Disusun oleh:
Kelompok 5
Dosen Pengampu:
UNIVERSITAS JAMBI
2018
MAKALAH EVALUASI PROSES DAN HASIL PEMBELAJARAN KIMIA
Disusun oleh :
Kelompok 5
Dosen Pengampu:
UNIVERSITAS JAMBI
2018
KATA PENGANTAR
Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa sebagai pencipta dan pengatur
kehidupan di dunia, karena berkat rahmat dan hidayah-Nya lah kami dapat
menyelesaikan makalah yang berjudul “Standar Penilaian Dalam Perspektif
Standar Nasional Pendidikan” ini dapat selesai dengan baik.
Shalawat dan salam juga kami curahkan kepada Nabi besar Muhammad
SAW, junjungan umat Islam, pembawa kebenaran di muka bumi. Terima kasih
pula kepada dosen dan teman-teman yang telah memberikan dukungan serta ikut
serta berpartisipasi sehingga makalah ini dpat selesai pada waktunya.
Makalah ini merupakan sebuah tugas dalam mata kuliah Belajar dan
Pembelajaran yan dibuat oleh penulis guna menunjang proses belajar di perguruan
tinggi yang kini tengah dijalani oleh penulis. Adapun judul makalah ini adalah
“Standar Penilaian Dalam Prespektif Standar Nasional Pendidikan”.
Dalam penyusunan makalah ini, tidak sedikit hambatan yang kami hadapi.
Namun kami menyadari bahwa kelancaran dalam penyusunan laporan ini tidak
lain berkat bantuan, dorongan dan bimbingan dosen dan teman-teman, sehingga
kendala-kendala yang penulis hadapi teratasi.
Semoga makalah ini dapat bermanfaat dan menjadi sumbangan pemikiran
bagi pihak yang membutuhkan, khususnya bagi kami sehingga tujuan yang
diharapkan dapat tercapai, amin.
Penulis
ii
DAFTAR ISI
Halaman
iii
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
2.1 Permendiknas Standar Isi ..............................................................................13
iv
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman
2.1 Standar Nasional Pendidikan ........................................................................12
v
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran Halaman
1. Foto Penelusuran Sumber Buku di Perpustakaan ...........................................95
vi
BAB I
PENDAHULUAN
1
2
3
4
1 Raharjo, B., 2012, Kontribusi Delapan Standar Nasional Pendidikan Terhadap Pencapaian
Prestasi Belajar, Jurnal Penelitian dan Evaluasi Pendidikan, Vol.16 (2). Hal.151.
2 Faqih, 2007, Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan, Jakarta, Bumi Aksara. Hal.13
5
3 Raharjo, B., 2012, Kontribusi Delapan Standar Nasional Pendidikan Terhadap Pencapaian
Prestasi Belajar, Jurnal Penelitian dan Evaluasi Pendidikan, Vol.16 (2). Hal.152.
4 Langgulung, 1988, Pendidikan Sebagai Dasar Pengetahuan, Jakarta, Dwikarya. Hal.4
6
dipandang dapat membentuk manusia menjadi apa saja yang diinginkan oleh
pendidik maka istilah pembentukan merupakan ciri khas yang menunjukan
kekuasaan pendidik terhadap anak didik. Konsep pendidikan adalah usaha sadar
yang dilakukan oleh orang dewasa kepada yang belum dewasa melalui
pengajaran, bimbingan dan latihan bagi peranannya dimasa yang akan datang.
Sedangkan criterianya adalah ukuran yang menjadi dasar penilaian atau
penetapan sesuatu yang equity, equality, adequacy, dan feasibility.Indicator
maupun variable yang mempengaruhi pendidikan adalah politik, ekonomi,
budaya, masyarakat atau keluarga, geografis dan kependudukan, dan
produktifitas pendidikan.Dimana produktifitas adalah perbandingan dari hasil
pendidikan yang nyata dengan tujuan pendudukan yang seharusnya. Pendidikan
mempunyai arti yang lebih luas dari pengajaran, karena sasaran pendidikan
tidak hanya mencakup pengembangan intelektualitas saja, akan tetapi lebih
ditekankan pada proses pembinaan kepribadian anak didik secara menyeluruh.
Pada dasarnya Mengajar adalah membantu seseorang untuk mempelajari sesuatu
dan apa yang dibutuhkan dalam belajar itu tidak ada kontribusinya terhadap
pendidikan orang yang belajar.6
Menyimak beberapa pengertian pendidikan di atas, maka dapat disimpulkan
bahwa pendidikan adalah suatu usaha yang dilakukan untuk mengembangkan
kemampuan dan kepribadian individu melalui proses atau kegiatan tertentu
(pengajaran, bimbingan atau latihan) serta interaksi individu dengan
lingkungannya untuk mencapai manusia seutuhnya (insan kamil). Sebagaimana
dikemukakan P.H.Coombs (1968), bahwa sistem pendidikan terdiri atas 12
komponen utama, yaitu tujuan dan prioritas, peserta didik, manajemen, struktur
dan jadwal waktu, isi/materi, guru pelaksana, alat dan sumber belajar, fasilitas,
teknologi, pengawasan mutu, penelitian, dan biaya pendidikan.
Di negara otoriter yang menganut paham pemerintahan totalitarianisme, pe-
merintah akan membatasi kebebasan individu dengan mengeluarkan kebijakan
pendidikan yang uniform bagi semua anak didik. Bagi negara semacam ini,
pendidikan adalah kekuatan politik untuk mendominasi rakyat.Pemerintah secara
6 Raharjo, B., 2012, Kontribusi Delapan Standar Nasional Pendidikan Terhadap Pencapaian
Prestasi Belajar, Jurnal Penelitian dan Evaluasi Pendidikan, Vol.16 (2). Hal. 154
8
8 Raharjo, B., 2012, Kontribusi Delapan Standar Nasional Pendidikan Terhadap Pencapaian
Prestasi Belajar, Jurnal Penelitian dan Evaluasi Pendidikan, Vol.16 (2). Hal.156.
10
15 Adnan, B., 2007, Membongkar Budaya Visi Indonesia 2030 dan Tantangan Menuju Raksasa
Dunia, Jakarta, Kompas Media Nusantara. Hal.295.
16 Anonim, 2013, Standar Pendidikan Nasional,
http://mochzaenuri7.blogspot.com/2013/10/makalah-8-standar-pendidikan-nasional.html
(Diakses pada 10 November 2018).
19
18 Arifin, Z., 2009, Evaluasi Pembelajaran, Bandung, PT Remaja Rosdakarya Offset. Hal.44
22
19 Pidarta, M., 2014, Landasan Kependidikan (Stimulus Pendidikan Bercorak Indonesia), Jakarta,
PT Rineka Cipta. Hal.5.
23
ayat (2) mempertimbangkan hasil penilaian hasil belajar peserta didik oleh
pendidik, sebagaimana dimaksud pada ayat 64(Alimudin, 2008: 25)22.
Khusus mengenai Standar Penilaian Pendidikan diatur dalam Bab X yang
terdiri dari 5 bagian, yaitu:
Bagian ke 1: Umum, Pasal 63:
Ayat (1): penilaian pendidikan pada jenjang pendidikaan dasar dan menengah
terdiri atas:
a. Penilaian hasil belajar oleh pendidik
b. Penilaian hasil belajar oleh satuan pendidikan , dan
c. Penilaian hasil belajar oleh pemerintah.
Ayat (2): penilaian pendidikan pada jenjang pendidikaan terdiri atas:
a. Penilaian hasil belajar oleh pendidik,dan
b. Penilaian hasil belajar oleh satuan pendidikan tinggi.
Ayat (3): penilaian pendidikan pada jenjang pendidikan tinggi sebaimana
dimaksud pada ayat ke (2) diatur oleh masing-masing perguruan tinggi sesuai
peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Bagian ke 2 : Penilaian Hasil Belajar oleh Pendidik, Pasal 64:
Ayat (1): penilaian hasil belajar oleh pendidik sebagaimana dimaksud dalam pasal
63 ayat (1) butir (a) dilakukan secara berkesinambungan untuk memantau proses,
kemajuan, dan perbaikan hasil dalam bentuk ulangan harian, ulangan tengah
semester, ulangan akhir semester, dan ulangan kenaikan kelas.
Ayat (2): penilaian hasil belajar oleh pendidik sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) digunakan untuk:
a. Menilai pencapaian kompetensi peserta didik;
b. Bahan penyusun laporan kemajuan hasil belajar; dan
c. Memperbaiki proses pembelajaran.
Ayat (3): penilaian hasil belajar kelompok mata pelajaran agama dan akhlak
mulia serta kelompok mata pelajaran kewarganegaraan dan kepribadian dilakukan
melalui:
a. Pengamatan terhadap perubahan perilaku dan sikap untuk menilai
perkembangan afeksi dan kepribadian peserta didik; serta
22 Alimudin, 2008, Sistem Penilaian Hasil Belajar, Garut, Ujwart Media. Hal.25.
26
Ayat (1): Penilaian hasil belajar oleh satuan pendidikan sebagaimana dimaksud
dalam pasal 63 ayat (1) butir (b) bertujuan menilai pencapaian kompetensi lulisan
secar nasional pada mata pelajaran tertentu dalam kelompok mata pelajaran ilmu
pengetahuan teknologi dan dilakukan dalam bentuk ujian nasional.
Ayat (2): Ujian nasional dilakukan secar objektif,berkeadilan, dan akuntabel.
Ayat (3): Ujian nasional diadakan sekurang-kurangnya satu kali dan sebanyak-
banyaknya dua kali dalam satu tahun pelajaran.
Pada Pasal 67 dikemukakan:
Ayat (1): Pemerintah menugaskan BSNP untuk menyelenggarakan ujian nasional
yang diikuti peserta didik pada setiap satuan pendidikan jalur formal pendidikan
dasar dan menengah dan jalur nonformal kesetaraaan.
Ayat (2): Dalam menyelenggarakan ujian nasioanal BSNP bekerja sama dengan
instansi terkait di lingkungan Pemerintah, pemerintah provinsi, pemerintah
kabupaten/kota, dan satuan pendidikan.
Ayat (3): Ketentuan mengenai ujian nasional diatur lebih lanjut dengan Peraturan
Menteri.
Dalam pasal 68 bahwa hasil ujian nasional digunakan sebagai salah satu
pertimbangan untuk:
a. Pemetaan mutu program dan/atau satuan pendidikan.
b. Dasar seleksi masuk jenjang pendidikan berikutnya.
c. Penentuan kelulusan peserta didik dari program dan/atau satuan pendidikan.
d. Pembinaan dan pemberian bantuan kepada satuan pendidikan dalam upaya
untuk meningkatkan mutu pendidikan.
Kemudian dalam Pasal 69 dikemukakan:
Ayat (1): Setiap peserta didik jalur formal pendidikan dasar dan menengah dan
jalur pendidikan nonformal kesetaraan berhak mengikuti ujian nasional dan
berhak mengulangi sepanjang belum dinyatakan lulus dari satuan pendidikan.
Ayat (2): Setiap peserta didik sebagaiman dimaksud pada ayat (1) wajib
mengikuti satu kali ujian nasional tanpa dipungut biaya.
Ayat (3): Peserta didik pendidikan informal dapat mengikuti ujian nasional setelah
memenuhi syarat yang ditetapkan oleh BSNP.
28
Ayat (40: Peserta ujian nasional memperoleh surat keterangan hasil ujian nasional
yang diterbitkan oleh satuan pendidikan penyelenggaran ujian nasional.
Adapun jenis mata pelajaran ujian nasional untuk setiap satuan pendidikan diatur
dalm Pasal 70:
Ayat (1): Pada jenjang SD/MI/SDLB atau bentuk lainnya yang sederajat, ujian
nasional mencakup mata pelajaran Bahasa Indonesia, Matematika, dan Ilmu
Pengetahuan Alam (IPA).
Ayat (2): Pada program paket A, ujian nasional mencakup mata pelajaran Bahasa
Indonesia, Matematika, Ilmu Pengetahuan alam (IPA), Ilmu Pengetahuan Sosial
(IPS), dan Pendidikan Kewarganegaraan.
Ayat (3): Pada jenjang SMP/MTs/SMPLB atau bentuk lain yang sederajat, ujian
nasional mencakup pelajaran Bahasa Indonesia, Bahasa Inggris, Matematika, dan
Ilmu Pengetahuan Alam (IPA).
Ayat (4): Pada program paket B, ujian nasional mencakup mata pelajaran Bahasa
Indonesia, Bahasa inggris, Matematika, Ilmu Pengetahuan Alam (IPA), Ilmu
Pengetahuan Sosial (IPS), dan Pendidikan Kewarganegaraan.
Ayat (5): Pada SMA/MA/SMALB atau bentuk lain yang sederajat, ujian nasional
mencakup mata pelajaran Bahasa Indonesia, Bahasa Indonesia ,Bahasa Inggris,
Matematika, dan mata pelajaran yang menjadi ciri khas program pendidikan.
Ayat (6): Pada program paket C, ujian nasional mencakup mata pelajaran Bahasa
Indonesia, Bahasa Indonesia ,Bahasa Inggris, Matematika, dan mata pelajaran
yang menjadi ciri khas program pendidikan.
Ayat (7): Pada jenjang pendidikan SMK/MAK atau bentuk lain yang sederajat,
ujian nasional mencakup mata pelajaran Bahasa Indonesia, Bahasa Indonesia
,Bahasa Inggris, Matematika, dan mata pelajaran kejuruan yang menjadi ciri khas
program pendidikan.
Bagian ke 5 tentang Kelulusan, Pasal 72:
Ayat (1): Peserta didik dinyatakan lulus dari satuan pendidkan pada pendidikan
dasar dan menengah setelah:
a. Menyelesaikan seluruh program studi
b. Memperoleh nilai minimal baik pada penilaian akhir untuk seluruh mata
pelajaran kelompok mata pelajaran agama dan akhlak mulia, kelompok mata
29
23 Arifin, Z., 1991, Evaluasi Instruksional, Prinsip – Tekhnik – Prosedur, Bandung, PT. Remaja
Rosdakarya. Hal.10.
31
tentang prestasi dan kinerja peserta didik merupakan hasil yang diperoleh melalui
kegiatan penilaian, baik dengan pengukuran maupun non pengukuran.
Standar penilaian pendidikan menurut BSNP ini berdasarkan jenjangnya
terbagi atas:
1. Penilaian pendidikan pada jenjang pendidikan dasar dan menengah,
meliputi :
a. Penilaian hasil belajar oleh pendidik
b. Penilaian hasil belajar oleh satuan pendidikan dan,
c. Penilaian hasil belajar oleh pemerintah
2. Penilaian pendidikan pada jenjang pendidikan tinggi diatur
berdasarkan peraturan perudang-undangan yang berlaku dimasing-
masing perguruan tinggi tersebut, meliputi :
a. Penilaian hasil belajar oleh pendidik, dan
b. Penilaian hasil belajar oleh satuan pendidikan tinggi (Anonim,
2015, http://bsnp.brown.web.id/)26
Selanjutnya, BSNP mengemukakan prinsip-prinsip umum penilaian hasil
belajar sebagai berikut :
1. Mendidik, artinya proses penilaian hasil belajar harus mampu
memberikan sumbangan positif pada peningkatan pencapaian hasil
belajar peserta didik.
2. Terbuka atau transparan, artinya prosedur penilaian, kriteria penilaian
ataupun dasar pengambilan keputusan harus disampaikan secara
transparan dan diketahui oleh pihak-pihak terkait secara objektif.
3. Menyeluruh, artinya penilaian hasil belajar yang dilakukan harus
meliputi berbagai aspek kompetensi yang akan dinilai dan terdiri atas
ranah kognitif, afektif dan psikomotor.
4. Terpadu dengan pembelajaran, artinya dalam melakukan penilaian
kegiatan pembelajaran harus mempertimbangkan kognitif, afektif dan
psikomotor, sehingga penilaian tidak hanya dilakukan setelah siswa
menyelesaikan pokok bahasan tertentu, tetapi juga dalam proses
pembelajaran.
29 Departemen Pendidikan Nasional, 2009, Panduan Implementasi Standar Penilaian Pada KTSP
di Sekolah, Jakarta, Depdiknas. Hal.31.
39
peserta didik pada pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan
dasar, dan pendidikan menengah. Selain tugas utamanya tersebut, guru juga
dimungkinkan memiliki tugastugas lain yang relevan dengan fungsi
sekolah/madrasah.
Oleh karena itu, dalam penilaian kinerja guru beberapa subunsur yang perlu
dinilai adalahPenilaian kinerja yang terkait dengan pelaksanaan proses
pembelajaran bagi gurumata pelajaran atau guru kelas, meliputi kegiatan
merencanakan danmelaksanakan pembelajaran, mengevaluasi dan menilai,
menganalisis hasilpenilaian, dan melaksanakan tindak lanjut hasil penilaian dalam
menerapkan 4(empat) domain kompetensi yang harus dimiliki oleh guru sesuai
dengan PeraturanMenteri Pendidikan Nasional Nomor 16 Tahun 2007 tentang
Standar KualifikasiAkademik dan Kompetensi Guru. Pengelolaan pembelajaran
tersebutmensyaratkan guru menguasai 24 (dua puluh empat) kompetensi
yangdikelompokkan ke dalam kompetensi pedagogik, kepribadian, sosial,
danprofesional.Untuk mempermudah penilaian dalam PK GURU, 24 (dua
puluhempat) kompetensi tersebut dirangkum menjadi 14 (empat belas)
kompetensisebagaimana dipublikasikan oleh Badan Standar Nasional Pendidikan
(BSNP).
Menurut BSNP, standar penilaian oleh pendidik mencakup standar umum,
standar perencanaan, standar pelaksanaan, standar pengolahan dan pelaporan hasil
penilaian serta standar pemanfaatan hasil penilaian.
1. Standar Umum Penilaian
Standar umum penilaian adalah aturan main dari aspek-aspaek umum dalam
pelaksanaan penilaian.Untuk melakukan penilaian, pendidik harus selalu mengacu
pada standar umum penilaian. BSNP menjabarkan standar umum penilaian ini
dalam prinsip-prinsip sebagai berikut:
a. Pemilihan teknik penilaian disesuaikan dengan karakteristik mata pelajarn serta
jenis informasi yang ingin diperoleh dari peserta didik.
b. Informasi yang dihimpun mencakup ranah-ranah yang sesuai dengan standar
isi dan standar kompetensi lulusan.
c. Informasi mengenai perkembangan perilaku peserta didik dilakukan secar
berkala pada kelompok mata pelajaran masing-masing.
41
d. Pendidik harus selalu mencatat perilaku peserta didik yang menonjol, baik
yang bersifat positif maupun negatif dalam buku catatan perilaku.
e. Melakukan sekurang-kurangnya tiga kali ulangan harian menjelang ulangan
tengah semester.
f. Pendidik harus menggunakan teknik penilaian yang bervariasi sesuai dengan
kebutuhan.
g. Pendidik harus selalu memeriksa dan memberi balikan kepada peserta didik
atas hasil kerjanya sebelum memberikan tugas lanjutan.
h. Pendidik harus memiliki catatan kumulatif tentang hasil penilaian untuk setiap
pesrta didik yang berada di bawah tanggung jawabnya.
i. Pendidik melakukan ulangan tengah dan akhir semester untuk menilai
penguasaan kompetensi sesuai dengan tuntutan dalam standar kompetensi (SK)
dan standar kelulusan (SL).
j. Pendidik yang diberi tugas menangani pengembangan diri harus melaporkan
kegiatan peserta didik kepada wali kelas untuk dicantumkan jenis kegiatan
pengembangan diri pada buku laporan pendidikan.
k. Pendidik menjaga kerahasian pribadi peserta didik dan tidak disampaikan
kepada pihak lain tanpa seizin yang bersangkutan maupun orang tua/wali
murid.
2. Standar Perencanaan Penilaian
Standar perencanaan penilaian oleh pendidik mrupakan prinsip-prinsip yang harus
dipedomani bagi pendidik dalam melakukan perencanaan penilaian. BSNP
menjabarakannya menjadi tujuh prinsip sebagai berikut:
a. Pendidik harus membuat rencana penilaian secara terpadu dengan silabus dan
rencana pembelajarannya.
b. Pendidikan harus mengembangkan kriteria pencapaian kompetensi dasar (KD)
sebagai dasar untuk penilaian.
c. Pendidik menentukan teknik penialan dan instrumen penilaiannya sesuai
dengan indikator pencapaian KD.
d. Pendidik harus meninformasikan seawal mungkin kepada peserta didik tentang
aspek-aspek yang dinilai dan kriteria pencapaiannya.
42
Penilaian pendidikan pada jenjang pendidikan dasar dan menengah terdiri atas :
a. Penilaian hasil belajar oleh pendidik
b. Penilaian hasil belajar oleh satuan pendidikan
c. Penilaian hasil belajar oleh Pemerintah
Permendikbud UU No 19 Tahun 2005 pasal 64 tentang penilaian hasil belajar
oleh pendidik :
1. Penilaian hasil belajar oleh pendidik sebagaimana dimaksud dalam pasal 63
ayat 1 butir a dilakukan secara berkesinambungan untuk memantau proses,
kemajuan, dan perbaikan hasil dalam bentuk ulangan harian, ulangan tengah
semester, ulangan akhir semester, dan ulangan kenaikan kelas.
2. Penilaian sebagaimana dimaksud pada ayat 1 digunakan untuk :
a. Menilai pencapaian kompetensi peserta didik
b. Bahan penyusunan laporan kemajuan hasil belajar
c. Memperbaiki proses pembelajaran
3. Penilaian hasil belajar kelompok mata pelajaran agama dan akhlak mulia serta
kelompok mata pelajaran kewarganegaraan dan kepribadian dilakukan melalui
:
a. Pengamatan terhadap perubahan perilaku dan sikap untuk melalui
perkembangan afeksi dan kepribadian peserta didik
b. Ujian, ulangan, dan/atau penugasan untuk mengukur aspek kognitif peserta
didik.
4. Penilaian hasil belajar kelompok mata pelajaran ilmu pengetahuan dan
teknologi diukur melalui ulangan, penugasan, dan/atau bentuk lain yang sesuai
dengan karakterisik materi yang dinilai
5. Penilaian hasil belajar kelompok mata pelajaran estetika dilakukan melalui
pengamatan terhadap perubahan perilaku dan sikap untuk menilai
perkembangan afeksi dan ekspresi psikomotorik peserta didik
6. Penilaian hasil belajar kelompok mata pelajaran jasmani, olah raga, dan
kesehatan dilakukan melalui :
a. Pengamatan terhadap perubahan perilaku dan sikap untuk menilai
perkembangan psikomotorik dan afeksi peserta didik
b. Ulangan, dan/atau penugasan untuk mengukur aspek kognitif peserta didik.
46
1. Sistem kredit atau beban belajar, yaitu sistem yang tidak mengenal kelas.
Dalam hal ini peserta didik dapat menyelesaikan program belajarnya
sesuai dengan kemampuan individual.Melalui system ini setiap peserta
didik dapat menyelesaikan dan memilih program belajarnya dengan
kecepatan masing-masing. Hal ini berdasarkan bahwa ada peserta didik
yang dapat menyelesaikan beban belajar lebih cepat karena memiliki
kemampuan dan kemauan yang tinggi, tetapi ada juga peserta didik yang
belajar lebih lambat sehingga membutuhkan waktu lebih lama.
2. Sistem kenaikan kelas (grade) adalah sistem yang program belajar peserta
didiknya terstruktur dalam paket-paket kelas.Dalam system ini ada dua
tradisi kenaikan kelas yang dikembangkan, yaitu kenaikan kelas secara
otomatis dan system kenaikan kelas. Di Indonesia pada umumnya masih
menggunakan system kenaikan kelas dengan kriteria tertentu. System
kenaikan kelas dengan kriteria tertentu ini dapat dibedakan antara peserta
didik yang sudah menguasai kompetensi minimal yang dipersyaratkan
dengan peserta didik yang belum menguasai kompetensi minimal sehingga
harus tinggal kelas. Untuk itu, bagi peserta didik yang belum menguasai
kompetensi minimal dapat diberikan tindakan atau treatment melalui tiga
pendekatan. Pertama, mengulang kelas dan belajar bersama-sama dengan
teman-teman yang baru naik kelas dari kelas dibawahnya. Kedua, bisa
naik kelas, tetapi harus mengulang mata pelajaran yang belum dikuasai.
Ketiga mengikuti pembelajaran remedial pada beberapa mata pelajaran
sebelum peserta didik dinyatakan naik kelas.
Penilaian yang baik harus didukung dengan prinsip-prinsip penilaian
agar terdapat aturan yang jelas untuk mengembangkan penilaian. Pada
umumnya penilaian memiliki prinsip sebagai berikut:
1. Keeping track, yaitu harus mampu menelusuri dan melacak kemajuan
siswa sesuai dengan rencana pembelajaran yang telah ditetapkan.
2. Checking up yaitu harus mampu mengecek ketercapaian kemampuan
peserta didik dalam proses pembelajaran.
49
33 Anonim,2009,https://bsnp-indonesia.org/wp-
content/uploads/2009/09/Permendikbud_Tahun2016_Nomor023.pdf (Diakses pada 10
November 2018).
53
34 Anonim,2014,http://nisabumkhairun.blogspot.com/2014/03/standar-penilaian-bsnp.html
(Diakses pada 10 November 2018).
54
3. penugasan perseorangan/kelompok,
4. bentuk lain yang sesuai dengan karakteristik kompetensi dan tingkat
perkembanganpeserta didik (Anonim, 2010, http://educationforce.blogspot
.com/2010/06/standar-penilaian-pendidikan-menurut.html).35
Untuk memperoleh data tentang proses dan hasil belajar peserta didik,
pendidik dapat menggunakan berbagai teknik penilaian secara komplementer
sesuai dengan kompetensibyang dinilai. Menurut pedoman umum BSNP, teknik
penilaian yang dapat digunakan, antara lain:
a. Tes kinerja. Tes ini dapat menggunakan berbagai bentuk, seperti tes
keterampilan tertulis, tes identifikasi, tes simulasi, uji petik kerja, dan
sebagainya.
b. Demonstrasi. Teknik ini dapat dilakukan dengan cara mengumpulkan data
kuantitatif dan kualitatif sesuai dengan kompetensi yang dinilai.
c. Observasi. Teknik ini dapat dilakukan dengan cara formal dan informal.
Secara formal, observasi dilakukan dengan menggunakan instrument yang
sengaja dirancang untuk mengamati unjuk kerja dan kemajuan belajar
peserta didik. Secara informal, observasi dilakukan oleh pendidik tanpa
menggunakan instrument.
d. Penugasan. Teknik ini dapat dilakukan dengan model proyek yang berupa
sejumlah kegiatan yang dirancang, dilakukan dan diselesaikan oleh peserta
didik di luar kegiatan kelas dan harus dilaporkan baik secara tertulis
maupun lisan. Penugasan ini dapat pula berbentuk tugas rumah yang harus
diselesaikan peserta didik.
e. Portofolio. Teknik ini dilakukan dengan cara mengumpulkan dokumen
dan karya-karya peserta didik dalam karya tertentu yang diorganisasikan
untuk mengetahui minat, perkembangan belajar, dan prestasi belajar.
f. Tes tertulis. Teknik ini dapat dilakukan dengan cara uraian (essay)
maupun objektif, seperti: benar-salah, pilihan ganda, menodohkan, dan
melengkapi.
g. Tes lisan. Tenik ini menuntut jawaban isan dari peserta didik. Untuk itu,
dalam pelaksanaannya pendidik harus bertatap muka secara langsung
dengan peserta didik. Pendidik juga harus membuat daftar pertanyaan dan
pedoman penskoran.
h. Jurnal, yaitu catatan peserta didik selama berlangsungnya proses
pembelajaran. Jurnal berisi deskripsi proses pembelajaran termasuk
kekuatan dan kelemahan peserta didik terkait dengan kinerja ataupun
sikap.
i. Wawancara, yaitu cara untuk memperoleh informasi secara mendalam
yang diberikan secara lisan dan spontan tentang wawasan, pandangan atau
aspek kepribadian peserta didik.
j. Inventori, yaitu skala psikologis yang digunakan untuk mengungkap sikap,
minat,dan persepsi peserta didik terhadap objek psikologis ataupun
fenomena yang terjadi.
k. Penilaian diri, yaitu teknik penilaian yang digunakan agar peserta didik
dapatmengemukakan klebihan dan kekurangan diri dalam berbagai
hal.Penilaian antarteman.
l. Teknik ini dilakukan dengan meminta peserta didik mengemukakan
kelebihan dan kekurangan teman dalam berbagai hal.
37 Anonim, 2007,
http://www.academia.edu/22551037/Standar_Penilaian_menurut_BSNP_dan_Permendik
nas_No_20_tahun_2007 (Diakses pada 10 November 2018).
60
39 Rakhmat dan Suherdi, D., 2001, Evaluasi Pembelajaran, Bandung, CV MAULANA. Ha.27-29.
64
Dalam melakukan suatu penilaian, hendaknya guru bertindak adil dan tidak
pandang bulu. Terhadap siapa pun, standar penilaian yang digunakan guru
harus harus sama.
2. Penilaian hendaknya memiliki prinsip kejelasan
Dalam melakukan penilaian hendaknya guru memahami semuanya dengan
jelas supaya memudahkan guru dalam menyiapkan alat penilaian yang
akan digunakan.
3. Penilaian hendaknya dikerjakan dengan seksama
Semua komponen untuk menilai siswa sudah disiapkan oleh guru secara
cermat dan seksama. Alat penilaian afektif atau psikomotor tidak sama
dengan alat penilaian kognitif sehingga kalau guru sudah menyiapkannya
dengan seksama maka tidak ada siswa yang dirugikan.
4. Penilaian hendaknya menggunakan prinsip representatif
Dalam menilai hendaknya guru mampu melakukannya secara
menyeluruh.Semua materi yang telah disampaikan dalam kegiatan
pembelajaran di kelas harus dapat dinilai secara representatif.
5. Penilaian hendaknya dilaksanakan dengan menggunakan prinsip terbuka
Apa pun bentuk soal yang dibagikan kepada siswa, hendaknya model
penilaiannya diinformasikan secara terbuka kepada siswa. Model penilaian
yang dimaksud adalah bobot skor masing-masing soal sehingga siswa tahu
mana soal yang harus diselesaikaan terlebih dahulu karena skor yang
tinggi (Rumuniati,2007: 23).40
Ruang Lingkup, Teknik, dan Instrumen Penilaian
1. Ruang Lingkup Penilaian
Penilaian hasil belajar peserta didik mencakup kompetensi sikap,
pengetahuan, dan keterampilan yang dilakukan secara berimbang sehingga dapat
digunakan untuk menentukan posisi relatif setiap peserta didik terhadap standar
yang telah ditetapkan. Cakupan penilaian merujuk pada ruang lingkup materi,
kompetensi mata pelajaran/kompetensi muatan/kompetensi program, dan proses
2. Teknik dan Instrumen Penilaian
b. Penilaian diri dilakukan oleh peserta didik untuk tiap kali sebelum ulangan
harian.
c. Penilaian projek dilakukan oleh pendidik untuk tiap akhir bab atau tema
pelajaran.
d. Ulangan harian dilakukan oleh pendidik terintegrasi dengan proses
pembelajaran dalam bentuk ulangan atau penugasan.
e. Ulangan tengah semester dan ulangan akhir semester, dilakukan oleh
pendidik di bawah koordinasi satuan pendidikan.
f. Ujian tingkat kompetensi dilakukan oleh satuan pendidikan pada akhir kelas
II (tingkat 1), kelas IV (tingkat 2), kelas VIII (tingkat 4), dan kelas XI
(tingkat 5), dengan menggunakan kisi-kisi yang disusun oleh
Pemerintah.Ujian tingkat kompetensi pada akhir kelas VI (tingkat 3), kelas
IX (tingkat 4A), dan kelas XII (tingkat 6) dilakukan melalui UN.
g. Ujian Mutu Tingkat Kompetensi dilakukan dengan metode survei oleh
Pemerintah pada akhir kelas II (tingkat 1), kelas IV (tingkat 2), kelas VIII
(tingkat 4), dan kelas XI (tingkat 5)
h. Ujian sekolah dilakukan oleh satuan pendidikan sesuai dengan peraturan
perundang-undangan
i. Ujian Nasional dilakukan oleh Pemerintah sesuai dengan peraturan
perundang-undangan.
j. Perencanaan ulangan harian dan pemberian projek oleh pendidik sesuai
dengan silabus dan dijabarkan dalam rencana pelaksanaan pembelajaran
(RPP).
Pelaksanaan dan Pelaporan Penilaian
68
bekerja, karena cukup dengan menghafal walaupun tidak mengerti maka dia
dapat mengerjakan tes (Sulistyorini, 2009 : 27-29).42
Ujian nasional yang dilaksanakan oleh pemerintah melalui BSNP mempunyai
sejarah yang cukup panjang.sampai dengan tahun 2000, Pemerintah (Departemen
Pendidikan Nasional) telah menyelenggarakan apa yang disebut dengan Evaluasi
Belajar Tahap Akhir Nasional (EBTANAS). Berbagai isu dan kritikan dari
masyarakat terus bermunculan silih berganti, di antaranya :
Pertama, bentuk soal objektif-pilihan ganda dianggap kurang dapat diyakini
untuk mengetahui kemampuan peserta didik yang sesungguhnya.Kedua, hampir
setiap kali penyelenggaraan EBTANAS terjadi kebocoran soal, sehingga hasilnya
dianggap kurang objektif.Ketiga, nilai EBTANAS merupakan satu-satunya alat
seleksi untuk masuk kejenjang pendidikanberikutnya, sehinggaterkesan seolah-
olah proses dan hasil belajar yang ditempuh oleh peserta didik selama enam tahun
di SD/MI dan tiga tahun di SLTP hanya ditentukan oleh satu kali EBTANAS.
Keempat, penyelenggaraan EBTANAS memerlukan biaya yang sangat besar,
tidak sebanding dengan manfaat hasil EBTANAS.
Kebijakan Ujian Nasional (UN) mulai diberlakukan sejak tahun 2002.UN
saat itu bertujuan menggantikan model evaluasi akhir belajar yang dikenal
dengan Evaluasi Tahap Akhir Nasional (EBTANAS). Dipandang perlu untuk
diuraikakan secara detail tentang sejarah kebijakan evaluasi secara nasional
yang pernah berlaku di Indonesia untuk menambah wawasan kita yang
mempunyai atensi dalam dunia pendidikan kita, sebagai berikut:
1. Periode tahun 1950-1960-an. Pada periode ini ujian kelulusan disebut
dengan ujian penghabisan dan diadakan secara nasional serta soal-soal
dibuat oleh Departemen Pendidikan, Pengajaran dan Kebudayaan. Soal-
soal yang diujikan berbentuk essai dan hasil ujian diperiksa di pusat
rayon.
2. Periode tahun 1965 – 1971. Pada periode ini, semua mata pelajaran
diujikan dalam hajatan yang disebut ujian negara.Bahan ujian dibuat
oleh pemerintah pusat dan berlaku untuk seluruh wilayah di
43 Pidarta, M., 2014, Landasan Kependidikan (Stimulus Pendidikan Bercorak Indonesia), Jakarta,
PT Rineka Cipta. Hal.164-165.
73
3. Sistem kenaikan kelas dan kelulusan selama ini terlalu longgar. Penilaian
cenderung menggunakan pendekatan acuan norma (normreferenced),
sehingga peserta didik dan orang tua terbuai dengan keberhasilan semu
berupa angka-angka.
4. Sebagai dampak dari ketentuan ‘’nilai minimal’’ diatas, maka hampir
setiap tahun dalam pelaksanaan Ujian Nasional sering terjadi (a)
kebocoran soal, artinya soal sudah diketahui peserta didik sebelum UN
dimulai, (b) keterlambatan sekolah menyampaikan atau menyerahkan
lembar jawaban UN kepanitia atau ke Dinas Pendidikan kabupaten/kota.
Diduga lembar jawaban tersebut sedang diperbaiki oleh oknum guru, (c)
banyak oknum kepala sekolah dan guru yang sengaja membantu peserta
didik menjawab soal UN melalui berbagai cara, seperti meberikan kunci
jawaban melalui SMS secara berantai, menempelkan kunci jawaban di
toilet dan sebagainya.
Berdasarkan kritikan dan masukan dari masyarakat tentang UN dan
memperhatikan pula program wajib belajar pendidikan dasar sembilan tahun,
maka sejak tahun 2008/2009 dilaksanakan Ujian Akhir Sekolah Bertahap
Nasional (UAS-BN) untuk Sekolah Dasar dan yang sederajat. Maksudnya,
pembuatan soal dilakukan oleh guru-guru SD dibawah bimbingan dan pengarahan
dari Direktorat Jendral Pendidikan Dasar dan Menengah serta BSNP.
Sebagai upaya pemerintah dalam meningkatkan kualitas dan mutu
pendidikan di Indonesia, sejak tahun 2002-2003 pemerintah menggalakan
kebijakan ujian UAS (Ujian Akhir Nasional) sebagai standarisasi nilai kelulusan
secara nasional. Sejak digulirkan hingga kini, kebijakan ini menjadi polemik
tersendiri bagi kalangan pemerhati pendidikan di Indonesia, bahkan bagi pihak
kementrian pendidikan nasional sendiri pun disibukkan dengan kebijakan
ini.Pokok permasalahan dari kebijakan ujian nasional adalah pada tahap
standarisasi nilai kelulusan yang ditetapkan oleh pemerintah. Sejak pertama kali
ujian nasional diselenggarakan, standar nilai yang diterapkan oleh pemerintah
adalah 3,01. Kemudian pasca ujian nasional diganti dengan UN standar nilai
kelulusan semakin meningkat dengan nilai 4,01 (2004-2005), kemudian
meningkat lagi pada tahun berikutnya menjadi 4,26 (2005-2006). Standar nilai
76
klulusan ini ditetapkan dan disesuaikan dengan target yang disepakati pemerintah.
Dengan penerapan system standar nilai kelulusan ini, pemerintah berharap dapat
mengangkat mutu pendidikan di Indonesia. Hal tersebut menjadi kontraduktif
dengan apa yang adap pada pandangan pemerhati pendidikan, dan masyarakat.
Menurut mereka ujian nasional merupakan kesalahan interprestasi pemerintah
dalam memahami evaluasi dari standar pendidikan nasional.
Pro-kontra mengenai ujian nasional tidak seharusnya terjadi, jika semua pihak
mau saling memahami dan menempatkan ujian nasional secara proporsional.
Melalui Depdiknas, pemerintah harus merancang system ujian atau penilaian yang
sistematis, yaitu penilaian yang bertahap dan berkelanjutan. System penilaian
harus dapat difungsikan sebagai pendeteksi potensi dan kompetensi peserta didik
sekaligus dapat memetakan kompetensi guru dalam keberhasilan pembelajaran di
kelas
Dampak dari Diadakannya Ujian Nasional
Dengan melihat perkembangan ujian nasional di atas, dapat kita tarik
benang merah bahwa UN mengalami berbagai perubahan dalam mekanisme
penyusunan dan pelaksanaan serta penentuan pemberian arti terhadap
hasilnya.Hal ini, menurut pandangan kelompok kami, menunjukkan bahwa
konsep dan penerapan UN ternyata masih mengalami semacam trial and
error.Idealnya sebuah kebijakan ditetapkan melalui telaahan objek formal dan uji
publik.Apakah memang benar bahwa untuk mengetahui hasil belajar dapat
diketahui dari sebuah alat tes. Apakah instrumen evaluasi yang lain tidak perlu
dipergunakan, seperti pengamatan (observasi), uji keterampilan. Sepertinya
tahapan ini dalam menentukan kebijakan UN tidak sepenuhnya dilalui.Hal ini
terlihat dari indikator banyaknya permasalahan yang timbul dari pelaksanaan
UN mulia dari penolakan dari beberapa pihak sampai dengan permasalahan
etika penyelenggaraannya. (Pidarta, 2014 :169)44
Kebijakan diadakannya ujian nasional, telah banyak menuai kontroversi dari
berbagai kalngan, terutama kalangan masyarakat.Hal ini tentu saja tidak dapat kita
pandang sebelah mata, karena munculnya pro dan kontra terhadap kebijakan
44 Pidarta, M., 2014, Landasan Kependidikan (Stimulus Pendidikan Bercorak Indonesia), Jakarta:
PT Rineka Cipta. Hal.169.
77
dilaksanakannya ujian nasional, bukan tanpa alasan yang jelas. Untuk mengetahui
alasan adanya pro dan kontra ini, dapat kita analisis melalui nilai positif
(kelebihan) maupun nilai negatif (kelemahan) kebijakan diadakannya ujian
nasional.
Tabel 2.6 Perbandingan UN Kertas dan Komputer
temannya yang biasa-biasa saja ataupun yang malas tetap akan bisa lulus
karena menerima jawaban dari guru-guru ataupun pihak-pihak lainnya.
Parahnya lagi anak-anak yang kemampuannya biasa-biasa saja, nilainya
akan menjadi lebih bagus dibandingkan anak-anak yang berprestasi.
Ujian nasional terfokus pada beberapa mata pelajaran yang diujikan,
sehingga cenderung menomor duakan pelajaran yang lain. Padahal tujuan
pendidikan nasional adalah menciptakan pendidikan yang membangun
karakter baik pada diri siswa, tetapi sekarang berubah menjadi mengejar
kelulusan pada beberapa mata pelajaran UN.
Pemerintah provinsi dan pemerintah kabupaten atau daerah harus ikut
menyediakan dana pendamping karena anggaran Negara terbatas, hal ini
tentu akan menambah daftar pengeluaran daerah. Hal ini juga
menimbulkan keberagaman besarnya pengeluaran antara daerah satu
dengan daerah lainnya.
Penetapan standar nilai ujian nasional tersebut, akan menyebabkan pihak
sekolah menghalalkan segala cara untuk meluluskan semua peserta didiknya.
Sehingga hal ini akan dimanfaatkan oleh oknum-oknum yang tidak bertanggung
jawab, dengan menjual kunci jawaban yang belum tentu benar.
Proses evaluasi bukan sekedar untuk mengukur sejauh mana tujuan tercapai,
tetapi digunakan untuk membuat keputusan. Evaluasi memerlukan desain studi
atau penelitian, dan terkadang membutuhkan kelompok kontrol atau kelompok
pembanding. Evaluasi melibatkan pengukuran seiring dengan berjalannya waktu
(Arikunto,1999:78)46
Pada umumnya langkah-langkah pokok evaluasi hasil belajar meliputi tiga
kegiatan yaitu;
Persiapan (perencanaan)
Sebelum evaluasi hasil belajar dilak sanakan, terlebih dahulu disusun
perencanaan yang baik dan matang. Perencanaan evaluasi hasil belajar
pada umumnya mencakup enam jenis kegiatan yaitu;
a. Merumuskan tujuan dilaksanakannya evaluasi. Perumusan tujuan
evaluasi hasil belajar sangat penting,sebab tanpa tujuan yang jelas
maka evaluasi hasil belajar akan berjalan tanpa arah dan pada
gilirannya dapat mengakibatkan evaluasi menjadi kehilangan arti.
b. Menetapkan aspek-aspek yang akan di evaluasi. Misalnya, aspek
kognitifnya, aspek afektifnya atau aspek psikomotorik.
c. Memilih dan menentukan tehnik yang akan di pergunakan di dalam
pelaksanaan evaluasi. Misalnya apakah evaluasi itu dilaksanakan
dengan tehnik tes atau nontes.Jika dilaksanakan dengan tehnik nontes,
apakah pelaksanaanya dengan menggunakan pengamatan (observasi),
melakukan wawancara atau angket.
d. Menyusun alat-alat pengukur yang dipergunakan dalam pengukuran
dan penilaian hasil belajar peserta didik.
e. Menentukan tolak ukur, norma atau kriteria yang akan dijadikan
pegangan atau patokan dalam memberikan interpretasi terhadap data
hasil evaluasi. Misalnya apakah akan digunakan penilaian Beracuan
Patokan (PAP) ataukah akan dipergunakan Penilaian Beracuan
Kelompok (PAK) atau Norma (PAN).
46 Arikunto, S., 1999, Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan, Jakarta, Bumi Aksara. Hal.78.
82
Sebagai Tenaga Pendidik dan Kependidikan seorang guru atau pun kepala
sekola haruslah bekerja dengan baik dan sesuai denga profesi yang
merekageluti.Sseorang Tenaga pendidik dan Kependidikan merupakan factor
utama dalam perkembangan dan keberhasian suatu system pembelajaran.
Apabila seorang Tenaga Pendidik dan Kependidikan tidak bekrja sesuai aturan
yang ada maka system pembelajaran tidak akan berjalan dengan baik. Oleh
karenanya, seorang Tenaga Pendidik dan Kependidikan dituntut agar bisa
menunjukkan keprofesionalan mereka, bahkan jika perlu keprofesionalan tersebut
ditingkatkan lagi, agar para Tenaga Pendidik dan Kependidikan dapat di katanya
seorang yang bermutu dan berkualitas (Anonim, 2014, https://afidburhanuddin
.wordpress.com/2014/02/05/evaluasi-dan-penilaian-tenaga-pendidik-atau-
kependidikan/ ).47
Proses Evaluasi Pendidik
Dalam melaksanakan evaluasi pendidikan hendaknya dilakukan secara
sistematis dan terstruktur. Sebagaimana telah dikemukakan sebelumnya
bahwa evaluasi pendidikan secara garis besar melibatkan 3 unsur yaitu
input, proses dan out put. Apabila proAsesdur yang dilakukan tidak
bercermin pada 3 unsur tersebut maka dikhawatirkan hasil yang
digambarkan oleh hasil evaluasi tidak mampu menggambarkan gambaran
yang sesungguhnya terjadi dalam proses pembelajaran. Langkah-langkah
dalam melaksanakan kegiatan evaluasi pendidikan secara umum adalah
sebagai berikut :
1. perencanaan (mengapa perlu evaluasi, apa saja yang hendak
dievaluasi, tujuan evaluasi, teknikapa yang hendak dipakai,
siapa yang hendak dievaluasi, kapan, dimana, penyusunan
instrument, indikator, data apa saja yang hendak digali, dsb)
2. pengumpulan data ( tes, observasi, kuesioner, dan sebagainya
sesuai dengan tujuan).
3. verifiksi data (uji instrument, uji validitas, uji reliabilitas,
dsb).
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil pembahasan, maka penulis dapat menyimpulkan beberapa
hal :
1. Untuk menyelenggarakan pendidikan nasional, ada beberapa prinsip yang
harus diperhatikan :
Pendidikan diselenggarakan secara demokratis berkeadilan serta tidak
diskriminatif dengan menjunjung tinggi hak asasi manusia, nilai keagamaan,
nilai kultural dan kemajemukan bangsa
Pendidikan diselenggarakan sebagai suatu kesatuan yang sistemik dengan
sistem terbuka dan multimakna
Pendidikan diselenggarakan sebagai suatu proses pembudayaan dan
pemberdayaan peserta didik yang berlangsung sepanjang hayat
Pendidikan diselenggarakan dengan memberi keteladanan, membangun
kemauan, dan mengembangkan kreativitas peserta didik dalam proses
pembelajaran
Pendidikan diselenggarakn dengan mengembangkan budaya membaca,
menulis, dan berhitung bagi segenap warga masyarakat
Pendidikan diselenggarakan dengan memberdayakan semua komponen
masyarakat melalui peran serta dalam penyelenggaraan dan pengendalian
mutu layanan pendidikan
2. Landasan yuridis dan filosofis penilaian
Landasan yuridis : Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003, Pasal 57 Ayat (1)
dan (2) serta Pasal 58 Ayat (1) dan (2).PP No. 19 Pasal 66.
Landasan Filosofis Proses penilaian harus memiliki asas keadilan, kesetaraan
serta obyektivitas yang tinggi tidak membedakan latar belakang sosial
ekonomi, budaya, bahasa, dan gender.
3. Standar penilaian pendidikan menurut BSNP mengemukakan bahwa penilaian
pendidikan adalah proses rangkaian kegiatan untuk menganalisis dan
menafsirkan data tentang prose dan hasil belajar peserta didik yang
90
91
Jurnal
Wawancara
Inventori
Penilaian diri
Penilaian antar teman (penilaian sejawat)
3.2 Saran
Sehubungan dengan hasil penulisan makalah ini penulis menyarankan kepada
para pembaca agar diadakan pengkajian lanjutan yang berjudul sama dengan
makalah ini, agar ditemukan penjelasan mengenai standar penilaian yang lebih
baik.
DAFTAR PUSTAKA
Adnan, B., 2007, Membongkar Budaya Visi Indonesia 2030 dan Tantangan
Menuju Raksasa Dunia, Jakarta: Kompas Media Nusantara.
93
94
95
96
yang harus menjadikan para siswa didik sebagai penghafal kelas satu yang bisa
dengan jitu menjawab soal-soal PG dalam UN.
Jika hal ini terus berlanjut, bukan mustahil jika lulusan pendidikan kita
akan mengalami pengerdilan kecerdasan. Cara berpikir pragmatis akan menjadi
pilihan gaya hidup sehingga gagal mengapresiasi budaya proses dalam menggapai
cita-cita dan harapan. Yang lebih menyedihkan, fakta-fakta nilai UN selama ini
menunjukkan, anak-anak berotak cemerlang seringkali terkebiri oleh anak-anak
berotak pas-pasan. Siswa yang dalam kesehariannya (nyaris) tak menunjukkan
prestasi mengagumkan, justru memperoleh nilai yang jauh lebih baik
dibandingkan siswa berprestasi menonjol dan berotak brilian.
Dari uraian diatas, dapat disimpulkan bahwa belum tercapainya tujuan
pendidikan bangsa ini disebabkan oleh pelaksanaan sistem pendidikan di
Indonesia yang tidak memenuhi definisi pendidikan dalam UU Sisdiknas nomor
20 tahun 2003 mengenai pengembangan potensi diri serta keterampilan yang
dibutuhkan peserta didik. Masalah ini harus segera dituntaskan untuk kebaikan
bangsa ini kedepannya. Oleh karena itu, dibutuhkan pendidikan alternatif yang
kreatif agar mampu melaksanakan pendidikan sesuai dengan cita-cita pendidikan
nasional. Sehingga pendidikan bangsa ini dapat mencetak generasi-generasi
berkualitas yang dapat memajukan bangsa ini (Karim, 2011,
https://mahdikarim.wordpress.com/2011/03/19/realita-sistem-pendidikan-dan-
tujuan-pendidikan-nasional/)
g. Penilaian diri dilakukan oleh peserta didik untuk tiap kali sebelum ulangan
harian.
h. Penilaian projek dilakukan oleh pendidik untuk tiap akhir bab atau tema
pelajaran.
i. Ulangan harian dilakukan oleh pendidik terintegrasi dengan proses
pembelajaran dalam bentuk ulangan atau penugasan.
j. Ulangan tengah semester dan ulangan akhir semester, dilakukan oleh
pendidik di bawah koordinasi satuan pendidikan.
f. Ujian tingkat kompetensi dilakukan oleh satuan pendidikan pada akhir kelas
II (tingkat 1), kelas IV (tingkat 2), kelas VIII (tingkat 4), dan kelas XI
(tingkat 5), dengan menggunakan kisi-kisi yang disusun oleh
Pemerintah.Ujian tingkat kompetensi pada akhir kelas VI (tingkat 3), kelas
IX (tingkat 4A), dan kelas XII (tingkat 6) dilakukan melalui UN.
g. Ujian Mutu Tingkat Kompetensi dilakukan dengan metode survei oleh
Pemerintah pada akhir kelas II (tingkat 1), kelas IV (tingkat 2), kelas VIII
(tingkat 4), dan kelas XI (tingkat 5)
h. Ujian sekolah dilakukan oleh satuan pendidikan sesuai dengan peraturan
perundang-undangan
i. Ujian Nasional dilakukan oleh Pemerintah sesuai dengan peraturan
perundang-undangan.
j. Perencanaan ulangan harian dan pemberian projek oleh pendidik sesuai
dengan silabus dan dijabarkan dalam rencana pelaksanaan pembelajaran
(RPP).
Sumber : Alimudin, 2008, Sistem Penilaian Hasil Belajar, Garut: Ujwart
Media
Prof. Dr. H. Arief Rachman, M.Pd pernah mengatakan kepada kami para guru di
Labschool Jakarta bahwa ada 4 kesadaran yang penting bagi seorang guru atau
pendidik dalam memberikan penilaian. Keempat kesadaran itu adalah:
pembelajaran akan tercapai. Hal ini terlihat dari prestasi siswa yang
menggembirakan.
Penilaian yang dilakukan oleh guru harus mampu membuat setiap siswa
berprestasi dan menemukan potensi unik yang dimiliki oleh setiap siswa. Akan
terlihat nantinya, siswa mana yang unggul di bidang MIPA (matematika dan Ilmu
Pengetahuan alam), olahraga, art (seni), dan lain sebagainya. Di sinilah peran guru
yang memiliki kesadaran sense of achiement. Ketika terlihat ada siswa yang
mengalami masalah dalam pembelajarannya, maka guru perlu melakukan
Achievement Motivation Training (AMT) untuk memberikan motivasi dan
semangat kepada siswa bahwa mereka sebenarnya bisa. Hanya mungkin faktor
kemalasan yang membuat siswa yang bersangkutan mendapatkan nilai rendah.
Setiap peserta didik adalah juara. Bila peserta didik mengalami kemalasan diri
atau ada masalah dalam dirinya, maka guru harus menggali lebih jauh maslaah
yang dihadapinya,lalu kemudian mencari solusinya agar peserta didik menjadi
juara.
Tes adalah cara penilaian yang dirancang oleh guru, dan dilaksanakan
kepada peserta didik pada waktu dan tempat tertentu serta dalam kondisi yang
memenuhi syarat-syarat tertentu yang jelas. Sebaiknya tes dilakukan dengan cara
menyenangkan sehingga hasilnya benar-benar sesuai dengan yang diharapkan.
Oleh karena itu penilaian siswa harus memenuhi sense of harmony dimana
terjadi keselarasan, keserasian, dan keseimbangan. Ketika itu telah terjadi dalam
standar penilaian kita di sekolah, maka siswa akan merasakan keadilan dari nilai
yang diberikan oleh guru. Guru dan siswa merasakan bahwa sistem penilaian yang
diberikan sama-sama menguntungkan kedua belah pihak. Dimana guru bisa
melihat kemapuan setiap peserta didik, dan peserta didikpun merasakan
kemampuan apa yang telah dikuasainya.
Guru harus bisa menentukan model penilaian apa yang harus diputuskan.
Guru memiliki otoritas dalam penilaian itu, tetapi peran rekan sejawat sebaiknya
terperhatikan agar penilaian yang diberikan benar-benar sesuai dengan harapan
pendidik, dan peserta didik.
138
tetapi mereka yang mampu untuk membeli kunci jawaban tersebut. Dalam hal ini
pemerintah sudah mencoba untuk meminimalisir bentuk kecurangan tersebut
misalnya dengan memperbanyak jenis soal dan penyertaan barcode dalam lembar
jawaban. Akan tetapi hal ini hanya akan memicu sifat “curang” para siswa,
sehingga pada kenyataannya siswa hanya akan berpikir untuk mencari cara curang
dibandingkan untuk belajar. Hal inilah yang menjadi alasan kenapa pelaksanaan
Ujian Nasional dikatakan kurang efektif, karena pada kenyataannya sendiri UN
hanya dijadikan ajang curang bagi sebagian besar siswa. Hal ini seakan dijadikan
trend dikalangan para pelajar (Kersharyadi, 2016, https://www.komp
asiana.com/anjarkersharyadi/54f5ec53a3331107038b4569/efektifkah-pelaksanaan
-un-di-indonesia).
Menurut pendapat saya, akan lebih baik jika Ujian Nasional tidak
dijadikan kriteria kelulusan. Sebaiknya kemendikbud selaku lembaga yang terkait
memperbaiki segala bidang pendidikan secara merata karena belum saatnya
Indonesia memberlakukan Ujian kelulusan dengan standar kelulusan yang kurang
pantas. Dan menurut saya, kriteria lulus atau tidaknya siswa lebih baik diserahkan
kepada sekolah masing-masing. Karena sekolah itu sendiri yang dapat mengontrol
dan mengamati segala perkembangan siswanya. Sekolah bisa mengadakan Ujian
Sekolah dengan standar yang telah ditentukan oleh sekolah itu sendiri sesuai
dengan tingkat kriteria sekolah masing-masing. Dan nilai sikap juga harus
dijadikan salah satu syarat sekolah itu meluluskan siswanya. Karena sikap
menjadi nilai utama dibandingkan dengan nilai akademis. Apabila secara sikap
anak tersebut tidak baik, adalah tugas sekolah untuk membimbing anak tersebut
untuk bersikap lebih baik lagi. Serta sekolah harus memberikan arahan kepada
siswanya mengenai minat dan bakatnya, agar pada saat lulus siswa tersebut tidak
bingung untuk melanjutkan ke bidang apa. Tentu saja tugas sekolah tersebut tetap
harus dikontrol oleh pemerintah dan harus ada kerjasama antara kedua instansi
tersebut.
Pendidikan yang lebih baik dan merata sudah pasti kita damba-dambakan
bagi Negeri Indonesia ini. Harapan tersebut bisa saja kita wujudkan apabila kita
memulainya dari diri kita sendiri. Tanamkan pikiran pentingnya pendidikan bagi
segala generasi agar tidak terjadi segala kecurangan didalam dunia pendidikan.
143
Semoga Indonesia bisa mencetak generasi yang berguna bagi bangsa dan bisa
membawa nama Indonesia di segala bidang yang berawal melalui pendidikan.
Ujian nasional berbasis komputer hanya diperuntukkan bagi sekolah-sekolah yang
memiliki fasilitas komputer dan terjangkau jaringan internet memadai. Sekolah
yang belum memiliki fasilitas tersebut melakukan ujian nasional berbasis kertas
dan pensil. Hal ini disampaikan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Muhadjir
Effendy di Jakarta terkait pelaksanaan ujian nasional jenjang SMP/MTs setara dan
SMA/MA/SMK setara pada April mendatang (Anonim, 2016,
https://www.pontianakpost.co.id/catatan-kritis-seputar-pelaksanaan-unbk).
Bagi penulis, Ujian Nasional Berbasis Komputer (UNBK) merupakan
sebuah terobosan dari Kemendikbud. Selain karena memang mengikuti arus
perkembangan zaman yang semakin kental dengan peranan teknologi, UNBK
dinilai lebih efektif. Namun tidak sedikit juga pihak yang mengatakan
penyelenggaraan UNBK jauh dari kesiapan dan keterbatasan infrastruktur.
Memang, syarat penting yang harus dipenuhi untuk menyelenggarakan
UNBK adalah infrastruktur sekolah yang bersangkutan. Perangkat komputer
adalah benda wajib yang digunakan. Oleh karena itu, Kemendikbud melalui
halaman resminya mengatakan bahwa UNBK hanya diselenggarakan pada
sekolah yang sudah siap baik dari infrastruktur, SDM, maupun peserta.
Penyelenggaraan UNBK ini pertama kali dilaksanakan pada 2014 lalu secara
online dan terbatas di SMP Indonesia Singapura dan SMP Indonesia Kuala
Lumpur (SIKL) dan setelah dua tahun perkembangannya, UNBK mulai
merambah ke sekolah-sekolah negeri dan swasta di berbagai kota.
Sayangnya, masih ada kendala untuk penyelenggaraan UNBK ini. Salah satunya
adalah perangkat. Bahkan Kepala Dinas Pendidikan DKI Jakarta, Sopan Adrianto
mengatakan bahwa pelaksanaan UN berbasis komputer masih mengalami kendala
yaitu kurangnya perangkat komputer di sekolah-sekolah (Anonim, 2016,
https://www.pontianakpost.co.id/catatan-kritis-seputar-pelaksanaan-unbk).
Memang, jika kita pahami penjelasan dari Mendikbud jelas bahwa Ujian
Nasional Berbasis Komputer tidak diwajibkan. Jika sekolah tersebut tidak
memiliki sejumlah komputer untuk UNBK disarankan untuk menumpang.
Namun, menumpang UNBK di sekolah lain hanya diizinkan jika sekolah yang
144
34 provinsi yang integritasnya naik. Meskipun ada pula daerah yang mengalami
penurunan (Anonim, 2016, https://www.pontianakpost.co.id/catatan-kritis-
seputar-pelaksanaan-unbk).
Kita semua berharap, dengan adanya penyelenggaraan UNBK akan
mendorong terciptanya efisiensi pelaksanaan UN. Dari segi waktu, pelaksanaan
akan lebih efektif dan fleksibel. Dari segi anggaran juga akan mendorong
efektivitas pengeluaran karena tidak perlu melakukan pengadaan percetakan soal
ujian seperti UN tertulis atau paper based test.
Akhir kata penulis, Ujian Nasional Berbasis Komputer ini memang
menjadi hal baru di dunia pendidikan Indonesia. Tentu saja penyelenggaraan ini
memiliki sisi positif dan negatif yang bersamaan selayaknya dua sisi mata uang.
Namun meski demikian, upaya untuk membuat sistem pendidikan di Indonesia
menjadi lebih baik perlu didukung oleh semua pihak dari semua lapisan.
Termasuk kita sebagai guru atau masyarakat yang cinta pendidikan.
samping itu penilaian yang adil harus tidak membedakan latar belakang sosial
ekonomi, budaya, bahasa dan gender.
Sedangkan Landasan yuridis adalah landasan hukum atau landasan
undang-undang yang dijadikan tempat berpijak atau dasar dari standar penilian
pendidikan. Dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003, Pasal 57 Ayat (1),
dinyatakan bahwa evaluasi dilakukan dalam rangka pengendalian mutu
pendidikan secara nasional, sebagai akuntabilitas penyelenggara pendidikan
kepada pihak-pihak yang berkepentingan, kemudian pada Ayat (2) dijelaskan
bahwa evaluasi dilakukan terhadap peserta didik, lembaga, dan program
pendidikan pada jalur formal dan non formal untuk semua jenjang, satuan dan
jenis pendidikan (BSNP,2005 : 10).
Selanjutnya pada pasal 58 ayat (1) dijelaskan bahwa evaluasi proses dan
hasil belajar peserta didik dilakukan oleh pendidik untuk memantau proses,
kemajuan dan perbaikan hasil belajar peserta didik secara berkesinambungan,
sedang pada ayat (2) menjelaskan secara lebih jauh bahwa evaluasi peserta didik,
satuan pendidikan dan program pendidikan dilakukan oleh lembaga mandiri
secara berkala, menyeluruh, transparan dan sistemik untuk mencapai standar
nasional pendidikan. Hal ini kemudian dikembangkan aturan pelaksanaannya
dalam Peraturan Pemerintah No. 19 Tahun 2005, Pasal 63 Ayat (1) dinyatakan
bahwa penilaian pendidikan khususnya penilaian hasil belajar peserta didik pada
jenjang pendidikan dasar dan menengah terdiri atas:
a. Penilaian hasil belajar oleh pendidik;
b. Penilaian hasil belajar oleh satuan pendidikan; dan
c. Penilaian hasil belajar oleh pemerintah.
Dijelaskan lebih lanjut dalam pasal 64 ayat (1) bahwa penilaian hasil
belajar yang dilakukan oleh pendidik dilakukan secara berkesinambungan untuk
memantau proses, kemajuan dan perbaikan hasil dalam bentuk ulangan harian,
ulangan tengah semester, ulangan akhir semester dan ulangan kenaikan kelas.
Selanjutnya pada pasal 65 dijelaskan beberapa pokok pikiran mengenai penilaian
yang dilakukan oleh satuan pendidikan yang dikelompokkan menjadi 5 kelompok
mata pelajaran, pada ayat (1) dikemukakan secara tegas bahwa penilaian pada
satuan pendidikan sebagaimana dimaksudkan pada pasal 63 ayat (1) butir b;
148
bertujuan untuk menilai pencapaian standar kompetensi lulusan untuk semua mata
pelajaran, sedang ayat (2) menjelaskan bahwa penilaian hasil belajar sebagaimana
dijelaskan pada ayat (1) untuk semua mata pelajaran pada kelompok mata
pelajaran agama dan akhlak mulia, kelompok mata pelajaran kewarganegaraan
dan kepribadian, kelompok mata pelajaran estetika, kelompok mata pelajaran
jasmani, olahraga dan kesehatan, merupakan penilaian akhir untuk menentukan
kelulusan peserta didik dari satuan pendidikan. Berikutnya pada ayat (3)
dinyatakan bahwa penilaian akhir sebagaimana dimaksudkan pada ayat (2)
mempertimbangkan hasil penilaian hasil belajar peserta didik oleh pendidik,
sebagaimana dimaksud pada ayat 64. Berikutnya pada ayat (4) dinyatakan bahwa
penilaian hasil belajar untuk semua mata pelajaran pada kelompok mata pelajaran
ilmu dan teknologi dilakukan melalui Ujian Sekolah/Madrasah untuk menentukan
kelulusan peserta didik dari satuan pendidikan, yang dilanjutkan pada ayat (5)
yang menjelaskan bahwa untuk dapat mengikuti ujian Sekolah/Madsarah
sebagaimana dimaksud pada ayat (4), peserta didik harus mendapatkan nilai yang
sama atau lebih besar dari nilai batas ambang kompetensi yang dirumuskan oleh
BSNP, pada kelompok mata pelajaran agama dan akhlak mulia, kelompok mata
pelajaran kewarganegaraan dan kepribadian, kelompok mata pelajaran estética
serta kelompok mata pelajaran jasmani olahraga dan kesehatan. Sedangkan untuk
memberikan penilaian pencapaian kompetensi lulusan secara Nasional pada
kelompok mata pelajaran tertentu dalam kelompok mata pelajaran ilmu dan
teknologi menurut PP No. 19 Pasal 66, dinyatakan secara tegas; akan dilakukan
dalam bentuk Ujian Nasional yang dilakukan secara obyektif berkeadilan dan
akuntabel serta diadakan sekurang-kurangnya satu kali dan sebanyak-banyaknya
dua kali dalam satu tahun (BSNP,2005 : 12).
Hal tersebut lah yang menjadi dasar mengapa standar nasional pendidikan
harus memiliki landasan filosofis dan yuridis yang kuat (BNSP, 2005, Kurikulum
Tingkat Satuan Pendidikan, Jakarta : BSNP )