Anda di halaman 1dari 15

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Banyak insinyur yang akan terlibat dalam riset dan penelitian pada karir

akademik dan profesionalnya. Bahkan insinyur yang tidak bekerja di laboratorium

riset atau tempat akademis dapat terlibat dalam riset dan pekerjaan pengembangan

atau pengujian produk baru atau desain. Di Indonesia, penelitian memang belum

terlalu maju dan memasyarakat, buktinya profesi peneliti pun kadangkala

merupakan pilihan terakhir. Ini berimplikasi banyak peneliti kebetulan yang tentu

saja dilihat dari banyaknya lembaga peneliti yang hidup bila ada proyek yang

harus diselesaikan dan sebaliknya sepi karena peneliti akan beralih ke aktifitas

seperti mengejar proyek lain lagi. Padahal menurut saya idealnya selama tidak ada

proyek, bisa melakukan penelitian mandiri, yang menjadi permasalahan bila

profesi peneliti itu dianggap profesi yang tidak ubahnya pekerja di kantor atau

buruh. Tentu saja ini pikiran yang salah sebab peneliti berperan agar ilmu yang

dihasilkan merupakan ilmu bisa diacu oleh umat manusia, dia harus memproduki

kebenaran yang secara sadar akan digunakan oleh umat manusia. Tentu saja

penelitian itu harus merupakan proses yang mengedepankan kejujuran baik dalam

proses dan pelaporannya. Kejujuran terkait erat dengan konsistensi memegang

kebenaran tanpa ada keinginan untuk menutupi apa pun. Disini pihak yang ingin

mengetahui hasil penelitian dipastikan akan mendapat kebenaran sesuai

kenyataan Namun ternyata itu tidak bisa selalu dijamin walau pun pada akhirnya

akan diketahui dan bisa disebut melanggar etika. Dalam bab ini, kita akan

mempelajari beberapa isu etika unik yang dihadapi dalam riset.

1.2 Tujuan

1.2.1. Menentukan isu etika yang muncul dalam riset dan eksperimen,
1.2.2. Memutuskan metode analisis mana yang paling dapat diterapkan paa isu

etika dalam riset,

1.2.3. Belajar tentang Ilmu pathologi dan cara menghindarinya.


BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Etika dan Riset

2.1.1 Pengertian riset

The Adνanced Learner‘s Dictionary of Current English (1961) ialah

penyelidikan atau pencarian yang seksama untuk memperoleh fakta baru dalam

cabang ilmu pengetahuan. Fellin, Tripodi dan Meyer (1969) riset adalah suatu

cara sistematik untuk maksud meningkatkan, memodifikasi dan mengembangkan

pengetahuan yang dapat disampaikan (dikomunikasikan) dan diuji (diverifikasi)

oleh peneliti lain. Pada dasarnya riset adalah setiap proses yang menghasilkan

ilmu pengetahuan.

Menurut Clifford Woody riset adalah suatu pencarian yang dilaksankan

dengan teliti untuk memperoleh kenyataan-kenyataan atau fakta atau

hukum-hukum baru. Di dalamnya terdapat usaha dan perencanaan yang

sungguh-sungguh yang relatif makan waktu yang cukup lama. Whiteney (1950)

mengatakan, bahwa di dalam riset terkandung suatu attidute yang gandrung dan

cinta akan adanya perubahan-perubahan. Berkner (1985), bahwa riset adalah

usaha secara ilmiah untuk mendapatkan dan memperluas ilmu yang telah dimiliki.

Folson, dalam tahun yang sama, mengemukakan, bahwa riset adalah kegiatan

ilmiah untuk menemukan sesuatu yang baru sama sekali.

National Science Foundation (1956) memberikan pengertian bahwa riset

itu adalah usaha pencarian secara sistematik dan mendalam untuk mendapatkan

ilmu pengetahuan yang lebih luas dan lebih sempurna tentang subyek yang sedang

dipelajari. Uraian yang lebih jelas kiranya dapat diperoleh dari uraian Sutrisno

Hadi (1978) sebagai berikut: riset berarti usaha menemukan, mengembangkan dan
menguji suatu pengetahuan secara ilmiah. Penelitian didefinisikan sebagai: “Suatu

usaha untuk menemukan, mengembangkan, dan menguji kebenaran suatu

pengetahuan, dan usaha-usaha itu dilakukan dengan metode ilmiah” (Sutrisno

Hadi, 2001).

2.1.2 Definisi Etika Penelitian (Riset)

A. Penelitian sebagai Pencarian Ilmiah yang berpola

Tujuan akhir dari suatu penelitian adalah mengembangkan dan menguji

teori. Oleh karena itu, penelitian harus dilandaskan pada teori-teori yang relevan

dengan masalah penelitan yang diangkat. McMilan dan Schumacher mengutip

pendapat Walberg (1986), mengatakan bahwa ada lima langkah pengembangan

pengetahuan melalui penelitian, yaitu:

1. mengidentifikasi masalah penelitian,


2. melakukan studi empiris,

3. melakukan replikasi atau pengulangan,

4. menyatukan (sistesis) dan mereview,

5. menggunakan dan mengevaluasi oleh pelaksana.

Suatu teori dapat menjelaskan dan meramalkan fenomena-fenomena

alamiah. Dari perilaku atau kegiatan-kegiatan terlepas yang dilakukan oleh siswa

atau guru umpamanya, peneliti dapat memberikan penjelasan umum tentang

hubungan diantara perilaku atau kegiatan pembelajaran. Dari

penjelasan-penjelasan umum tersebut terbentuk prinsip-prinsip dasar, dalil

konstruk, proposisi yang kesemuanya akan membentuk teori. Mengenai teori ini,

lebih jauh Fred N Kerlinger (1986) mengemukakan bahwa “ a theory as a set of

interrelated constructs and proposition that specify relations among νariables to

explain and predict phenomena”. Dalam rumusan Kerlinger tersebut ada tiga hal

penting dalam suatu teori yaitu:

1. suatu teori dibangun oleh seperangkat proposisi dan kontruk,


2. teori menegaskan hubungan di antara sejumlah variabel,
3. teori menjelaskan dan memprediksi fenomena-fenomena.

Ada 2 pola pencarian dalam penelitian atau riset yaitu

1. Pencarian Ilmiah

Pencarian ilmiah (scientific inquiry) adalah suatu kegiatan untuk

menemukan pengetahuan dengan menggunakan metode-metode yang


diorganisasikan secara sistematis, dalam mengumpulkan, menganalisis dan

menginterpretasikan data. Pengertian ilmiah berbeda dengan ilmu. Ilmu

merupakan struktur atau batang tubuh pengetahuan yang telah tersusun, sedang

ilmiah adalah cara mengembangkan pengetahuan.

Metode ilmiah merupakan suatu cara pengkajian yang berisi proses dengan

langkah-langkah tertentu. MicMilan dan Schumacher (2001) membaginya atas

empat langkah yaitu: (1) define a problem, (2) state the hypothesis to be tested, (3)

colect and analyze data, and (4) interprete the results and draw conclusions about

the problem. Hampir sama dengan McMilan dan Schumacher

2. Pencarian Berpola

Pencarian berpola (disiplined inquiry), merupakan suatu prosedur

pencarian dan pelaporan dengan menggunakan cara-cara dan sistemtika tertentu,

disertai penjelasan dan alasan yang kuat. Pencarian berpola bukan merupakan

suatu pencarian yang bersifat sempit dan mekanistis, tetapi mengikuti prosedur

formal yang telah standar. Prosedur pencarian ini pada tahap awalnya bersifat

spekulatif, mencoba menggabungkan de-ide dan metode-metode, kemudian

menuangkan ide-ide dan metode tersebut dalam suatu prosedur yang baku.

Laporan dari pencarian berpola berisi perpaduan antara argumen-argumen yang

didukung oleh data dengan proses nalar, yang disusun dan dipadatkan

menghasilkan kesimpulan berbobot. Pencarian berpola terutama dalam ilmu sosial

termasuk pendidikan, bukan hanya menunjukkan pengkajian yang sistematik,

tetapi juga pengkajian yang sesuai dengan disiplin ilmunya.

B. Objektivitas

Penelitian harus memiliki objektiviatas (objectiνity) baik dalam


karakteristik maupun prosedurnya. Objektivitas dicapai melalui keterbukaan,

terhindar dari bias dan subjektivitas. Dalam prosedurnya, penelitian menggunakan

teknik pengumpulan dan analisis data yang memungkinkan dibuat interpretasi

yang dapat dipertanggung jawabkan. Objektivitas juga menunjukkan kualitas data

yang dihasilkan dari prosedur yang digunakan yang dikontrol dari bias dan
subjektivitas.

C. Ketepatan

Penelitian juga harus memiliki tingkat ketepatan (precision), secara teknis

instrumen pengumpulan datanya harus memimiliki validitas dan reliabilitas yang

memadai, desain penelitian, pengambilan sampel dan teknik analisis datanya

tepat. Dalam penelitian kuantitatif, hasilnya dapat dilang dan diperluas, dalam

penelitian kualitatif memiliki sifat reflektif dan tingkat komparasi yang konstan.

D. Verifikasi

Penelitian dapat diverifikasi, dalam arti dapat dikonfirmasikan, direvisi

dan diulang dengn cara yang sama atau berbeda. Verifikasi dalam penelitian

kualitatif berbeda dengan kuantitatif. Penelitian kualitatif memberikan interpretasi

deskriptif, verifikasi berupa perluasan, pengembangan tetapi bukan pengulangan.

E. Empiris

Penelitian ditandai oleh sikap dan dan pendekatan empiris yang kuat.

Secara umum empiris berarti berdasarkan pengalaman praktis. Dalam penelitian

empiris kesimpulan didasarkan atas kenyataan-kenyataan yang diperoleh dengan

menggunakan metode penelitian yang sistematik, bukan berdasarkan pendapat

atau kekuasaan. Sikap empiris umumnya menuntut penghilangan pengalaman dan

sikap pribadi. Kritis dalam penelitian berarti membuat interpretasi berdasarkan

kenyataan dan nalar yang didasarkan atas kenyataan-kenyataan (evidensi).

Evidensi adalah data yang diperoleh dari penelitian, berdasarkan hasil analisis

data tersebut interpretasi dibuat.


F. Penjelasan Ringkas

Penelitian mencoba memberikan penjelasan tentang hubungan antar

fenomena dan menyederhanakannya menjadi penjelasan yang ringkas. Tujuan

akhir dari sebuah penelitian adalah mereduksi realita yang kompleks kedalam
penjelasan yang singkat. Dalam penelitian kuantitatif penjelasan singkat tersebut

berbentuk generalisasi, tetapi dalam penelitian kualitatif berbentuk deskriptif

tentang hal-hal yang esensial atau pokok.

G. Penalaran Logis

Semua kegiatan penelitian menuntut penalaran logis. Penalaran merupakan

proses berpikir, menggunakan prinsip-prinsip logika deduktif atau induktif.

Penalaran deduktif, penarikan kesimpulan dari umum ke khusus. Dalam penalaran

deduktif, bila premisnya benar maka kesimpulannya otomatis benar. Logika

deduktif dapat mengidenfikasi hubungan-hubungan baru dalam pengetahuan

yang ada. Dalam penalaran induktif. Peneliti menarik kesimpulan berdasarkan

hasil sejumlah pengamatan kasus-kasus (individual, situasi, peristiwa), kemudian

peneliti membuat kesimpulan yang bersifat umum.

H. Kesimpulan Kondisional

Kesimpulan hasil penelitian tidak bersifat absolut. Penelitian perilaku dan

juga ilmu kealaman, tidak menghasilkan kepastian, sekalipun kepastian relatif.

Semua yang dihasilkan adalah pengetahuan probabilistik. Penelitian boleh

dikatakan hanya mereduksi ketidaktentuan. Oleh karena demikian, baik

kesimpulan kualitatif maupun kuantitatif, bersifat kondisional. Para peneliti

seringkali menekankan/menuliskan bahwa hasil penelitiannya “cenderung

menunjukkan atau memberikan kecenderungan”.

2.1.3 Prinsip-Prinsip Etika Penelitian (Riset)

3 prinsip utama etika riset atau penelitian yang perlu dipahami dan
diterapkan oleh peneliti adalah :

1. Beneficence

Yang pada dasarnya adalah di atas segalanya tidak boleh membahayakan.

Prinsip ini mengandung 4 dimensi:

a. Bebas dari bahaya, yaitu peneliti harus berusaha melindungi subjek yang
diteliti, terhindar dari bahaya atau ketidaknyamanan fisik atau mental.

b. Bebas dari eksploitasi, keterlibatan peserta dalam penelitian tidak seharusnya

merugikan mereka atau memaparkan mereka pada situasi yang mereka tidak

disiapkan.

c. Manfaat dari penelitian, manfaat penelitian yang paling penting adalah

meningkatnya pengetahuan atau penghalusan pengetahuan yang akan

berdampak pada subjek individu, namun lebih penting lagi apabila

pengetahuan tersebut dapat mempengaruhi suatu disiplin dan anggota

masyarakat.

d. Rasio antara resiko dan manfaat, peneliti dan penilai (reνiewer) harus

menelaah keseimbangan antara manfaat dan resiko dalam penelitian.

2. Menghargai Martabat Manusia

Menghormati martabat subjek meliputi :

a. Hak untuk self determination (menetapkan sendiri)

Prinsip self determination ini mengandung arti bahwa subjek

mempunyai hak untuk memutuskan secara sukarela apakah dia ingin

berpatisipasi dalam suatu penelitian, tanpa beresiko untuk dihukum, dipaksa,

atau diperlakukan tidak adil.

b. Hak untuk mendapatkan penjelasan lengkap (full disclosure)

Penjelasan lengkap berarti bahwa peneliti telah secara penuh

menjelaskan tentang sifat penelitian,hak subjek untuk menolak berperan serta,

tanggung jawab peneliti, serta kemungkinan resiko dan manfaat yang bisa

terjadi.
3. Mendapatkan Keadilan

Prinsip ini mengandung hak subjek untuk mendapatkan perlakuan yang

adil dan hak mereka untuk mendapatkan keleluasaan pribadi. Hak mendapatkan

perlakuan yang adil berarti subjek mempunyai hak yang sama, sebelum, selama,

dan setelah partisipasi mereka dalam penelitian. Perlakuan yang adil mencakup
aspek-aspek sebagai berikut:

a. Seleksi subjek yang adil dan tidak diskriminatif.

b. Perlakuan yang tidak menghukum bagi mereka yang menolak atau

mengundurkan diri dari kesertaannya dalam penelitian, walaupun dia pernah

menyetujui untuk berpartisipasi.

c. Penghargaan terhadap semua persetujuan yang telah dibuat antara peneliti

atau subjek, termasuk prosedur dan pembayaran atau tunjangan yang telah

dijanjikan.

d. Subjek dapat mengakses penelitian setiap saat diperlukan untuk

mengklarifikasi informasi.

e. Subjek dapat mengakses bantuan professional yang sesuai apabila terjadi

gangguan fisik atau psikologis.

f. Mendapatkan penjelasan, jika diperlukan yang tidak diberikan sebelum

penelitian dilakukan atau mengklarifikasi isu yang timbul selama penelitian.

g. Perlakuan yang penuh rasa hormat selama penelitian

2.1.4 Contoh Pelanggaran Dari Etika Riset (Penelitian)

Dalam masa modern ini pelanggaran terhadap moral tidak boleh terjadi.

Pengalaman kedokteran NAZI pada tahun 1930an — 1940an merupakan contoh

pelanggaran etik yang sangat terkenal. Program penelitian Nazi melibatkan

tawanan perang dan ras tertentu dalam mengetes daya tahan manusia dan reaksi

manusia terhadap penyakit dan obat yang tidak di test. Penelitian ini tidak beretika

bukan hanya mereka mendapatkan penyiksaan secara fisik akan tetapi mereka

juga tidak memiliki kesempatan untuk menolak berpartisipasi.

Beberapa penelitian yang melanggar etik diantaranya penelitian yang


dilakukan tahun 1932 dan 1972 yang dikenal sebagai The Tuskegee Syphilis

Study, yang disponsori oleh Departemen Kesehatan yang mengidentifikasi efek

syphilis pada 400 laki-laki dari komunitas Afrika-Amerika. Contoh lain adalah

menginjeksi sel kanker hidup pada pasien orang tua di Rumah Sakit Penyakit

Kronis Yahudi di Brooklyn, yang tidak menjelaskan dahulu kepada pasien. Kode
etik penelitan internasional yang dinamakan sebagai Nuremberg Code, dibuat

setelah kejadian yang dilakukan oleh NAZI. Pada tahun 1964 Declaration

Helsinki, diadopsi oleh World Medical Association dan direvisi pada tahun 2000.

Tujuan suatu penelitian adalah menghasilkan pengetahuan ilmiah yang

hanya bisa diperoleh melalui penelitian, pelaporan, dan publikasi yang dilakukan

secara jujur. Contoh seperti diatas adalah banyak contoh pelanggaran etika dalam

penelitian, dalam penelitian tersebut tidak hanya mengakibatkan seseorang

kehilangan nyawa namun juga telah melanggar beberapa Hak Asasi Manusia.

Seorang subjek dalam penelitian seharusnya dapat ikut dengan sukarela dan dapat

menolak apabila subjek tidak berkenan dilibatkan dalam kegiatan penelitian,

namun pada contoh diatas para subjek cenderung dipaksa untuk mengikuti

kegiatan penelitian yang berefek buruk pada subjek. Selain itu, penelitian diatas

cenderung ditutupi oleh pihak yang terlibat dan banyak dari publikasinya tidak

berdasar hasil nyata yang didapat.

2.3 Ilmu Pathologi


2.3.1 Pengertian Ilmu Pathologi

kecurangan adalah salah satu hambatan terbesar terhadap keberhasilan

sebuah riset atau proyek eksperimen. Kecurangan dalam riset sering terjadi dalam

banyak bidang ilmu dan hal ini menyebabkan beberapa kasus yang telah dikenal

luas sepanjang sejarah. Irving Langmuir, seorang ahli fisika terkenal yang bekerja

di General Electric Research Laboratories, menemukan istilah untuk fenomena

ini: “ilmu pathologi”. Istilah “ilmu pathologi” tidak mengimplikasikan maksud

ketidakjujuran, tetapi hanya menunjukkan bahwa peneliti bisa sampai pada

kesimpulan yang salah akibat kurangnya pemahaman tentang bagaimana

mudahnya menipu diri kita sendiri lewat harapan dan subjektivitas. Hal ini
menunjukkan bahwa sejumlah besar objektivitas dan ketelitian dalam melakukan

riset atau pengujian sangat diperlukan. Menarik kesimpulan berdasarkan efek

yang sulit dipahami merupakan hal yang sangat curang, dan kesimpulan ini

seharusnya dipastikan oleh sebanyak mungkin rekan kerja. Terakhir, tujuan riset

bukanlah publisitas dan kepopuleran, tetapi pencapaian kemajuan ilmu


pengetahuan. Irving Langmuir mengajukan enam karakteristik ilmu pathologi

sebagai berikut (Langmuir,1968):

1. Dampak maksimum yang diamati dihasilkan oleh agen penyebab intensitas

yang sulit terdeteksi, dan besarnya dampak itu secara substansial tidak

tergantung pada intensitas penyebab. Karakteristik ini mengimplikasikan

bahwa tidak peduli seberapa dekat agen penyebabnya atau seberapa intensif

agen penyebab itu; dampaknya sama. Praktek ini, tentu saja, bertentangan

dengan semua gaya dan dampak yang diketahui.

2. Dampaknya sebesar nilai yang tetap dekat pada limit keterdeteksian atau, kita

perlu melakukan banyak pengukuran akibat sangat rendahnya signifikansi hasil

statistiknya.Masalahnya di sini adalah bahwa ketika segala sesuatunya berada

pada suatu titik yang secara statistik signifikan atau berada pada limit

keterdeteksian, kecenderungan peneliti adalah mengabaikan nilai yang

“tampak” tidak benar. Untuk mengukur segala sesuatu yang berada pada titik

keterdeteksian diperlukan banyak data. Dengan begitu banyak data yang harus

diolah, pengukuran dapat diubah agar memenuhi kesimpulan yang sudah

terbentuk sebelumnya. Sebenarnya, yang sering terjadi adalah ditolaknya data

karena data tersebut tidak kompatibel dengan teori yang sudah terbentuk dalam

pikiran, dan bukan berdasarkan kebenaran sejati data itu.

3. Klaim akurasi yang sangat tepat.

4. Teori-teori fantastik yang bertentangan dengan pengalaman.

5. Kritik yang dipenuhi oleh alasan-alasan tertentu yang terlintas di pikiran

dengan cepat.

6. Perbandingan pihak yang mendukung dan yang mengkritik meningkat sampai

hasil 50% dan kemudian secara bertahap dilupakan.


2.3.2 Contoh Kecurangan dalam Riset

Ada berbagai macam kecurangan dalam riset. Berikut ini adalah beberapa contoh

kecurangan dalam riset yang sering dilakukan.

1. Fabrication (Manipulasi Data)


Fabrikasi adalah mengarang hasil dan rekaman atau pelaporan. Fabrikasi
juga termasuk pemalsuan informasi, data atau kutipan melalui akses dan

menampilkan bahwa data sesuai aslinya; menyajikan informasi atau data yang

tidak berkumpul sesuai dengan standar pedoman menentukan metode yang tepat

untuk mengumpulkan atau menghasilkannya, seperti merekayasa data karena

gagal untuk memasukkan account yang akurat.

2. Plagiarism (Plagiat/meniru)

Plagiarisme atau sering disebut plagiat adalah penjiplakan atau

pengambilan karangan, pendapat, dan sebagainya dari orang lain dan

menjadikannya seolah karangan dan pendapat sendiri. Plagiat dapat dianggap

sebagai tindak pidana karena mencuri hak cipta orang lain. Di dunia pendidikan,

pelaku plagiarisme dapat mendapat hukuman berat seperti dikeluarkan dari

sekolah/universitas. Pelaku plagiat disebut sebagai plagiator. Singkat kata, plagiat

adalah pencurian karangan milik orang lain. Dapat juga diartikan sebagai

pengambilan karangan (pendapat dan sebagainya) orang lain yang kemudian

dijadikan seolah-olah miliknya sendiri. Setiap karangan yang asli dianggap

sebagai hak milik si pengarang dan tidak boleh dicetak ulang tanpa izin yang

mempunyai hak atau penerbit karangan tersebut. Sesudah 2 × 24 jam berita surat

kabar tersiar, maka seseorang dapat mengambil alih dengan syarat harus

menyebutkan sumbernya.

3. Ghostwriting

'Ghostwriter' atau penulis bayangan adalah seorang penulis profesional.

Artinya, dia memang sudah berpengalaman di dunia kepenulisan dan bukan

seorang penulis pemula. Ada yang spesialis pada bidang tertentu dan ada pula

yang cenderung generalis. Mereka dibayar untuk menuliskan sesuatu dengan


langsung menyerahkan hak cipta (termasuk hak ekonomi dan hak moral

penulisan) kepada si pemesan. Dengan demikian, urusan eksploitasi naskah

tersebut menjadi produk bisnis dan nama pencipta yang dicantumkan sudah

menjadi hak si pemesan.

4. Authorship
Masalah authorship atau yang kita mengerti sebagai para penulis asli,

memang banyak terkait dengan masalah perasaan dan ketidak enakan. Contonya

adalah, kita, menulis paper dan hanya dikoreksi langsung oleh reviewer dari

penerbit. Namun, karena kita adalah mahasiswa di bawah bimbingan dosen, maka

kita mencantumkan nama dosen kita, meski dosen kita tidak melakukan apa-apa

terhadap tulisan dan hasil penelitian yang kita buat. Tentu saja, bagi dosen,

menjadi supervisor atau pembimbing dalam sebuah paper, itu meningkatkan nilai

jual dosen tersebut. Namun, jika dia tidak melakukan apapun terhadap paper yang

kita buat, maka dia tidak berhak ditulis namanya ke dalam paper kita. Tapi, tentu

saja, kita kan sungkan bila tidak menuliskan nama dosen kita. Maka dari itu,

secara tidak sadar, sebenarnya kita sudah berbuat curang.

2.3.3 Cara Mencegah Kecurangan dalam Riset

Karena yang dipikirkan bagaimana menyelesaikan penelitian dan

mendapatkan uangnya bukan pada proses dan jawaban yang dibutuhkan. Kalau

terakhir ini benar-benar dihayati tentu saja akan menjadi faktor penting agar etika

penelitian benar-benar dijaga. Singkatnya, kalau berorientasi dengan proyek maka

orientasi uang tapi kalau orientasi dengan penelitian itu sendiri maka orientasi ke

jawaban atas pertanyaan penelitian. Perlu disadarkan kepada umumnya

mahasiswa, pada saat ini fokus mereka adalah melakukan pembelajaran terhadap

bagaimana menguasai metode mencari dan mengembangkan ilmu pengetahuan.

Memang mencoba merubah pandangan ini akhirnya tidak hanya mengajarkan

etika sebagai satu hal yang terpisah dari proses penelitian. Mensosialisasikan

bahwa penelitian merupakan proses yang tidak steril dengan kesalahan dan tidak

dituntut persyaratan yang bersifat teknis yang merupakan produk pembelajaran.


Untuk pertama, kata Medawar, penelitian tidak berkaitan dengan prestasi

akademik karena yang lebih penting adalah bagaimana menghadapi kegagalan

dan mencari jalan keluar setiap persoalan (Medawar,1992:9). Peneliti boleh salah

tapi harus jujur. Salah harus diterima dengan sabar dan tekun untuk

memperbaiki

kesalahan tersebut karena kesalahan ditemukan agar kebenaran yang memang


dicari ditemukan dan digunakan sebagai acuan.

Faktor perencanaan penyelesaian penelitian pun harus dipertimbangkan

karena dengan waktu yang sudah diperhitungkan kemungkinan untuk melakukan

proses mengambil keputusan pun lebih leluasa. Sebab proses melakukan tahapan

penelitian yang diikuti dengan maksimal akan mempengaruhi jalannya

penelitian.ada kemungkinan terutama dalam penyelenggaran proyek penelitian

yang dibiayai lembaga tenggang waktu yang diberikan ketat sehingga bila

dilakukan karena ada proyek lain maka diserahkan ke orang lain. Rusdi Muchtar

mengusulkan pembentukan Komite Etika Ilmu Pengetahuan yang mengawasi

pemberlakuan metode ilmiah pada semua jenis penelitian di Indonesia. Badan ini

harus terintegrasi dengan universitas-universitas dan lembaga penelitian swasta

sehingga terbangun sistem bank data penelitian di Indonesia (Kompas, 18

Desember 2002). Selain itu untuk mengurangi kecurangan dalam penilitian dalam

hal plagiasi dapat digunakan juga software atau laman web seperti turnitin.

Turnitin adalah nama dari sebuah website yaitu turnitin.com yang menyediakan

fasilitas untuk mendeteksi suatu tindakan plagiasi atau plagiat terhadap suatu

karya yang keaslian atau autentifikasinya harus diuji.

Daftar Pustaka

Diana, Ai. 2015. Kecurangan dalam Penelitian. (online),

http://ailovecinta4.blogspot.co.id/2015/06/kecurangan-dalam-penelitian.ht
ml. diakses pada 1 Mei 2017.

Fleddermann, Charles B. 2004. Etika Enjiniring Edisi 2. Jakarta: Erlangga.

Pratiwi, Ayu. 2014. Makalah Etika Riset. (online),

http://riskiayupratiwi28.blogspot.co.id/. Diakses pada 1 Mei 2017.

Sartika, Desi. 2014. Turnitin l. (online),


http://desiii.ilearning.me/master-turnitin/turnitin/. diakses pada 1 Mei

2017.

Sutrisno. 2008. Pelanggaran Etika Penelitian di Indonesia. (online),

https://sutrio.wordpress.com/2008/01/16/pelanggaran-etika-penelitian-di-i

ndonesia/. diakses pada 1 Mei 2017.

Anda mungkin juga menyukai