Anda di halaman 1dari 156

MAKALAH EVALUASI PROSES DAN HASIL PEMBELAJARAN KIMIA

STANDAR PENILAIAN DALAM PERSPEKTIF STANDAR NASIONAL


PENDIDIKAN

Disusun oleh:

Kelompok 5

Annisa Triama Rizka ( A1C116004 )


Iin Ayu Putri S. ( A1C116010 )
Eko Nevriansyah ( A1C116014 )
M. Aljaziri Badruzaman ( A1C116024 )
Dina Lisyanti ( A1C116038 )
Heri Gunaidi ( A1C116062 )

Dosen Pengampu:

Drs. Abu Bakar, M.Pd


Aulia Sanova, S.T., M.Pd

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN KIMIA

PENDIDIKAN MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS JAMBI

2018
MAKALAH EVALUASI PROSES DAN HASIL PEMBELAJARAN KIMIA

STANDAR PENILAIAN DALAM PERSPEKTIF STANDAR NASIONAL


PENDIDIKAN
Sebagai Syarat Mengikuti Mata Kuliah Evaluasi Proses Dan Hasil
Pembelajaran Kimia

Disusun oleh :

Kelompok 5

Annisa Triama Rizka ( A1C116004 )


Iin Ayu Putri S. ( A1C116010 )
Eko Nevriansyah ( A1C116014 )
M. Aljaziri Badruzaman ( A1C116024 )
Dina Lisyanti ( A1C116038 )
Heri Gunaidi ( A1C116062 )

Dosen Pengampu:

Drs. Abu Bakar, M.Pd


Aulia Sanova, S.T., M.Pd

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN KIMIA

PENDIDIKAN MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS JAMBI

2018
KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa sebagai pencipta dan pengatur
kehidupan di dunia, karena berkat rahmat dan hidayah-Nya lah kami dapat
menyelesaikan makalah yang berjudul “Standar Penilaian Dalam Perspektif
Standar Nasional Pendidikan” ini dapat selesai dengan baik.
Shalawat dan salam juga kami curahkan kepada Nabi besar Muhammad
SAW, junjungan umat Islam, pembawa kebenaran di muka bumi. Terima kasih
pula kepada dosen dan teman-teman yang telah memberikan dukungan serta ikut
serta berpartisipasi sehingga makalah ini dpat selesai pada waktunya.
Makalah ini merupakan sebuah tugas dalam mata kuliah Belajar dan
Pembelajaran yan dibuat oleh penulis guna menunjang proses belajar di perguruan
tinggi yang kini tengah dijalani oleh penulis. Adapun judul makalah ini adalah
“Standar Penilaian Dalam Prespektif Standar Nasional Pendidikan”.
Dalam penyusunan makalah ini, tidak sedikit hambatan yang kami hadapi.
Namun kami menyadari bahwa kelancaran dalam penyusunan laporan ini tidak
lain berkat bantuan, dorongan dan bimbingan dosen dan teman-teman, sehingga
kendala-kendala yang penulis hadapi teratasi.
Semoga makalah ini dapat bermanfaat dan menjadi sumbangan pemikiran
bagi pihak yang membutuhkan, khususnya bagi kami sehingga tujuan yang
diharapkan dapat tercapai, amin.

Jambi, November 2018

Penulis

ii
DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL .................................................................................... i


KATA PENGANTAR .................................................................................. ii
DAFTAR ISI ................................................................................................. iii
DAFTAR TABEL ........................................................................................ iv
DAFTAR GAMBAR .................................................................................... v
DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................ vi

BAB I PENDAHULUAN ........................................................................... 1


1.1 Latar Belakang .......................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah ..................................................................... 1
1.3 Tujuan ....................................................................................... 2

BAB II PEMBAHASAN ............................................................................. 3


2.1 Konsep Dasar Pendidikan Nasional .......................................... 3
2.2 Standar Nasional Pendidikan .................................................... 11
2.3 Landasan Yuridis-Formal Sistem Evaluasi dan Standar
Penilaian.................................................................................... 21
2.4 Standar Penilaian Menurut Badan Standar Nasional
Pendidikan (BSNP) ................................................................... 29
2.5 Standar Penilaian oleh Pendidik ............................................... 35
2.6 Standar Penilaian oleh Satuan Pendidikan................................ 45
2.7 Teknik Penilaian Menurut BSNP ............................................. 51
2.8 Standar Penilaian Pendidikan berdasarkan Peraturan
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia
No 66 Tahun 2013 .................................................................... 58
2.9 Ujian Nasional : Perkembangan dan Permasalahannya ............ 69
2.10 Evaluasi oleh pendidik dan satuan pendidikan ......................... 79

BAB III PENUTUP ...................................................................................... 90


3.1 Kesimpulan ............................................................................... 90
3.2 Saran ......................................................................................... 92
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................... 93
LAMPIRAN .................................................................................................. 95

iii
DAFTAR TABEL

Tabel Halaman
2.1 Permendiknas Standar Isi ..............................................................................13

2.2 Permendiknas Standar Kompetensi Kelulusan .............................................15

2.3 Permendiknas Standar Pendidik Tenaga Kependidikan ...............................16

2.4 Standar Pembiayaan ......................................................................................19

2.5 Landasan Yuridis-Formal..............................................................................23

2.6 Perbandingan UN Kertas dan Komputer.......................................................76

iv
DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman
2.1 Standar Nasional Pendidikan ........................................................................12

2.2 Keterkaitan SNP dan standar Proses .............................................................14

2.3 Standar Proses ...............................................................................................14

2.4 Keterkaitan SNP dan Kurikulum ..................................................................18

2.5 Pengawasan Sekolah .....................................................................................67

v
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Halaman
1. Foto Penelusuran Sumber Buku di Perpustakaan ...........................................95

2. Foto Pencarian Referensi di Internet ...............................................................96

3. Foto Penyusunan Makalah ..............................................................................97

4. Foto Pembuatan Power Point ..........................................................................98

5. Power Point Standar Penilaian Dalam Perspektif Standar Nasional


Pendidikan .......................................................................................................99

6. Jawaban Pertanyaan Hasil Diskusi. ................................................................131

vi
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Peraturan Pemerintah Nomor 19 tahun 2005, tentang Standar Nasional
Pendidikan merupakan Pelaksanaan dari Undang – Undang Nomor 20 tentang
Sistem Pendidikan Nasional. Ditetapkannya PP No 19 tersebut mengisyaratkan
betapa pentingnya standar yang terkait dengan masalah pendidikan yang dapat
dijadikan rujukan bagi siapapun yang berkepentingan terhadap maslah
pendidikan di Negara Republik Indonesia. Peraturan Pemerintah ini juga
mengatur dan menentukan berbagai standar dalam pendidikan yang dapat
dijadikan panduan ataupun pelaksanaan pendidikan di Indonesia.
Dalam pendidikan sangat diperlukan penilaian, evaluasi dan pengukuran. Pada
PP No 19 Tahun 2005 pasal 1 ayat 17 dan 18 disebutkan “Penilaian adalah proses
pengumpulan dan pengolahan informasi untuk mengukur pencapaian hasil belajar
peserta didik. Evaluasi pendidikan adalah kegiatan pengendalian, penjaminan, dan
penetapan mutu pendidikan terhadap berbagai komponen pendidikan pada setiap
jalur, jenjang, dan jenis pendidikan sebagai bentuk pertanggungjawaban
penyelenggaraan pendidikan.” Penilaian dalam pendidikan terdapat standar
penilaian, Pada PP No 19 Tahun 2005 pasal 1 ayat 11 menyatakan “Standar
penilaian pendidikan adalah standar nasional pendidikan yang berkaitan dengan
mekanisme, prosedur, dan instrumen penilaian hasil belajar peserta didik.” penulis
pada makalah ini akan membahas standar penilaian standar penilaian dalam
perspektif standar nasional pendidikan

1.2 Rumusan Masalah


Adapun rumusan masalah dalam makalah ini antara lain:
1.2.1 Apa itu konsep dasar pendidikan nasional?
1.2.2 Apa itu standar nasional pendidikan?
1.2.3 Apa saja landasan-landasan pada system evaluasi dan standar penilaian?

1
2

1.2.4 Bagaimana standar penilaian menurut Badan Standar Nasional


Pendidikan (BSNP)?
1.2.5 Bagaimana standar penilaian bagi seorang pendidik?
1.2.6 Apa saja yang termasuk dalam kegiatan penilaian?
1.2.7 Bagaimana teknik penilaian menurut Badan Standar Nasional
Pendidikan (BSNP)?

1.3 Tujuan Penulisan


Tujuan dari penulisan makalah ini adalah agar :
1.3.1 Untuk mengetahui dan memahami konsep dasar pendidikan nasional
1.3.2 Untuk mengetahui standar nasional pendidikan
1.3.3 Untuk mengetahui landasan-landasan pada system evaluasi dan standar
penilaian
1.3.4 Untuk memahami standar penilaian menurut Badan Standar Nasional
Pendidikan (BSNP)
1.3.5 Untuk mengetahui standar penilaian bagi seorang pendidik
1.3.6 Untuk mendeskripsikan kegiatan-kegiatan penilaian
1.3.7 Untuk mengetahui dan memahami teknik penilaian menurut Badan
Standar Nasional Pendidikan (BSNP)
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Konsep Dasar Pendidikan Nasional


Standar Penilaian Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP) diberi tugas
untuk mengimplementasikan SNP (Standar Nasional Pendidikan) agar dapat di
jadikan sebagai kriteria minimal tentang sistem pendidikan di seluruh wilayah
hukum NKRI.Sehingga SNP berfungsi sebagai dasar dalam perencanaan,
pelaksanaan dan pengawasan pendidikan dalam rangka mewujudkan pendidikan
nasional yang bermutu. Dalam Pasal 1 ayat (17) Undang – undang Nomor 20
Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Yungto pasal 1 ayat (1) PP No.
19 2005 dinyatakan bahwa lingkup dari SNP meliputi 8 standar yaitu : (1) standar
isi, (2) standar proses, (3) standar kompetensi kelulusan, (4) standar pendidik dan
tenaga pendidikan, (5) standar sarana dan prasarana, (6) standar pengolahan, (7)
standar pembiyaan, dan (8) standar penilaian.
Bila kita cermati bahwa standar peneliaian pendidikan adalah standar
nasional pendidikan yang berkaitan dengan mekanisme, prosedur dan instrumen
penilaian hasil belajar peserta didik. Pada Peraturan Pemerintah tersebut
diamanatkan tiga jenis penilaian yaitu :
(1) penilaian yang dilakukan oleh pendidik secara berkesinambungan untuk
memantau proses, kemajuan, dan perbaikan hasil pembelajaran,
(2) penilaian oleh satuan pendidikan bertujuan menilai pencapaian standar
kompetensi lulusan untuk semua mata pelajaran sesuai programnya sebagai
bentuk traspiransi, profesional dan akuntabel lembaga,
(3) penilaian oleh pemerintah bertujuan menilai pencapaian kompetensi secara
nasional pada mata pelajaran tertentu.
Pendidikan merupakan factor utama dalam pembentukan pribadu seseorang.
Pendidikan sangat berperan dalam membentuk baik atau buruknya pribadi
seseorang menurut ukuran normatif. Menyadari akan adanya hal tersebut,
pemerintah sangat memperhatikan dalam penanganannya dalam bidang
pendidikan, karena dengan sistem pendidikan yang baik diharapkan akan muncul
generasi penerus bangsa yang berkualitas dan mampu menyesuaikan diri untuk

3
4

hidup bermasyarakat, berabngsa dan bernegara. Masalah pendidikan yang


mungkin akan muncul tidak semuanya akan dapat dipecahkan dengan metode
ilmiah semata, banyak masalah kependidikan tersebut merupakan pernyataan
filosofis, yang pemecahannya memerlukan pendidikan secara filosofi
(Raharjo,2012 :151).1
Standar penilaian merupakan salah satu bagian dari SNP tentang sistem
pendidikan di seluruh wilayah NKRI. Sebab itu, setiap pendidik harus memahami
landasan yuridis maupun filosofis yang melatarbelakangi munculnya standar
penilaian,mekanisme dan prosedur evaluasi. Termasuk dalam hal tersebut,
bagaimana pendidik menetapkan indikator keberhasilan pembelajaran dan
merancang pengalaman belajar siswa.
Proses pendidikan sebenarnya telah berlangsung sepanjang hidup manusai
dan berkembang sejalan dengan perkembangan sosial dan budaya menusia itu
sendiri diatas permukaan bumi. Penciptaan manusia sebagai subjek kehidupan
dengan tugas sebagai khalifah untuk menciptakan sejarah bumi, kemudian proses
pendidikan dimulai ketika manusia dilahirkan dan berada dilingkungan keluarga.
Dalam hal ini orang tua sangat bertanggung jawab dalam mendidik anak-anak
mereka menuju kedewasaan. Dalam hal ini sepadan yang dimaksud oleh filosofi
pendidikan, Paulo Freire (1970 ). Bagi penganut madzha Freirean, pendidikan
adalah demi membangkitkan kesadaran kritis (Faqih,2007: 13 ).2
Pendidikan pada hakikatnya merupakan pencerminan kondisi negara dan
kekuatan sosial-politik yang tengah berkuasa. Pendidikan dengan sendirinya
merupakan refleksi dari orde penguasa yang ada. Menurut carter V. Good dalam
Dictionary of Education, pendidikan itu adalah (1) proses perkembangan
kecakapan seseorang dalam bentuk sikap dan prilaku yang berlaku dalam
masyarakatnya, (2) proses sosial ketika seseorang dipengaruhi oleh suatu
lingkungan yang terpimpin (sekolah), sehingga dia dapat mencapai kecakapan
sosial dan mengembangkan pribadinya.

1 Raharjo, B., 2012, Kontribusi Delapan Standar Nasional Pendidikan Terhadap Pencapaian
Prestasi Belajar, Jurnal Penelitian dan Evaluasi Pendidikan, Vol.16 (2). Hal.151.
2 Faqih, 2007, Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan, Jakarta, Bumi Aksara. Hal.13
5

Pendidikan adalah usaha sadar yang dilakukan oleh keluarga, masyarakat


dan pemerintah, melalui kegiatan bimbingan, pengajaran dan latihan yang
berlangsung disekolah dan diluar sekolah sepanjang hayat, untuk mempersiapkan
peserta didik agar dapat memainkan peranan dalam berbagai lingkungan hidup
secara tepat dimasa yang akan datang (Rahardjo, 2012 : 152).3
Freeman Butt dalam bukunya Cultural History of Wistern Education
mengemukakan:
1. Pendidikan adalah kegiatan menerima dan memberikan pengetahuan, sehingga
kebudayaan dapat diteruskan dari generasi ke generasi berikutnya.
2. Pendidikan adalah suatu proses. Melalui proses ini individu diajarkan kesetiaan
dan kesediaan untuk mengikuti aturan. Melalui cara ini pikiran manusia dilatih
dan dikembangkan.
3. Pendidikan adalah suatu prosses pertumbuhan. Dalam proses ini individu
dibantu mengembangkan bakat, kekuatan, kesanggupan dan minatnya
Menurut Langgulung (1988:4) memasukkan sesuatu itu melalui proses
pendidikan dimaksudkan adalah memasukkan ilmu pengetahuan ke kepala
seseorang. Dalam proses memasukkan tampak tiga hal yang terlibat yaitu:
1) Ilmu pengetahuan itu sendiri,
2) Proses memasukkan ilmu pengetahuan,
3) Kepala atau diri sesorang.
Karena itu pendidikan mempunyai asas-asas sebagai tempat ia tegak dalam
materi, interaksi, inovasi, dan cita-citanya.4
Pengertian pendidikan juga dapat dipahami dari pendekatan monodisipliner,
dimana konsep pendidikan dilihat dalam berbagai disiplin keilmuan, antara lain:
1. Sosiologi, yaitu melihat pendidikan dari aspek sosial, pendidikan berarti proses
sosialisasi individu
2. Antropologi, yaitu melihat pendidikan dari aspek budaya, pendidikan berarti
sarana pertumbuhan budaya
3. Psikologi, yaitu melihat pendidikan dari aspek tingkah laku, pendidikan berarti
proses perubahan tingkah laku secara optimal

3 Raharjo, B., 2012, Kontribusi Delapan Standar Nasional Pendidikan Terhadap Pencapaian
Prestasi Belajar, Jurnal Penelitian dan Evaluasi Pendidikan, Vol.16 (2). Hal.152.
4 Langgulung, 1988, Pendidikan Sebagai Dasar Pengetahuan, Jakarta, Dwikarya. Hal.4
6

4. Ekonomi, yaitu melihat pendidikan sebagai usaha penanaman modal insani


(human investment)
5. Politik, yaitu melihat pendidikan sebagai usaha pembinaan kader bangsa
6. Agama, yaitu melihat pendidikan sebagai pengembangan kepribadian manusia
secara utuh sebagai hamba Tuhan
”Pendidikan adalah serangkaian kegiatan komunikasi yang bertujuan,
antara manusia dewasa dengan si anak didik yang secara tatap muka atau
dengan menggunakan media dalam rangka memebrikan bantuan terhadap
perkembangan anak seutuhnya, dalam arti supaya dapat mengembangkan
potensinya semaksimal mungkin, agar menjadi manusia dewasa yang
bertanggung jawab.Potensi disini ialah potensi fisik, emosi, sosial, sikap, moral,
pengetahuan, dan keterampilan.” (Idris, 1980:10).5
Konsep pendidikan monodisipliner mempunyai banyak kelemahan, karena
melihat pendidikan hanya dari aspek tertentu saja, sehingga orang tidak memiliki
pemahaman yang komprehensif dan utuh tentang pendidikan. Oleh sebab itu,
sebaiknya kita memahami konsep pendidikan berdasarkan sistem dengan
pendekatan multidisipliner.Sistem adalah suatu totalitas yang terdiri atas berbagai
komponen yang melakukan interaksi (saling mempengaruhi), interelasi (saling
berhubungan), interdepedensi (saling ketergantungan), dan interpenetrasi (saling
menerobos) untuk mencapai tujuan tertentu.Komponen mengandung arti bagian-
bagian yang mempunyai fungsi tertentu dalam mencapai tujuan sistem. Jika
fungsi-fungsi tersebut bekerja dalam pencapaian tujuan sistem, maka disebut
proses. Dengan demikian, pengertian pendidikan sebagai suatu sistem adalah
suatu keseluruhan yang terdiri atas berbagai komponen pendidikan yang
fungsional untuk menegmbangkan kepribadian manusia seutuhnya.
John Dewey (1958) dalam Rahardjo (2012:154), berpendapat bahwa
pendidikan adalah proses yang tanpa akhir (Education is the process without
end), dan pendidikan merupakan proses pembentukan kemampuan dasar yang
fundamental, baik menyangkut daya pikir (daya intelektual) maupun daya
emosional (perasaan) yang diarahkan kepada tabiat manusia dan kepada
semuanya. Karena Dewey berpaham behaviorisme, dimana pengaruh pendidikan

5 Idris, 1980, Dasar Pendidikan Nasional, Yogjakarta, Pustaka Pelajar. Hal.10


7

dipandang dapat membentuk manusia menjadi apa saja yang diinginkan oleh
pendidik maka istilah pembentukan merupakan ciri khas yang menunjukan
kekuasaan pendidik terhadap anak didik. Konsep pendidikan adalah usaha sadar
yang dilakukan oleh orang dewasa kepada yang belum dewasa melalui
pengajaran, bimbingan dan latihan bagi peranannya dimasa yang akan datang.
Sedangkan criterianya adalah ukuran yang menjadi dasar penilaian atau
penetapan sesuatu yang equity, equality, adequacy, dan feasibility.Indicator
maupun variable yang mempengaruhi pendidikan adalah politik, ekonomi,
budaya, masyarakat atau keluarga, geografis dan kependudukan, dan
produktifitas pendidikan.Dimana produktifitas adalah perbandingan dari hasil
pendidikan yang nyata dengan tujuan pendudukan yang seharusnya. Pendidikan
mempunyai arti yang lebih luas dari pengajaran, karena sasaran pendidikan
tidak hanya mencakup pengembangan intelektualitas saja, akan tetapi lebih
ditekankan pada proses pembinaan kepribadian anak didik secara menyeluruh.
Pada dasarnya Mengajar adalah membantu seseorang untuk mempelajari sesuatu
dan apa yang dibutuhkan dalam belajar itu tidak ada kontribusinya terhadap
pendidikan orang yang belajar.6
Menyimak beberapa pengertian pendidikan di atas, maka dapat disimpulkan
bahwa pendidikan adalah suatu usaha yang dilakukan untuk mengembangkan
kemampuan dan kepribadian individu melalui proses atau kegiatan tertentu
(pengajaran, bimbingan atau latihan) serta interaksi individu dengan
lingkungannya untuk mencapai manusia seutuhnya (insan kamil). Sebagaimana
dikemukakan P.H.Coombs (1968), bahwa sistem pendidikan terdiri atas 12
komponen utama, yaitu tujuan dan prioritas, peserta didik, manajemen, struktur
dan jadwal waktu, isi/materi, guru pelaksana, alat dan sumber belajar, fasilitas,
teknologi, pengawasan mutu, penelitian, dan biaya pendidikan.
Di negara otoriter yang menganut paham pemerintahan totalitarianisme, pe-
merintah akan membatasi kebebasan individu dengan mengeluarkan kebijakan
pendidikan yang uniform bagi semua anak didik. Bagi negara semacam ini,
pendidikan adalah kekuatan politik untuk mendominasi rakyat.Pemerintah secara

6 Raharjo, B., 2012, Kontribusi Delapan Standar Nasional Pendidikan Terhadap Pencapaian
Prestasi Belajar, Jurnal Penelitian dan Evaluasi Pendidikan, Vol.16 (2). Hal. 154
8

mutlak mengatur pendidikan, sebab tujuan pendidikan baginya adalah membuat


rakyat menjadi alat negara (Kartono, 1997:78).7
Dalam Undang-Undang Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan
Nasional Bab I Pasal 1 ayat (1) dikemukakan bahwa pendidikan adalah usaha
sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana dan proses pembelajaran agar
peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki
kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak
mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya , masyarakat, bangsa dan
Negara. Dalam pengertian ini terdapat beberapa implikasi, yaitu:
1. Pendidikan merupakan usaha sadar.
Artinya, berbagai tindakan yang dilakukan pendidik kepada peserta didik harus
dilakukan secara sadar atau sengaja.Kesadaran tersebut hakikatnya bukan
hanya tertuju kepada pendidik, tetapi kepada semua pihak yang merasa
terpanggil dan berkepentingan dengan pendidikan, baik pemerintah,
masyarakat, orang tua maupun peserta didik itu sendiri.kalau hanya menuntut
pendidik saja melakukan usaha sadar, tentu hasil pendidikan tidak akan optima
2. Pendidikan harus dilakukan secara terencana.
Artinya, pendidikan harus disusun dalam suatu program. Program pendidikan
tersebut harus dibuat perencanaannya secara komprehensif yang melibatkan
semua komponen-komponen pendidikan, antara lain : tujuan pendidikan,
kurikulum, pendidik dan tenaga kependidikan, manajemen pendidikan,
masyrakat dan evaluasi pendidikan
3. Pendidikan harus dapat mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran
yang kondusif. Untuk pendidik harus menguasai berbagai strategi dan media
pembelajaran, teknik berkomunikasi yang bersifat multiarah, dan
memanfaatkan sumber daya yang ada secara optimal sehingga peserta didik
tidak merasa jenuh. Untuk kreatif dan konstruktif bukan lah suatu perbuatan
yang mudah. Hal ini menuntut kesadaran, dan kesabaran seorang pendidik,
apalagi untuk memenuhi kebutuhan setiap peserta didik. Di sinilah pentingnya
seorang pendidik harus memiliki berbagai kompetensi, seperti kompetensi
professional, pendagogik, personal, dan sosial

7 Kartono, 1997, Dasar-Dasar Evaluasi, Jakarta, Bumi Aksar. Hal.78


9

4. Pendidik harus melibatkan peserta didik untuk aktif mengembangkan potensi


diri. Asumsinya, setiap peserta didik merupakan makhluk yang aktif dan
mempunyai potensi dasar untuk ditumbuh kembangkan. Tugas pendidik adalah
mengaktifkan peserta didik baik secara fisik, mental, intelektual, emosional
maupun sosialnya, sehingga potensi dirinya dapat tumbuh dengan lebih baik
5. Pendidikan harus mengarahkan peserta didik untuk memiliki kekuatan spiritual
keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta
keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.
Dalam pasal 1 ayat (2) Undang-Undang tersebut dikemukakan bahwa
“pendidikan nasional adalah pendidikan yang berdasarkan Pancasila dan Undang-
Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang berakar pada nilai-
nilai agama, kebudayaan nasional Indonesia dan tanggap terhadap tuntutan
perubahan zaman”. Selanjutnya dalam ayat (3) dijelaskan bahwa “sistem
pendidikan nasional adalah keseluruhan komponen pendidikan yang terkait secara
terpadu untuk mencapai tujuan pendidikan nasional”. Sedangkan fungsi dan
tujuan pendidikan nasional diatur dalam Bab II Pasal 3 yang berbunyi
“pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk
watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan
kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar
menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa,
berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga negara
yang demokratis serta bertanggung jawab”.
Pendidikan adalah pengajaran yang diselenggarakan di sekolah sebagai
lembaga pendidikan formal dan segala pengaruh yang diupayakan
sekolahterhadap anak didik yang diserahkan kepadanya agar mempunyai
kemampuanyang sempurna dan kesadaran penuh terhadap hubungan dan tugas
social mereka (Rahardjo, 2012:156).8
Untuk menyelenggarakan pendidikan nasional, ada beberapa prinsip yang
harus diperhatikan:

8 Raharjo, B., 2012, Kontribusi Delapan Standar Nasional Pendidikan Terhadap Pencapaian
Prestasi Belajar, Jurnal Penelitian dan Evaluasi Pendidikan, Vol.16 (2). Hal.156.
10

1. Pendidikan diselenggarakan secara demokratis berkeadilan serta tidak


diskriminatif dengan menjunjung tinggi hak asasi manusia, nilai keagamaan,
nilai kultural dan kemajemukan bangsa
2. Pendidikan diselenggarakan sebagai suatu kesatuan yang sistemik dengan
sistem terbuka dan multimakna
3. Pendidikan diselenggarakan sebagai suatu proses pembudayaan dan
pemberdayaan peserta didik yang berlangsung sepanjang hayat
4. Pendidikan diselenggarakan dengan memberi keteladanan, membangun
kemauan, dan mengembangkan kreativitas peserta didik dalam proses
pembelajaran
5. Pendidikan diselenggarakn dengan mengembangkan budaya membaca,
menulis, dan berhitung bagi segenap warga masyarakat
6. Pendidikan diselenggarakan dengan memberdayakan semua komponen
masyarakat melalui peran serta dalam penyelenggaraan dan pengendalian mutu
layanan pendidikan. (UU No.20/2003 Bab III Pasal 4).
Menurut Philip H. Coombs mengklasifikasikan pendidikan kedalam tiga
bagian yaitu:
a). Pendidikan informal (pendidikan luar sekolah yang tidak dilembagakan)
Pendidikan luar sekolah yang tidak dilembagakan adalah proses pendidikan
yangdiperoleh seseorang dari pengalaman sehari-hari dengan sadar atau
tidak sadar, padaumumnya tidak teratur dan sistematis, sejak seseorang lahir
sampai mati, seperti didalam keluarga, tetangga, pekerjaan, hiburan, pasar,
atau di dalam pergaulan sehari-hari.
b). Pendidikan formal (pendidikan sekolah)
Pendidikan sekolah adalah pendidikan disekolah, yang teratur,
sistematis,mempunyai jenjang dan yang dibagi dalam waktu-
waktu tertentu yangberlangsungdari tamankanak-kanak
sampaiperguruantinggi.
c). Pendidikan non-formal (pendidikan luar sekolah yang dilembagakan)
Pendidikan luar sekolah yang dilembagakan adalah semua bentuk
pendidikanyang diselenggarakan dengan sengaja, tertib, terarah dan
berencana di luar kegiatan persekolahan. Dalam hal ini, tenaga pengajar,
11

fasilitas, cara penyampaian, dan waktuyang dipakai, serta komponen-


komponen lainya disesuaikan dengan keadaan peserta,atau peserta didik
supaya mendapatkan hasil yang memuaskan (Faqih,, 2007).9

2.2 Standar Nasional Pendidikan


Pendidikan menurut undang-undang no 20 tahun 2003 tentang system
pendidikan Nasional adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan
suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara
aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual
keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta
ketrampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan Negara.
Berdasarkan pengertian tersebut dapat dipahami bahwa pendidikan itu harus
disadari akan pentingnya, dan direncanakan secara sistematis, agar suasana
belajar dan proses pembelajaran berjalan secara maksimal. Terbentuknya
suasana dan proses pembelajaran tersebut, menjadikan peserta didik akan
aktif untuk mengembangkan potensi sesuai dengan bakat dan minatnya
(Raharjo, 2012: 76).10
Kegiatan belajar mengajar di sekolah tidak pernah lepas dari beragam
problematika yang menyangkut komponen-komponen pembelajaran (Sari, 2012:
22). Permasalahan tersebut apabila tidak segera di selesaikan dapat
menyebabkan tujuan pembelajaran tidak akan tercapai (Prayoga, 2014). Upaya
yang harus dilakukan untuk mencegah hal itu adalah dengan melakukan analisis
secara mendalam terhadap permasalahan yang ada di sekolah kemudian
memikirkan cara yang dapat digunakan untuk mengatasi permasalahan
tersebut. Langkah awal untuk melakukan analisis akar permasalahan dapat
dilakukan dengan menganalisis implementasi keterlaksanaan 8 Standar Nasional
Pendidikan di sekolah.11
Standar nasional pendidikan merupakan kriteria minimal tentang sistem
pendidikan di Indonesia. Fungsinya sebagai dasar dalam perencanaan

9 Faqih, 2007, Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan, Jakarta, Bumi Aksara. Hal.9.


10 Raharjo, B., 2012, Kontribusi Delapan Standar Nasional Pendidikan Terhadap Pencapaian
Prestasi Belajar, Jurnal Penelitian dan Evaluasi Pendidikan, Vol.16 (2). Hal.76.
11 Sari, M., 2012, Usaha mengatasi Problematika Pendidikan di Sekolah dan Perguruan Tinggi,
Jurnal Al-Ta’lim jilid 1 Februari 2012. Hal.22.
12

pelaksanaan dan pengawasan pendidikan dalam rangka mewujudkan pendidikan


nasional yang bermutu. Bertolak dari ketentuan perundangan (pp no. 19 tahun
2005 tentang SNP) dapat dikatakan bahwa mutu pendidikan nasional dapat
terwujud bila kedelapan standar nasional yaitu standar isi, standar proses,
standar kompetensi kelulusan, standar pendidikan dan tenaga kependidikan,
standar sarana dan prasaran, standar pengelolaan, dan standar
pembiayaan pendidikan dapat dipenuhi . Jika dari kedelapan standar tersebut
terdapat standar yang masih memiliki gap yang tinggi dalam implementasinya
maka perlu adanya analisis lebih dalam pada standar-standar tersebut untuk
mengetahui akar permasalahannya.
Dalam UU No.20/2003 Bab 1 Pasal 1 ayat (17) dikemukakan bahwa “standar
nasional pendidikan adalah kriteria minimal tentang system pendidikan di seluruh
wilayah hokum Negara Kesatuan Republik Indonesia”.Standar nasional
pendidikan dapat digunakan sebagai acuan pengembangan kurikulum, tenaga
kependidikan, sarana, dan prasarana, pengelolaan, dan pembiayaan.
Pengembangan, pemantauan,dan pelaporan pencapaian standar nasional
pendidikan dilaksanakan oleh suatu badan standardisasi, penjaminan, dan
pengendalian mutu pendidikan.

Gambar. 2.1 Standar Nasional Pendidikan


13

Salah satu upaya pemerintah untuk melaksanakan UU No.20 tahun 2003


tentang standar nasional pendidikan, maka ditetapkan PP No.19 tahun 2005
tentang Standar Nasional Pendidikan. Dalam peraturan ini, pada Bab II Pasal 2
ayat (1), terdapat 8 standar nasional pendidikan, yaitu:
1. Standar isi adalah ruang lingkup materi dan tingkat kompetensi yang
dituangkan dalam kriteria tentang kompetensi tamatan, kompetensi bahan
kajian, kompetensi mata pelajaran, dan silabus pembelajaran yang harus
dipenuhi oleh peserta didik pada jenjang dan jenis pendidikan tertentu.
Tabel 2.1 Permendiknas Standar Isi

2. Standar proses adalah standar nasional pendidikan yang berkaitan dengan


pelaksanaan pembelajaran pada satu satuan pendidikan untuk mencapai standar
kompetensi lulusan.
a. Proses pembelajaran pada satuan pendidikan diselenggarakan secara
interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang, memotiasi peserta didik,
untuk berpartisipasi aktif, serta memberikan ruang yang cukup bagi
prakarsa, kreatifitas, dan kemandirian sesuai dengan bakat, minat, dan
perkembangan fisik dan psikologis peserta didik.
b. Setiap satuan pendidikan melakukan perencanaan proses pembelajaran,
14

pelaksanaan proses pembelajaran, penilaian hasil Pembelajaran, dan


pengawasan proses pembelajaran untuk terlaksananya proses pembelajaran
yang efektif dan efisien
(Anonim, 2013, http://mochzaenuri7.blogspot.com/2013/10/makalah-8-
standar-pendidikan-nasional.html)12

Gambar 2.2 Keterkaitan SNP dan standar Proses

Gambar 2.3 Standar Proses

3. Standar kompetensi lulusan adalah kualifikasi kemampuan lulusan yang

12 Anonim, 2013, Standar Pendidikan Nasional,


http://mochzaenuri7.blogspot.com/2013/10/makalah-8-standar-pendidikan-nasional.html
(Diakses pada 10 November 2018).
15

mencakup sikap, pengetahuan, dan keterampilan. Secara garis besar standar


kompetensi lulusantersebut dapt dideskripsikan sebagai berikut :
a. Standar Kompetensi Lulusan digunakan sebagai pedoman penilaian dalam
penentuan kelulusan peserta didik dari satuan pendidikan.
b. Standar Kompetensi Lulusan meliputi Kompetensi untuk seluruh mata
pelajaran atau mata kuliah.
c. Standar Kompetensi Lulusan mencakup sikap, pengetahuan, dan
keterampilan(Anonim, 2013, http://mochzaenuri7.blogspot.com/2013/10/
makalah-8-standar-pendidikan-nasional.html)13

Tabel 2.2 Permendiknas Standar Kompetensi Kelulusan


NO NOMOR PERMEN TENTANG

Standar Kompetensi Lulusan untuk


1 Nomor 23 Tahun 2006
Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah

Pelaksanaan Peraturan Menteri


Pendidikan Nasional Nomor 22 tahun
2006 tentang standar Isi untuk satuan
pendidikan Dasar dan Menengah dan
2 Nomor 24 tahun 2006
Peraturan Menteri Pendidikan Nasional
Nomor 23 Tahun 2006 Tentang Standar
Kompetensi Lulusan untuk satuan
pendidikan Dasar dan Menengah

4. Standar pendidik dan tenaga kependidikan adalah kriteria pendidikan


prajabatan dan kelayakan fisik maupun mental, serta pendidikan dalam
jabatan. Pendidik harus memiliki kualifikasi akademik dan kompetensi sebagai
agen pembelajaran, sehat jasmani dan rohani, serta memiliki kemampuan untuk
mewujudkan tujuan pendidikan nasional. Kualifikasi akademik yang
dimaksudkan di atas adalah tingkat pendidikan minimal yang harus dipenuhi
oleh seorang pendidik yang dibuktikan dengan ijazah dan/atau sertifikat
keahlian yang relevan sesuai ketentuan perundang-undangan yang berlaku.
Kompetensi sebagai agen pembelajaran pada jenjang pendidikan dasar dan
menengah serta pendidikan anak usia dini meliputi: Kompetensi Pedagogik,

13 Anonim, 2013, Standar Pendidikan Nasional,


http://mochzaenuri7.blogspot.com/2013/10/makalah-8-standar-pendidikan-nasional.html
(Diakses pada 10 November 2018).
16

Kompetensi Kepribadian, Kompetensi Profesional, dan Kompetensi Sosial.


Dan yang penting mereka juga harus memiliki kompetensi moral dan
kompetensi spiritual secara proporsional.
Pendidik meliputi pendidik pada TK/RA, SD/MI, SMP/MTs, SMA/MA,
SDLB/SMPLB/SMALB, SMK/MAK, satuan pendidikan Paket A, Paket B dan
Paket C, dan pendidik pada lembaga kursus dan pelatihan. Tenaga
kependidikan meliputi kepala sekolah/madrasah, pengawas satuan pendidikan,
tenaga administrasi, tenaga perpustakaan, tenaga laboratorium, teknisi,
pengelola kelompok belajar, pamong belajar, dan tenaga kebersihan. (Anonim,
2013, http://mochzaenuri7.blogspot.com/2013/10/makalah-8-standar- pen
didikan nasional.html,) 14

Tabel 2.3 Permendiknas Standar Pendidik dan Tenaga Kependidikan

Pendidik merupakan tenaga professional yang bertugas merencanakan dan


melaksanakn proses pembelajaran, menilai hasil nilai pembelajaran, memberi
pelajaran, serta melakukan penelitian dan pengabdian kepada masyarakat,

14 Anonim, 2013, Standar Pendidikan Nasional,


http://mochzaenuri7.blogspot.com/2013/10/makalah-8-standar-pendidikan-nasional.html
(Diakses pada 10 November 2018).
17

terutama bagi pendidik pada perguruan tinggi. Sedangkan tenaga kependidikan


bertugas melaksanakan administrasi, pengelolaan, pengembangan, pengawasan,
dan pelayanan teknis untuk menunjang proses pendidikan pada satuan
pendidikan.
Standar pendidik dan kependidikan adalah kriteria pendidikan prajabatan
dan kelayakan fisik maupun mental, serta pendidikan dalam jabatan. Pendidik
harus memiliki kualifikasi akademik dan kompetensi sebagai agen pembelajaran,
sehat jasmani dan rohani, serta memiliki kemampuan untuk mewujudkan tujuan
pendidikan nasional.
Ada beberapa syarat yang harus dipenuhi bagi para pendidik diantarnya :
a. kualifikasi akademik pendidikan minimum diploma empat (D-IV) atau
sarjana (S1)
b. latar belakang pendidikan tinggi dengan program pendidikan yang sesuai
dengan mata pelajaran yang diajarkan; dan
c. sertifikat profesi guru untuk jenjang yang dia geluti.
5. Standar sarana dan prasarana adalah standar nasional pendidikan yang
berkaitan dengan kriteria minimal tentang ruang belajar, tempat berolahraga,
tempat beribadah, perpustakaan, laboratorium, bengkel kerja, tempat bermain,
tempat berkreasi dan berekreasi, serta sumber belajar lain, yang diperlukan
untuk menunjang proses pembelajaran, termasuk penggunaan teknologi
informasi dan komunikasi.
6. Standar pengelolaan adalah standar nasional pendidikan yang berkaitan dengan
perencanaan, pelaksanaan, dan pengawasan kegiatan pendidikan pada tingkat
satuan pendidikan, kabupaten/kota, provinsi, atau nasional agar tercapai
efisiensi dan efektivitas penyelenggaraan pendidikan. Standar sarana dan
prasarana adalah standar nasional pendidikan yang berkaitan dengan kriteria
minimal tentang ruang belajar, tempat berolahraga, tempat beribadah,
perpustakaan, laboratorium, bengkel kerja, tempat bermain, tempat berkreasi
dan berekreasi, serta sumber belajar lain, yang diperlukan untuk menunjang
proses pembelajaran, termasuk penggunaan teknologi informasi dan
komunikasi. Setiap lembaga pendidikan wajib memiliki sarana dan prasarana
yang telah ditentukan. Ada pun sarana tersebut antara lain meliputi perabot,
18

peralatan pendidikan, media pendidikan, buku dan sumber belajar lainnya,


bahan habis pakai, serta perlengkapan lain yang diperlukan untuk menunjang
proses pembelajaran yang teratur dan berkelanjutan. Sedangkan
prasarananya antara lain lahan, ruang kelas, ruang pimpinan satuan
pendidikan, ruang pendidik, ruang tata usaha, ruang perpustakaan, ruang
laboratorium, ruang bengkel kerja, ruang unit produksi, ruang kantin, instalasi
daya dan jasa, tempat berolahraga, tempat beribadah, tempat bermain, tempat
berkreasi, dan ruang/tempat lain yang diperlukan untuk menunjang proses
pembelajaran yang teratur dan berkelanjutan (Adnan,2007: 295).15
7. Pengelolaan satuan pendidikan pada jenjang pendidikan dasar dan menengah
menerapkan manajemen berbasis sekolah yang ditunjukkan dengan
kemandirian, kemitraan, partisipasi, keterbukaan, dan akuntabilitas. Sedangkan
pengelolaan satuan pendidikan pada jenjang pendidikan tinggi menerapkan
otonomi perguruan tinggi yang dalam batas-batas yang diatur dalam ketentuan
perundang-undangan yang berlaku memberikan kebebasan dan mendorong
kemandirian dalam pengelolaan akademik, operasional, personalia, keuangan,
dan area fungsional kepengelolaan lainnya yang diatur oleh masing-masing
perguruan tinggi. (Anonim, 2013, http://mochzaenuri7.blogspot.com/20
13/10/makalah-8-standar-pendidikan-nasional.html,) 16

15 Adnan, B., 2007, Membongkar Budaya Visi Indonesia 2030 dan Tantangan Menuju Raksasa
Dunia, Jakarta, Kompas Media Nusantara. Hal.295.
16 Anonim, 2013, Standar Pendidikan Nasional,
http://mochzaenuri7.blogspot.com/2013/10/makalah-8-standar-pendidikan-nasional.html
(Diakses pada 10 November 2018).
19

Gambar 2.4 Keterkaitan SNP dan Kurikulum

8. Standar pembiayaan adalah standar yang mengatur komponen dan besarnya


biaya operasi satuan pendidikan yang berlaku selama satu tahun.
Ada tiga macam biaya dalam standar ini :
a. Biaya investasi satuan pendidikan yaitu biaya penyediaan sarana dan prasarana,
pengembangan sumberdaya manusia, dan modal kerja tetap.
b. Biaya personal sebagaimana adalah biaya pendidikan yang harus dikeluarkan
oleh peserta didik untuk bisa mengikuti proses pembelajaran secara teratur dan
berkelanjutan.
Biaya operasi satuan pendidikan, meliputi :
a. Gaji dan tunjangan pendidik dan tenaga kependidikan
b. Bahan atau peralatan pendidikan habis pakai, dan
c. biaya operasi pendidikan tak langsung seperti air, pemeliharaan sarana dan
prasarana, pajak, asuransi, lain sebagainya.
(Anonim, 2013, http://mochzaenuri7.blogspot.com/2013/10/makalah-8-
standar-pendidikan-nasional.html) 17
Tabel 2.4 Standar Pembiayaan

17 Anonim, 2013, Standar Pendidikan Nasional,


http://mochzaenuri7.blogspot.com/2013/10/makalah-8-standar-pendidikan-nasional.html
(Diakses pada 10 November 2018).
20

9. Standar penilaian pendidikan adalah standar nasional pendidikan yang


berkaitan dengan mekanisme, prosedur, dan instrumen penilaian hasil belajar
peserta didik. Delapan standar nasional pendidikan menunjukkan bahwa
standar penilaian pendidikan merupakan bagian yang tak terpisahkan dari
standar nasional pendidikan.Standar penilaian pendidikan adalah standar
nasional pendidikan yang berkaitan dengan mekanisme, prosedur, dan
instrumen penilaian hasil belajar peserta didik. Untuk jenjang pendidikan dasar
dan menengah, pelaksanaan penilaian pendidikan dapat dilakukan oleh:
Pertama, pendidik, yaitu tenaga kependidikan yang berkualifikasi sebagai
guru, dosen, konselor, pamong belajar, widyaiswara,tutor, instruktur,
fasilitator, dan sebutan lain sesuai kekhususannya. Penilaian hasil belajar oleh
pendidik dilakukan secara berkesinambungan untuk membantu proses,
kemajuan, dan perbaikan.
Kedua, Satuan pendidikan, yaitu kelompok layanan pendidikan yang
menyelenggarakan pendidikanpada jalur formal, nonformal, dan informal pada
setiap jenjang dan jenis pendidikan.Penilaian hasil belajar oleh satuan
pendidikan bertujuan menilai pencapaian standar kompetensi lulusan untuk
semua mata pelajaran.
Ketiga, Pemerintah, yaitu pemerintah pusat dalam hal ini Departemen
Pendidikan Nasional. Tujuannya adalah untuk menilai pencapaian kompetensi
lulusan secara nasional pada mata pelajaran tertentu yang dilakukan dalam
21

bentuk ujian nasional.


Implikasinya, setiap pendidik harus mengetahui dan memahami serta
dapat menerapkan konsep standar penilaian baik, tentang mekanisme,
prosedur, dan instrumen penilaian hasil belajar yang digunakan.Untuk itu, guru
harus mengetahui dan memahami peraturan pemerintah No.19/2005 sebagai
salah satu bentuk pelaksanaan UU No. 20/2003 tentang sistem pendidikan
nasional.
Standar Nasional Pendidikan berfungsi sebagai dasar dalam perencanaan,
pelaksanaan, dan pengawasan pendidikan nasional untuk mewujudkan
pendidikan nasional yang bermutu.Hal ini dimaksudkan agar dapat mencapai
tujuan Standar Nasional Pendidikan itu sendiri, yaitu untuk menjamin mutu
pendidikan nasional dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa dan
membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat.
Implikasi dari uraian diatas adalah setiap pendidkan harus mengetahui dan
memahamai serta dapat menerapkan konsep sntandar penilaian baik yang
menyangkut tentang mekanisme,prosedurmaupun instrumen penilaian yang
harus dihgunakan.untuk itu,guru harus mengetahui dan memahami peraturan
pemerintah NO.19/2005 sebagai salah satu bentuk pelaksaan UU NO.20/2003
tentang sistem pendidikan nasional.Dalam peraturan pemerintahan tersebut
bukan hanya mengatur masalah penilaian tetpai hampir semua spek penting
tentang pendidikan juga disusun standardisasinya sehingga dapat dijadikan
rujukan atau panduan,bagi guru dalam melaksankan pendidikan diindonesia
(Arifin, 2009 :44)18

2.3 Landasan Yuridis-Formal Sistem Evaluasi dan Standar Penilaian


Kata landasan dalam hukum berarti melandasi atau mendasari atau titik
tolak. Landasan hukum seseorang guru boleh mengajar misalnya, adalah surat
keputusan tentang pengangkatan sebagai guru. Yang melandasai atau mendasari
ia menjadi guru adalah surat keputusan itu beserta hak-haknya. Surat keputusan
itu merupakan titik tolak untuk ia bias melaksanakan pekerjaan guru. Begitu pula

18 Arifin, Z., 2009, Evaluasi Pembelajaran, Bandung, PT Remaja Rosdakarya Offset. Hal.44
22

halnya mengapa anak-anak sekarang diwajibkan belajar paling sedikit sampai


dengan tingkat SLTP, adalah dilandasi belajar atau didasari atau bertitik tolak
dari peraturan pemerintah tentang pendidikan dasar dan ketentuan tentang wajib
belajar. Sementara itu kata hukum dapat dipandang sebagai aturan baku yang
patut ditaati. Aturan baku yang sudah disahkan oleh pemerintah ini, bila
dilanggar akan mendapat sanksi sesuai dengan aturan yang berlaku pula.
Seorang guru yang melanggar disiplin misalnya, bias dikenai sanksi dalam
bentuk kenaikan pangkatnya ditunda. Begitu pula seorang peserta didik yang
kehadirannya kurang dari 75 % tidak diizinkan mengikuti ujian akhir
(Pidarta,2014: 5)19
Dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003, Pasal 57 Ayat (1),
dinyatakan bahwa evaluasi dilakukan dalam rangka pengendalian mutu
pendidikan secara nasional, sebagai akuntabilitas penyelenggara pendidikan
kepada pihak-pihak yang berkepentingan, kemudian pada Ayat (2) dijelaskan
bahwa evaluasi dilakukan terhadap peserta didik, lembaga, dan program
pendidikan pada jalur formal dan non formal untuk semua jenjang, satuan dan
jenis pendidikan. Selanjutnya pada pasal 58 ayat (1) dijelaskan bahwa evaluasi
proses dan hasil belajar peserta didik dilakukan oleh pendidik untuk memantau
proses, kemajuan dan perbaikan hasil belajar peserta didik secara
berkesinambungan, sedang pada ayat (2) menjelaskan secara lebih jauh bahwa
evaluasi peserta didik, satuan pendidikan dan program pendidikan dilakukan oleh
lembaga mandiri secara berkala, menyeluruh, transparan dan sistemik untuk
mencapai standar nasional pendidikan.
Hal ini kemudian dikembangkan aturan pelaksanaannya dalam Peraturan
Pemerintah No. 19 Tahun 2005, Pasal 63 Ayat (1) dinyatakan bahwa penilaian
pendidikan khususnya penilaian hasil belajar peserta didik pada jenjang
pendidikan dasar dan menengah terdiri atas:
a. Penilaian hasil belajar oleh pendidik;
b. Penilaian hasil belajar oleh satuan pendidikan; dan

19 Pidarta, M., 2014, Landasan Kependidikan (Stimulus Pendidikan Bercorak Indonesia), Jakarta,
PT Rineka Cipta. Hal.5.
23

c. Penilaian hasil belajar oleh pemerintah. (Anonim, 2015, http://fisikawansastra.


blogspot.com )20
Secara sederhana perlu dipahami bahwa yang menjadi landasan yuridis-formal
sistem evaluasi dan standar penilaian adalah:
a. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003, Pasal 57 Ayat (1) dan Ayat (2)
b. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003, Pasal 58 Ayat (1) dan Ayat (2)
c. Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005, Pasal 63, Ayat (1) yang
menyatakan bahwa penilaian pendidikan khususnya penilaian hasil belajar
peserta didik pada jenjang pendidikan dasar dan menengah terdiri atas: (1)
penilaian hasil belajar oleh pendidik, (2) penilaian hasil belajar oleh satuan
pendidikan, dan (3) penilaian hasil belajar oleh pemerintah.
Dijelaskan lebih lanjut dalam pasal 64 ayat (1) bahwa penilaian hasil belajar
yang dilakukan oleh pendidik dilakukan secara berkesinambungan untuk
memantau proses, kemajuan dan perbaikan hasil dalam bentuk ulangan harian,
ulangan tengah semester, ulangan akhir semester dan ulangan kenaikan kelas
(Pidarta, 2014: 7).21
Secara detail, uraian dari landasan yuridis-formal sistem evaluasi dan standar
penilaian seperti disebutkan di atas adalah:

Tabel 2.5 Landasan Yuridis-Formal


Landasan Yuridis Landasan Formal
Undang-Undang No.20/2003 tentang Peraturan Pemerintah R.I.
Sistem Pendidikan Nasional No.19/2005 tentang Standar
Dalam Bab XVI tentang Evaluasi, Nasional Pendidikan
Akreditasi, dan Sertifikasi, bagian Kesatu Dalam Bab I tentang Ketentuan
tentang Evalusi, Pasal 57, dijelaskan: Umum, Pasal 1, dikemukakan:
Ayat (1): evalusi dilakukan dalam rangka Ayat (11): standar penilaian
pengendalian mutu pendidikan secara pendidikan adalah standar nasional
nasional sebagai bentuk akuntabilitas penilaian yang berkaitan dengan

20 Anonim, 2015, http://fisikawansastra.blogspot.com (Diakses pada 10 November 2018).


21 Pidarta, M., 2014, Landasan Kependidikan (Stimulus Pendidikan Bercorak Indonesia), Jakarta:
PT Rineka Cipta. Hal.7.
24

penyelenggara pendidikan kepada pihak- mekanisme,prosedur, dan instrumen


pihak yang berkepentingan. penilaian hasil belajar peserta didik.
Ayat (2): evaluasi dilakukan terhadap Selanjutnya, dalam Bab IV tentang
peserta didik , lembaga, dan program Standar Proses, Pasal 19 ayat (3),
pendidikan pada jalur formal dan dijelaskan bahwA setiap satuan
nonformal untuk semua jenjang, satuan pendidikan melakukan perencanaan
dan jenis pendidikan. proses pembelajaran , penilaian hasil
Dipertegas lagi dalm Pasal 58: proses
Ayat (1): evaluasi hasil belajar peserta
didik dilakukan oleh pendidik untuk
memantau proses, kemajuan dan
perbaikan hasil belajar peserta didik
secara kesinambungan.
Ayat (2): evalusi peserta didik, satuan
pendidikan, dan program pendidikan
dilakukan oleh lembaga mandiri secara
berkala, menyeluruh, transparan, dan
sistematik untuk menilai pencapaian
standar nasioanal pendidikan.

Selanjutnya pada pasal 65 dijelaskan beberapa pokok pikiran mengenai


penilaian yang dilakukan oleh satuan pendidikan yang dikelompokkan menjadi 5
kelompok mata pelajaran, pada ayat (1) dikemukakan secara tegas bahwa
penilaian pada satuan pendidikan sebagaimana dimaksudkan pada pasal 63 ayat
(1) butir b; bertujuan untuk menilai pencapaian standar kompetensi lulusan untuk
semua mata pelajaran, sedang ayat (2) menjelaskan bahwa penilaian hasil
belajar sebagaimana dijelaskan pada ayat (1) untuk semua mata pelajaran pada
kelompok mata pelajaran agama dan akhlak mulia, kelompok mata pelajaran
kewarganegaraan dan kepribadian, kelompok mata pelajaran estetika, kelompok
mata pelajaran jasmani, olahraga dan kesehatan, merupakan penilaian akhir
untuk menentukan kelulusan peserta didik dari satuan pendidikan. Berikutnya
pada ayat (3) dinyatakan bahwa penilaian akhir sebagaimana dimaksudkan pada
25

ayat (2) mempertimbangkan hasil penilaian hasil belajar peserta didik oleh
pendidik, sebagaimana dimaksud pada ayat 64(Alimudin, 2008: 25)22.
Khusus mengenai Standar Penilaian Pendidikan diatur dalam Bab X yang
terdiri dari 5 bagian, yaitu:
Bagian ke 1: Umum, Pasal 63:
Ayat (1): penilaian pendidikan pada jenjang pendidikaan dasar dan menengah
terdiri atas:
a. Penilaian hasil belajar oleh pendidik
b. Penilaian hasil belajar oleh satuan pendidikan , dan
c. Penilaian hasil belajar oleh pemerintah.
Ayat (2): penilaian pendidikan pada jenjang pendidikaan terdiri atas:
a. Penilaian hasil belajar oleh pendidik,dan
b. Penilaian hasil belajar oleh satuan pendidikan tinggi.
Ayat (3): penilaian pendidikan pada jenjang pendidikan tinggi sebaimana
dimaksud pada ayat ke (2) diatur oleh masing-masing perguruan tinggi sesuai
peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Bagian ke 2 : Penilaian Hasil Belajar oleh Pendidik, Pasal 64:
Ayat (1): penilaian hasil belajar oleh pendidik sebagaimana dimaksud dalam pasal
63 ayat (1) butir (a) dilakukan secara berkesinambungan untuk memantau proses,
kemajuan, dan perbaikan hasil dalam bentuk ulangan harian, ulangan tengah
semester, ulangan akhir semester, dan ulangan kenaikan kelas.
Ayat (2): penilaian hasil belajar oleh pendidik sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) digunakan untuk:
a. Menilai pencapaian kompetensi peserta didik;
b. Bahan penyusun laporan kemajuan hasil belajar; dan
c. Memperbaiki proses pembelajaran.
Ayat (3): penilaian hasil belajar kelompok mata pelajaran agama dan akhlak
mulia serta kelompok mata pelajaran kewarganegaraan dan kepribadian dilakukan
melalui:
a. Pengamatan terhadap perubahan perilaku dan sikap untuk menilai
perkembangan afeksi dan kepribadian peserta didik; serta

22 Alimudin, 2008, Sistem Penilaian Hasil Belajar, Garut, Ujwart Media. Hal.25.
26

b. Ujian,ulangan, dan/atau penugasan untuk mengukur aspek kognitif peserta


didik.
Ayat (4): penilaian hasil belajar kelompok mata pelajaran ilmu pengetahuan dan
teknologi diukur melalui ulangan, penugasan, dan/atau bentuk lain yang sesuai
dengan karakteristik materi yang dinilai.
Ayat (5): penilaian hasil belajar kelompok mata pelajaran estetika melalui
dilakukan melalui pengamatan terhadap perubahan perilaku dan sikap untuk
menilai perkembangan afeksi dan ekspresi psikomotorik peserta didik.
Ayat (6): penilaian hasil belajar kelompok mata pelajaran jasmani, olahraga,dan
kesehatan dilakukan melalui:
a. Pengamatan terhadap perubahan perilaku dan sikap untuk menilai
perkembangan psikomotorik dan afeksi peserta didik; dan
b. Ulangan, dan/atau penugasan untuk mengukur aspek kognitif peserta didik.
Ayat (7): Untuk jenjang pendidikan dassar dan menengah,BSNP menerbitkan
panduan penilaian untuk:
a. Kelompok mata pelajaran agama dan akhlak mulia.
b. Kelompok mata pelajaran kewarganegaraan dan kepribadian.
c. Kelompok mata pelajaran ilmu pengetahuan dan teknologi.
d. Kelompok mata pelajaran estetika; dan
e. Kelompok mata pelajaran jasmani, olahraga, dan kesehatan.
Bagian ke 3: Penilaian Hasil Belajar oleh Satuan Pendidikan, Pasal 65:
Ayat (1): Penilaian hasil belajar oleh satuan pendidikan sebagaimana dimaksud
dalam pasal 63 ayat (1) butir (b) bertujuan menilai pencapaian standar kompetensi
lulusan untuk semua mata pelajaran.
Ayat (2): Penilaian hasil belajar sebagaimana dimaksud pada ayat (1) untuk
semua mata pelajaran merupakan penilaian akhir untuk mementukan kelulussan
peserta didik dari satuan pendidikan.
Ayat (3): Penilaian akhir sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
mempertimbangkan hasil penilaian peserta didik oleh pendidik sebagaimana
dalam pasal 64.
Bagian ke 4: Penilaian Hasil Belajar oleh Pemerintah, Pasal 66:
27

Ayat (1): Penilaian hasil belajar oleh satuan pendidikan sebagaimana dimaksud
dalam pasal 63 ayat (1) butir (b) bertujuan menilai pencapaian kompetensi lulisan
secar nasional pada mata pelajaran tertentu dalam kelompok mata pelajaran ilmu
pengetahuan teknologi dan dilakukan dalam bentuk ujian nasional.
Ayat (2): Ujian nasional dilakukan secar objektif,berkeadilan, dan akuntabel.
Ayat (3): Ujian nasional diadakan sekurang-kurangnya satu kali dan sebanyak-
banyaknya dua kali dalam satu tahun pelajaran.
Pada Pasal 67 dikemukakan:
Ayat (1): Pemerintah menugaskan BSNP untuk menyelenggarakan ujian nasional
yang diikuti peserta didik pada setiap satuan pendidikan jalur formal pendidikan
dasar dan menengah dan jalur nonformal kesetaraaan.
Ayat (2): Dalam menyelenggarakan ujian nasioanal BSNP bekerja sama dengan
instansi terkait di lingkungan Pemerintah, pemerintah provinsi, pemerintah
kabupaten/kota, dan satuan pendidikan.
Ayat (3): Ketentuan mengenai ujian nasional diatur lebih lanjut dengan Peraturan
Menteri.
Dalam pasal 68 bahwa hasil ujian nasional digunakan sebagai salah satu
pertimbangan untuk:
a. Pemetaan mutu program dan/atau satuan pendidikan.
b. Dasar seleksi masuk jenjang pendidikan berikutnya.
c. Penentuan kelulusan peserta didik dari program dan/atau satuan pendidikan.
d. Pembinaan dan pemberian bantuan kepada satuan pendidikan dalam upaya
untuk meningkatkan mutu pendidikan.
Kemudian dalam Pasal 69 dikemukakan:
Ayat (1): Setiap peserta didik jalur formal pendidikan dasar dan menengah dan
jalur pendidikan nonformal kesetaraan berhak mengikuti ujian nasional dan
berhak mengulangi sepanjang belum dinyatakan lulus dari satuan pendidikan.
Ayat (2): Setiap peserta didik sebagaiman dimaksud pada ayat (1) wajib
mengikuti satu kali ujian nasional tanpa dipungut biaya.
Ayat (3): Peserta didik pendidikan informal dapat mengikuti ujian nasional setelah
memenuhi syarat yang ditetapkan oleh BSNP.
28

Ayat (40: Peserta ujian nasional memperoleh surat keterangan hasil ujian nasional
yang diterbitkan oleh satuan pendidikan penyelenggaran ujian nasional.
Adapun jenis mata pelajaran ujian nasional untuk setiap satuan pendidikan diatur
dalm Pasal 70:
Ayat (1): Pada jenjang SD/MI/SDLB atau bentuk lainnya yang sederajat, ujian
nasional mencakup mata pelajaran Bahasa Indonesia, Matematika, dan Ilmu
Pengetahuan Alam (IPA).
Ayat (2): Pada program paket A, ujian nasional mencakup mata pelajaran Bahasa
Indonesia, Matematika, Ilmu Pengetahuan alam (IPA), Ilmu Pengetahuan Sosial
(IPS), dan Pendidikan Kewarganegaraan.
Ayat (3): Pada jenjang SMP/MTs/SMPLB atau bentuk lain yang sederajat, ujian
nasional mencakup pelajaran Bahasa Indonesia, Bahasa Inggris, Matematika, dan
Ilmu Pengetahuan Alam (IPA).
Ayat (4): Pada program paket B, ujian nasional mencakup mata pelajaran Bahasa
Indonesia, Bahasa inggris, Matematika, Ilmu Pengetahuan Alam (IPA), Ilmu
Pengetahuan Sosial (IPS), dan Pendidikan Kewarganegaraan.
Ayat (5): Pada SMA/MA/SMALB atau bentuk lain yang sederajat, ujian nasional
mencakup mata pelajaran Bahasa Indonesia, Bahasa Indonesia ,Bahasa Inggris,
Matematika, dan mata pelajaran yang menjadi ciri khas program pendidikan.
Ayat (6): Pada program paket C, ujian nasional mencakup mata pelajaran Bahasa
Indonesia, Bahasa Indonesia ,Bahasa Inggris, Matematika, dan mata pelajaran
yang menjadi ciri khas program pendidikan.
Ayat (7): Pada jenjang pendidikan SMK/MAK atau bentuk lain yang sederajat,
ujian nasional mencakup mata pelajaran Bahasa Indonesia, Bahasa Indonesia
,Bahasa Inggris, Matematika, dan mata pelajaran kejuruan yang menjadi ciri khas
program pendidikan.
Bagian ke 5 tentang Kelulusan, Pasal 72:
Ayat (1): Peserta didik dinyatakan lulus dari satuan pendidkan pada pendidikan
dasar dan menengah setelah:
a. Menyelesaikan seluruh program studi
b. Memperoleh nilai minimal baik pada penilaian akhir untuk seluruh mata
pelajaran kelompok mata pelajaran agama dan akhlak mulia, kelompok mata
29

pelajaran kewarganegaraan dan kepribadian, kelompok mata pelajaran estetika,


dan kelompok mata pelajaran jasmani, olahraga dan kesehatan.
c. Lulus ujian sekolah /madrasah untuk kelompok mata pelajaran ilmu
pengetahuan dan teknologi; dan
d. Lulus ujian nasional
Ayat (2): Kelulusan peserta didik dari satuan pendidikan ditetapkan oleh satuan
pendidikan yang bersangkutan sesuai dengan kriteria yang dikembangkan oleh
BSNP dan ditetapkan dengan satuan menteri.
Undang-Undang RI Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen
a) Pasal 8 berbunyi: guru wajib memiliki kualifikasi akademi, kompetensi,
sertifikasi pendidik, sehat jasmani dan rohani, serta memiliki kemampuan
untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional.
b) Pasal 10 menyatakan kompetensi guru mencakup pedagogic, kepribadian,
social, dan professional. Disini guru diminta tidak hanya sekedar mengajar
agar peserta didik paham dan terampil, melainkan guru harus dapat
mengembangkan afeksi, kognisi dan ketrampilan peserta diidk seara
berimbang.
c) Pasal 11 berbunyi: sertifikasi diselenggarakan oleh perguruan tinggi yang
memiliki program pengadaan tenaga kependidikan yang terakreditasi dan
ditetapkan oleh pemerintah.
d) Pasal 15 yaitu gaji pokok, beserta tunjangan yang melekat pada gaji,
tunjangan profesi, tunjangan fungsional, tunjangan khusus bagi yang bertugas
di dserah khusus, dan maslahat tambahan.
e) Pasal 19, yaitu yang termasuk maslahat tambahan disini adalah berupa
kesejahteraan seperti tunjangan pendidikan, asuransi pendidikan beasiswa,
layanan kesehatan, dan penghargaan-penghargaan tertentu.
f) Pasal 24, menentukan tentang pengangkatan guru, guru pendidikan menengah
dan pendidikan khusus tingkat, ditempatkan dan dipindahkan , dan
diberhentikan oleh pemerintah provinsi. Sedangkan untuk gutru pendidikan
dasar dan usia dini dilakukan oleh pemerintah kabupaten/kota.
g) Pasal 40, guru juga diberi cuti seperti pegawai biasa dan tugas pelajar.
30

h) Pasal 42, menguraikan tentang organisasi profesi guru, yang memiliki


wewenang untuk menetapkan dan menegakkan kode etik guru, memberikan
bantuan hukum kepada guru, memberikan perlindungan profesi guru,
melakukan pembinaan dan pengembangan profesi guru, dan memajukan
pendidikan nasional.
i) Pasal 46 menyatakan dosen minimal lulusan maagister untuk mengajar di
program diploma dan sarjana dan lulusan program doctor untuk mengajar di
pascasarjana.
j) Pasal 48 disebutkan persyaratan untuk menduduki jabatan guru besar harus
memiliki ijazah doctor.
k) Pasal 49 menyebutkan guru besar yang memiliki karya ilmiah atau karya
monumental sangat istimewa dalam bidangnya dan diakui sera
internasionalprofesional dapat diangkat menjadi professor paripurna (Arifin,
1991: 10).23

2.4 Standar Penilaian Menurut Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP)


Dipahami bahwa standar penilaian pendidikan adalah standar nasional
pendidikan yang berkaitan dengan mekanisme, prosedur, dan instrumen penilaian
hasil belajar peserta didik. Pada Peraturan Pemerintah tersebut diamanatkan
tiga jenis penilaian yaitu; (1) penilaian oleh pendidik dilakukan secara
berkesinambungan untuk memantau proses, kemajuan, dan perbaikan hasil
pembelajaran, (2) penilaian oleh satuan pendidikan bertujuan menilai
pencapaian standar kompetensi lulusan untuk semua mata pelajaran sesuai
programnya sebagai bentuk transparansi, profesional, dan akuntabel lembaga, (3)
penilaian oleh pemerintah bertujuan menilai pencapaian kompetensi lulusan
secara nasional pada mata pelajaran tertentu. Penilaian oleh pemerintah, dalam
pelaksanaannya diserahkan kepada BSNP. Hasil Ujian Nasional digunakan
sebagai salah satu pertimbangan untuk pemetaan mutu program, dasar seleksi
masuk jenjang pendidikan berikutnya,penentuan kelulusan peserta didik,

23 Arifin, Z., 1991, Evaluasi Instruksional, Prinsip – Tekhnik – Prosedur, Bandung, PT. Remaja
Rosdakarya. Hal.10.
31

pembinaan, dan pemberian bantuan kepada pihak sekolah dalam upaya


peningkatan mutu pendidikan (Poerwanti.2012 : 2).24
Standar Penilaian Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP) diberi tugas
untuk mengimplementasikan SNP (Standar Nasional Pendidikan) agar dapat di
jadikan sebagai kriteria minimal tentang sistem pendidikan di seluruh wilayah
hukum NKRI. Sehingga SNP berfungsi sebagai dasar dalam perencanaan,
pelaksanaan dan pengawasan pendidikan dalam rangka mewujudkan pendidikan
nasional yang bermutu. Dalam Pasal 1 ayat (17) Undang – undang Nomor 20
Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Yungto pasal 1 ayat (1) PP No.
19 2005 dinyatakan bahwa lingkup dari SNP meliputi 8 standar yaitu : (1) standar
isi, (2) standar proses, (3) standar kompetensi kelulusan, (4) standar pendidik dan
tenaga pendidikan, (5) standar sarana dan prasarana, (6) standar pengolahan, (7)
standar pembiyaan, dan (8) standar penilaian.
Dalam UU. No. 20/2003 Bab IX Pasal 35 ayat (3) dijelaskan bahwa
pengembangan standar nasional pendidikan serta pemantauan dan pelaporan
pencapaiannya secara nasional dilaksanakan oleh sutau badan standardisasi,
penjaminan, dan pengendalian mutu pendidikan. Keberadaan badan tersebut
diatur dalam PP. 19/2005 bab XI yang dimulai dari Pasal 73, yaitu :
Ayat (1): dalam rangka pengembangan,pemantauan, dan pelaporan pencapaian
standar nasional pendidikan, dengan peraturan pemerintah ini dibentuk Badan
Standar Nasional pendidikan (BSNP).
Ayat (2): BSNP berkedudukan di ibukota wilayah Negara Republik Indonesia
yang berada di bawah dan bertanggungjawab kepada Menteri
Ayat(3): Dalam menjalankan tugas dan fungsinya, BSNP bersifat mandiri dan
professional
Sampai pada Pasal 77, badan standardisasi, penjaminan, dan pengendalian
mutu pendidikan tersebut, disebut dengan Badan Standar Nasional Pendidikan
(BSNP). Pada pasal-pasal tersebut dijelaskan secara tegas bahwa Badan Standar
Nasional Pendidikan yang selanjutnya disebut BSNP adalah badan mandiri dan
independen yang bertugas mengembangkan, memantau pelaksanaan, dan

24 Poerwanti, E., 2012, Standar Penilaian BSNP, Lampung, UNILA. Hal.2.


32

mengevaluasi standar nasional pendidikan. BSNP berkedudukan di ibu kota


wilayah Negara Republik Indonesia yang berada di bawah dan
bertanggungjawab kepada Menteri. Dijelaskan lebih jauh bahwa dalam
menjalankan tugas dan fungsinya BSNP bersifat mandiri dan
profesional.(Poerwanti.2012 : 8).25
Mengenai keanggotaan BSNP diatur dalam pasal 74, yaitu :
Ayat(1): Keanggotaan BSNP berjumlah gasal, paling sedikit 11 (sebelas) orang
dan paling banyak 15 (lima belas) orang
Ayat (2): Anggota BSNP terdiri atas ahli-ahli di bidang psikometri, evaluasi
pendidikan, kurikulum, dan manajemen pendidikan yang memiliki wawasan,
pengalaman, dan komitmen untuk peningkatan mutu pendidikan
Ayat (3): Keanggotaan BSNP diangkat dan diberhentikan oleh Menteri untuk
masa bakti 4 (empat) tahun.
Selanjutnya, keorganisasian BSNP diatur dalam Pasal 75, yaitu :
Ayat (1): BSNP dipimpin oleh seorang ketua dan seorang sekretaris yang dipilih
oleh dan dari anggota atas dasar suara terbanyak.
Ayat (2): Untuk membantu kelanvcaran tugasnya, BSNP didukung oleh sebuah
secretariat yang secara ex-officio diketuai oleh pejabat Departemen yang ditunjuk
oleh Menteri.
Ayat(3): BSNP menunjuk tim ahli yang bersifat ad-hoc sesuai dengan kebutuhan.
Adapun tugas dan wewenang BSNP diatur dalam Pasal 76, yaitu :
Ayat (1): BSNP bertugas membantu Menteri dalam mengembangkan, mamantau,
dan mengendalikan standar nasional pendidikan.
Ayat (2): Standar yang dikembangkan oleh BSNP berlaku efektif dan mengikat
semua satuan pendidikan secara nasioanal setelah ditetapkan dengan Peraturan
Menteri.
Ayat (3): Untuk melaksanakan tugas sebagaiman dimaksud pada ayat (1) BSNP
berwenang :
a. Mengembangkan standar nasioanal pendidikan.
b. Menyelenggarakan ujian nasional.

25 Poerwanti, E., 2012, Standar Penilaian BSNP, Lampung, UNILA. Hal.8.


33

c. Memberikan rekomendasi kepada Pemerintah dan Pemerintah Daerah dalam


penjaminan dan pengendalian muttu pendidikan.
d. Merumuskan criteria kelulusan dari satuan pendidikan pada jenjang pendidikan
dasar dan menengah.
Ditegaskan dalam Pasal 77 bahwa dalam menjalankan tugasnya sebagaimana
dimaksud dalam pasal 76 ayat (3), BSNP didukung dan berkoordinasi dengan
departemen dan departemen yang menangani urusan pemeriintahan di bidang
agama, dan dinas yang menangani pendidikan di provinsi/kabupaten/kota.
Dalam rangka menjalankan tugas, fungsi dan wewenangnya, BSNP telah
menyusun pedoman penilaian yang terdiri atas :
1. Naskah akademik; berisi berbagai kajian teoritis dan hasil-hasil penelitian yang
relavan dengan penilaian, baiak yang dilakukan oleh pendididk, satuan
pendidikan, ataupun Pemerintah
2. Panduan umum; berisi pedoman dan panduan umum yang berupa rambu-
rambu penilaian yang harus dilakuakan oleh semua guru mata pelajaran.
Panduan ini juaga berlaku untuk semua kelompok mata pelajaran
3. Panduan khusus; berisi rambu-rambu penilaian yang harus dilakukan guru pada
kelompok mata pelajaran tertentu. Panduan khusus ini terdiri atas lima seri,
yaitu :
a. Panduan penilaian kelompok mata pelajaran agama dan akhlak mulia.
b. Panduan penilaian kelompok mata pelajaran kewarganegaraan dan
kepribadian.
c. Panduan penilaian kelompok mata pelajaran ilmu pengetahuan dan
teknologi.
d. Panduan penilaian kelompok mata pelajaran estetika
e. Panduan penilaian kelompok mata pelajaran jasmani, olahraga, dan
kesehatan.
Menurut BSNP, penilaian adalah prosedur yang digunakan untuk
mendapatkan informasi tentang prestasi atau kinerja peserta didik. Hasil penilaian
digunakan untuk melakukan evaluasi, yaitu pengambilan keputusan terhadap
ketuntasan belajar peserta didik dan efektivitas proses pembelajaran. Informasi
34

tentang prestasi dan kinerja peserta didik merupakan hasil yang diperoleh melalui
kegiatan penilaian, baik dengan pengukuran maupun non pengukuran.
Standar penilaian pendidikan menurut BSNP ini berdasarkan jenjangnya
terbagi atas:
1. Penilaian pendidikan pada jenjang pendidikan dasar dan menengah,
meliputi :
a. Penilaian hasil belajar oleh pendidik
b. Penilaian hasil belajar oleh satuan pendidikan dan,
c. Penilaian hasil belajar oleh pemerintah
2. Penilaian pendidikan pada jenjang pendidikan tinggi diatur
berdasarkan peraturan perudang-undangan yang berlaku dimasing-
masing perguruan tinggi tersebut, meliputi :
a. Penilaian hasil belajar oleh pendidik, dan
b. Penilaian hasil belajar oleh satuan pendidikan tinggi (Anonim,
2015, http://bsnp.brown.web.id/)26
Selanjutnya, BSNP mengemukakan prinsip-prinsip umum penilaian hasil
belajar sebagai berikut :
1. Mendidik, artinya proses penilaian hasil belajar harus mampu
memberikan sumbangan positif pada peningkatan pencapaian hasil
belajar peserta didik.
2. Terbuka atau transparan, artinya prosedur penilaian, kriteria penilaian
ataupun dasar pengambilan keputusan harus disampaikan secara
transparan dan diketahui oleh pihak-pihak terkait secara objektif.
3. Menyeluruh, artinya penilaian hasil belajar yang dilakukan harus
meliputi berbagai aspek kompetensi yang akan dinilai dan terdiri atas
ranah kognitif, afektif dan psikomotor.
4. Terpadu dengan pembelajaran, artinya dalam melakukan penilaian
kegiatan pembelajaran harus mempertimbangkan kognitif, afektif dan
psikomotor, sehingga penilaian tidak hanya dilakukan setelah siswa
menyelesaikan pokok bahasan tertentu, tetapi juga dalam proses
pembelajaran.

26 Anonim, 2015, http://bsnp.brown.web.id/ (Diakses pada 10 November 2018).


35

5. Objektif, artinya proses penilaian yang dilakukan harus meminimalakan


pengaruh-pengaruh tau pertimbangan subjektif dari penilai.
6. Sistematis, artinya penilaian harus dilakukan secara terencana dan
bertahap serta berkelanjutan untuk dapat memperoleh gambaran tentang
perkembangan belajajar peserta didik.
7. Berkesinambungan, artinya penilaian harus dilakukan secara terus
menerus sepanjang rentang waktu pembelajaran.
8. Adil, artinya dalam proses penilaian tidak ada peserta didik yang
diuntungkan atau dirugikan berdasarakan latar belakang sosial, ekonomi,
budaya, suku bangsa, warna kulit dan gender.
9. Pelaksanaan penilaian menggunakan acuan kriteria, artinya dalam
penilaian harus ada criteria tertentu untuk menentukan kelulusan yang
telah ditetapkan sebelumnya.
Selanjutnya ditegaskan oleh BSNP bahwa dalam proses penilaian perlu
diperhatikan prinsip-prinsip khusus sebagai berikut :
1. Penilaian ditujukan untuk mengukur pencapaian kompetensi
2. Penilaian menggunakan acuan kriteria, yaitu keputusan diambil berdasar
apa yang seharusnya dapat dilakukan oleh peserta didik setelah mengikuti
proses pembelajaran.
3. Penilaian dilakukan secara keseluruhan dan berkelanjutan.
4. Hasil penilaian digunakan untuk menentukan tindak lanjut.
5. Penilaian harus sesuai dengan pengalaman belajar yang ditempuh dengan
proses pembelajaran.

2.5 Standar Penilaian oleh Pendidik


Salah satu tugas dalam profesi guru adalah melakukan penilaian terhadap
setiap kegiatan yang terselenggara dalam proses pembelajaran. Penilaian dalam
proses pembelajaran merupakan sebuah komponen yang tidak dapat disangsikan
fungsi dan peranannya.
Standar penilaian pendidikan adalah standar nasional pendidikan yang
berkaitan dengan mekanisme, prosedur, dan instrumen penilaian hasil belajar
peserta didik. Penilaian pendidikan adalah proses pengumpulan dan pengolahan
36

informasi untuk menentukan pencapaian hasil belajar peserta didik.(Anonim,


2012, http://nilaieka.blogspot.com )27
Aktivitas penilaian memiliki signifikansi dengan proses pendidikan,
khususnya yang berkenaan dengan kegiatan pembelajaran. Guru selaku pelaksana
pendidikan dan pengajaran di sekolah dituntut untuk selalu memperbaharui ilmu
pengetahuannya agar sejalan dengan kemajuan yang ada dalam masyarakatnya.
Pembaharuan yang harus dilakukan guru tidak saja yang bersifat intern, seperti
tuntutan profesionalitas selaku pengemban profesi guru tetapi juga pembaharuan
yang bersifat ekstren, seperti memiliki gerak yang dinamis dalam masyarakatnya.
Penilaian merupakan tuntutan kemampuan yang bersifat intern dalam profesi
keguruan, yaitu kemampuan seorang guru untuk mengukur dan menilai
kemampuannya dalam memberikan ilmu pengetahuan kepada peserta didiknya.
Penilaian dalam proses belajar bertalian dengan tujuan yang hendak dicapai.
Karena tujuan pendidikan pada umumnya bersifat kompleks, maka penilaiannya
pun tidak mungkin sederhana. Dalam menilai tujuan yang hendak dicapai perlu
diperhatikan aspek-aspek sebagai berikut.
a. Hasil belajar yang merupakan pengetahuan dan pengertian.
b. Hasil belajar dalam bentuk sikap dan kelakuan.
c. Hasil belajar dalam bentuk kemampuan untuk diamalkan.
d. Hasil belajar dalam bentuk keterampilan serta yang dilaksanakan dalam
kegiatan sehari-hari.
Apabila diperhatikan beberapa aspek yang perlu dicermati dalam proses
penilaian sebagai bidang garapan guru di sekolah, maka dapat dinyatakan pula
bahwa pada hakekatnya kegiatan penilaian itu harus berorientasi pada ketiga
aspek tujuan pendidikan, yakni aspek kongnitif, afektif dan psikomotor.
Kriteria ketuntasan minimal (KKM) adalah kriteria ketuntasan belajar
(KKB) yang ditentukan oleh satuan pendidikan. KKM pada akhir jenjang
satuan pendidikan untuk kelompok mata pelajaran selain ilmu pengetahuan dan
teknologi merupakan nilai batas ambang kompetensi. (Anonim, 2016,
http://counselingfa.blogspot.com )28

27 Anonim, 2012, http://nilaieka.blogspot.com. (Diakses pada 10 November 2018).


28 Anonim, 2016, http://counselingfa.blogspot.com. (Diakses pada 10 November 2018).
37

Penilaian hasil belajar oleh pendidik dilakukan secara berkesinambungan,


bertujuan untuk memantau proses dan kemajuan belajar peserta didik serta untuk
meningkatkan efektivitas kegiatan pembelajaran. Penilaian tersebut meliputi
kegiatan sebagai berikut:
1. Menginformasikan silabus mata pelajaran yang di dalamnya memuat
rancangan dan kriteria penilaian pada awal semester.
2. Mengembangkan indikator pencapaian KD dan memilih teknik penilaian
yang sesuai pada saat menyusun silabus mata pelajaran.
3. Mengembangkan instrumen dan pedoman penilaian sesuai dengan bentuk
dan teknik penilaian yang dipilih.
4. Melaksanakan tes, pengamatan, penugasan, dan/atau bentuk lain yang
diperlukan.
5. Mengolah hasil penilaian untuk mengetahui kemajuan hasil belajar dan
kesulitan belajar peserta didik.
6. Mengembalikan hasil pemeriksaan pekerjaan peserta didik disertai
balikan/komentar yang mendidik.
7. Memanfaatkan hasil penilaian untuk perbaikan pembelajaran.
8. Melaporkan hasil penilaian mata pelajaran pada setiap akhir semester
kepada pimpinan satuan pendidikan dalam bentuk satu nilai prestasi
belajar peserta didik disertai deskripsi singkat sebagai cerminan
kompetensi utuh.
9. Melaporkan hasil penilaian akhlak kepada guru Pendidikan Agama dan
hasil penilaian kepribadian kepada guru Pendidikan Kewarganegaraan
sebagai informasi untuk menentukan nilai akhir semester akhlak dan
kepribadian peserta didik dengan kategori sangat baik, baik, atau kurang
baik.
Teknik dan Instrumen Penilaian :
1. Penilaian hasil belajar oleh pendidik menggunakan berbagai teknik penilaian
berupa tes, observasi, penugasan perseorangan atau kelompok, dan bentuk
lain yang sesuai dengan karakteristik kompetensi dan tingkat perkembangan
peserta didik.
2. Teknik tes berupa tes tertulis, tes lisan, dan tes praktik atau tes kinerja.
38

3. Teknik observasi atau pengamatan dilakukan selama pembelajaran


berlangsung dan/atau di luar kegiatan pembelajaran.
4. Teknik penugasan baik perseorangan maupun kelompok dapat
berbentuk tugas rumah dan/atau proyek.
5. Instrumen penilaian hasil belajar yang digunakan pendidik memenuhi
persyaratan (a) substansi, adalah merepresentasikan kompetensi yang dinilai,
(b) konstruksi, adalah memenuhi persyaratan teknis sesuai dengan bentuk
instrumen yang digunakan, dan (c) bahasa, adalah menggunakan bahasa
yang baik dan benar serta komunikatif sesuai dengan taraf perkembangan
peserta didik.
6. Instrumen penilaian yang digunakan oleh satuan pendidikan dalam
bentuk ujian sekolah/madrasah memenuhi persyaratan substansi, konstruksi,
dan bahasa, serta memiliki bukti validitas empirik.
Instrumen penilaian yang digunakan oleh pemerintah dalam bentuk UN
memenuhi persyaratan substansi, konstruksi, bahasa, dan memiliki bukti validitas
empirik serta menghasilkan skor yang dapat diperbandingkan antarsekolah,
antardaerah, dan antartahun.(Depdiknas, 2009: 31) 29
a. Persiapan Kegiatan Penilaian Hasil Belajar oleh Pendidik
Dari 9 macam kegiatan penilaian hasil belajar oleh pendidik maka yang
termasuk kegiatan persiapan ada 3 macam yaitu:
menginformasikan silabus mata pelajaran yang di dalamnya memuat rancangan
dan kriteria penilaian pada awal semester (E.1),
mengembangkan indicator pencapaian KD dan memilih teknik penilaian yang
sesuai pada saat menyusun silabus mata pelajaran (E.2),
mengembangkan instrument dan pedoman penilaian sesuai dengan bentuk dan
teknik penilaian yang dipilih (E.3). Agar dapat melaksanakan ketiga kegiatan
itu dengan baik berikut ini penjelasan teknis dan saran kegiatan yang perlu
dilakukan.

29 Departemen Pendidikan Nasional, 2009, Panduan Implementasi Standar Penilaian Pada KTSP
di Sekolah, Jakarta, Depdiknas. Hal.31.
39

b. Membuat rancangan dan kriteria penilaian dan diinformasikan pada


awal semester (E.1)
Informasi tentang rancangan dan kriteria penilaian antara lain dapat berupa
informasi tentang:
rencana bentuk penilaian yang akan dilakukan dalam satu semester, misalnya
berapa kali dan kapan akan dilaksanakan penugasan dan UH, kapan
dilaksanakan UTS/UAS/UKK dan bagaimana garis besar bahannya,
kriteria penilaian pada UH, kriteria penilaian hasil belajar dengan dan tanpa
remedial, kriteria penilaian pada UTS/UAS/UKK,
ketentuan kriteria nilai pada rapor.
c. Mengembangkan indikator sesuai kondisi siswa dan sekolah
masing-masing (E.2)
Indikator yang dikembangkan adalah indikator pencapaian kompetensi.
Indikator dikembangkan pada setiap kompetensi dasar (KD) dengan
memperhatikan karakteristik dan potensi yang ada padadiri umumnya siswa.Di
setiap KD harus dikembangkan indicator kunci, yaitu indikator yang rumusan
tuntutan kemampuannya setaradengan tuntutan kemampuan pada KD. Selanjutnya
perlu dipertimbangkan untuk dikembangkan indikator pendukung yaitu:
(a)indikator jembatan yang sifatnya untuk menjembatani penguasaan kemampuan
berkait indikator kunci dan (b) indikator tambahan yang sifatnya sebagai
pengayaan.
d. Mengembangkan instrumen dan pedoman penilaian sesuai dengan
bentuk dan teknik penilaian yang dipilih (E.3)
Setelah mengembangkan indikator, selanjutnya dibuatkan instrument
penilaiannya sekaligus pedoman penilaiannya. Menurut bagian C.5,instrumen
penilaian hasil belajar yang digunakan pendidik memenuhi persyaratan (a)
substansi, adalah merepresentasikan kompetensi yang dinilai, (b) konstruksi,
adalah memenuhi persyaratan teknis sesuai dengan bentuk instrumen yang
digunakan, dan (c) bahasa, adalah menggunakan bahasa yang baik dan benar serta
komunikatif sesuai dengan taraf perkembangan peserta didik.
Guru sebagai pendidik profesional mempunyai tugas utama mendidik,
mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi
40

peserta didik pada pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan
dasar, dan pendidikan menengah. Selain tugas utamanya tersebut, guru juga
dimungkinkan memiliki tugastugas lain yang relevan dengan fungsi
sekolah/madrasah.
Oleh karena itu, dalam penilaian kinerja guru beberapa subunsur yang perlu
dinilai adalahPenilaian kinerja yang terkait dengan pelaksanaan proses
pembelajaran bagi gurumata pelajaran atau guru kelas, meliputi kegiatan
merencanakan danmelaksanakan pembelajaran, mengevaluasi dan menilai,
menganalisis hasilpenilaian, dan melaksanakan tindak lanjut hasil penilaian dalam
menerapkan 4(empat) domain kompetensi yang harus dimiliki oleh guru sesuai
dengan PeraturanMenteri Pendidikan Nasional Nomor 16 Tahun 2007 tentang
Standar KualifikasiAkademik dan Kompetensi Guru. Pengelolaan pembelajaran
tersebutmensyaratkan guru menguasai 24 (dua puluh empat) kompetensi
yangdikelompokkan ke dalam kompetensi pedagogik, kepribadian, sosial,
danprofesional.Untuk mempermudah penilaian dalam PK GURU, 24 (dua
puluhempat) kompetensi tersebut dirangkum menjadi 14 (empat belas)
kompetensisebagaimana dipublikasikan oleh Badan Standar Nasional Pendidikan
(BSNP).
Menurut BSNP, standar penilaian oleh pendidik mencakup standar umum,
standar perencanaan, standar pelaksanaan, standar pengolahan dan pelaporan hasil
penilaian serta standar pemanfaatan hasil penilaian.
1. Standar Umum Penilaian
Standar umum penilaian adalah aturan main dari aspek-aspaek umum dalam
pelaksanaan penilaian.Untuk melakukan penilaian, pendidik harus selalu mengacu
pada standar umum penilaian. BSNP menjabarkan standar umum penilaian ini
dalam prinsip-prinsip sebagai berikut:
a. Pemilihan teknik penilaian disesuaikan dengan karakteristik mata pelajarn serta
jenis informasi yang ingin diperoleh dari peserta didik.
b. Informasi yang dihimpun mencakup ranah-ranah yang sesuai dengan standar
isi dan standar kompetensi lulusan.
c. Informasi mengenai perkembangan perilaku peserta didik dilakukan secar
berkala pada kelompok mata pelajaran masing-masing.
41

d. Pendidik harus selalu mencatat perilaku peserta didik yang menonjol, baik
yang bersifat positif maupun negatif dalam buku catatan perilaku.
e. Melakukan sekurang-kurangnya tiga kali ulangan harian menjelang ulangan
tengah semester.
f. Pendidik harus menggunakan teknik penilaian yang bervariasi sesuai dengan
kebutuhan.
g. Pendidik harus selalu memeriksa dan memberi balikan kepada peserta didik
atas hasil kerjanya sebelum memberikan tugas lanjutan.
h. Pendidik harus memiliki catatan kumulatif tentang hasil penilaian untuk setiap
pesrta didik yang berada di bawah tanggung jawabnya.
i. Pendidik melakukan ulangan tengah dan akhir semester untuk menilai
penguasaan kompetensi sesuai dengan tuntutan dalam standar kompetensi (SK)
dan standar kelulusan (SL).
j. Pendidik yang diberi tugas menangani pengembangan diri harus melaporkan
kegiatan peserta didik kepada wali kelas untuk dicantumkan jenis kegiatan
pengembangan diri pada buku laporan pendidikan.
k. Pendidik menjaga kerahasian pribadi peserta didik dan tidak disampaikan
kepada pihak lain tanpa seizin yang bersangkutan maupun orang tua/wali
murid.
2. Standar Perencanaan Penilaian
Standar perencanaan penilaian oleh pendidik mrupakan prinsip-prinsip yang harus
dipedomani bagi pendidik dalam melakukan perencanaan penilaian. BSNP
menjabarakannya menjadi tujuh prinsip sebagai berikut:
a. Pendidik harus membuat rencana penilaian secara terpadu dengan silabus dan
rencana pembelajarannya.
b. Pendidikan harus mengembangkan kriteria pencapaian kompetensi dasar (KD)
sebagai dasar untuk penilaian.
c. Pendidik menentukan teknik penialan dan instrumen penilaiannya sesuai
dengan indikator pencapaian KD.
d. Pendidik harus meninformasikan seawal mungkin kepada peserta didik tentang
aspek-aspek yang dinilai dan kriteria pencapaiannya.
42

e. Pendidik menuangkan seluruh komponen penilaian ke dalam kisi-kisi


penilaian.
f. Pendidik membuata instrumen berdasarkan kisi-kisi yang telah dibuat dan
dilengkapi dengan pedoman penskoran sesuai teknik penilaian yang digunakan.
g. Pendidik yang digunakan acuan kriteria dalam menentukan nialai peserta didik.
3. Standar Pelaksanaan Penilaian
Dalam pedoman umum penilaian yang disusun oleh BSNP, standar
pelaksanaan penilaian oleh pendidik meliputi:
a. Pendidik melakukan kegiatan penilaian sesuai dengan rencana penilaian yang
telah disusun di awal kegiatan pembelajaran.
b. Pendidik menganalisis kualiatas instrumen dengan mengacu pada persyaratan
instrumen serta menggunakan acuan kriteria.
c. Pendidik menjamin pelaksanaan ualangan dan ujian yang bebas dari
kemungkinan terjadinya tindak kecurangan.
d. Pendidik memeriksa pekerjaan peserta didik dan memberiakan umpan balik
dan komentar yang bersiafat mendidik.
4. Standar Pengolahan dan Pelaporan hasil Penilaian.
Dalam pedoman umum penilaian yang disusun oleh BSNP, standar pengolahan
dan pelaporan hasil penilaian oleh pendidik meliputi:
a. Pemberian skor untuk setiap komponen yang dinilai.
b. Penggabungan skor yang diperoleh dari berbagai teknik dengan bobot tertentu
sesuai dengan aturan yang telah ditetapkan.
c. Penentuan satu nilai dalam bentuk angka untuk setiap mata pelajaran, serta
menyampaikan kepada wali kelas untuk ditulis dalam buku laporan pendidikan
masing-masing peserta didik.
d. Pendidik menulis deskripsi naratif tentang akhlak mulia, kepribadian, dan
potensi pesrta didik yang disampaikan kapada wali kelas.
e. Pendidik bersama wali kelas menyampaikan hasil penilaiannya dalam rapat
deawan guru untuk menentukan kenaikan kelas.
f. Pendidik bersama wali kelas menyampaikan hasil penilaian kepada rapat
dewan guru untuk menentukan kelulusan peserta didik pada akhir satuan
pendidikan dengan mengacu pada persyaratan kelulusan satuan pendidikan.
43

g. Pendidik bersama wali kelas menyampaikan hasil penilaiannya kepada orang


tua/wali peserta didik.
5. Standar Pemanfaatan Hasil Pembelajaran
Sesuai dengan pedoman umum penilaian yang dikeluarkan oleh BSNP, ada
lima standar pemanfaatan hasil penilaian, yaitu:
a. Pendidik mengklasifikasikan peserta didik berdasar tingkat ketuntasan
pencapaian standar kompetensi (SK) dan kompetensi dasar (KD).
b. Pendidik menyampai balikan kepada peserta didik tentang tingkat pencapaian
hasil belajar pada setiap KD disertai dengan rekomendasi tindak lanjut yang
harus dilakukan.
c. Bagi peserta didik yang belum mencapai standar ketuntasan, pendidik harus
melakukan pembelajaran remedial agar setiap peserta didik dapat mencapai
standar ketuntasan yang dipersyaratkan.
d. Kepada peserta didik yang telah mencapai standar ketuntasan yang
dipersyaratkan dan dianggap memiliki keunggulan, pendidik dapat
memberikan layanan pengayaan.
e. Pendidik menggunakan hasil penilaian untuk mengevaluasi efektivitas kegiatan
pembelajaran dan merencanakan berbagai upaya tindak lanjut.
Selanjutnya, mengenai tujuan penilaian hasil belajar oleh pendidik telah
disinggung dalam PP.19/2005 pasal 64 yang menyatakan bahwa penilaian hasil
belajar oleh pendidik diarahakan untuk memantau proses, kemajuan, dan
perbaikan hasil pembelajaran. Secara terperinci dapat dijelaskan sebagai berikut :
a. Menilai pencapaian kmpetensi peserta didik
b. Sebagai bahan penyusunan laporan hasil belajar.
c. Memperbaiki proses pembelajaran.
d. Membantu meningkatkan kompetensi pendidik dalam mengajar dan membantu
peserta didik mencapai perkembangan optimal dalam proses dan hasil
pembelajaran.
e. Penilaian berbasis kelas merupakan salah satu pilar dalam kurikulum berbasis
kompetensi
Penilaian pendidikan adalah proses pengumpulan dan pengolahan informasi
untuk menentukan pencapaian hasil belajar peserta didik. Penilaian hasil belajar
44

peserta didik dilaksanakan berdasarkan standar penilaian pendidikan yang berlaku


secara nasional. Standar penilaian pendidikan adalah standar nasional pendidikan
yang berkaitan dengan mekanisme, prosedur, dan instrumen penilaian hasil
belajar peserta didik.
Penilaian dapat berupa ulangan dan ujian. Pada Peraturan Menteri Pendidikan
Nasional Republik Indonesia penilaian hasil belajar peserta didik pada jenjang
pendidikan dasar dan menengah didasarkan pada prinsip-prinsip sebagai berikut:
1. Sahih, berarti penilaian didasarkan pada data yang mencerminkan kemampuan
yangdiukur.
2. Objektif, berarti penilaian didasarkan pada prosedur dan kriteria yang jelas dan
tidak dipengaruhi subjektivitas penilai.
3. Adil, berarti penilaian tidak menguntungkan atau merugikan peserta didik
karena berkebutuhan khusus serta perbedaan latar belakang agama, suku,
budaya, adat istiadat, statussosial ekonomi, dan gender.
4. Terpadu, berarti penilaian oleh pendidik merupakan salah satu komponen yang
tidak terpisahkan dari kegiatan pembelajaran.
5. Terbuka, berarti prosedur penilaian, kriteria penilaian, dan dasar pengambilan
keputusandapat diketahui oleh pihak yang berkepentingan.
6. Menyeluruh dan berkesinambungan, berarti penilaian oleh pendidik mencakup
semua aspek kompetensi dengan menggunakan berbagai teknik penilaian yang
sesuai. Hal inidilakukan untuk memantau perkembangan kemampuan peserta
didik.
7. Sistematis, berarti penilaian dilakukan secara berencana dan bertahap dengan
mengikutilangkah-langkah baku.
8. Beracuan kriteria, berarti penilaian didasarkan pada ukuran pencapaian
kompetensi yangditetapkan.
9. Akuntabel, berarti penilaian dapat dipertanggungjawabkan, baik dari segi
teknik, prosedur,maupun hasilnya.A. PengertianPenilaian pendidikan adalah
proses pengumpulan dan pengolahan informasi untuk menentukan pencapaian
hasil belajar peserta didik.
Standar Penilaian Pendidikan menurut Permendikbud UU No 19 Tahun 2005
Pasal 63 ayat 1 adalah :
45

Penilaian pendidikan pada jenjang pendidikan dasar dan menengah terdiri atas :
a. Penilaian hasil belajar oleh pendidik
b. Penilaian hasil belajar oleh satuan pendidikan
c. Penilaian hasil belajar oleh Pemerintah
Permendikbud UU No 19 Tahun 2005 pasal 64 tentang penilaian hasil belajar
oleh pendidik :
1. Penilaian hasil belajar oleh pendidik sebagaimana dimaksud dalam pasal 63
ayat 1 butir a dilakukan secara berkesinambungan untuk memantau proses,
kemajuan, dan perbaikan hasil dalam bentuk ulangan harian, ulangan tengah
semester, ulangan akhir semester, dan ulangan kenaikan kelas.
2. Penilaian sebagaimana dimaksud pada ayat 1 digunakan untuk :
a. Menilai pencapaian kompetensi peserta didik
b. Bahan penyusunan laporan kemajuan hasil belajar
c. Memperbaiki proses pembelajaran
3. Penilaian hasil belajar kelompok mata pelajaran agama dan akhlak mulia serta
kelompok mata pelajaran kewarganegaraan dan kepribadian dilakukan melalui
:
a. Pengamatan terhadap perubahan perilaku dan sikap untuk melalui
perkembangan afeksi dan kepribadian peserta didik
b. Ujian, ulangan, dan/atau penugasan untuk mengukur aspek kognitif peserta
didik.
4. Penilaian hasil belajar kelompok mata pelajaran ilmu pengetahuan dan
teknologi diukur melalui ulangan, penugasan, dan/atau bentuk lain yang sesuai
dengan karakterisik materi yang dinilai
5. Penilaian hasil belajar kelompok mata pelajaran estetika dilakukan melalui
pengamatan terhadap perubahan perilaku dan sikap untuk menilai
perkembangan afeksi dan ekspresi psikomotorik peserta didik
6. Penilaian hasil belajar kelompok mata pelajaran jasmani, olah raga, dan
kesehatan dilakukan melalui :
a. Pengamatan terhadap perubahan perilaku dan sikap untuk menilai
perkembangan psikomotorik dan afeksi peserta didik
b. Ulangan, dan/atau penugasan untuk mengukur aspek kognitif peserta didik.
46

7. Untuk jenjang pendidikan dasar dan menengah BSNP menerbitkan panduan


penilaian untuk :
a. Kelompok mata pelajaran agama dan akhlak mulia
b. Kelompok mata pelajaran kewarganegaraan dan kepribadian
c. Kelompok mata pelajaran ilmu pengetahuan dan teknologi
d. Kelompok mata pelajaran estetika
e. Kelompok mata pelajaran jasmani, olah raga, dan kesehatan.

2.6 Standar Penilaian oleh Satuan Pendidikan


Penilaian hasil belajar oleh satuan pendidikan sebagaimana dimaksud dalam
pasal 63 PP No.19, Tahun 2005, bertujuan menilai pencapaian standar kompetensi
kelulusan untuk semua mata pelajaran yang merupakan penilaian akhir untuk
menentukun kelulusan pesrta didik dari satuan pendidikan.Dengan
mempertimbangkan hasil penilaian peserta didik oleh pendidik.
Penilaian hasil belajar oleh satuan pendidikan merupakan penilaian akhir
yang dilakukan oleh satuan pendidikan untuk menentukan kelulusan peserta didik,
dengan mempertimbangkan hasil penilaian peserta didik oleh pendidik.Penilaian
tersebut bertujuan untuk menilai pencapaian standar kompetensi lulusan untuk
semua mata pelajaran, yang dilakukan melalui Ujian Sekolah (US). Peserta didik
yang mengikuti Ujian Sekolah harus mendapatkan nilai sama atau lebih besar
dari nilai batas ambang kompetensi yang dirumuskan oleh BSNP (Anonim, 2012,
https://anomsblg.wordpress.com/profesi-kependidikan/standar-penilaian-
pendidikan/.)30
Menurut BSNP ada dua standar pokok yang harus di perhatikan dalam
penilaian hasil belajar oleh satuan pendidikan,yaitu :
1. Standar penentuan kenaikan kelas. Standar ini terdiri atas tiga hal pokok,
yaitu:
a. Pada akhir tahun pelajaran, satuan pndidikan menyelenggarakan
ulangan kenaikan kelas.

30 Anonim, 2012, https://anomsblg.wordpress.com/profesi-kependidikan/standar-penilaian-


pendidikan/ (Diakses pada 10 November 2018).
47

b. Satuan pendidikan menetapkan Standar Ketuntasan Belajar Minimal


(SKBM) pada setiap mata pelajaran. SKBM tersebut harus
ditingkatkan secara berencana dan berkala.
c. Satuan pendidikan menyelenggarakan rapat Dewan pendidikan untuk
menentukan kenaikan kelas setiap pesrta didik.
2. Standar penentuan kelulusan
a. Pada akhir jenjang pendidikan, satuan pendidikan menyelenggarakan
ujian sekolah pada kelompok mata pelajaran IPTEKS.
b. Satuan pendidikan menyelenggarakan rapat dewan pendidikan untuk
menentukan nilai akhir peserta didik pada:
1) Kelompok mata pelajaran agama dan akhlak mulia;
2) Kelompok mata pelajaran kewarganegaraan dan kepribadian;
3) Kelompok mata pelajaran estetika, dan
4) Kelompok mata pelajaran jasmani, olahraga dan kesehatan untuk
menentukan kelulusan.
c. Satuan pendidikan menentukan kelulusan peserta didik berdasarkan
kriteria kelulusan yang telah ditetapkan dalam Peraturan Pemerintah
No. 19/2005 pasal 72 ayat (1) yang menyatkan bahwa peserta didik
dinyatakan lulus dari satuan pendidikan pada pendidikan dasar dan
menengah setelah:
1) Menyelesaikan seluruh program pembelajaran;
2) Memperoleh nilai minimal baik pada penilaian akhir untuk seluruh
mata pelajaran kelompok mata pelajaran agama dan akhlak mulia,
kelompok mata pelajaran kewarganegaraan dan kepribadian,
kelompok mata pelajaran estetika, dan kelompok mata pelajaran
jasmani, olahraga, dan kesehatan
3) Lulus ujian sekolah/madarasah untuk kelompok mata pelajaran
ilmu pengetahuan dan teknologi;
4) Lulus ujian nasional
Dalam hal penilaian hasil belajar oleh satuan pendidikan, BSNP
mengemukakan ada dua sistem yang dapat dilakukan oleh sekolah untuk
mempromosikan peserta didiknya ke tingkat pendidikan yang lebih tinggi, yaitu:
48

1. Sistem kredit atau beban belajar, yaitu sistem yang tidak mengenal kelas.
Dalam hal ini peserta didik dapat menyelesaikan program belajarnya
sesuai dengan kemampuan individual.Melalui system ini setiap peserta
didik dapat menyelesaikan dan memilih program belajarnya dengan
kecepatan masing-masing. Hal ini berdasarkan bahwa ada peserta didik
yang dapat menyelesaikan beban belajar lebih cepat karena memiliki
kemampuan dan kemauan yang tinggi, tetapi ada juga peserta didik yang
belajar lebih lambat sehingga membutuhkan waktu lebih lama.
2. Sistem kenaikan kelas (grade) adalah sistem yang program belajar peserta
didiknya terstruktur dalam paket-paket kelas.Dalam system ini ada dua
tradisi kenaikan kelas yang dikembangkan, yaitu kenaikan kelas secara
otomatis dan system kenaikan kelas. Di Indonesia pada umumnya masih
menggunakan system kenaikan kelas dengan kriteria tertentu. System
kenaikan kelas dengan kriteria tertentu ini dapat dibedakan antara peserta
didik yang sudah menguasai kompetensi minimal yang dipersyaratkan
dengan peserta didik yang belum menguasai kompetensi minimal sehingga
harus tinggal kelas. Untuk itu, bagi peserta didik yang belum menguasai
kompetensi minimal dapat diberikan tindakan atau treatment melalui tiga
pendekatan. Pertama, mengulang kelas dan belajar bersama-sama dengan
teman-teman yang baru naik kelas dari kelas dibawahnya. Kedua, bisa
naik kelas, tetapi harus mengulang mata pelajaran yang belum dikuasai.
Ketiga mengikuti pembelajaran remedial pada beberapa mata pelajaran
sebelum peserta didik dinyatakan naik kelas.
Penilaian yang baik harus didukung dengan prinsip-prinsip penilaian
agar terdapat aturan yang jelas untuk mengembangkan penilaian. Pada
umumnya penilaian memiliki prinsip sebagai berikut:
1. Keeping track, yaitu harus mampu menelusuri dan melacak kemajuan
siswa sesuai dengan rencana pembelajaran yang telah ditetapkan.
2. Checking up yaitu harus mampu mengecek ketercapaian kemampuan
peserta didik dalam proses pembelajaran.
49

3. Finding out, yaitu penilaian harus mampu mencari dan menemukan


serta mendeteksi kesalahan – kesalahan yang menyebabkan terjadi
kelemahan dalam proses pembelajaran.
4. Summing up, yaitu penilaian harus mampu menyimpulkan apakah
peserta didik telah mencapai kompetensi yang ditetapkan atau belum
(Anonim, 2016, http://myblogsmunafauziah.blogspot.com/2016/04/makala
h-penilaian-pendidikan.html).31
Bagi peserta didik yang belum menguasai kompetensi minimal dapat
diberikan tindakan atau treatment melalui tiga pendekatan.Pertama, mengulang
kelas dan belajar bersama-sama dengan teman-teman yang baru naik kelas dari
kelas di bawahnya.Kedua, bisa naik kelas, tetapi harus mengulang mata pelajaran
yang belum dikuasai.Ketiga, mengikuti pembelajaran remedial pada beberapa
mata pelajaran sebelum peserta didik dinyatakan naik kelas.
Dalam panduan penilaian BSNP, dijelaskan bahwa secara teoritik sistem
kenaiakan kelas semacam ini dapat dilakukan dengan beberapa pendekatan, yaitu:
1. Menggunakan kriteria untuk dapat membedakan antara peserta didik yang
sudah dapat mencapai standar kemampuan minimal dengan peserta didik
yang belum mencapai standar kemampuan minimal.
2. Menerapkan prinsip kenaiakan kelas secara otomatis pada setiap akhir
tahun pelajaran dengan predikat-predikat tertentu.
Menggunakan bentuk perpaduan dari dua pendekatan tersebut, artinya peserta
didik pada prinsipnya bisa naik kelas secara otomatis pada setiap akhir tahun
pelajaran, tetapi harus mengulang atau memperbaiki sejumlah mata pelajaran
yang dianggap belum memenuhi standar kemampuan miniamal.
Prinsip penilaian pendidikan di Indonesia dijelaskan dalam Peraturan Menteri
Pendidikan Nasional Nomor 20 Tahun 2007 tentang standar penilaian
pendidikan. Prinsip tersebut dijelaskan sebagai berikut:
 Sahih, berarti penilaian didasarkan pada data yang mencerminkan
kemampuan yang diukur. Oleh karena itu, instrumen yang digunakan

31 Anonim, 2016, http://myblogsmunafauziah.blogspot.com/2016/04/makalah-penilaian-


pendidikan.html (Diakses pada 10 November 2018).
50

perlu disusun melalui prosedur sebagaimana dijelaskan dalam panduan


agar memiliki bukti kesahihan dan keandalan.
 Objektif, berarti penilaian didasarkan pada prosedur dan kriteria yang
jelas tanpa dipengaruhi oleh subjektivitas penilai. Oleh karena itu, dalam
rangka meningkatkan objektivitas penilaian, pendidik menggunakan
rubrik atau pedoman dalam memberikan penilaian terhadap jawaban
peserta didik atas butir soal uraian dan tes praktik atau kinerja.
 Adil, berarti penilaian tidak menguntungkan atau merugikan peserta didik
karena berkebutuhan khusus serta perbedaan latar belakang agama, suku,
budaya, adat istiadat, status sosial ekonomi, dan gender. Faktor-faktor
tersebut tidak relevan di dalam penilaian sehingga perlu dihindari agar
tidak berpengaruh terhadap hasil penilaian.
 4.Terpadu, berarti penilaian oleh pendidik merupakan salah satu
komponen kegiatan pembelajaran. Dalam hal ini hasil penilaian benar-
benar dijadikan dasar untuk memperbaiki proses pembelajaran yang
diselenggarakan oleh peserta didik. Jika hasil penilaian menunjukkan
banyak peserta didik yang gagal, sementara instrumen yang digunakan
sudah memenuhi persyaratan secara kualitatif, berarti proses
pembelajaran kurang baik. Dalam hal demikian, pendidik harus
memperbaiki rencana dan pelaksanaan pembelajarannya.
 Terbuka, berarti prosedur penilaian, kriteria penilaian, dan dasar
pengambilan keputusan dapat diketahui oleh pihak yang berkepentingan.
Oleh karena itu, pendidik menginformasikan prosedur dan kriteria
penilaian kepada peserta didik. Selain itu, pihak yang berkepentingan
dapat mengakses prosedur dan kriteria penilaian serta dasar penilaian
yang digunakan.
 Menyeluruh dan berkesinambungan, berarti penilaian mencakup semua
aspek kompetensi dengan menggunakan berbagai teknik penilaian yang
sesuai, untuk memantau perkembangan kemampuan peserta didik. Oleh
karena itu, penilaian bukan semata-mata untuk menilai prestasi peserta
didik melainkan harus mencakup semua aspek hasil belajar untuk tujuan
pembimbingan dan pembinaan.
51

 Sistematis, berarti penilaian dilakukan secara berencana dan bertahap


dengan mengikuti langkah-langkah baku. Oleh karena itu, penilaian
dirancang dan dilakukan dengan mengikuti prosedur dan prinsip-prinsip
yang ditetapkan. Dalam penilaian kelas, misalnya, guru mata pelajaran
matematika menyiapkan rencana penilaian bersamaan dengan menyusun
silabus dan RPP.
 Beracuan kriteria, berarti penilaian didasarkan pada ukuran pencapaian
kompetensi yang ditetapkan. Oleh karena itu, instrumen penilaian disusun
dengan merujuk pada kompetensi (KI L, KI, dan KD). Selain itu,
pengambilan keputusan didasarkan pada kriteria pencapaian yang telah
ditetapkan.
 Akuntabel, berarti penilaian dapat dipertanggungjawabkan, baik dari segi
teknik, prosedur, maupun hasilnya. Oleh karena itu, penilaian dilakukan
dengan mengikuti prinsip-prinsip keilmuan dalam penilaian dan
keputusan yang diambil memiliki dasar yang objektif (Anonim, 2015,
http://www.eurekapendidikan.com/2015/10/prinsip-prinsip-penilaian-
pendidikan.html.) 32
Untuk meminimalkan sistem kenaikan kelas ini, maka dikeluarakanlah
Peratuaran Pemerintah No. 22 dan 23 Tahun 2006 tentang standar isi dan standar
kompetensi lulusan yang merupakan landasan strategis dalam mengendalikan
penjaminan mutu pendidikan secara nasional.
Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan:
1. Standar Penilaian Pendidikan adalah kriteria mengenai lingkup, tujuan,
manfaat, prinsip, mekanisme, prosedur, dan instrumen penilaian hasil belajar
peserta didik yang digunakan sebagai dasar dalam penilaian hasil belajar
peserta didik pada pendidikan dasar dan pendidikan menengah.
2. Penilaian adalah proses pengumpulan dan pengolahan informasi untuk
mengukur pencapaian hasil belajar peserta didik.
3. Pembelajaran adalah proses interaksi antar peserta didik, antara peserta didik
dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar.

32 Anonim, 2015, http://www.eurekapendidikan.com/2015/10/prinsip-prinsip-penilaian-


pendidikan.html (Diakses pada 10 November 2018).
52

4. Ulangan adalah proses yang dilakukan untuk mengukur pencapaian


Kompetensi Peserta Didik secara berkelanjutan dalam proses Pembelajaran
untuk memantau kemajuan dan perbaikan hasil belajar Peserta Didik.
5. Ujian sekolah/madrasah adalah kegiatan yang dilakukan untuk mengukur
pencapaian kompetensi peserta didik sebagai pengakuan prestasi belajar
dan/atau penyelesaian dari suatu satuan pendidikan.
6. Kriteria Ketuntasan Minimal yang selanjutnya disebut KKM adalah kriteria
ketuntasan belajar yang ditentukan oleh satuan pendidikan yang mengacu
pada standar kompetensi kelulusan, dengan mempertimbangkan karakteristik
peserta didik, karakteristik mata pelajaran, dan kondisi satuan
pendidikan.(Anonim,2009,https://bsnp-indonesia.org/wp-content/uploads/2009
/09/Permendikbud_Tahun2016_Nomor023.pdf).33

2.7 Teknik Penilaian Menurut BSNP


Untuk mengatur pelaksanaan Standar Penilaian Pendidikan, BSNP menyusun
panduan penilaian yang terdiri atas:
1. Naskah Akademik; berisi berbagai kajian teoritis dan hasi-hasil penelitian
yang relevan dengan penilaian, baik yang dilakukan oleh pendidik, satuan
pendidikan ataupun pemerintah.
2. Panduan Umum;panduan umum berisi pedoman,panduan penilaian yang
bersifat umumyang berupa rambu-rambu penilaian yang harus dilakukan
oleh guru pada semua mata pelajara, panduan ini juga berlaku untuk
semua kelompok mata pelajaran.
3. Panduan khusus; terdiri dari 5 seri, sesuai dengan kelompok mata
pelajaran; disusun untuk memberikan rambu-rambu penilaian yang
seharusnya dilakukan oleh guru pada kelompok mata pelajaran tertentu,
sehingga terdiri dari 5 seri panduan khusus yang terdiri dari:
a. Panduan penilaian kelompok mata pelajaranagama dan akhlak mulia;
b. Panduan penilian kelompok mata pelajaran kewarganegaraan dan
kepribadian;

33 Anonim,2009,https://bsnp-indonesia.org/wp-
content/uploads/2009/09/Permendikbud_Tahun2016_Nomor023.pdf (Diakses pada 10
November 2018).
53

c. Panduan penilaian kelompok mata pelajaran ilmu pengetahuan dan


teknologi;
d. Panduan penilaian kelompok mata pelajaran estetika;
e. Panduan penilaian kelompok mata pelajaran jasmani, olah raga, dan
kesehatan.
Menurut BSNP penilaian adalah prosedur yang digunakan untuk mendapatkan
informasi tentang prestasi belajar atau kinerja peserta didik, hasil penilaian
digunakan untuk pengambilan evaluasi atau pengambilan keputusan terhadap
ketuntasa belajar siswa dan efektivitas proses pembelajaran. Informasi tentang
prestasi dan kinerja siswa tersebut merupakan proses pengolahan data yang
diperoleh melalui kegiatan assessment baik dengan pengukuran maupun non
pengukuran.
Dapat dikatakan bahwa proses pengukuran dan non pengukuran untuk
memperoleh data kerakteristik peserta didik dengan aturan tertentu ini disebut
assesmant. Hasil pengukuran akan selalu berupa angka-angka atau data numeric,
sedang hasil non pengukuran akan berupa data kualitatif. Informasi tersebut dapat
digunakan oleh pendidik untuk berbagai keperluan pembelajaran diantaranya
adalah: (1) Menilai kompetensi peserta didik; (2) bahan penyusunan laporan hasil
belajar; (3) Landasan memperbaiki proses pembelajaran.
Teknik observasi atau pengamatan dilakukan selama pembelajaran
berlangsung dan/atau di luar kegiatan pembelajaran.Teknik penugasan baik
perseorangan maupun kelompok dapat berbentuk tugas rumah dan/atau
proyek.Penilaian antar teman ini dilakukan dengan meminta siswa
mengemukakan kelebihan dan kekurangan teman dalam berbagai hal. Penilaian
ini dapat pula berupa sosiometri untuk mendapat informasi anak-anak yang
favorit dan anak-anak yang terisolasi dalam kelompoknya.Penilaian diri
merupakan teknik penilaian yang digunakan agar peserta didik dapat
mengemukakan kelebihan dan kekurangan diri dalam berbagai
hal(Anonim,2014,http://nisabumkhairun.blogspot.com/2014/03/standar-penilaian
-bsnp.html ).34

34 Anonim,2014,http://nisabumkhairun.blogspot.com/2014/03/standar-penilaian-bsnp.html
(Diakses pada 10 November 2018).
54

1. Prinsip Penilaian menurut BSNP


Pelaksanaan penilaian hasil belajar peserta didik didasarkan pada data
sahih yang diperoleh melalui prosedur dan instrument yang memenuhi
persyaratan dengan mendasarkan diri pada dasar-dasar sebagai berikut:
a. Mendidik, artinya proses penilaian hasil belajar harus mampu
memberikan sumbangan positif pada peningkatan pencapaian hasil
belajar peserta didik, dimana hasil penilaian harus dapat memberikan
umpan balik dan motivasi kepada peserta didik untuk lebih giat
belajar.
b. Terbuka atau Transparan, artinya adalah bahwa prosedur penilaian,
criteria penilaian ataupun dasar pengambilan keputusan harus
disampaikan secara transparan dan diketahui oleh pihak-pihak terkait
secara subyektif.
c. Menyeluruh, artinya penilaian hasil belajar yang dilakukuan harus
meliputi berbagai aspek kopetensiyang akan dinilai yang terdiri dari
ranah kognitif, afektif, psikmotorik maupun sikap.
d. Terpadu dengan pembelajaran, artinya dalam melakukan penilaian
kegiatan penbelajaran harus mempertimbangkan kognitif, afektif, dan
psikomotor, sehingga penilaian tidak hanya dilakukan setelah siswa
melakukan pokok bahasan tertentu, tetapi juga dalam proses
pembelajaran.
e. Obtektif, artinya proses penilaian yang dilakukan harus
meminimalkan pengaruh-pengaruh atau pertimbangan subyektif dari
penilaian .
f. Sistematis, yaitu penilaian harus dilakukan secara terencana dan
bertahap serta berkelanjutan untuk dapat memperoleh gambaran
tentang perkembangan belajar siswa.
g. Berkesinambungan, yaitu evaluasi yang harus dilakukan secara terus
menerus sepanjang rentan waktu pembelajaran.
h. Adil, mengandung pebgertian bahwa dalam proses penilaian tidak ada
siswa yang diuntungkan atau dirugikan berdasarkan latar belakang
social, agama, budaya , bahasa, suku bangsa, warna kulit, dan gender.
55

Prinsip penilaian menurut Kurikulum 2013 adalah :


1. Sahih, penilaian yang dilakukan haruslah sahih, maksudnya penilaian
didasarkan pada data yang memang mencerminkan kemampuan yang ingin
diukur.
2. Objektif, Penilaian yang objektif adalah penilaian yang didasarkan pada
prosedur dan kriteria yang jelas dan tidak boleh dipengaruhi oleh subjektivitas
penilai (guru)
3. Adil, Penilaian yang adil maksudnya adalah suatu penilaian yang tidak
menguntungkan atau merugikan siswa hanya karena mereka (bisa jadi)
berkebutuhan khusus serta memiliki perbedaan latar belakang agama, suku,
budaya, adat istiadat, status sosial ekonomi, dan gender.
4. Terpadu, Penilaian dikatakan memenuhi prinsip terpadu apabila guru yang
merupakan salah satu komponen tidak terpisahkan dari kegiatan pembelajaran.
5. Terbuka, Penilaian harus memenuhi prinsip keterbukaan di mana kriteria
penilaian, dan dasar pengambilan keputusan yang digunakan dapat diketahui
oleh semua pihak yang berkepentingan.
6. Menyeluruh dan berkesinambungan, Penilaian harus dilakukan secara
menyeluruh dan berkesinambungan oleh guru dan mesti mencakup segala
aspek kompetensi dengan menggunakan berbagai teknik penilaian yang sesuai.
Dengan demikian akan dapat memantau perkembangan kemampuan siswa
7. Sistematis, Penilaian yang dilakukan oleh guru harus terencana dan dilakukan
secara bertahap dengan mengikuti langkah-langkah yang baku.
8. Beracuan kriteria, Penilaian dikatakan beracuan kriteria apabila penilaian yang
dilakukan didasarkan pada ukuran pencapaian kompetensi yang ditetapkan.
9. Akuntabel, Penilaian yang akuntabel adalah penilaian yang proses dan hasilnya
dapat dipertanggungjawabkan, baik dari segi teknik, prosedur, maupun
hasilnya
10.Edukatif, Penilaian disebut memenuhi prinsip edukatif apabila penilaian
tersebut dilakukan untuk kepentingan dan kemajuan pendidikan siswa
Adapun penilaian hasil belajar oleh pendidik menggunakan :
1.teknik tes,
2. observasi,
56

3. penugasan perseorangan/kelompok,
4. bentuk lain yang sesuai dengan karakteristik kompetensi dan tingkat
perkembanganpeserta didik (Anonim, 2010, http://educationforce.blogspot
.com/2010/06/standar-penilaian-pendidikan-menurut.html).35
Untuk memperoleh data tentang proses dan hasil belajar peserta didik,
pendidik dapat menggunakan berbagai teknik penilaian secara komplementer
sesuai dengan kompetensibyang dinilai. Menurut pedoman umum BSNP, teknik
penilaian yang dapat digunakan, antara lain:
a. Tes kinerja. Tes ini dapat menggunakan berbagai bentuk, seperti tes
keterampilan tertulis, tes identifikasi, tes simulasi, uji petik kerja, dan
sebagainya.
b. Demonstrasi. Teknik ini dapat dilakukan dengan cara mengumpulkan data
kuantitatif dan kualitatif sesuai dengan kompetensi yang dinilai.
c. Observasi. Teknik ini dapat dilakukan dengan cara formal dan informal.
Secara formal, observasi dilakukan dengan menggunakan instrument yang
sengaja dirancang untuk mengamati unjuk kerja dan kemajuan belajar
peserta didik. Secara informal, observasi dilakukan oleh pendidik tanpa
menggunakan instrument.
d. Penugasan. Teknik ini dapat dilakukan dengan model proyek yang berupa
sejumlah kegiatan yang dirancang, dilakukan dan diselesaikan oleh peserta
didik di luar kegiatan kelas dan harus dilaporkan baik secara tertulis
maupun lisan. Penugasan ini dapat pula berbentuk tugas rumah yang harus
diselesaikan peserta didik.
e. Portofolio. Teknik ini dilakukan dengan cara mengumpulkan dokumen
dan karya-karya peserta didik dalam karya tertentu yang diorganisasikan
untuk mengetahui minat, perkembangan belajar, dan prestasi belajar.
f. Tes tertulis. Teknik ini dapat dilakukan dengan cara uraian (essay)
maupun objektif, seperti: benar-salah, pilihan ganda, menodohkan, dan
melengkapi.
g. Tes lisan. Tenik ini menuntut jawaban isan dari peserta didik. Untuk itu,
dalam pelaksanaannya pendidik harus bertatap muka secara langsung

35 Anonim, 2010, http://educationforce.blogspot.com/2010/06/standar-penilaian-pendidikan-


menurut.html (Diakses pada 10 November 2018).
57

dengan peserta didik. Pendidik juga harus membuat daftar pertanyaan dan
pedoman penskoran.
h. Jurnal, yaitu catatan peserta didik selama berlangsungnya proses
pembelajaran. Jurnal berisi deskripsi proses pembelajaran termasuk
kekuatan dan kelemahan peserta didik terkait dengan kinerja ataupun
sikap.
i. Wawancara, yaitu cara untuk memperoleh informasi secara mendalam
yang diberikan secara lisan dan spontan tentang wawasan, pandangan atau
aspek kepribadian peserta didik.
j. Inventori, yaitu skala psikologis yang digunakan untuk mengungkap sikap,
minat,dan persepsi peserta didik terhadap objek psikologis ataupun
fenomena yang terjadi.
k. Penilaian diri, yaitu teknik penilaian yang digunakan agar peserta didik
dapatmengemukakan klebihan dan kekurangan diri dalam berbagai
hal.Penilaian antarteman.
l. Teknik ini dilakukan dengan meminta peserta didik mengemukakan
kelebihan dan kekurangan teman dalam berbagai hal.

Berbagai teknik penilaiaan tersebut dapat dilakukan secara kombinasi untuk


bias memperoleh informasi yang selengkap dan sedetail mungkin tentang proses ,
kemajuan dan hasil belajar peserta didik.
(1) Instrumen penilaian yang digunakan oleh pendidik dalam bentuk penilaian
berupa tes, pengamatan, penugasan perseorangan atau kelompok, dan bentuk
lain yang sesuai dengan karakteristik kompetensi dan tingkat perkembangan
peserta didik.
(2) Instrumen penilaian yang digunakan oleh satuan pendidikan dalam bentuk
penilaian akhir dan/atau ujian sekolah/madrasah memenuhi persyaratan
substansi, konstruksi, dan bahasa, serta memiliki bukti validitas empirik.
(3) Instrumen penilaian yang digunakan oleh pemerintah dalam bentuk UN
memenuhi persyaratan substansi, konstruksi, bahasa, dan memiliki bukti validitas
empirik serta menghasilkan skor yang dapat diperbandingkan antarsekolah,
58

antardaerah, dan antartahun (Anonim, 2016, (http://griyapgsd.blogspot.


com/2016/01/v behaviorurldefaultvmlo.html).36
Latihan
Cobalah anda melakukan refleksi ,teknik apa sajakah yang pernah anda
gunakan dalam melakukan penilaiaan di kelas ? analisis dan didiskusikan dengan
teman anda tentang hambatan-hambatan yang ada dilapangan untuk menerapkan
teknik-teknik tersebut .
Tes formatif 3
Dibawah ini dicantumkan tes formatif yang bertujuan untu mengukur
pemahaman anda mengenai uraian ,contoh, dan rangkuman yang tercantum dalam
subunit 3. Jawablah pertanyaaan berikut dengan permintaan !
1. Jelaskan manfaat evaluasi yang dilakukan oleh pendidik
2. Jelaskan manfaat evaluasi yang dilakukan oleh satuan pendidikan .
3. Jelaskan manfaat evaluasi yang dilakukan oleh pemerintah
4. Jelaskan jenis penilaian yang dapat dilakukan
Umpan balik
Cobalah menjawab pertanyaan tes formatif diatas ,setelah selesai cocokkan
dengan kunci jawabannya . diskusikan dengan teman bila jawaban belum sesuai
atau anda merasa masih ada hal-hal yang meragukan . hal ini sangat diperlukan
karena pemahaman tentang keberhasilan proses dan hasil belajar memepengaruhi
pemahaman anda terhadap konsep-konsep.
Teknik Penilaian :
1.Penilaian hasil belajar oleh pendidikmenggunakan berbagai teknik
penilaianberupa tes, observasi, penugasanperseorangan atau kelompok, dan
bentuk lainyang sesuai dengan karakteristik kompetensidan tingkat
perkembangan peserta didik.
2. Teknik tes berupa tes tertulis, tes lisan, dantes praktik atau tes kinerja.
3. Teknik observasi atau pengamatan dilakukanselama pembelajaran berlangsung
danatau diluar kegiatan pembelajaran.

36 Anonim, 2016, (http://griyapgsd.blogspot.com/2016/01/v behaviorurldefaultvmlo.html (Diakses


pada 10 November 2018).
59

4. Teknik penugasan baik perseorangan maupunkelompok dapat berbentuk tugas


rumah (Anonim, 2007, http://www.academia.edu/22551037/Standar_Penilai
an_menurut_BSNP_dan_Permendiknas_No_20_tahun_2007 ).37
2.8 Standar Penilaian Pendidikan berdasarkan Peraturan Menteri
Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia No 66 Tahun 2013
Standar Penilaian Pendidikan adalah kriteria mengenai mekanisme, prosedur,
dan instrumen penilaian hasil belajar peserta didik.Penilaian pendidikan sebagai
proses pengumpulan dan pengolahan informasi untuk mengukur pencapaian hasil
belajar peserta didik mencakup: penilaian otentik, penilaian diri, penilaian
berbasis portofolio, ulangan, ulangan harian, ulangan tengah semester, ulangan
akhir semester, ujian tingkat kompetensi, ujian mutu tingkat kompetensi, ujian
nasional, dan ujian sekolah/madrasah, yang diuraikan sebagai berikut.
 Penilaian otentik merupakan penilaian yang dilakukan secara
komprehensif untuk menilai mulai dari masukan (input), proses,dan
keluaran (output) pembelajaran.
 Penilaian diri merupakan penilaian yang dilakukan sendiri oleh peserta
didik secara reflektif untuk membandingkan posisi relatifnya dengan
kriteria yang telah ditetapkan.
 Penilaian berbasis portofolio merupakan penilaian yang dilaksanakan
untuk menilai keseluruhan entitas proses belajar peserta didik termasuk
penugasan perseorangan dan/atau kelompok di dalam dan/atau di luar
kelas khususnya pada sikap/perilaku dan keterampilan.
 Ulangan merupakan proses yang dilakukan untuk mengukur pencapaian
kompetensi peserta didik secara berkelanjutan dalam proses
pembelajaran, untuk memantau kemajuan dan perbaikan hasil belajar
peserta didik.

37 Anonim, 2007,
http://www.academia.edu/22551037/Standar_Penilaian_menurut_BSNP_dan_Permendik
nas_No_20_tahun_2007 (Diakses pada 10 November 2018).
60

 Ulangan harian merupakan kegiatan yang dilakukan secara periodik


untuk menilai kompetensi peserta didik setelah menyelesaikan satu
Kompetensi Dasar (KD) atau lebih.
 Ulangan tengah semester merupakan kegiatan yang dilakukan oleh
pendidik untuk mengukur pencapaian kompetensi peserta didik setelah
melaksanakan 8 – 9 minggu kegiatan pembelajaran. Cakupan ulangan
tengah semester meliputi seluruh indikator yang merepresentasikan
seluruh KD pada periode tersebut.
 Ulangan akhir semester merupakan kegiatan yang dilakukan oleh
pendidik untuk mengukur pencapaian kompetensi peserta didik di akhir
semester. Cakupan ulangan meliputi seluruh indikator yang
merepresentasikan semua KD pada semester tersebut.
 Ujian Tingkat Kompetensi yang selanjutnya disebut UTK merupakan
kegiatan pengukuran yang dilakukan oleh satuan pendidikan untuk
mengetahui pencapaian tingkat kompetensi. Cakupan UTK meliputi
sejumlah Kompetensi Dasar yang merepresentasikan Kompetensi Inti
pada tingkat kompetensi tersebut.
 Ujian Mutu Tingkat Kompetensi yang selanjutnya disebut UMTK
merupakan kegiatan pengukuran yang dilakukan oleh pemerintah untuk
mengetahui pencapaian tingkat kompetensi. Cakupan UMTK meliputi
sejumlah Kompetensi Dasar yang merepresentasikan Kompetensi Inti
pada tingkat kompetensi tersebut.
 Ujian Nasional yang selanjutnya disebut UN merupakan kegiatan
pengukuran kompetensi tertentu yang dicapai peserta didik dalam rangka
menilai pencapaian Standar Nasional Pendidikan, yang dilaksanakan
secara nasional.
 Ujian Sekolah/Madrasah merupakan kegiatan pengukuran pencapaian
kompetensi di luar kompetensi yang diujikan pada UN, dilakukan oleh
satuan pendidikan.
Dalam Permendikbud No.66 tahun 2013 akan berbicara tentang Standar
Penilaian Pendidikan. Didalam standar Nasional Pendidikan ada 8 Standar yang
harus diwujudkan dalam rangka standarisasi pelaksanaan pendidikan dan salah
61

satunya adalah Standar Penilaian Pendidikan.Menilai merupakan bagian penting


dalam setiap karya yang dihasilkan ini dengan tujuan agar mutu maupun kualitas
pendidikan bisa dilihat dan diukur, baru kemudian dikembangkan. Dalam
Standar Penilaian ini maka harus diperhatikan :
1. Perencanaan penilaian peserta didik sesuai dengan kompetensi yang akan
dicapai berdasarkan prinsip-prinsip penilaian.
2. Pelaksanaan penilaian peserta didik secara profesional, terbuka, edukatif,
efektif, efisien dan sesuai dengan konteks sosial dan budaya
3. Pelaporan Hasil penilaian peserta didik secara obyektif, akuntabel dan
informatif
Penilaian pendidikan sebagai proses pengumpulan dan pengolahan
informasiuntuk mengukur pencapaian hasil belajar peserta didik mencakup,
penilaian autentik yang dilakukan secara komprehensif, Kemudian penilaian diri,
ini dilakukan oleh peserta didikitu sendiri untuk merefleksi kemampuannya
dengan kriteria yang telah ditentukan, Penilaian berbasis fortopolio yang
mencakup sikap perilaku dan keterampila, bisa melalui individu maupun
kelompok. Sesekali siswa atau peserta didik diajak keluar ruang kelas dalam
menunaikan tugasnya, Selanjutnya penilaian bisa melalui ulangan harian,
ulangan tengah semester dan ulangan semester.dilanjutkan UTK (Ujian Tingkat
Kompetensi), ini adalah pengukuran yang dilakukan oleh Satuan Pendidikan
(madrasah Masing-masing). Ujian Mutu Tingkat Kompetensi (UMTK), diikuti
ujian Nasional dan Ujian Sekolah. (Anonim, 2013, https://www.seni
budaya.web.id/2013/12/permendikbud-no66-tahun-2013-standar.html) 38
Penilaian hasil belajar peserta didik pada jenjang pendidikan dasar dan
menengah didasarkan pada prinsip-prinsip sebagai berikut.
 Objektif, berarti penilaian berbasis pada standardan tidak dipengaruhi faktor
subjektivitas penilai.
 Terpadu, berarti penilaian oleh pendidik dilakukan secara terencana,
menyatu dengan kegiatan pembelajaran, dan berkesinambungan.

38 Anonim, 2013, https://www.senibudaya.web.id/2013/12/permendikbud-no66-tahun-2013-


standar.html (Diakses pada 10 November 2018).
62

 Ekonomis, berarti penilaian yang efisien dan efektif dalam perencanaan,


pelaksanaan, dan pelaporannya.
 Transparan, berarti prosedur penilaian, kriteria penilaian, dan dasar
pengambilan keputusan dapat diakses oleh semua pihak.
 Akuntabel, berarti penilaian dapat dipertanggungjawabkan kepada pihak
internal sekolah maupun eksternal untuk aspek teknik, prosedur, dan
hasilnya.
 Edukatif, berarti mendidik dan memotivasi peserta didik dan guru.
Prinsip penilaian menurut Rakhmat dan Suherdi adalah sebagai berikut:
1. Prinsip keterpaduan
Dalam melakukan penilaian harus diperhatikan tujuan-tujuan
instruksional dan atau ruang lingkup bahan ajar yang dipelajari siswa.
Setiap butir soal yang dibuat tidak boleh menyimpang dari aspek-aspek
bahan ajar yang akan diungkap. Pentingnya prinsip ini sangat mudah
dipahami karena pada dasarnya penilaian merupakan bagian terpadu dari
keseluruhan program pengajaran.
2. Prinsip Kelengkapan
Dilihat dari segi aspek perilaku yang diungkap, penilaian harus mencakup
keseluruhan bahan ajar dan kedalaman tingkah laku yang semestinya
diungkap.Namun, tidak berarti bahwa seluruh bahan ajar pelajaran harus
diungkap, tetapi yang penting adalah aspek-aspek yang dievaluasi hendaknya
mewakili keseluruhan bahan ajar.
Dilihat dari segi teknik dan instrumen, pengertian menyeluruh ini
menunjukkan perlunya menggunakan berbagai teknik dan istrumen yang
memadai dalam penilaian.Dalam hal ini kita bisa saja menggunakan satu
teknik dan istrumen, namun yang penting dapat mengungkap data atau
informasi secara lengkap sesuai dengan yang diperlukan.
3. Prinsip Kesinambungan
Untuk memperoleh pemahaman yang memadai tentang kemajuan belajar
siswa diperlukan adanya suatu program penilaian yang berkelanjutan.
Program penilaian ini hendaknya dilakukan seiring dengan rangkaian
kegiatan proses belajar mengajar. Hasil penilaian suatu saat tidak
63

sepenuhnya dapat dijadikan pedoman untuk menetapkan nilai-nilai


selanjutnya, sebab bahan ajar, suasana belajar, termasuk siswanya telah
mengalami perubahan.
4. Prinsip Objektifitas
Penilaian yang tepat tidak bisa dilakukan hanya dengan pengamatan dan
pertimbangan perspektif guru.Untuk melakukan penilain perlu didasarkan
data objektif tentang kemajuan belajar siswa.Hasil penilaian harus
menggambarkan keadaan sebenarnya dalam arti sesuai dengan kemampuan
siswa. Penilaian yang bersifat subjektif akan banyak penyimpangannya, bisa
dipengaruhi oleh faktor dislike and like penilai.
5. Prinsip Relevansi
Prinsip ini mengandung maksud bahwa pengambilan keputusan penilaian
hendaknya didasarkan pada data yang relevan atau data yang dibutuhkan
sesuai dengan tujuan penilaian.Dalam hal ini perlu adanya kesesuaian
antara tujuan penilaian, data yang dijadikan dasar pengambilan keputusan
dan instrumen yang digunakan.
6. Prinsip Keteraturan
Untuk melaksanakan evaluasi ada seperangkat aturan dan urutan yang
perlu diikuti sehingga hasil penilaian dapat dipertanggung-
jawabkan.(Rakhmat. 2001: 27-29).39
Pendekatan penilaian yang digunakan adalah penilaian acuan kriteria
(PAK).PAK merupakan penilaian pencapaian kompetensi yang didasarkan pada
kriteria ketuntasan minimal (KKM). KKM merupakan kriteria ketuntasan belajar
minimal yang ditentukan oleh satuan pendidikan dengan mempertimbangkan
karakteristik Kompetensi Dasar yang akan dicapai, daya dukung, dan karakteristik
peserta didik.
Penilaian merupakan langkah terakhir untuk menentukan sejauh mana tujuan
pembelajaran dapat diukur. Prinsip-prinsip penilaian menurut Ruminiati adalah
sebagai berikut:
1. Penilaian hendaknya memiliki prinsip objektif

39 Rakhmat dan Suherdi, D., 2001, Evaluasi Pembelajaran, Bandung, CV MAULANA. Ha.27-29.
64

Dalam melakukan suatu penilaian, hendaknya guru bertindak adil dan tidak
pandang bulu. Terhadap siapa pun, standar penilaian yang digunakan guru
harus harus sama.
2. Penilaian hendaknya memiliki prinsip kejelasan
Dalam melakukan penilaian hendaknya guru memahami semuanya dengan
jelas supaya memudahkan guru dalam menyiapkan alat penilaian yang
akan digunakan.
3. Penilaian hendaknya dikerjakan dengan seksama
Semua komponen untuk menilai siswa sudah disiapkan oleh guru secara
cermat dan seksama. Alat penilaian afektif atau psikomotor tidak sama
dengan alat penilaian kognitif sehingga kalau guru sudah menyiapkannya
dengan seksama maka tidak ada siswa yang dirugikan.
4. Penilaian hendaknya menggunakan prinsip representatif
Dalam menilai hendaknya guru mampu melakukannya secara
menyeluruh.Semua materi yang telah disampaikan dalam kegiatan
pembelajaran di kelas harus dapat dinilai secara representatif.
5. Penilaian hendaknya dilaksanakan dengan menggunakan prinsip terbuka
Apa pun bentuk soal yang dibagikan kepada siswa, hendaknya model
penilaiannya diinformasikan secara terbuka kepada siswa. Model penilaian
yang dimaksud adalah bobot skor masing-masing soal sehingga siswa tahu
mana soal yang harus diselesaikaan terlebih dahulu karena skor yang
tinggi (Rumuniati,2007: 23).40
Ruang Lingkup, Teknik, dan Instrumen Penilaian
1. Ruang Lingkup Penilaian
Penilaian hasil belajar peserta didik mencakup kompetensi sikap,
pengetahuan, dan keterampilan yang dilakukan secara berimbang sehingga dapat
digunakan untuk menentukan posisi relatif setiap peserta didik terhadap standar
yang telah ditetapkan. Cakupan penilaian merujuk pada ruang lingkup materi,
kompetensi mata pelajaran/kompetensi muatan/kompetensi program, dan proses
2. Teknik dan Instrumen Penilaian

40 Ruminiati, 2007, Pengembangan Pendidikan Kewarganegaraan SD, Jakarta, Direktorat


Jenderal Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan Nasional. Hal.23.
65

Teknik dan instrumen yang digunakan untuk penilaian kompetensi sikap,


pengetahuan, dan keterampilan sebagai berikut.
a. Penilaian kompetensi sikap
Pendidik melakukan penilaian kompetensi sikap melalui observasi, penilaian diri,
penilaian “teman sejawat”(peer evaluation) oleh peserta didik dan jurnal.
Instrumen yang digunakan untuk observasi, penilaian diri, dan penilaian
antarpeserta didik adalah daftar cek atau skala penilaian (rating scale) yang
disertai rubrik, sedangkan pada jurnal berupa catatan pendidik.
1) Observasi merupakan teknik penilaian yang dilakukan secara
berkesinambungan dengan menggunakan indera, baik secara langsung
maupun tidak langsung dengan menggunakan pedoman observasi yang
berisi sejumlah indikator perilaku yang diamati.
2) Penilaian diri merupakan teknik penilaian dengan cara meminta peserta
didik untuk mengemukakan kelebihan dan kekurangan dirinya dalam
konteks pencapaian kompetensi. Instrumen yang digunakan berupa lembar
penilaian diri.
3) Penilaian antarpeserta didik merupakan teknik penilaian dengan cara
meminta peserta didik untuk saling menilai terkait dengan pencapaian
kompetensi. Instrumen yang digunakan berupa lembar penilaian
antarpeserta didik.
4) Jurnal merupakan catatan pendidik di dalam dan di luar kelas yang berisi
informasi hasil pengamatan tentang kekuatan dan kelemahan peserta didik
yang berkaitan dengan sikap dan perilaku.
b. Penilaian Kompetensi Pengetahuan
Pendidik menilai kompetensi pengetahuan melalui tes tulis, tes lisan, dan
penugasan.
1) Instrumen tes tulis berupa soal pilihan ganda, isian, jawaban singkat, benar-
salah, menjodohkan, dan uraian. Instrumen uraian dilengkapi pedoman
penskoran.
2) Instrumen tes lisan berupa daftar pertanyaan.
3) Instrumen penugasan berupa pekerjaan rumah dan/atau projek yang
dikerjakan secara individu atau kelompok sesuai dengan karakteristik tugas.
66

c. Penilaian Kompetensi Keterampilan


Pendidik menilai kompetensi keterampilan melalui penilaian kinerja, yaitu
penilaian yang menuntut peserta didik mendemonstrasikan suatu kompetensi
tertentu dengan menggunakan tes praktik, projek, dan penilaian
portofolio.Instrumen yang digunakan berupa daftar cek atau skala penilaian
(rating scale) yang dilengkapi rubric.
1) Tes praktik adalah penilaian yang menuntut respon berupa keterampilan
melakukan suatu aktivitas atau perilaku sesuai dengan tuntutan kompetensi.
2) Projek adalah tugas-tugas belajar (learning tasks) yang meliputi kegiatan
perancangan, pelaksanaan, dan pelaporan secara tertulis maupun lisan dalam
waktu tertentu.
3) Penilaian portofolio adalah penilaian yang dilakukan dengan cara menilai
kumpulan seluruh karya peserta didik dalam bidang tertentu yang bersifat
reflektif-integratif untuk mengetahui minat, perkembangan, prestasi, dan/atau
kreativitas peserta didik dalam kurun waktu tertentu. Karya tersebut dapat
berbentuk tindakan nyata yang mencerminkan kepedulian peserta didik
terhadap lingkungannya.
d. Instrumen penilaian harus memenuhi persyaratan:
1) substansi yang merepresentasikan kompetensi yang dinilai;
2) konstruksi yang memenuhi persyaratan teknis sesuai dengan bentuk
instrumen yang digunakan; dan
3) penggunaan bahasa yang baik dan benar serta komunikatif sesuai dengan
tingkat perkembangan peserta didik
Mekanisme dan Prosedur Penilaian
1. Penilaian hasil belajar pada jenjang pendidikan dasar dan menengah
dilaksanakan oleh pendidik, satuan pendidikan, Pemerintah dan/atau lembaga
mandiri.
2. Penilaian hasil belajar dilakukan dalam bentuk penilaian otentik, penilaian diri,
penilaian projek, ulangan harian, ulangan tengah semester, ulangan akhir
semester, ujian tingkat kompetensi, ujian mutu tingkat kompetensi, ujian
sekolah, dan ujian nasional.
a. Penilaian otentik dilakukan oleh guru secara berkelanjutan.
67

b. Penilaian diri dilakukan oleh peserta didik untuk tiap kali sebelum ulangan
harian.
c. Penilaian projek dilakukan oleh pendidik untuk tiap akhir bab atau tema
pelajaran.
d. Ulangan harian dilakukan oleh pendidik terintegrasi dengan proses
pembelajaran dalam bentuk ulangan atau penugasan.
e. Ulangan tengah semester dan ulangan akhir semester, dilakukan oleh
pendidik di bawah koordinasi satuan pendidikan.
f. Ujian tingkat kompetensi dilakukan oleh satuan pendidikan pada akhir kelas
II (tingkat 1), kelas IV (tingkat 2), kelas VIII (tingkat 4), dan kelas XI
(tingkat 5), dengan menggunakan kisi-kisi yang disusun oleh
Pemerintah.Ujian tingkat kompetensi pada akhir kelas VI (tingkat 3), kelas
IX (tingkat 4A), dan kelas XII (tingkat 6) dilakukan melalui UN.
g. Ujian Mutu Tingkat Kompetensi dilakukan dengan metode survei oleh
Pemerintah pada akhir kelas II (tingkat 1), kelas IV (tingkat 2), kelas VIII
(tingkat 4), dan kelas XI (tingkat 5)
h. Ujian sekolah dilakukan oleh satuan pendidikan sesuai dengan peraturan
perundang-undangan
i. Ujian Nasional dilakukan oleh Pemerintah sesuai dengan peraturan
perundang-undangan.
j. Perencanaan ulangan harian dan pemberian projek oleh pendidik sesuai
dengan silabus dan dijabarkan dalam rencana pelaksanaan pembelajaran
(RPP).
Pelaksanaan dan Pelaporan Penilaian
68

Gambar 2.5 Pengawasan Sekolah


1. Pelaksanaan dan Pelaporan Penilaian oleh Pendidik
Penilaian hasil belajar oleh pendidik yang dilakukan secara berkesinambungan
bertujuan untuk memantau proses dan kemajuan belajar peserta didik serta untuk
meningkatkan efektivitas pembelajaran.
Penilaian hasil belajar oleh pendidik memperhatikan hal-hal sebagai berikut.
a. Proses penilaian diawali dengan mengkaji silabus sebagai acuan dalam
membuat rancangan dan kriteria penilaian pada awal semester.
Setelahmenetapkan kriteria penilaian, pendidik memilih teknik penilaian sesuai
dengan indikator dan mengembangkan instrumen serta pedoman penyekoran
sesuai dengan teknik penilaian yang dipilih.
b. Pelaksanaan penilaian dalam proses pembelajaran diawali dengan penelusuran
dan diakhiri dengan tes dan/atau nontes. Penelusuran dilakukan dengan
menggunakan teknik bertanya untuk mengeksplorasi pengalaman belajar sesuai
dengan kondisi dan tingkat kemampuan peserta didik.
c. Penilaian pada pembelajaran tematik-terpadu dilakukan dengan mengacu pada
indikator dari Kompetensi Dasar setiap mata pelajaran yang diintegrasikan
dalam tema tersebut.
d. Hasil penilaian oleh pendidik dianalisis lebih lanjut untuk mengetahui
kemajuan dan kesulitan belajar, dikembalikan kepada peserta didik disertai
balikan (feedback) berupa komentar yang mendidik (penguatan) yang
69

dilaporkan kepada pihak terkait dan dimanfaatkan untuk perbaikan


pembelajaran
e. Laporan hasil penilaian oleh pendidik berbentuk:
1) nilai dan/atau deskripsi pencapaian kompetensi, untuk hasil penilaian
kompetensi pengetahuan dan keterampilan termasuk penilaian hasil
pembelajaran tematik-terpadu.
2) Deskripsi sikap, untuk hasil penilaian kompetensi sikap spiritual dan sikap
sosial
f. Laporan hasil penilaian oleh pendidik disampaikan kepada kepala
sekolah/madrasah dan pihak lain yang terkait (misal: wali kelas, guru
Bimbingan dan Konseling, dan orang tua/wali) pada periode yang ditentukan
g. Penilaian kompetensi sikap spiritual dan sosial dilakukan oleh semua pendidik
selama satu semester, hasilnya diakumulasi dan dinyatakan dalam bentuk
deskripsi kompetensi oleh wali kelas/guru kelas
Pelaksanaan dan Pelaporan Penilaian oleh Satuan Pendidikan
a. Penilaian hasil belajar oleh satuan pendidikan dilakukan untuk menilai
mengoordinasikan ulangan harian, ulangan tengah semester, ulangan akhir
semester, ulangan kenaikan kelas, ujian tingkat kompetensi, dan ujian akhir
sekolah/madrasah.
Menyelenggarakan ujian sekolah/madrasah dan menentukan kelulusan peserta
didik dari ujian sekolah/madrasah sesuai dengan POS Ujian Sekolahpencapaian
kompetensi lulusan peserta didik yang meliputi kegiatan sebagai berikut:
b. Menentukan kriteria minimal pencapaian Tingkat Kompetensi dengan
mengacu pada indikator Kompetensi Dasar tiap mata pelajaran.
c. Menentukan kriteria kenaikan kelas
d. Melaporkan hasil pencapaian kompetensi dan/atau tingkat kompetensi kepada
orang tua/wali peserta didik dalam bentuk buku rapor
e. Melaporkan pencapaian hasil belajar tingkat satuan pendidikan kepada dinas
pendidikan kabupaten/kota dan instansi lain yang terkait
f. Menentukan kelulusan peserta didik dari satuan pendidikan melalui rapat
dewan pendidik sesuai dengan kriteria :
70

Penilaian oleh Pemerintah


Penilaian hasil belajar oleh pemerintah dilakukan dalam bentuk UN yang
bertujuan untuk menilai pencapaian kompetensi lulusan secara nasional pada
mata pelajaran tertentu dalam kelompok mata pelajaram ilmu pengetahuan dan
teknologi.
UN didukung oleh suatu system yang menjamin mutu dan kerahasiaan soal
serta pelaksanaan yang aman, jujur dan adil.Dalam rangka penggunaan hasil UN
untuk pemetaan mutu program dan atau satuan pendidikan, Pemerintah
menganalisis dan membuat peta daya serap berdasarkan hasil UN dan
menyampaikan ke pihak yang berpentingan.
Hasil UN menjadi salah satu pertimbangan dalam pembinaan dan pemberian
bantuan kepada satuan pendidikan dalam upaya meningkatkan mutu
pendidikan.Hasil UN digunaan sebagai salah satu pertimbangan dalam
menentukan kelulusan peserta didik pada seleksi masuk jenjang pendidikan
berikutinya. Hasil UN digunakan sebagai salah satu penentu kelulusan peserta
didik dari satuan pendidikan yang kriteria kelulusannya ditetapkan setiap tahun
oleh Menteri berdasarkan rekomendasi BSNP(Anonim, 2016,
http://griyapgsd.blogspot.com/2016/01/v-behaviorurldefaultvmlo.html).41

2.9 Ujian Nasional : Perkembangan dan Permasalahannya


Evaluasi harus mampu menjawab semua informasi tentang tingkat
pencapaian tujuan yang telah ditentukan.Pendidikan yang diarahkan untuk
melahirkan tenaga cerdas yang mampu bekerja dan tenaga kerja yang cerdas
tidak dapat diukur hanya dengan tes belaka (Soedijarto, 1993: 17).Untuk itu,
evaluasi harus mampu menjawab kecerdasan peserta didik sekaligus
kemampuannya dalam bekerja. Sistem evaluasi yang lebih banyak berbentuk tes
obyektif akan membuat peserta didik mengejar kemampuan kognitif dan bahkan
dapat dicapai dengan cara menghafal saja. Artinya anak yang lulus ujian dalam
bentuk tes obyektif belum berarti bahwa anak tersebut cerdas apalagi terampil

41 Anonim, 2016, http://griyapgsd.blogspot.com/2016/01/v-behaviorurldefaultvmlo.html (Diakses


pada 10 November 2018).
71

bekerja, karena cukup dengan menghafal walaupun tidak mengerti maka dia
dapat mengerjakan tes (Sulistyorini, 2009 : 27-29).42
Ujian nasional yang dilaksanakan oleh pemerintah melalui BSNP mempunyai
sejarah yang cukup panjang.sampai dengan tahun 2000, Pemerintah (Departemen
Pendidikan Nasional) telah menyelenggarakan apa yang disebut dengan Evaluasi
Belajar Tahap Akhir Nasional (EBTANAS). Berbagai isu dan kritikan dari
masyarakat terus bermunculan silih berganti, di antaranya :
Pertama, bentuk soal objektif-pilihan ganda dianggap kurang dapat diyakini
untuk mengetahui kemampuan peserta didik yang sesungguhnya.Kedua, hampir
setiap kali penyelenggaraan EBTANAS terjadi kebocoran soal, sehingga hasilnya
dianggap kurang objektif.Ketiga, nilai EBTANAS merupakan satu-satunya alat
seleksi untuk masuk kejenjang pendidikanberikutnya, sehinggaterkesan seolah-
olah proses dan hasil belajar yang ditempuh oleh peserta didik selama enam tahun
di SD/MI dan tiga tahun di SLTP hanya ditentukan oleh satu kali EBTANAS.
Keempat, penyelenggaraan EBTANAS memerlukan biaya yang sangat besar,
tidak sebanding dengan manfaat hasil EBTANAS.
Kebijakan Ujian Nasional (UN) mulai diberlakukan sejak tahun 2002.UN
saat itu bertujuan menggantikan model evaluasi akhir belajar yang dikenal
dengan Evaluasi Tahap Akhir Nasional (EBTANAS). Dipandang perlu untuk
diuraikakan secara detail tentang sejarah kebijakan evaluasi secara nasional
yang pernah berlaku di Indonesia untuk menambah wawasan kita yang
mempunyai atensi dalam dunia pendidikan kita, sebagai berikut:
1. Periode tahun 1950-1960-an. Pada periode ini ujian kelulusan disebut
dengan ujian penghabisan dan diadakan secara nasional serta soal-soal
dibuat oleh Departemen Pendidikan, Pengajaran dan Kebudayaan. Soal-
soal yang diujikan berbentuk essai dan hasil ujian diperiksa di pusat
rayon.
2. Periode tahun 1965 – 1971. Pada periode ini, semua mata pelajaran
diujikan dalam hajatan yang disebut ujian negara.Bahan ujian dibuat
oleh pemerintah pusat dan berlaku untuk seluruh wilayah di

42 Sulistyorini, 2009, Evaluasi Pendidikan dalam Meningkatkan Mutu Pendidikan, Yogyakarta,


Teras. Hal.27-29.
72

Indonesia.Waktu ujian juga ditentukan oleh pemerintah pusat. Peserta


ujian disilang antar-sekolah sehingga dalam satu ruang ujian, peserta
yang berasal dari sekolah yang sama paling banyak 2 sampai dengan 3
orang (untuk Sekolah Dasar). Pelaksana dan penentu kelulusan ujian
adalah pemerintah.Pada Ujian Negara maupun Ujian Sekolah(Nilai
Raport) ditetapkan nilai kelulusan adalah di atas 4. Artinya, siswa yang
bernilai 4 ke bawah tidak lulus atau tidak naik kelas.
3. Periode tahun 1972 – 1979. Pada periode ini, pemerintah memberi
kebebasan untuk setiap sekolah atau kelompok sekolah
menyelenggarakan ujian sendiri.Pembuatan soal dan penilaian
dilakukan masing-masing sekolah atau kelompok sekolah.Pemerintah
hanya menyusun pedoman dan panduan yang bersifat umum.Penentuan
kelulusan berdasarkan hasil Ujian Sekolah.Penentu kelulusan adalah
sekolah.
4. Periode tahun 1980 – 2001. Pada Periode ini mulai diselenggarakan
ujian akhir nasional yang disebut EBTANAS (Evaluasi Belajar Tahap
Akhir Nasional).Model ujian akhir ini menggunakan dua bentuk, yaitu
EBTANAS untuk mata pelajaran tertentu dan EBTA untuk mata
pelajaran nonEBTANAS.EBTANAS dikoordinasi oleh pemerintah pusat
dan EBTA dikoordinasi oleh pemerintah provinsi.Dalam EBTANAS
dikembangkan sejumlah perangkat soal yang “paralel” untuk setiap
mata pelajaran, dan penggandaan soal dilakukan di
daerah.Penyelenggara ujian adalah sekolah dan pemerintah.Pada
awalnya hasil EBTANAS tidak dijadikan penentu kelulusan.Namun tahun
berikutnya dijadikan salah satu penentu kelulusan walau tidak dijadikan
satu-satunya penentu kelulusan sehingga kelulusan bisa mencapai 100%.
Penentu kelulusan siswa adalah sekolah, yang ditentukan oleh kombinasi
nilai semester I (P), nilai semester II (Q), dan nilai EBTANAS murni (R)
(Pidarta, 2014 :164-165).43

43 Pidarta, M., 2014, Landasan Kependidikan (Stimulus Pendidikan Bercorak Indonesia), Jakarta,
PT Rineka Cipta. Hal.164-165.
73

Mendiknas mengeluarkan SK. No. 047/U/2002 tanggal 04 April 2002 yang


berisi peernyataan bahwa istilah EBTANAS untuk SLTP, SLTPLB, SMU,
SMLB, MA, dan SMK diganti menjadi Ujian Akhir Nasional (UAN). Ada tiga
tujuan pokok penyelenggaraan UAN, yaitu untuk mengukur pencapaian hasil
belajar peserta didik; untuk mengukur tingkat pendidikan pada tingkat nasional,
provinsi, kabupaten/kota, dan sekolah; untuk mempertanggungjawabkan
penyelenggaraan pendidikan ditingkat nasional, provinsi, kabupaten/kota, dan
sekolah kepada masyarakat. Dalam SK tersebut dalam pasal 3juga dikemukakan
fungsi UAN sebagai berikut :
a. Alat pengendali mutu pendidikan secara nasional.
b. Mendorong peningkatan mutu pendidikan.
c. Bahan pertimbangan untuk menentukan tamat belajar dan predikat prestasi
peserta didik.
d. Pertimbangan dalam seleksi penerimaan siswa baru pada jenjang pendidikan
yang lebih tinggi.
Berdasarkan kritikan-kritikan diatas, maka Mardapi dalam Endang Poerwanti
(2008) mengemukakan hasil penelitiannya tentang kegiatan-kegiatan yang perlu
dilakukan untuk penyempurnaan pelaksanaan UAN, diantaranya :
1. Dalam penyelenggaraan UAN hendaknya:
a. Mengikutsertakan daerah dalam penyususnan soal;
b. Biaya ujian sepenuhnya ditanggung oleh pemerintah;
c. Peningktan kualitas soal;
d. Peningkatan objektivitas sistem skoring;
e. Peningkatan keamanan soal;
f. Pengamanan dan koreksi silang antar sekolah yang setingkat;
g. Pengiriman hasil UAN sesegera mungkin;
h. Pemenuhan fasilitas minimum dalam penyelenggaraan UAN.
2. Diperlukan adanya pelatihan penyusunan soal bagi guru daerah untuk
meningkatkan kualitas soal ujian.
3. Perlunya inovasi dalam pembelajaran dengan menggunakan berbagai media
untuk meningkatkan motivasi dan minat siswa dalam mempelajari materi
yang dianggap sulit.
74

4. Analisis UAN secara terperinci sesegera mungkin disampaikan kesekolah agar


informasi tentang pokok bahasan atau materi yang sulit dapat diketahui pihak
sekolah dan para guru dapat mengambil untuk mengatasinya.
5. Sosialisasi dan informasi UAN perlu dilakukan seawal mungkin yang meliputi
kisi-kisi ujian (standar kompetensi lulusan), bentuk soal ujian, proses
penskoran, kriteria kelulusannya sehingga sekolah maupun siswa dapat lebih
mempersiapkan diri menghadapi UAN.
6. Pemerintah perlu membantu fasilitas dan peralatan yang memadai dalam
pelaksanaan ujian sehingga mata pelajaran yang memerlukan media tertentu
dapat dilaksanakan sesuai dengan tujuan UAN.
Ketika Ujian Nasional mulai dilaksanakan pada tahun 2006/2007, muncul
lagi persoalan baru, yaitu ketidakseragaman sekolah menggunakan
kurikulum.Disuatu sekolah (terutama disekolah tertentu) masih menggunakan
kurikulum 1994, ada juga yang sudah melaksanakan kurikulum 2004 (KBK),
bahkan ada sekolah yang sudah mengembangkan Kurikulum Tingkat Satuan
Pendidikan (KTSP). Untuk mengatasi masalah ini, maka pemerintah mengambil
suatu kebijakan, yaitu pada tahun 2007 materi soal UN diambil dan bersumber
dari tiga kurikulum tersebut. Berikut akan dikemukan beberapa kritikan,
komentar, dan permasalahan tentang UN dan perlu segera dicarikan solusinya,
yaitu:
1. Setiap kali pelaksanaan ujian nasional atau apa pun namanya selalu saja
ada peserta didik yang kurang siap, baik fisik maupun mentalnya. Ada
yang pingsan ketika sedang mengikuti UN, ada yang sakit, ada yang stres,
bahkan ada pula yang sampai gantung diri, terutama setelah peserta didik
dinyatakan tidak lulus UN. Masih ada imej yang negatif dari peserta didik
bahwa seolah-olah UN merupakan sesuatu hal yang menakutkan. Oleh
sebab itu, pemerintah harus terus melakukan sosialisasi dengan berbgai
pendekatan untuk menghilangkan imej negatif tersebut sehingga peserta
didik menjadi akrab dengan UN.
2. Mutu hasil pendidikan berupa produk cendrung digunakan sebagai
indikator keberhasilan dan kualitas penyelenggaraan pendidikan di
Indonesia dalam satu periode.
75

3. Sistem kenaikan kelas dan kelulusan selama ini terlalu longgar. Penilaian
cenderung menggunakan pendekatan acuan norma (normreferenced),
sehingga peserta didik dan orang tua terbuai dengan keberhasilan semu
berupa angka-angka.
4. Sebagai dampak dari ketentuan ‘’nilai minimal’’ diatas, maka hampir
setiap tahun dalam pelaksanaan Ujian Nasional sering terjadi (a)
kebocoran soal, artinya soal sudah diketahui peserta didik sebelum UN
dimulai, (b) keterlambatan sekolah menyampaikan atau menyerahkan
lembar jawaban UN kepanitia atau ke Dinas Pendidikan kabupaten/kota.
Diduga lembar jawaban tersebut sedang diperbaiki oleh oknum guru, (c)
banyak oknum kepala sekolah dan guru yang sengaja membantu peserta
didik menjawab soal UN melalui berbagai cara, seperti meberikan kunci
jawaban melalui SMS secara berantai, menempelkan kunci jawaban di
toilet dan sebagainya.
Berdasarkan kritikan dan masukan dari masyarakat tentang UN dan
memperhatikan pula program wajib belajar pendidikan dasar sembilan tahun,
maka sejak tahun 2008/2009 dilaksanakan Ujian Akhir Sekolah Bertahap
Nasional (UAS-BN) untuk Sekolah Dasar dan yang sederajat. Maksudnya,
pembuatan soal dilakukan oleh guru-guru SD dibawah bimbingan dan pengarahan
dari Direktorat Jendral Pendidikan Dasar dan Menengah serta BSNP.
Sebagai upaya pemerintah dalam meningkatkan kualitas dan mutu
pendidikan di Indonesia, sejak tahun 2002-2003 pemerintah menggalakan
kebijakan ujian UAS (Ujian Akhir Nasional) sebagai standarisasi nilai kelulusan
secara nasional. Sejak digulirkan hingga kini, kebijakan ini menjadi polemik
tersendiri bagi kalangan pemerhati pendidikan di Indonesia, bahkan bagi pihak
kementrian pendidikan nasional sendiri pun disibukkan dengan kebijakan
ini.Pokok permasalahan dari kebijakan ujian nasional adalah pada tahap
standarisasi nilai kelulusan yang ditetapkan oleh pemerintah. Sejak pertama kali
ujian nasional diselenggarakan, standar nilai yang diterapkan oleh pemerintah
adalah 3,01. Kemudian pasca ujian nasional diganti dengan UN standar nilai
kelulusan semakin meningkat dengan nilai 4,01 (2004-2005), kemudian
meningkat lagi pada tahun berikutnya menjadi 4,26 (2005-2006). Standar nilai
76

klulusan ini ditetapkan dan disesuaikan dengan target yang disepakati pemerintah.
Dengan penerapan system standar nilai kelulusan ini, pemerintah berharap dapat
mengangkat mutu pendidikan di Indonesia. Hal tersebut menjadi kontraduktif
dengan apa yang adap pada pandangan pemerhati pendidikan, dan masyarakat.
Menurut mereka ujian nasional merupakan kesalahan interprestasi pemerintah
dalam memahami evaluasi dari standar pendidikan nasional.
Pro-kontra mengenai ujian nasional tidak seharusnya terjadi, jika semua pihak
mau saling memahami dan menempatkan ujian nasional secara proporsional.
Melalui Depdiknas, pemerintah harus merancang system ujian atau penilaian yang
sistematis, yaitu penilaian yang bertahap dan berkelanjutan. System penilaian
harus dapat difungsikan sebagai pendeteksi potensi dan kompetensi peserta didik
sekaligus dapat memetakan kompetensi guru dalam keberhasilan pembelajaran di
kelas
Dampak dari Diadakannya Ujian Nasional
Dengan melihat perkembangan ujian nasional di atas, dapat kita tarik
benang merah bahwa UN mengalami berbagai perubahan dalam mekanisme
penyusunan dan pelaksanaan serta penentuan pemberian arti terhadap
hasilnya.Hal ini, menurut pandangan kelompok kami, menunjukkan bahwa
konsep dan penerapan UN ternyata masih mengalami semacam trial and
error.Idealnya sebuah kebijakan ditetapkan melalui telaahan objek formal dan uji
publik.Apakah memang benar bahwa untuk mengetahui hasil belajar dapat
diketahui dari sebuah alat tes. Apakah instrumen evaluasi yang lain tidak perlu
dipergunakan, seperti pengamatan (observasi), uji keterampilan. Sepertinya
tahapan ini dalam menentukan kebijakan UN tidak sepenuhnya dilalui.Hal ini
terlihat dari indikator banyaknya permasalahan yang timbul dari pelaksanaan
UN mulia dari penolakan dari beberapa pihak sampai dengan permasalahan
etika penyelenggaraannya. (Pidarta, 2014 :169)44
Kebijakan diadakannya ujian nasional, telah banyak menuai kontroversi dari
berbagai kalngan, terutama kalangan masyarakat.Hal ini tentu saja tidak dapat kita
pandang sebelah mata, karena munculnya pro dan kontra terhadap kebijakan

44 Pidarta, M., 2014, Landasan Kependidikan (Stimulus Pendidikan Bercorak Indonesia), Jakarta:
PT Rineka Cipta. Hal.169.
77

dilaksanakannya ujian nasional, bukan tanpa alasan yang jelas. Untuk mengetahui
alasan adanya pro dan kontra ini, dapat kita analisis melalui nilai positif
(kelebihan) maupun nilai negatif (kelemahan) kebijakan diadakannya ujian
nasional.
Tabel 2.6 Perbandingan UN Kertas dan Komputer

Dampak Positif dari Ujian Nasional


Diadakannya ujian nasional, memberi dampak yang baik bagi berbagai
kalangan.Diantaranya bagai pemerintah, bagi sekolah, tenaga kependidikan, dan
peserta didik. Dampak tersebut antara lain ;
Ujian nasional merupakan pengendali mutu pendidikan secara nasional.
Jadi dengan diadakannya ujian nasional diharapkan dapat meningkatkan
mutu pendidikan dan sumber daya manusia agar lebih berkompeten serta
dapat mengurangi degradasi pendidikan, yang disebabkan oleh
pergantian kurikulum yang terlalu sering.
Ujian nasional dijadikan parameter atau tolak ukur mutu pendidikan di
Indonesia sebagai upaya pemerintah untuk memperbaiki kualitas
pendidikan Indonesia.
78

Oleh pemerintah, ujian nasional dijadikan sebagai alternatife, yaitu


sebagai barometer atau penentu kelulusan yang dianggap paling efektif.
Sehingga dengan ujian nasional, dapat diketahui sejauh mana
kemampuan dan kemajuan pendidikan Indonesia, dibandingkan dengan
Negara lain. Selain itu, pemerintah juga bisa mengetahui apa-apa saja
yang dianggap mendasar dan penting untuk dibenahi atau diperbaiki serta
disempurnakan agar kedepannya menjadi lebih baik dan dapat bersaing
dengan Negara-negara lain.
Karena kebijakan ujian nasional ditentukan dari pusat, maka akan ada
keseragaman standar ujian nasional di semua daerah. Karena itu,
kecurangan yang mungkin terjadi dapat diminimalisir atau bahkan
ditiadakan karena adanya pengawasan langsung dari pusat.
Dapat memudahkan dalam mengvaluasi dan mengetahui sekolah atau
daerah mana yang prestasi dalam meningkatkan mutu pendidikannya
bagus dan sekolah atau daerah mana yang prestasinya kurang
memuaskan. Sehingga dengan hal itu, dapat dijadikan acuan bagi
pemerintah untuk mengambil sebuah kebijakan.
Dengan diadakannya ujian nasional semangat siswa untuk belajar
menjadi semakin besar karena mereka ingin lulus. Hal ini terjadi karena,
jika mereka ingin lulus, mereka harus mengejar target nilai yang sudah
ditentukan sebagai standar kelulusan. Selain itu, para pendidik akan
berfikir dari jauh-jauh hari untuk mempersiapkan peserta didiknya untuk
menghadapi ujian nasional ini, agar seluruh peserta didiknya meraih
kelulusan. Dengan diadakannya ujian nasional ini, juga diharapkan dapat
menciptakan tunas-tunas bangsa yang berkompeten.
Dapat dijadikan cara untuk melihat sejauh mana perkembangan peserta
didik dan sejauh mana pemahaman peserta didik dalam mengikuti proses
pembelajaran selama 3 tahun tersebut. Karena pada saan ujian nasional,
para siswa memeng benar-benar mengerjakan soal sendiri dibawah
pengawasan yang ketat. Serta soal-soal yang diberikan pada saat ujian
nasional sangat berbobot, sehingga benar-benar menguji kemampuan
peserta didik.
79

Sebagai tolak ukur bagi peserta didik untuk melanjutkan ke jenjang


pendidikan yang lebih tinggi.

Dampak Negatif dari Ujian Nasional


Sudrajat (2008) dalam Ruminiarti (2007), menjelaskan bahwa kecemasan
atau anxiety merupakan salah satu bentuk emosi individu yang berkenaan dengan
adanya rasa terancam oleh sesuatu, biasanya terkait dengan objek ancaman yang
tidak begitu jelas.Kecemasan dengan intensitas wajar memiliki nilai positif
sebagai motivasi, tetapi apabila intensitasnya tinggi dan bersifat negatif dapat
menimbulkan kerugian dan dapat mengganggu keadaan fisik dan psikis individu
yang bersangkutan (Durland & Barlow, 2006).Dalam hal ini, kecemasan dalam
menghadapi Ujian Nasional diharapkan dapat menjadi motivasi belajar para
siswa agar mendapat hasil yang terbaik.45
Selain berdampak positif, pelaksanaan ujian nasional juga sangat berdampak
negatif bagi pemerintah, sekolah, tenaga kependidika, peserta didik dan bahkan
bagi masyarakat. Dampak negative tersebut ialah :

Adanya manipulasi terhadap kondisi yang dilakukan oleh para pendidik


ataupun kepala sekolah. Hal ini secara tidak langsung mengurangi
kesempatan para pendidik untuk mengeksplorasi kemampuannya dalam
mengajaar karena acuan utamanya para peserta didiknya harus lulus
100%.
Banyak siswa-siswa yang stress dan frustasi karena terlalu serius
memikirkan cara untuk menghadapi ujian nasional atau mereka stress
memikirkan hasil yang akan mereka dapatkan setelah mengikuti ujian.
Hal ini juga dapat membebani orang tua karena takut anaknya tidak lulus
ujian.
Selain itu ujian nasional juga akan melumpuhkan semangat atau motivasi
belajar siswa yang pintar, cerdas dan berprestasi karena mereka berfikir
bahwa belajar atau pun tidak hasilnya akan tetap sama. Bahkan teman-

45 Ruminiati, 2007, Pengembangan Pendidikan Kewarganegaraan SD, Jakarta, Direktorat


Jenderal Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan Nasional.
80

temannya yang biasa-biasa saja ataupun yang malas tetap akan bisa lulus
karena menerima jawaban dari guru-guru ataupun pihak-pihak lainnya.
Parahnya lagi anak-anak yang kemampuannya biasa-biasa saja, nilainya
akan menjadi lebih bagus dibandingkan anak-anak yang berprestasi.
Ujian nasional terfokus pada beberapa mata pelajaran yang diujikan,
sehingga cenderung menomor duakan pelajaran yang lain. Padahal tujuan
pendidikan nasional adalah menciptakan pendidikan yang membangun
karakter baik pada diri siswa, tetapi sekarang berubah menjadi mengejar
kelulusan pada beberapa mata pelajaran UN.
Pemerintah provinsi dan pemerintah kabupaten atau daerah harus ikut
menyediakan dana pendamping karena anggaran Negara terbatas, hal ini
tentu akan menambah daftar pengeluaran daerah. Hal ini juga
menimbulkan keberagaman besarnya pengeluaran antara daerah satu
dengan daerah lainnya.
Penetapan standar nilai ujian nasional tersebut, akan menyebabkan pihak
sekolah menghalalkan segala cara untuk meluluskan semua peserta didiknya.
Sehingga hal ini akan dimanfaatkan oleh oknum-oknum yang tidak bertanggung
jawab, dengan menjual kunci jawaban yang belum tentu benar.

2.10 Evaluasi oleh Pendidik dan Satuan Pendidikan


Menhers & Lehman ( 1978: 5) mengemukakan bahwa evaluasi ialah suatu
proses merencanakan, memperoleh dan menyediakan informasi yang sangat
diperlukan untuk membuat alternatif-alternatif keputusan. Sesuai dengan
pengertian tersebut , maka setiap kegiatan evaluasi atau penilaian merupakan
proses yang sengaja direncakan untuk memperoleh informasi atau data.
Berdasarkan data tersebut kemudian dicoba membuat suatu keputusan.Informasi
atau data yang dikumpulkan itu harus sesuai dengan tujuan evaluasi yang
direncakan.
Evaluasi adalah suatu proses sistemik untuk mengetahui tingkat keberhasilan
suatu program. Dalam bidang pendidikan, Ralph Tyler (1950) mengatakan
bahwa evaluasi merupakan sebuah proses pengumpulan data untuk menentukan
sejauh mana, dalam hal apa, dan bagian mana tujuan pendidikan sudah tercapai.
81

Proses evaluasi bukan sekedar untuk mengukur sejauh mana tujuan tercapai,
tetapi digunakan untuk membuat keputusan. Evaluasi memerlukan desain studi
atau penelitian, dan terkadang membutuhkan kelompok kontrol atau kelompok
pembanding. Evaluasi melibatkan pengukuran seiring dengan berjalannya waktu
(Arikunto,1999:78)46
Pada umumnya langkah-langkah pokok evaluasi hasil belajar meliputi tiga
kegiatan yaitu;
 Persiapan (perencanaan)
Sebelum evaluasi hasil belajar dilak sanakan, terlebih dahulu disusun
perencanaan yang baik dan matang. Perencanaan evaluasi hasil belajar
pada umumnya mencakup enam jenis kegiatan yaitu;
a. Merumuskan tujuan dilaksanakannya evaluasi. Perumusan tujuan
evaluasi hasil belajar sangat penting,sebab tanpa tujuan yang jelas
maka evaluasi hasil belajar akan berjalan tanpa arah dan pada
gilirannya dapat mengakibatkan evaluasi menjadi kehilangan arti.
b. Menetapkan aspek-aspek yang akan di evaluasi. Misalnya, aspek
kognitifnya, aspek afektifnya atau aspek psikomotorik.
c. Memilih dan menentukan tehnik yang akan di pergunakan di dalam
pelaksanaan evaluasi. Misalnya apakah evaluasi itu dilaksanakan
dengan tehnik tes atau nontes.Jika dilaksanakan dengan tehnik nontes,
apakah pelaksanaanya dengan menggunakan pengamatan (observasi),
melakukan wawancara atau angket.
d. Menyusun alat-alat pengukur yang dipergunakan dalam pengukuran
dan penilaian hasil belajar peserta didik.
e. Menentukan tolak ukur, norma atau kriteria yang akan dijadikan
pegangan atau patokan dalam memberikan interpretasi terhadap data
hasil evaluasi. Misalnya apakah akan digunakan penilaian Beracuan
Patokan (PAP) ataukah akan dipergunakan Penilaian Beracuan
Kelompok (PAK) atau Norma (PAN).

46 Arikunto, S., 1999, Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan, Jakarta, Bumi Aksara. Hal.78.
82

f. Menentukan frekuensi dari kegiatan evaluasi hasil belajar itu sendiri


(kapan dan berapa kali evaluasi belajar itu dilaksanakan). Evaluasi
hasil belajar dapat dilaksanakan dengan menggunakan alat ukur baik
berupa tes maupun non tes
1. Pelaksanaan.
Melaksanakan evaluasi harus disesuaikan dengan maksud
tertentu.Evaluasi formatif dilaksanakan setiap kali dilakukan pengajaran
terhadap satu unit pelajaran tertentu.Evaluasi sumatif dilakukan pada akhir
program, apakah semester atau kelas terakhir (Evaluasi Belajar Tahap
Akhir termasuk pula evaluasi sumatif). Evaluasi diagnostik dilaksanakan
sesuai dengan kebutuhan
2. Pengolahan hasil.
Penentuan dan pengolahan angka atau skor.Dalam memeriksa pekerjaan
hasil evaluasi seharusnya digunakan kunci jawaban, baik untuk evaluasi
dengan test essay ataupun tes obyektif.Hal ini disamping untuk
mempermudah pemeriksaan juga untuk menghindari unsur subyektif
dalam memberikan angka.
Angka yang diperoleh dari hasil pemeriksaan masih dalam bentuk angka
mentah.Agar kita memperoleh angka masak (angka terjabar) perlu
dilakukan pengolahan dengan menggunakan aturan-aturan tertentu. Untuk
menghasilkan angka terjabar ini dasar penentuan angka disesuaikan
dengan acuan yang digunakan, apakah aduan patokankan ataukah acuan
norma.
Jadi, dapat ditarik kesimpulan tentang langkah-langkah evaluasi hasil
belajar yaitu
a. Menyusun rencana evaluasi hasil belajar
b. Menghimpun data
b. Melakukan verifikasi data
c. Mengolah dan menganalisis data
d. Memberikan interpretasi dan menarik kesimpulan
e. Tindak lanjut hasil evaluasi.
83

Sebagai Tenaga Pendidik dan Kependidikan seorang guru atau pun kepala
sekola haruslah bekerja dengan baik dan sesuai denga profesi yang
merekageluti.Sseorang Tenaga pendidik dan Kependidikan merupakan factor
utama dalam perkembangan dan keberhasian suatu system pembelajaran.
Apabila seorang Tenaga Pendidik dan Kependidikan tidak bekrja sesuai aturan
yang ada maka system pembelajaran tidak akan berjalan dengan baik. Oleh
karenanya, seorang Tenaga Pendidik dan Kependidikan dituntut agar bisa
menunjukkan keprofesionalan mereka, bahkan jika perlu keprofesionalan tersebut
ditingkatkan lagi, agar para Tenaga Pendidik dan Kependidikan dapat di katanya
seorang yang bermutu dan berkualitas (Anonim, 2014, https://afidburhanuddin
.wordpress.com/2014/02/05/evaluasi-dan-penilaian-tenaga-pendidik-atau-
kependidikan/ ).47
 Proses Evaluasi Pendidik
Dalam melaksanakan evaluasi pendidikan hendaknya dilakukan secara
sistematis dan terstruktur. Sebagaimana telah dikemukakan sebelumnya
bahwa evaluasi pendidikan secara garis besar melibatkan 3 unsur yaitu
input, proses dan out put. Apabila proAsesdur yang dilakukan tidak
bercermin pada 3 unsur tersebut maka dikhawatirkan hasil yang
digambarkan oleh hasil evaluasi tidak mampu menggambarkan gambaran
yang sesungguhnya terjadi dalam proses pembelajaran. Langkah-langkah
dalam melaksanakan kegiatan evaluasi pendidikan secara umum adalah
sebagai berikut :
1. perencanaan (mengapa perlu evaluasi, apa saja yang hendak
dievaluasi, tujuan evaluasi, teknikapa yang hendak dipakai,
siapa yang hendak dievaluasi, kapan, dimana, penyusunan
instrument, indikator, data apa saja yang hendak digali, dsb)
2. pengumpulan data ( tes, observasi, kuesioner, dan sebagainya
sesuai dengan tujuan).
3. verifiksi data (uji instrument, uji validitas, uji reliabilitas,
dsb).

47 Anonim, 2014, https://afidburhanuddin.wordpress.com/2014/02/05/evaluasi-dan-penilaian-


tenaga-pendidik-atau-kependidikan/
84

4. pengolahan data ( memaknai data yang terkumpul, kualitatif


atau kuantitatif, apakah hendak di olah dengan statistikatau
non statistik, apakah dengan parametrik atau non parametrik,
apakah dengan manual atau dengan software (misal : SAS,
SPSS )
5. penafsiran data, ( ditafsirkan melalui berbagai teknik uji,
diakhiri dengan uji hipotesis ditolak atau diterima, jika
ditolak mengapa? Jika diterima mengapa? Berapa taraf
signifikannya?) interpretasikan data tersebut secara
berkesinambungan dengan tujuan evaluasi sehingga akan
tampak hubungan sebab akibat. Apabila hubungan sebab
akibat tersebut muncul maka akan lahir alternatif yang
ditimbulkan oleh evaluasi itu.
Semua pedoman dan rencana kerja tersebut menjadi tanggung jawab kepala
satuan pendidikan. Selain pengawas sekolah, kepala sekolah disini memiliki
wewenang untuk selalu mengawasi jalannya proses pengelolaan pendidikan di
sekolah. Untuk itu, selain ada monitor terhadap target kinerja pengawas juga
harus ada monitor terhadap indikator target kinerja sekolah untuk meningkatkan
mutu standar pengelolaan dengan indikator operasional sebagai berikut:
Indikator target kinerja pengawas:
– Melaksanakan tugas sesuai jadwal pelaksanakan tugas dengan jadwal yang
disepakati bersama dengan sekolah,
– Memiliki bukti kehadiran,
– Mendapatkan data profil penerapan standar pengelolaan sekolah binaan
melalui pengisian instrumen penjaminan mutu kinerja,
– Mengelola sistem informasi kinerja pembinaan,
– Dan melaporkan hasil supervisi kepada Kepala Dinas Pendidikan(Anonim,
2014, https://afidburhanuddin.wordpress.com/2014/01/20/%C2%AD%C2%AD
%C2%ADmonitoring-dan-evaluasi-pengelolaan-satuan-).48

48 Anonim, 2014, https://afidburhanuddin.wordpress.com/2014/02/05/evaluasi-dan-penilaian-


tenaga-pendidik-atau-kependidikan/ (Diakses pada 10 November 2018).
85

Evaluator Program Pembelajaran


Ada dua kemungkinan asal (dari mana) orang untuk dapat menjadi
evaluator program ditinjau dari program yang akan dievaluasi. Masing-
masing mempunyai kelebihan dan kekurangan. Menentukan asal evaluator
harus mempertimbangkan keterkaitan orang yang bersangkutan dengan
program yang akan dievaluasi. Berdasarkan pertimbangan tersebut
Suharsimi Arikunto dan Cep Safrudin (2008: 23 – 25) mengklasifikasikan
evaluator menjadi dua macam, yaitu evaluator dari dalam (internal
evaluator) dan evaluator dari luar (external evaluator).
1. Evaluator dari dalam
Yang dimaksud dengan evaluator dari dalam adalah petugas evaluasi
program yang sekaligus merupakan salah saeorang dari anggota
pelaksana program yang evaluasi. Berdasarkan batasan tersebut maka
dalam evaluasi program pembelajaran guru menjadi evaluator dari
dalam karena guru selain sebagai perencana sekaligus pelaksana
program pembelajaran mempunyai kewajiban menilai, sikap dan
perilaku maupun partisipasi siswa dalam proses pembelajaran, juga
mempunyai kewajiban menilaihasil belajar siswa. Adapun kelebihan
dan kekurangan evaluator dari dalam antara lain:
a. Kelebihan Evaluator dari dalam
Evaluator memahami betul program yang akan
dievaluasi sehingga ke-khawatiran untuk tidak atau
kurang tepatnya sasaran tidak perlu ada. Dengan kata
lain, evaluasi tepat pada sasaran.
Karena evaluator adalah orang dalam, pengambil
keputusan tidak banyak mengeluarkan waktu dan biaya
yang cukup banyak
b. Kekurangan Evaluator dari dalam
Adanya unsur subjektivitas dari evaluator, sehingga berusaha
menyampaikan aspek positif dari program yang dievaluasi dan
menginginkan agar kebijakan tersebut dapat diimplementasikan
86

dengan baik pula. Dengan kata lain, evaluator internal dapat


dikhawatirkan akan bertindak subjektif.
Karena sudah memahami seluk belum program, jika evaluator
kurang sabar, kegiatan evaluasi akan dilaksanakan dengan
tergesa-gesa sehingga kurang cermat.
2. Evaluator dari luar
Yang dimaksud dengan evaluator dari luar adalah orang-orang yang
tidak terkait dengan implementasi program.Mereka berada di luar dan
diminta oleh pengambil keputusan untuk mengevaluasi keberhasilan
program pembelajaran. Termasuk evaluator eksternal dalam evaluasi
program pembelajaran di antaranya evaluasi yang dilakukan petugas
yang ditunjuk oleh kepala sekolah maupun evaluasi yang dilakukan
oleh petugas yang ditunjuk oleh dinas pendidikan.
a. Kelebihan Evaluator dari luar
Karena tidak berkepentingan atas keberhasilan program
pembelajaran, evaluator dari luar dapat bertindak secara efektif
selama melaksanakan evaluasi dan mengambil kesimpulan.
Apapun hasil evaluasi tidak akan ada respon emosional dari
evaluator karena tidak ada keinginan untuk memperlihatkan
bahwa program tersebut berhasil. Kesimpulan yang dibuat akan
lebih sesuai dengan keadaan dan kenyataan yang sebenarnya.
Seorang ahli yang ditunjuk biasanya akan mempertahankan
kredibilitas kemampuannya, dengan begitu ia akan bekerja
secara serius dan hati – hati.
b. Kekurangan Evaluator dari luar
Evaluator dari luar biasanya belum mengenal lebih dalam
tentang program pembelajaran yang akan dievaluasi. Hal itu
wajar karena evaluator tidak ikut dalam proses kegiatannya.
Mereka berusaha mengenal dan mempelajari seluk beluk
program tersebut setelah mendapat permintaan untuk
mengevaluasi. Dampak dari kekurang pengetahuan tersebut
memungkinkan kesimpulan yang diambil kurang tepat.
87

Pemborosan waktu dan biaya, pengambil keputusan harus


mengeluarkan waktu dan biaya untuk membayar evaluator
tersebut.
Melihat kelebihan dan kekurangan dari masing-masing evaluator,
serta untuk lebih mengoptimalkan peran guru dalam evaluasi program
pembelajaran, maka sebaiknya evaluator dalam evaluasi program
pembelajaran merupakan kombinasi antara evaluator dari dalam dan
evaluator dari luar. Sebagai contoh untuk evaluasi program
pembelajaran pada setiap akhir pelaksanaan pembelajaran berkenaan
dengan satu kompetensi dasar atau satu pokok bahasan evaluasi
dilakukan oleh guru yang merancang dan melaksanakan kegiatan
pembelajaran.Sedangkan untuk evaluasi program pembelajaran pada
setiap akhir semester atau pada akhir tahun dapat dilaksanakan oleh
petugas yang ditunjuk dan diberi tanggung jawab oleh pimpinan
sekolah, baik itu dilakukan oleh wakil kepala sekolah bidang
kurikulum maupun bagian tertentu yang bertanggung jawab terhadap
manajemen mutu sekolah.
Penilaian yang dilaksanakan di sekolah berfungsi untuk
mengetahui seberapa jauh hasil yang telah dicapai dalam proses
pendidikan, atau peserta didik sudah siap menerima materi
selanjutnya, dijadikan bahan penentuan kenaikan kelas atau tidak,
apakah prestasi yang dicapai sudah sesuai kapasitasnya, menafsirkan
adakah peserta didik yang sudah siap bersosialisasi dengan
masyarakat atau jenjang berikutnya serta taraf efisiensi metode yang
digunakan sudahkah dapat diandalkan (Sulistyorini, 2009:112).49
Kriteria Evaluator
Untuk memperoleh hasil evaluasi yang akurat, maka diperlukan kriteria
keberhasilan dan kriteria tertentu terutama bagi evaluator program, di bawah ini
diuraikan kriteria tersebut
a. Memahami materi

49 Sulistyorini, 2009, Evaluasi Pendidikan dalam Meningkatkan Mutu Pendidikan, Yogyakarta,


Teras. Hal.112.
88

Memahami materi yaitu memahami tentang seluk beluk program yang


dievaluasi, antara lain :
1. Tujuan program yang telah ditentukan sebelum dimulai kegiatan
2. Komponen komponen program
3. Variabel yang akan diujicobakan atau dilaksanakan
4. Jangka waktu dan penjadualan kegiatan
5. Mekanisme pelaksanaan program
6. Pelaksanaan program
7. Sistem monitoring kegiatan program
Kriteria keberhasilan yang ditetapkan adalah dilihat dari materi, maka
Evaluator membuat format pencapaian materi program yang direncanakan
dibandingkan dengan yang telah digapai berdasarkan penjabaran point 1
sampai dengan 7.
b. Menguasai teknik
Menguasai teknik yaitu menguasai cara – cara atau teknik yang digunakan
di dalarn melaksanakan evaluasi program. Karena kegiatan evaluasi
program mengenai sejumlah evaluasi, maka evaluator program dituntut
agar menguasai metodologi evaluasi, yang meliputi :
1. Cara membuat perencanaan evaluasi
2. Teknik menentukan populasi dan sampel
3. Teknik menyusun instrument
4. Prosedur dan teknik pengumpulan data
5. Penguasaan teknik pengolahan data
6. Cara menyusun laporan evaluasi
Untuk metodologi yang terakhir ini evaluator program harus
menguasai sesuatu yang lebih dibandingkan dengan peneliti karena apa
yang disampaikan akan sangat menentukan kebijaksanaan yang
terkadang memiliki resiko lebih besar. Kriteria keberhasilannya adalah
seorang evaluator harus dapat membuat point 1 sampai dengan 6
secara opersional.
89

c. Objektif dan Cermat


Tim evaluator adalah sekelompok orang yang mengemban tugas
mengevaluasi program serta ditopang oleh data yang dikumpulkan secara
cermat dan objektif.Atas dasar tersebut mereka diharapkan,
mengklasifikasikan, mentabulasikan, mengolah dan sebagainya secara
cermat dan objektif pula.Khususnya di dalam menentukan pengambilan
strategi penyusunan laporan, evaluator tidak boleh memandang satu atau
dua aspek sebagai hal yang istimewa dan tidak boleh pula
memihak.Kriteria keberhasilan yang dipakai adalah apabila hasil penilaian
dari evaluator dapat menunjukkan hasil yang objektif dengan alasan
rasional dan didukung oleh data data yang akurat.
d. Jujur dan Dapat Dipercaya
Evaluator adalah orang yang dipercaya oleh pengelola dan pengambil
keputusan, oleh karena itu mereka harus jujur dan dapat dipercaya. Mereka
harus dapat memberikan penilaian yang jujur, tidak membuat baik dan
jelek, menyajikan data apa adanya. Dengan demikian pengelola dan
pengambil keputusan tidalk salah membuat treatment akan programnya.
Terdapat beberapa hal yang harus diperhatikan oleh seorang evaluator
agar dapat melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya secara tepat, yaitu
1. Evaluator hendaknya merupakan evaluator yang otonom artinya orang
luar yang sama sekali tidak ada ikatan dengan pengambilan
kebijaksanaan maupun pengelola dan pelaksanaan program.
2. Ada hubungan baik dengan responden dalam arti dapat memahami
sedalam dalamnya watak, kebiasaan dan cara hidup klien yang akan
dijadikan sumber data evaluasi.
3. Tanggap akan masalah politik dan sosial karena tujuan evaluasi adalah
pengembangan program.
4. Evaluator berkualitas tinggi, dalarn arti jauh dari biasa. Evaluator
adalah orang yang mempunyai self concept yang tinggi, tidak mudah
terombang-ambing.
5. Menguasai teknik untuk membuat desain dan metodologi penelitian
yang tepat untuk program yang dievaluasi.
90

6. Bersikap terbuka terhadap kritik. Untuk mengurangi dan menahan diri


dari bias, maka evaluator memberi peluang kepada orang luar untuk
melihat apa yang sedang dan telah dilakukan
7. Menyadari kekurangan dan keterbatasannya serta bersikap jujur,
menyampaikan (menerangkan) kelemahan dan keterbatasan tentang
evaluasi yang dilakukan.
8. Bersikap pasrah kepada umum mengenai penemuan positif dan negatif.
Evaluator harus berpandangan luas dan bersikap tenang apabila
menemukan data yang tidak mendukung program dan berpendapat
bahwa penemuan negatif sama pentingnya dengan penemuan positif.
9. Bersedia menyebarluaskan hasil evaluasi. Untuk program kegiatain
yang penting dan menentukan, hasil evaluasi hanya pantas dilaporkan
kepada pengambil keputusan dalam sidang tertutup atau pertemuan
khusus. Namun untuk program yang biasa dan dipandang bahwa
masyarakat dapat menarik manfaat dari evailuasinya, sebaiknya hasil
evaluasi disebarluaskan, khususnya bagi pihak pihak yang
membutuhkan.
10. Tidak mudah membuat kontrak. Evaluasi yang tidak memenuhi
persyaratan persyaratan yang telah disebutkan sebaiknya tidak dengan
mudah menyanggupi menerima tugas karena secara etis dan moral akan
merupakan sesuatu yang kurang dapat dibenarkan.
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil pembahasan, maka penulis dapat menyimpulkan beberapa
hal :
1. Untuk menyelenggarakan pendidikan nasional, ada beberapa prinsip yang
harus diperhatikan :
 Pendidikan diselenggarakan secara demokratis berkeadilan serta tidak
diskriminatif dengan menjunjung tinggi hak asasi manusia, nilai keagamaan,
nilai kultural dan kemajemukan bangsa
 Pendidikan diselenggarakan sebagai suatu kesatuan yang sistemik dengan
sistem terbuka dan multimakna
 Pendidikan diselenggarakan sebagai suatu proses pembudayaan dan
pemberdayaan peserta didik yang berlangsung sepanjang hayat
 Pendidikan diselenggarakan dengan memberi keteladanan, membangun
kemauan, dan mengembangkan kreativitas peserta didik dalam proses
pembelajaran
 Pendidikan diselenggarakn dengan mengembangkan budaya membaca,
menulis, dan berhitung bagi segenap warga masyarakat
 Pendidikan diselenggarakan dengan memberdayakan semua komponen
masyarakat melalui peran serta dalam penyelenggaraan dan pengendalian
mutu layanan pendidikan
2. Landasan yuridis dan filosofis penilaian
Landasan yuridis : Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003, Pasal 57 Ayat (1)
dan (2) serta Pasal 58 Ayat (1) dan (2).PP No. 19 Pasal 66.
Landasan Filosofis Proses penilaian harus memiliki asas keadilan, kesetaraan
serta obyektivitas yang tinggi tidak membedakan latar belakang sosial
ekonomi, budaya, bahasa, dan gender.
3. Standar penilaian pendidikan menurut BSNP mengemukakan bahwa penilaian
pendidikan adalah proses rangkaian kegiatan untuk menganalisis dan
menafsirkan data tentang prose dan hasil belajar peserta didik yang

90
91

dilaksanakan secara sistematis dan berkesinambungan sehingga hasil penilaian


tersebut dapat menjadi informasi yang bermakna dalan pengambilan keputusan
4. Prinsip penilaian menurut BSNP :
 Pelaksanaan penilaian menggunakan acuan kriteria
 Adil
 Berkesinambungan
 Sistematis
 Objektif
 Terpadu dengan pembelajaran
 Menyeluruh
 Terbuka atau transparan
 Mendidik
5. Standar penilaian oleh pendidik :
 Standar umum penilaian
 Standar perencanaan penilaian oleh pendidik
 Standar pelaksanaan penilaian oleh pendidik
 Standar pengolahan dan pelaporan hasil penilaian oleh pendidik
 Standar pemanfaatan hasil penilaian
6. Standar penilaian oleh satuan pendidik
 Satuan pendidikan bertujuan menilai pencapaian standar kompetensi
lulusan untuk semua mata pelajaran
 Merupakan penilaian akhir untuk menentukan kelulusan peserta didik dari
satuan pendidikan, dengan mempertimbangkan hasil penilaian peserta
didik oleh pendidik
7. Teknik penilaian menurut BSNP :
 Tes kinerja
 Observal
 Penugasan
 Portofolio
 Tes tertulis
 Tes lisan
92

 Jurnal
 Wawancara
 Inventori
 Penilaian diri
 Penilaian antar teman (penilaian sejawat)

3.2 Saran
Sehubungan dengan hasil penulisan makalah ini penulis menyarankan kepada
para pembaca agar diadakan pengkajian lanjutan yang berjudul sama dengan
makalah ini, agar ditemukan penjelasan mengenai standar penilaian yang lebih
baik.
DAFTAR PUSTAKA

Adnan, B., 2007, Membongkar Budaya Visi Indonesia 2030 dan Tantangan
Menuju Raksasa Dunia, Jakarta: Kompas Media Nusantara.

Alimudin, 2008, Sistem Penilaian Hasil Belajar, Garut: Ujwart Media.

Anonim, 2007, Standar Penilaian Menurut BSNP dan Permendiknas No. 20


(http://www.academia.edu/22551037/Standar_Penilaian_menurut_BSNP_d
an_Permendiknas_No_20_tahun_2007) (Diakses pada 10 November 2018).

Anonim, 2010, (http://educationforce.blogspot.com/2010/06/standar-penilaian-


pendidikan-menurut.html) (Diakses pada 10 November 2018 ).

Anonim, 2014, Monitoring dan evaluasi pengelolaan satuan Pendidikan


(https://afidburhanuddin.wordpress.com/2014/01/20/%C2%AD%C2%AD
%C2%ADmonitoring-dan-evaluasi-pengelolaan-satuan-) (Diakses pada 10
November 2018 ).

Anonim, 2014, (https://afidburhanuddin.wordpress.com/2014/02/05/evaluasi-


dan-penilaian-tenaga-pendidik-atau-kependidikan/) (Diakses pada 10
November 2018 ).

Anonim, 2014, (http://nisabumkhairun.blogspot.com/2014/03/standar-penilaian-


bsnp.html) ( Diakses pada 10 November 2018 ).

Anonim, 2017, (https://www.mastermatematika.id/2017/05/07/195/) (Diakses


pada 10 November 2018 )

Anonim, 2012, (https://anomsblg.wordpress.com/profesi-kependidikan/standar-


penilaian-pendidikan/.) (Diakses pada 10 November 2018 ).

Anonim, 2016, (http://myblogsmunafauziah.blogspot.com/2016/04/makalah-


penilaian-pendidikan.html) (Diakses pada 10 November 2018 ).

Anonim, 2015, (http://www.eurekapendidikan.com/2015/10/prinsip-prinsip


penilaian-pendidikan.html) (Diakses pada 10 November 2018 ).

Anonim, 2013, (https://www.senibudaya.web.id/2013/12/permendikbud-no66-


tahun-2013-standar.html) (Diakses pada 10 November 2018 ).

Anonim, 2016, (http://counselingfa.blogspot.com/2016/03/makalah-landasan-


yuridis-kependidikan.html) ( Diakses pada 10 November 2018 ).

Anonim, 2015, (http://fisikawansastra.blogspot.com/2015/04/landasan-filosofis-


dan-yuridis-standar.html) ( Diakses pada 10 November 2018 ).

93
94

Anonim, 2016, (http://griyapgsd.blogspot.com/2016/01/vbehaviorurldefaultvmlo


.html) (Diakses pada 10 November 2018).

Anonim, 2015, (http://bsnp.brown.web.id/id3/955-851/BSNP_54576_bsnpbrown


.html#Standar_Penilaian_Pendidikan) (Diakses pada 10 November 2018).

Arifin, Z., 2009, Evaluasi Pembelajaran, Bandung: PT Remaja Rosdakarya


Offset.

Arifin, Z., 1991, Evaluasi Instruksional, Prinsip – Tekhnik – Prosedur, Bandung:


PT. Remaja Rosdakarya.

Arikunto, S., 1999, Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan, Jakarta: Bumi Aksara.

Departemen Pendidikan Nasional, 2009, Panduan Implementasi Standar


Penilaian Pada KTSP di Sekolah, Jakarta: Depdiknas.

Faqih, 2007, Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan, Jakarta: Bumi Aksara.

Idris, 1980, Dasar Pendidikan Nasional, Yogjakarta: Pustaka Pelajar.

Kartono, 1997, Dasar-Dasar Evaluasi, Jakarta: Bumi Aksara.

Pidarta, M., 2014, Landasan Kependidikan (Stimulus Pendidikan Bercorak


Indonesia), Jakarta: PT Rineka Cipta.

Poerwanti, E., 2012, Standar Penilaian BSNP, Lampung: UNILA.

Rakhmat dan Suherdi, D., 2001, Evaluasi Pembelajaran, Bandung: CV


MAULANA.

Ruminiati, 2007, Pengembangan Pendidikan Kewarganegaraan SD, Jakarta:


Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan Nasional.

Sulistyorini, 2009, Evaluasi Pendidikan dalam Meningkatkan Mutu Pendidikan:


Yogyakarta, Teras.

Raharjo, B., 2012, Kontribusi Delapan Standar Nasional Pendidikan Terhadap


Pencapaian Prestasi Belajar, Jurnal Penelitian dan Evaluasi Pendidikan,
Vol.16 (2).

Sari, M., 2012, Usaha mengatasi problematika pendidikan di sekolah dan


perguruan tinggi, Jurnal Al-Ta'lim, Jilid 1 Februari 2012.
LAMPIRAN

Lampiran 1. Penelusuran Sumber Buku di Perpustakaan

95
96

Lampiran 2. Pencarian Referensi di Internet


97

Lampiran 3. Penyusunan Makalah


98

Lampiran 4. Pembuatan Powerpoint


99

Lampiran 5. Power Point Standar Penilaian Dalam Perspektif Standar


Nasional Pendidikan
100
101
102
103
104
105
106
107
108
109
110
111
112
113
114
115
116
117
118
119
120
121
122
123
124
125
126
127
128
129
130
131

Lampiran 6. Jawaban Pertanyaan Hasil Diskusi

1. Penanya : Ayu Asmira (A1C116034)


Apakah dengan dilaksanakannya ujian nasional, tujuan pendidikan nasional itu
sudah tercapai?
Penjawab : Dina Lisyanti (A1C116038)
Jawaban :
Ujian Nasional belum mampu mencapai tujuan pendidikan nasional.
Seperti yang tercantum dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945, tujuan
pendidikan nasional adalah untuk mencerdaskan kehidupan bangsa. Yang
dimaksud cerdas dalam hal ini tidak hanya cerdas secara kognitif, namun juga
cerdas secara karakter. Namun sayangnya, sistem evaluasi pendidikan seperti
Ujian Nasional telah membuat para siswa, guru, pihak sekolah, bahkan orang tua
lebih memilih kelulusan dan nilai tinggi daripada mengedepankan nilai-nilai
kejujuran. Kelulusan yang dicapai seharusnya berjalan beriringan dengan
kejujuran dalam pelaksanaannya. Pola pikir masyarakat yang mengesampingkan
kejujuran hanya untuk kelulusan merupakan tanda bahwa sistem Ujian Nasional
masih belum mampu mencapai tujuan pendidikan, yaitu untuk menghasilkan
generasi yang juga cerdas karakter.
Sistem kelulusan melalui Ujian Nasional (UN) juga sangat kontroversial.
Banyak siswa berprestasi yang tidak lulus UN. Seperti kasus yang baru saja
terjadi pada tahun 2009 di Sulawesi, ketika 2 siswa yang berhasil mengharumkan
nama sekolahnya di tingkat provinsi dalam bidang pencak silat dan voli, gagal
lulus UN. Sedangkan anak-anak yang dalam kesehariannya biasa-biasa saja, tidak
jarang yang mendapatkan nilai UN yang tinggi. Hal ini mencerminkan bahwa UN
tidak bisa menjadi tolak ukur bagi kelulusan peserta didik.
Selain itu dengan sistem UN, terkesan terjadi robotisasi pendidikan. Para
siswa terbiasa mengejar nilai-nilai semu. Pembelajaran yang dilakukanpun
akhirnya hanya mengarah untuk meyelesaikan soal. Tidak ada proses belajar yang
menyebabkan siswa berfikir kreatif dan aktif. Siswa menuruti apa saja yang
diberikan oleh guru. Bahkan guru yang mencoba tampil beda untuk mendesain
pembelajaran yang lebih inovatif dan kreatif tidak mendapatkan ruang. Melalui
instruksinya, para pengambil kebijakan memosisikan guru sebagai “tukang sulap”
132

yang harus menjadikan para siswa didik sebagai penghafal kelas satu yang bisa
dengan jitu menjawab soal-soal PG dalam UN.
Jika hal ini terus berlanjut, bukan mustahil jika lulusan pendidikan kita
akan mengalami pengerdilan kecerdasan. Cara berpikir pragmatis akan menjadi
pilihan gaya hidup sehingga gagal mengapresiasi budaya proses dalam menggapai
cita-cita dan harapan. Yang lebih menyedihkan, fakta-fakta nilai UN selama ini
menunjukkan, anak-anak berotak cemerlang seringkali terkebiri oleh anak-anak
berotak pas-pasan. Siswa yang dalam kesehariannya (nyaris) tak menunjukkan
prestasi mengagumkan, justru memperoleh nilai yang jauh lebih baik
dibandingkan siswa berprestasi menonjol dan berotak brilian.
Dari uraian diatas, dapat disimpulkan bahwa belum tercapainya tujuan
pendidikan bangsa ini disebabkan oleh pelaksanaan sistem pendidikan di
Indonesia yang tidak memenuhi definisi pendidikan dalam UU Sisdiknas nomor
20 tahun 2003 mengenai pengembangan potensi diri serta keterampilan yang
dibutuhkan peserta didik. Masalah ini harus segera dituntaskan untuk kebaikan
bangsa ini kedepannya. Oleh karena itu, dibutuhkan pendidikan alternatif yang
kreatif agar mampu melaksanakan pendidikan sesuai dengan cita-cita pendidikan
nasional. Sehingga pendidikan bangsa ini dapat mencetak generasi-generasi
berkualitas yang dapat memajukan bangsa ini (Karim, 2011,
https://mahdikarim.wordpress.com/2011/03/19/realita-sistem-pendidikan-dan-
tujuan-pendidikan-nasional/)

2. Penanya : Yulia Saltiani (A1C116044)


Pertanyaan : Instrumen dan metode seperti apa yang sebaiknya digunakan
dalam penilaian hasil belajar?
Penjawab : Annisa Triama Rizka (A1C116004)
Jawaban :
Menurut Alimudin (2008), Penilaian hasil belajar dilakukan dalam bentuk
penilaian otentik, penilaian diri, penilaian projek, ulangan harian, ulangan tengah
semester, ulangan akhir semester, ujian tingkat kompetensi, ujian mutu tingkat
kompetensi, ujian sekolah, dan ujian nasional.
f. Penilaian otentik dilakukan oleh guru secara berkelanjutan
133

g. Penilaian diri dilakukan oleh peserta didik untuk tiap kali sebelum ulangan
harian.
h. Penilaian projek dilakukan oleh pendidik untuk tiap akhir bab atau tema
pelajaran.
i. Ulangan harian dilakukan oleh pendidik terintegrasi dengan proses
pembelajaran dalam bentuk ulangan atau penugasan.
j. Ulangan tengah semester dan ulangan akhir semester, dilakukan oleh
pendidik di bawah koordinasi satuan pendidikan.
f. Ujian tingkat kompetensi dilakukan oleh satuan pendidikan pada akhir kelas
II (tingkat 1), kelas IV (tingkat 2), kelas VIII (tingkat 4), dan kelas XI
(tingkat 5), dengan menggunakan kisi-kisi yang disusun oleh
Pemerintah.Ujian tingkat kompetensi pada akhir kelas VI (tingkat 3), kelas
IX (tingkat 4A), dan kelas XII (tingkat 6) dilakukan melalui UN.
g. Ujian Mutu Tingkat Kompetensi dilakukan dengan metode survei oleh
Pemerintah pada akhir kelas II (tingkat 1), kelas IV (tingkat 2), kelas VIII
(tingkat 4), dan kelas XI (tingkat 5)
h. Ujian sekolah dilakukan oleh satuan pendidikan sesuai dengan peraturan
perundang-undangan
i. Ujian Nasional dilakukan oleh Pemerintah sesuai dengan peraturan
perundang-undangan.
j. Perencanaan ulangan harian dan pemberian projek oleh pendidik sesuai
dengan silabus dan dijabarkan dalam rencana pelaksanaan pembelajaran
(RPP).
Sumber : Alimudin, 2008, Sistem Penilaian Hasil Belajar, Garut: Ujwart
Media

3. Penanya : Nadila Virantika (A1C116032)


Bagaimana kita sebagai guru menyesuaikan standar penilaian yang telah dibuat
oleh pemerintah pusat ?

Penjawab : Iin ayu Putri (A1C116010)


134

Seorang guru dituntut untuk menguasai kemampuan memberikan


penilaian kepada peserta didiknya. Kemampuan ini adalah kemampuan terpenting
dalam evaluasi pembelajaran. Dari penilaian itulah seorang guru dapat
mengetahui kemampuan yang telah dikuasai oleh para peserta didiknya. Harus
mengetahui kompetensi dasar (KD) apa saja yang telah dikuasai oleh peserta didik
dan segera mengambil tindakan perbaikan ketika terjadi nilai peserta didiknya
lemah atau kurang sesuai dengan harapan. Dari penilaian yang dilakukan oleh
guru itulah, guru melakukan perenungan diri dari apa yang telah dilakukan. Setiap
siswa adalah juara, dan guru harus mampu mengantarkan peserta didiknya
menjadi seorang juara di bidangnya.

Prof. Dr. H. Arief Rachman, M.Pd pernah mengatakan kepada kami para guru di
Labschool Jakarta bahwa ada 4 kesadaran yang penting bagi seorang guru atau
pendidik dalam memberikan penilaian. Keempat kesadaran itu adalah:

1) Sense of goal (tujuan)

2) Sense of regulation (keteraturan)

3) Sense of achievement (berprestasi)

4) Sense of harmony (keselarasan)

Berangkat dari keempat kesadaran itulah seharusnya seorang guru


melakukan penilaian. Pendidik harus sudah tahu tujuan penilaian itu adalah
mengukur kemampuan atau kompetensi siswa setelah dilaksanakannya proses
pembelajaran. Setelah guru melakukan penilaian akan terlihat nanti kemampuan
setiap siswa setelah guru melaksanakan test atau ujian dan kemudian melakukan
penilaian. Ketika guru telah memahami benar tujuan pembuatan soal yang sesuai
dengan indikator dalam standar kompetensi (SK) dan kompetensi dasar (KD)
yang harus dikuasai oleh siswa, maka guru yang bersangkutan akan dengan
mudah membuat soal-soal test yang akan diujikan. Dari situlah guru melakukan
bobot penilaian yang telah ditentukan lebih dahulu dalam Rencana Pelaksanaan
Pembelajaran (RPP). Bila semua itu telah direncanakan dengan baik, maka tujuan
135

pembelajaran akan tercapai. Hal ini terlihat dari prestasi siswa yang
menggembirakan.

Dalam melakukan penilaian, seorang guru harus menyadari adanya sense


of regulation (keteraturan). Guru harus membuat soal yang penuh dengan
keteraturan dan sesuai dengan kisi-kisi soal yang telah dibuat sebelumnya. Ketika
keteraturan telah menjadi kesadaran guru bahwa soal dibuat dalam rangka
mengetahui kemampuan siswa, maka harus sesuai dengan aturan sekolah. Apakah
dibuat dalam bentuk multiply chois atau berbentuk essay. Semua itu bergantung
dari kesepakatan di antara sesama dewan guru dalam menentukan bentuk soal dan
sistem penilaian yang diputuskan oleh pimpinan sekolah.

Penilaian yang dilakukan oleh guru harus mampu membuat setiap siswa
berprestasi dan menemukan potensi unik yang dimiliki oleh setiap siswa. Akan
terlihat nantinya, siswa mana yang unggul di bidang MIPA (matematika dan Ilmu
Pengetahuan alam), olahraga, art (seni), dan lain sebagainya. Di sinilah peran guru
yang memiliki kesadaran sense of achiement. Ketika terlihat ada siswa yang
mengalami masalah dalam pembelajarannya, maka guru perlu melakukan
Achievement Motivation Training (AMT) untuk memberikan motivasi dan
semangat kepada siswa bahwa mereka sebenarnya bisa. Hanya mungkin faktor
kemalasan yang membuat siswa yang bersangkutan mendapatkan nilai rendah.
Setiap peserta didik adalah juara. Bila peserta didik mengalami kemalasan diri
atau ada masalah dalam dirinya, maka guru harus menggali lebih jauh maslaah
yang dihadapinya,lalu kemudian mencari solusinya agar peserta didik menjadi
juara.

Dalam blog akhmad sudrajat yang merupakan teman sejawat penulis,


dituliskan bahwa banyak orang mencampuradukkan pengertian antara evaluasi,
pengukuran, tes, dan penilaian (assessment), padahal keempatnya memiliki
pengertian yang berbeda. Evaluasi adalah kegiatan identifikasi untuk melihat
apakah suatu program yang telah direncanakan telah tercapai atau belum, berharga
atau tidak, dan dapat pula untuk melihat tingkat efisiensi pelaksanaannya.
136

Evaluasi berhubungan dengan keputusan nilai (value judgement).


Stufflebeam (Abin Syamsuddin Makmun, 1996) mengemukakan bahwa :
educational evaluation is the process of delineating, obtaining,and providing
useful, information for judging decision alternatif . Dari pandangan Stufflebeam,
kita dapat melihat bahwa esensi dari evaluasi yakni memberikan informasi bagi
kepentingan pengambilan keputusan. Di bidang pendidikan, kita dapat melakukan
evaluasi terhadap kurikulum baru, suatu kebijakan pendidikan, sumber belajar
tertentu, atau etos kerja guru.

Pengukuran (measurement) adalah proses pemberian angka atau usaha


memperoleh deskripsi numerik dari suatu tingkatan di mana seorang peserta didik
telah mencapai karakteristik tertentu. Dengan angka-anagka kita dapat mengetahui
ketercapaian siswa dalam menguasai Standar Kompetensi yang sudah diajarkan.

Sedangkan penilaian (assessment) adalah penerapan berbagai cara dan


penggunaan beragam alat penilaian untuk memperoleh informasi tentang sejauh
mana hasil belajar peserta didik atau ketercapaian kompetensi (rangkaian
kemampuan) peserta didik. Penilaian menjawab pertanyaan tentang sebaik apa
hasil atau prestasi belajar seorang peserta didik. Hasil penilaian dapat berupa nilai
kualitatif (pernyataan naratif dalam kata-kata) dan nilai kuantitatif (berupa angka).
Pengukuran berhubungan dengan proses pencarian atau penentuan nilai kuantitatif
tersebut.

Tes adalah cara penilaian yang dirancang oleh guru, dan dilaksanakan
kepada peserta didik pada waktu dan tempat tertentu serta dalam kondisi yang
memenuhi syarat-syarat tertentu yang jelas. Sebaiknya tes dilakukan dengan cara
menyenangkan sehingga hasilnya benar-benar sesuai dengan yang diharapkan.

Secara khusus, dalam konteks pembelajaran di kelas, penilaian dilakukan


untuk mengetahui kemajuan dan hasil belajar peserta didik, mendiagnosa
kesulitan belajar, memberikan umpan balik/perbaikan proses belajar mengajar,
dan penentuan kenaikan kelas. Melalui penilaian dapat diperoleh informasi yang
akurat tentang penyelenggaraan pembelajaran dan keberhasilan belajar peserta
didik, guru, serta proses pembelajaran itu sendiri. Berdasarkan informasi itu, dapat
137

dibuat keputusan tentang pembelajaran, kesulitan peserta didik dan upaya


bimbingan yang diperlukan serta keberadaan kurikukulum itu sendiri.

Dari definisi di atas sangat jelaslah pengertian dari Evaluasi, Pengukuran,


Tes dan Penilaian (Assessment). Namun demikian, pastilah terjadi perbedaan
dalam menguraikan defenisi di atas. Semua itu berpulang dari sudut mana kita
melihatnya.

Oleh karena itu penilaian siswa harus memenuhi sense of harmony dimana
terjadi keselarasan, keserasian, dan keseimbangan. Ketika itu telah terjadi dalam
standar penilaian kita di sekolah, maka siswa akan merasakan keadilan dari nilai
yang diberikan oleh guru. Guru dan siswa merasakan bahwa sistem penilaian yang
diberikan sama-sama menguntungkan kedua belah pihak. Dimana guru bisa
melihat kemapuan setiap peserta didik, dan peserta didikpun merasakan
kemampuan apa yang telah dikuasainya.

Akhirnya, penilaian siswa yang dilakukan oleh guru dalam mengetahui


kemampuan akademik dan non akademik haruslah mengacu kepada kesadaran
yang bertujuan, keteraturan, berprestasi, dan menjadi alunan harmony yang
selaras, serasi, dan seimbang. Tentu akan lebih indah lagi bila para guru
menguasai ICT. Dengan ICT, guru dapat lebih mudah mendokumentasikan
penilaian portofolio siswa.

Banyak dari teman-teman guru yang sebenarnya berkeinginan menilai


peserta didik sesuai dengan porsi dan aturan-aturan yang telah ditetapkan. Namun
dalam kenyataan, kendala yang utama adalah segi administratif yang ribet, dan
banyak guru belum memanfaatkan ICT dengan baik, dan benar dalam
mendokumentasikan portofolio siswa yang didapatkan dari hasil pembelajaran.

Guru harus bisa menentukan model penilaian apa yang harus diputuskan.
Guru memiliki otoritas dalam penilaian itu, tetapi peran rekan sejawat sebaiknya
terperhatikan agar penilaian yang diberikan benar-benar sesuai dengan harapan
pendidik, dan peserta didik.
138

Akhirnya, 4 hal penting yang diuraikan di atas, semoga dapat membuat


para guru dapat obyektif dalam memberikan penilaian siswa. Setiap peserta didik
adalah juara. Tugas kita sebagai pendidik adalah mampu menghantarkan mereka
menjadi juara. Tentu dengan sistem penilaian yang mengacu kepada 4 hal di atas
(Wijaya, 2012, https://www.kompasiana.com/wijayalabs/5510da3d813
3117d3cbc6b76/4-hal-penting-bagi-guru-dalam-memberikan-penilaian-
siswa?page=all )

4. Penanya : Imelda Khairunisa (A1C116040)


Bagaimana pelaksanaan UN pada ketidakseragaman kurikulum ?
Penjawab : Heri Gunaidi (A1C116062)
Jawaban
Ketika Ujian Nasional mulai dilaksanakan pada tahun 2006/2007, muncul
lagi persoalan baru, yaitu ketidakseragaman sekolah menggunakan kurikulum.
Disuatu sekolah (terutama disekolah tertentu) masih menggunakan kurikulum
1994, ada juga yang sudah melaksanakan kurikulum 2004 (KBK), bahkan ada
sekolah yang sudah mengembangkan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan
(KTSP). Untuk mengatasi masalah ini, maka pemerintah mengambil suatu
kebijakan, yaitu pada tahun 2007 materi soal UN diambil dan bersumber dari tiga
kurikulum tersebut (Poerwanti, 2008 : 1).

5. Penanya : Vicky Adrian (A1C116048)


Pertanyaan : Apakah pelaksanaan UN sudah efektif atau belum ? jika belum
apa alasannya ?
Penjawab : M. Aljaziri Badruzaman (A1C116024)
Jawaban :
Ujian Nasional (UN) adalah suatu rutinitas tahunan yang harus
dihadapi pelajar yang ingin melanjutkan program studi ke tingkat yang lebih
tinggi. Proses pembelajaran selama tiga tahun bagi siswa SMP atau SMA dan
enam tahun bagisiswa SD diketahui keberhasilannya melalui hasil UN masing-
masing siswa.Bukan hal yang jarang bagi siswa menjadikan UN sebagai indikator
yang harus dituntaskan dengan hasil yang baik.Selain siswa yang secara langsung
139

harus face to face (Anonim, 2014, https://www.scribd.com/doc/55158635/Efektif-


Dan-Tidak-Efektifnya-Ujian-Nasional).
pada UN, pihak orang tua dan sekolah menjadikan UN sebagai momok
yang di wanti-wanti.Banyak orang tua dan guru memberikan suntikan kepada
siswa agar mampumenyelesaikan UN dengan baik seperti memasukkan siswa ke
private class pada bimbingan belajar di dalam ataupun di luar sekolah. Hal ini
dilakukan agar siswamampu memahami dengan baik semua materi sekolah dari
semester awal hinggasemester akhir menjelang UN.
Real action di lapangan banyak terlihat hal negatif yang ditimbulkan dari
UN. Tidak sedikit orang tua dan sekolah khawatir anak atau anak didiknya
tidak lulus UN. Kekhawatiran ini membuat orang tua dan sekolah menghalalkan
segalacara agar siswa dapat lulus UN dengan hasil yang memuaskan. Kerja sama
pihak sekolah, orang tua dan siswa dalam membocorkan soal ujian UN sering
dilakukandengan mengandalkan para joki soal ujian yang tidak lain adalah para
guru.Tingginya upah yang ditawarkan membuat para guru tidak segan-
seganmelakukan tindakan tercela ini bahkan hingga detik-detik terakhir UN
dilakukan. Fakta yang terjadi adalah munculnya pertanyaan mengenai keefektifan
Ujian Nasional (UN). Ujian Nasional (UN) yang hanya dilakukan beberapa
jamdalam kurun waktu tiga atau empat hari dijadikan indikator kelulusan
seorangsiswa yang telah mempelajari ilmu dalam beberapa tahun di sekolah.
Fenomenaini menimbulkan perilaku tercela seperti membocorkan soal
ujian.Melihat dari dua sudut pandang tentang keefektifan UN yaitu tujuan
dan proses dapat diambil beberapa poin penting. Berdasarkan tujuan,
UNdikategorikan cukup efektif dalam menilai kemampuan siswa
dalammenyelesaikan studi di sekolah dalam kurun waktu beberapa tahun. Namun
dilihatdari proses, pelaksanaan UN dikategorikan tidak efektif. Hal ini terlihat
denganmaraknya kecurangan yang terjadi sebelum dan ketika UN dilakukan
(Anonim, 2014, https://www.scribd.com/doc/55158635/Efektif-Dan-Tidak-
Efektifnya-Ujian-Nasional).
Peningkatan standar mutu UN yang dilakukan tiap tahunnya tidak
diikuti peningkatan mutu pendidikan baik dari segi pengajar, sarana, dan
prasarana.Pelatihan para guru dan penyediaan sarana dan prasarana penunjang
140

pendidikan belum mendukung sepenuhnya keberhasilan siswa dalam memahami


pelajaran disekolah. Hal ini berdampak pada nilai yang diperoleh siswa dalam
penerimaanrapor tiap akhir semester. Keadaan yang kurang baik ini memerlukan
suatu penilaian tambahan bagi siswa dalam mempelajari suatu pelajaran. Selama
iniseorang siswa dikatakan berhasil dalam mempelajari suatu ilmu sekedar
melihatnilai rapor. Penilaian kognitif seobjektif mungkin perlu dilakukan pihak
guru yangsecara langsung berinteraksi dengan siswa tiap harinya. Penilaian dapat
dilakukandalam proses keseharian siswa dalam memahami suatu ilmu seperti cara
belajar, bersikap kepada teman dan guru, keaktifan dan ketuntasan menyelesaikan
tugas,rutinitas beribadah, dan cara menyikapi emosi (psikologis) dapat dijadikan
poin penilaian kelulusan tersendiri bagi siswa.Penilaian kelulusan seharusnya
tidak dilakukan hanya dari nilai UN yangdiperoleh siswa. Penilaian-penilaian lain
yang telah disebutkan di atas setidaknyadapat menjadi pendukung yang turut
membantu siswa dinyatakan lulus atau tidak dalam mengikuti pembelajaran
selama di sekolah. Proses penilaian inimemerlukan kerja sama dari segala pihak
baik dari pihak guru, orang tua, dansiswa itu sendiri. Jika hal ini dapat dilakukan
dengan baik tanpa melupakan peningkatan pendidikan yang terus dilakukan maka
Ujian Nasional dapat dikategorikan efektif untuk dilaksanakan dan secara tidak
langsung akan mengurangi tindakan kecurangan yang selama ini acap kali
terpublikasi di media massa. Hal ini sangat diperlukan agar output yang dihasilkan
adalah siswa-siswa yang memiliki pendidikan berkarakter, pendidikan yang
terarah secara sistematis berlandaskan agama dan pancasila. Bukan siswa yang
lulus karena kecurangan. Jika hal ini terus dibiarkan maka sangat tidak mungkin
pendidikan Indonesia menjadi pendidikan yang berakhlak mulia yang anak
bangsanya berkontribusiaktif memajukan Indonesia yang sudah lama berstatus
Negara Berkembang.
Kemendikbud telah menetapkan bahwa Ujian Nasional adalah patokan
atau kriteria untuk menentukan kelulusan siswa. UN juga dianggap sebagai sarana
untuk menentukan bagaimana tingkat pendidikan di Indonesia. Hal ini yang
menyebabkan pemerintah mewajibkan para siswa untuk mengikuti Ujian Nasional
yang dilaksanakan serentak diseluruh Indonesia dengan standar yang telah
141

(Kersharyadi, 2016, https://www.kompasiana.com/anjarkersharyadi/54f5ec53a333


1107038b4569/efektifkah-pelaksanaan-un-di-indonesia).
Namun dalam pelaksanaannya Ujian Nasional tidak berjalan sesuai dengan
apa yang pemerintah harapkan. Masalah pemerataan pendidikan menjadi
permasalahan utama. Bagaimana bisa kita menyamakan standar siswa yang
berada di pedalaman dengan siswa yang ada di kota-kota besar? Tentu sangat
tidak adil. Seperti yang kita ketahui bahwa sarana dan prasarana yang ada di
sekolah-sekolah pedalaman sangat minim, serta keadaan siswa yang sangat sulit
untuk mendapatkan informasi pendidikan. Berbanding terbalik dengan sekolah-
sekolah yang ada di kota-kota besar yang sudah dilengkapi dengan fasilitas-
fasilitas yang sangat mendukung bagi para siswa untuk belajar. Hal ini yang
menuai anggapan masyarakat bahwa pemerintah kurang jeli dalam melihat
keadaan dan mendistribusikan segala sarana dan prasarana untuk mendukung
pendidikan secara merata.
Selain hal tersebut, Ujian Nasional mengharuskan siswa untuk menguasai
seluruh pelajaran yang diujikan. Bagaimana jika seorang siswa sangat pandai
dalam mata pelajaran matematika, tetapi tidak menyukai pelajaran bahasa inggris?
Anak tersebut dipaksa untuk menguasai mata pelajaran yang bukan merupakan
keahlian atau minatnya demi kelulusan. Bagaimana bisa kita melakukan hal yang
tidak kita kuasai dan minati. Pemerintah seakan mempersulit para siswa untuk
menyalurkan bakat dan minatnya sendiri.
Tidak hanya melihat dari sudut pandang pemerintah, namun dari sudut
pandang para siswa hal yang sangat ironis dapat kita rasakan berkaitan dengan
pelaksanaan Ujian Nasional tersebut. Seiring dengan perkembangan jaman dan
perubahan mental siswa, Ujian Nasional seakan-akan menjadi ajang
“kecurangan”. Sebagian besar para siswa terutama yang berada di kota-kota besar
menganggap bahwa UN hanyalah formalitas yang harus dilalui untuk melanjutkan
ke jenjang berikutnya. Secara realita yang kita dapatkan di lapangan, banyak
siswa yang hanya mengandalkan kunci jawaban yang beredar. Dan sangat
disayangkan lagi, perilaku ini dilakukan secara struktural dan terorganisir dengan
oknum-oknum yang terlibat. Sehingga menimbulkan suatu pemikiran didalam
otak para siswa bahwa kriteria kelulusan tidak hanya bagi mereka yang pandai,
142

tetapi mereka yang mampu untuk membeli kunci jawaban tersebut. Dalam hal ini
pemerintah sudah mencoba untuk meminimalisir bentuk kecurangan tersebut
misalnya dengan memperbanyak jenis soal dan penyertaan barcode dalam lembar
jawaban. Akan tetapi hal ini hanya akan memicu sifat “curang” para siswa,
sehingga pada kenyataannya siswa hanya akan berpikir untuk mencari cara curang
dibandingkan untuk belajar. Hal inilah yang menjadi alasan kenapa pelaksanaan
Ujian Nasional dikatakan kurang efektif, karena pada kenyataannya sendiri UN
hanya dijadikan ajang curang bagi sebagian besar siswa. Hal ini seakan dijadikan
trend dikalangan para pelajar (Kersharyadi, 2016, https://www.komp
asiana.com/anjarkersharyadi/54f5ec53a3331107038b4569/efektifkah-pelaksanaan
-un-di-indonesia).
Menurut pendapat saya, akan lebih baik jika Ujian Nasional tidak
dijadikan kriteria kelulusan. Sebaiknya kemendikbud selaku lembaga yang terkait
memperbaiki segala bidang pendidikan secara merata karena belum saatnya
Indonesia memberlakukan Ujian kelulusan dengan standar kelulusan yang kurang
pantas. Dan menurut saya, kriteria lulus atau tidaknya siswa lebih baik diserahkan
kepada sekolah masing-masing. Karena sekolah itu sendiri yang dapat mengontrol
dan mengamati segala perkembangan siswanya. Sekolah bisa mengadakan Ujian
Sekolah dengan standar yang telah ditentukan oleh sekolah itu sendiri sesuai
dengan tingkat kriteria sekolah masing-masing. Dan nilai sikap juga harus
dijadikan salah satu syarat sekolah itu meluluskan siswanya. Karena sikap
menjadi nilai utama dibandingkan dengan nilai akademis. Apabila secara sikap
anak tersebut tidak baik, adalah tugas sekolah untuk membimbing anak tersebut
untuk bersikap lebih baik lagi. Serta sekolah harus memberikan arahan kepada
siswanya mengenai minat dan bakatnya, agar pada saat lulus siswa tersebut tidak
bingung untuk melanjutkan ke bidang apa. Tentu saja tugas sekolah tersebut tetap
harus dikontrol oleh pemerintah dan harus ada kerjasama antara kedua instansi
tersebut.
Pendidikan yang lebih baik dan merata sudah pasti kita damba-dambakan
bagi Negeri Indonesia ini. Harapan tersebut bisa saja kita wujudkan apabila kita
memulainya dari diri kita sendiri. Tanamkan pikiran pentingnya pendidikan bagi
segala generasi agar tidak terjadi segala kecurangan didalam dunia pendidikan.
143

Semoga Indonesia bisa mencetak generasi yang berguna bagi bangsa dan bisa
membawa nama Indonesia di segala bidang yang berawal melalui pendidikan.
Ujian nasional berbasis komputer hanya diperuntukkan bagi sekolah-sekolah yang
memiliki fasilitas komputer dan terjangkau jaringan internet memadai. Sekolah
yang belum memiliki fasilitas tersebut melakukan ujian nasional berbasis kertas
dan pensil. Hal ini disampaikan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Muhadjir
Effendy di Jakarta terkait pelaksanaan ujian nasional jenjang SMP/MTs setara dan
SMA/MA/SMK setara pada April mendatang (Anonim, 2016,
https://www.pontianakpost.co.id/catatan-kritis-seputar-pelaksanaan-unbk).
Bagi penulis, Ujian Nasional Berbasis Komputer (UNBK) merupakan
sebuah terobosan dari Kemendikbud. Selain karena memang mengikuti arus
perkembangan zaman yang semakin kental dengan peranan teknologi, UNBK
dinilai lebih efektif. Namun tidak sedikit juga pihak yang mengatakan
penyelenggaraan UNBK jauh dari kesiapan dan keterbatasan infrastruktur.
Memang, syarat penting yang harus dipenuhi untuk menyelenggarakan
UNBK adalah infrastruktur sekolah yang bersangkutan. Perangkat komputer
adalah benda wajib yang digunakan. Oleh karena itu, Kemendikbud melalui
halaman resminya mengatakan bahwa UNBK hanya diselenggarakan pada
sekolah yang sudah siap baik dari infrastruktur, SDM, maupun peserta.
Penyelenggaraan UNBK ini pertama kali dilaksanakan pada 2014 lalu secara
online dan terbatas di SMP Indonesia Singapura dan SMP Indonesia Kuala
Lumpur (SIKL) dan setelah dua tahun perkembangannya, UNBK mulai
merambah ke sekolah-sekolah negeri dan swasta di berbagai kota.
Sayangnya, masih ada kendala untuk penyelenggaraan UNBK ini. Salah satunya
adalah perangkat. Bahkan Kepala Dinas Pendidikan DKI Jakarta, Sopan Adrianto
mengatakan bahwa pelaksanaan UN berbasis komputer masih mengalami kendala
yaitu kurangnya perangkat komputer di sekolah-sekolah (Anonim, 2016,
https://www.pontianakpost.co.id/catatan-kritis-seputar-pelaksanaan-unbk).
Memang, jika kita pahami penjelasan dari Mendikbud jelas bahwa Ujian
Nasional Berbasis Komputer tidak diwajibkan. Jika sekolah tersebut tidak
memiliki sejumlah komputer untuk UNBK disarankan untuk menumpang.
Namun, menumpang UNBK di sekolah lain hanya diizinkan jika sekolah yang
144

ditumpangi benar-benar memiliki cukup sarana. Dalam satu hari, UNBK


dilakukan tiga gelombang. Gelombang ketiga diperuntukkan bagi sekolah yang
menumpang.
Dengan banyaknya jumlah sekolah dan jumlah siswa di Indonesia mulai
dari tingkat SD sampai tingkat SMA, tak terbayangkan dana yang harus
dikeluarkan oleh Pemerintah untuk pengadaan komputer dan sarana prasarana,
dengan kurun waktu hanya dua tahun. Pelaksanaan UN yang sifatnya serentak
memberikan anggapan bahwa setiap siswa harus menggunakan satu komputer
secara individu. Fakta di lapangan tidak semua guru dan siswa mahir
mengoperasikan komputer, apalagi bagi mereka yang berada di daerah terpencil.
Kebanyakan dari mereka, terutama bagi guru yang sudah tua masih awam dalam
menggunakan atau mengoperasikan komputer.
Fakta terbaru Peningkatan sistem keamanan pada teknis Ujian Nasional
Berbasis Komputer (UNBK) atau Computer Based Test (CBT) justru menjadi
kendala di beberapa daerah. Pada beberapa kasus, aplikasi ujian tiba-tiba keluar
saat mengerjakan soal.
Hal ini ditemukan dari hasil pelaksanaan uji coba UNBK yang telah
berlangsung sebanyak dua kali di sejumlah provinsi. Hal itu dikatakan Kepala
Bidang Analisis dan Sistem Penilaian, Pusat Penilaian Pendidikan (Puspendik),
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) Suprananto. Dia
mengatakan, implikasi teknis itu karena peningkatan sistem keamanan menuntut
sinkronisasi ulang sistem yang ada di perangkat sekolah.
Kasus di atas akan menjadi kendala dan butuh penanganan yang serius,
anggapannya tak mungkin sistem ICT diberlakukan sedangkan subjek sebagai
pelaksana pun tidak memahami basis ICT tersebut. Meskipun hampir di setiap
sekolah terdapat beberapa unit komputer hasil dari pengadaan DAK (Dana
Alokasi Khusus) atau lewat pengadaan jenis lainnya, tetapi yang biasa
mengoperasikannya sebagian besar merupakan guru yang bertindak sebagai
operator sekolah.
Bagi penulis keseriusan Mendikbud untuk memantapkan UNBK perlu
diapresiasi, dengan mengeluarkan Surat Edaran nomor 1/2017 tentang
Pelaksanaan UN tahun ajaran 2016/2017. Dalam surat tersebut, Mendikbud
145

menegaskan bahwa pelaksanaan UN akan diprioritaskan melalui UNBK. “Kalau


di tempatnya sudah ada komputer terus menolak (melaksanakan UNBK), menurut
saya ya gak tahu malu lah,” ujar Muhadjir, akhir pekan lalu di Jakarta.
Fantastis, ternyata dengan kebijakan UNBK ini jumlah sekolah
penyelenggara Ujian Nasional Berbasis Komputer (UNBK) pada tahun ini
meningkat lebih dari 400%, yakni dari 4.382 pada 2016 menjadi 18.701 sekolah.
Berdasarkan data dari Pusat Penilaian Pendidikan (Puspendik) Kementerian
Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud), Minggu (22/1/2017) sekolah
penyelenggara UNBK jenjang SMP/MTs sebanyak 5.760 sekolah, SMA/MA
sebanyak 5.598 SMA/MA dan SMK sebanyak 7.343 sekolah. Jumlah tersebut
setara dengan 19.1% dari total sekolah menengah yang sebanyak 97.645 sekolah.
Saran penulis yaitu langkah tepat yang sekarang perlu dilakukan oleh
pemerintah adalah mengadakan pelatihan terhadap guru secara intensif, baik bagi
guru yang masih muda maupun guru yang sudah tua di seluruh Indonesia. Setelah
semua guru mengerti dan mampu mengoperasikan komputer barulah mereka
mentransfer kembali kepada peserta didik dengan cara mengenalkan fungsi-fungsi
yang terdapat dalam komputer kemudian melatih dan mengajarkan hingga peserta
didik pun menjadi mahir.
Selain itu, Mendikbud mengimbau pemerintah daerah, sesuai kewenangan
daerahnya, agar dapat membantu pemenuhan atau pengadaan kelengkapan
komputer bagi sekolah-sekolah yang belum memiliki komputer, terutama sekolah
yang berlokasi jauh dari sekolah pelaksana UNBK. Terutama, pemerintah daerah
juga harus menyediakan ketersediaan listrik yang memadai untuk mendukung
sekolah pelaksana UNBK.
Ada pernyataan bahwa UNBK sendiri juga dianggap meningkatkan kejujuran
siswa dalam menjalani Ujian Nasional. Selama ini bukan menjadi rahasia lagi jika
banyak sekali bertebaran kunci jawaban Ujian Nasional di masyarakat saat
penyelenggaraan UN. Bahkan ada juga oknum yang melakukan jual beli kunci
jawaban Ujian Nasional ini. Kepala Pusat Penilaian Pendidikan (Puspendik)
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Nizam menyebutkan, Ujian Nasional
Berbasis Komputer (UNBK) bisa efektif untuk meningkatkan kejujuran dalam
pelaksanaan UN. Secara garis besar, papar Nizam, terdapat 24 provinsi dari total
146

34 provinsi yang integritasnya naik. Meskipun ada pula daerah yang mengalami
penurunan (Anonim, 2016, https://www.pontianakpost.co.id/catatan-kritis-
seputar-pelaksanaan-unbk).
Kita semua berharap, dengan adanya penyelenggaraan UNBK akan
mendorong terciptanya efisiensi pelaksanaan UN. Dari segi waktu, pelaksanaan
akan lebih efektif dan fleksibel. Dari segi anggaran juga akan mendorong
efektivitas pengeluaran karena tidak perlu melakukan pengadaan percetakan soal
ujian seperti UN tertulis atau paper based test.
Akhir kata penulis, Ujian Nasional Berbasis Komputer ini memang
menjadi hal baru di dunia pendidikan Indonesia. Tentu saja penyelenggaraan ini
memiliki sisi positif dan negatif yang bersamaan selayaknya dua sisi mata uang.
Namun meski demikian, upaya untuk membuat sistem pendidikan di Indonesia
menjadi lebih baik perlu didukung oleh semua pihak dari semua lapisan.
Termasuk kita sebagai guru atau masyarakat yang cinta pendidikan.

6. Penanya : Hana Safitri (A1C116046)


Pertanyaan : Apa yang menjadi dasar standar penilaian harus memiliki
Landasan Yuridis ?
Penjawab : Eko Nevriansyah (A1C116014)
Standar Penilaian Pendidikan menurut BSNP harus akan baik apabila
memiliki landasan yang kuat baik secara landasan filosofis maupun landasan
Yuridis. Adapun landasan filosofis yaitu dimana Proses pendidikan adalah proses
untuk mengembangkan potensi siswa menjadi kemampuan dan keterampilan
tertentu, hanya saja perlu dipahami bersama bahwa pada dasarnya tidaklah mudah
untuk dapat mengakomodasikan kebutuhan setiap siswa secara tepat dalam proses
pendidikan, namun harus pula menjadi pemahaman bahwa setiap siswa harus
diperlakukan secara adil dalam proses pendidikan, termasuk di dalamnya proses
penilaian. Untuk itu proses penilaian yang dilakukan harus memiliki asas
keadilan, kesetaraan serta obyektifitas yang tinggi (BSNP,2005 : 9).
Pernyataan tersebut mengandung pengertian bahwa setiap siswa harus
diperlakukan sama dan meminimalkan semua bentuk prosedur ataupun tindakan
yang menguntungkan atau merugikan salah satu atau sekelompok siswa. Di
147

samping itu penilaian yang adil harus tidak membedakan latar belakang sosial
ekonomi, budaya, bahasa dan gender.
Sedangkan Landasan yuridis adalah landasan hukum atau landasan
undang-undang yang dijadikan tempat berpijak atau dasar dari standar penilian
pendidikan. Dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003, Pasal 57 Ayat (1),
dinyatakan bahwa evaluasi dilakukan dalam rangka pengendalian mutu
pendidikan secara nasional, sebagai akuntabilitas penyelenggara pendidikan
kepada pihak-pihak yang berkepentingan, kemudian pada Ayat (2) dijelaskan
bahwa evaluasi dilakukan terhadap peserta didik, lembaga, dan program
pendidikan pada jalur formal dan non formal untuk semua jenjang, satuan dan
jenis pendidikan (BSNP,2005 : 10).
Selanjutnya pada pasal 58 ayat (1) dijelaskan bahwa evaluasi proses dan
hasil belajar peserta didik dilakukan oleh pendidik untuk memantau proses,
kemajuan dan perbaikan hasil belajar peserta didik secara berkesinambungan,
sedang pada ayat (2) menjelaskan secara lebih jauh bahwa evaluasi peserta didik,
satuan pendidikan dan program pendidikan dilakukan oleh lembaga mandiri
secara berkala, menyeluruh, transparan dan sistemik untuk mencapai standar
nasional pendidikan. Hal ini kemudian dikembangkan aturan pelaksanaannya
dalam Peraturan Pemerintah No. 19 Tahun 2005, Pasal 63 Ayat (1) dinyatakan
bahwa penilaian pendidikan khususnya penilaian hasil belajar peserta didik pada
jenjang pendidikan dasar dan menengah terdiri atas:
a. Penilaian hasil belajar oleh pendidik;
b. Penilaian hasil belajar oleh satuan pendidikan; dan
c. Penilaian hasil belajar oleh pemerintah.
Dijelaskan lebih lanjut dalam pasal 64 ayat (1) bahwa penilaian hasil
belajar yang dilakukan oleh pendidik dilakukan secara berkesinambungan untuk
memantau proses, kemajuan dan perbaikan hasil dalam bentuk ulangan harian,
ulangan tengah semester, ulangan akhir semester dan ulangan kenaikan kelas.
Selanjutnya pada pasal 65 dijelaskan beberapa pokok pikiran mengenai penilaian
yang dilakukan oleh satuan pendidikan yang dikelompokkan menjadi 5 kelompok
mata pelajaran, pada ayat (1) dikemukakan secara tegas bahwa penilaian pada
satuan pendidikan sebagaimana dimaksudkan pada pasal 63 ayat (1) butir b;
148

bertujuan untuk menilai pencapaian standar kompetensi lulusan untuk semua mata
pelajaran, sedang ayat (2) menjelaskan bahwa penilaian hasil belajar sebagaimana
dijelaskan pada ayat (1) untuk semua mata pelajaran pada kelompok mata
pelajaran agama dan akhlak mulia, kelompok mata pelajaran kewarganegaraan
dan kepribadian, kelompok mata pelajaran estetika, kelompok mata pelajaran
jasmani, olahraga dan kesehatan, merupakan penilaian akhir untuk menentukan
kelulusan peserta didik dari satuan pendidikan. Berikutnya pada ayat (3)
dinyatakan bahwa penilaian akhir sebagaimana dimaksudkan pada ayat (2)
mempertimbangkan hasil penilaian hasil belajar peserta didik oleh pendidik,
sebagaimana dimaksud pada ayat 64. Berikutnya pada ayat (4) dinyatakan bahwa
penilaian hasil belajar untuk semua mata pelajaran pada kelompok mata pelajaran
ilmu dan teknologi dilakukan melalui Ujian Sekolah/Madrasah untuk menentukan
kelulusan peserta didik dari satuan pendidikan, yang dilanjutkan pada ayat (5)
yang menjelaskan bahwa untuk dapat mengikuti ujian Sekolah/Madsarah
sebagaimana dimaksud pada ayat (4), peserta didik harus mendapatkan nilai yang
sama atau lebih besar dari nilai batas ambang kompetensi yang dirumuskan oleh
BSNP, pada kelompok mata pelajaran agama dan akhlak mulia, kelompok mata
pelajaran kewarganegaraan dan kepribadian, kelompok mata pelajaran estética
serta kelompok mata pelajaran jasmani olahraga dan kesehatan. Sedangkan untuk
memberikan penilaian pencapaian kompetensi lulusan secara Nasional pada
kelompok mata pelajaran tertentu dalam kelompok mata pelajaran ilmu dan
teknologi menurut PP No. 19 Pasal 66, dinyatakan secara tegas; akan dilakukan
dalam bentuk Ujian Nasional yang dilakukan secara obyektif berkeadilan dan
akuntabel serta diadakan sekurang-kurangnya satu kali dan sebanyak-banyaknya
dua kali dalam satu tahun (BSNP,2005 : 12).
Hal tersebut lah yang menjadi dasar mengapa standar nasional pendidikan
harus memiliki landasan filosofis dan yuridis yang kuat (BNSP, 2005, Kurikulum
Tingkat Satuan Pendidikan, Jakarta : BSNP )

Anda mungkin juga menyukai