KAJIAN PUSTAKA
A. Kajian Teori
Pada bagian ini akan dibahas teori yang mendasari penelitian ini yaitu menjelaskan
definisi, konsep, proposisi dan perspektif dari variabel-variabel penelitian serta landasan
teori variabel lainnya yang relevan dalam masalah penelitian. Pembahasan yang ada akan
menjadi landasan dasar untuk memahami permasalahan yang ada dalam penelitian ini
untuk kemudian digunakan memperjelas masalah yang sedang diteliti, merumuskan
dugaan sementara (hipotesis) dan rujukan bagi peneliti untuk menyusun dan
mengembangkan instrumen yang digunakan dalam penelitian.
1. Pembelajaran Fisika
a. Pengertian Pembelajaran Fisika
Fisika berasal dari kata physics yang berarti ilmu alam, yaitu ilmu yang
mempelajari tentang permasalahan alam secara fisis. Fisika adalah cabang ilmu alam
(natural science) atau lebih dikenal sebagai sains (Rao & Rao, 2019). Sebagaimana
Mundilarto (2010: 4) menjelaskan fisika sebagai ilmu dasar dengan karakteristik
mencakup bangun ilmu yang terdiri atas fakta, konsep, prinsip, hukum, postulat, dan teori
serta metodologi keilmuan. Fisika juga diperoleh berdasarkan sikap ilmiah yang
menghasilkan produk berupa teori, konsep, dan prinsip (Trianto, 2014). Senada yang
dijelaskan Giancoli (2014:2), fisika sebagai cabang sains dasar yang mempelajari
perilaku dan struktur materi. Fisika sebagai cabang ilmu pengetahuan alam yang
menganalisis gejala alam melalui sederetan proses atau langkah ilmiah.
Permendikbud (2018) menyatakan bahwa fisika merupakan sebuah mata pelajaran
yang masih tergolong dalam sains yang bisa membuat keterampilan berpikir analitis,
induktif, dan deduktif menjadi berkembang di dalam proses pemecahan masalah yang
berhubungan dengan fenomena alam secara kuantitatif maupun kualitatif, serta mampu
meningkatkan pengetahuan, keterampilan, dan sikap percaya diri. Dalam Permendikbud
(2018) menyebutkan bahwa dalam fisika terdiri dari beberapa proses yakni:
1) Proses dalam memperoleh informasi secara empiris;
2) Proses penyelidikan yang sistematis dan logis untuk memperoleh informasi; dan
3) Terdapat kombinasi dalam berpikir guna menghimpun informasi valid dan dapat
dipercaya atau dipertanggungjawabkan.
Dari kajian teori diatas, dapat disimpulkan bahwa Pembelajaran Fisika adalah salah
satu mata pelajaran yang termasuk dalam ilmu pengetahuan alam dengan karakteristik
mencakup teori, konsep, dan prinsip yang mempelajari fenomena alam secara fisis serta
diperoleh berdasarkan sikap-sikap ilmiah.
Dari kajian teori diatas, dapat disimpulkan bahwa tujuan pembelajaran fisika
adalah peserta didik memiliki kemampuan memecahkan masalah dalam pembelajaran
fisika secara fleksibel, akurat, efisien dan tepat, memahami konsep dan prinsip fisika,
menjelaskan hubungan antar konsep atau prinsip, dan menerapkan konsep atau prinsip
algoritma fisika, mengembangkan kemampuan penalaran dan kemampuan analisis
induktif dan deduktif serta membentuk sikap positif terhadap fisika dan sikap-sikap
ilmiah dalam pembelajaran fisika.
2. E-book Fisika
a. Definisi E-book Fisika
Electronic Book (E-Book) adalah bentuk alih dari buku cetak ke dalam bentuk buku
elektronik. E-book termasuk ke dalam kategori media digital atau media elektronik.
Menurut Kumar, Agarwal, Lijhara, & Tapkir (2009:125) menyatakan:
“E-book can be defined as a text in digital form, a book converted into digital form,
digital reading material, a book in a computer file format, an electronic file of words
and images to be displayed on a desktop/notebook/dedicated portable device, or read
on all types of computer or formatted for display on e-book readers.”
Dalam penjelasan Kumar, el al. mengungkapkan bahwa e-book adalah sebagai teks dalam
bentuk digital, sebuah buku yang dikonversi menjadi bentuk digital, bahan bacaan digital,
buku dalam format file komputer yang ditampilkan pada perangkat portable dan sistem
perangkat lunak dan menampilkan informasi berupa teks dalam jumlah besar kepada
pengguna.
E-book merupakan susunan bahan ajar yang memuat langkah-langkah belajar
secara terpadu, sistematis, dan terperinci untuk mencapai tujuan pembelajaran (Daryanto
& Dwicahyo, 2014: 179). E-book memiliki tampilan gambar berwarna, animasi, simulasi,
audio, dan video (Buckingham, 2013: 4). Pendapat senada disebutkan Haritz (2013:3),
bahwa e-book merupakan sebuah buku publikasi yang terdiri dari teks, gambar, maupun
suara dan dipublikasikan dalam bentuk digital yang dapat dibaca di komputer maupun
perangkat elektronik lain. Buku digital atau e-book juga merupakan media pembelajaran
untuk menyampaikan pesan atau informasi pembelajaran dalam bentuk digital yang
menyajikan teks, gambar atau keduanya, serta dipublikasikan melalui komputer ataupun
perangkat mobile (Amalia & Kustijono, 2019). Sejalan dengan itu lebih lanjut
Letchumanan dan Tarmizi (2011) menambahkan bahwa e-book merujuk pada
representasi digital dari materi cetak yang disajikan melalui perangkat elektronik atau
media seperti komputer pribadi, notebook, pembaca e-book, personal digital assistant
(PDA), smartphone, dan iPad.
E-book diartikan sebagai salah satu sumber belajar interaktif, dimana informasi
dapat disajikan secara lebih menarik dan beragam dalam bentuk kombinasi antara teks,
gambar, animasi, suara maupun video (Khoiriah & Kholiq, 2020). Diungkapkan oleh
Poon (2014) bahwa isi e-book mencakup salinan elektronik dari materi buku cetak,
penelitian, jurnal dan majalah. Herther (2005) juga menerangkan bahwa:
E-books are similar to printed books, only the medium is different. To some, an “e-
book” means any type of digitized material that was previously available in print
format (e.g. books and reference materials). In the e-book industry, the term implies
to the use of devices designed to distribute and allow for the “reading” of largely
copyrighted, digitized books.
Kutipan tersebut menyatakan e-book hampir sama dengan buku cetak, hanya saja
medianya berbeda. E-book merupakan semua jenis digital yang sebelumnya tersedia
dalam format cetak ((mis. buku dan bahan referensi). Di dunia industri istilah e-book
berarti penggunaan perangkat yang dirancang untuk mendistribusikan dan
memungkinkan untuk “membaca” buku-buku yang memiliki hak cipta digital.
Dari kajian teori diatas, dapat disimpulkan bahwa E-book Fisika adalah Buku
dalam bentuk digital yang ditampilkan pada perangkat portable atau perangkat lunak
komputer dan perangkat mobile yang berisikan materi fisika serta memuat langkah-
langkah belajar secara terpadu, sistematis, dan terperinci untuk mencapai tujuan
pembelajaran fisika
Dari kajian teori diatas, dapat disimpulkan bahwa Karakteristik E-book Fisika
adalah: 1) Self- instructional, yaitu e-book dapat membuat peserta didik belajar secara
mandiri; 2) Self-contained, yaitu e-book berisi materi yang lengkap dan utuh; 3) Stand
Alone, yaitu e-book tidak tergantung dengan bahan ajar yang lain dalam penggunaannya;
4) Adaptive, yaitu e-book mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi; 5)
User Friendly, yaitu instruksi atau komponen navigasi memudahkan pengguna dalam
mengakses e-book.
Berdasarkan kajian teori di atas, dapat disimpulkan bahwa model Project Based
Learning (PjBL) adalah model pembelajaran yang menggunakan proyek dari masalah-
masalah dunia nyata sebagai inti pembelajaran melalui proses penyelidikan terstruktur
yang kompleks dan sistematis, pertanyaan otentik dan rancangan produk serta penugasan
dengan cara bekerja sama dalam kelompok kecil secara kolaboratif.
Hasil studi Tippelt & Amoros (2003: 19) menjabarkan 9 kelebihan model Project
Based Learning (PjBL) antara lain:
1) Peserta didik diberikan keleluasaan untuk memutuskan, melakukan tindakan, dan
melakukan sesuatu yang dapat mengembangkan kemampuan mereka,
2) Meningkatkan motivasi peserta didik,
3) Pembelajaran bersifat fleksibel,
4) Meningkatkan keterampilan dan pengetahuan peserta didik,
5) Mengembangkan sikap percaya diri dan menjadikan peserta didik sebagai inisiator,
6) Terintegrasi multidisiplin ilmu dan kompetensi (pengetahuan, keterampilan dan
sikap),
7) Meningkatkan keterampilan induktif peserta didik, melibatkan kemampuan peserta
didik dalam menyelesaikan masalah,
8) Meningkatkan sikap toleransi dan kolaborasi.
Daryanto dan Raharjo (2012: 162) juga mengungkapkan kelebihan model
pembelajaran Project Based Learning (PjBL) sebagai berikut:
1) Meningkatkan motivasi belajar peserta didik, mendorong kemampuan mereka untuk
melakukan pekerjaan penting, dan penghargaan diri.
2) Meningkatkan kemampuan pemecahan masalah.
3) Membuat peserta didik menjadi lebih aktif dan berhasil memecahkan masalah-
masalah kompleks.
4) Meningkatkan kolaborasi.
5) Mendorong peserta didik untuk mengembangkan dan mempraktikkan keterampilan
komunikasi.
6) Meningkatkan keterampilan peserta didik dalam mengelola sumber.
7) Memberikan pengalaman pembelajaran kepada peserta didik dan praktik dalam
mengorganisasi proyek, membuat alokasi waktu serta sumber-sumber lain seperti
perlengkapan untuk menyelesaikan tugas.
8) Menyediakan pengalaman belajar yang melibatkan peserta didik secara kompleks dan
dirancang untuk berkembang sesuai dengan dunia nyata.
9) Membuat suasana belajar menjadi menyenangkan, sehingga peserta didik maupun
pendidik menikmati proses pembelajaran
Wrigley (1998) dalam studinya menyimpulkan bahwa:
We all await research that can capture the many dimensions of learning that
project-based learning addresses: gaining meaning from reading authentic
materials; writing for an audience; communicating with others outside of the
classroom; working as part of a team, and giving voice to one's opinions and
ideas, using literacy to affect change. In the meantime, we may have to take the
project-based learning on faith and see it as a promising approach that are acts
much of what we know about the way adults learn.
Kutipan tersebut menjelaskan penerapan Project Based Learning (PjBL) telah
menunjukan bahwa peserta didik mengalami proses pembelajaran yang bermakna, yaitu
pembelajaran yang dikembangkan berdasarkan paham konstruktivisme. Peserta didik
diberi kesempatan untuk menggali sendiri informasi melalui membaca berbagai buku
secara langsung, membuat presentasi, mengkomunikasikan hasil, bekerja dalam
kelompok, memberikan saran atau gagasan dan berbagai aktivitas belajar lainnya.
Namun, model pembelajaran Project Based Learning (PjBL) ini juga memiliki
kelemahan yang disebutkan Daryanto & Raharjo (2012: 162), yaitu:
1) Memerlukan banyak waktu untuk menyelesaikan masalah.
2) Membutuhkan biaya yang cukup banyak.
3) Banyak pengajar yang merasa nyaman dengan kelas konvensional, dimana pengajar
memegang peran utama dikelas.
4) Banyaknya peralatan yang harus disediakan.
5) Peserta didik yang memiliki kelemahan dalam percobaan dan pengumpulan informasi
akan mengalami kesulitan.
6) Ada kemungkinan peserta didik yang kurang aktif dalam bekerja kelompok.
7) Ketika topik yang diberikan kepada masing-masing kelompok berbeda, dikhawatirkan
peserta didik tidak bisa memahami topik secara keseluruhan
Pendapat yang senada diungkapkan Abidin (2013) dalam risetnya terhadap
kelemahan dari model pembelajaran Project Based Learning (PjBL) antara lain sebagai
berikut:
1) Model PjBL memerlukan banyak waktu dan biaya,
2) Banyak media dan sumber belajar yang digunakan
3) Memerlukan guru dan peserta didik yang sama-sama siap belajar dan berkembang
4) Dikhawatirkan peserta didik hanya menguasai satu topik tertentu
yang dikerjakan.
Dalam pembelajaran berbasis inquiry, peserta didik terlibat dalam kegiatan langsung
yang memungkinkan mereka menemukan konsep-konsep baru dan mengembangkan
pemahaman baru.
4) Focus on problem
Mencakup penggunaan masalah dunia nyata terkait dengan konteks yang menarik dan
memotivasi peserta didik.
5) Teamwork
Teamwork mencakup kerja tim dan kolaborasi yang tidak hanya menekankan
pentingnya merangsang keterampilan kerja tim, tetapi juga mengembangkan
keterampilan komunikasi.
Syukri et al. (2013: 109) menjelaskan pembelajaran STEM memiliki lima tahapan
dalam pelaksanaannya pembelajaran yaitu observe, new idea, innovation, creativity, dan
society yang dijelaskan lebih lanjut sebagai berikut.
1) Pengamatan (observe), dalam tahap ini peserta didik dimotivasi untuk melakukan
pengamatan terhadap berbagai fenomena/isu yang terdapat dalam lingkungan
kehidupan sehari-hari yang memiliki kaitan dengan konsep mata pelajaran yang
diajarkan.
2) Ide baru (New Idea), dalam tahap ini peserta didik mengamati dan mencari informasi
tambahan mengenai berbagai fenomena atau isu yang berhubungan dengan topik mata
pelajaran yang dibahas, selanjutnya peserta didik merancang ide baru. Peserta didik
diminta mencari ide baru dari informasi yang sudah ada dan memerlukan ketrampilan
menganalisis dan berfikir keras.
3) Inovasi (Innovation), langkah inovasi peserta didik diminta untuk menguraikan hal-hal
yang telah dirancang dalam langkah merencanakan ide baru yang dapat diaplikasikan
dalam sebuah alat.
4) Kreasi (Creativity), dalam langkah ini merupakan pelaksanaan dari hasil pada langkah
ide baru.
5) Nilai (society) merupakan langkah terakhir yang dilakukan peserta didik yang
dimaksud adalah nilai yang dimiliki oleh ide yang dihasilkan peserta didik bagi
kehidupan sosial yang sebenarnya.
Adapun langkah-langkah pelaksanaan pembelajaran dengan pendekatan STEM
yang disebutkan oleh Bybee (2013) adalah sebagai berikut:
1) Asking question and defining problem
Pada tahap ini peserta didik diminta untuk melakukan proses mengamati fenomena
yang terjadi di lingkungan sekitar dan diminta untu merumuskan pertanyaan dan
didukung agar termotivasi dalam memecahkan permasalahan dan mengklarifikasinya.
2) Developing and using models
Pada tahap ini peserta didik diminta untuk mengembangkan dan menggunakan contoh
atau model untuk memperoleh informasi lebih lanjut.
3) Planning and carrying out investigations
Pada tahap ini peserta didik diminta untuk menyusun dan melakukan proses
penyelidikan untuk memperoleh data dan informasi yang ilmiah.
4) Analyzing and interpreting data
Peserta didik diminta untuk menganalisis dan menafsirkan data yang telah didapatkan
setelah melakukan penyelidikan.
5) Using mathematics and computational thinking
Pada tahap ini peserta didik diminta untuk berpikir menggunakan kemampuan berpikir
matematis dan komputasi terhadap data yang dianalisis.
6) Contucting explanations and designing solutions
Pada tahap ini peserta didik membangun informasi agar dapat menjelaskan
permasalahan yang dihadapi kemudian merancang soludi baru.
7) Engaging in argument from evidence
Pada tahap ini peserta didik melakukan argumentasi dan memberikan bukti dalam
meberikan solusi permasalahan serta mempertahankannya.
8) Obtaining, evaluating, and communicating information
Pada tahap ini peserta didik mendapatkan informasi dan mengevaluasinya kemudian
dilakukan proses pengkomunikasian.
2) Menerjemahkan dan menjelaskan arti simbol, tabel, diagram, gambar, grafik dan
kalimat fisika;
3) Memahami dan menerapkan ide-ide fisika;
4) Melakukan ekstrapolasi (estimasi).
Tingkat pencapaian kompetensi sains dalam PISA menunjukkan kemampuan
konseptual sampai pada level 6 yang merupakan tingkat pencapaian yang paling tinggi.
PISA menjelaskan bahwa pada level ini, siswa dapat membuat konsep dan
menggeneralisasi dalam situasi kompleks dengan menggunakan informasi berdasarkan
pemodelan dan pembelajaran, mereka dapat secara fleksibel menghubungkan berbagai
sumber informasi dan melakukan transformasi (OECD, 2019:92). Berdasarkan survei
kualitas pendidikan yang dilakukan PISA tahun 2018, Indonesia termasuk dalam sepuluh
besar dari bawah untuk kategori kompetensi sains. Indonesia menempati urutan ke-74
atau peringkat keenam dari bawah dengan nilai rata-rata diperoleh skor 396, lebih rendah
dibanding rata-rata skor OECD yaitu sebesar 489 pada negara-negara peserta. Dalam
survei PISA, indikator kognitif yang dievaluasi adalah kemampuan pemahaman konsep
pada penilaian fisika (OECD, 2019:18). Berdasarkan data tersebut, rata-rata kemampuan
sains peserta didik pada tahap kemampuan mengenal fakta dasar, tetapi belum mampu
mengkomunikasikan dan mengaitkan kemampuan itu dengan berbagai topik sains,
apalagi menerapkan konsep-konsep yang kompleks dan abstrak.
Selain itu, beberapa studi sebelumnya ditemukan banyak kesalahan konsep dalam
memahami fisika, menerapkan ide fisika dan merekonstruksi konsep fisika yang telah
dipahami (De Vore, S., Stewart, J. & Stewart, G.,2016). Ini dapat mengakibatkan
memasukkan angka ke dalam rumus dengan urutan yang salah, terjadi miskonsepsi yang
mengacu pada kesalahan dalam berpikir siswa, serta kesalahpahaman yang sedang
berlangsung mengganggu pembelajaran dan menghambat asimilasi dan akomodasi
pengetahuan siswa. Adapun juga ditemukan beberapa pengajar hanya menekankan
pemahaman prosedural dan tidak langsung fokus pada pemahaman konseptual (Milligan
& Wood, 2010) serta ketidatersediaan perangkat pembelajaran fisika yang berfokus
dalam memfasilitasi kemampuan pemahaman konsep peserta didik. Sejalan dengan hal
tersebut, studi lainnya mengemukakan bahwa fisika dianggap sulit, membosankan, tidak
praktis dan abstrak, untuk memahaminya diperlukan kemampuan spesifik yang tidak
dimiliki semua peserta didik. Oleh karena itu, kemampuan pemahaman siswa terhadap
materi konsep fisika masih lemah.
Berdasarkan kajian teori yang dijabarkan diatas, dapat disimpulkan kemampuan
pemahaman konsep fisika adalah kemampuan untuk memahami konsep-konsep fisika,
untuk melakukan operasi dan memahami hubungan antar konsep fisika. Kemampuan
pemahaman konsep yang diukur pada penelitian ini berdasarkan indikator-indikator,
yaitu: KPK-1) mengidentifikasi dan membuat contoh dan bukan contoh, KPK-2)
menyajikan konsep dalam berbagai macam representasi fisika, KPK-3) menerapkan
konsep secara algoritma, KPK-4) mampu menerapkan secara verbal konsep yang
dipelajarinya, dan KPK-5) mengaitkan berbagai konsep internal dan eksternal
7. Literasi Sains
a. Definisi Literasi Sains
Holbrook & Rannikmae (1997) mendefinisikan literasi sains sebagai “developing
the ability to creatively utilise sound science knowledge in everyday life or in a career, to
solve problems, make decisions and hence improve the quality of life”. Dapat diartikan
bahwa literasi sains merupakan mengembangkan kemampuan untuk kreatif dalam
memanfaatkan ilmu pengetahuan dalam kehidupan sehari-hari, memecahkan masalah,
membuat keputusan dan untuk meningkatkan kualitas hidup.
PISA (Program for International Student Assessment) mendefinisikan literasi
sains sebagai kemampuan untuk menggunakan pengetahuan sains, mengidentifikasi
pertanyaan, dan mengambil kesimpulan berdasarkan bukti-bukti dalam rangka
memahami serta membuat keputusan berkenaan dengan alam dan perubahannya akibat
aktivitas manusia (OECD, 2019: 60). Sebagaimana Laugksch (2000:72) menjelaskan
literasi sains untuk pemahaman dan pengaplikasian sains dalam lingkungan. Literasi sains
sebagai pengetahuan ilmiah yang penting digunakan, tidak hanya memahami sains
sebagai suatu konsep namun juga dapat mengaplikasikan sains dalam kehidupan sehari-
hari (Gultepe & Kilic, 2015). Dalam hal ini, literasi sains diperuntukkan bagi seluruh
peserta didik, tidak memandang apakah nanti peserta didik tersebut akan menjadi saintis
atau tidak (Deboer, 2000). Literasi sains mencakup aspek kemampuan mengakses,
membaca, dan memahami lingkungan global berdasarkan dimensi ilmiah dan teknologi,
bertujuan agar cermat dalam melakukan penilaian dan evaluasi, sehingga dapat menjadi
acuan membuat keputusan dan menyebarkan informasi (Okada,2013: 263-274).
Literasi sains juga diartikan sebagai kemampuan untuk menerapkan pengetahuan
tentang sains, dapat mengidentifikasi pertanyaan, serta dapat menarik sebuah kesimpulan
yang berdasarkan bukti-bukti yang nyata (Fleischman, Hopstock, Pelczar, & Shelley,
2010: 5). Sejalan dengan itu, Literasi sains atau scientific literacy didefinisikan sebagai
kapasitas untuk menggunakan pengetahuan ilmiah, mengidentifikasi pertanyaan-
pertanyaan dan untuk menarik kesimpulan berdasarkan bukti-bukti agar dapat memahami
dan membantu membuat keputusan tentang dunia dan interaksi manusia dengan alam
(Thomson, et al., 2013). National Science Teaching Association (NSTA, 1971)
menambahkan bahwa seorang yang literasi sains atau melek sains adalah orang yang
menggunakan konsep sains, keterampilan proses sains, dan nilai dalam membuat
keputusan sehari-hari ketika berhubungan dengan orang lain atau lingkungannya, dan
memahami interelasi antara sains, teknologi dan masyarakat, termasuk perkembangan
sosial dan ekonomi.
Penilaian literasi sains dinilai adalah peranan sains (role of science), tingkat
berpikir dan bekerja (scientific thinking and doing process), keterlibatan sains dalam
masyarakat (science and society), integrasi matematika dan sains, motivasi dan percaya
diri (Fives, et al., 2014: 572). Selaras dengan pernyataan PISA, mendefinisikan literasi
sains meliputi 4 domain yang saling terkait yaitu konteks, pengetahuan, kompetensi, dan
sikap. Wenning (2006: 10) menyatakan bahwa peserta didik menjadi melek sains
merupakan hasil dari keikutsertaan dalam aktivitas inkuiri dan dengan mengembangkan
pemahaman dasar dari konsep dasar sains dan teknologi yang berhubungan dengan
individu dan masyarakat. Lebih lanjut Wenning mengkategorikan unsur-unsur dari
literasi sains yaitu:
The element of scientific literacy fall into six categories according to the NSES that is
science as inquiry, science content, science and technology, science in personal and
social perspectives, history and nature of science and unifying concepts and
processes.
Kutipan diatas diartikan bahwa terdapat delapan unsur yang mendukung literasi sains
yaitu sains sebagai inkuiri, konten sains, sains dan teknologi, sains dalam personal dan
perspektif masyarakat, sejarah dan hakekat IPA, dan kesatuan dari konsep dan proses
Berdasarkan kajian teori diatas, disimpulkan bahwa Literasi Sains adalah
kemampuan untuk memahami pengetahuan tentang sains, mengidentifikasi pertanyaan-
pertanyaan ilmiah dan mengaplikasikan sains dalam kehidupan sehari-hari serta memiliki
sikap sains.
C. Kerangka Berpikir
Dalam proses pembelaajran fisika, kompetensi hasil belajar menjadi bagian penting
yang diperhatikan dalam mencapai tujuan pembelajaran yang telah dirumuskan dalam
Standar Kompetensi (SK), Kompetensi Dasar (KD) dan indikator pembelajaran. Secara
ideal, dalam pelaksanaan proses pembelajaran fisika harus terdapat keseimbangan antara
ketiga kompetensi pengetahuan, sikap dan keterampilan untuk mengembangkan soft
skills dan hard skills peserta didik. Sehingga penilaian pencapaian kompetensi fisika pada
peserta didik jelas tidak hanya pada dimensi kemampuan pengetahuan namun juga dalam
dimensi keterampilan dan sikap.
Pemahaman konsep fisika adalah kemampuan aspek kognitif yang penting
diperlihatkan peserta didik dalam pembelajaran fisika. Kemampuan Pemahaman konsep
menjadi sangat penting untuk dikuasai peserta didik dalam kurikulum 2013. Namun
penguasaan peserta didik terhadap materi konsep – konsep fisika masih lemah bahkan
dipahami dengan keliru. Sebagian besar peserta didik tidak memahami keterkaitan
antar konsep fisika sehingga ditemukan kesulitan dan kesalahan dalam memecahkan
masalah fisika. Salah satunya miskonsepsi pada materi elastisitas pada pembelajaran
fisika.
Salah satu keterampilan yang perlu dimiliki untuk membekali peserta didik dalam
mengahadapi karakteristik pendidikan dan tantangan abad ke-21 adalah literasi sains.
Namun, dalam hal literasi sains peserta didik masih rendah diantaranya sikap sains
menunjukkan peserta didik di sekolah menengah cenderung memiliki sikap negatif dalam
pembelajaran fisika, dimana ukuran minat dan kesadaran belajar fisika peserta didik
rendah.
Oleh karena itu, mengintegrasikan media pembelajaran atau perangkat
pembelajaran yang menfasilitasi kemampuan pemahaman konsep fisika dan literasi sains
peserta didik menjadi salah satu alternatif dalam keberhasilan pembelajaran fisika.
perangkat pembelajaran berbasis pendekatan atau model pembelajaran sangat mendukung
proses pembelajaran berupa ketersediaan e-book pembelajaran fisika. Salah satunya
dengan penggunaan e-book berbasis STEM-PjBL (Science, Technology, Engineering, and
Mathematics – Project Based Learning). Bahan ajar elektronik berbasis STEM-PjBL
menjadi solusi alternatif untuk melatih kemampuan pemahaman konsep fisika dan literasi
sains peserta didik. Berikut dapat dilihat pada Gambar 7. bagan dari kerangka berpikir
dalam penelitian ini.
Gambar 7. Kerangka Berpikir
D. Pertanyaan Penelitian
Adapun pertanyaan-pertanyaan dalam penelitian pengembangan e-book berbasis
STEM-PJBL untuk meningkatkan pemahaman konsep fisika dan literasi sains pada
materi pembelajaran fisika adalah sebagai berikut.
1. Bagaimana kualitas e-book fisika berbasis STEM-PJBL yang layak meningkatkan
pemahaman konsep fisika dan literasi sains peserta didik pada materi Elastisitas
kelas X SMA Negeri 3 Tarakan menurut ahli materi?
2. Bagaimana kualitas e-book fisika berbasis STEM-PJBL yang layak meningkatkan
pemahaman konsep fisika dan literasi sains peserta didik pada materi Elastisitas
kelas X SMA Negeri 3 Tarakan menurut ahli media?
3. Bagaimana kualitas e-book fisika berbasis STEM-PJBL yang layak meningkatkan
pemahaman konsep fisika dan literasi sains peserta didik pada materi Elastisitas
kelas X SMA Negeri 3 Tarakan ditinjau dari aspek kepraktisan guru dan peserta
didik?
4. Bagaimana efektifitas kualitas e-book fisika berbasis STEM-PJBL untuk
meningkatkan pemahaman konsep fisika peserta didik pada materi Elastisitas kelas
X SMA Negeri 3 Tarakan?
5. Bagaimana efektifitas e-book fisika berbasis STEM-PJBL untuk meningkatkan
literasi sains pesserta didik pada materi Elastisitas kelas X SMA Negeri 3 Tarakan?