalahan acak kecil, yaitu bacaan-bacaan ini
dipencar dekat dengan nilai rata-rata, maka pengukuran dikatakan tepat.
Sebaliknya, jika bacaan memiliki kesalahan acak besar, yaitu bacaan-bacaan
dipencar jauh dari nilai rata-rata maka pengukuran dikatakan tidak tepat.
Kesalahan Sistematis menyebabkan kumpulan acak bacaan hasil ukur didistribusi
secara konsisten di sekitar nilai rata-rata yang cukup berbeda dengan nilai
sebenarnya.
2) Melaporkan Hasil Pengukuran ( Pengaplikasian angka penting )
Dengan melakukan pengukuran suatu besaran secara langsung, misalnya mengukur
panjang pensil dengan mistar atau diameter kelereng dengan mikrometer sekrup,
Anda tidak mungkin memperoleh nilai benar xo. Bagaimana Anda melaporkan
hasil pengukuran suatu besaran ?
Hasil pengukuran suatu besaran dilaporkan sebagai
x =xo
dengan x adalah nilai pendekatan terhadap nilai benar xo dan adalah
ketidakpastiannya
Bagaimana menentukan nilai benar xo dan ketidakpastian ? Ini bergantung pada
cara Anda melakukan pengukuran, apakah dengan pengukuran tunggal atau
pengukuran berulang.

15

a) Pengukuran tunggal
Pengukuran tunggal adalah pengukuran yang dilakukan satu kali saja. Adapun
ketidakpastian pada pengukuran tunggal ditetapkan sama dengan setengah skala
terkecil.
=

skala terkecil
(1) Pengukuran tunggal dengan mistar
Telah Anda ketahui, ketidakpastian mistar adalah =0,05 cm atau 0,5 mm.
Misalkan Anda mengukur panjang suatu benda dengan mistar, bagaimana cara
menyatakannya ?

Jika Anda perhatikan secara seksama, ujung benda tidak berada tepat pada tanda
2,5. Berapa lebihnya dan berapa pula kurangnya ? Karena =0,05 cm adalah dua
desimal, maka x pun harus dilaporkan dalam dua desimal. Dengan kata lain, x harus
Anda laporkan dalam 3 angka. Angka ke-3 harus Anda taksir, tetapi taksiran hanya
boleh 0 atau 5. Karena ujung bendanya lebih sedikit dari garis 2,5 cm, maka taksiran
angka ke-3 adalah 5. Jadi, pengukuran mistar Anda laporkan sebagai panjang
L = xo
L = ( 2,55 0,05 )cm
Apa arti dari pengukuran diatas ?
Artinya, kita tahu nilai benar xo. Akan tetapi, setelah diukur satu kali maka xo berada
disekitar 2,55 cm, yaitu antara 2,50 ( 2,55 0,05 ) cm atau 2,30 ( 2,55 + 0,05 ).

16

(2) Pengukuran tunggal dengan jangka sorong

Telah Anda ketahui, ketidakpastian dari jangka sorong adalah =0,005 cm atau
0,05 mm. Lalu bagaimana Anda menyatakan hasil pengukurannya?
Perhatikan angka pada skala utama yang berdekatan dengan angka nol pada skala
nonius (dari sebelah kiri). Pada gambar di atas angka yang berdekatan adalah 2,9.
Perhatikan garis skala nonius yang tepat berimpit (dalam satu garis lurus) dengan
garis pada skala utama. Pada gambar di atas garis tersebut berada pada titik ke-5
sehingga
xo = 2,9 + (5 x 0,01) cm = 2,95 cm
Karena = 0,005 cm (tiga desimal), maka xo harus dinyatakan dalam 3 desimal.
Tidak seperti mistar, pda jangka sorong yang memiliki skala nonius Anda tidak
pernah menaksir angka ke-4, akan tetapi cukup beri angka 0,sehingga x=2,950 cm.
Jadi hasil pengukuran jangka sorong Anda nyatakan sebagai
L = xo
L = (2,950 0,005) cm
Perhatikan, banyak desimal hasil pengukuran harus sama dengan banyak desimal
ketidakpastiannya. Karena itu, panjang ditulis (2,950 0,005) cm dan bukan (2,95
0,005) cm

17

(3) Pengukuran tunggal dengan Mikrometer Sekrup
Telah Anda ketahui, ketidakpastian dari jangka sorong adalah =0,0005 cm atau
0,005 mm. Lalu bagaimana Anda menyatakan hasil pengukurannya?
Perhatikan garis skala utama yang terdekat dengan tepi selubung luar. Pada gambar
di atas garis skala utama adalah 13,5 mm
Perhatikan garis mendatar pada selubung luar yang berimpit dengan garis mendatar
pada skala utama. Pada gambar di atas, garis mendatar tersebut adalah garis ke 17
Karena = 0,005 mm (tiga desimal), maka xo sebaiknya dinyatakan dalam tiga
desimal. Karena kita tidak perlu menaksir, maka angka ke-4 adalah 0, sehingga xo
= 13,670 mm. Jadi hasil pengukuran dengan mikrometer sekrup kita laporkan
sebagai
t = xo
t = (13,670 0,005) mm
b) Pengukuran Berulang
Pengukuran tunggal kadang terpaksa dilakukan karena peristiwa yang diukur tidak
dapat diulang, misalnya pengukuran kecepatan komet dan lama gerhana matahari
total. Pengukuran tunggal untuk besaran panjang masih bisa Anda lakukan untuk
benda-benda yang panjangnya hampir tidak berubah, misalnya panjang pensil baru.
Tetapi untuk mengukur diameter kelereng, pengukuran tunggal tidak teliti. Ini
karena mengukur diameter dengan sisi-sisi berbeda biasanya memberikan hasil
yang berbeda. Jadi, apabila dimungkinkan suatu percobaan, hendaknya dilakukan
18

melalui pengukuran berulang (lebih dari satu kali), misalnya 5 atau 10 kali. Nilai
benar xo dapat didekati dengan nilai rata-rata
Misalnya, suatu besaran fisika diukur N kali pada kondisi yang sama, dan diperoleh
hasil-hasil pengukuran x1, x2,x3, ..., xN (disebut sebagai sampel). Nilai rata-rata
sampel
Didefinisikan sebagai
=

1+

2+

3++


Berdasarkan analisis statistik ternyata nilai terbaik sebagai nilai xo adalah nilai rata-
rata
Bagaimana dengan ketidakpastian x ? Ketidakpastian x dapat dinyatakan oleh
simpangan baku nilai rata-rata sampel.

=
1

2
(

)
2
1

Berapa banyak angka yang dapat dilaporkan dalam percobaan berulang ? Banyak
angka yang dapat dilaporkan dalam percobaan berulang dapat mengikuti aturan
berikut
Ketidakpastian relatif sekitar 10% berhak atas 2 angka
Ketidakpastian relatif sekitar 1% berhak atas 3 angka
Ketidakpastian relatif sekitar 0,1% berhak atas 4 angka

Ketidakpastian relatif dapat dihitung dengan persamaan berikut
Ketidakpastian relatif =

x 100%

19

c. Melaporkan Hasil Pengukuran
1) Notasi Ilmiah
Pengukuran dalam fisika terbentang mulai dari ukuran partikel yang sangat kecil,
seperti massa elektron, sampai dengan ukuran yang sangat besar, seperti massa
Bumi. Penulisan hasil pengukuran massa sangat kecil maupun sangat besar ini
memerlukan tempat yang lebar dan sering salah dalam penulisannya. Untuk
memudahkan dalam penulisannya, digunakan notasi ilmiah.
Dalam notasi ilmiah, hasil pengukuran dinyatakan sebagai a, ... x 10
n
Dengan a adalah bilangan asli mulai dari 1 sampai dengan 9, dan n disebut sebagai
eksponen dan merupakan bilangan bulat.
Untuk menuliskan bilangan dengan notasi ilmiah, digunakan aturan sebagai
berikut
a) Pindahkan angka desimal sampai hanya tersisa satu angka di sebelah kiri tanda
desimal tersebut
b) Hitunglah jumlah angka yang dilalui oleh tanda desimal. Jumlah angka ini
menunjukkan nilai n (pangkat dari 10)
Sebagai contoh, dengan notasi ilmiah kita dapat menentukan massa elektron
sebagai berikut
0,000 000 000 000 000 000 000 000 000 000 000 9,11 kg
Geser koma ke kanan melalui 31 angka, sehingga dapat ditulis 9,11 x 10
-31
Dengan bilangan penting = 9,11 dan orde besar = 10
-31
Contoh lainnya kita dapat menentukan massa bumi
6,000 000 000 000 000 000 000 000 kg
Geser koma ke kiri melalui 24 angka, sehingga dapat kita tulis 6 x 10
24

Dengan bilangan penting = 6 dan orde besar = 10
24
.

20

2) Angka Penting
a) Aturan angka penting
Pada pengukuran di dalam Fisika, tentunya akan menghasilkan suatu hasil
pengukuran yang berupa angka, angka dari hasil pengukuran tersebut terdiri dari
angka yang benar-benar terlihat di skala pada alat ukur, ada juga yang merupakan
taksiran karena keterbatasan skala pada alat ukur. Sehingga dapat kita definisikan
bahwa angka penting adalah semua angka yang diperoleh dari hasil pengukuran,
yang terdiri dari angka eksak dan satu angka terakhir yang ditaksir (atau diragukan).
Aturan-aturan tentang angka penting yang dapat kita gunakan untuk menentukan
banyak angka penting pada suatu hasil pengukuran, seperti ditunjukkan pada kotak
berikut ini
Aturan-aturan Angka Penting
1. Semua angka bukan nol adalah angka penting
2. Angka nol yang terletak di antara dua angka bukan nol adalah angka
penting
3. Semua angka nol yang terletak pada deretan akhir dari angka-angka yang
ditulis di belakang koma desimal termasuk angka penting
4. Angka-angka nol yang digunakan hanya untuk tempat titik desimal bukan
angka penting
5. Bilangan-bilangan puluhan, ratusan, ribuan dan seterusnya yang memiliki
angka-angka nol pada deretan akhir harus dituliskan dalam notasi ilmiah
agar jelas apakah angka-angka nol tersebut termasuk angka penting atau
bukan.

Contoh :
(1) 2456 dan 24,56 mempunyai 4 angka penting (berdasarkan aturan nomor 1)
(2) 304 dan 3,04 mempunyai 3 angka penting (berdasarkan aturan nomor 2)
(3) 14,00 dan 27,000 mempunyai 2 angka penting (berdasarkan aturan nomor 3)
21

Bagaimanakah dengan banyak angka penting pada hasil pengukuran yang
dilaporkan sebagai 1300 gram ? Kedua angka nol di kanan angka 3 bisa saja
termasuk angka penting tetapi bisa juga tidak. Atau, bisa saja angka nol tepat di
kanan angka 3 termasuk angka penting sedang angka nol berikutnya bukan angka
penting, melainkan hanya sebagai tempat titik desimal. Untuk menghindari masalah
seperti itu, pengukuran harus dilaporkan dalam notasi ilmiah. Dalam notasi ilmiah,
semua angka yang ditampilkan sebelum orde besar termasuk angka penting.
Dengan demikian 1300 gram ditulis :
1,3 x 10
3
gram, memiliki 2 angka penting, yaitu 1 dan 3
1,30 x 10
3
gram, memiliki 3 angka penting, yaitu 1,3, dan 0
1,300 x 10
3
gram, memiliki 4 angka penting yaitu 1,3,0 dan 0
Anda harus dapat membedakan antara bilangan penting dan bilangan eksak.
Bilangan penting adalah bilangan yang diperoleh dari hasil pengukuran, yang
terdiri dari angka-angka penting yang sudah pasti (terbaca pada alat ukur) dan satu
angka terakhir yang ditaksir atau diragukan. Bilangan eksak adalah bilangan yang
sudah pasti (tidak diragukan nilainya), yang diperoleh dari kegiatan membilang.
Sebagai contoh, ketika Anda membilang (menghitung) banyak telur dalam satu
keranjang, Anda menyatakan bahwa ada 100 butir telur. Bilangan 100 ini adalah
bilangan eksak.
b) Berhitung dengan Angka Penting
Dalam perhitungan kita sering memperoleh jawaban yang memiliki lebih banyak
angka daripada yang telah kita terapkan dalam satu aturan. Karena itu, sangatlah
perlu untuk meniadakan angka-angka tidak penting agar dapat menyatakan jawaban
dengan banyak angka penting yang sesuai. Ketika angka-angka ditiadakan dari
suatu bilangan, nilai dari angka terakhir yang dipertahankan ditentukan dengan
suatu proses yang disebut pembulatan bilangan. Angka penting terakhir yang akan
dipertahankan adalah tetap jika satu angka di sebelah kanannya 4 atau lebih kecil,
dan bertambah satu jika angka di sebelah kanannya 5 atau lebih. Misalnya dalam
angka penting, 75, 648 = 75,6 tetapi 7,562 = 75,7.
22

(1) Aturan penjumlahan dan pengurangan
Angka-angka penting dalam penjumlahan dan pengurangan ditentukan berdasarkan
tempat titik desimal. Misalkan sebuah batang dengan panjang 140 mm ditambahkan
ke batang lain dengan panjang 3,0 m, dan Anda ingin menentukan panjang totalnya
dengan menyamakan satuan ke meter, diperoleh (0,140 m) + (3,0 m) = 3,140 m.
Tetapi kita tidak tahu apa-apa tentang angka-
angka pada titik desimal kedua dan ketiga dari
batang yang panjangnya 3,0**. Dengan demikian,
kita tidak bisa mengetahui penjumlahan teliti
sampai tiga desimal. Karena itu, dapatlah kita
mengerti untuk membulatkan penjumlahan
sampai bilangan yang tempat desimalnya paling
kecil dari semua bilangan yang terlibat dalam penjumlahan: panjang gabungan
batang adalah 3,1 m, baik 3 dan 1 adalah angka-angka penting. Dengan
penjumlahan bersusun ke bawah, tampak 3,1 m diperoleh dari aturan bahwa dalam
penjumlahan dan pengurangan, hasilnya hanya boleh mengandung satu angka
taksiran.

Contoh Soal : Penjumlahan atau Pengurangan Bilangan-bilangan Penting
(a) Jumlahkan 2,74 x 10
4
g dan 5,950 x 10
3
g.
(b) Kurangi 468,39 m dengan 412 m.
Strategi :
Lakukanlah operasi penjumlahan atau pengurangan secara biasa, kemudian
bulatkan hasilnya hingga hanya memiliki satu angka taksiran.
Jawab :
(a) 2,74 x 10
4
g

= 27,4 x 10
3
g 4: angka taksiran
5,950 x 10
3
g = 5,950 x 10
3
g + 0: angka taksiran
33,350 x 10
3
g
Penjumlahan bersusun kebawah
0,140 m
3,0 m
3,140 m
Keterangan : tanda setrip
dibawah angka menyatakan angka
taksiran
23

Sehingga dapat dibulatkan 33,4 x 10
3
g karena hanya boleh mengandung satu angka
taksiran. Dalam notasi ilmiah dituliskan sebagai 3,34 x 10
4
g

(b) 468,39 m 9: angka taksiran
412 m + 2: angka taksiran
56, 39 m = 56 m karena hanya boleh mengandung satu angka taksiran

(2) Aturan perkalian dan penjumlahan
Jika Anda melakukan operasi hitung perkalian atau pembagian yang melibatkan
beberapa bilangan penting, maka hasil akhir hanya boleh mengandung angka
penting sebanyak angka penting dari bilangan yang angka pentingnya paling sedikit
dari semua bilangan penting yang terlibat operasi. Misalnya, Anda mengalikan tiga
bilangan penting : bilangan I memiliki 3 angka penting, bilangan II memiliki 4
angka penting, dan bilangan III memiliki 2 angka penting, maka hasil akhir hanya
boleh memiliki 2 angka penting, yaitu sebanyak bilangan penting III, yang memiliki
angka penting paling sedikit. Sebagai contoh
(a) 0,6283 cm x 2,2 cm = 1,38226 cm
2

(4ap) (2ap) = 1,4 cm
2
(2ap)

(b) 4,554 x 10
5
kg : 3,00 x 10
2
m
3
= 1,518 x 10
5-3
kg/m
3

(4ap) (3ap) = 1,52 x 10
2
kg/m
3

(3ap)
Keterangan : ap adalah singkatan dari angka penting
Bagaimana jika operasi perkalian atau pembagian dilakukan antara bilangan
penting dan bilangan eksak ? Hasil perkalian antara bilangan penting dan bilangan
eksak hanya boleh memiliki angka penting sebanyak angka penting pada bilangan
pentingnya. Misalnya tinggi batu bata 8,95 cm, maka tinggi 25 tumpukkan batu
bata = 25 x 8,95cm = 223,75 cm = 224 cm (ditulis dalam tiga angka penting).
24

I. Referensi
Hermawan, T. (tanpa tahun). RPP Fisika Kurikulum 2013 [pdf]. Tersedia di:
http://www.academia.edu/4563916/RPP_Fisika_SMA_kurikulum_2013
[diakses tanggal 9 September 2014].
Kemendikbud. (2013). Kerangka Dasar dan Struktur Kurikulum Sekolah
Menengah Atas/Madrasah Aliyah [pdf]. Tersedia di:
http://www.ikapidkijakarta.com/ikapiblog/wp-
content/uploads/2013/08/07.-B.-Salinan-Lampiran-Permendikbud-No.-69-
th-2013-ttg-Kurikulum-SMA-MA.pdf [diakses tanggal 8 September 2014].
Kanginan, M. (2007). Fisika, untuk SMA Kelas X. Jakarta: Penerbit Erlangga.
Rosyid, M.F. (2012). Kajian Konsep Fisika, untuk Kelas X SMA dan MA. Jakarta:
PT Tiga Serangkai Pustaka Mandiri.
Staff Site UNY. (tanpa tahun). Hakikat Pembelajaran Fisika [pdf]. Tersedia di:
http://staff.uny.ac.id/sites/default/files/BABDUA_0.pdf
[diakses tanggal 9 September 2014].
Sears dan Zemansky. (2002). Fisika Universitas, Jilid 1 (Terjemaahan). Jakarta:
Penerbit Erlangga.
Zaelani, Ahmad. (2009). Fisika untuk SMA/MA. Bandung: Yrama Widya.

Anda mungkin juga menyukai