Pengolahan Data Hasil Penilaian
Pengolahan Data Hasil Penilaian
Oleh:
1.
2.
3.
4.
5.
6.
Farikin Ahmad A.
Arif Gunawan
Riskytasari Dini H.
Anggi Titis Mahandra
Eni Murwati
Fibriani Setyaningrum
(08416241037)
(09416241023)
(09416241033)
(09416241035)
(09416241038)
(09416241049)
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan rahmat, taufik serta
hidayah-Nya kepada kami, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah pada mata kuliah
Penilaian Hasil Belajar IPS yang diampu oleh Taat Wulandari M.Pd. Makalah ini dibuat untuk
memenuhi tugas kelompok pada mata kuliah Penilaian Hasil Belajar IPS. Makalah ini berisi
tentang hal-hal yang terkait dengan munculnya pengolahan data hasil penilaian
Makalah ini dibuat dengan tujuan agar mahasiswa dapat memahami cara menilai siswa
secara benar dan dapat mencari berbagai manfaat dari pengetahuan tentang pengolahan nilai.
Makalah kelompok ini dapat menjadikan mahasiswa lebih kritis. Selain itu dengan membuat
makalah ini diharapkan mahasiswa dapat meningkatkan kemampuan dalam pembelajaran mata
kuliah Penilaian Hasil Belajar IPS.
Semoga makalah yang kami buat ini dapat bermanfaat dan berguna, khususnya bagi kami
penulis. Tiada kesempurnaan dan kami rasa masih banyak kekurangan dalam pembuatan
makalah ini, kami mohon maaf atas kekurangan dan kesalahan dalam penulisan makalah ini.
Penyusun
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Dalam proses belajar mengajar, perlu di ketahui hasil dari proses belajar mengajar
tersebut. Hasil dari proses pengajaran yang dilakukan oleh guru dapat di ketahui dari nilai
siswanya. Penilaian sangat penting di lakukan oleh guru, hal ini dapat bermanfaat bagi
guru dan siswa itu sendiri. Bagi guru nilai dari siswa dapat di jadikan acuan bagi proses
pengajaran yang akan dilakukan. Bagi siswa nilai bermanfaat untuk mengetahui tolak
ukur pemahaman siswa terhadap suatu materi pembelajaran yang sudah diajarkan.
Nilai dalam proses pembelajaran tidak begitu saja dapat di gunakan sebagai acuan
atau tolak ukur penilaian guru terhadap kemampuan siswanya, maupun tolak ukur siswa
itu sendiri terhadap kemampuaannya sendiri. Sangat penting bagi guru untuk mengolah
data hasil penilaian yang sudah dilakukan. Manfaat dari pengolahan nilai akan sangat
membantu guru dan siswa dalam pemahaman kemampuan seorang siswa.
Makalah ini akan membahas pengolahan data hasil penilaian yang dirasa sangat
penting dan harus di ketahui oleh calon guru maupun guru, sehingga nilai-nilai siswa
yang sudah ada dapat di olah secara benar dan teratur.
B. RUMUSAN MASALAH
a. Apa yang di maksud dengan data penilaian unjuk kerja,sikap,tertulis,dan proyek ?
b. Apa yang dimaksud skala penilaian ?
c. Bagaimana mengolah data dari hasil penilaian?
C. TUJUAN
1. Untuk mengetahui maksud data penilaian unjuk kerja,sikap,tertulis,dan proyek.
2. Untuk memahami tentang skala penilaian.
3. Untuk mengetahui cara mengolah data hasil penilaian.
BAB II
PEMBAHASAN
A. DATA PENILAIAN UNJUK KERJA
Data penilaian unjuk kerja adalah skor yang diperoleh dari pengamatan yang dilakukan
terhadap penampilan peserta didik dari suatu kompetensi. Skor diperoleh dengan cara mengisi
format penilaian unjuk kerja yang dapat berupa daftar cek atau skala penilaian.
Nilai yang dicapai oleh peserta didik dalam suatu kegiatan unjuk kerja adalah skor
pencapaian dibagi skor maksimum dikali 10 (untuk skala 0 -10) atau dikali 100 (untuk skala 0 100). Misalnya, dalam suatu penilaian unjuk kerja pidato, ada 8 aspek yang dinilai, antara lain:
berdiri tegak, menatap kepada hadirin, penyampaian gagasan jelas, sistematis, dan sebagainya.
Apabila seseorang mendapat skor 6, skor maksimumnya 8, maka nilai yang akan diperoleh
adalah = 6/8 x 10 = 0,75 x 10 = 7,5. Nilai 7,5 yang dicapai peserta didik mempunyai arti bahwa
peserta didik telah mencapai 75% dari kompetensi ideal yang diharapkan untuk unjuk kerja
tersebut. Apabila ditetapkan batas ketuntasan penguasaan kompetensi minimal 70%, maka untuk
kompetensi tersebut dapat dikatakan bahwa peserta didik telah mencapai ketuntasan
belajar. Dengan demikian, peserta didik tersebut dapat melanjutkan ke kompetensi berikutnya.
B. DATA PENILAIAN SIKAP
Data penilaian sikap bersumber dari catatan harian peserta didik berdasarkan
pengamatan/ observasi guru mata pelajaran. Data hasil pengamatan guru dapat dilengkapi
dengan hasil penilaian berdasarkan pertanyaan langsung dan laporan pribadi.
Seperti telah diutarakan sebelumnya, hal yang harus dicatat dalam buku Catatan Harian
peserta didik adalah kejadian-kejadian yang menonjol, yang berkaitan dengan sikap, perilaku,
dan unjuk kerja peserta didik, baik positif maupun negatif. Yang dimaksud dengan kejadiankejadian yang menonjol adalah kejadian-kejadian yang perlu mendapat perhatian, atau perlu
diberi peringatan dan penghargaan dalam rangka pembinaan peserta didik.
Pada akhir semester, guru mata pelajaran merumuskan sintesis, sebagai deskripsi dari
sikap, perilaku, dan unjuk kerja peserta didik dalam semester tersebut untuk mata pelajaran yang
bersangkutan. Deskripsi tersebut menjadi bahan atau pernyataan untuk diisi dalam kolom
Catatan Guru pada rapor peserta didik untuk semester dan mata pelajaran yang berkaitan. Selain
itu, berdasarkan catatan-catatan tentang peserta didik yang dimilikinya, guru mata pelajaran
dapat memberi masukan pula kepada Guru Bimbingan Konseling untuk merumuskan catatan,
baik berupa peringatan atau rekomendasi, sebagai bahan bagi wali kelas dalam mengisi kolom
deskripsi perilaku dalam rapor. Catatan Guru mata pelajaran menggambarkan sikap atau tingkat
penguasaan peserta didik berkaitan dengan pelajaran yang ditempuhnya dalam bentuk kalimat
naratif. Demikian juga catatan dalam kolom deskripsi perilaku, menggambarkan perilaku peserta
didik yang perlu mendapat penghargaan/pujian atau peringatan.
C. DATA PENILAIAN TERTULIS
Data penilaian tertulis adalah skor yang diperoleh peserta didik dari hasil berbagai tes
tertulis yang diikuti peserta didik. Soal tes tertulis dapat berbentuk pilihan ganda, benar salah,
menjodohkan, uraian, jawaban singkat.
Soal bentuk pilihan ganda diskor dengan memberi angka 1 (satu) bagi setiap butir
jawaban yang benar dan angka 0 (nol) bagi setiap butir soal yang salah. Skor yang diperoleh
peserta didik untuk suatu perangkat tes pilihan ganda dihitung dengan prosedur:
jumlah jawaban benar
------------------------------ X 10
jumlah seluruh butir soal
Prosedur ini juga dapat digunakan dalam menghitung skor perolehan peserta didik untuk
soal berbentuk benar salah, menjodohkan, dan jawaban singkat. Keempat bentuk soal terakhir ini
juga dapat dilakukan penskoran secara objektif dan dapat diberi skor 1 untuk setiap jawaban
yang benar.
Soal bentuk uraian dibedakan dalam dua kategori, uraian objektif dan uraian nonobjektif. Uraian objektif dapat diskor secara objektif berdasarkan konsep atau kata kunci yang
sudah pasti sebagai jawaban yang benar. Setiap konsep atau kata kunci yang benar yang dapat
dijawab peserta didik diberi skor 1. Skor maksimal butir soal adalah sama dengan jumlah konsep
kunci yang dituntut untuk dijawab oleh peserta didik. Skor capaian peserta didik untuk satu butir
soal kategori ini adalah jumlah konsep kunci yang dapat dijawab benar, dibagi skor maksimal,
dikali dengan 10. Soal bentuk uraian non objektif tidak dapat diskor secara objektif, karena
jawaban yang dinilai dapat berupa opini atau pendapat peserta didik sendiri, bukan berupa
konsep kunci yang sudah pasti. Pedoman penilaiannya berupa kriteria-kriteria jawaban. Setiap
kriteria jawaban diberikan rentang nilai tertentu, misalnya 0 - 5. Tidak ada jawaban untuk suatu
kriteria diberi skor 0. Besar-kecilnya skor yang diperoleh peserta didik untuk suatu kriteria
penilaian
proyek
meliputi
skor
yang
diperoleh
dari
tahap-tahap:
yang disediakan telah habis. Seberapa selesai soal itu dikerjakan kertas ulangan harus
dikumpulkan.
Setelah tiba di luar kelas, Ani berdiskusi dengan kawan-kawannya. Ternyata cara
mengerjakan dan pendapatannya tidak sama dengan yang lain. Tetapi mereka juga tidak
vakin mana yang betul. Oleh karena itu ketika kertas ulangan dikembalikan dan ia
mendapat 10, ia kegirangan. Ditunjukkannya kertas itu kepada kawan-kawannya. Baru
sampai bertemu dengan 4 kawannya, wajahnya sudah menjadi malu tersipu-sipu. Apa
sebab?
Rupanya ia menyadari kebodohan kebodohannya karena setelah melihat angka
yang diperoleh keempat orang kawannya, terntaya kepunyaan Anil ah yang yang paling
yang paling sedikit. Ada kawannya yang mendapat 15,20, bahkan ada yang 25. Dan kata
guru, pekerjaan Tika yang mendapat angka 25 itulah yang betul.
Dari gambaran ini Nampak bahwa dalam pikiran Ani, terpancang suatu
pengertian bahwa angka 10 adalah tertinggi yang mungkin dicapai. Ini memang lazim.
Mungkin bukan hanya Ani yang berpikiran demikian. Padahal pada waktu ulangan
matematika ini, guru nmemberikan angka paling tinggi 25 kepada mereka yang dapat
mengerjakan seluruh soal dengan betul. Cara pemberian angka seperti ini tidak salah.
Hanya sayangnya, guru tersebut barangkali perlu menerangkan kepada para siswanya,
cara mana yang digunakan untuk memberikan angka atau skor. Ia baru pindah dari
sekolah lain. Ia sudah biasa menggunakan skala bebas, yaitu skala yang tidak tetap. Ada
kalanya skor tertinggi 20, lain kali lagi 50. Ini semua tergantung dari banyak dan bentuk
soal. Jadi angka tertinggi dari skala yang digunakn tidak selalu sama.
b) Skala 1-10
Apa sebab Ani dan kawan-kawannya berpikiran bahwa angka 10 adalah angka
tertinggi untuk nilai? Hal ini disebabkan karena pada umumnya guru-guru di Indonesia
mempunyai kebiasaan menggunakan skala 1-10 untuk laporan prestasi belajar siswa
dalam rapor. Ada kalanya juga digunakan skala 1-10, sehingga memungkinkan bagi guru
untuk penilaian yang lebih halus. Dalam skala 1-10, guru jarang memberikan angka
pecahan, misalnya 5,5. Angka 5,5 tersebut kemudian dibulatkan menjadi 6. Dengan
demikian maka rentangan angka 5,5 sampai dengan 6,4 (selisih hamper 1) akan keluar di
rapor dalam satu wajah, yaitu angka 6.
c) Skala 1-100
Memang diseyogyakan bahwa angka itu merupakan bilangan bulat. Dengan
menggunakan skala 1-10 maka bilangan bulat yang ada masih menunjukkan penilaian
yang agak kasar. Ada sebenarnya hasil prestasi yang berada diantara kedua angka bulat
itu. Untuk itulah maka dengan menggunakan skala 1-100, dimungkinkan melakukan
penilaian yang lebih halus karena terdapat 100 bilangan bulat. Nilai 5,5 dan 6,4 dalam
skala 1-10 yang biasanya dibulatkan menjadi 6, dalam akala 1-100 ini boleh dituliskan
dengan 55 dan 64.
d) Skala Huruf
Selaian menggunakan angka, pemberian nilai dapat dilakukan dengan huruf
A,B,C,D, dan E (ada juga yang menggunakan sampai dengan G tetapi pada umumnya 5
huruf lain). Sebenarnya sebutan skala diatas ini ada yang mempersoalkan. Jarak antara
huruf A dan B tidak dapat digambarkan sama dengan jarak antara B dan C, atau antara C
dan D.
Dalam menggunakan angka dapat dibuktikan dengan gratis bilangan bahwa jarak
antara 1 dan 2 sama dengan jarak antara 2 dan 3. Demikian pula jarak antara 3 dan 4,
serta antara 4 dan 5.
10
Akan tetapi justru alasan inilah lalu timbul pikiran untuk menggunakan huruf
sebagai alat penilaian. Untuk menggambarkan kelemahan dalam menggunkan angka
adalah bahwa dengan angka dapat ditafsirkan sebagai nilai perbandingan. Siswa A yang
memperoleh angka 8 dalam sejarah tidak berarti memiliki kecakapan sebanyak dua kali
lipat kecakapan siswa B yang memperoleh angka 4 dalam rapor. Demikian pula siswa A
tersebut tidaklah mempunyai 8/9 kali kecakapan C yang mendapat nilai 9. Jadi
sebenarnya menggunakan angka hanya merupakan simbul yang menunjukkan urutan
tingkatan. Siswa A yang memperoleh angka 8 yang memiliki prestasi yang lebih tinggi
dibandingkan dengan siswa B yang memperoleh angka 4, tetapi kecakapannya itu lebih
rendah jika dibandingkan dengan kecakapan C. jadi dalam tingkatan prestasi sejarah
urutan adalah C,A lalu B.
Huruf terdapat dalam urutan abjad. Penggunaan huruf dalam penilaian akan terasa
lebih tepat digunakan karena tidak ditafsirkan sebagai arti perbandingan. Huruf tidak
menunjukkan kuantitas, tetapi dapat digunakan sebagai symbol untuk menggambarkan
kualitas. Oleh karena itu, dalam mengambil jumlah atau rata-rata, akan dijumpai
kesulitan. Padahal dalam pengisisan rapor, kita tidak dapat terlepas dari pekerjaan
mengambil rata-rata. Sebagai contoh, dapat dilihat pada table berikut.
Nama Siswa
Ulangan ke1
Ulangan ke2
Ulangan ke3
Sartini
Tono
Aryani
Suryo
Nunung
Sandra
Bagi Suryo dan Sandra, rata-rata dari ketiga nilai ulangan ke-1, ke-2, dank e-3
dengan mudah dapat ditentukan, yaitu A untuk Suryi dan C untuk Sandra. Akan tetapi
tidak mudah untuk mengambil rata-rata bagi siswa yang lain. Ada satu cara yang
digunakan untuk mengambil rata-rata dari huruf, yaitu dengan mentransfer nilai huruf
tersebut menjadi nilai angka dahulu. Yang sering digunakan, satu nilai huruf itu mewakili
satu rentangan nilai. Sebagai contoh nilai huruf pada table konversi skor.
Angka 100
Angka 10
Huruf
Keterangan
80 100
8,0 10
Baik sekali
66 79
6,6 7,9
Baik
56 65
5,6 6,5
Cukup
40 55
4,0 5,5
Kurang
30 39
3,0 3,9
Gagal
Dengan mengembalikan dahulu nilai huruf itu ke nilai angka, maka dengan
mudah dapat dicari rata-ratanya.
3. Konversi
1) Definisi Konversi
Konversi adalah adalah kegiatan mengubah atau mengolah skor mentah menjadi
huruf. Jika tidak ada kegiatan konversi ini, maka nilai tidak bisa dinterpretasikan.
Konversi nilai dapat dilakukan dengan menggunakan Meaan dan SD atau dikenal juga
dengan batas lulus Mean (Mean = SD). Cara yang kedua adalah dengan Mean Ideal dan
SD Ideal atau Remmers.
Untuk cara pertama, langkah pertama yang harus dilakukan adalah mencari nilai
Mean dan SD, kemudian menentukan besarnya SUD (Skala Unit Deviasi), dan langkah
terakhir adalah menentukan batas atas dan batas bawah. Untuk menentukan batas atas
dan batas bawah tersebut, rumusnya adalah sebagai berikut:
Batas bawah C = M 0,5 SUD
Batas bawah D = M 1,5 SUD
Batas atas C = M + 0,5 SUD
Batas atas B = M + 1,5 SUD
Skala sikap yang diberi bobot nilai 0 4 atau 1 5 sesuai dengan alternatif respon
pada dasarnya merupakan skala yang bernilai Ordinal atau pemeringkatan ,sebab
responden diminta merespon/menjawab sesuai dengan kecenderungan sikapnya untuk
kemudian diberi kode/nilai peringkat oleh peneliti, namun demikian terdapat para Pakar
yang menganggapnya sebagai Skala Interval sehingga memungkinkan pengolahan
datanya dengan analisis Statistik Parametrik. Terlepas dari kontroversi tersebut, mereka
yang berpendapat bahwa skala sikap bernilai ordinal mengajukan suatu cara untuk
mengkonversi nilai skala tersebut menjadi bernilai Interval dengan menempatkan
masing-masing nilai skala dalam kelompoknya pada suatu distribusi norma, sehingga
jarak nilai menjadi sama. Dengan cara ini penentuan nilai skala dilakukan dengan
memberi bobot dalam satuan deviasi normal bagi setiap kategori respon pada suatu
kontinum psikologis.
Tentu pernah melaksanakan penilaian hasil belajar. Dalam KTSP ada berbagai
macam teknik penilaian antara tes, observasi, penugasan, interventori, portofolio, jurnal,
penilaian diri, penilaian antar teman dan lain-lain. Jadi penilaian itu bukan melalui siswa
menjawab soal saja, tapi banyak jenis bentuk lain dari penilaian hasil belajar peserta
didik. Kombinasi penggunaan berbagai teknik penilaian di atas akan memberikan
informasi yang lebih akurat tentang kemajuan belajar peserta didik.
Salah satu teknik penilaian yang sering (bahkan selalu ini saja) adalah dalam
bentuk tes. Tes adalah pemberian sejumlah pertanyaan yang jawabannya dapat benar atau
salah. Tes dapat berupa tes tertulis, tes lisan, dan tes praktik atau tes kinerja. Tes tertulis
adalah tes yang menuntut peserta tes memberi jawaban secara tertulis berupa pilihan
dan/atau isian. Tes yang jawabannya berupa pilihan meliputi pilihan ganda, benar-salah,
dan menjodohkan. Sedangkan tes yang jawabannya berupa isian dapat berbentuk isian
singkat dan/atau uraian. Tes lisan adalah tes yang dilaksanakan melalui komunikasi
langsung (tatap muka) antara peserta didik dengan pendidik. Pertanyaan dan jawaban
diberikan secara lisan. Tes praktik (kinerja) adalah tes yang meminta peserta didik
melakukan perbuatan/mendemonstasikan/ menampilkan keterampilan.
Dalam rancangan penilaian, tes dilakukan secara berkesinambungan melalui
berbagai macam ulangan dan ujian. Ulangan meliputi ulangan harian, ulangan tengah
semester, ulangan akhir semester, dan ulangan kenaikan kelas. Sedangkan ujian terdiri
atas ujian nasional dan ujian sekolah. Ulangan adalah proses yang dilakukan untuk
mengukur pencapaian kompetensi peserta didik secara berkelanjutan dalam proses
pembelajaran, untuk melakukan perbaikan pembelajaran, memantau kemajuan dan
menentukan keberhasilan belajar peserta didik. Ujian adalah kegiatan yang dilakukan
untuk mengukur pencapaian kompetensi peserta didik sebagai pengakuan prestasi belajar
dan/atau penyelesaian dari suatu satuan pendidikan. Dari Undang-Undang Nomor 20
tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional dan Peraturan Pemerintah Nomor 19
tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan. Setelah melaksakana ulangan atau ujian
pernah tidak menemukan nilai peserta didik kita sangat rendah atau dibawah nilai Kriteria
Ketuntasan Minimal. Jika dalam bentuk ulangan harian dan ulangan tengah semester kita
bisa melaksakan program perbaikan yg disebut dengan remedial, tapi jika ulangan
semester atau ujian sekolah kapan lagi melaksanakan program perbaikannya. Salah satu
cara mengatasinya bisa dengan sistem konversi nilai.
Berikut caranya :
Misalkan ada 50 soal pilihan ganda, kita koreksi dulu hasil ulangan siswa hingga
mendapatkan skor. Skor yang di dapat adalah jumlah soal yang dijawab benar oleh siswa
dari 50 soal yang diberikan. Lalu kita mendapatkan skor tertinggi dan skor terendah,
misalnya
Skor tertinggi = 30
Skor terendah = 10
Lalu kita menentukan berapa nilai tertinggi dan terendah yang inginkan,misalnya
Skor tertinggi = 30 dapat nilai 8
Skor terendah = 10 dapat nilai 6
Rumus yang kita pakai adalah Y = ax + b
Terlebih dahulu kita menentukan nilai a, dengan cara :
Niali Tertinggi 8 = 30a + b
mendefinisikan
kompetensi
adalah
peingintegrasian
dari
pengetahuan,
keterampilan, dan sikap yang memungkinkan untuk melaksanakan satu cara efektif.
Jadi sejak tahun 2004 target anak berhasil dalam pembelajaran di kelas tidak
hanya dari aspek pengetahuan tetapi juga pada aspek sikap dan ketrampilan yang
dimilikinya. Dengan demikian nilai yang ada dalam LHBS mencakup 3 aspek itu sedang
pada Rapor hanya dari pencapaian aspek pengetahuan (artinya tuntutannya siswa bisa
hapal dan paham materi apa yg dipelajari )
Kemudian dari target penilaian akan berbeeda pula , acuan penilaian yang ada di
rapor menggunakan PAN (penilaian Acuan Norma ) artinya nilai siswa dibandingkan
dengan nilai siswa yang lain dalam kelompoknya . Maka pada Rapor dilengkapi
Rangking, tujuannya untuk mengtahui posisi siswa dalam kelompoknya
Sedang Pada LHBS acuan penilaian adalah PAK (penilaian acuan Kriteria),
artinya siswa dinilai sesuai kemampuan / kompetensi standar siswa yang ada di kelas itu .
Untuk itulah setiap guru perlu menentukan KKM ( Kriteria Ketuntasan Minimal ) . Maka
di LHBS ada kolom KKM pada setiap mata pelajaran . Sampai pada penjelasan ini ibu2
mulai ribut lagi karena mereka membandingkan KKM dengan KKN.
rata-rata.
pertama ini sering dikenal dengan istilah criterion referenced evaluation, yang dalam
dunia pendidikan di tanah air kita sering dikenal dengan istilah penilaian ber-Acuan
Patokan (di-singkat PAP).
b. Bahwa pengolahan dan pengubahan skor mentah menjadi nilai itu dilakukan dengan
mengacu atau mendasarkan diri pada norma atau kelompok. Cara kedua ini sering di
kenal dengan istilah norm referenced evalution, yang dalam dunia pendidikan di
tanah air kita sering dikenal dengan istilah Penilaian ber-Acuan Norma (disingkat
PAN), atau penilaian ber-Acuan Kelompok (disingkat PAK).
2. Bahwa pengolahan dan pengubahan skor mentah menjadi nilai itu dapat mengunakan
berbagai macam skala, seperti : skala lima (stanfive), yaitu nilai satndar berskala lima
atau yang sering dikenal istilah nilai huruf A, B, C, D dan F., Skala sembilan (stanine),
yaitu nilai yang standar berskala Sembilan di mana rentangan nilainya mulai dari 1
sampai dengan 9 (tidak ada nilai 0 dan tidak ada nilai 10), skala sebelas (stanel =
standard eleven = eleven points scale, yaitu rentangan nilai mulai dari 0 sampai dengan
10), z score (nilai standar z), dan T score (nilai standar T).
Sebagai catatan, dalam dunia pendidikan nilai standar pada lembaga pendidikan tingkat
dasar dan tingkat menengah adalah nilai standar berskala sebelas, sedang pada lembaga
pendidikan tinggi digunakan nilai standar berskala lima atau nilai huruf.
a. Pengolahan dan Pengubahan Skor Mentah Hasil Tes Hasil Belajar Menjadi Nilai Standar
dengan Mendasarkan Diri atau Mengacu pada Kriterium (Criterion Referenced Evaluation)
Harus dipahami penilaian beracuan kriterium ini mendasarkan diri pada asumsi,
bahwa:
1) Hal-hal yang harus dipelajari testee (murid, siswa, mahasiswa) adalah mempunyai
struktur hierarkis tertentu, dan bahwa masing-masing taraf harus dikuasai secara baik
sebelum testee tadi maju atau sampai pada taraf selanjutnya.
2) Evaluator atau tester (dalam hal ini guru, dosen dan lain-lain) dapat mengidentifikasikan
masing-masing taraf itu sampai tuntas, atau setidak-tidaknya mendekati tuntas, sehingga
dapat disusun alat pengukurnya.
Dalam penentuan nilai hasil tes hasil belajar itu digunakan acuan kriterium, maka
nilai yang diberikan harus didasarkan pada standar mutlak, artinya pemberian nilai kepada
testee itu dilaksanakan dengan jalan membandingkan antara skor mentah hasil tes yang
dimiliki oleh masing-masing individu testee, dengan skor maksimal ideal yang mungkin
dapat dicapai oleh testee, kalau saja seluruh soal tes dapat dijawab dengan betul.
Karena itu maka penentuan nilai yang mengacu kriterium, tinggi rendahnya atau
besar kecilnya nilai pada tiap testee , mutlak ditentukan oleh besar kecil atau tinggi
rendahnya skor yang dapat dicapai oleh masing-masing testee yang bersangkutan. Itulah
sebabnya mengapa penentuan nilai dengan mengacu pada kriterium sering disebut sebagai:
penentuan nilai secara mutlak atau penentuan nilai secara individual.
Disamping itu, karena penentuan nilai seorang testee dilakukan dengan cara
membandingkan skor mentah hasil tes dengan skor maksimum idealnya, maka penentun nilai
yang beracuan pada kriterium ini juga sering dikenal dengan istilah penentuan nilai secara
ideal, atau penentan nilai secara teoritik. Teoritik disini maksudnya, secara teoritik seorang
siswa berhak atas nilai 100 misalnya apabila seluruh soal tes dapat dijawab dengan betul oleh
siswa tersebut.
Contoh :
Seorang dosen merencanakan tes hasil belajar dalam bidang studi Nahwu Sharaf.
Soal-soal yang dikeluarkan dalam tes tersebut terdiri atas 75 butir soal tes obyektif dan 1
butir soal tes uraian dengan rincian sebagai berikut:
Nomor
Butir Soal
Jumlah
Bobot
Sko
Butir Soal
Jawaban
Betul
01-10
10
10
11-20
10
10
21-30
10
10
31-40
10
41-50
lima pilihan
10
11/2
15
51-60
11/2
15
61-70
berganda
20
71-75
20
76
10
10
10
maksimum
ideal 120
Berdasarkan rincian butir-butir soal tersebut di atas dapatlah kita ketahui bahwa Skor
maksimum Ideal (SMI) dari tes hasil belajar tersebut adalah = 120
Misalkan tes hasil belajar bidang studi Nahwu Sharaf itu diikuti oleh 80 orang siswa dan
dalam tes tersebut ke 80 orang siswa itu berhasil meraih skor-skor hasil tes sebagai berikut:
DAFTAR 7.1. Skor-skor hasil tes hasil belajar bidang studi Nahwu Sharaf yang diikuti oleh 80
orang siswa Madrasah Aliyah Negeri.
Nomor Skor
Nomor Skor
Nomor Skor
Nomor Skor
Urut
Urut
Urut
Urut
Siswa
Siswa
Siswa
Siswa
60
21
45
41
65
61
40
40
22
61
42
46
62
73
80
23
69
43
55
63
35
30
24
50
44
70
64
56
75
25
37
45
51
65
39
52
26
65
46
57
66
58
59
27
53
47
62
67
66
71
28
58
48
57
68
54
41
29
63
49
68
69
47
10
58
30
64
50
50
70
60
11
61
31
51
51
59
71
48
12
56
32
58
52
62
72
52
13
53
33
49
53
45
73
34
14
63
34
58
54
59
74
46
15
85
35
42
55
47
75
72
16
54
36
64
56
48
76
60
17
60
37
50
57
55
77
51
18
49
38
55
58
45
78
55
19
55
39
53
59
55
79
54
20
43
40
67
60
44
80
52
Apabila skor-skor mentah hasil tes obyektif yang dicapai oleh 80 siswa Madrasal aliyah tersebut
dalam penentuan nilai standarnya digunakan standar mutlak, maka rumus yang dipergunakan
adalah:
Nilai =
skor mentah
X 100
atas kita olah dan kita ubah menjadi nilai standar, maka nilai-nilai standar yang berhasil dicapai
oleh masing-masing individu/ siswa adalah seperti dapat diperiksa pada daftar 7.2
Daftar 7.2 skor-skor mentah hasil THB bidang studi Nahwu Sharaf yang dicapai oleh 80 orang
siswa madrasah aliyah setelah diubah menjadi nilai standar dengan menggunakan standar mutlak
(penilaian beracuan kriterium).
Nomor Skor
Nilai
Urut
Siswa
60
60/120 x 100 = 50
secara
individual,
tanpa
melibatkan
atau
40
40/120 x 100 = 33
80
80/120 x 100 = 67
30
30/120 x 100 = 25
75
75/120 x 100 = 62
52
52/120 x 100 = 43
59
59/120 x 100 = 49
71
71/120 x 100 = 59
41
41/120 x 100 = 34
10
58
58/120 x 100 = 48
11
61
61/120 x 100 = 51
12
56
56/120 x 100 = 47
13
53
53/120 x 100 = 44
14
63
63/120 x 100 = 52
15
85
85/120 x 100 = 71
16
54
54/120 x 100 = 45
17
60
60/120 x 100 = 50
18
49
49/120 x 100 = 41
19
55
55/120 x 100 = 46
20
43
43/120 x 100 = 36
URUT 80
b. Penggolongan dan Pengubahan skor mentah hasil tes hasil belajar menjadi nilai standar
dengan mendasarkan diri atau mengacu pada norma atau kelompok (norm reference
evaluation).
Pengolahan dan pengubahan skor mentah hasil tes hasil belajar menjadi nilai standar dengan
mendasarkan diri atau mengacu pada norma atau kelompok sering dikenal dengan istilah PAN
(singkatan dari Penilaian Beracuan norma) atau PAK (singkatan dari: Penilaian beracuan
kelompok).
Penilaian beracuan kelompok ini mendasarkan diri pada asumsi sebagai berikut:
1) Bahwa pada setiap populasi peserta didik yang sifatnya heterogen (berbeda jenis kelamin
, berbeda latar belakang pendidikan, berbeda latar belakang pendidikan, berbeda status
social orang tuanya, berbeda lingkungan sosialnya, berbeda I.Q nya dan sebagainya),
akan selalu didapati kelompok kelompok baik (kelompok tinggi/ kelompok atas/
kelompok anak pandai), kelompok sedang (kelompok tengah/ kelompok cukup), dan
kelompok kurang ( kelompok bawah/ kelompok rendah/kelompok anak bodoh), yang
distribusinya membentuk kurva normal atau kurva simetrik.
2) bahwa tujuan evaluasi belajar adalah untuk menentukan posisi relative (= relative
standing) dari para peserta tes dalam hal yang sedang di evaluasi itu, yaitu apakah
seseorang peserta tes relativenya berada dia atas di tengah atau di bawah
Penilaian beracuan norma atau penilaian beracuan kelompok ini sering dikenal
dengan istilah penetuan nilai secra relative, atau penilaian dengan berdasarkan diri pada
standar nilai relative. Dengan menggunakan standar relatife maka akan dapat terjadi, bahawa
testee yang sebenarnya pada kelompok 1 tergolong hebat (karena berhasil meraih skor
hasil tes yang tinggi sehingga ia tergolong dalam kategori testee yang amat pandai), jika
dimasukkan ke dalam kelompok II ternyata hanya termasuk kelompok sedang atau biasa
saja kualitasnya, jadi kedududkan testee dimaksu dia tas sebenarnya adalah bersifat relative
Istilah lain yang sering diberikan kepada penentuan nilai beracuankelompok adalah:
penentuan nilai secara empiric, penentuan nilai secara actual, atau penentuan nilai secara das
sein. Dikaatakan penentuan secara actual sebab, disisni penentuan nilai itu didasarkan kepada
distribusi skor yang secara actual (menurut kenyataannya) dicapai oleh testee dalam suatu tes
hasil belajar. Dikatakan penentuan secara kelompk, sebab disinggung dalam pembicaraan
dimuka, dijadikan patokan dalam penentuan nilai adalah prestasi kelompok atau prestasi
yang dicapai oleh kelompok testee secara totalitas dan bukan prestasi individual. Dikatakan
penetuan secara empiric atau das sein adalah disini penetuan nilai dilakukan dengan
memprhatikan atau mempertimbangkan hasil tes secra empiric yaitu skor skor hasil tes
sebagaimana yang dapat dilihat, diamati atau disaksikan dalam praktek dilapangan, stelah tes
tersebut berakhir dan tidak berdasrkan diri pada patokan patokan yang bersifat teoritik atau
ideal.
Penerapan standar nilai dengan menggunakan standar relatife ini sangat cocok untuk
diterapkan pada tes tes sumatif (ulangan umum, UAS, UAN atau yang setara dengan itu).
Sebab dipandang lebih adil, wajar dan bersifa manusiawi. Apabila dalam penentuan nialai
standar digunakan standar relative, maka presta kelompok itu dicari atau dihitung dengan
menggunakan metode statistic, dimana prestasi kelompok atau nilai rata-rata kelas itu adalah
identik dengan rata-rata hitung (= arithmetic mean), yang dapat diperoleh dengan
menggunakan salah satu dari rumus yang disebutkan dibawah ini
1.
2.
3.
+i {
Di samping mendasarkan diri pada arithmetic mean sebagai salah satu ukuran statistic
yang mencerminkan prestasi kelompok atau rata rata kelas, maka dalam penialaian beracuan
kelompok (PAK) ini juga dipertimbangkan variasi atau variabilitas dari nilai-nialai hasil tes
yang dicapai oleh testee secara keseluruhan. Dalam ilmu statstik, tingkat homogenitas dan
heterogenitas data itu dapat ditunjukan oleh salah satu ukuran variabilitas data itu yang
dipandang memiliki kadar ketelitian tinggi, yitu deviasi standar (standar deviation), yang
dapat diperoleh dengan menggunakan salah satu dari rumus rumus yang dikemukakan
berikut ini:
1.
2.
3.
4.
Setelah diperoleh atau berhasil diketahui besarnya nilai rata-rata hiutng atau mean
(diberil alambang M) dan besarnya deviasi standar diberi lambing (SD) dari skor skor hasil
tes yang bersangkutan, selanjutnya skor-skor hasil tes yang bersangkutan, selanjutnya skorskor mentah hasil tes tersebut dikonversi atau di ubah menjadi nilai standar
Dalam pembicaraan yang berhubungan dengan nilai standar kiranya perlu dikatahui
bahwa dalam dunia evaluasi pendidikan, kusunya evauliasi hasil belajar dikenal berbagai
jenis standar seperti :
Nialai standar berskala lima (= stanfive,) yang sering dikenal dengan istilah huruf,
yaitu nilai A,B,C,D dan F
Nilai standar beskala Sembilan (= stanine), yaitu rentangan atau sklala nilai yang
bergerak mulai dari 1 sampaidengan 9
Nilai standar berskala sebelas (standar eleven/stanel=eleven points scale), yaitu
skala nialai yang bergerak mulai dari nilai 0 sampai dengan nilai 10
Nilai standar z (z score)
Niali standar T (T score)
1. Pengubahan skor mentah hasil tes menjadi nilai standar berskala lima (satnfive)
Pengubahan skor mentah hasil tes menjadi nilai standar beskala lima atau nilai
huruf, menggunakan patokan sebagai berikut :
Mean + 1,5 SD A
Mean + 0,5 SD B
Mean 0,5 SD C
Mean 1,5 SD D
Misalkan dalam ujian akhir semester bidan studi ushul figh yang diikuti oleh 80
mahasiswa, dimana skor maksimum ideal dari tes /ujian tersebtu adalah 120 diperoleh
skor skor mentah sebagaimana disajikan pada daaftar :
27
54
28
55
29
56
30
57
31
58
32
59
33
60
34
61
35
62
36
63
10
37
64
11
38
65
12
39
66
13
40
67
14
41
68
15
42
69
16
43
70
17
44
71
18
45
72
19
46
73
20
47
74
21
48
75
22
49
76
23
50
77
24
51
78
25
52
79
26
53
80
40
Langkah langkah yang perlu di tempuh yang perlu ditempuh dalam rangka mengubah
skor-skor mentah hasil ujian tersebut diatas menjadi nilai standar berskala lima adalah sebagai
berikut :
Langkah pertama, mengatur, menyusun dan menyajikan skor-skor mentah hasil ujian
tersebut di atas dalam bentuk table distribusi frekuensi.
Diketahui : Skor tertinggi ( higest score = H ) = 72
Skor terendah ( lowest score = L ) = 15
Jadi = R = ( H L ) + 1 ( 72 15 ) + 1 = 58.
= 10 - 20
= 10 20 =
i=5
Dengan interval class sebesar 5 selanjutnya dapat disusun table distribusi frekuensinya
sebagai berikut :
Tabel Distribusi frekuensi skor-skor mentah hasil ujian bidang studi Ushul Fiqh, yang diikuti
oleh 80 orang mahasiswa
Langkah kedua : mencari ( menghitung ) nilai rata-rata hitung ( arithmetic mean ) yang
melambangkan prestasi kelompok, dan deviasi standar ( standard deviation ) yang
mencerminkan variasi dari skor-skor mentah hasil ujian yang dicapai oleh 80 orang mahasiswa
tersebut diatas.
Tabel Perhitungan-perhitungan untuk mencari mean dan deviasii standar dari skor-skor hasil
ujian bidang studi Ushul Fiqh yang diikuti oleh 80 mahasiswa.
=M+I
Dari perhitungan-perhitungan di atas telah berhasil kita peroleh skor rata-rata hitung
sebesar 43,0625 dan deviasi standar sebesar 10,2985
Langkah ketiga :
Skor mentah
Nilai huruf
59 ke atas
49-58
38-48
28-37
27 ke bawah
Perbandingan skor-skor mentah hasil U.A.S bidang studi Ushul Fiqh yang diikuti
oleh 40 orang mahasiswa, yang penentuan nilai standarnya menggunakan
standar mutlak dan standar relatif
Skor Mentah
Nomor
urut
mahasi
swa
Sebelum
dikonversi
menggunakan standar
relative,dimana digunakan
huruf:A-B-C-D-E
Huruf:(A,B,C,D,E)
(1)
(2)
(3)
(4)
41.
50
50/120 X 100 = 42 = E
42.
25
25/120 X 100 = 21 = E
43.
45
45/120 X 100 = 37 = E
44.
20
20/120 X 100 = 17 = E
45.
42
42/120 X 100 = 35 = E
46.
36
36/120 X 100 = 30 = E
47.
46
46/120 X 100 = 38 = E
48.
44
44/120 X 100 = 37 = E
49.
44
44/120 X 100 = 37 = E
50.
53
53/120 X 100 = 44 = E
51.
48
48/120 X 100 = 40 = E
52.
34
34/120 X 100 = 28 = E
53.
57
57/120 X 100 = 53 = D
54.
46
46/120 X 100 = 38 = E
55.
37
37/120 X 100 = 31 = E
56.
31
31/120 X 100 = 26 = E
57.
38
38/120 X 100 = 32 = E
58.
42
42/120 X 100 = 35 = E
59.
32
60.
44
44/120 X 100 = 27 = E
61.
30
30/120 X 100 = 37 = E
62.
41
41/120 X 100 = 25 = E
63.
35
35/120 X 100 = 34 = E
64.
62
62/120 X 100 = 29 = E
65.
43
43/120 X 100 = 52 = D
66.
37
37/120 X 100 = 31 = E
67.
42
42/120 X 100 = 35 = E
68.
48
48/120 X 100 = 40 = E
69.
47
47/120 X 100 = 39 = E
70.
39
39/120 X 100 = 32 = E
71.
54
54/120 X 100 = 45 = E
72.
45
45/120 X 100 = 37 = E
73.
26
26/120 X 100 = 22 = E
74.
58
58/120 X 100 = 48 = D
75.
30
30/120 X 100 = 25 = E
76.
51
51/120 X 100 = 42 = E
77.
47
47/120 X 100 = 39 = E
78.
48
48/120 X 100 = 40 = E
79.
49
49/120 X 100 = 41 = E
80.
53
53/120 X 100 = 44 = E
Bertitik tolak dari data yang disajikan pada Daftar 7.5 maka dapat kita buat tabel ikhtisar yang
memuat gambaran tentang mahasiswa yang berhasil meraih nilai A,B,C,D,dan E kalau saja
dalam konversi skor mentahnya digunakan standar mutlak dan standar relatif (periksa Tabel 7.4).
TABEL 7.4.Perbandingan jumlah mahasiswa yang mendapat nilai A,B,C,D dan E pada saat
digunakannya standar mutlak dan standar relative (N=40)
Nilai
Angka
Huruf
Standar Mutlak
Standar Relatif
80 ke atas
0 (0,00%)
6 (7,50%)
66-79
0 (0,00%)
16 (20,00%)
56-65
2 (2,50%)
34 (42,50%)
46-55
8 (10,00%)
19 (23,75%)
45 ke
70 (87,50%)
5 (6,25%)
40 (100,00%)
40 (100,00%)
bawah
Total
Dari tabel di atas,maka konversi skor mentah menjadi nilai standar dengan menggunakan standar
relatif terasa lebih bersifat manusiawi daripada dengan menggunakan standar mutlak.
Pengubahan Skor Mentah Hasil Tes Menjadi Nilai Standar Berskala Sembilan
(Stannine)
Jika skor-skor mentah hasil tes itu akan diubah menjadi nilai standar berskala sembilan,maka
patokan yang dipergunakan adalah sebagai berikut:
9
M + 1,75 SD
8
M + 1,25 SD
M + 0,75 SD
M + 0,25 SD
M 0,25 SD
M 0,75 SD
M 1,25 SD
M 1,75 SD
6
5
4
3
2
1
Pengubahan Skor Mentah Hasil Tes Menjadi Nilai Standar Berskala Sebelas
(Standard Eleven = Stanel/Eleven Points Scale)
Nilai standar berskala sebelas ini umumnya digunakan pada lembaga pendidikan tingkat dasar
dan tingkat menengah.Pengubahan skor mentah menjadi stanel menggunakan patokan sebagai
berikut:
10
M + 2,25 SD
9
M + 1,75 SD
M + 1,25 SD
M + 0,75 SD
M + 0,25 SD
M 0,25 SD
M 0,75 SD
4
3
M 1,25 SD
M 1,75 SD
M 2,25 SD
1
0
=
SDx
Dimana :
= z score
SDx
7. z score yang dimiliki masing-masing testee dijumlahkan dari kiri ke kanan dan akan diketahui
testee yang memiliki total z score yang bertanda (+) dan (-).
Langkah pertama, kedua, ketiga
Testee Skor Mentah (X)
Deviasi (x)
72
114
48
172
221
+2
+3
-2
+1
-4
65
105
51
163
205
-5
-6
+1
-8
-10
75
115
44
169
224
+6
+4
-6
-2
+9
64
107
42
179
198
-6
+4
-8
+8
-17
71
101
55
181
207
+1
-10
+5
+10
-8
73
120
56
175
219
+3
+9
+6
+4
+4
75
125
57
183
225
+5
+14
+7
+12
+10
68
109
49
168
216
-2
-2
-1
-3
+1
70
103
51
167
224
-8
+1
-4
+9
66
111
47
153
211
-4
-3
-18
+6
10=N
700
1110
500
1710
2150
0=
0=
0=
0=
0=
70
111
50
171
215
Z score
Total
score
16
+0,51
+0,41
-0,42
+0,45
-0,45
+0,17
25
36
63
100 -1,27
-0,83
+0,21
-0,93
-1,13
-3,95
36
16
36
81
+1,52
+0,55
-0,26
-0,23
+1,02
+1,60
36
16
64
64
289 -1,52
-0,55
-1,68
+0,93
-1,92
-4,74
100 25
100 64
+0,25
-1,38
+1,05
+1,16
-0,90
+0,18
81
16
+0,76
+1,25
+1,26
+0,46
+0,45
+4,18
36
16
25
196 49
+1,94
+1,47
+1,39
+1,13
+7,20
-0,51
-0,28
-0,21
-0,35
+0,11
-1,24
64
16
81
-1,11
+0,21
-0,46
+1,02
-0,34
16
324 36
-1,01
-0,63
-2,09
+0,67
-3,06
10
784
0=
0=
0=
0=
0=
0= z1
=N
Dari tabel diperoleh total z score dari 10 orang peserta tes dari penerima calon pramugari untuk
kelima jenis tes, yaitu: A=+0,17; B=-3,19; C=+1,60; D=-4,74; E=+0,18; F=+4,18; G=+7,20; H=1,24; I=-0,34; dan J=-3,06. Kalau saja dalam tes hanya akan diterima 1 orang maka yang lulus
adalah G.
BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN
Penilaian yeng dilakukan oleh guru didapat dari data penilaian unjuk kerja,data penilaian
sikap, data penilaian tertulis,dan data penilaian proyek.
Skala adalah alat untuk mengukur nilai, sikap, minat, perhatian, yang disusun dalam
bentuk pernyataan untuk dinilai oleh responden dan hasilnya dalam bentuk rentangan nilai sesuai
dengan kriteria yang ditentukan. Terdapat bermacam-macam skala seperti skala bebas, skala 110, skala 1-100, dan skala huruf.
Untuk menjadi sebuah nilai, skor perlu pengolahan dan pengubahan menggunakan
beberapa teknik. Perlu diketahui bahwa skor dan nilai itu berbeda. Skor dapat diubah menjadi
nilai standar. Dalam pengolahan skor mentah dapat di ubah menggunakan skala nilai tertentu.
Terdapat berbagai jenis nilai standar yaitu nilai standar berskala lima, nilai standar beskala
Sembilan, nilai standar berskala sebelas (standar eleven/stanel=eleven points scale), nilai standar
z (z score), Niali standar T (T score)
DAFTAR PUSTAKA
Arikunto, Suharmini. 2007. Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara.
Sudijono, Anas. 1998. Pengantar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: PT Grafindo Persada.
______, 1984. Teknik Penilaian Pendidikan. Mojokerto.
Sumber: http://desainwebsite.net/pendidikan/pengolahan-hasil-penilaian/asesmen#ixzz1ZijVXTCp