Oleh
Fauzil
Pembimbing
Dr. Wirsma Arif H, SpB(K) Onk
Dr. Yerizal Karani, SpPD,SpJP (K)
Dr. Erkadius, Msc
LEMBAR PENGESAHAN
UJI DIAGNOSTIK CARDIAC TROPONIN T DIBANDINGKAN EKOKARDIOGRAFI
DALAM MEMANTAU EFEK KARDIOTOKSIK PEMBERIAN DOKSORUBISIN
PADA PASIEN KANKER PAYUDARA
Oleh
FAUZIL
Peserta PPDS I Ilmu Bedah FK-Unand
No. Register CHS : 19156
No. BP : 0823023012
Penelitian ini sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan
Pendidikan Spesialis Bedah di Fakultas Kedokteran Universitas Andalas Padang
Dibacakan tanggal : 7 Februari 2014 dan telah dikoreksi
DISETUJUI OLEH
ABSTRAK
Latar belakang : Kemoterapi doksorubisin masih merupakan pilihan utama dalam penatalaksanaan kanker
payudara yang penggunaannya dibatasi oleh efek samping terutama terhadap jantung. Pemantauan efek
kardiotoksik merupakan cara yang efektif untuk mencegah efek samping ini menggunakan penilaian fraksi
ejeksi ventrikel kiri dengan ekokerdiografi sebagai standar pemeriksaan. Akhir-akhir ini, pemeriksaan
biomarker cTroponin T mulai dikembangkan untuk mendeteksi efek kardiotaksik pemberian doksorubisin.
Penelitian ini melakukan uji diagnostik cTroponin T dibandingkan ekokardiografi dalam memantau efek
kardiotoksik pemberian doksorubisin pada kemoterapi kanker payudara
Metode : Merupakan penelitian prospektif dengan disain uji diagnostik pada 20 pasien kanker payudara yang di
kemoterapi doksorubisin. dilakukan penilaian cTroponin T dan ekokardiografi baseline lalu dinilai lagi
perubahannya setelah kemoterapi 3 siklus. Dinilai uji diagnostik pemeriksaan cTroponin T dibandingkan
ekokardiografi. Dinilai juga pengaruh usia, stadium, jenis histopatologi, kombinasi dan dosis kumulatif terhadap
kejadian kardiotoksik ini.
Hasil : Dari 20 pasien yang diteliti, angka kejadian kerdiotoksik berdasarkan pemeriksaan ekokardigrafi adalah
35%, berdasarkan pemeriksaan cTroponinT adalah 25%. Tidak terdapat hubungan faktor usia, stadium, jenis
histopatologi, kombinasi dan dosis kumulatif terhadap kejadian kardiotoksik. Terdapat hubungan peningkatan
cTroponinT dengan penurunan fraksi ejeksi ventrikel kiri pada ekokardigrafi pada pasien yang mengalami
kardiotoksik. Sensitifitas cTroponiT dibandingkan ekokardiografi adalah 71,4%, spesifisitas 100%, nilai
prediksi positif 100%, nilai prediksi negatif 86% dan akurasi 90%.
Kesimpulan : Terdapat hubungan antara peningkatan cTroponinT dengan penurunan fraksi ejeksi ventrikel kiri
pada pemeriksaan ekokardiografi. Pemeriksaan cTroponinT memiliki sensitivitas rendah tetapi spesifisitas dan
akurasi yang tinggi untuk memantau efek kardiotoksik pada kemoterapi doksorubisin.
Kata kunci : Kanker payudara, doksorubisin, cTroponinT, ekokardiografi, uji diagnostik
ABSTRACT
DIAGNOSTIC TESTS COMPARED CARDIAC TROPONIN T WITH ECHOCARDIOGRAPHYIN
MONITORING CARDIOTOXIC EFFECTS OF DOXORUBICIN
IN BREAST CANCER PATIENTS
Fauzil , Wirsma Arif , Yerizal Karani * , Erkadius **
Departement of Surgery Faculty of Medicine, University of Andalas / RS.DR.M Djamil Padang
Background : Chemotherapy of doxorubicin is still the primary choice in the management of breast cancer
whose use is limited by side effects , especially on the heart . Cardiotoxic effects monitoring is an effective way
to prevent these side effects using a left ventricular ejection fraction assessment by ekokerdiografi as a standard
examination . Lately , biomarker screening cTroponin T was developed to detect the effect of doxorubicin
administration kardiotaksik . This study performs a diagnostic cTroponin T compared echocardiography in
monitoring the administration of cardiotoxic effects of doxorubicin on breast cancer chemotherapy
Methods : A prospective study to design a diagnostic test in 20 breast cancer patients in chemotherapy of
doxorubicin . T cTroponin assessment and baseline echocardiography and assessed again changes after 3 cycles
of chemotherapy . Assessed the diagnostic test cTroponin T compared echocardiographic examination . Also
assessed the effect of age , stage , histopathologic type , combination and cumulative dose to the cardiotoxic
events .
Results : Of the 20 patients studied , the incidence ekokardigrafi kerdiotoksik based examination is 35 % ,
based on the examination is 25 % cTroponinT . There was no correlation between age , stage , histopathologic
type , combination and cumulative dose on the incidence of cardiotoxic . There is an increase cTroponinT
relationship with decreased left ventricular ejection fraction in patients with ekokardigrafi cardiotoxic .
CTroponiT sensitivity than echocardiography was 71.4 % , specificity 100 % , positive predictive value 100 % ,
negative predictive value 86 % and accuracy of 90 % .
Conclusion : There is a relationship between increased cTroponinT with decreased left ventricular ejection
fraction on echocardiography . CTroponinT examination has a low sensitivity but high specificity and accuracy
for monitoring the cardiotoxic effects of doxorubicin chemotherapy .
Key words : breast cancer , doxorubicin , cTroponinT , echocardiography , diagnostic test
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah Swt, karena atas rahmat dan karuniaNya saya dapat
menyelesaikan penelitian akhir dengan judul UJI DIAGNOSTIK CARDIAC TROPONIN T
DIBANDINGKAN
KARDIOTOKSIK
EKOKARDIOGRAFI
PEMBERIAN
DALAM
DOKSORUBISIN
MEMANTAU
PADA
PASIEN
EFEK
KANKER
PAYUDARA. Penelitian ini merupakan salah satu syarat dalam menyelesaikan pendidikan
keahlian dalam bidang Ilmu Bedah pada Program Studi Pendidikan Dokter Spesialis I Ilmu
Bedah Fakultas Kedokteran Universitas Andalas.
Ucapan terima kasih sebesar-besarnya saya sampaikan kepada : dr. Wirsma Arif H,
SpB(K) Onk, dr. Yerizal Karani, SpPD,SpJP (K) dan dr. Erkadius, Msc selaku pembimbing
yang telah banyak memberikan arahan dan bimbingan sampai menyelesaikan penelitian ini.
Rasa
terima
kasih
yang
dalam
juga
kepada
Prof.DR.dr.Menkher
Manjas,SpB,SpOT,FICS sebagai Ketua Bagian Ilmu Bedah FK Unand dan dr. Wirsma Arif
H, SpB(K) Onk sebagai Ketua Program Studi IPDSBU FK Unand yang telah memberikan
kesempatan yang seluas-luasnya untuk mengikuti pendidikan, mendidik dan memberikan
bimbingan dalam ilmu bedah
Rasa hormat dan penghargaan yang setulusnya juga saya sampaikan kepada guru-guru
: Prof. dr. Kamardi Thalut,SpB, dr.Rivai Ismail,SpB, dr.Nawazir Bustami,SpB, dr. Ahmad
Rizal,SpB,SpOT,FICS,
Prof.dr.Azamris,SpB(K)Onk,
dr.
Juli
Ismail,SpB-TKV,
dr.
Syaiful
Saanin,SpBS,
dr.
Dody
Efmansyah,SpB,SpU,
dr.Yusirwan
Yusuf,SpB,SpBA, dr. Arsil Hamzah,SpB, dr. Wirsma Arif H, SpB(K) Onk, dr. Achmad
Luthfi,SpB-KBD, dr. Alvarino,SpB,SpU, dr. Daan Khambri,SpB(K)Onk, dr. Dedy
Saputra,SpBP,
dr.
Ardian
Riza,SpOT,
dr.
Anbiar
Manjas,SpB-KBD,
dr.
Raflis
Penulis
DAFTAR
ISI
ABSTRAK
ABSTRACT
KATA
PENGANTAR
DAFTAR
ISI
DAFTAR
TABEL
DAFTAR
GAMBAR
BAB
I
PENDAHULUAN
1.1
Latar
belakang
1.2
Perumusan
Masalah
1.3
Tujuan
penelitian
1.4
Manfaat
Penelitian
BAB
II
TINJAUAN
PUSTAKA
2.1
Pendahuluan
2.2
Insiden
2.3
Struktur
kimia
dan
biotransformasi
2.4
Mekanisme
kerja
dan
efek
kardiotoksik
2.5
Pemantauan
kardiotoksisitas
2.6
Kerangka
konseptual
BAB
III
METODOLOGI
PENELITIAN
3.1
Desian
penelitian
3.2
Lama
dan
lokasi
penelitian
3.3
Obyek
penelitian
3.4
Kriteria
inklusi
dan
ekslusi
3.5
Tehnik
pengambilan
dan
besar
sampel
3.6
Alur
penelitian
3.7
Analisa
data
dan
penyajian
3.8
Definisi
operasional
3.9
Etika
penelitian
BAB
IV
HASIL
PENELITIAN
4.1
Analisa
univariat
4.2
Analisa
bivariat
4.3
Uji
diagnostik
BAB
V
DISKUSI
5.1
Analisa
univariat
5.2
Analisa
bivariat
5.3
Uji
diagnostik
BAB
VI
KESIMPULAN
DAN
SARAN
DAFTAR
PUSTAKA
LAMPIRAN
Persetujuan
Ethical
Clearence
Surat
Persetujuan
Ikut
Penelitian
Master
Tabel
Penelitian
Print
out
pengolahan
SPSS
i
ii
iii
v
vi
vii
1
1
3
3
3
4
4
5
6
8
10
18
19
19
19
19
19
20
21
22
23
23
24
25
27
28
30
30
31
32
33
34
37
37
38
39
40
DAFTAR
TABEL
BAB
I
PENDAHULUAN
BAB
II
TINJAUAN
PUSTAKA
2.6
Tabel
Kerangka
konseptual
BAB
III
METODOLOGI
PENELITIAN
3.6
Tabel
Alur
penelitian
3.7.1
Tabel
uji
diagnostik
3.8.1
Tabel
Definisi
operasional
penelitian
BAB
IV
HASIL
PENELITIAN
4.1.1
Tabel
Distribusi Frekuensi Penderita Berdasarkan Karakteristik
4.1.2
Tabel
Gambaran Pemeriksaan cTroponin T dan Ekokardiografi
sebelum kemoterapi doksorubisin dan setelah kemoterapi 3 siklus
4.2.1
Tabel
Hubungan faktor resiko dengan kejadian kardiotoksik setelah
pemberian kemoterapi doksorubisin 3 siklus pada Pasien KPD
4.3.1
Tabel
uji
diagnostik
BAB
V
DISKUSI
BAB
VI
KESIMPULAN
DAN
SARAN
DAFTAR
PUSTAKA
LAMPIRAN
Tabel
Master
Tabel
Penelitian
Tabel
Print
out
pengolahan
SPSS
1
4
18
19
21
22
23
24
25
27
28
28
30
33
34
37
39
40
Gambar
1
Gambar
2
DAFTAR
GAMBAR
Proses
enzimatik
pembentukan
radikal
bebas
oleh
doksorubisin
Struktur
filamen
komplek
troponin
10
15
BAB I
PENDAHULUAN
Namun pengobatan dengan golongan ini sering mengakibatkan efek yang tidak
menguntungkan bagi jantungyang dapat membatasipenggunaannya.Jika telah terjadi
doksorubisinkardiomiopati, biasanya prognosis selalu burukdanseringberakibat fatal.. Dengan
demikian, pengobatan preventif lebih banyak berperan termasuk pemantauan efek
kardiotoksik selama kemoterapi.6,7,8
Doksorubisin dapat menyebabkan gagal jantung kongestif pada dosis kumulatif
sebesar 100 mg/m2. Swain dkk. Melaporkan insidens akan meningkat sesuai dosis kumulatif.
Nousiainen dkk. Mendapatkan terjadinya penurunan LVEF pada dosis kumulatif 200/mg2.13
Cottin dan Schmitt menemukan dengan dosis doxorubicin sebesar 138 26 mg/m2 telah
dapat ditemukan gangguan fungsi diastolik pada penderita-penderita yang mendapat
doxorubicin jangka pendek (kurang dari 3 siklus).16
Prosedur diagnostik untuk mendeteksi efekini adalah pemantauan fungsi ventrikel kiri
dengan ekokardiografi maupun angiokardiografi. Pemeriksaan Left Ventricular Ejection
Fraction(LVEF) menggunakan ekokardiografi dijadikan standar untuk memantau efek
kardiotoksisitas setelah pemberian doksorubisin. Saat ini mulai dikembangkan pemeriksaan
biomarker seperti cardiac Troponin(cTnT/cTnI) yang sebelumnya merupakan pemeriksaan
standar untuk pasien infark miokardium. Beberapa penelitian melaporkan bahwa peningkatan
kadar cTnT/cTnI dapat digunakan untuk deteksi dini terjadinya kerusakan miokardium yang
disebabkan doksorubisin.
9,10
untuk pemantauan efek kardiotoksik pemberian doksorubisin maupun jenis kemoterapi yang
lain. Pemeriksaan ekokardiografi dilakukan di Bagian Kardiologi dan Kedokteran Vaskuler/
SMF Jantung dan Pembuluh Darah sebelum dan sesudah pemberian kemoterapi. Pemeriksaan
ini memerlukan operator ahli ( Kardiologist ), penjadwalan, waktu dan biaya. Sedangkan
dengan pemeriksaan cTnT lebih praktis dan dapat di interprestasikan oleh semua ahli.
Berdasarkan latar belakang di atas, penulis tertarik untuk meneliti bagaimanakah uji
diagnostik cardiac Troponin T dibandingkan ekokardiografi dalam memantau efek
kardiotoksik pemberian doksorubisin pada pasien kanker payudara?
1.2 Perumusan masalah
1.2.1 Bagaimanakah hasil pemantauan dengan ekokardiografi terhadap efek kardiotoksik
pemberian doksorubisin pada pasien kanker payudara?
1.2.2 Bagaimanakah hasil pemantauan dengan cardiac Troponin T terhadap efek kardiotoksik
pemberian doksorubisin pada pasien kanker payudara?
1.2.3 Bagaimanakah uji diagnostik cardiac Troponin T dibandingkan ekokardiografi dalam
memantau efek kardiotoksik pemberian doksorubisin pada pasien kanker payudara?
1.3 Tujuan penelitian
1.3.1 Tujuan umum
Mengetahui uji diagnostik cardiac Troponin T dibandingkan ekokardiografi dalam memantau
efek kardiotoksik pemberian doksorubisin pada pasien kanker payudara.
1.3.2 Tujuan Khusus
a. Mengetahui hasil pemantauan ekokardiografi terhadap efek kardiotoksik pemberian
doksorubisin pada pasien kanker payudara.
b. Mengetahui hasil pemantauan cardiac Troponin T terhadap efek kardiotoksik pemberian
doksorubisin pada pasien kanker payudara.
c. Mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi efek kardiotoksikpemberian doksorubisin
pada pasien kanker payudara
1.4 Manfaat penelitian
a. Memberikan alternatif pemeriksaan dalam memantau efek kardiotoksik pemberian
doksorubisin pada pasien kanker payudara terutama dalam deteksi dini
b. Sebagai bahan pertimbangan untuk penelitian selanjutnya
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pendahuluan
Pengobatan kanker payudara mengalami kemajuan yang pesat beberapa tahun terakhir
dengan hasil penurunan morbiditas dan mortalitas. Konsep yang harus diingat pada
pengobatan penyakit kanker adalah penyakit ini dapat diobati, namun memerlukan deteksi
dini dan pemilihan pengobatan yang tepat. Bagi pasien, penting untuk mencegah penyakit
penyerta yang akan memperberat penyakit. 2,3
Pilihan pengobatan pada pasien kanker payudara adalah kombinasi pembedahan,
kemoterapi, hormonal terapi dan radioterapi. Modalitas terapi yang ada mempunyai efek
samping, antara lain efek kardiotoksik, yang akan mempengaruhi outcome secara bermakna.2
Doksorubisin merupakan suatu obat kemoterapi golongan antrasiklin, yang dihasilkan
oleh berbagai spesies streptomyces dan mempunyai peran yang unggul dalam pengobatan
kanker kanker payudara. Pada pasien dengan metastase KGB, kombinasi kemoterapi yang
mengandung anthracycline (misal FAC)merupakan pilihan untuk first line kemoterapi.
Namun pengobatan dengan golongan ini sering mengakibatkan efek yang tidak
menguntungkan bagi jantung.
6,7
prognosis selalu buruk dan sering berakibat fatal. Pengobatan yang saat ini tersedia biasanya
tak akan memperbaiki prognosis. Dengan demikian, pengobatan preventif lebih banyak
berperan termasuk pemantauan efek kardiotoksik selama kemoterapi. 6,7,8
2.2 Insiden
Keganasan dapat terjadi pada semua kelompok umur dan doksorubisin digunakan
pada semua kelompok umur, sehingga efek kardiotoksik obat ini dapat dijumpai pada semua
populasi. Beberapa pasien keganasan yang diberikan obat doksorubisin, mengalami
kerusakan otot jantung, sehingga terjadi kardiomiopati. Derajat dan tipe kardiomiopati yang
terjadi, baik yang timbul segera ataupun timbul lambat tergantung faktor risiko yang ada. 11
Secara klinis, efek kardiotoksik yang terjadi tergantung pada dosis pemakaian obat.
Kerusakan jantung setelah pemberian obat kemoterapi doksorubisin dibagi menjadi efek
kardiotoksik timbul cepat dan timbul lambat. Secara definisi, dikatakan efek kardiotoksik
timbul cepat apabila efek kardiotoksik timbul selama pemberian obat kemoterapi atau dalam
tahun pertama setelah pemberian obat, sedangkan efek kardiotoksik timbul lambat apabila
efek kardiotoksik timbul paling tidak satu tahun setelah terapi selesai. Dampak kardiotoksik
paling sering ditemukan adalah dampak yang dengan gejala subklinis, berupa kelainan
struktur dan fungsiventrikel kiri. 9,11
Masalah yang disebabkan semakin bertambah survival rate pasien dengan keganasan
dan adanya kecenderungan pemakaian dosis doksorubisin yang lebih tinggi, begitu juga
dengan terapi kombinasi yang dapat mengakibatkan efek saling menguatkan dalam
menimbulkan kelainan pada jantung. Faktor risiko dampak kardiotoksik semakin meningkat
dengan peningkatan dosis kumulatif obat, jenis kelamin perempuan, usia muda pada saat
diberikan kemoterapi, jenis tumor, ras kulit hitam, adanya trisomi 21, radioterapi yang
melibatkan jantung dan paparan terhadap siklofosfamid, ifosfamid atau amsakrin.9,10,11
Doksorubisin dapat menyebabkan gagal jantung kongestif pada dosis kumulatif
sebesar 100 mg/m2. Swain dkk. Melaporkan insidens akan meningkat 7% pada dosis 550
mg/m2, 15% dengan dosis 600 mg/m2 dan 30% - 40% pada dosis 770 mg/m2. Peningkatan
insidens gagal jantung pada dosis lebih dari 550 mg/m2, dijadikan kesepakatan sebagai batas
keamanan obat Walaupun tetap dipengaruhi variasi antar individu.12 Nousiainen dkk.
Mendapatkan terjadinya penurunan LVEF pada dosis kumulatif 200/mg2.13 Schwartz dkk.
Merekomendasikan pemeriksaan baseline LVEF sebelum kemoterapi doksorubisin atau
sebelum pemberian dosis 100 mg/m2.14 Cottin menemukan terjadinya gangguan fungsi
diastolik dengan pencitraan nuklir pada penderita-penderita yang mendapat doxorubicin
jangka pendek (kurang dari 3 siklus).15Schmitt menunjukkan dengan dosis doxorubicin
sebesar 138 26 mg/m2 telah dapat ditemukan gangguan fungsi diastolik, sementara fungsi
sistolik masih normal.16
2.3 Struktur kimia dan biotransformasi doksorubisin
Doksorubisin termasuk obat golongan antrasiklin. Selain doksorubisin obat yang
termasuk golongan ini adalah daunorubisin, epirubisin, idarubisin danmitoxantron, sering
dipakai dalam praktek klinis. Golongan antrasiklin tersusun atas 4 buah cincin sebagai inti
dan dihubungkan dengan suatu aminosugar, yaitu daunosamine suatu komponen yang
menentukan kelarutan di dalam air. Perbedaan doxorubisin dan daunorubisin terletak pada
ada tidaknya gugus hidroksil pada ujung karbonil cincin pada posisi 9. Idarubisin merupakan
suatu analog dari daunorubisin perbedaan terletak pada gugus metoksi cincin ke-4. Epirubisin
adalah epimer ke-4 dari doxorubisin. Mitoxantron merupakan turunan dari antrakuinon,
dengan struktur kimiawi yang serupa dengan struktur kimiawi antrasiklin. 11,17
Obat kemoterapi antrasiklin dapat mengalami metabolisme secara spontan. Proses
reduksi yang terjadipada gugus karbonil pada posisi 9 oleh enzim aldoketoreduktase akan
mengakibatkan
terbentuknya
doxorubisinol,
daunomysinol,
epidoxorubisinol
dan
posisi ke-4 cincin. Ciri khas golongan antrasiklin adalah kemampuan reaksi oksidasi dan
reduksi secara reversibel. Bila obat mengalami pengurangan satu elektron pada kulit paling
luar, maka akan terbentuk radikal bebas, yang terjadi melalui prose enzimatik oleh
flavoenzim dengan bantuan NADPH atau NADH. Flavoenzim terdapat dalam bentuk
NADPH sitokrom P450 reduktase, mitokondria NADH dehidrogenase dan santhine oxidase.
Reaksi yang terjadi melalui proses ini akan menghasilkan radikal bebas semiquinone. Pada
keadaan hipoksia, semiquinonedikonversi menjadi deoxyaglyone dan senyawa ini sangat
reaktif, namun sebaliknya bila terjadi eliminasi gugus gula, reaksi yang terjadi adalah
inaktivasi obat. Selain itu antrasiklin juga berikatan dengan besi membentuk chelate, yang
pada akhirnya akan mengakibatkan terbentuknya radikal bebas.11,18
Doxorubisin dan daunorubisin tidak stabil dalam lingkungan asam sehingga tidak
dapat diberikan secaraoral, sedangkan idarubisin dapat diberikan secara oral dan mempunyai
bioavailabilitas 20%-30%. Setelahpemberian intravena, konsentrasi obat dalam plasma akan
meningkat secara cepat dan segera didistribusikan ke dalam jaringan. Pengikatan obat oleh
jaringan disebabkan oleh volume distribusi obat yang sangat tinggi (>500 L/m2). Kadar
antrasiklin didalam jaringan dapat mencapai 100 kali lebih tinggi bila dibandingkan dengan
kadar obat dalam plasma, dan obat dapat bertahan dalam waktu yang lama. Doxorubisin
mempunyai waktu paruh 30 jam sedangkan daunorubisin dan idarubisin mempunyai waktu
paruh 15 20 jam.8,11,18
Antrasiklin dieliminasi melalui biotransformasi yang terjadi terutama di hati dan
diekskresi melalui empedu. Ekskresi melalui ginjal 5%-15% dari seluruh klirens obat. Klirens
total obat melebihi 500 mL/menit/m2 dan pada anak klirens obat harus dikoreksi terhadap
luas permukaan tubuh.
doxorubisin dan daunorubisin pada pasien dengan gangguan fungsi ginjal. Klirens obat
idarubisin mempunyai korelasi dengan klirens kreatinin dan akan menurun dengan
menurunnya fungsi ginjal. Penyesuaian dosis antrasiklin juga dianjurkan pada pasien dengan
berat badan berlebih (>130% BB ideal ). Hal ini disebabkan oleh karena eliminasi
doxorubisin menjadi lebih lambat. 8,11
2. 4 Mekanisme Kerja dan Efek Kardiotoksik Obat
Mekanisme aktivitas antitumor obat golongan antrasiklin belum diketahui secara
pasti. Teori yangselama ini diterima secara luas adalah obat ini mempunyai kemampuan
untuk berikatan dengan DNA melalui proses yang disebut dengan interkalasi, sehingga
menyebabkan terganggunya sintesis RNA dan DNA. Enzim topoisomerase juga merupakan
target yang penting pada pemakaian obat ini. Enzim ini mempertahankan struktur 3 dimensi
dari DNA dan penting pada proses replikasi, transkripsi, repair dan rekombinasi DNA.8,11,20
Topoisomerase bekerja melalui pemotongan dan penyambungan rantai DNA serta
mengganggu penyambungan rantai DNA. Rantai DNA dirusak oleh radikal bebas yang
terbentuk. Mekanisme lainadalah kerusakan bagian sel oleh reaksi oksidasi yang diakibatkan
oleh senyawa intermediat yang terbentuk. Senyawa ini mampu merusak berbagai
makromolekul yang ada, terutama DNA, protein dan membrane sel. Disfungsi miokard yang
diakibatkan oleh doksorubisin kemungkinan disebabkan oleh radikal bebas yang terbentuk,
gangguan fungsi adrenergik, terbentuknya peroksida lipid, gangguan transportasi Ca dalam
sarcollemma, lepas TNF dan interleukin- 2 serta sitokin terbebas dari jaringan tumor.
Mekanisme stres oksidatif adalah mekanisme yang paling sering mengakibatkan kerusakan
jantung. 8,11,20
Terdapat dua mekanisme doxorubisin dalam menginisiasi terbentuknya oksigen
radikal, yaitu
1. Doxorubisin akan membentuk chelate dengan besi, yaitu melalui ikatan oksigen yang
terdapat pada rantai 11 dan 12.
2. Cincin C pada antrasiklin berbentuk quinone, dapat mengalami reaksi reduksi oleh
flavindependent reduktase membentuk semiquinone. Bentuk semiquinone adalah bentuk
radikal bebas. Bila terdapat oksigen, semiquinone akan memberikan elektron yang tidak
berpasangan ke molekul oksigen sehingga terbentuklah superoxide anion O2. Dengan
terbentuk radikal bebas, antrasiklin akan kembali menjadi bentuk awal. Anion superoxide
melalui proses enzimatik oleh superoxide dismutase akan membentuk molekul oksigen dan
hidrogen peroksida (H2O2). Reaksi yang terjadi tertera pada Gambar.8,11,20
dan ACE inhibitor merupakan obat simptomatis yang diberikan jika terjadi gejala
kardiotoksik 8,11
2.5.1 Pemeriksaan Fisik
Gejala dan tanda yang ada tidak khas untuk kelainan oleh terapi golongan antrasiklin.
Irama derap yang baru dan peningkatan tekanan vena jugularis yang timbul pada pemberian
doksorubisin merupakan tanda awal kemungkinan terjadinya komplikasi gagal jantung.
Apabila terjadi gagal jantung, maka akan terdapat tanda dan gejala berupa sesak nafas, efusi
pleura, ronkhi, irama derap, takikardia, peningkatan tekanan vena jugularis, edema
pergelangan kaki, dan pembesaran hati. 8,11
2.5.2 Elektrokardiografi dan angiografi
Perubahan EKG pada pemberian terapi antrasiklin mencakup berbagai aritmia
reversibel. PerubahanEKG yang paling sering ditemukan adalah takikardia, pendataran
gelombang T, pemanjangan interval QT dan hilangnya gelombang R dapat ditemukan pada
dampak karditoksik timbul lambat. Tidak ada satupun perubahan EKG spesifik untuk
kelainan yang disebabkan oleh doxorubisin. Perubahan EKG yang nonspesifik, dapat
digunakan dalam menegakkan diagnosis apabila digabung dengan pemeriksaan penunjang
lainnya seperti penilaian fraksi ejeksi dengan pemeriksaan ekokardiografi. 8,11
Pemeriksaan fraksi ejeksi serial merupakan tehnik noninvasive yang sensitif untuk
mendeteksi kelainan jantung akibat obat golongan ini. Penilaian fraksi ejeksi dengan
menggunakan angiokardiografi radionuklir juga dapat digunakan untuk menilai efek
kardiotoksik obat. Keuntungan ekokardiografi dibanding angiokardiografi radionuklir adalah
pasien tidak terpapar dengan radiasi pengion.Angiokardiografi dengan menggunakan
indium111 yang dilabel dengan antibodi antimiosin monoclonal dapat digunakan untuk
mendeteksi nekrosis otot jantung. Dengan pemeriksaan angiokardiografi diukur fraksi ejeksi
dan mendeteksi kelainan pergerakan dinding miokardium. Pada kardiomiopati yang
disebabkan oleh doksorubisin, uptake antibody antimiosin sebanding dengan dosis kumulatif
doxorubisin dan fraksi ejeksi. Sensitivitas pemeriksaan angiokardiografi tinggi, tetapi
spesifisitas rendah. Dengan pemeriksaan angiokardiografi dapat dideteksi nekrosis otot
jantung apapun penyebabnya.8,11
2.5.3 Biopsi Endomiokardium
Biopsi endomiokardium adalah uji diagnostik yang mempunyai sensitivitas dan
spesifisitas yang tinggiuntuk mendeteksi kelainan jantung yang disebabkan oleh doxorubisin.
Jaringan endomiokardiumdiambil dari ventrikel kanan menunjukkan gambaran histopatologis
khas, antara lain kerusakan miofibril,distensi retikulum sarkoplasma, dan vakuolisasi
sitoplasma.7,18 Tingkat kerusakan jaringan dinilai dariderajat 1-3. Derajat 1 bila kerusakan <
5%, derajat 1,5 kerusakan 5%-15%, derajat 2 apabila kerusakan16%-25%, dikatakan derajat
2.5 apabila kerusakan 26%-35%, dan bila kerusakan > 35% digolongkanmenjadi derajat 3.
Penilaian skor biopsi 2.5 atau lebih merupakan indikasi untuk penghentian terapi antrasiklin.
Kerugian prosedur ini adalah invasif dan tidak tersedia di semua sentra. 8,11
2.5.4 Ekokardiografi
Pemeriksaan ini mempunyai tingkat akurasi atau ketepatan yang cukup tinggi dalam bidang
diagnostik penyakit jantung.Prinsip alat diagnostik ini menggunakan gelombang suara
dengan frekwensi tinggi untuk memvisualisasikan gambaran struktur dan fungsi jantung
dilayar monitor.Pemeriksaan ini tidak menimbulkan rasa sakit sehingga secara teknis relatif
lebih mudah dilakukan terhadap bayi ( penyakit jantung bawaan ) dan orang dewasa.
Pemeriksaan ini dapat mendekteksi gerakan otot-otot jantung baik yang normal maupun yang
abnormal seperti pada keadaan akibat serangan jantung.
Ekokardiografi dapat memberikan informasi tentang hal-hal sebagai berikut :
Kardiomegali akibat tekanan darah tinggi, kebocoran katup atau gagal jantung.
Keadaan otot-otot jantung yang lemah atau jantung tidak dapat memompa darah
dengan sempurna maupun kardiomiopati
Kelainan struktur jantung seperti yang terdapat pada penyakit jantung bawaan
Evaluasi atau pemantauan selama dilakukan tindakan operasi jantung atau selama
prosedur intevensi.
Ditemukan bising jantung (murmur) baik pada anak maupun orang dewasa.
Dalam melakukan pemeriksaan, pasien biasanya berbaring dengan tenang ditempat tidur,
namun pada bayi sebaiknya dalam pangkuan ibunya.Dokter atau teknisi ekokardiografi
menggunakan Jelly yang diletakkan diujung probe dengan gelombang suara frekwensi
tinggi untuk memperoleh visualisasi gambaran struktur jantung termasuk katup
jantung.Sambil dilakukan pemeriksaan pasien dapat melihat atau menyaksikan di layar
monitor dan pemeriksa dapat memberi penjelasan singkat.
Secara umum ada 4 jenis ekokardiografi yang sering dilakukan yakni :
1. Transthoracal Echocardiography (TTE)
2. Transsesophageal Echocardiography (TEE)
3. Fetal Echocargraphy (janin)
4. Stress Echocargraphy
ESMO merekomendasikan pemeriksaan LVEF termasuk pada pasien yang asimptomatik
yang mendapat kemoterapi doksorubisin. Pemeriksaan dilakukan sebelum pemberian
kemoterapi, setelah setengah dari total siklus. Sedangkan Schwartz dkk merekomendasikan
untuk memeriksa sebelum kemoterapi atau sebelum pemberian dosis 100mg/m2. Selanjutnya
dilakukan pemeriksaan serial . Jika terjadi penurunan LVEF >10% atau LVEF <50%,
pemberian doksorubisin tidak boleh dilanjutkan.9,10
2.5.5 Pemeriksaan Cardiac Troponin
Troponin adalah protein spesifik yang ditemukan dalam otot jantung dan otot rangka.
Bersama dengan tropomiosin, troponin mengatur kontraksi otot. Kontraksi otot terjadi karena
pergerakan molekul miosin di sepanjang filamen aktin intrasel. Troponin terdiri dari tiga
polipeptida :
1. Troponin C (TnC) dengan berat molekul 18.000 dalton, berfungsi mengikat dan
mendeteksi ion kalsium yang mengatur kontraksi.
2. Troponin T (TnT) dengan berat molekul 24.000 dalton, suatu komponen inhibitorik
yang berfungsi mengikat aktin.
3. Troponin I (TnI) dengan berat molekul 37.000 dalton yang berfungsi mengikat
tropomiosin.
Dari tiga polipeptida tersebut, hanya bentuk troponin I (cTnI) dan troponin T (cTnT)
yang ditemukan di dalam sel-sel miokardium, tidak pada jenis otot lain.20
Gambar 2. Struktur filamen tipis. A. Tulang punggung filamen tipis tampak pada pandangan longitudenal, Factin yang terdiri dari 2 untai monomer aktin (rantai biru dan putih). Kompleks troponin yang tiap meolekulnya
tersusun dari troponin C, I dan T tersebar dengan interval kira-kira 400-A. Molekul tropomiosin berada diantara
2 untai aktin. B. Irisan melintang filamen tipis pada tempat komplek troponin menunjukkan kemungkinan
hubungan antara aktin, tropomiosin dan 3 komponen dari kompleks troponin.
cTnI dan cTnT dikeluarkan ke dalam sirkulasi setelah cedera miokardium. Sel-sel otot
rangka mensintesis molekul troponin yang secara antigenis berbeda dengan troponin jantung.
Pembebasan troponin jantung dari miokardium yang cedera terjadi dalam dua fase. Pertama,
pada kerusakan awal beberapa troponin jantung dengan cepat keluar dari sel-sel miokardium
dan masuk ke dalam sirkulasi bersama dengan CK-MB dan memuncak pada 4-8 jam. Dengan
demikian, kemunculan akut troponin jantung mengisyaratkan IMA. Kedua, troponin jantung
juga dibebaskan dari aparatus kontraktil intrasel. Pelepasan troponin yang berkelanjutan ini
memberikan informasi yang setara dengan yang diberikan oleh isoenzim laktat dehidrogenase
(LDH) untuk diagnosis konfirmatorik infark miokardium sampai beberapa hari setelah
kejadian.20
Troponin adalah tes yang lebih spesifik untuk serangan jantung daripada tes lainnya
(yang mungkin menjadi positif pada cedera otot rangka) dan tetap tinggi untuk jangka waktu
beberapa hari setelah serangan jantung. Troponin kadang-kadang meningkat secara menetap
pada pasien dengan penyakit miokardium yang tidak memperlihatkan peningkatan mioglobin,
CK-MB, atau LDH. Pasien-pasien ini biasanya mengidap angina yang tidak stabil; troponin
bisa untuk memantau perkembangan klinis pada penyakit ini secara kuantitatif.20
Ketika seorang pasien mengalami serangan jantung, kadar troponin bisa menjadi
meningkat dalam darah dalam waktu 3 - 4 jam setelah cedera dan dapat tetap tinggi selama 12 minggu setelah serangan jantung. Pengujian ini tidak terpengaruh oleh kerusakan otot lain,
sehingga suntikan, kecelakaan, dan obat yang dapat merusak otot tidak mempengaruhi
kadarnya.20
Penting untuk dicatat bahwa troponins jantung adalah penanda dari semua kerusakan
otot jantung, bukan hanya infark miokard. Kondisi lain yang langsung atau tidak langsung
mengakibatkan kerusakan otot jantung juga bisa meningkatkan kadar troponin. Takikardia
berat (misalnya karena takikardia supraventricular) pada seorang individu dengan arteri
koroner normal juga dapat menyebabkan peningkatan troponin, misalnya, mungkin karena
permintaan oksigen meningkat dan pasokan oksigen yang tidak memadai ke otot jantung.
Troponins juga meningkat pada pasien dengan gagal jantung, kondisi inflamasi (miokarditis
dan perikarditis dengan keterlibatan otot jantung yang kemudian disebut myopericarditis),
kardiomiopati (kardiomiopati membesar, kardiomiopati hipertrofik atau hipertrofi ventrikel
(kiri), kardiomiopati peripartum, kardiomiopati Takotsubo), gangguan infiltrasi (amiloidosis
jantung). Cedera jantung dengan peningkatan troponin juga terjadi pada keadaan jantung
memar, defibrilasi dan kardioversi internal atau eksternal. Peningkatan troponin juga
meningkat pada beberapa prosedur seperti operasi jantung dan transplantasi jantung,
penutupan cacat septum atrium, intervensi koroner perkutan atau ablasi frekuensi radio .20
Beberapa kondisi non-jantung yang dapat meningkatkan kadar troponin akibat
memberi efek tidak langsung pada otot jantung seperti : sepsis (troponin meningkat sekitar
40%), perdarahan gastrointestinal yang parah, diseksi aorta, peningkatan stress hemodinamik,
hipertensi pulmonar, emboli paru, eksaserbasi akut penyakit paru obstruktif kronik (PPOK),
iskemia, gangguan sistem syaraf pusat, penyakit ginjal stadium akhir, toxin (kalajengking,
ular, ubur-ubur, lipan), keracunan (CO, sianida) dan efek pengaruh obat agen kemoterapi
(anthracycline). 20
Pada beberapa penelitian melaporkan bahwa peningkatan kadar serum cTnT dan cTnI
dapat berguna untuk mendeteksi secara dini kerusakan miokardium
akibat penggunaan
doksorubicin, bahkan sebelum terjadi perubahan LVEF pada ekokardiografi. Panduan klinis
ESMO merekomendasikan pemeriksaan troponin sebagai baseline dan setelah kemoterapi
antrasiklin secara periodik 21,22,23
Troponin jantung (cTnT dan cTnI) dapat diukur dengan immunoassay yang tersedia
dalam analyzer imunokimia otomatis. Spesimen untuk pengukuran troponin berupa darah
lengkap atau serum. Karena troponin jantung relatif tidak stabil dalam darah lengkap atau
serum, maka spesimen harus diproses dan diperiksa segera. Apabila serum harus disimpan,
serum harus dibekukan. Di pasaran, banyak beredar tes komersial jenis Troponin I daripada
Troponin T. Namun, belum adanya standardisasi untuk nilai rujukannya masih menjadi
kendala. Menurut Kosasih (2008), nilai rujukan untuk Troponin T (metode immunoassay) :
1. Nilai antara 0,03 0,1 ng/mL di interprestasikan sebagai medium risk
2. Nilai di atas 0,1 ng/mL diinterprestasikan sebagai nekrosis sebagian sel otot jantung
(high risk)
3. Pada orang normal nilai kurang dari 0,03 ng/mL (low risk)
Dipengaruhi :
Dosis, usia, jenis kelamin
Jenis tumor, kombinasi
obat
Doxorubicin Induced
Cardiotoxicity
Membandingkan :
cTroponin-T test dan Ekokardiografi
setelah kemoterapi untuk menilai
kardiotoksisitas
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
Kemoterapi
Doksorubisin
Echocardiography (Baseline)
Kriteria ekslusi
Kriteria inklusi
Kemoterapi Doksorubisin
3 siklus
cTroponin-T test
Echocardiography
Kardiotoksisitas
Analisa data
Pengaruh :
Dosis, usia,Jenis tumor,
kombinasi obat
Standar
Jumlah
Positif
Negatif
Positif
a+b
Negatif
c+d
Jumlah
a+c
b+d
a+b+c+d
Sensitifitas
True positif
x 100 %
True positif + False negatif
Spesifisitas
True negatif
x 100 %
False positif + True negatif
True Positif
x 100 %
True positif +False positif
True negatif
x 100 %
True negatif+ False negatif
Akurasi
Penghitungan data dilakukan dengan komputer, memakai program IBM SPSS IOS versi 21.
3.8
Definisi operasional
Midle-Elderly
: Ukuran tumor
: Stadium I dan II
: Stadium III dan IV
ILC
f.Dosis Kumulatif Doksorubisin yaitu jumlah dosis doksorubisin setelah 3 siklus kemoterapi
g.Kombinasi Kemoterapi yaitu jenis regimen yang diberikan pada pasien kanker payudara
h.Kenaikan cTnT yaitu nilai pemeriksaan cTnT setelah kemoterapi doksorubisin 3 siklus
Positif
Negatif
i.Penurunan LVEF yaitu penurunan nilai LVEF setelah pemberian kemoterapi 3 siklus yang diperiksa dengan
alat ekokardiografi yang mengindikasikan terjadinya kardiotoksisitas
Positif
Negatif
BAB V
HASIL PENELITIAN
dengan penurunan LVEF pada Ekokardiografi sebagai standar baku emas (gold standar)
dengan menentukan nilaisensitivitas, spesifisitas, nilai prediksi dan akurasi.
5.1 Analisa Univariat
Berdasarkan distribusi usia pasien kanker payudara yang mendapatkan kemoterapi
doksorubisin pada penelitian ini didapatkan rata-rata usia pasien adalah 46 tahun dengan usia
termuda 28 tahun dan usia tertua 68 tahun. Menurut golongan usia (Tabel 5.1.1), penderita
terbanyak ditemukan pada kelompok 30-39 tahun dan 40-49 tahun (30%). Pada
pengelompokan usia berdasarkan resiko penyakit jantung, sebagian besar pasien berusia
diatas 40 tahun (midle age-elderly) sebanyak 80%. Berdasarkan jenis kelamin, semua pasien
pada penelitian ini adalah wanita (100%)
Distribusi pasien berdasarkan stadium TNM terbanyak (80%) ditemukan pada
stadium lanjut (advanced) dengan T4N1M0 dan T4N0M0 masing-masing sebanyak 30%
(Tabel 5.1.1). Berdasarkan Klasifikasi histopatologi dan grade tumor, pasien terbanyak
ditemukan dengan jenis histopatologi Invasive Ductal Carcinoma grade
(85%). Dosis
kumulatif doksorubisin yang diberikan bervariasi dengan dosis terendah 180 mg (35%) dan
tertinggi 255 mg (5%). Rata-rata dosis yang diberikan adalah 210 mg dengan standar deviasi
25,72. Jika dibagi berdasarkan kategori dosis menurut penelitian Nousiainen dengan batasan
dosis 200 mg, sebagian besar pasien mendapatkan dosis > 200 mg (65%). Kombinasi
kemoterapi yang diberikan sebagian besar (90%) adalah Cyclophosphamide dan 5-FU
(Regimen FAC) seperti terlihat di tabel 5.1.1.
Dari pemeriksaan cardiac Troponin T sebelum dan sesudah kemoterapi 3 siklus, 5
pasien (25%) mengalami kenaikan cardiac Troponin T lebih besar atau sama dengan 0,1
ng/mL. Pemeriksaan Ekokardiografi setelah 3 siklus rata-rata menunjukkan penurunan Fraksi
Ejeksi Ventrikel Kiri (LVEF) sebesar 6,95%. Sebanyak 7 pasien (35%, SD=0,489)
mengalami penurunan LVEF lebih dari 10% atau LVEF <55% yang mengindikasikan sudah
mulai terjadi kardiotoksisitas. Gambaran pemeriksaan cardiac Troponin T dan Ekokardiografi
sebelum dan sesudah kemoterapi 3 siklus terdapat pada tabel 5.1.2. Dari uji Wilcoxon sign
ranks test kedua variabel memiliki perbedaan hasil yang bermakna setelah perlakuan
kemoterapi 3 siklus (P value< 0,05)
Tabel 5.1.1 Distribusi Frekuensi Penderita Berdasarkan Karakteristik
Variabel
Frekuensi
Persentase
Kelompok usia
20-29 th
1
5.0
30-39 th
6
30.0
40-49 th
6
30.0
50-59 th
5
25.0
60-69 th
2
10.0
Kelompok usia berdasarkan resiko
Young
7
35
Midle-Elderly
13
65
Klinis TNM
T3N0M0
4
20.0
T4N0M0
6
30.0
T4N1M0
6
30.0
T4N1M1
1
5.0
T4N2M0
3
15.0
Stadium Klinis
Early
4
20.0
Advance
16
80.0
Jenis Histopatologi
IDC
17
85.0
ILC
3
15.0
Dosis Kumulatif Doksorubisin
180
7
35.0
210
5
25.0
225
3
15.0
240
4
20.0
255
1
5.0
Dosis Kumulatif berdasarkan Nousiainen*
200 mg
7
35
> 200 mg
13
65
Kombinasi Kemoterapi
Cyclophosphamide,5-FU
18
90.0
Cyclophosphamide,Taxane
2
10.0
Kenaikan cTnT
Positif
5
25.0
Negatif
15
75.0
Penurunan LVEF
Positif
7
35.0
Negatif
13
65.0
Keterangan
Mean : 46
SD : 10.9
Mean : 210
SD : 25.752
Tabel 5.1.2 Gambaran Pemeriksaan cTroponin T dan Ekokardiografi sebelum kemoterapi doksorubisin
dan setelah kemoterapi 3 siklus
No.
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
HasilcTnTseb
elumng/ml
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
HasilcTnTsesud
ahng/ml
0
0.1
0
0
0
0.3
0
0.29
0
0
0
0.27
0
0
0
0
0.1
0
0
0
Pemeriksaan
LVEF(%) ke-1
72
81
79
73
57
63
77
60
74
72
56
68
64
70
80
72
60
66
62
69
Pemeriksaan
LVEF(%) ke-2
73
64
63
78
60
41
74
52
72
72
61
58
60
56
80
70
46
61
55
61
LVEF
(%)
1
17
16
5
3
22
3
8
2
0
5
10
4
14
0
2
14
2
7
4
Efek
Kardiotoxic
+
+
+
+
+
+
+
-
resiko
tidak
menunjukkan
hubungan
yang
bermakna
terhadap
kejadian
kardiotoksisitas.
Kenaikan cTroponinT setelah kemoterapi doksorubisin 3 siklus juga dilakukan
pengujian statistik untuk melihat adanya hubungan dengan penurunan LVEF. Uji statistik
yang digunakan yaitu fisher exact test karena sampel <40 dan terdapat nilai nol pada salah
satu sel. Didapatkan hubungan yang bermakna diantara kedua pemeriksaan ini dengan nilai P
< 0,05.
Tabel 5.2.1 Hubungan faktor resiko dengan kejadian kardiotoksik setelah pemberian kemoterapi
doksorubisin 3 siklus pada Pasien Kanker Payudara
Penurunan EF (Kardiotoksik)
Positif
Negatif
f(%)
f(%)
Variabel
Kelompok usia berdasarkan resiko
Young
Midle-Elderly
Stadium Klinis
Early
Advance
Jenis Histologi
Invasive Ductal Ca
Invasive Lobular Ca
Dosis Kumulatif berdasarkan rata-rata
210 mg
> 210 mg
Kombinasi kemoterapi
Cyclophosphamide,5-FU
Cyclophosphamide,Taxane
Kenaikan cardiac Troponin T
Positif
Negatif
OR
(95% CI)
P value
3(15)
4(20)
4(20)
9(45)
1.39 (0.42-4.54)
1
0.589
1(5)
6(30)
3(15)
10(50)
0.66 (0.1-4.07)
1
0.639
6(30)
1(5)
11(55)
2(10)
1.05(0.18-5.94)
1
0.948
5(25)
2(10)
7(35)
6(30)
1.66(0.42-6.58)
1
0.444
6(30)
1(5)
12(60)
1(5)
0.66(0.12-3.08)
1
0.639
5(25)
2(10)
0
13(65)
7.5(2.06-27.25)
1
0.001
Penurunan LVEF
Kenaikan cTnT
Jumlah
Positif
Negatif
Positif
Negatif
13
15
Jumlah
13
20
Sensitifitas
Spesifisitas
True positif
x 100 %
True positif + False negatif
5 x 100% = 71,4 %
5+2
True negatif
x 100 %
False positif + True negatif
13 x 100% = 100 %
0 + 13
Akurasi
True Positif
x 100 %
True positif +False positif
5 x 100% = 100 %
5+0
True negatif
x 100 %
True negatif+ False negatif
13 x 100% = 86 %
13 + 2
(5 + 13) x 100% = 90 %
5 + 13 + 2 + 0
BAB VI
DISKUSI
penelitian lainnya yang menyatakan bahwa Invasive ductal carcinoma merupakan jenis
histopatologi tersering pada kanker payudara.2,3,25
Dari jenis regimen kemoterapi yang paling sering digunakan yaitu FAC
(Cyclophosphamide- Adriamycin-5 FU) sebanyak 90%. Hal ini dikarenakan regimen FAC
merupakan kemoterapi first line dan standar untuk penderita Primary Breast Cancer. Di RS
M Djamil sendiri regimen ini memang yang paling banyak digunakan. Pada penelitian ini
rata-rata dosis kumulatif yang diberikan yaitu sebanyak 210 mg dengan Standar deviasi
25,72. Dosis ini sesuai dengan protokol pemberian setelah 3 siklus dan rata-rata luas Body
Surface Area pasien di Indonesia.2,3
Berdasarkan kejadian kardiotoksisitas, dengan pemeriksaan cardiac Troponin T
ditemukan positif kenaikan cTnT sebanyak 5 pasien (25%). Pasien yang mengalami
penurunan Fraksi Ejeksi Ventrikel Kiri yaitu sebanyak 7 orang (35%). Penelitian Nousiainen
dkk (2002) menyatakan bahwa kardiotoksisitas sudah dapat terjadi pada dosis kumulatif
200mg/m2. Sedangkan Schmitt (2005) menunjukkan bahwa karditoksisitas terjadi pada dosis
138 mg dengan SD 26 mg. Berdasarkan angka kejadian, Swain dkk menyatakan bahwa
insiden kardiotoksisitas bervariasi mulai dari 7 -40 % sesuai dosis yang diberikan. Penelitian
Cardinale (2001) mendapatkan insiden kardiotoksik sebanyak 33 % dari pasien yang
mendapatkan kemoterapi FAC. Sedky dkk (2000) mendapatkan 40% pasien mengalami
kardiotoksisitas pada dosis kumulatif 450 mg.12,13,16,26,27
6.2 Analisa Bivariat
Semua variabel yang merupakanfaktor resiko dari kejadian kardiotoksisitas seperti
umur, stadium klinis, jenis histopatologi, dosis kumulatif dan kombinasi dengan obat
kemoterapi lain pada penelitian ini tidak menunjukkan hubungan yang bermakna dengan
kejadian kardiotoksisitas ( p value> 0,05 ) dengan nilai odd ratio di kisaran 1 sampai 2 kali
lipat untuk mengalami resiko kardiotoksik. Hasil ini berbeda dengan penelitian Khan ( 2004)
dan Thigpen (2005) yang mendapatkan bahwa faktor-faktor resiko tersebut mempunyai
hubungan untuk meningkatkan kejadian kardiotoksisitas.
jumlah populasi yang sedikit dan akibat data sampel yang cenderung homogen. 28,29
Dari hasil kenaikan cardiac TnT dengan adanya penurunan Fraksi Ejeksi Ventrikel
Kiri didapatkan hubungan yang bermakna ( P=0,01 ; Fishers exact test ). Hal ini sesuai
dengan penelitian Cardinale (2000, p=0,001)dan Sedky (2001, p=0,004) yang mendapatkan
hubungan peningkatan cardiac Troponin T dengan penurunan LVEF setelah pemberian
kemoterapi doksorubisin. 26,27
6.3 Uji Diagnostik
Dari hasil uji diagnostik pemeriksaan cTnT dengan penurunan LVEF pada
pemeriksaan Ekokardiografi 3 siklus ditemukan angka sensitifitas 71,4 %, spesifisitas sebesar
100%, NPP sebesar 100%, NPN sebesar 86% dan akurasi 90%. Untuk uji diagnostik belum
penulis belum menemukan angka rujukan dalam literatur. Hal ini mungkin dikarenakan
pemeriksaan Troponin T belum direkomendasikan secara rutin untuk memfollow up
kardiotoksisitas pada pemberian kemoterapi doksorubisin dan memerlukan penelitian yang
lebih lanjut untuk penggunaannya. Penelitian Cardinale dkk (2000) berkesimpulan bahwa
pemeriksaan Troponin cukup sensitif, spesifik dan lebih murah dan memiliki nilai prediksi
tinggi untuk kejadian disfungsi ventrikel. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian ini yang
mendapatkan Nilai Prediksi Positif 100%.26
BAB VII
KESIMPULAN
7.1.1 Kesimpulan
a. Angka kejadian
Daftar Pustaka
1. ACS Breastcancer facts and figures 2009-2012. American Cancer Society. 2012;12-3.
2. Panigoro SS. Epidemiologi dan faktor resiko kanker payudara. Dalam : Purwanto DJ,
editor. Pedoman nasional pelayanan kedokteran kanker payudara. Jakarta: Peraboi;
2013.hlm.21-2.
3. Sub bagian bedah onkologi fakultas kedokteran universitas andalas / RS M Djamil
Padang. Registrasi kanker payudara. 2012.
4. Lukkito P. Payudara. Dalam: R. Sjamsuhudijat, editor. Buku ajar ilmu bedah. Ed-3.
Jakarta: EGC; 2008.hlm. 387-402.
5. Noorwati S. Kemoterapi, manfaat dan efek samping. Jakarta: Dharmais cancer hospital;
2007.hlm.14-5.
6. Lipshultz SE, Rifi N, Dalton VM. The effect of dexrazoxane on myocardial injury in
doksorubisin treated children with acute lymphoblastic leukemia. N Engl J Med. 2004;
351:145-53.
7. Pasaribu ET. Kanker payudara. Dalam: Suyatno, editor. Bedah onkologi diagnostik dan
terapi. Jakarta: Sagung seto; 2009. hlm.(2)62-3
8. Chatterjee K, Zhang J, Honbo N, Karliner JS. Doksorubisin cardiomyopathy. J
Cardiology. 2010;115:155162
9. Ping L. Monitoring cardiac function in patients receiving doksorubisin. Semin Nucl Med.
2005; 35:197-201. Elsevier inc: 0001-2998
10. Bovelli D, Plataniotis G, Roila F. Cardiotoxicity of chemotherapeutic agents and
radiotherapy- related heart disease: ESMO clinical practice guidelines. Annals of
oncology. 2010; 21 (supplement 5):277-82.
11. Siahaan IH, Tobing TC, Rosdiana N. Dampak kardiotoksik obat golongan antrasiklin.
Sari pediatric. 2007; 9(2): 151-6.
12. Swain SM, Whaley FS, Ewer MS. Congestive heart failure in patients treated with
doksorubisin a retrospective analysis of three trials. Cancer.2004; 97: 2869-2879.
13. Nousiainen T, Jantunen E, Vanninen E, Hartikainen J. Early decline in left ventricular
ejection fraction predicts doksorubisin cardiotoxicity in lymphoma patients. Br J Cancer.
2005; 86:1697-1700.
14. Schwartz RG, McKenzie WB, Alexander J. Congestive heart failureand left ventricular
dysfunction complicating doxorubicin therapy seven-year experience using serial
radionuclide angiocardiography. Am J Med. 2007; 82: 1109-18.
15. Cottin Y, Touzery C, Coudert B, Gilles A, Walker A, Toubeau M, et al. Impairment of
diastolic function during short-term anthracycline chemotherapy. Br Heart J. 2005; 73
:61-4
16. Schmitt K, Tulzer G, Merl M, Aichhorn G, Grillenberger A,Wiesinger G, et al. Early
detection of doksorubisin and daunorubicin cardiotoxicity by echocardiography: Diastolic
versus systolic parameters. Eur J Pediatrics. 2005 ; 154(3) : 201-4.
17. Ricardi R, Lasorell A, Mastrangelo R. Cardiac toxicity. Dalam: Voute PA, Kalifa C,
Barret A, editor. Cancer in children management. New York: Oxford, 1990. hlm. 56-7.
18. Powis G. Toxicity of free radical forming anticancer agent. Dalam: Powis G, Hcker MP,
editor. The toxicity of anticancer drugs. New York : Pergmon press, 1991. h. 106-19.
19. Torres VM, Simic VD. Doxorubicin-Induced Oxidative Injury of Cardiomyocytes. Dalam
: FiuzaM, editor. Cardiotoxicity of Oncologic Treatments. Intech,2012.hlm.5;89-93
20. Sharma S, Jackson PG, Makan J. Cardiac troponins benefits and pitfalls for diagnosing
myocardial infarction. J Clin Pathol. 2004; 57:1025-1026
21. Lipshultz SE, Rifai N, Sallan SE. Predictive value of cardiac troponin T in pediatric
patients at risk for myocardial injury. Circulation. 2007; 96:2641-8.
22. Herman EH, Zhang J, Lipshultz SE. Correlation between serum levels of cardiac
troponin-T and the severity of the chronic cardiomyopathy induced by doxorubicin. J Clin
Oncol.1999; 17:2237-43.
23. Auner HW, Tinchon C, Linkesch W. Prolonged monitory of troponin T for the detection
of anthracycline cardiotoxicity in adults with hematological malignancies. Ann Hematol.
2003; 82:218-22.
24. Notoatmodjo S. Metodologi penelitian kesehatan. Jakarta: Rineka cipta. 2004.hlm.23-8
25. Zulhamdi. Faktor-faktor yang berhubungan dengan hasil pengobatan kanker payudara di
RSUP DR M Djamil Padang tahun 2006-2011. Padang: Tesis bagian ilmu bedah fakultas
kedokteran universitas andalas.2013; 5: 38-9.
26. Cardinal D, Sandri M. Myocardial injury revealed by plasma troponin I in breast cancer
treated with high-dose chemotherapy. Annals of Oncology. 2004; 13: 7105.
27. Sedky L, Hamada E, Sehim H, Enein MA, Metnawi WE, Soudy H. The value of troponin
measurement in assessment of anthracycline induced cardiotoxicity in breast cancer.
Journal of the Egyptian nat. Cancer inst. 2005; 12: 35-40.
Umur
MR
Stg
PA
Protokol/dosis
dosis
kumulatif
EF
Echo1
EF
Echo 2
LVEF
35
83-17-55
3B
IDC
FAC : 750/70/800
210
72
73
54
83-24-01
3B
IDC
FAC : 750/70/800
210
0.1
81
64
17
47
84-00-25
3B
IDC
FAC : 750/75/750
68
82-69-21
3B
IDC
T-AC : 800/70/280
225
0.29
60
52
210
79
63
16
38
84-08-07
3B
ILC
FAC : 750/70/750
210
73
78
54
84-30-27
3B
IDC
FAC : 750/75/750
225
57
60
28
82-89-95
3B
ILC
FAC : 750/70/750
210
0.3
63
41
22
57
84-23-69
2B
IDC
FAC : 800/80/750
240
77
74
49
83-90-20
3B
IDC
FAC : 800/85/750
255
74
72
10
53
82-00-83
3B
IDC
FAC : 1000/60/750
180
72
72
11
33
89-09-34
3B
IDC
FAC : 1000/60/750
180
56
61
12
34
82-55-86
3B
IDC
FAC : 1000/60/750
180
0.27
68
58
10
13
36
84-25-06
3B
IDC
FAC : 900/75/900
225
0.1
60
46
14
14
66
84-24-77
2B
IDC
FAC : 800/80/750
240
64
60
15
41
83-72-90
2B
IDC
FAC : 800/60/750
180
70
56
14
16
49
82-86-02
3B
ILC
FAC : 800/60/750
180
80
80
17
50
53-25-98
3B
IDC
FAC : 800/80/750
240
72
70
18
38
84-53-64
3B
IDC
FAC : 600/60/600
180
66
64
19
41
84-66-70
IDC
T-AC : 600/60/280
180
62
55
20
42
84-94-32
2B
IDC
FAC : 1000/80/750
240
69
65
cTn
T1
Tn
T2
: ...........................................................
Umur
: ...........................................................
Alamat
: ...........................................................
Telp/HP
: ...........................................................
Telah
dijelaskan
oleh
peneliti
tentang
penelitian
Penilaian
Kardiotoksisitas
pada
Pasien
Kemoterapi
Doxorubicin
Kanker
Payudara
dengan
Monitoring
Troponin
T
dan
Echocardiografi,
dan
saya
bersedia
untuk
ikut
sebagai
peserta/responden
sesuai
dengan
standar
yang
dikerjakan
di
Bagian
Bedah
RS.
M.
Djamil
Padang
Saya
mengetahui
juga
apabila
oleh
sesuatu
sebab
saya
tidak
dapat
/
ingin
mengikuti
penelitian
ini
maka
saya
dapat
bebas
menarik
diri
dari
keikutsertaan
saya
dalam
penelitian
ini,
yang
mana
hal
tersebut
tak
akan
berpengaruh
terhadap
pengobatan
saya
Padang,.........................
Yang
Menyatakan,
Pasien
Peneliti
( dr. Fauzil)