Anda di halaman 1dari 47

Penelitian Akhir

UJI DIAGNOSTIK CARDIAC TROPONIN T DIBANDINGKAN EKOKARDIOGRAFI


DALAM MEMANTAU EFEK KARDIOTOKSIK PEMBERIAN DOKSORUBISIN
PADA PASIEN KANKER PAYUDARA

Oleh
Fauzil

Pembimbing
Dr. Wirsma Arif H, SpB(K) Onk
Dr. Yerizal Karani, SpPD,SpJP (K)
Dr. Erkadius, Msc

BAGIAN ILMU BEDAH


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ANDALAS
RS DR M DJAMIL PADANG
2014

LEMBAR PENGESAHAN
UJI DIAGNOSTIK CARDIAC TROPONIN T DIBANDINGKAN EKOKARDIOGRAFI
DALAM MEMANTAU EFEK KARDIOTOKSIK PEMBERIAN DOKSORUBISIN
PADA PASIEN KANKER PAYUDARA

Oleh
FAUZIL
Peserta PPDS I Ilmu Bedah FK-Unand
No. Register CHS : 19156
No. BP : 0823023012
Penelitian ini sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan
Pendidikan Spesialis Bedah di Fakultas Kedokteran Universitas Andalas Padang
Dibacakan tanggal : 7 Februari 2014 dan telah dikoreksi
DISETUJUI OLEH

ABSTRAK

UJI DIAGNOSTIK CARDIAC TROPONIN T DIBANDINGKAN EKOKARDIOGRAFI


DALAM MEMANTAU EFEK KARDIOTOKSIK PEMBERIAN DOKSORUBISIN PADA
PASIEN KANKER PAYUDARA
Fauzil, Wirsma Arif, Yerizal Karani*, Erkadius**
Bagian Ilmu Bedah Fakultas Kedokteran Universitas Andalas/RS.DR.M Djamil Padang

Latar belakang : Kemoterapi doksorubisin masih merupakan pilihan utama dalam penatalaksanaan kanker
payudara yang penggunaannya dibatasi oleh efek samping terutama terhadap jantung. Pemantauan efek
kardiotoksik merupakan cara yang efektif untuk mencegah efek samping ini menggunakan penilaian fraksi
ejeksi ventrikel kiri dengan ekokerdiografi sebagai standar pemeriksaan. Akhir-akhir ini, pemeriksaan
biomarker cTroponin T mulai dikembangkan untuk mendeteksi efek kardiotaksik pemberian doksorubisin.
Penelitian ini melakukan uji diagnostik cTroponin T dibandingkan ekokardiografi dalam memantau efek
kardiotoksik pemberian doksorubisin pada kemoterapi kanker payudara
Metode : Merupakan penelitian prospektif dengan disain uji diagnostik pada 20 pasien kanker payudara yang di
kemoterapi doksorubisin. dilakukan penilaian cTroponin T dan ekokardiografi baseline lalu dinilai lagi
perubahannya setelah kemoterapi 3 siklus. Dinilai uji diagnostik pemeriksaan cTroponin T dibandingkan
ekokardiografi. Dinilai juga pengaruh usia, stadium, jenis histopatologi, kombinasi dan dosis kumulatif terhadap
kejadian kardiotoksik ini.
Hasil : Dari 20 pasien yang diteliti, angka kejadian kerdiotoksik berdasarkan pemeriksaan ekokardigrafi adalah
35%, berdasarkan pemeriksaan cTroponinT adalah 25%. Tidak terdapat hubungan faktor usia, stadium, jenis
histopatologi, kombinasi dan dosis kumulatif terhadap kejadian kardiotoksik. Terdapat hubungan peningkatan
cTroponinT dengan penurunan fraksi ejeksi ventrikel kiri pada ekokardigrafi pada pasien yang mengalami
kardiotoksik. Sensitifitas cTroponiT dibandingkan ekokardiografi adalah 71,4%, spesifisitas 100%, nilai
prediksi positif 100%, nilai prediksi negatif 86% dan akurasi 90%.
Kesimpulan : Terdapat hubungan antara peningkatan cTroponinT dengan penurunan fraksi ejeksi ventrikel kiri
pada pemeriksaan ekokardiografi. Pemeriksaan cTroponinT memiliki sensitivitas rendah tetapi spesifisitas dan
akurasi yang tinggi untuk memantau efek kardiotoksik pada kemoterapi doksorubisin.
Kata kunci : Kanker payudara, doksorubisin, cTroponinT, ekokardiografi, uji diagnostik

* Konsultan Bagian Kardiologi dan Kedokteran Vaskuler FK Unand/RS DR M Djamil Padang


**Dosen Bagian Fisiologi Kedokteran FK Unand

ABSTRACT
DIAGNOSTIC TESTS COMPARED CARDIAC TROPONIN T WITH ECHOCARDIOGRAPHYIN
MONITORING CARDIOTOXIC EFFECTS OF DOXORUBICIN
IN BREAST CANCER PATIENTS
Fauzil , Wirsma Arif , Yerizal Karani * , Erkadius **
Departement of Surgery Faculty of Medicine, University of Andalas / RS.DR.M Djamil Padang
Background : Chemotherapy of doxorubicin is still the primary choice in the management of breast cancer
whose use is limited by side effects , especially on the heart . Cardiotoxic effects monitoring is an effective way
to prevent these side effects using a left ventricular ejection fraction assessment by ekokerdiografi as a standard
examination . Lately , biomarker screening cTroponin T was developed to detect the effect of doxorubicin
administration kardiotaksik . This study performs a diagnostic cTroponin T compared echocardiography in
monitoring the administration of cardiotoxic effects of doxorubicin on breast cancer chemotherapy
Methods : A prospective study to design a diagnostic test in 20 breast cancer patients in chemotherapy of
doxorubicin . T cTroponin assessment and baseline echocardiography and assessed again changes after 3 cycles
of chemotherapy . Assessed the diagnostic test cTroponin T compared echocardiographic examination . Also
assessed the effect of age , stage , histopathologic type , combination and cumulative dose to the cardiotoxic
events .
Results : Of the 20 patients studied , the incidence ekokardigrafi kerdiotoksik based examination is 35 % ,
based on the examination is 25 % cTroponinT . There was no correlation between age , stage , histopathologic
type , combination and cumulative dose on the incidence of cardiotoxic . There is an increase cTroponinT
relationship with decreased left ventricular ejection fraction in patients with ekokardigrafi cardiotoxic .
CTroponiT sensitivity than echocardiography was 71.4 % , specificity 100 % , positive predictive value 100 % ,
negative predictive value 86 % and accuracy of 90 % .
Conclusion : There is a relationship between increased cTroponinT with decreased left ventricular ejection
fraction on echocardiography . CTroponinT examination has a low sensitivity but high specificity and accuracy
for monitoring the cardiotoxic effects of doxorubicin chemotherapy .
Key words : breast cancer , doxorubicin , cTroponinT , echocardiography , diagnostic test

* Consultant Departement of Cardiology and Vascular Medicine FK Unand Padang


**Lecturer in Departement of Medical Physiology FK Unand Padang

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah Swt, karena atas rahmat dan karuniaNya saya dapat
menyelesaikan penelitian akhir dengan judul UJI DIAGNOSTIK CARDIAC TROPONIN T
DIBANDINGKAN
KARDIOTOKSIK

EKOKARDIOGRAFI
PEMBERIAN

DALAM

DOKSORUBISIN

MEMANTAU

PADA

PASIEN

EFEK
KANKER

PAYUDARA. Penelitian ini merupakan salah satu syarat dalam menyelesaikan pendidikan
keahlian dalam bidang Ilmu Bedah pada Program Studi Pendidikan Dokter Spesialis I Ilmu
Bedah Fakultas Kedokteran Universitas Andalas.
Ucapan terima kasih sebesar-besarnya saya sampaikan kepada : dr. Wirsma Arif H,
SpB(K) Onk, dr. Yerizal Karani, SpPD,SpJP (K) dan dr. Erkadius, Msc selaku pembimbing
yang telah banyak memberikan arahan dan bimbingan sampai menyelesaikan penelitian ini.
Rasa

terima

kasih

yang

dalam

juga

kepada

Prof.DR.dr.Menkher

Manjas,SpB,SpOT,FICS sebagai Ketua Bagian Ilmu Bedah FK Unand dan dr. Wirsma Arif
H, SpB(K) Onk sebagai Ketua Program Studi IPDSBU FK Unand yang telah memberikan
kesempatan yang seluas-luasnya untuk mengikuti pendidikan, mendidik dan memberikan
bimbingan dalam ilmu bedah
Rasa hormat dan penghargaan yang setulusnya juga saya sampaikan kepada guru-guru
: Prof. dr. Kamardi Thalut,SpB, dr.Rivai Ismail,SpB, dr.Nawazir Bustami,SpB, dr. Ahmad
Rizal,SpB,SpOT,FICS,

Prof.dr.Azamris,SpB(K)Onk,

dr.

Juli

Ismail,SpB-TKV,

Prof.DR.dr.Menkher Manjas,SpB,SpOT,FICS, dr. Harmazaldi,SpB, dr.Asril Zahari,SpBKBD,

dr.

Syaiful

Saanin,SpBS,

dr.

Dody

Efmansyah,SpB,SpU,

dr.Yusirwan

Yusuf,SpB,SpBA, dr. Arsil Hamzah,SpB, dr. Wirsma Arif H, SpB(K) Onk, dr. Achmad
Luthfi,SpB-KBD, dr. Alvarino,SpB,SpU, dr. Daan Khambri,SpB(K)Onk, dr. Dedy
Saputra,SpBP,

dr.

Ardian

Riza,SpOT,

dr.

Anbiar

Manjas,SpB-KBD,

dr.

Raflis

Rustam,SpB(K)BV, dr. Rizki Rahmadian,SpOT(K), dr. Yevri Zulfiqar,SpB,SpU, dr.


Patrianef,SpB(K)BV, dr. Yahya Marpaung,SpB, dr. Jon Efendi,SpB,SpBA, dr. M. Iqbal
Rivai,SpB-KBD, dr. Ismeldi,SpB(K)Onk, dr. Etriyel MYH,SpU, dr. Roni Eka Sahputra,
SpOT,K-Spine, dr. Hermansyah,SpOT,

dr. Juni Mitra,SpB-KBD dan dr. Benny

Raymond,SpBP yang telah mendidik, membimbing, menanamkan sikap disiplin, memupuk


rasa tanggung jawabserta berbagi pengalaman kepada penulis selama pendidikan.
Kepada teman sejawat residen bedah FK Unand saya juga mengucapkan terima kasih
atas bantuan, kerjasama dan dukungannya selama ini.
Dan terutama kepada kedua orang tua, mertua, istri saya dr. Putri Mardhatillah dan
putri saya Vania Lathifatunnisa terima kasih atas dukungan, pengorbanan dan cinta tulus
yang diberikan selama menjalani pendidikan ini.
Saya menyadari bahwa tak ada gading yang tak retak. Kritik dan saran kami harapkan
untuk kesempurnaan tulisan ini. Semoga Allah Swt senantiasa melimpahkan berkahNya
untuk kita semua, Amin

Padang, Maret 2014

Penulis

DAFTAR ISI


ABSTRAK
ABSTRACT
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang

1.2 Perumusan Masalah

1.3 Tujuan penelitian

1.4 Manfaat Penelitian
BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pendahuluan

2.2 Insiden

2.3 Struktur kimia dan biotransformasi

2.4 Mekanisme kerja dan efek kardiotoksik

2.5 Pemantauan kardiotoksisitas

2.6 Kerangka konseptual
BAB III METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Desian penelitian

3.2 Lama dan lokasi penelitian

3.3 Obyek penelitian

3.4 Kriteria inklusi dan ekslusi

3.5 Tehnik pengambilan dan besar sampel

3.6 Alur penelitian

3.7 Analisa data dan penyajian

3.8 Definisi operasional

3.9 Etika penelitian
BAB IV HASIL PENELITIAN

4.1 Analisa univariat

4.2 Analisa bivariat

4.3 Uji diagnostik
BAB V DISKUSI

5.1 Analisa univariat

5.2 Analisa bivariat

5.3 Uji diagnostik
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN

Persetujuan Ethical Clearence

Surat Persetujuan Ikut Penelitian

Master Tabel Penelitian

Print out pengolahan SPSS




i
ii
iii
v
vi
vii
1
1
3
3
3
4
4
5
6
8
10
18
19
19
19
19
19
20
21
22
23
23
24
25
27
28
30
30
31
32
33
34
37
37
38
39
40

DAFTAR TABEL


BAB I PENDAHULUAN
BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.6 Tabel Kerangka konseptual
BAB III METODOLOGI PENELITIAN

3.6 Tabel Alur penelitian

3.7.1 Tabel uji diagnostik

3.8.1 Tabel Definisi operasional penelitian
BAB IV HASIL PENELITIAN

4.1.1 Tabel Distribusi Frekuensi Penderita Berdasarkan Karakteristik

4.1.2 Tabel Gambaran Pemeriksaan cTroponin T dan Ekokardiografi
sebelum kemoterapi doksorubisin dan setelah kemoterapi 3 siklus

4.2.1 Tabel Hubungan faktor resiko dengan kejadian kardiotoksik setelah
pemberian kemoterapi doksorubisin 3 siklus pada Pasien KPD

4.3.1 Tabel uji diagnostik
BAB V DISKUSI
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN

Tabel Master Tabel Penelitian

Tabel Print out pengolahan SPSS



























1
4
18
19
21
22
23
24
25

27

28
28
30
33
34
37
39
40

Gambar 1
Gambar 2

DAFTAR GAMBAR



Proses enzimatik pembentukan radikal bebas oleh doksorubisin

Struktur filamen komplek troponin















10
15

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Kanker payudara merupakan salah satu masalah utama kesehatan wanita di dunia. Di
Amerika Serikat, pada tahun 2012 diperkirakan sekitar 192.370 kasus baru kanker payudara
invasif yang didiagnosis pada wanita, dan 62.280 kasus kanker payudara in situ. Di
Indonesia, kanker payudara telah menjadi tumor ganas tertinggi diikuti tumor ganas leher
rahim dengan insiden sebesar 100 per 100.000 perempuan. Data registrasi kanker di RS
Kanker Dharmais dari tahun 2003-2007 menunjukkan bahwa kanker payudara merupakan
kanker ganas dengan frekuensi terbanyak dari seluruh kanker yang ditemukan. Di antara
keganasan pada wanita, kanker payudara menempati hampir 42% sedangkan kanker leher
rahim sebesar 19%.Di Rumah Sakit DR M Djamil (RSMDJ) Padang, kanker payudara
merupakan kanker tersering dari semua jenis kanker. Dilaporkan bahwa terdapat 96 kasus
baru kanker payudara pada tahun 2012.1,2,3
Terapi kanker payudara dapat digolongkan menjadi pembedahan, kemoterapi
radioterapi,dan terapi hormonal. Kemoterapi (adjuvan/neoadjuvan/primer) memiliki peranan
penting terhadap penatalaksaan kanker payudara. Efek samping kemoterapi timbul karena
obat-obat kemoterapi tidak hanya menghancurkan sel-sel kanker tetapi juga menyerang selsel sehat, terutama sel-sel yang membelah dengan cepat. Efek samping kemoterapi bervariasi
tergantung regimen kemoterapi yang diberikan. 4,5
Doksorubisin adalah obat antikanker yang efektif dansering digunakanuntukagen
kemoterapiberbagai keganasantermasuk kanker payudara. Kombinasi kemoterapi yang
mengandung antrasiklin (misal FAC)saat ini merupakan pilihan untuk first line kemoterapi.

Namun pengobatan dengan golongan ini sering mengakibatkan efek yang tidak
menguntungkan bagi jantungyang dapat membatasipenggunaannya.Jika telah terjadi
doksorubisinkardiomiopati, biasanya prognosis selalu burukdanseringberakibat fatal.. Dengan
demikian, pengobatan preventif lebih banyak berperan termasuk pemantauan efek
kardiotoksik selama kemoterapi.6,7,8
Doksorubisin dapat menyebabkan gagal jantung kongestif pada dosis kumulatif
sebesar 100 mg/m2. Swain dkk. Melaporkan insidens akan meningkat sesuai dosis kumulatif.
Nousiainen dkk. Mendapatkan terjadinya penurunan LVEF pada dosis kumulatif 200/mg2.13
Cottin dan Schmitt menemukan dengan dosis doxorubicin sebesar 138 26 mg/m2 telah
dapat ditemukan gangguan fungsi diastolik pada penderita-penderita yang mendapat
doxorubicin jangka pendek (kurang dari 3 siklus).16
Prosedur diagnostik untuk mendeteksi efekini adalah pemantauan fungsi ventrikel kiri
dengan ekokardiografi maupun angiokardiografi. Pemeriksaan Left Ventricular Ejection
Fraction(LVEF) menggunakan ekokardiografi dijadikan standar untuk memantau efek
kardiotoksisitas setelah pemberian doksorubisin. Saat ini mulai dikembangkan pemeriksaan
biomarker seperti cardiac Troponin(cTnT/cTnI) yang sebelumnya merupakan pemeriksaan
standar untuk pasien infark miokardium. Beberapa penelitian melaporkan bahwa peningkatan
kadar cTnT/cTnI dapat digunakan untuk deteksi dini terjadinya kerusakan miokardium yang
disebabkan doksorubisin.

9,10

Di RS M Djamil, pemeriksaan ekokardiografi dijadikan standar

untuk pemantauan efek kardiotoksik pemberian doksorubisin maupun jenis kemoterapi yang
lain. Pemeriksaan ekokardiografi dilakukan di Bagian Kardiologi dan Kedokteran Vaskuler/
SMF Jantung dan Pembuluh Darah sebelum dan sesudah pemberian kemoterapi. Pemeriksaan
ini memerlukan operator ahli ( Kardiologist ), penjadwalan, waktu dan biaya. Sedangkan
dengan pemeriksaan cTnT lebih praktis dan dapat di interprestasikan oleh semua ahli.

Berdasarkan latar belakang di atas, penulis tertarik untuk meneliti bagaimanakah uji
diagnostik cardiac Troponin T dibandingkan ekokardiografi dalam memantau efek
kardiotoksik pemberian doksorubisin pada pasien kanker payudara?
1.2 Perumusan masalah
1.2.1 Bagaimanakah hasil pemantauan dengan ekokardiografi terhadap efek kardiotoksik
pemberian doksorubisin pada pasien kanker payudara?
1.2.2 Bagaimanakah hasil pemantauan dengan cardiac Troponin T terhadap efek kardiotoksik
pemberian doksorubisin pada pasien kanker payudara?
1.2.3 Bagaimanakah uji diagnostik cardiac Troponin T dibandingkan ekokardiografi dalam
memantau efek kardiotoksik pemberian doksorubisin pada pasien kanker payudara?
1.3 Tujuan penelitian
1.3.1 Tujuan umum
Mengetahui uji diagnostik cardiac Troponin T dibandingkan ekokardiografi dalam memantau
efek kardiotoksik pemberian doksorubisin pada pasien kanker payudara.
1.3.2 Tujuan Khusus
a. Mengetahui hasil pemantauan ekokardiografi terhadap efek kardiotoksik pemberian
doksorubisin pada pasien kanker payudara.
b. Mengetahui hasil pemantauan cardiac Troponin T terhadap efek kardiotoksik pemberian
doksorubisin pada pasien kanker payudara.
c. Mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi efek kardiotoksikpemberian doksorubisin
pada pasien kanker payudara
1.4 Manfaat penelitian
a. Memberikan alternatif pemeriksaan dalam memantau efek kardiotoksik pemberian
doksorubisin pada pasien kanker payudara terutama dalam deteksi dini
b. Sebagai bahan pertimbangan untuk penelitian selanjutnya

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pendahuluan
Pengobatan kanker payudara mengalami kemajuan yang pesat beberapa tahun terakhir
dengan hasil penurunan morbiditas dan mortalitas. Konsep yang harus diingat pada
pengobatan penyakit kanker adalah penyakit ini dapat diobati, namun memerlukan deteksi
dini dan pemilihan pengobatan yang tepat. Bagi pasien, penting untuk mencegah penyakit
penyerta yang akan memperberat penyakit. 2,3
Pilihan pengobatan pada pasien kanker payudara adalah kombinasi pembedahan,
kemoterapi, hormonal terapi dan radioterapi. Modalitas terapi yang ada mempunyai efek
samping, antara lain efek kardiotoksik, yang akan mempengaruhi outcome secara bermakna.2
Doksorubisin merupakan suatu obat kemoterapi golongan antrasiklin, yang dihasilkan
oleh berbagai spesies streptomyces dan mempunyai peran yang unggul dalam pengobatan
kanker kanker payudara. Pada pasien dengan metastase KGB, kombinasi kemoterapi yang
mengandung anthracycline (misal FAC)merupakan pilihan untuk first line kemoterapi.
Namun pengobatan dengan golongan ini sering mengakibatkan efek yang tidak
menguntungkan bagi jantung.

6,7

Jika telah terjadi doksorubisin kardiomiopati, biasanya

prognosis selalu buruk dan sering berakibat fatal. Pengobatan yang saat ini tersedia biasanya
tak akan memperbaiki prognosis. Dengan demikian, pengobatan preventif lebih banyak
berperan termasuk pemantauan efek kardiotoksik selama kemoterapi. 6,7,8

2.2 Insiden
Keganasan dapat terjadi pada semua kelompok umur dan doksorubisin digunakan
pada semua kelompok umur, sehingga efek kardiotoksik obat ini dapat dijumpai pada semua
populasi. Beberapa pasien keganasan yang diberikan obat doksorubisin, mengalami
kerusakan otot jantung, sehingga terjadi kardiomiopati. Derajat dan tipe kardiomiopati yang
terjadi, baik yang timbul segera ataupun timbul lambat tergantung faktor risiko yang ada. 11
Secara klinis, efek kardiotoksik yang terjadi tergantung pada dosis pemakaian obat.
Kerusakan jantung setelah pemberian obat kemoterapi doksorubisin dibagi menjadi efek
kardiotoksik timbul cepat dan timbul lambat. Secara definisi, dikatakan efek kardiotoksik
timbul cepat apabila efek kardiotoksik timbul selama pemberian obat kemoterapi atau dalam
tahun pertama setelah pemberian obat, sedangkan efek kardiotoksik timbul lambat apabila
efek kardiotoksik timbul paling tidak satu tahun setelah terapi selesai. Dampak kardiotoksik
paling sering ditemukan adalah dampak yang dengan gejala subklinis, berupa kelainan
struktur dan fungsiventrikel kiri. 9,11
Masalah yang disebabkan semakin bertambah survival rate pasien dengan keganasan
dan adanya kecenderungan pemakaian dosis doksorubisin yang lebih tinggi, begitu juga
dengan terapi kombinasi yang dapat mengakibatkan efek saling menguatkan dalam
menimbulkan kelainan pada jantung. Faktor risiko dampak kardiotoksik semakin meningkat
dengan peningkatan dosis kumulatif obat, jenis kelamin perempuan, usia muda pada saat
diberikan kemoterapi, jenis tumor, ras kulit hitam, adanya trisomi 21, radioterapi yang
melibatkan jantung dan paparan terhadap siklofosfamid, ifosfamid atau amsakrin.9,10,11
Doksorubisin dapat menyebabkan gagal jantung kongestif pada dosis kumulatif
sebesar 100 mg/m2. Swain dkk. Melaporkan insidens akan meningkat 7% pada dosis 550
mg/m2, 15% dengan dosis 600 mg/m2 dan 30% - 40% pada dosis 770 mg/m2. Peningkatan
insidens gagal jantung pada dosis lebih dari 550 mg/m2, dijadikan kesepakatan sebagai batas

keamanan obat Walaupun tetap dipengaruhi variasi antar individu.12 Nousiainen dkk.
Mendapatkan terjadinya penurunan LVEF pada dosis kumulatif 200/mg2.13 Schwartz dkk.
Merekomendasikan pemeriksaan baseline LVEF sebelum kemoterapi doksorubisin atau
sebelum pemberian dosis 100 mg/m2.14 Cottin menemukan terjadinya gangguan fungsi
diastolik dengan pencitraan nuklir pada penderita-penderita yang mendapat doxorubicin
jangka pendek (kurang dari 3 siklus).15Schmitt menunjukkan dengan dosis doxorubicin
sebesar 138 26 mg/m2 telah dapat ditemukan gangguan fungsi diastolik, sementara fungsi
sistolik masih normal.16
2.3 Struktur kimia dan biotransformasi doksorubisin
Doksorubisin termasuk obat golongan antrasiklin. Selain doksorubisin obat yang
termasuk golongan ini adalah daunorubisin, epirubisin, idarubisin danmitoxantron, sering
dipakai dalam praktek klinis. Golongan antrasiklin tersusun atas 4 buah cincin sebagai inti
dan dihubungkan dengan suatu aminosugar, yaitu daunosamine suatu komponen yang
menentukan kelarutan di dalam air. Perbedaan doxorubisin dan daunorubisin terletak pada
ada tidaknya gugus hidroksil pada ujung karbonil cincin pada posisi 9. Idarubisin merupakan
suatu analog dari daunorubisin perbedaan terletak pada gugus metoksi cincin ke-4. Epirubisin
adalah epimer ke-4 dari doxorubisin. Mitoxantron merupakan turunan dari antrakuinon,
dengan struktur kimiawi yang serupa dengan struktur kimiawi antrasiklin. 11,17
Obat kemoterapi antrasiklin dapat mengalami metabolisme secara spontan. Proses
reduksi yang terjadipada gugus karbonil pada posisi 9 oleh enzim aldoketoreduktase akan
mengakibatkan

terbentuknya

doxorubisinol,

daunomysinol,

epidoxorubisinol

dan

idarubisinol. Bentuk metabolit mempunyai aktivitassitotoksik namun kurang toksik bila


dibanding dengan bentuk aslinya, namun sitotoksisitas idarubisinol sama dengan bentuk
aslinya. Obat kemoterapi golongan antrasiklin mengalami inaktivasi melaui proses konjugasi
dengan sulfat atau glukuronida atau bila mengalami prosesmetilasi pada gugus metoksi pada

posisi ke-4 cincin. Ciri khas golongan antrasiklin adalah kemampuan reaksi oksidasi dan
reduksi secara reversibel. Bila obat mengalami pengurangan satu elektron pada kulit paling
luar, maka akan terbentuk radikal bebas, yang terjadi melalui prose enzimatik oleh
flavoenzim dengan bantuan NADPH atau NADH. Flavoenzim terdapat dalam bentuk
NADPH sitokrom P450 reduktase, mitokondria NADH dehidrogenase dan santhine oxidase.
Reaksi yang terjadi melalui proses ini akan menghasilkan radikal bebas semiquinone. Pada
keadaan hipoksia, semiquinonedikonversi menjadi deoxyaglyone dan senyawa ini sangat
reaktif, namun sebaliknya bila terjadi eliminasi gugus gula, reaksi yang terjadi adalah
inaktivasi obat. Selain itu antrasiklin juga berikatan dengan besi membentuk chelate, yang
pada akhirnya akan mengakibatkan terbentuknya radikal bebas.11,18
Doxorubisin dan daunorubisin tidak stabil dalam lingkungan asam sehingga tidak
dapat diberikan secaraoral, sedangkan idarubisin dapat diberikan secara oral dan mempunyai
bioavailabilitas 20%-30%. Setelahpemberian intravena, konsentrasi obat dalam plasma akan
meningkat secara cepat dan segera didistribusikan ke dalam jaringan. Pengikatan obat oleh
jaringan disebabkan oleh volume distribusi obat yang sangat tinggi (>500 L/m2). Kadar
antrasiklin didalam jaringan dapat mencapai 100 kali lebih tinggi bila dibandingkan dengan
kadar obat dalam plasma, dan obat dapat bertahan dalam waktu yang lama. Doxorubisin
mempunyai waktu paruh 30 jam sedangkan daunorubisin dan idarubisin mempunyai waktu
paruh 15 20 jam.8,11,18
Antrasiklin dieliminasi melalui biotransformasi yang terjadi terutama di hati dan
diekskresi melalui empedu. Ekskresi melalui ginjal 5%-15% dari seluruh klirens obat. Klirens
total obat melebihi 500 mL/menit/m2 dan pada anak klirens obat harus dikoreksi terhadap
luas permukaan tubuh.

Penyesuaian dosis biasanya tidak diperlukan dalam pemberian

doxorubisin dan daunorubisin pada pasien dengan gangguan fungsi ginjal. Klirens obat
idarubisin mempunyai korelasi dengan klirens kreatinin dan akan menurun dengan

menurunnya fungsi ginjal. Penyesuaian dosis antrasiklin juga dianjurkan pada pasien dengan
berat badan berlebih (>130% BB ideal ). Hal ini disebabkan oleh karena eliminasi
doxorubisin menjadi lebih lambat. 8,11
2. 4 Mekanisme Kerja dan Efek Kardiotoksik Obat
Mekanisme aktivitas antitumor obat golongan antrasiklin belum diketahui secara
pasti. Teori yangselama ini diterima secara luas adalah obat ini mempunyai kemampuan
untuk berikatan dengan DNA melalui proses yang disebut dengan interkalasi, sehingga
menyebabkan terganggunya sintesis RNA dan DNA. Enzim topoisomerase juga merupakan
target yang penting pada pemakaian obat ini. Enzim ini mempertahankan struktur 3 dimensi
dari DNA dan penting pada proses replikasi, transkripsi, repair dan rekombinasi DNA.8,11,20
Topoisomerase bekerja melalui pemotongan dan penyambungan rantai DNA serta
mengganggu penyambungan rantai DNA. Rantai DNA dirusak oleh radikal bebas yang
terbentuk. Mekanisme lainadalah kerusakan bagian sel oleh reaksi oksidasi yang diakibatkan
oleh senyawa intermediat yang terbentuk. Senyawa ini mampu merusak berbagai
makromolekul yang ada, terutama DNA, protein dan membrane sel. Disfungsi miokard yang
diakibatkan oleh doksorubisin kemungkinan disebabkan oleh radikal bebas yang terbentuk,
gangguan fungsi adrenergik, terbentuknya peroksida lipid, gangguan transportasi Ca dalam
sarcollemma, lepas TNF dan interleukin- 2 serta sitokin terbebas dari jaringan tumor.
Mekanisme stres oksidatif adalah mekanisme yang paling sering mengakibatkan kerusakan
jantung. 8,11,20
Terdapat dua mekanisme doxorubisin dalam menginisiasi terbentuknya oksigen
radikal, yaitu
1. Doxorubisin akan membentuk chelate dengan besi, yaitu melalui ikatan oksigen yang
terdapat pada rantai 11 dan 12.

Fe3+ DOX + e- Fe2+ DOX (1)


Fe2+ DOX + O2 Fe3+ DOX + O2o- (2)
2 O2o- + 2H+ H2O2 + O2 (3)
Fe2+ DOX + H2O2 Fe3+ DOX + OH- + OHo (4)

2. Cincin C pada antrasiklin berbentuk quinone, dapat mengalami reaksi reduksi oleh
flavindependent reduktase membentuk semiquinone. Bentuk semiquinone adalah bentuk
radikal bebas. Bila terdapat oksigen, semiquinone akan memberikan elektron yang tidak
berpasangan ke molekul oksigen sehingga terbentuklah superoxide anion O2. Dengan
terbentuk radikal bebas, antrasiklin akan kembali menjadi bentuk awal. Anion superoxide
melalui proses enzimatik oleh superoxide dismutase akan membentuk molekul oksigen dan
hidrogen peroksida (H2O2). Reaksi yang terjadi tertera pada Gambar.8,11,20

Gambar 1. Proses Enzimatik

Eliminasi H2O2 merupakan tahapan yang penting, karena H2O2 mempunyai


kemampuan memicu pembentukan radikal hidroksil suatu oksidan yang sangat reaktif dan
destruktif. Hidrogen peroxide diinaktivasi oleh dua enzim, yaitu katalase dan glutation
peroksidase. Katalase mengubah hidrogen peroksida menjadi air dan oksigen, sedangkan
glutation peroksidase memakai glutation untuk mereduksi hidrogen peroksida menjadi air dan
glutation teroksidasi.8,11,20
Otot jantung mengandung katalase dalam jumlah yang sedikit, sehingga aktivitas
glutation peroksidase mempunyai peranan penting dalam menetralisir efek antrasiklin dan
radikal bebas yang terbentuk. Hal inilah yang menerangkan kenapa jantung lebih rentan bila
dibanding dengan organ lain. Kompleks Fe 3+ - doxorubisin mempunyai afinitas yang kuat
terhadap fosfolipid kardiolipin yang dapat ditemukan pada membran mitokondria dan
membran retikulum sarkoplasma dan berperan dalam aktivitas enzim yang berikatan dengan
membran sel. Bagian jantung yang paling banyak mengalami kerusakan adalah mitokondria
dan retikulum sarkoplasma. Kerusakan organel sel akan mengakibatkan kerusakan miokard
yang mengakibatkan disfungsi miokardium.8,11,20

2.5 Pemantauan Kardiotoksisitas Obat


Pendekatan klinis untuk memantau efek toksik doksorubisin terhadap jantung adalah
dengan penilaiannilai dasar kinerja jantung sebelum diberikan terapi, monitoring selama dan
sesudah pemberianobat. Pengobatan doksorubisin memerlukan pemantauan seumur hidup
yang memerlukan berbagai prosedur diagnostik. 8,11
Pencegahan dari resiko kardiotoksisitas dapat dilakukan dengan pengaturan protokol
infus, penggantian preparat dengan liposomal/ pegylated doksorubisin, penggantian dengan
obat golongan sejenis yang memiliki kardiotoksisitas lebih rendah seperti epirubisin dan
pemberian dexrazoxane yang merupakan metal chelating agent saat kemoterapi. Beta bloker

dan ACE inhibitor merupakan obat simptomatis yang diberikan jika terjadi gejala
kardiotoksik 8,11
2.5.1 Pemeriksaan Fisik
Gejala dan tanda yang ada tidak khas untuk kelainan oleh terapi golongan antrasiklin.
Irama derap yang baru dan peningkatan tekanan vena jugularis yang timbul pada pemberian
doksorubisin merupakan tanda awal kemungkinan terjadinya komplikasi gagal jantung.
Apabila terjadi gagal jantung, maka akan terdapat tanda dan gejala berupa sesak nafas, efusi
pleura, ronkhi, irama derap, takikardia, peningkatan tekanan vena jugularis, edema
pergelangan kaki, dan pembesaran hati. 8,11
2.5.2 Elektrokardiografi dan angiografi
Perubahan EKG pada pemberian terapi antrasiklin mencakup berbagai aritmia
reversibel. PerubahanEKG yang paling sering ditemukan adalah takikardia, pendataran
gelombang T, pemanjangan interval QT dan hilangnya gelombang R dapat ditemukan pada
dampak karditoksik timbul lambat. Tidak ada satupun perubahan EKG spesifik untuk
kelainan yang disebabkan oleh doxorubisin. Perubahan EKG yang nonspesifik, dapat
digunakan dalam menegakkan diagnosis apabila digabung dengan pemeriksaan penunjang
lainnya seperti penilaian fraksi ejeksi dengan pemeriksaan ekokardiografi. 8,11
Pemeriksaan fraksi ejeksi serial merupakan tehnik noninvasive yang sensitif untuk
mendeteksi kelainan jantung akibat obat golongan ini. Penilaian fraksi ejeksi dengan
menggunakan angiokardiografi radionuklir juga dapat digunakan untuk menilai efek
kardiotoksik obat. Keuntungan ekokardiografi dibanding angiokardiografi radionuklir adalah
pasien tidak terpapar dengan radiasi pengion.Angiokardiografi dengan menggunakan
indium111 yang dilabel dengan antibodi antimiosin monoclonal dapat digunakan untuk
mendeteksi nekrosis otot jantung. Dengan pemeriksaan angiokardiografi diukur fraksi ejeksi
dan mendeteksi kelainan pergerakan dinding miokardium. Pada kardiomiopati yang

disebabkan oleh doksorubisin, uptake antibody antimiosin sebanding dengan dosis kumulatif
doxorubisin dan fraksi ejeksi. Sensitivitas pemeriksaan angiokardiografi tinggi, tetapi
spesifisitas rendah. Dengan pemeriksaan angiokardiografi dapat dideteksi nekrosis otot
jantung apapun penyebabnya.8,11
2.5.3 Biopsi Endomiokardium
Biopsi endomiokardium adalah uji diagnostik yang mempunyai sensitivitas dan
spesifisitas yang tinggiuntuk mendeteksi kelainan jantung yang disebabkan oleh doxorubisin.
Jaringan endomiokardiumdiambil dari ventrikel kanan menunjukkan gambaran histopatologis
khas, antara lain kerusakan miofibril,distensi retikulum sarkoplasma, dan vakuolisasi
sitoplasma.7,18 Tingkat kerusakan jaringan dinilai dariderajat 1-3. Derajat 1 bila kerusakan <
5%, derajat 1,5 kerusakan 5%-15%, derajat 2 apabila kerusakan16%-25%, dikatakan derajat
2.5 apabila kerusakan 26%-35%, dan bila kerusakan > 35% digolongkanmenjadi derajat 3.
Penilaian skor biopsi 2.5 atau lebih merupakan indikasi untuk penghentian terapi antrasiklin.
Kerugian prosedur ini adalah invasif dan tidak tersedia di semua sentra. 8,11
2.5.4 Ekokardiografi
Pemeriksaan ini mempunyai tingkat akurasi atau ketepatan yang cukup tinggi dalam bidang
diagnostik penyakit jantung.Prinsip alat diagnostik ini menggunakan gelombang suara
dengan frekwensi tinggi untuk memvisualisasikan gambaran struktur dan fungsi jantung
dilayar monitor.Pemeriksaan ini tidak menimbulkan rasa sakit sehingga secara teknis relatif
lebih mudah dilakukan terhadap bayi ( penyakit jantung bawaan ) dan orang dewasa.
Pemeriksaan ini dapat mendekteksi gerakan otot-otot jantung baik yang normal maupun yang
abnormal seperti pada keadaan akibat serangan jantung.
Ekokardiografi dapat memberikan informasi tentang hal-hal sebagai berikut :

Kardiomegali akibat tekanan darah tinggi, kebocoran katup atau gagal jantung.

Keadaan otot-otot jantung yang lemah atau jantung tidak dapat memompa darah
dengan sempurna maupun kardiomiopati

Kelainan struktur jantung seperti yang terdapat pada penyakit jantung bawaan

Evaluasi atau pemantauan selama dilakukan tindakan operasi jantung atau selama
prosedur intevensi.

Adanya tumor atau gumpalan darah yang dapat menyebabkan stroke.

Ditemukan bising jantung (murmur) baik pada anak maupun orang dewasa.

Pada demam rematik dan penjakit jantung rematik.

Dalam melakukan pemeriksaan, pasien biasanya berbaring dengan tenang ditempat tidur,
namun pada bayi sebaiknya dalam pangkuan ibunya.Dokter atau teknisi ekokardiografi
menggunakan Jelly yang diletakkan diujung probe dengan gelombang suara frekwensi
tinggi untuk memperoleh visualisasi gambaran struktur jantung termasuk katup
jantung.Sambil dilakukan pemeriksaan pasien dapat melihat atau menyaksikan di layar
monitor dan pemeriksa dapat memberi penjelasan singkat.
Secara umum ada 4 jenis ekokardiografi yang sering dilakukan yakni :
1. Transthoracal Echocardiography (TTE)
2. Transsesophageal Echocardiography (TEE)
3. Fetal Echocargraphy (janin)
4. Stress Echocargraphy
ESMO merekomendasikan pemeriksaan LVEF termasuk pada pasien yang asimptomatik
yang mendapat kemoterapi doksorubisin. Pemeriksaan dilakukan sebelum pemberian

kemoterapi, setelah setengah dari total siklus. Sedangkan Schwartz dkk merekomendasikan
untuk memeriksa sebelum kemoterapi atau sebelum pemberian dosis 100mg/m2. Selanjutnya
dilakukan pemeriksaan serial . Jika terjadi penurunan LVEF >10% atau LVEF <50%,
pemberian doksorubisin tidak boleh dilanjutkan.9,10
2.5.5 Pemeriksaan Cardiac Troponin
Troponin adalah protein spesifik yang ditemukan dalam otot jantung dan otot rangka.
Bersama dengan tropomiosin, troponin mengatur kontraksi otot. Kontraksi otot terjadi karena
pergerakan molekul miosin di sepanjang filamen aktin intrasel. Troponin terdiri dari tiga
polipeptida :
1. Troponin C (TnC) dengan berat molekul 18.000 dalton, berfungsi mengikat dan
mendeteksi ion kalsium yang mengatur kontraksi.
2. Troponin T (TnT) dengan berat molekul 24.000 dalton, suatu komponen inhibitorik
yang berfungsi mengikat aktin.
3. Troponin I (TnI) dengan berat molekul 37.000 dalton yang berfungsi mengikat
tropomiosin.
Dari tiga polipeptida tersebut, hanya bentuk troponin I (cTnI) dan troponin T (cTnT)
yang ditemukan di dalam sel-sel miokardium, tidak pada jenis otot lain.20

Gambar 2. Struktur filamen tipis. A. Tulang punggung filamen tipis tampak pada pandangan longitudenal, Factin yang terdiri dari 2 untai monomer aktin (rantai biru dan putih). Kompleks troponin yang tiap meolekulnya
tersusun dari troponin C, I dan T tersebar dengan interval kira-kira 400-A. Molekul tropomiosin berada diantara
2 untai aktin. B. Irisan melintang filamen tipis pada tempat komplek troponin menunjukkan kemungkinan
hubungan antara aktin, tropomiosin dan 3 komponen dari kompleks troponin.

cTnI dan cTnT dikeluarkan ke dalam sirkulasi setelah cedera miokardium. Sel-sel otot
rangka mensintesis molekul troponin yang secara antigenis berbeda dengan troponin jantung.
Pembebasan troponin jantung dari miokardium yang cedera terjadi dalam dua fase. Pertama,
pada kerusakan awal beberapa troponin jantung dengan cepat keluar dari sel-sel miokardium
dan masuk ke dalam sirkulasi bersama dengan CK-MB dan memuncak pada 4-8 jam. Dengan
demikian, kemunculan akut troponin jantung mengisyaratkan IMA. Kedua, troponin jantung
juga dibebaskan dari aparatus kontraktil intrasel. Pelepasan troponin yang berkelanjutan ini
memberikan informasi yang setara dengan yang diberikan oleh isoenzim laktat dehidrogenase
(LDH) untuk diagnosis konfirmatorik infark miokardium sampai beberapa hari setelah
kejadian.20
Troponin adalah tes yang lebih spesifik untuk serangan jantung daripada tes lainnya
(yang mungkin menjadi positif pada cedera otot rangka) dan tetap tinggi untuk jangka waktu
beberapa hari setelah serangan jantung. Troponin kadang-kadang meningkat secara menetap
pada pasien dengan penyakit miokardium yang tidak memperlihatkan peningkatan mioglobin,
CK-MB, atau LDH. Pasien-pasien ini biasanya mengidap angina yang tidak stabil; troponin
bisa untuk memantau perkembangan klinis pada penyakit ini secara kuantitatif.20

Ketika seorang pasien mengalami serangan jantung, kadar troponin bisa menjadi
meningkat dalam darah dalam waktu 3 - 4 jam setelah cedera dan dapat tetap tinggi selama 12 minggu setelah serangan jantung. Pengujian ini tidak terpengaruh oleh kerusakan otot lain,
sehingga suntikan, kecelakaan, dan obat yang dapat merusak otot tidak mempengaruhi
kadarnya.20
Penting untuk dicatat bahwa troponins jantung adalah penanda dari semua kerusakan
otot jantung, bukan hanya infark miokard. Kondisi lain yang langsung atau tidak langsung
mengakibatkan kerusakan otot jantung juga bisa meningkatkan kadar troponin. Takikardia
berat (misalnya karena takikardia supraventricular) pada seorang individu dengan arteri
koroner normal juga dapat menyebabkan peningkatan troponin, misalnya, mungkin karena
permintaan oksigen meningkat dan pasokan oksigen yang tidak memadai ke otot jantung.
Troponins juga meningkat pada pasien dengan gagal jantung, kondisi inflamasi (miokarditis
dan perikarditis dengan keterlibatan otot jantung yang kemudian disebut myopericarditis),
kardiomiopati (kardiomiopati membesar, kardiomiopati hipertrofik atau hipertrofi ventrikel
(kiri), kardiomiopati peripartum, kardiomiopati Takotsubo), gangguan infiltrasi (amiloidosis
jantung). Cedera jantung dengan peningkatan troponin juga terjadi pada keadaan jantung
memar, defibrilasi dan kardioversi internal atau eksternal. Peningkatan troponin juga
meningkat pada beberapa prosedur seperti operasi jantung dan transplantasi jantung,
penutupan cacat septum atrium, intervensi koroner perkutan atau ablasi frekuensi radio .20
Beberapa kondisi non-jantung yang dapat meningkatkan kadar troponin akibat
memberi efek tidak langsung pada otot jantung seperti : sepsis (troponin meningkat sekitar
40%), perdarahan gastrointestinal yang parah, diseksi aorta, peningkatan stress hemodinamik,
hipertensi pulmonar, emboli paru, eksaserbasi akut penyakit paru obstruktif kronik (PPOK),
iskemia, gangguan sistem syaraf pusat, penyakit ginjal stadium akhir, toxin (kalajengking,

ular, ubur-ubur, lipan), keracunan (CO, sianida) dan efek pengaruh obat agen kemoterapi
(anthracycline). 20
Pada beberapa penelitian melaporkan bahwa peningkatan kadar serum cTnT dan cTnI
dapat berguna untuk mendeteksi secara dini kerusakan miokardium

akibat penggunaan

doksorubicin, bahkan sebelum terjadi perubahan LVEF pada ekokardiografi. Panduan klinis
ESMO merekomendasikan pemeriksaan troponin sebagai baseline dan setelah kemoterapi
antrasiklin secara periodik 21,22,23
Troponin jantung (cTnT dan cTnI) dapat diukur dengan immunoassay yang tersedia
dalam analyzer imunokimia otomatis. Spesimen untuk pengukuran troponin berupa darah
lengkap atau serum. Karena troponin jantung relatif tidak stabil dalam darah lengkap atau
serum, maka spesimen harus diproses dan diperiksa segera. Apabila serum harus disimpan,
serum harus dibekukan. Di pasaran, banyak beredar tes komersial jenis Troponin I daripada
Troponin T. Namun, belum adanya standardisasi untuk nilai rujukannya masih menjadi
kendala. Menurut Kosasih (2008), nilai rujukan untuk Troponin T (metode immunoassay) :
1. Nilai antara 0,03 0,1 ng/mL di interprestasikan sebagai medium risk
2. Nilai di atas 0,1 ng/mL diinterprestasikan sebagai nekrosis sebagian sel otot jantung
(high risk)
3. Pada orang normal nilai kurang dari 0,03 ng/mL (low risk)

2.6 Kerangka Konseptual


Pengobatan Kanker Payudara
Operasi
Kemoterapi
Radioterapi

kemoterapi dengan regimen


yang mengandung
doksorubisin

Efek samping doksorubisin :


Gejala pencernaan
Gangguan Hemopoetik
Kardiotoksik
Pemantauan dengan :
Pemeriksaan fisik
EKG
Ekokardiografi
Biomarker

Dipengaruhi :
Dosis, usia, jenis kelamin
Jenis tumor, kombinasi
obat

Doxorubicin Induced
Cardiotoxicity

Radikal bebas merusak


miokardiosit: melepaskan
komplek troponin ke sirkulasi

Radikal bebas menyebabkan


penipisan miokard
(kardiomiopati) : penurunan
fungsi dan LVEF

Deteksi Kadar Troponin


dengan pemeriksaan
imunoassay pada
c Troponin T test

Deteksi penurunan fungsi


jantung dengan
pemeriksaan LVEF pada
ekokardiografi

Membandingkan :
cTroponin-T test dan Ekokardiografi
setelah kemoterapi untuk menilai
kardiotoksisitas

BAB III
METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Desain Penelitian


Penelitian ini adalah penelitian prospektif dengan desain yang dipilih adalah uji
diagnostik
3.2 Lama Penelitian dan Lokasi Penelitian
Penelitian dilakukan selama 6 bulan. Pemeriksaan cardiac Troponin T dilakukan di
Bagian Patologi Klinik RS. DR. M. Djamil Padang. Pemeriksaan Ekokardiografi di lakukan
diBagian Kardiologi dan Kedokteran Vaskuler RS. DR.M. Djamil Padang. Pemberian
Kemoterapi FAC dilakukan di Bagian Bedah RS. DR. M. Djamil Padang
3.3 Obyek Penelitian
Obyek penelitian adalah semua pasien kanker payudara yang mendapat terapi primer,
adjuvan / neoadjuvan terapi regimen Doksorubisin di Sub Bagian Bedah Onkologi RS. DR.
M. Djamil Padang yang memenuhi kriteria inklusi
3.4 Kriteria inklusi dan ekslusi
3.4.1 Kriteria inklusi
a. Pasien kanker payudara yang mendapat adjuvan/neoadjuvan doksorubisin
b. Pasien bersedia untuk mengikuti penelitian ini

3.4.2 Kriteria ekslusi


a. Pasien menolak untuk mengikuti penelitian ini
b. Pasien dengan riwayat penyakit jantung sebelumnya
c. Pasien dengan riwayat gagal ginjal
3.5 Tehnik pengambilan dan besar sampel24
Pemilihan sampel dilakukan secara consecutive sampling dari semua pasien kanker payudara
yang diberikan adjuvan/ neoadjuvan Doksorubisin selama periode September sampai
Desember 2013.
Jumlah sampel yang akan diteliti adalah sebanyak 20 orang yang didapat melalui rumus :
n=z 2x PQ
d2
n= (1,96)2 . (0,95). (0,05)
(0,1)2
n= 20 sampel
n= Besar sampel
P= Sensitivitas alat yang diinginkan : 95%
Q= 1-P : 0,05
= Tingkat kesalahan ditetapkan sebesar 5% sehingga Z = 1,96
d = Presisi penelitian ditetapkan sebesar 10%

3.6 Alur penelitian


Pasien Kanker Payudara

Kemoterapi
Doksorubisin

cTroponin-T test ( Baseline)

Echocardiography (Baseline)

Kriteria ekslusi

Kriteria inklusi

Kemoterapi Doksorubisin
3 siklus

cTroponin-T test

Echocardiography

Kardiotoksisitas

Analisa data

Pengaruh :
Dosis, usia,Jenis tumor,
kombinasi obat

3.7 Analisa data dan penyajian24


Analisa data dengan menggunakan parameter uji statistik
1. Deskripsi Variabel
a. Univariat : Tabel distribusi frekuensi dengan persentase dan rata-rata
b. Bivariat : Tabel silang dengan pengelompokan data kategori disertai nilai odd
ratio dan P value
2. Uji Statistikdengan chi-square test.Uji yang digunakanfishers exact test
3. Uji Diagnostik : Untuk melihat perbedaan sensitifitas, spesifisitas, nilai prediksi dan
tingkat akurasi antara pemeriksaan cTroponin-T dan Ekokardiografi
Uji Diagnostik

Standar

Jumlah

Positif

Negatif

Positif

True positif (a)

False positif (b)

a+b

Negatif

False negatif (c)

True negatif (d)

c+d

Jumlah

a+c

b+d

a+b+c+d

Sensitifitas

True positif
x 100 %
True positif + False negatif

Spesifisitas

True negatif
x 100 %
False positif + True negatif

Nilai Prediksi Positif =

True Positif
x 100 %
True positif +False positif

Nilai Prediksi negatif =

True negatif
x 100 %
True negatif+ False negatif

Akurasi

True positif + True negatif x 100%


T pos + T neg + F pos + F neg

Penghitungan data dilakukan dengan komputer, memakai program IBM SPSS IOS versi 21.

3.8

Definisi operasional

Tabel 3.8.1 Definisi operasional Penelitian


a.Kelompok usiayaitu usia pasien dibagi berdasar kelompok umur dengan interval 10 tahun
b.Kelompok usia berdasarkan resiko penyakit kardiovaskuler menurut WHO
Young

: Usia muda dibawah 40 tahun

Midle-Elderly

: Usia menengah 40-55 tahun, usia tua diatas 55 tahun

c.Klinis TNM yaitu klasifikasi kanker payudara berdasarkan sistem TNM


T

: Ukuran tumor

: Penyebaran ke kelenjar getah bening

: Adanya metastasis jauh

d.Stadium Klinis yaitu stadium kanker payudara berdasarkan klinis TNM


Early
Advance

: Stadium I dan II
: Stadium III dan IV

e.Jenis Histopatologi yaitu jenis histologi carcinoma mammae berdasarkan pemeriksaan PA


IDC

: Invasive ductal carcinoma

ILC

: Invasive lobular carcinoma

f.Dosis Kumulatif Doksorubisin yaitu jumlah dosis doksorubisin setelah 3 siklus kemoterapi
g.Kombinasi Kemoterapi yaitu jenis regimen yang diberikan pada pasien kanker payudara
h.Kenaikan cTnT yaitu nilai pemeriksaan cTnT setelah kemoterapi doksorubisin 3 siklus
Positif

: nilai cTnT >0,03

Negatif

: nilai cTnT <0,03

i.Penurunan LVEF yaitu penurunan nilai LVEF setelah pemberian kemoterapi 3 siklus yang diperiksa dengan
alat ekokardiografi yang mengindikasikan terjadinya kardiotoksisitas
Positif

: LVEF turun 10% atau nilai LVEF 55%

Negatif

: Tidak terjadi penurunan yang berarti atau < 10%

3.10 Etika Penelitian


Semua pasien yang terlibat dalam penelitian ini diberikan penjelasan sebelum penelitian dan
memberikan persetujuan keikutsertaan dalam penelitian. Penelitian juga melalui persetujuan
lulus kaji etik dari panitia etik penelitian FK Universitas Andalas/ RS M. Djamil Padang

BAB V
HASIL PENELITIAN

Telah dilakukan penelitian tentang Uji Diagnostik cardiac Troponin T dibandingkan


Ekokardiografi dalam memantau efek kardiotoksik pemberian doksorubisin pada pasien
kanker payudara di RS DR M Djamil Padang. Pemeriksaan cardiac Troponin T dilakukan di
Laboratorium Patologi Klinik RS. DR. M Djamil dan Laboratorium Prodia Padang.
Pemeriksaan Ekokardiografi dilakukan di Bagian Kardiologi dan Kedokteran Vaskular RS
DR M Djamil serta di RS Yayasan Jantung Padang. Sedangkan Kemoterapi dilakukan di
Ruang Kemoterapi RS DR M Djamil Padang. Penelitian dilakukan sejak Oktober 2013
sampai Januari 2014. Selama periode diatas di dapatkan 25 orang sampel yang memenuhi
kriteria inklusi untuk penelitian ini. Dari 25 sampel, hanya 20 pasien yang bisa melanjutkan
penelitian. Sedangkan 5 pasien mengundurkan diri karena tidak melanjutkan kemoterapi.
Semua pasien dalam penelitian ini adalah wanita
Data diolah dengan menggunakan program IBM SPSS IOS versi 21. Dilakukan
analisa univariat untuk melihat karakteristik pasien dan penyajian dilakukan dalam bentuk
tabel distribusi frekuensi dengan nilai frekuensi dan persentase. Analisa bivariat dilakukan
untuk melihat hubungan antara variabel penelitian. Data dikelompokkan dalam kategori dan
uji statistik yang digunakan adalah chi-square test dengan derajat kepercayaan 95%.
Dilakukan juga penilaian odd ratio dengan confidence interval 95%. Penyajian analisa
bivariat dilakukan dalam bentuk table silang dengan nilai frekuensi dan persentase serta
tampilan odd ratio dan P value. Terkhir dilakukan uji diagnostik antara kenaikan nilai cTnT

dengan penurunan LVEF pada Ekokardiografi sebagai standar baku emas (gold standar)
dengan menentukan nilaisensitivitas, spesifisitas, nilai prediksi dan akurasi.
5.1 Analisa Univariat
Berdasarkan distribusi usia pasien kanker payudara yang mendapatkan kemoterapi
doksorubisin pada penelitian ini didapatkan rata-rata usia pasien adalah 46 tahun dengan usia
termuda 28 tahun dan usia tertua 68 tahun. Menurut golongan usia (Tabel 5.1.1), penderita
terbanyak ditemukan pada kelompok 30-39 tahun dan 40-49 tahun (30%). Pada
pengelompokan usia berdasarkan resiko penyakit jantung, sebagian besar pasien berusia
diatas 40 tahun (midle age-elderly) sebanyak 80%. Berdasarkan jenis kelamin, semua pasien
pada penelitian ini adalah wanita (100%)
Distribusi pasien berdasarkan stadium TNM terbanyak (80%) ditemukan pada
stadium lanjut (advanced) dengan T4N1M0 dan T4N0M0 masing-masing sebanyak 30%
(Tabel 5.1.1). Berdasarkan Klasifikasi histopatologi dan grade tumor, pasien terbanyak
ditemukan dengan jenis histopatologi Invasive Ductal Carcinoma grade

(85%). Dosis

kumulatif doksorubisin yang diberikan bervariasi dengan dosis terendah 180 mg (35%) dan
tertinggi 255 mg (5%). Rata-rata dosis yang diberikan adalah 210 mg dengan standar deviasi
25,72. Jika dibagi berdasarkan kategori dosis menurut penelitian Nousiainen dengan batasan
dosis 200 mg, sebagian besar pasien mendapatkan dosis > 200 mg (65%). Kombinasi
kemoterapi yang diberikan sebagian besar (90%) adalah Cyclophosphamide dan 5-FU
(Regimen FAC) seperti terlihat di tabel 5.1.1.
Dari pemeriksaan cardiac Troponin T sebelum dan sesudah kemoterapi 3 siklus, 5
pasien (25%) mengalami kenaikan cardiac Troponin T lebih besar atau sama dengan 0,1
ng/mL. Pemeriksaan Ekokardiografi setelah 3 siklus rata-rata menunjukkan penurunan Fraksi
Ejeksi Ventrikel Kiri (LVEF) sebesar 6,95%. Sebanyak 7 pasien (35%, SD=0,489)

mengalami penurunan LVEF lebih dari 10% atau LVEF <55% yang mengindikasikan sudah
mulai terjadi kardiotoksisitas. Gambaran pemeriksaan cardiac Troponin T dan Ekokardiografi
sebelum dan sesudah kemoterapi 3 siklus terdapat pada tabel 5.1.2. Dari uji Wilcoxon sign
ranks test kedua variabel memiliki perbedaan hasil yang bermakna setelah perlakuan
kemoterapi 3 siklus (P value< 0,05)
Tabel 5.1.1 Distribusi Frekuensi Penderita Berdasarkan Karakteristik
Variabel
Frekuensi
Persentase
Kelompok usia
20-29 th
1
5.0
30-39 th
6
30.0
40-49 th
6
30.0
50-59 th
5
25.0
60-69 th
2
10.0
Kelompok usia berdasarkan resiko
Young
7
35
Midle-Elderly
13
65
Klinis TNM
T3N0M0
4
20.0
T4N0M0
6
30.0
T4N1M0
6
30.0
T4N1M1
1
5.0
T4N2M0
3
15.0
Stadium Klinis
Early
4
20.0
Advance
16
80.0
Jenis Histopatologi
IDC
17
85.0
ILC
3
15.0
Dosis Kumulatif Doksorubisin
180
7
35.0
210
5
25.0
225
3
15.0
240
4
20.0
255
1
5.0
Dosis Kumulatif berdasarkan Nousiainen*
200 mg
7
35
> 200 mg
13
65
Kombinasi Kemoterapi
Cyclophosphamide,5-FU
18
90.0
Cyclophosphamide,Taxane
2
10.0
Kenaikan cTnT
Positif
5
25.0
Negatif
15
75.0
Penurunan LVEF
Positif
7
35.0
Negatif
13
65.0

Keterangan
Mean : 46
SD : 10.9

Mean : 210
SD : 25.752

Tabel 5.1.2 Gambaran Pemeriksaan cTroponin T dan Ekokardiografi sebelum kemoterapi doksorubisin
dan setelah kemoterapi 3 siklus

No.
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20

HasilcTnTseb
elumng/ml
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0

HasilcTnTsesud
ahng/ml
0
0.1
0
0
0
0.3
0
0.29
0
0
0
0.27
0
0
0
0
0.1
0
0
0

Pemeriksaan
LVEF(%) ke-1
72
81
79
73
57
63
77
60
74
72
56
68
64
70
80
72
60
66
62
69

Pemeriksaan
LVEF(%) ke-2
73
64
63
78
60
41
74
52
72
72
61
58
60
56
80
70
46
61
55
61

LVEF
(%)
1
17
16
5
3
22
3
8
2
0
5
10
4
14
0
2
14
2
7
4

Efek
Kardiotoxic
+
+
+
+
+
+
+
-

5.2 Analisa Bivariat


Semua variabel yang merupakan faktor resiko dari kejadian kardiotoksik akibat
kemoterapi doksorubisin dilakukan analisa bivariat untuk melihat adanya pengaruh faktorfaktor tersebut terhadap terjadinya kardiotoksisitas. Semua data dijadikan dalam bentuk
kategorik. Dari hasil uji statistik dengan tabel silang menggunakan Fishers exact test, semua
faktor

resiko

tidak

menunjukkan

hubungan

yang

bermakna

terhadap

kejadian

kardiotoksisitas.
Kenaikan cTroponinT setelah kemoterapi doksorubisin 3 siklus juga dilakukan
pengujian statistik untuk melihat adanya hubungan dengan penurunan LVEF. Uji statistik
yang digunakan yaitu fisher exact test karena sampel <40 dan terdapat nilai nol pada salah
satu sel. Didapatkan hubungan yang bermakna diantara kedua pemeriksaan ini dengan nilai P
< 0,05.

Tabel 5.2.1 Hubungan faktor resiko dengan kejadian kardiotoksik setelah pemberian kemoterapi
doksorubisin 3 siklus pada Pasien Kanker Payudara
Penurunan EF (Kardiotoksik)
Positif
Negatif
f(%)
f(%)

Variabel
Kelompok usia berdasarkan resiko
Young
Midle-Elderly
Stadium Klinis
Early
Advance
Jenis Histologi
Invasive Ductal Ca
Invasive Lobular Ca
Dosis Kumulatif berdasarkan rata-rata
210 mg
> 210 mg
Kombinasi kemoterapi
Cyclophosphamide,5-FU
Cyclophosphamide,Taxane
Kenaikan cardiac Troponin T
Positif
Negatif

OR
(95% CI)

P value

3(15)
4(20)

4(20)
9(45)

1.39 (0.42-4.54)
1

0.589

1(5)
6(30)

3(15)
10(50)

0.66 (0.1-4.07)
1

0.639

6(30)
1(5)

11(55)
2(10)

1.05(0.18-5.94)
1

0.948

5(25)
2(10)

7(35)
6(30)

1.66(0.42-6.58)
1

0.444

6(30)
1(5)

12(60)
1(5)

0.66(0.12-3.08)
1

0.639

5(25)
2(10)

0
13(65)

7.5(2.06-27.25)
1

0.001

5.3 Uji Diagnostik


Dilakukan uji diagnostik antara pemeriksaan cTnT dengan penurunan LVEF pada
pemeriksaan ekokardiografi untuk memantau efek kardiotoksik setelah pemberian kemoterapi
3 siklus. Hasil yang didapatkan adalah
Tabel 5.3.1 Parameter Uji diagnostik

Penurunan LVEF

Kenaikan cTnT

Jumlah

Positif

Negatif

Positif

Negatif

13

15

Jumlah

13

20

Sensitifitas

Spesifisitas

True positif
x 100 %
True positif + False negatif

5 x 100% = 71,4 %
5+2

True negatif
x 100 %
False positif + True negatif

13 x 100% = 100 %
0 + 13

Nilai Prediksi Positif =


=

Nilai Prediksi negatif =

Akurasi

True Positif
x 100 %
True positif +False positif
5 x 100% = 100 %
5+0
True negatif
x 100 %
True negatif+ False negatif

13 x 100% = 86 %
13 + 2

True positif + True negatif x 100%


T pos + T neg + F pos + F neg

(5 + 13) x 100% = 90 %
5 + 13 + 2 + 0

BAB VI
DISKUSI

6.1 Analisa univariat


Dari 20 pasien kanker payudara yang menjadi subjek penelitian ini, rata-rata umur
penderita adalah 46 tahun dengan pasien terbanyak di kisaran umur 40-49 tahun (30%). Hasil
penelitian ini tidak berbeda dengan data registrasi kanker payudara di RS Kanker Dharmais
(40-49 tahun). Penelitian Zulhamdi (2013) di RS M Djamil Padang juga mendapatkan pasien
kanker payudara paling sering ditemukan pada kelompok usia 40-49 tahun (34%) dengan
rata-rata penderita berusia 48 tahun. Penelitian para ahli menyatakan bahwa umur lebih dari
40 tahun mempunyai kemungkinan yang lebih besar untuk menderita kanker payudara . Hal
ini dimungkinkan karena turunnya daya tahan tubuh penderita kanker dengan semakin
bertambahnya usia.2,3,25
Berdasarkan klinis TNM dan Stadium Klinis, 80% pasien penelitian ini adalah
stadium lanjut dengan klinis terbanyak yaitu T4N1M0 dan T4N0M0 (masing-masing 30%).
Hasil ini sesuai dengan angka registrasi di RS Kanker Dharmais maupun penelitian di RS.
DR M Djamil ( Zulhamdi,2013) yang menemukan bahwa sebagian besar penderita memang
datang pada stadium lanjut. Berbeda dengan data di negara maju yang mendapatkan pasien
kanker payudara lebih banyak yang datang pada stadium awal. Hal ini disebabkan oleh
kurangnya kesadaran pasien, tingkat pendidikan dan pengetahuan juga ketersediaan sarana
kesehatan yang belum memadai di Negara kita.Berdasarkan jenis histopatologi penderita
terbanyak adalah karsinoma duktal invasif (85%). Hasil ini sesuai dengan penelitian-

penelitian lainnya yang menyatakan bahwa Invasive ductal carcinoma merupakan jenis
histopatologi tersering pada kanker payudara.2,3,25
Dari jenis regimen kemoterapi yang paling sering digunakan yaitu FAC
(Cyclophosphamide- Adriamycin-5 FU) sebanyak 90%. Hal ini dikarenakan regimen FAC
merupakan kemoterapi first line dan standar untuk penderita Primary Breast Cancer. Di RS
M Djamil sendiri regimen ini memang yang paling banyak digunakan. Pada penelitian ini
rata-rata dosis kumulatif yang diberikan yaitu sebanyak 210 mg dengan Standar deviasi
25,72. Dosis ini sesuai dengan protokol pemberian setelah 3 siklus dan rata-rata luas Body
Surface Area pasien di Indonesia.2,3
Berdasarkan kejadian kardiotoksisitas, dengan pemeriksaan cardiac Troponin T
ditemukan positif kenaikan cTnT sebanyak 5 pasien (25%). Pasien yang mengalami
penurunan Fraksi Ejeksi Ventrikel Kiri yaitu sebanyak 7 orang (35%). Penelitian Nousiainen
dkk (2002) menyatakan bahwa kardiotoksisitas sudah dapat terjadi pada dosis kumulatif
200mg/m2. Sedangkan Schmitt (2005) menunjukkan bahwa karditoksisitas terjadi pada dosis
138 mg dengan SD 26 mg. Berdasarkan angka kejadian, Swain dkk menyatakan bahwa
insiden kardiotoksisitas bervariasi mulai dari 7 -40 % sesuai dosis yang diberikan. Penelitian
Cardinale (2001) mendapatkan insiden kardiotoksik sebanyak 33 % dari pasien yang
mendapatkan kemoterapi FAC. Sedky dkk (2000) mendapatkan 40% pasien mengalami
kardiotoksisitas pada dosis kumulatif 450 mg.12,13,16,26,27
6.2 Analisa Bivariat
Semua variabel yang merupakanfaktor resiko dari kejadian kardiotoksisitas seperti
umur, stadium klinis, jenis histopatologi, dosis kumulatif dan kombinasi dengan obat
kemoterapi lain pada penelitian ini tidak menunjukkan hubungan yang bermakna dengan
kejadian kardiotoksisitas ( p value> 0,05 ) dengan nilai odd ratio di kisaran 1 sampai 2 kali
lipat untuk mengalami resiko kardiotoksik. Hasil ini berbeda dengan penelitian Khan ( 2004)

dan Thigpen (2005) yang mendapatkan bahwa faktor-faktor resiko tersebut mempunyai
hubungan untuk meningkatkan kejadian kardiotoksisitas.

Hal ini mungkin dikarenakan

jumlah populasi yang sedikit dan akibat data sampel yang cenderung homogen. 28,29
Dari hasil kenaikan cardiac TnT dengan adanya penurunan Fraksi Ejeksi Ventrikel
Kiri didapatkan hubungan yang bermakna ( P=0,01 ; Fishers exact test ). Hal ini sesuai
dengan penelitian Cardinale (2000, p=0,001)dan Sedky (2001, p=0,004) yang mendapatkan
hubungan peningkatan cardiac Troponin T dengan penurunan LVEF setelah pemberian
kemoterapi doksorubisin. 26,27
6.3 Uji Diagnostik
Dari hasil uji diagnostik pemeriksaan cTnT dengan penurunan LVEF pada
pemeriksaan Ekokardiografi 3 siklus ditemukan angka sensitifitas 71,4 %, spesifisitas sebesar
100%, NPP sebesar 100%, NPN sebesar 86% dan akurasi 90%. Untuk uji diagnostik belum
penulis belum menemukan angka rujukan dalam literatur. Hal ini mungkin dikarenakan
pemeriksaan Troponin T belum direkomendasikan secara rutin untuk memfollow up
kardiotoksisitas pada pemberian kemoterapi doksorubisin dan memerlukan penelitian yang
lebih lanjut untuk penggunaannya. Penelitian Cardinale dkk (2000) berkesimpulan bahwa
pemeriksaan Troponin cukup sensitif, spesifik dan lebih murah dan memiliki nilai prediksi
tinggi untuk kejadian disfungsi ventrikel. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian ini yang
mendapatkan Nilai Prediksi Positif 100%.26

BAB VII
KESIMPULAN

7.1.1 Kesimpulan
a. Angka kejadian

penurunan Fraksi Ejeksi Ventrikel kiri dengan pemeriksaan

Ekokardiografi setelah kemoterapi doksorubisin 3 siklus adalah 35%


b. Angka kejadian Kenaikan c Troponin T setelah kemoterapi 3 siklus adalah 25%
c. Tidak terdapat hubungan yang bermakna antara faktor-faktor yang mempengaruhi
kardiotoksisitas dengan penurunan fraksi ejeksi dengan pemeriksaan ekokardiografi
d. Terdapat hubungan yang bermakna antara kenaikan cTroponin T dengan penurunan
Fraksi Ejeksi ventrikel kiri setelah kemoterapi doksorubisin 3 siklus
e. Nilai sensitivitas pemeriksaan c Troponin T dibandingkan penurunan Fraksi ejeksi
Ventrikel kiri pada pemeriksaan ekokardiografi adalah 71,4%, spesifisitas 100%,
nilai prediksi positif 100%, nilai prediksi negatif 86% dan akurasi 90%
7.1.2 Saran
a. Perlu dilanjutkan penelitian untuk follow up selanjutnya

Daftar Pustaka

1. ACS Breastcancer facts and figures 2009-2012. American Cancer Society. 2012;12-3.
2. Panigoro SS. Epidemiologi dan faktor resiko kanker payudara. Dalam : Purwanto DJ,
editor. Pedoman nasional pelayanan kedokteran kanker payudara. Jakarta: Peraboi;
2013.hlm.21-2.
3. Sub bagian bedah onkologi fakultas kedokteran universitas andalas / RS M Djamil
Padang. Registrasi kanker payudara. 2012.
4. Lukkito P. Payudara. Dalam: R. Sjamsuhudijat, editor. Buku ajar ilmu bedah. Ed-3.
Jakarta: EGC; 2008.hlm. 387-402.
5. Noorwati S. Kemoterapi, manfaat dan efek samping. Jakarta: Dharmais cancer hospital;
2007.hlm.14-5.
6. Lipshultz SE, Rifi N, Dalton VM. The effect of dexrazoxane on myocardial injury in
doksorubisin treated children with acute lymphoblastic leukemia. N Engl J Med. 2004;
351:145-53.
7. Pasaribu ET. Kanker payudara. Dalam: Suyatno, editor. Bedah onkologi diagnostik dan
terapi. Jakarta: Sagung seto; 2009. hlm.(2)62-3
8. Chatterjee K, Zhang J, Honbo N, Karliner JS. Doksorubisin cardiomyopathy. J
Cardiology. 2010;115:155162
9. Ping L. Monitoring cardiac function in patients receiving doksorubisin. Semin Nucl Med.
2005; 35:197-201. Elsevier inc: 0001-2998
10. Bovelli D, Plataniotis G, Roila F. Cardiotoxicity of chemotherapeutic agents and
radiotherapy- related heart disease: ESMO clinical practice guidelines. Annals of
oncology. 2010; 21 (supplement 5):277-82.
11. Siahaan IH, Tobing TC, Rosdiana N. Dampak kardiotoksik obat golongan antrasiklin.
Sari pediatric. 2007; 9(2): 151-6.
12. Swain SM, Whaley FS, Ewer MS. Congestive heart failure in patients treated with
doksorubisin a retrospective analysis of three trials. Cancer.2004; 97: 2869-2879.
13. Nousiainen T, Jantunen E, Vanninen E, Hartikainen J. Early decline in left ventricular
ejection fraction predicts doksorubisin cardiotoxicity in lymphoma patients. Br J Cancer.
2005; 86:1697-1700.
14. Schwartz RG, McKenzie WB, Alexander J. Congestive heart failureand left ventricular
dysfunction complicating doxorubicin therapy seven-year experience using serial
radionuclide angiocardiography. Am J Med. 2007; 82: 1109-18.
15. Cottin Y, Touzery C, Coudert B, Gilles A, Walker A, Toubeau M, et al. Impairment of
diastolic function during short-term anthracycline chemotherapy. Br Heart J. 2005; 73
:61-4
16. Schmitt K, Tulzer G, Merl M, Aichhorn G, Grillenberger A,Wiesinger G, et al. Early
detection of doksorubisin and daunorubicin cardiotoxicity by echocardiography: Diastolic
versus systolic parameters. Eur J Pediatrics. 2005 ; 154(3) : 201-4.
17. Ricardi R, Lasorell A, Mastrangelo R. Cardiac toxicity. Dalam: Voute PA, Kalifa C,
Barret A, editor. Cancer in children management. New York: Oxford, 1990. hlm. 56-7.
18. Powis G. Toxicity of free radical forming anticancer agent. Dalam: Powis G, Hcker MP,
editor. The toxicity of anticancer drugs. New York : Pergmon press, 1991. h. 106-19.
19. Torres VM, Simic VD. Doxorubicin-Induced Oxidative Injury of Cardiomyocytes. Dalam
: FiuzaM, editor. Cardiotoxicity of Oncologic Treatments. Intech,2012.hlm.5;89-93

20. Sharma S, Jackson PG, Makan J. Cardiac troponins benefits and pitfalls for diagnosing
myocardial infarction. J Clin Pathol. 2004; 57:1025-1026
21. Lipshultz SE, Rifai N, Sallan SE. Predictive value of cardiac troponin T in pediatric
patients at risk for myocardial injury. Circulation. 2007; 96:2641-8.
22. Herman EH, Zhang J, Lipshultz SE. Correlation between serum levels of cardiac
troponin-T and the severity of the chronic cardiomyopathy induced by doxorubicin. J Clin
Oncol.1999; 17:2237-43.
23. Auner HW, Tinchon C, Linkesch W. Prolonged monitory of troponin T for the detection
of anthracycline cardiotoxicity in adults with hematological malignancies. Ann Hematol.
2003; 82:218-22.
24. Notoatmodjo S. Metodologi penelitian kesehatan. Jakarta: Rineka cipta. 2004.hlm.23-8
25. Zulhamdi. Faktor-faktor yang berhubungan dengan hasil pengobatan kanker payudara di
RSUP DR M Djamil Padang tahun 2006-2011. Padang: Tesis bagian ilmu bedah fakultas
kedokteran universitas andalas.2013; 5: 38-9.
26. Cardinal D, Sandri M. Myocardial injury revealed by plasma troponin I in breast cancer
treated with high-dose chemotherapy. Annals of Oncology. 2004; 13: 7105.
27. Sedky L, Hamada E, Sehim H, Enein MA, Metnawi WE, Soudy H. The value of troponin
measurement in assessment of anthracycline induced cardiotoxicity in breast cancer.
Journal of the Egyptian nat. Cancer inst. 2005; 12: 35-40.

Lampiran 1. Master Tabel


No

Umur

MR

Stg

PA

Protokol/dosis

dosis
kumulatif

EF
Echo1

EF
Echo 2

LVEF

35

83-17-55

3B

IDC

FAC : 750/70/800

210

72

73

54

83-24-01

3B

IDC

FAC : 750/70/800

210

0.1

81

64

17

47

84-00-25

3B

IDC

FAC : 750/75/750

68

82-69-21

3B

IDC

T-AC : 800/70/280

225

0.29

60

52

210

79

63

16

38

84-08-07

3B

ILC

FAC : 750/70/750

210

73

78

54

84-30-27

3B

IDC

FAC : 750/75/750

225

57

60

28

82-89-95

3B

ILC

FAC : 750/70/750

210

0.3

63

41

22

57

84-23-69

2B

IDC

FAC : 800/80/750

240

77

74

49

83-90-20

3B

IDC

FAC : 800/85/750

255

74

72

10

53

82-00-83

3B

IDC

FAC : 1000/60/750

180

72

72

11

33

89-09-34

3B

IDC

FAC : 1000/60/750

180

56

61

12

34

82-55-86

3B

IDC

FAC : 1000/60/750

180

0.27

68

58

10

13

36

84-25-06

3B

IDC

FAC : 900/75/900

225

0.1

60

46

14

14

66

84-24-77

2B

IDC

FAC : 800/80/750

240

64

60

15

41

83-72-90

2B

IDC

FAC : 800/60/750

180

70

56

14

16

49

82-86-02

3B

ILC

FAC : 800/60/750

180

80

80

17

50

53-25-98

3B

IDC

FAC : 800/80/750

240

72

70

18

38

84-53-64

3B

IDC

FAC : 600/60/600

180

66

64

19

41

84-66-70

IDC

T-AC : 600/60/280

180

62

55

20

42

84-94-32

2B

IDC

FAC : 1000/80/750

240

69

65

cTn
T1

Tn
T2

Lampiran 2. Surat Parsetujuan Pasien

Lampiran 3. Persetujuan Pasien


SURAT PERSETUJUAN MENGIKUTI PENELITIAN

Saya yang bertanda tangan di bawah ini :
Nama

: ...........................................................

Umur

: ...........................................................

Alamat

: ...........................................................

Telp/HP

: ...........................................................

Telah dijelaskan oleh peneliti tentang penelitian Penilaian Kardiotoksisitas pada Pasien
Kemoterapi Doxorubicin Kanker Payudara dengan Monitoring Troponin T dan Echocardiografi,
dan saya bersedia untuk ikut sebagai peserta/responden sesuai dengan standar yang dikerjakan di
Bagian Bedah RS. M. Djamil Padang
Saya mengetahui juga apabila oleh sesuatu sebab saya tidak dapat / ingin mengikuti penelitian ini
maka saya dapat bebas menarik diri dari keikutsertaan saya dalam penelitian ini, yang mana hal
tersebut tak akan berpengaruh terhadap pengobatan saya

Padang,.........................
Yang Menyatakan,
Pasien

Peneliti

( dr. Fauzil)

Lampiran 3. Surat Keterangan Lolos Kaji Etik

Anda mungkin juga menyukai