Ini benar-benar menyebalkan ! Ibu marah besar. Bapak memukul meja sambil melototi mukaku dengan matanya yang bulat memerah. Hi.. serem ! aku jadi teringat cerita ibu dulu sewaktu menjelang tidur saat aku balita . Hmm buto galak yang telah mencaplok rembulan purnama hingga terjadi bumi gulita. Aku tak tahu apa yang terjadi pada Bapak dan Ibu saat ini. Hanya gara-gara aku mandi di kamar mandi dekat bambuori, pohon yang tumbuh diantara rumahku dan rumah Bibi Pani, kemarahan nyasar padaku bertubi-tubi. Aku sendiri bingung, apa yang sebenarnya terjadi. Sumur dan kamar mandi itu dulu dibangun dengan gotong royong antara keluargaku dan keluarga Bibi Pani, adik kandung Bapak. Tapi sekarang, hanya Bibi Pani beserta suami dan anak-anaknya yang mau mandi di situ. Bapak dan Ibu tidak ada yang mau mandi di situ. Ah .. aku benar-benar pusing ..! biar sajalah, walau mata Bapak benarbenar meloncat gara-gara masalah mandi, aku tak peduli. Aku tetap mau mandi di jamban itu. Pur, buka telingamu kalau tidak, ibu tarik kerudungmu. Kalau sampai Bapak lihat kamu masih saja mandi di sumur itu atau bapak lihat kamu masih saja menginjak rumah Pamanmu itu, rasakan sendiri apa akibatnya. kata ibu. Pak, sebenarnya apa yang sedang terjadi? Baru dua minggu aku di rumah, Bapak dan ibu kok selalu marah padaku soal mandi ? tanya Purwati. Ini bukan urusanmu! Ini urusan orang tua ! kata Bapak Purwati. Tapi, Pak, kalu sudah menyangkut acara mandiku bukan lagi cuma urusan orang tua, tapi juga urusanku kata Purwati Memang anak sekarang. Dibilangi sekata menjawabnya berjuta kata. kata Bapak Purwati.
Yah..demi kebaikan. Aku harus mencari kejelasan. Biarlah kelak di yaumil
akhir, mulut ini menjadi saksi bahwa ia bukan mulut yang suka membicarakan orang, tapi mulut yang suka menyuarakan kebajikan. Bagaimanapun harga diri seseorang, tergantung pada gerak bibirnya. Aku segera melepas kerudung di kamar. Menyisir rambutku, bedakan, pakai wewangian yang beraroma tipis sedikit, pakai kerudung lagi, dan kaos kaki. Mau ke mana, Pur? Ibu mencegatku begitu kaki ini melampaui pintu samping. Liburan, ya, keluar-keluarlah, Ibu, masa di rumah terus? Ingat, jangan sampai injakkan kakimu di rumah Pamanmu. Ibu berlalu, aku pun meneruskan langkah. Sengaja aku berjalan memutar. Sebenarnya rumah Paman Pani hanya beberapa meter saja. Melalui sumur dekat bambu ori, sampai sudah. Assalamualaikum. Waalaikumsalam warahmatullah. Siapa ? suara Bibi Pani dari dapur. Aku,bi, Purwati. eh.. masuk,nduk. Wah repot banget. Ini lho,Pur, bikin kue pesanan pak Kamituwo. Eh.. bagaimana kabarnya Ibu dan Bapakmu ? Itulah, Bi, aku bingung ? sebenarnya bapak dan ibu itu kenapa, ada apa? Aku ke sini ya pingin tau, sebenarnya antara Bibi Pani dengan Ibu dan bapak ada masalah apa ? tanya Purwati Sebenarnya Bibi dan orang tuamu itu sedang bertengkar. Kalau Bibi sendiri ya maunya yang sudah ya sudah. Tapi setiap kali Bibi menyapa bapakmu, dia selalu membuang muka kepada Bibi. Dulu orang tuamu mengajak Bibi taruhan, sawah dan tanahnya pun ia jadikan sebagai jaminan. Sebenarnya bibi sendiri tidak mau ikutikutan dalam taruhan itu, tetapi orang tuamu yang memaksa. Ia mengira bahwa Bibi akan kalah. Danternyata Bibilah yang menang, sehingga sawah dan tanahnya pun berpindah tangan. Seperti itulah ceritanya, Pur. Astaghfirullah, Purwati sungguh tidak menyangka bahwa Bapak dan ibulah yang memulai pertama kali. Kata Purwati
Setelah Purwati pulang, Purwati di marahi habis-habisan oleh orang tuanya
karena orang tua Purwati melihat anaknya sedang berda di rumah Bibinya. Beberapa menit kemudian. Paman Pani datang ke rumah Purwati. Purwati, cepat kemasi baju-bajumu dan orang tuamu. Kata paman Pani Sebenarnya apa yang terjadi ? tanya Purwati Nanti paman akan ceritakan, tapi jangan sekarang. Setelah Purwati dan ibunya mengemasi baju-bajunya ia diajak oleh pamanya untuk naik ke dalam ambulan. Ternyata, di dalam ambulan itu, terdapat bapak Purwati yang kepalanya bersimbah darah. Setelah sampai di Rumah Sakit, Purwati kembali bertanya. Paman, apa yang terjadi pada Bapak ? tanya Purwati Bapakmu terlibat adu mulut di sawah dengan orang selatan sungai. Yah, judi sering memercikkan api kedengkian. Dan api itu berkobar hebat. Kekalahan memang menyakitkan, tapi itulah pelajaran. Kata Paman Pani Bagaimana bapakmu ini, Pur? Kata ibu Sudahlah,bu,sabar. Mudah-mudahan allah masih memberi keselamatan. Ya, allah mudah-mudahan engkau benar-benar meburunkan embun di kegersangan hati kedua orang tua hamba. Mampukanlah keduanya untuk menangkap hidayah-Mu. Jadikanlah luka dan duka ini penghapus bara kebencian dan kedengkian. Ya, allah basuhlah debu-debu yang telah menjadi daki di hati dengan berjuta embun surgeMu. doa Purwati