Anda di halaman 1dari 3

Nama

: Suci Amalina R.

Kelas

: 9c

No. absen

: 25

Berjuta Embun Surga


Ini benar-benar menyebalkan ! Ibu marah besar. Bapak memukul meja sambil
melototi mukaku dengan matanya yang bulat memerah. Hi.. serem ! aku jadi
teringat cerita ibu dulu sewaktu menjelang tidur saat aku balita . Hmm buto galak
yang telah mencaplok rembulan purnama hingga terjadi bumi gulita.
Aku tak tahu apa yang terjadi pada Bapak dan Ibu saat ini. Hanya gara-gara
aku mandi di kamar mandi dekat bambuori, pohon yang tumbuh diantara rumahku
dan rumah Bibi Pani, kemarahan nyasar padaku bertubi-tubi. Aku sendiri bingung,
apa yang sebenarnya terjadi. Sumur dan kamar mandi itu dulu dibangun dengan
gotong royong antara keluargaku dan keluarga Bibi Pani, adik kandung Bapak. Tapi
sekarang, hanya Bibi Pani beserta suami dan anak-anaknya yang mau mandi di situ.
Bapak dan Ibu tidak ada yang mau mandi di situ.
Ah .. aku benar-benar pusing ..! biar sajalah, walau mata Bapak benarbenar meloncat gara-gara masalah mandi, aku tak peduli. Aku tetap mau mandi di
jamban itu.
Pur, buka telingamu kalau tidak, ibu tarik kerudungmu. Kalau sampai Bapak
lihat kamu masih saja mandi di sumur itu atau bapak lihat kamu masih saja
menginjak rumah Pamanmu itu, rasakan sendiri apa akibatnya. kata ibu.
Pak, sebenarnya apa yang sedang terjadi? Baru dua minggu aku di rumah,
Bapak dan ibu kok selalu marah padaku soal mandi ? tanya Purwati.
Ini bukan urusanmu! Ini urusan orang tua ! kata Bapak Purwati.
Tapi, Pak, kalu sudah menyangkut acara mandiku bukan lagi cuma urusan
orang tua, tapi juga urusanku kata Purwati
Memang anak sekarang. Dibilangi sekata menjawabnya berjuta kata. kata
Bapak Purwati.

Yah..demi kebaikan. Aku harus mencari kejelasan. Biarlah kelak di yaumil


akhir, mulut ini menjadi saksi bahwa ia bukan mulut yang suka membicarakan orang,
tapi mulut yang suka menyuarakan kebajikan. Bagaimanapun harga diri seseorang,
tergantung pada gerak bibirnya.
Aku segera melepas kerudung di kamar. Menyisir rambutku, bedakan, pakai
wewangian yang beraroma tipis sedikit, pakai kerudung lagi, dan kaos kaki.
Mau ke mana, Pur? Ibu mencegatku begitu kaki ini melampaui pintu samping.
Liburan, ya, keluar-keluarlah, Ibu, masa di rumah terus?
Ingat, jangan sampai injakkan kakimu di rumah Pamanmu.
Ibu berlalu, aku pun meneruskan langkah.
Sengaja aku berjalan memutar. Sebenarnya rumah Paman Pani hanya
beberapa meter saja. Melalui sumur dekat bambu ori, sampai sudah.
Assalamualaikum.
Waalaikumsalam warahmatullah. Siapa ? suara Bibi Pani dari dapur.
Aku,bi, Purwati.
eh.. masuk,nduk.
Wah repot banget.
Ini lho,Pur, bikin kue pesanan pak Kamituwo. Eh.. bagaimana kabarnya Ibu
dan Bapakmu ?
Itulah, Bi, aku bingung ? sebenarnya bapak dan ibu itu kenapa, ada apa? Aku
ke sini ya pingin tau, sebenarnya antara Bibi Pani dengan Ibu dan bapak ada masalah
apa ? tanya Purwati
Sebenarnya Bibi dan orang tuamu itu sedang bertengkar. Kalau Bibi sendiri
ya maunya yang sudah ya sudah. Tapi setiap kali Bibi menyapa bapakmu, dia selalu
membuang muka kepada Bibi. Dulu orang tuamu mengajak Bibi taruhan, sawah dan
tanahnya pun ia jadikan sebagai jaminan. Sebenarnya bibi sendiri tidak mau ikutikutan dalam taruhan itu, tetapi orang tuamu yang memaksa. Ia mengira bahwa Bibi
akan kalah. Danternyata Bibilah yang menang, sehingga sawah dan tanahnya pun
berpindah tangan. Seperti itulah ceritanya, Pur.
Astaghfirullah, Purwati sungguh tidak menyangka bahwa Bapak dan ibulah
yang memulai pertama kali. Kata Purwati

Setelah Purwati pulang, Purwati di marahi habis-habisan oleh orang tuanya


karena orang tua Purwati melihat anaknya sedang berda di rumah Bibinya. Beberapa
menit kemudian. Paman Pani datang ke rumah Purwati.
Purwati, cepat kemasi baju-bajumu dan orang tuamu. Kata paman Pani
Sebenarnya apa yang terjadi ? tanya Purwati
Nanti paman akan ceritakan, tapi jangan sekarang.
Setelah Purwati dan ibunya mengemasi baju-bajunya ia diajak oleh pamanya
untuk naik ke dalam ambulan. Ternyata, di dalam ambulan itu, terdapat bapak
Purwati yang kepalanya bersimbah darah. Setelah sampai di Rumah Sakit, Purwati
kembali bertanya.
Paman, apa yang terjadi pada Bapak ? tanya Purwati
Bapakmu terlibat adu mulut di sawah dengan orang selatan sungai. Yah, judi
sering memercikkan api kedengkian. Dan api itu berkobar hebat. Kekalahan memang
menyakitkan, tapi itulah pelajaran. Kata Paman Pani
Bagaimana bapakmu ini, Pur? Kata ibu
Sudahlah,bu,sabar. Mudah-mudahan allah masih memberi keselamatan. Ya,
allah mudah-mudahan engkau benar-benar meburunkan embun di kegersangan hati
kedua orang tua hamba. Mampukanlah keduanya untuk menangkap hidayah-Mu.
Jadikanlah luka dan duka ini penghapus bara kebencian dan kedengkian. Ya, allah
basuhlah debu-debu yang telah menjadi daki di hati dengan berjuta embun surgeMu. doa Purwati

Anda mungkin juga menyukai