Peranan Konservasi Lahan Pada Lahan Perbukitan
Peranan Konservasi Lahan Pada Lahan Perbukitan
Oleh:
Kinanto Prabu Werdana
240110120019
BAB I PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Lahan adalah salah satu sistem bumi yang bersama dengan sistem bumi
yang lain, yaitu air alam dan atmosfer menjadi inti fungsi, perubahan dan
kemantapan ekosistem. Tanah berkedudukan khas dalam masalah lingkungan
hidup, merupakan kimah (asset) lingkungan dan membentuk landasan hakiki bagi
kemanusiaan (James, 1995). Tanah dimanapun keberadaannya merupakan
komponen lingkungan hidup yang secara mutlak harus dilindungi atau
dihindarkan dari dampak yang merugikan. Selain itu tanah menjadi penentu
kapasitas lahan dalam produksi biomassa berguna, seperti dalam budidaya
pertanian, perkebunan dan kehutanan (Idjudin, 2010).
Sekitar 45% wilayah Indonesia berupa dataran tinggi perbukitan dan
pegunungan sehingga praktek budidaya pertanian di lahan dataran tinggi memiliki
posisi strategis dalam pembangunan pertahanan nasional (Departemen Pertanian,
2006). Banyak jenis tanaman perkebunan yang tumbuh di lahan pegunungan
seperti teh, kopi dan kina.
Walaupun lahan pegunungan berpeluang untuk budidaya pertanian, lahan
pegunungan rentan terhadap longsor dan erosi karena tingkat kemiringannya,
curah hujan relatif tinggi dan tanah tidak stabil. Erosi tanah adalah peristiwa
tersangkutnya tanah dari suatu tempat ke tempat lain oleh air dan angin (Arsyad,
1976). Erosi menyebabkan hilangnya tanah lapisan atas (top soil) dan unsur hara
yang sangat penting bagi pertumbuhan tanaman. Apalagi daerah di Indonesia
merupakan daerah tropis sehingga erosi yang disebabkan oleh air hujan
merupakan penyebab utama terjadinya degredasi lahan. Oleh karena itu, solusi
dari permasalahan tersebut adalah perlunya diadakan upaya untuk konservasi
lahan.
Konservasi itu sendiri berasal dari kata conservation yang memiliki
pengertian mengenai upaya memelihara apa saja yang kita punya namun secara
bijaksana (Roosevelt, 1902). Sedangkan konservasi tanah dalam arti luas adalah
penempatan setiap bidang tanah pada cara penggunaan yang sesuai dengan
kemampuan tanah tersebut dan memperlakukannya sesuai dengan syarat-syarat
yang diperlukan agar tidak terjadi kerusakan tanah. Dalam arti yang sempit
konservasi tanah diartikan sebagai upaya mencegah kerusakan tanah oleh erosi
dan memperbaiki tanah yang rusak oleh erosi (Asyad, 2002).
Penelitian telah dilakukan di Desa Lengkese, Kecamatan Tinggi moncong,
Malino, Kabupaten Gowa. Metode yang digunakan dalam menghitung tingkat
erosi adalah USLE (Universal Soil Loss Equation). Hasil perhitungan dengan
metode USLE akan dibandingkan dengan hasil toleransi kehilangan tanah dengan
menggunakan rumus TSL(Tollerable Soil Loss) sehingga dapat diketahui tindakan
konservasi apa yang harus diterapkan pada daerah tersebut.
1.2
Identifikasi Masalah
Di Indonesia, sekitar 45% wilayahnya terdiri dari lahan pegunungan. Dan
masalah yang sering timbul pada lahan pegunungan adalah erosi. Apalagi daerah
Indonesia merupakan daerah tropis. Apabila musim hujan tiba, air hujan yang
jatuh pada daerah pegunungan akan menyebabkan tanah tersebut terkikis dan
bagian yang terkikis tersebut merupakan lapisan atas tanah yang sering disebut
top soil sehingga akan menyebabkan degradasi lahan di daerah pegunungan. Erosi
tanah menyebabkan terjadinya kerusakan lahan pertanian berupa kemunduran
sifat-sifat tanah serta menurunkan produktivitas lahannya. Oleh karena itu
konservasi lahan sangat berperan dalam pencegahan erosi sehingga dapat
menunjang lahan untuk berproduksi tinggi.
1.3
Tujuan
Tujuan dari makalah ini adalah sebagai media informasi bagi masyarakat
Batasan Penelitian
Materi yang dikemukakan dalam makalah ini meliputi aspek pengolahan
tanah, faktor penentu kepekaan lahan terhadap longsor dan erosi, teknologi
pengendalian longsor, teknologi budidaya pada sistem usahatani konservasi.
Luas lahan
PerbukitanPerbukitanpegunungan
pegunungan (>500
(>500 m dpl)
m dpl) tipe C
Total
tipe B
ribu ha ...
4.432
814
9.992
15.238
3.576
1.250
1.646
6.472
Sumatera
Jawa dan
Madura
Kalimantan
Sulawesi
Maluku dan
3.992
2.596
4.047
8.055
3.337
4.500
10.471
7.996
2.437
22.518
13.929
10.984
Nusa Tenggara
Papua
Total
3.141
21.784
12.287
30.243
3.605
36.147
10.033
88.174
Keterangan : Tipe A sangat terpencar; tipe B bersambung tetapi dipisah oleh batas
yang agak jelas; tipe C bersambung tetapi dipisah oleh batas yang
sangat jelas.
(Sumber : Departemen Pertanian, 2006).
Perlakuan pengendalian
longsor
Hulu
Punggung (bagian (a) Membangun atau menata bagian lereng yang menjadi
lereng yang
(meluncur)
Kaki (zona
(%)
Rekomendasi proporsi
tanaman (%)
Rendah Tinggi Rendah Tinggi Rendah Tinggi Semusim Tahunan
15-25 TB, BL, TB, BL, TB, BL, TG, BL, TG, BL, TG, BL, Maks 50 Min 50
PH, SP, PH, SP,
ST
ST
ST
ST
ST
ST
25-40 TB, BL, TG, BL, TG, BL, TG, BL, TG, BL, TI, RR,
PH, PT
PH, PT,
PH, PT
PH, PT
Maks 25
Min 75
PT
>40 *
TI, TK TI, TK TI , TK TI, TK TI, TK TI, TK
0
100
Keterangan : * Untuk tanah peka erosi (Ultisol, Entisol, Vertisol dan Alfisol)
dibatasi sampai lereng 65 % sedangkan untuk tanah yang kurang peka sampai
lereng 100 %.
TB = Teras bangku, BL = Budidaya lorong, TG = Teras gulud, TI = Teras
individu, RR = Rorak, TK = Teras kebun, PH = Pagar hidup, ST = Strip rumput,
SP = Silvipastura, PT = Tanaman penutup tanah.
(Sumber : Departemen Pertanian, 2006).
501437.00S
12000037.15T.Penentuan
lokasi
didasarkan
pada
RM
El30
18.44
18.89
29.56
314.77
Februari
19.67
19.89
34.00
357.63
Maret
22.00
15.00
46.56
552.43
April
17.44
13.78
33.78
366.31
Mei
16.44
9.33
24.44
345.05
Juni
4.00
7.33
22.00
300.81
Juli
11.11
5.56
15.67
216.45
Agustus
6.89
3.33
9.11
115.79
September
1.89
2.33
2.67
14.92
Oktober
11.44
8.00
16.11
191.82
November
16.00
15.22
27.22
280.81
Desember
19.11
20.22
33.22
338.57
C= 0,2
P= 0,4
A= R x K x Lx S x C x P
Dimana :
A = Banyaknya tanah yang tererosi
R : Indeks erosivitas hujan
K : Indeks erodibilitas tanah
L : Indeks Panjang Lereng
S : Indeks Kemiringan Lereng
C : Indeks penutup tanah
P : Indeks tindakan konservasi tanah
A= 61,785x0,152x3,02x14,23x0,2 x0,40
= 32,29 ton/ha/thn
Dari hasil pengamatan yang dilakukan maka diperoleh hasil untuk
besarnya erosi yang terjadi di daerah Lengkese menurut USLE yaitu 32,29
ton/ha/thn dan besarnya erosi yang masih bisa ditoleransi (TSL) yaitu 6,25 ton/ha.
2.3 Pembahasan
Pada tabel proporsi perbukitan dan pegunungan dapat dilihat bahwa
sekitar 88.174 luas lahan di Indonesia merupakan daerah perbukitan dan
pegunungan dengan daerah Kalimantan yang paling besar yaitu 22.518 % setelah
itu Sumatera dan Sulawesi di urutan ketiga. Ini berarti bahwa sekitar 45 % luas
lahan di Indonesia merupakan lahan pegunungan yang berlereng yang peka
terhadap longsor dan erosi. Pada daerah ini akan mempercepat aliran permukaan
ke lahan yang lebih rendah. Pada daerah DAS tengah atau zona konservasi,
budidaya pertanian yang tidak tepat akan memacu terjadinya longsor maka
pengendalian aliran permukaan merupakan kunci utama. Semakin curam
pegunungan akan memperbesar peluang terjadinya erosi. Selain itu faktor panjang
lereng juga akan mempengaruhi peluang terjadinya erosi.
Sedangkan pada tahap pengendalian longsor dapat dilihat pada tabel skor
hubungan faktor biofisik dan tingkat kepekaan longsor di lahan pegunungan.
Kepekaan tersebut dinilai dengan cara menjumlahkan skor dari masing-masing
faktor. Tanah dengan jumlah skor 6-10 digolongkan sebagai lahan dengan tingkat
kepekaan rendah, skor 11-15 kepekaan sedang dan 16-22 masuk dalam kategori
kepekaan tinggi. Sehingga pada lahan dengan kepekaan tinggi tidak
direkomendasikan untuk budidaya pertanian. Sedangkan untuk perlakuan
pengendalian longsor pada setiap segmen dari area longsor dapat dilihat pada
tabel 3. Untuk daerah hulu dapat diberikan perlakuan pengendalian membuat
saluran pengelak dan drainase, pada daerah punggung dapat diberi perlakuan
pengendalian membuat pengaman tebing dan menanam tanaman untuk
menstabilkan lereng dan pada daerah kaki dapat membuat penahan material
longsor menggunakan bahan-bahan yang mudah didapat.
Untuk pemilihan teknologi konservasi tanah secara mekanis dan
vegetative berdasarkan tingkat kemiringan lahan, erodibilitas tanah dan
kedalaman solum dapat dilihat di tabel 4. Untuk daerah dengan kemiringan lereng
15-25 % dengan kedalaman solum > 90 cm dapat dibuat teras bangku, budidaya
lorong strip rumput, tanaman penutup tanah dan lainnya. Untuk kedalaman 40-90
cm dapat dibuat teras gulud, rorak dan lainnya. Untuk kedalaman < 40 cm dapat
dibuat teras gulud, rorak, silvipastura dan lainnya. Sedangkan pada kemiringan
lereng 25 40 %, pemilihan teknologi konservasi tanahnya lebih dibatasi.
Misalnya pada kedalaman solum > 90 cm dapat dibuat teras bangku, budidaya
lorong. Untuk kedalaman solum antara 40-90 cm serta < 40 cm juga dapat dibuat
teras gulud, teras individu dan pagar hidup. Sedangkan untuk kemiringan lahan
lebih dari 40 % hanya dapat dibuat teras individu dan teras kebun untuk tiap
tingkatan kedalaman solum. Tetapi hal yang perlu diperhatikan pada kemiringan
lahan lebih dari 40 % bahwa jenis tanah dengan kepekaan erosi yang sangat tinggi
hanya dibatasi sampai pada kemiringan lahan 65 % (Ultisol, Entisol, Vertisol dan
Alfisol) sehingga pada daerah ini tidak dianjurkan untuk dijadikan tempat
budidaya pertanian.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim . Departemen Pertanian, 2006. Peraturan Menteri Pertanian Nomor:
47/Permentan/OT.140/10/2006 Tentang Pedoman Umum Budidaya Pertanian
pada Lahan Pegunungan. Badan Litbang Pertanian, Departemen Pertanian.
Abdurachman, A., S. Abuyamin, dan U. Kurnia. 1984. Pengelolaan tanah dan tanaman
untuk usaha konservasi tanah. Pemberitaan Penelitian Tanah dan Pupuk 3: 7-11.
Arsyad, S. 1989. Konservasi Tanah dan Air. Penerbit Institut Pertanian Bogor Press.
Bogor.
Kurnia, et al. 2002. Pengaruh Bedengan dan Tanaman Penguat Terras terhadap Erosi
dan Produktivitas Tanah pada Lahan Sayuran. Hlm. 207-219 dalam Prosiding
Seminar Nasional Pengelolaan Sumber Daya Lahan dan Pupuk. Cisarua Bogor,
30 31 Oktober 2001. Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanah dan
Agroklimat, Bogor. Buku II.
Kartasapoetra, A.G, dan M.M. Sutedjo. 1985. Teknologi Konservasi Tanah dan Air.
Penerbit Rineka Cipta. Jakarta
Taryono. 1995. Kajian Erosi Permukaan dan Perlakuaan Konservasai Tanah di Sub
Daerah Aliran Sungai Gobeh Kabupaten Wonogiri. Thesis. Yogyakarta : Fakultas
Geografi UGM