Anda di halaman 1dari 6

Friday, 15 October 2010

Tolok Ukur atau Tolak Ukur? Penggunaan Kata Tolak Ukur


Sudah Mengkhawatirkan
Bulan Oktober adalah Bulan Bahasa, demikian informasi yang saya dapatkan dari
blog Pak Sawali.
Berkenaan dengan itu, saya ingin mengungkapkan keprihatinan saya terhadap
banyaknya orang yang menggunakan kata tolak ukur padahal yang benar adalah tolok
ukur. Kesalahan penggunaan kata tolak ukur ini sudah semakin menggejala. Dalam
kesempatan menyaksikan siaran langsung pertandingan sepak bola, tak jarang saya
mendengar komentator mengatakan tolak ukur. Dalam acara di radio, sering juga
narasumber dan penyiar radio menggunakan kata tolak ukur. Untuk media yang
memberikan sajian informasi secara tertulis, di bawah ini adalah sebagian dari media
online yang menggunakan kata tolak ukur.

Di internet, apabila dicari melalui Google dengan kata kunci "tolak ukur" maka ada
135.000 hasil pencarian yang mengandung kata "tolak ukur". Mengerikan memang,
karena banyak sekali pengguna Bahasa Indonesia yang menggunakan kata yang salah.
Yang lebih memprihatinkan, dunia pendidikan pun menyumbangkan hal tersebut.
Silakan lihat dua contoh di bawah.

Bagaimana dengan penggunaan "tolok ukur"?


Saya kira, kita tidak boleh bangga karena ternyata apabila dicari di google dengan kata
kunci "tolok ukur" maka Google hanya menampilkan 191.000 hasil pencarian atas kata
"tolok ukur". Apabila dibandingkan dengan "tolak ukur" yang menghasilkan 135.000 hasil
pencarian maka kesalahan penggunaan kata "tolak ukur" dibandingkan dengan yang
benar, yaitu "tolok ukur", hampir berimbang. Saya berani mengambil simpulan bahwa
kesalahan penggunaan kata "tolak ukur" ini sudah demikian parah. Para Ahli Bahasa
Indonesia, Guru Bahasa Indonesia, pecinta Bahasa Indonesia, dan pegiat sastra harus
bekerja keras untuk mengembalikan agar para pengguna Bahasa Indonesia bisa
kembali ke jalan yang benar dengan menggunakan kata "tolok ukur" daripada "tolak
ukur".

yang Lalu
Just another Blogger blog

Tolak ukur atau tolok ukur


Penggunaan bahasa yang baik dan benar tidak hanya didasarkan pada lancarnya komunikasi,
tetapi juga harus mengacu pada aturan kebahasaan. Bisa jadi kata yang diucapkan seseorang dan
dimengerti lawan bicara, sebenarnya menyalahi aturan kebahasaan.
Sering ditemukan penggunaan tolak ukur dan tolok ukur. Penggunaan tiap contoh itu bisa
diperhatikan dalam kalimat-kalimat berikut: 1) Hasil penelitian ini dapat dijadikan tolak ukur
sejauh mana tingkat pemahaman siswa dalam menerima materi pembelajaran. 2) Kandungan
mineral air pegunungan itu dapat dijadikan tolok ukur kualitas air sehat yang dapat dikonsumsi
masyarakat.
Jika dicermati, kedua contoh kalimat itu dapat dipahami maknanya. Tetapi, manakah sebenarnya
yang tepat? Jika dianalisis, kata tolak dalam kamus memiliki arti sorong atau dorong. Berarti
kalau digabung dengan kata ukur akan menghasilkan makna yang tidak sesuai dengan makna
yang disampaikan dalam contoh kalimat di atas.
Berbeda dengan penggunaan bentuk tolok ukur. Kata tolok dalam kamus berarti banding
atau imbangan. Jadi, kata tolok digabungkan dengan kata ukur maka dapat memiliki makna
sesuatu yang dipakai sebagai dasar membandingkan, mengukur, atau menilai. Dengan
demikian, dapat disimpulkan bahwa bentuk yang tepat dan benar adalah tolok ukur. - Oleh :
Andi Dwi Handoko

Dimuat Solopos, Kamis 24 Maret 2011


http://edisicetak.solopos.com/berita.asp?kodehalaman=h62&id=106222
21.23 | Category: Bahasa | 5 comments

Comments (5)
On 8 Juni 2011 07.14 , Anonim mengatakan...
nice... i need this inform, thx
On 9 Januari 2012 14.24 , ratnafitri mengatakan...
makasih ya. cari2 ternyata disini dapet :))
On 22 Maret 2013 08.37 , Desa Pakraman Pedungan mengatakan...
makasih juga
On 11 Mei 2013 08.40 , Anonim mengatakan...
thanks infonya.... kata yang sering di pakai tapi tanpa di sadari tidak tepat.
On 29 September 2014 06.16 , febriy mengatakan...
Terimakasih, kirain selama ini keduanya sama, kenyataanya sungguh mencengangkan...

Setop Menulis Stop!


Oleh: Davida Dana
Seorang penulis memiliki beberapa sahabat yang harus ada ketika sedang
menulis. Salah satu sahabat yang mutlak dimiliki penulis adalah kamus. Jika di
Indonesia, maka yang mutlak ada yaitu Kamus Besar Bahasa Indonesia.
Bersahabat dengan kamus dapat menambah perbendaharaan pemilihan kata
agar kita dapat lebih variatif lagi ketika menulis. Dengan pemilihan kata yang
tepat dan variatif, proses menulis pun bisa lebih menyenangkan. Selain itu,
bersahabat dengan kamus dapat menolong penulis untuk berhati-hati dalam
menggunakan kata tertentu. Sudah banyak bukti dalam sebuah karya tulis
ditemukan kata-kata yang sebenarnya tidak sesuai dengan kaidah penulisan
bahasa Indonesia yang benar. Contohnya dalam kalimat ini:
Rudi berkata kepada adiknya, "Stop buang sampah sembarangan, Amir!"
Adakah yang salah dengan penulisan tersebut? Tidak ada! Mungkin itu jawaban
Anda. Namun, jika Anda adalah penulis yang bersahabat dengan kamus, maka
Anda akan tahu bahwa ada yang salah dalam penulisan salah satu kata dalam
kalimat tersebut. Ya, kata "stop" tidak terdapat dalam Kamus Besar Bahasa
Indonesia. Jika Anda mencari kata "stop" Anda akan dirujuk untuk melihat kata
"setop". Wow! Ini berarti, mulai sekarang Anda harus "setop menulis stop". Atau
jika Anda terganggu karena merasa aneh harus menggunakan kata "setop",
sebaiknya tidak "meluruskan jalan yang bengkok" dengan tetap menggunakan
kata "stop". Lebih baik Anda menggunakan kata lain yang bermakna sama,
seperti kata "berhenti".
Tidak hanya kata "setop", masih banyak kata lain yang mungkin kita anggap
sudah benar penulisannya, namun ternyata tidak terdapat dalam kamus.
Beberapa kata tersebut antara lain:
[salah ==> benar]
tolak ukur ==> tolok ukur
pondasi ==> fondasi
frustasi ==> frustrasi
nafas ==> napas
konfrensi ==> konferensi
praktek ==> praktik
nasihat ==> nasehat
kadaluwarsa ==> kedaluwarsa
silahkan ==> silakan
contek ==> sontek
apotik ==> apotek

stip ==> setip


komplit ==> komplet
hakekat ==> hakikat
karir ==> karier
ekstrim ==> ekstrem
Jadi, apakah Anda sekarang akan "setop menulis stop"? Apakah sekarang Anda
akan mulai atau semakin bersahabat dengan kamus?
Topik:
Kaidah dan Pemakaian Bahasa

Bentuk tolak ukur dan tolok ukur


Bentuk yang benar menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah tolok ukur yang berarti patokan,
indikator, atau landasan. Sedangkan tolak ukur adalah salah karena tidak mungkin sesuatu yang
sudah ditolak baru diukur.

Kata Baku
Baku berarti benar atau pun resmi. Kata baku merupakan kata yang benar sesuai ejaan. Kata baku
harus tetap diketahui supaya kata (bahasa) yang benar bisa tetap diketahui. Sehingga, bahasa yang
ada (asli) tidak hilang karena terkontaminasi (tercampur) dengan bahasa lain.
Jika bahasa yang benar bisa tetap diketahui, identitas bangsa pun bisa tetap diketahui dan
dipertahankan. Karena bagaimana pun, bahasa merupakan salah satu identitas bangsa. Untuk itu,
kata baku dalam bahasa Indonesia pun harus tetap diketahui.

Berikut daftar kata baku yang terkadang digunakan dengan salah.

aktivitas, bukan aktifitas


almari, bukan lemari
analisis, bukan analisa
andaikata, bukan andai kata
andal, bukan handal
anugerah, bukan anugrah
apotek, bukan apotik
atlet, bukan atlit
barangkali, bukan barang kali
blokade, bukan blokir
cedera, bukan cidera
detil, bukan detail

lembap, bukan lembab


Mahaadil, bukan Maha Adil
Maha Esa, bukan Mahaesa
memblokade, bukan
memblokir
membombardir, bukan
mengebombardir
memedulikan, bukan
memperdulikan
memengaruhi, bukan
mempengaruhi
menaati, bukan mentaati

merubah
menyontek, bukan mencontek
menyukseskan, bukan
mensukseskan
metamorfosis, bukan
metamorfosa
menteri, bukan mentri
nahas, bukan naas
napas, bukan nafas
nasihat, bukan nasehat
negeri, bukan negri
saksofon, bukan saksophon

diagnosis, bukan diagnosa


ekstrem, bukan ekstrim
elite, bukan elit
Februari, bukan Febuari
hakikat, bukan hakekat
hipotesis, bukan hipotesa
imbau, bukan himbau
isap, bukan hisap
istri, bukan isteri
izin, bukan ijin
Jumat, bukan Jum'at
kacamata, bukan kaca mata
kapak, bukan kampak
karier, bukan karir
kauambil, bukan kau ambil
kedaluarsa, bukan kadaluarsa
kerupuk, bukan krupuk
komoditas, bukan komoditi
kompleks, bukan komplek
komplet, bukan komplit
konkret, bukan konkrit
kuitansi, bukan kwitansi
kukuh, bukan kokoh
legalisasi, bukan legalisir

mengebom, bukan membom


mengilap, bukan mengkilap
November, bukan Nopember,
atau pun Nofember
olahraga, bukan olah raga
paham, bukan faham
peduli, bukan perduli
pengaderan, bukan
pengkaderan
peti kemas, bukan petikemas,
atau pun petik emas
pikir, bukan fikir
praktik, bukan praktek
prangko, bukan perangko
provinsi, bukan propinsi, atau
pun profinsi
rapor, bukan rapot
rematik, bukan reumatik
respons, bukan respon
risiko, bukan resiko
raoh, bukan ruh
rohani, bukan ruhani
rohaniwan, bukan rohaniawan

segitiga, bukan segi tiga


sejarahwan, bukan sejarawan
sekadar, bukan sekedar
sekretaris, bukan sekertaris
silakan, bukan silahkan
sistem, bukan sistim
sontek, bukan contek
standar, bukan standard
sutra, bukan sutera
tampak, bukan nampak
tekad, bukan tekat
teladan, bukan tauladan
terisolasi, bukan terisolir
terorganisasi, bukan
terorganisasi
tolok ukur, bukan tolak ukur
utang, bukan hutang
vila, bukan villa
zaman, bukan jaman
zamrud, bukan jamrud

Selain berkaitan dengan penulisan, kesalahan penggunaan kata terkadang juga berkaitan dengan
penafsiran makna. berikut kata-kata yang biasanya dimaknai dengan salah.

absen bermakna tidak hadir, bukan daftar hadir


absensi bermakna daftar ketidakhadiran, bukan daftar hadir
acuh bermakna peduli, bukan tidak peduli
bergeming bermakna diam, bukan tidak diam
pimpinan bermakna hasil memimpin, bukan orang yang memimpin

Ada pun untuk mengetahui baku tidaknya suatu kata, kita bisa melihatnya pada Kamus Besar Bahasa
Indonesia yang resmi disusun oleh Pusat Bahasa.

Anda mungkin juga menyukai