Anda di halaman 1dari 21

Xenotransplantation in

Pharmaceutical Biotechnology

1. Latar Belakang
Ilmu pengetahuan dan teknologi di bidang kedokteran saat ini telah
berkembang dengan pesat. Salah satu diantaranya adalah teknik transplantasi
organ manusia. Transplantasi organ manusia merupakan suatu teknologi medis
untuk penggantian organ tubuh pasien yang tidak berfungsi lagi dengan organ dari
manusia lain yang masih berfungsi dengan baik.
Sejak kesuksesan transplantasi ginjal yang pertama kali pada 23 Desember
1954, maka teknologi medis transplantasi mengalami perkembangan yang luar
biasa. Riset dan pengembangan terus menerus dilakukan sehingga saat ini sudah
ada teknologi yang memungkinkan pengawetan organ, penemuan obat-obatan anti
penolakan yang semakin canggih dan baik sehingga memungkinkan berbagai
organ manusia dapat ditransplantasikan dan donor tidak melulu berasal dari
kalangan keluarga sedarah saja, tapi siapapun bisa menjadi donor dengan adanya
obat-obatan anti penolakan ini. Di Indonesia sendiri transplantasi pertama berhasil
dilakukan pada tahun 1977 di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo.
Abad ini transplantasi organ telah menjadi salah satu jalan keluar yang
paling berarti dalam dunia kedokteran modern, banyak nyawa manusia yang
tertolong dengan cara transplantasi organ ini. Didukung dengan semakin majunya
ilmu dan teknologi bidang transplantasi organ manusia maka tingkat keberhasilan
dari transplantasi yang dilakukan pun semakin tinggi. Tingkat kelangsungan hidup
dari pasien penerima donor pun saat ini sangat tinggi, sehingga akibatnya
permintaan untuk melakukan transplantasi maupun akan organ itu sendiripun
meningkat secara global diseluruh dunia termasuk di Indonesia.
Tingginya permintaan transplantasi yang tentu saja diikuti dengan
tingginya permintaan organ tersebut tidak diikuti dengan tingginya tingkat
persediaan organ. Menurut data dari WHO tranplantasi organ telah dilakukan di
91 negara di dunia. Pada tahun 2005 ada sekitar 66.000 ribu transplantasi ginjal,
21.000 transplantasi hati dan 6000 transplantasi ginjal dilakukan diseluruh dunia.
Sedangkan menurut laporan dari Mayo Clinic lebih dari 101,000 orang tengah

menanti untuk operasi transplantasi organ tubuh, dan dari jumlah tersebut setiap
tahunnya meningkat terus, dan ironisnya tidak semua orang yang membutuhkan
donor tersebut akan mendapatkan donor sebagaimana yang diharapkan. Setiap
harinya 19 orang meninggal dalam penantian untuk mendapatkan donor organ.
2. Transplantasi Organ
1. Definisi
Secara Etimologi transplantasi berasal dari Middle English transplaunten,
diambil dari Bahasa Latin Kuno transplantare, yang artinya to plant. Definisi
Transplantasi, yang diambil dari bahasa Inggris Transplantation (to transplant)
menurut kamus Webster Medical Dictionary online, didefinisikan sebagai:
The grafting of a tissue from one place to another, just as in botany a
bud from one plant might be grafted onto the stem of another. The transplanting
of tissue can be from one part of the patient to another (autologous
transplantation), as in the case of a skin graft using the patient's own skin; or
from one patient to another (allogenic transplantation), as in the case of
transplanting a donor kidney into a recipient.
Sedangkan menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia Online transplantasi
adalah pemindahan jaringan tubuh dr suatu tempat ke tempat lain (seperti
menutup luka yg tidak berkulit dengan jaringan kulit dari bagian tubuh yg lain.
Menurut Medicastore, pencangkokan (Transplantasi) adalah pemindahan
sel, jaringan maupun organ hidup dari seseorang (donor) kepada orang lain
(resipien atau dari satu bagian tubuh ke bagian tubuh lainnya (misalnya
pencangkokan kulit), dengan tujuan mengembalikan fungsi yang telah hilang.
Menurut WHO, Transplantation is the transfer (engraftment) of human
cells, tissues or organs from a donor to a recipient with the aim of restoring
function(s) in the body.
Jadi

dapat

disimpulkan

transplantasi

atau

pencangkokan

adalah

pemindahan organ sel, atau jaringan dari si pendonor kepada orang lain yang
membutuhkan penggantian organ disebabkan kegagalan organ, kerusakan sel
maupun jaringan dengan tujuan untuk mengembalikan fungsi organ, sel, maupun
jaringan yang telah rusak tersebut. Akan tetapi dalam perkembangannya khusus

untuk sel, dunia kedokteran khususnya di bidang kedokteran regenerasi


(regenerative medicine) saat ini pun telah memungkinkan untuk menumbuhkan
kembali sel si pasien itu sendiri dengan sel induk atau sel yang diesktrasi dari
organ yang rusak.

3. Jenis-jenis Transplantasi
Transplantasi merupakan hal luar biasa ditemukan dalam dunia kedokteran
modern. Melibatkan donasi organ dari satu manusia kepada manusia lain yang
menjadikan ribuan orang diseluruh dunia setiap tahunnya terselamatkan jiwanya.
Dari Segi Pemberi Organ (Pendonor)
Jika ditinjau dari sudut penyumbang atau donor atau jaringan tubuh, maka
transplantasi dapat dibedakan menjadi:
a. Transplantasi dengan donor hidup
Transplantasi dengan donor hidup adalah pemindahan jaringan atau organ
tubuh seseorang yang hidup kepada orang lain atau ke bagian lain dari tubuhnya
sendiri

tanpa

mengancam

kesehatan.

Biasanya

yang

dilakukan

adalah

transplantasi ginjal, karena memungkinkan seseorang untuk hidup dengan satu


ginjal saja. Akan tetapi mungkin bagi donor hidup juga untuk memberikan
sepotong atau sebagian dari organ tubuhnya misalnya paru, hati, pankreas dan
usus. Juga donor hidup dapat memberikan jaringan atau selnya degeneratif,
misalnya kulit, darah dan sumsum tulang.
b. Transplantasi dengan donor mati atau jenazah
Transplantasi dengan donor mati atau jenazah adalah pemindahan organ
atau jaringan dari tubuh jenazah orang yang baru saja meninggal kepada tubuh
orang lain yang masih hidup. Pengertian donor mati adalah donor dari seseorang
yang baru saja meninggal dan biasanya meninggal karena kecelakaan, serangan
jantung, atau pecahnya pembuluh darah otak. Dalam kasus ini, donasi organ akan
dipertimbangkan setelah usaha penyelematan mengalami kegagalan. Pasien
mungkin meninggal dalam kamar emergensi ataupun dalam kondisi mati batang
otak. Jenis organ yang biasanya didonorkan adalah organ yang tidak memiliki

kemampuan untuk regenerasi misalnya jantung, kornea, ginjal dan pankreas, hati,
jantung dan hati.
Dari Penerima Organ (Resipien)
Sedangkan ditinjau dari sudut penerima organ atau resipien, maka transplantasi
dapat dibedakan menjadi:
a. Autograft
Autotransplantasi adalah pemindahan suatu jaringan atau organ ke tempat
lain dalam tubuh orang itu sendiri. Biasanya transplantasi ini dilakukan pada
jaringan yang berlebih atau pada jaringan yang dapat beregenerasi kembali.
Sebagai contoh tindakan skin graft pada penderita luka bakar, dimana kulit donor
berasal dari kulit paha yang kemudian dipindahkan pada bagian kulit yang rusak
akibat mengalami luka bakar. Kemudian dalam operasi bypass karena penyakit
jantung koroner.
b. Isograft
Termasuk dalam autograft adalah "syngraft" atau isograft yang merupakan
prosedur transplatasi yang dilakukan antara dua orang yang secara genetik identik.
Transplantasi model seperti ini juga selalu berhasil, kecuali jika ada permasalahan
teknis selama operasi. Operasi pertama ginja yang dilakukan pada tahun 954
merupakan operasi transplantasi syngraft pertama antara kembar identik.
c. Allograft
Allograft adalah pemindahan suatu jaringan atau organ dari tubuh seseorang ke
tubuh orang lain. Misalnya pemindahan jantung dari seseorang yang telah
dinyatakan meninggal pada orang lain yang masih hidup. Kebanyakan sel dan
organ manusia adalah Allografts.
d. Xenotransplantation
Xenotransplantation adalah pemindahan suatu jaringan atau organ dari
species bukan manusia kepada tubuh manusia. Contohnya pemindahan organ dari
babi ke tubuh manusia untuk mengganti organ manusia yang telah rusak atau
tidak berfungsi baik.
e. Transplantasi Domino (Domino Transplantation)

Merupakan multiple transplantasi yang dilakukan sejak tahun 1987. Donor


memberikan organ jantung dan parunya kepada penerima donor, dan penerima
donor ini memberikan jantungnya kepada penerima donor yang lain. Biasanya
dilakukan pada penderita "cystic fibrosis" (hereditary disease) dimana kedua
parunya perlu diganti dan secara teknis lebih mudah untuk mengganti jantung dan
paru sebagai satu kesatuan. Biasanya jantung dari penderita ini masih sehat,
sehingga jantungnya dapat didonorkan kepada orang lain yang membutuhkan.
f. Transplantasi Dibagi (Transplantation Split)
Kadangkala donor mati khususnya donor hati, hatinya dapat dibagi untuk
dua penerima, khususnya dewasa dan anak, akan tetapi transplatasi ini tidak
dipilih karena transplantasi keseluruhan organ lebih baik.
Dari Sel Induk (Stem Cell)
Transplantasi sel induk merupakan infusi dari sel induk yang sehat kepada
tubuh pasien itu sendiri. Transplantasi sel induk dilakukan apabila sumsum tulang
berhenti memproduksi sel induk yang sehat. Sama dengan transplantasi lainnya
jenis transplantasi induk ada yang sifatnya autograft yaitu tubuh sendiri yang
menghasilkan kemudian ditransplantasi kedalam tubuh sendiri. Allograft apabila
berasal dari donor orang lain asalkan cocok, biasanya yang masih ada hubungan
darah, akan tetapi saat ini bias juga didapatkan dari donor orang lain. Perlakuan
ini biasanya dilakukan untuk leukemias, lymphomas, dan kelainan lain dari
sumsum tulang. Yang terakhir adalah tandem transplant merupakan Transplantasi
dobel autograft, sel induk dikumpulkan terlebih dahulu sebelum dilakukan dosis
tinggi chemo, kemudian ditransplantasikan 2 kali ke pasien itu sendiri biasanya
dengan jarak 6 bulan. Cara ini digunakan untuk penyakit cancer jenis tertenut,
termasuk multiple myeloma, Hodgkin disease, and non- Hodgkin lymphoma.
Sedangkan khusus mengenai transplantasi sel induk dibedakan menjadi:
a. Transplantasi sel induk dari sumsum tulang (bone marrow
transplantation)
Sumsum tulang adalah jaringan spons yang terdapat dalam tulang-tulang
besar seperti tulang pinggang, tulang dada, tulang punggung dan tulang rusuk.
Sumsum tulang merupakan sumber yang kaya akan sel induk hematopoetik.

b. Transplantasi sel induk darah tepi (peripheral blood stem cell


transplantation)
Peredaran tepi merupakan sumber sel induk walaupun jumlah sel induk
yang terkandung tidak sebanyak pd sumsum tulang untuk jumlah sel induk
mencukupi suatu transplantasi.biasanya pada donor diberikan granulocyte-colony
stimulating factor (G-CSF). Transplantasi dilakukan dengan proses yang disebut
Aferesis.
c. Transplantasi sel induk darah tali pusat (Stem cord)
Darah tali pusat mengandung sejulah sel induk yang bermakna dan
memiliki keunggulan diatas transplantasi sel induk dari sumsum tulangatau dari
darah tepi bagi pasien-pasien tertentu.Transplantasi sel induk dari darah tali pusat
telah mengubah bahan sisa dari proses kelahiran menjadi sebuah sumber yang
dapat menyelamatkan jiwa.
Beberapa jaringan dan organ yang dapat mengalami transplantasi:

4. Xenotransplantasi
Xenotransplantation adalah pemindahan suatu jaringan atau organ dari
species bukan manusia kepada tubuh manusia. Contohnya pemindahan organ dari
babi ke tubuh manusia untuk mengganti organ manusia yang telah rusak atau
tidak berfungsi baik. Xenotransplantasi muncul sebagai akibat dari terbatasnya
jumlah pendonor manusia dan munculnya solusi dari keterbatasan tersebut dengan
penggunaan organ buatan, rekayasa jaringan, transplantasi sel induk, dan
xenotransplants. Meskipun

merupakan teknologi baru

xenotransplants

menunjukkan fungsi yang baik untuk melanjutkan kehidupan dan memungkinkan


resiko penyakit yang lebih kecil dibandingkan allotransplants.
Pada pelaksanaan xenotransplantasi, tubuh manusia diharapkan dapat
menerima organ asal hewan tetapi secara bersamaan mampu melindungi tubuh
dari ancaman lainnya, seperti penyakit infeksi. Pada kasus transplantasi dari organ
manusia ke manusia, resipien diberikan obat-obatan yang dapat menekan
kekebalan dalam rangka menekan proses penolakan (rejection). Pada kasus
xenotransplantasi, untuk memperkecil dan atau meniadakan peran obat-obatan
penekan sistem kekebalan, dengan cara:

Penyisipan gen yang dapat menghentikan reaksi penolakan hiperakut,


yaitu respon kekebalan lapis pertama yang akan menyerang organ hewan

pada beberapa saat setelah implatansi.


Menghilangkan gen yang menandai organ sebagai benda asing dan

membuat sistem kekebalan menjadi melemah.


Identifikasi berbagai faktor yang mengarah kepada penolakan vaskuler dan
sistem kekebalan lapis kedua yang dapat menghancurkan organ yang
ditransplantasikan dalam hitungan minggu atau bulan.

Ketiga langkah ini efektif dengan memanfaatkan ketersediaan teknologi rekayasa


genetika.
a. Babi sebagai sumber jaringan dan organ untuk xenotransplantation Klinis
Babi merupakan hewan utama yang dipilih sebagai sumber jaringan dan
organ yang digunakan pada xenotransplantasi. pemilihan ini disebbakan oleh
beberapa alasan diantaranya yaitu jumlah ketersediaan babi yang besar, babi
memiliki sifat yang mudah untuk dibiakkan atau dibesarkan, kecilnya resiko

timbulnya penyakit zoonosis dan adanya kemungkinan untuk mengenalkan geen


baru kedalam system germline dari babi. Pemanfaatan babi pada rekayasa
genetika menggunakan teknik transgenic dan transfer inti, dimana teknik ini
memiliki

beberapa

kelebihan

dibandingkan

dengan

terapi

gen

secara

konvensional.
Kelebihan tersebut diantaranya, yakni: Pertama, dengan memperkenalkan
materi genetic baru langsung pada sel germinal babi dapat membantu
menyingkirkan pengunaan sistem pembawa yang dapat menimbulakan ganguan
yang berbeda-beda dalam setiap proses penghantarannya dan dapat memberikan
konsekuensi yang tidak diinginkan pada vector pembawa itu sendiri. Kedua,
bahan genetic yang diperkenalkan pada sel germinal dapat cocok pada semua sel
terutama sel-sel induk dan dapat langsung diwariskan pada keturunannya. Ketiga,
dengan menggunakan metode transgenic hanya donor yang dimanipulasi, berbeda
pada terapi gen secara konvensional dimana donor dan penerima mungkin akan
ikut terpengaruh (mengalami perubahan).

Tabel. Perbedaan teknik transgenic, terapi gen secara konvensional dan cloning.

b. Respon biologi dan system imun (Imunologi) terhadap xenotransplantasi


Seluruh proses transplantasi termasuk juga xenotransplantasi akan
menimbulakan respon dari system imun (reaksi kekebalan) baik dari antibody,
cell-mediated immunity, sel natural killer (NK), dan peradanagn (inflammation).
Namun, seluruhnya bergantung pada cara tranplantasi memeperoleh supply
vascular. Sel-sel terisolasit seperti hepatosit, dan jaringan ''bebas'', seperti
pankreas dan kulit, memperoleh supply vaskular melalui proses pertumbuhan
pembuluh darah host. Yang disebut sebagai proses neovaskularisasi, dengan
demikian

terdapat

kemungkinan

terganggunya

xenograft

akibat

faktor

ketidakcocokan pertumbuhan donor dengan host microvasculature. Akibat


neovaskularisasi yang terjadi dapat menyebabkan gangguan pada hormon dan
sitokin host asal pada tranflantasi, selain itu fungsi dari xenograft itu sendiri juga
dapat terganggu. Hasilnya, terjadi ketidak cocokan antara donor dan penerima

yang berdampak pada fungsi seluler. Akibatanya timbulah berbagai reaksi biologis
dan respon imun dari penerima yang bertindak langsung pada donor yang dapat
menyebabkan kehancuran pada donor.
c. Hyperacute Rejection
Suatu proses transplantasi organ dari babi ke dalam primata seperti
manusia meciptakan suatu kondisi yakni Hyperacute Rejection. Hyperacute
Rejection dimulai setelah reperfusion dari pencangkokan dan penghancuran
pencangkokan yang terjadi dalam hitungan menit hingga beberapa jam.
Hyperacute Rejection yang disebut sebagai penolakan hiperakut ditandai dengan
pendarahan interstitial dan trombosis, dimana trombus dipenuhi oleh plateletplatelet.
Penelitian dalam beberapa dekade terakhir telah mengklarifikasi dasar
molekuler untuk penolakan hiperakut dari organ-organ babi pada tubuh primate
(manusia), dan pengetahuan ini telah menyebabkan pengembangan terbaru dan
pendekatan terapetik yang jelas untuk mencegah permasalahan ini. Hyperacute
Rejection ini pernah dianggap rintangan yang paling menakutkan untuk aplikasi
klinis xenotransplantasi, namun Hyperacute Rejection sekarang dapat dicegah
dihampir setiap kasus.
Hyperacute Rejection xenograft organ babi oleh primata yang disebabkan
oleh pengikatan antibodi alami xenoreaktif untuk proses pencangkokan. Antibodi
xenoreaktif sebagian besar ditujukan terhadap satu antigen, yakni suatu sakarida
yang terdiri dari terminal Gal1,3Gal. terminal Gal1,3Gal berperan sebagai
antigenik utama penghalang xenotransplantasi, hal ini ditunjukkan oleh percobaan
di antibodi anti-Gal1,3Gal yang secara spesifik habis dari baboon dengan
menggunakan kolom immunoaffinity sebelum transplantasi dari organ-organ babi.
Pengikatan antibodi pada organ-organ yang baru ditransplantasikan sebagian besar
dibatasi, dan Hyperacute Rejection tidak terjadi. Meskipun identifikasi relevan
antigen untuk xenotransplantasi babi ke primata memungkinkan penghancuran /
deplesi spesifik menyinggung antibodi.

d. Aktivasi komplemen
kondisi selanjutnya setelah Hyperacute Rejection yaitu aktivasi dari sistem
komplemen dari penerima atau resipien pada pembuluh darah pendonor.
komplemen

aktivasi

dipicu

oleh

pengikatan

melengkapi-memperbaiki

(complement-fixing) antibodi xenoreaktif untuk mencangkokkan endothelium, dan


kecil kemungkinan oleh cedera reperfusi. Tanpa memperhatikan mekanisme
terkemuka untuk aktivasi komplemen, xenograft luar biasa sensitif untuk
melengkapi dimediasi cedera akibat beberapa cacat pada regulasi komplemen
(Gbr. 2). Dalam keadaan normal, komplemen kaskade diatur atau dihambat oleh
berbagai protein dalam plasma dan permukaan sel. Protein ini melindungi sel-sel
normal dari cedera saat aktivasi komplemen. Protein yang mengatur komplemen
fungsi kaskade dalam mode spesies restriksi, yaitu komplemen protein regulator
menghambat komplemen homolog jauh lebih efektif daripada komplemen
heterolog. Oleh karena itu, protein regulator komplemen disajikan dalam sebuah
xenograft yang tidak efektif pada mengendalikan kaskade komplemen dari

resipien, dan pencangkokan merupakan subjek untuk memperparah cedera


komplemen dimediasi.
Untuk mengatasi masalah ini, line dari hewan telah dikembangkan, yaitu
transgenik

untuk

komplemen

protein

regulator

manusia

dan

mampu

mengendalikan aktivasi dari komplemen dalam xenograft (Gbr. 2). Hewan


transgenik untuk faktor peluruhan-mempercepat (decay-accelerating) (hDAF)
manusia, yang mengatur komplemen pada tingkat C3, bersama dengan CD59,
yang mengatur komplemen pada tingkat C8 dan C9, atau CD46, yang mengontrol
aktivasi komplemen pada tingkat C3 dan C4, menunjukkan bahwa ekspresi
tingkat rendah dari hDAF dan CD59 atau CD46 pada xenograft babi-ke-primata
cukup memungkinkan untuk menghindari Hyperacute Rejection. Hasil ini, dan
perpanjangan xenograft dicapai dengan mengekspresikan tingkat yang lebih tinggi
dari faktor hDAF pada babi, menggaris bawahi pentingnya peraturan komplemen
sebagai determinan hasil xenograft.

Salah satu kendala utama dalam pengujian efek dari transgen pada organ
babi yaitu kesulitan dalam menghasilkan transgenik babi. Berdasarkan penelitian
Lavitrano, et al. dapat mempercepat tingkat dalam memproduksi transgenik babi
dan diuji dalam model transplantasi. Peneliti ini menggunakan transfer gen
sperma-dimediasi untuk menggabungkan gen hDAF menjadi babi dan
memperoleh efisiensi tinggi transgenesis (80% dari babi dimasukkan ke dalam
hDAF genom) dan ekspresi hDAF (43% dari babi transgenik). hDAF transgenik
fungsional in vitro, dan ditransmisikan untuk keturunan seperti yang diharapkan.
Metode ini, dalam teori dapat digunakan untuk memperkenalkan beberapa gen
sekaligus, atau sebuah tailor-made set gen manusia yang mungkin berguna untuk
transplantasi-dimediasi terapi genetik.
f. Penolakan Vaskular Akut
Meskipun faktor penting dalam patogenesis penolakan vaskular akut tidak
sepenuhnya diketahui, ada bukti yang berkembang bahwa penolakan vaskular
akut dipicu setidaknya sebagian oleh pengikatan antibodi xenoreaktif.
Pentingnya antibodi xenoreaktif dalam memicu penolakan vascular akut
disarankan oleh tiga hal berikut:
1. Antidonor antibodi yang ada dalam sirkulasi penerima yang tunduk pada
penolakan akut vaskular
2. Penipisan dari penundaan antidonor antibody atau ventilasi pra penolakan
vaskular akut
3. Pemberian antidonor antibody yang mengarah pada penolakan vaskular
akut
Endotelial sel yang teraktivasi mengekspresikan molekul prokoagulan, seperti Eselektin dan sitokin. Patogenesis penolakan vaskular akut terlihat pada gambar
berikut:

Patogenesis penolakan vaskular akut. Aktivasi endotelium oleh antbodi


xenoreaktif (Ab), komplemen (C), trombosit, dan mungkin oleh sel-sel inflamasi
(NK) dan makrofag. Mengarah ke ekspresi sifat patofosiologis baru. Komponenkomponen baru seperi sintesis faktor jaringan (TF) dan plasminogen aktivator
inhibitor tipe I (PAI-1), mempromosikan koagulasi, sintesis E-selektin dan sitokin
seperti IL1 alfa mempromosikan inflamasi. Perubahan ini pada gilirannya akan
menyebabkan trombosis, iskemia dan cedera endotel. Keunggulan dari penolakan
vaskular akut.

Meskipun berbagai manipulasi terapi telah terbukti berhasil dalam


mencegah penolakan yang hiperakut, penolakan vaskular akut menimbulkan
masalah yang sulit, karena terapi yang diperlukan secara terus-menerus. Untuk hal

ini, modifikasi donor genetik terbukti lebih penting untuk menangani penolakan
vaskular akut dibandingkan dengan penolakan hiperakut ulang.
Studi awal menunjukkan bahwa reaksi campuran antigen-antibodi akan
mengendalikan efisiensi untuk mencegah penolakan vaskular akut dalam beberapa
periode waktu. Tujuan ini dicapai dengan menggunakan hewan transgenic untuk
faktor hDAF dan CD59 sebagai sumber organ, dan immunoglobulin sebagai
penerima.
Beberapa hewan pengerat menunjukkan keterlibatan potensi sel NK dan
makrofag dalam mediasi penolakan vaskular akut. Namun, kemampuan
manipulasi imunogobulin untuk menolak penolakan vaskular akut menunjukkan
bahwa keterlibatan sel NK dan makrofag mungkin kurang penting dibandingkan
studi invitro dan studi-studi hewan pengerat yang disarankan. Disisi lain, sel NK
mungkin diperburuk dengan kemungkinan cedera yang dipicu oleh antibodi
xenoreaktif, sel-sel NK manusia telah ditunjukkan untuk mengaktifkan sel endotel
babi invitro.
g. Akomodasi
Beruntungnya, kehadiran antidonor antibodi dalam sirkulasi penerima
cangkok tidak pasti memicu penoalakn vaskular akut. Jika antidonor antibodi
sementara habis dari penerima, transplantasi organ dapat dibentuk sehingga
penolakan itu tidak terjadi ketika antidonor antibodi tidak dikembalikan ke
sirkulasi. Fenomena ini disebut sebagai akomodasi.
Akomodasi antigen mungkin mencerminkan perubahan dalam antibodi,
antigen atau dalam kerentanan penolakan. Jika akomodasi dapat dibentuk,
mungkin sangat penting dalam pembiakan xenotransplantasi karena akan
menghilangkan

kebutuhan

untuk

intervensi

yang

berkelanjutan

untuk

menghambat pengikatan cangkok antibodi. Salah satu pendekatan potensial untuk


akomodasi dimungkinkan penggunaan dari teknik rekayasa genetik untuk
mengurangi kerentanan transplantasi organ untuk penolakan vaskular akut dan
aktivasi sel endotel yang terkait dengan hal tersebut.

Sayangnya, intervensi yang sukses di tingkat mekanisme efektor tersebut


belum tercapai. Namun, gangguan interaksi antigen-antibodi telah membawa
akomodasi pada subjek manusia.
h. Cellular Mediated Immune Responses
Transplantasi organ dan sel dan transplantasi jaringan bebas tergantung
pada penolakan selular. Dalam allotranplantasi, penolakan selular dikendalikan
dengan terapi imunosupresif konvensional, tetapi terdapat kekhawatiran bahwa
karena beberapa alas an, penolakan sel dapat terjadi dengan sangat parah pada
xenotranplantasi. Pertama, perbedaan yang besar pada protein antigenic pada
xenotransplantasi dapat menyebabkan rekrutmen beragam dari rangkaian T-sel
xenoreaktif. Kedua, pengikatan antibodi xenoreaktif dan aktivasi system
komplemen dapat menyebabkan amplifikasi respon kekebalan yang ditimbulkan.
Induksi toleransi imunologi telah menjadi tujuan dari dokter bedah dan
ahli

tranplantasi.

Terutama

pada

kasus

xenotranplantasi,

jika

regimen

imunosupresif terpilih tidak cukup, induksi kekebalan toleransi mungkin


diperlukan. Setidaknya ada tiga pendekatan yang perlu dilakukan, yaitu:
1. Generasi campuran simerisasi hematopoietic
2. Pembentukan mikrosimerisasi dengan berbagai cara
3. Pembiakan trans timus.

Berbagai pendekatan untuk perifer toleransi ance, seperti blokade


kostimulasi dengan pemberian peleburan protein dalam bentuk terlarut dari
CLTA-4 molekul dan immunoglobulin (CLTA-4-ig) sedang diusahakan. Masih
faktor lain dalam respon selular untuk xenotranplantasi melibatkan tindakan sel
NK. Fungsi sel NK dapat diperkuat oleh permukaan sel reseptor yang mengenali
Gal-alfa-1,3Gal. Fungsi sel NK yang menurunkan regulasi oleh reseptor yang
mengenali homolog kompleks histokompatibilitas utama (MHC) kelas I. Sel NK
manusia mungkin sangat aktif terhadap sel xenogenik karena stimulasi di satu sisi
dan kegagalan downregulation di sisi yang lain. Kemungkinan keterlibatan sel NK
dalam penolakan xenotransplantasi dapat ditangani oleh gen babi transgenic pada

permukaan sel molekul MHC yang akan lebih efektif mengenali reseptor pada sel
NK yang akan mengalami penurunan fungsi sel NK.
Pendekatan dan ekspresi molekul inhibitor, yang sedang dipertimbangkan
sebagai pendekatan terapi gen alotransplantation , dapat terbukti lebih efektif
dalam pembiakan xenotransplantasi karena gen penghambat dapat diperkenalkan
sebagai transgen dan dengan demikian diekspresikan dalam semua sel yang
relevan dalam pencangkokan. Hal lain yang perlu dilakukan adalah pendekatan
yang akan melibatkan modifikasi genetik yang memungkinkan kelangsungan
hidup dan fungsi sel sumsum tulang donor.
i. Jaring Fisiologis untuk Xenotransplantasi
Beberapa

kemajuan

dalam

megatasi

kendala

imunologis

untuk

xenotransplantasi telah membawa ke pertanyaan sejauh mana xenotransplantasi


dapat berfungsi optimal dalam berbagai kasus. Cacat halus pada fisiologis pada
seluruh spesies kemungkinan tetap ada. Organ seperti hati, yang mengeluarkan
berbagai protein yang bergantung pada aliran enzimatik kompleks, dapat terbukti
tidak kompatibel dengan sejumlah primata.
Oleh karena itu, salah satu aplikasi penting dari rekayasa genetika dalam
transplantasi xenotranplantasi mungkin amplifikasi atau modulasi fungsi fisiologis
atau untuk mengatasi cacat secara fisik. Di sisi lain, proses selular yang paling
teratur secara biokimia secara intrinsic diatur untuk memenuhi kebutuhan
fisiologis keseluruhan dari seluruh individu.
Hambatan lain bahwa potensi untuk aplikasi klinik xenotransplantasi
adalah bahwa kemungkinan xenograf dapat mengganggu metabolisme normal dan
fungsi fisiologis penerima. Sebagai contoh, Lawson dkk telah menunjukkan
bahwa trombomodulin babi gagal tercampur dan bertindak secara memadai
dengan thrombin manusia dan protein C untuk menghasilkan protein yang
terkaktivasi oleh xenotransplantasi.
Cacat ini dapat menyebabkan diathesis protrombotik karena kegagalan gen
diaktifkan oleh protein C. Perhatian yang lebih besar adalah kemungkinan bahwa

pembiakan trans-organ seperti hati bisa menambah produk protrombotik atau


proinflamasi ke dalam darah penerima. Meskipun banyak cacat fisiologis yang
besar dapat dideteksi pada tingkat molekuer karena akan berhubungan penting
pada kesejahteraan penerima transplantasi, yang harus diperbaiki oleh obat-obatan
atau terapi genetik.
j. Zoonosis
Meningkatnya kesuksesan percobaan xenotransplantasi dan uji coba
terapetik membawa ke pertanyaan yang lebih jauh yaitu tentang zoonosis, yaitu
penyakit menular yang diperkenalkan donor(cangkokan) ke penerima. Transfer
agen infeksius dari donor(cangkokan) ke penerima merupakan komplikasi umum
dari allotransplantasi. Pencapaian infeksi ke penerima melalui cara ini secara
umum risikonya dapat diperkirakan dan keputusan yang diambil berdasarkan
risiko versus manfaat potensial yag didapatkan dari proses transplantasi tersebut.
Kekhawatiran tentang zoonosis pada xenotransplantasi tidak sebanyak risiko
untuk penerima dari xenotransplantasi tersebut., tetapi resiko bahwa agen
infeksius akan ditransfer dari penerima kepada sebagian besar penduduk.
Untungnya, semua agen mikroba yang diketahui menginfeksi babi
transplantasi dapat dideteksi oleh pemeriksaan dan berpotensi dikeluarkan dari
populasi donor xenotransplant. Ada kekhawatiran, bagaimanapun bahwa babi bias
menjadi pelabuhan bagi retrovirus endogen, yang dapat diwarisi dengan DNA
genomic dan mungkin diaktifkan dan dipindahkan ke sel penerima. penerima.
Sebagai contoh, Patience dkk baru-baru ini melaporkan bahwa tipe C retrovirus
endogen babi bisa diaktifkan dalam sel babi, yang mengarah ke rilis partikel yang
dapat menginfeksi manusia hingga ke tingkat sel. Apakah virus ini atau endogen
lainnya virus benar-benar dapat menginfeksi seluruh spesies dan apakah infeksi
tersebut akan menyebabkan penyakit tidak diketahui, tetapi tetap menjadi subjek
penyelidikan epidemiologi saat ini.
Jika infeksi silang-spesies tidak terbukti menjadi masalah penting, terapi
genetik juga dapat digunakan untuk mengatasi masalah ini. Terapi genetik yang
paling sederhana akan melibatkan peternakan out organisme, tetapi pendekatan ini

mungkin gagal jika organisme tersebar luas atau terintegrasi di beberapa lokus.
Beberapa terapi genetik telah dikembangkan untuk berpotensi mengendalikan
manusia virus immunodeficiency. Meskipun terapi ini umumnya gagal karena
telah sulit atau tidak mungkin untuk mendapatkan ekspresi gen ditransfer dalam
sel dan pada tingkat yang cukup untuk menangani batang dengan viral load tinggi,
penerapan terapi tersebut mungkin jauh lebih mudah dalam xenotransplantasi
karena terapi gen dapat disampaikan melalui sel awal tumbuh. Pada akhirnya, jika
penghapusan endogen retrovirus yang diperlukan, berpotensi dapat dicapai dengan
gen penargetan dan kloning, seperti dibahas di atas.
k. Sebuah Skenario untuk Aplikasi Klinis dari Xenotransplantation
Keberhasilan penerapan xenotransplantasi di arena klinis memerlukan
wawasan yang tidak hanya imunologi tetapi juga fisiologi dan penyakit menular,
yang semuanya telah dibahas secara singkat di sini di konteks terapi genetik.
Dalam beberapa tahun terakhir, kemajuan penting telah dibuat dalam
mengelusidasi rintangan imunologi dari babi hingga primata transplantasi.
Meskipun kemajuan ilmiah ini penting dan menarik, xenotransplantation
kemungkinan akan memasuki arena klinis melalui langkah demi langkah sebuah
proses. Langkah pertama pada jaringan bebas xenograft, adalah dalam uji klinis
terbatas sudah terbukti dan sebagai awal mendorong terciptanya jaringan babi
xenograf yang bertahan dalam penerima manusia.
Satu aplikasi langsung dari xenografting jaringan bebas akan akan
pengobatan sirosis yang disebabkan oleh hepatitis virus, menggunakan infus
target hepatosit babi. Pendekatan ini ditingkatkan karena:
1. Babi hepatosit tahan terhadap reinfeksi virus
2. Model tikus dari sirosis hati kegagalan menunjukkan bahwa hepatosit babi
xenotransplants dapat bertahan dan fungsi baik
3. Memperkirakan permintaan untuk transplantasi hati akibat hepatitis,
diinduksi oleh sel C-penyakit sirosis hati cenderung memperburuk
kekurangan hati yang tersedia untuk transplantasi.

Potensi lain xenografting jaringan bebas adalah transplantasi pulau


xenogeneic dari langerhans untuk pengobatan diabetes tipe 1. Transplantasi islet
xenogeneic mungkin terbukti kurang bertanggung jawab terhadap perusakan oleh
proses autoimun yang mendasari penyakit ini. 'Organ sementara atau' 'jembatan'
transplantasi mungkin akan mengikuti gratis xenografting jaringan. jembatan
transplant tidak akan mengatasi masalah kekurangan organ tubuh manusia, tetapi
analisis tajam dari hasil transplantasi ini akan memberikan informasi penting
tentang sisa rintangan imunologi dan potensi fisiologis dan pertimbangan menular.
Dengan informasi ini, terapi lebih lanjut termasuk rekayasa genetika
memungkinkan penggunaan organ babi sebagai pengganti permanen. Bahkan
kemudian, seseorang dapat membayangkan xenotransplantasi sebagai upaya
berkelanjutan untuk menerapkan terapi genetik yang akan mengoptimalkan fungsi
cangkokan dan batas komplikasi transplantasi.
Meskipun mungkin bahwa penggunaan babi sebagai sumber organ dan
jaringan untuk transplantasi tidak jauh, kemajuan menarik dalam jaringan
rekayasa, teknologi stem cell, dan in vitro organogenesis dapat memperluas
menggunakan hewan pada obat manusia. Sel dewasa dan kultur sel induk embrio
telah memberikan efek ke jaringan organ-spesifik dengan fungsional karakteristik
yang sesuai organ. Meskipun ilmu ini memungkinkan untuk dikembangkan kea
rah fungsional organ untuk transplantasi ke manusia, babi atau hewan lain dapat
digunakan sebagai penerima jaringan budaya yang diprakarsai ini dan
memungkinkan penyelesaian pembangunan.
Organ-organ ini, tumbuh dan dipelihara di hewan, mungkin kemudian
akan tersedia untuk transplantasi pada ''hal-hal dasar yang diperlukan'' pada babi
sehingga dapat berfungsi sebagai xenograft ''penerima sebelum menjadi organ
''donor. Keberhasilan baru-baru ini pada kloning hewan, termasuk babi,
meningkatkan kemungkinan mentransfer inti dari pasien manusia sel menjadi sel
induk enucleated binatang, dan kemudian tumbuh sel-sel pada hewan untuk
menghasilkan jaringan manusia dibedakan yang autologous dengan pasien. itu
pelajaran dari manipulasi genetik hewan dalam upaya tomake hewan organ yang
cocok untuk transplantasi ke manusia mungkin menemukan aplikasi terbaik

mereka dalam menghasilkan hewan yang cocok untuk digunakan sebagai biologis
reaktor untuk tumbuh organ tubuh manusia cocok untuk transplantasi ke manusia.

Anda mungkin juga menyukai