Makalah
Kebudayaan
Untuk Mata Kuliah
Pengantar Ilmu Antropologi
1
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur saya haturkan kepada Tuhan yang Maha Esa karena atas
berkat-Nya lah, makalah antropologi ini dapat saya selesaikan. Saya juga
mengucapkan terima kasih kepada Ibu Indra yang telah menugaskan saya
membuat makalah antropologi ini, karena dengan membuat makalah ini, saya
menjadi semakin paham dan mengerti konsep-konsep difusi, akulturasi, dan
asimilasi.
Makalah ini berjudul “Difusi, Akulturasi, dan Asimilasi : Konsep, Contoh,
dan Perbedaannya”. Sesuai dengan judulnya, makalah ini membahas ketiga cara
penyebaran kebudayaan dari belahan-belahan bumi yang berbeda, yaitu difusi,
akulturasi, dan asimilasi. Adapun ketiga cara tersebut memiliki sifat yang berbeda,
misalnya ada atau tidaknya sifat kebudayaan asalnya, atau terciptanya kebudayaan
baru. Di sini, akan dibahas pengertian dan perbedaan yang ada, serta contoh
masing-masing, agar kiranya pembaca dapat mengerti lebih lanjut mengenai
ketiga jalur penyebaran kebudayaan tersebut.
Akhir kata, tiada gading yang tak retak. Begitu pula dengan makalah ini,
yang tentunya masih jauh dari sempurna. Maka dari itu penulis mohon maaf atas
segala kekurangan yang terdapat dalam makalah ini. Semoga makalah ini dapat
berguna bagi segenap pembaca, dan dapat digunakan dengan sebaik-baiknya
untuk kemajuan ilmu antropologi sendiri.
Sekian kata pengantar ini, akhir kata penulis mengucapkan banyak terima
kasih.
Penulis
2
BAB I
PENDAHULUAN
Indonesia adalah negara yang terdiri dari berbagai suku bangsa, yang masing-
masing memiliki budaya yang berbeda-beda. Keberbedaan itulah yang menjadi
ciri khas dan keunggulan Indonesia, Indonesia menjadi unik karena budayanya
yang beragam. Keanekaragaman itu ditambah lagi dengan masuknya unsur-unsur
budaya asing ke Indonesia. Masuknya budaya asing memperkaya warna
kebudayaan Indonesia. Budaya asing itu sendiri masuk melalui 3 macam cara,
yaitu difusi, akulturasi, dan asimilasi.
Tujuan penulisan dari makalah ini adalah untuk memberikan pemahaman lebih
lanjut tentang 3 cara penggabungan budaya, yaitu difusi, akulturasi, dan asimilasi
sehingga pada akhirnya pembaca dapat mengerti dan membedakan ketiga jalur
penyebaran budaya tersebut.
3
BAB II
PEMBAHASAN
2.1. DIFUSI
Proses difusi tidak hanya dilihat dari sudut bergeraknya unsur-unsur kebudayaan
dari satu tempat ke tempat lain di muka bumi saja, tetapi terutama sebagai proses
di mana unsur kebudayaan dibawa oleh individu dari suatu kebudayaan, dan harus
diterima oleh individu-individu dari kebudayaan lain.
Salah satu bentuk difusi adalah penyebaran unsur-unsur kebudayaan yang terjadi
karena dibawa oleh kelompok-kelompok manusia yang bermigrasi dari satu
tempat ke tempat lain di dunia. Hal ini terutama terjadi pada jaman prehistori,
puluhan ribu tahun yang lalu, saat manusia yang hidup berburu pindah dari suatu
tempat ke tempat lain yang jauh sekali, saat itulah unsur kebudayaan yang mereka
punya juga ikut berpindah.
4
Bentuk difusi yang lain lagi adalah penyebaran unsur-unsur kebudayaan yang
terjadi ketika individu-individu dari kelompok tertentu bertemu dengan individu-
individu dari kelompok tetangga. Pertemuan-pertemuan antara kelompok-
kelompok itu dapat berlangsung dengan 3 cara, yaitu :
1. Hubungan symbiotic
Hubungan symbiotic adalah hubungan di mana bentuk dari kebudayaan itu
masing-masing hampir tidak berubah. Contohnya adalah di daerah
pedalaman negara Kongo, Togo, dan Kamerun di Afrika Tengah dan Barat;
ketika berlangsung kegiatan barter hasil berburu dan hasil hutan antara
suku Afrika dan suku Negrito. Pada waktu itu, hubungan mereka terbatas
hanya pada barter barang-barang itu saja, kebudayaan masing-masing suku
tidak berubah.
2. Penetration pacifique (pemasukan secara damai)
Salah satu bentuk penetration pacifique adalah hubungan perdagangan.
Hubungan perdagangan ini mempunyai akibat yang lebih jauh dibanding
hubungan symbiotic. Unsur-unsur kebudayaan asing yang dibawa oleh
pedagang masuk ke kebudayaan penemrima dengan tidak disengaja dan
tanpa paksaan. Sebenarnya, pemasukan unsur-unsur asing oleh para
penyiar agama itu juga dilakukan secara damai, tetapi hal itu dilakukan
dengan sengaja, dan kadang-kadang dengan paksa.
3. Penetration violante (pemasukan secara kekerasan/tidak damai)
Pemasukan secara tidak damai ini terjadi pada hubungan yang disebabkan
karena peperangan atau penaklukan. Penaklukan merupakan titik awal dari
proses masuknya kebudayaan asing ke suatu tempat. Proses selanjutnya
adalah penjajahan, di sinilah proses pemasukan unsur kebudayaan asing
mulai berjalan.
Ada juga difusi yang disebut stimulus diffusion. Stimulus diffusion adalah proses
difusi yang terjadi melalui suatu rangkaian pertemuan antara suatu deret suku-
suku bangsa. Konsep stimulus diffusion juga kadang dipergunakan ketika ada
suatu unsur kebudayaan yang dibawa ke dalam kebudayaan lain, di mana unsur
itu mendorong (menstimulasi) terjadinya unsur-unsur kebudayaan yang dianggap
5
sebagai kebudayaan yang baru oleh warga penerima, walaupun gagasan awalnya
berasal dari kebudayaan asing tersebut.
Difusi tak langsung dapat juga menimbulkan suatu bentuk difusi berangkai, jika
unsur-unsur kebudayaan yang telah diterima oleh suatu lingkup kebudayaan
kemudian menyebar lagi pada lingkup-lingkup kebudayaan lainnya secara
berkesinambungan.
Contoh difusi yang terjadi dalam masyarakat Indonesia adalah berbagai kata yang
ada dalam Bahasa Indonesia. Tanpa kita sadari, Bahasa Indonesia sendiri
merupakan contoh hasil dari proses difusi yang terjadi dalam masyarakat.
Berbagai kata dalam Bahasa Indonesia merupakan hasil serapan dari bahasa asing
dan bahasa-bahasa daerah, seperti Bahasa Jawa, Sunda, dan lain-lain.
6
bentuk kata-kata baru, seperti : gerilyawan, ilmuwan, sejarawan,
Pancasilais, agamis, dan lain-lain.
2. Difusi intern yaitu timbulnya hubungan timbal balik antara bahasa
Indonesia dengan bahasa Jawa (seperti masuknya kata lugas, busana,
pangan dll) atau dengan bahasa Sunda (kata-kata nyeri, pakan, tahap,
langka) mengenai penyerapan kosakata.
2.2. AKULTURASI
Akulturasi (acculturation atau culture contact) adalah proses sosial yang timbul
bila suatu kelompok manusia dengan kebudayaan tertentu dihadapkan dengan
unsur-unsur dari suatu kebudayaan asing dengan sedemikian rupa, sehingga
unsur-unsur kebudayaan asing itu lambat laun diterima dan diolah ke dalam
kebudayaan sendiri tanpa menyebabkan hilangnya kepribadian kebudayaan itu
sendiri.
Secara singkat, akulturasi adalah bersatunya dua kebudayaan atau lebih sehingga
membentuk kebudayaan baru tanpa menghilangkan unsur kebudayaan asli.
Dalam meneliti akulturasi, ada lima golongan masalah mengenai akulturasi, yaitu :
1. masalah mengenai metode-metode untuk mengobservasi, mencatat, dan
melukiskan suatu proses akulturasi dalam suatu masyarakat;
2. masalah mengenai unsur-unsur kebudayaan asing apa yang mudah
diterima, dan unsur-unsur kebudayaan asing apa yang sukar diterima oleh
masyarakat penerima;
3. masalah mengenai unsur-unsur kebudayaan apa yang mudah diganti atau
diubah, dan unsur-unsur apa yang tidak mudah diganti atau diubah oleh
unsur-unsur kebudayaan asing;
7
4. masalah mengenai individu-individu apa yang suka dan cepat menerima,
dan individu-individu apa yang sukar dan lambat menerima unsur-unsur
kebudayaan asing;
5. masalah mengenai ketegangan-ketegangan dan krisis-krisis sosial yang
timbul sebagai akibat akulturasi.
Hal-hal yang sebaiknya diperhatikan oleh para peneliti yang akan meneliti
akulturasi adalah :
1. keadaan masyarakat penerima sebelum proses akulturasi mulai
berjalan;
Bahan mengenai keadaan masyarakat penerima sebenarnya merupakan
bahan tentang sejarah dari masyarakat yang bersangkutan. Apabila
ada sumber-sumber tertulis, maka bahan itu dapat dikumpulkan
dengan menggunakan metode yang biasa dipakai oleh para ahli sejarah.
Bila sumber tertulis tidak ada, peneliti harus mengumpulkan bahan
tentang keadaan masyarakat penerima yang kembali sejauh mungkin
dalam ruang waktu, misalnya dengan proses wawancara. Dengan
demikian, seorang peneliti dapat mengetahui keadaan kebudayaan
masyarakat penerima sebelum proses akulturasi mulai berjalan. Saat
inilah yang disebut “titik permulaan dari proses akulturasi” atau base
line of acculturation.
2. Individu-individu dari kebudayaan asing yang membawa unsur-unsur
kebudayaan asing;
Individu-individu ini disebut juga agents of acculturation. Pekerjaan
dan latar belakang dari agents of acculturation inilah yang akan
menentukan corak kebudayaan dan unsur-unsur apa saja yang akan
masuk ke dalam suatu daerah. Hal ini terjadi karena dalam suatu
masyarakat, apalagi jika masyarakat itu adalah masyarakat yang luas
dan kompleks, warga hanya mengetahui sebagian kecil dari
8
kebudayaannya saja, biasanya yang berkaitan dengan profesi dan latar
belakang warga tersebut.
3. Saluran-saluran yang dilalui oleh unsur-unsur kebudayaan asing untuk
masuk ke dalam kebudayaan penerima;
Hal ini penting untuk mengetahui gambaran yang jelas dari suatu
proses akulturasi. Contohnya adalah apabila kita ingin mengetahui
proses yang harus dilalui oleh kebudayaan pusat untuk masuk ke
dalam kebudayaan daerah, maka saluran-salurannya adalah melalui
sistem propaganda dari partai-partai politik, pendidikan sekolah, garis
hirarki pegawai pemerintah, dan lain-lain.
4. Bagian-bagian dari masyarakat penerima yang terkena pengaruh
unsur-unsur kebudayaan asing tadi;
Kadang, unsur-unsur kebudayaan asing yang diterima tiap golongan-
golongan dalam masyarakat berbeda-beda. Oleh karena itu, penting
untuk mengetahui bagian-bagian mana dari masyarakat penerima yang
terkena pengaruh unsur-unsur kebudayaan asing tersebut.
5. Reaksi para individu yang terkena unsur-unsur kebudayaan asing,
Terbagi menjadi 2 reaksi umum, yaitu reaksi “kolot” dan reaksi
“progresif”. Reaksi “kolot” adalah reaksi menolak unsur-unsur
kebudayaan asing, yang pada akhirnya akan menyebabkan
pengunduran diri pihaknya dari kenyataan kehidupan masyarakat,
kembali ke kehidupan mereka yang sudah kuno. Reaksi “progresif”
adalah reaksi yang berlawanan dengan”kolot”, reaksi yang menerima
unsur-unsur kebudayaan asing.
9
Belalai gajah merupakan persahabatan dengan India yang beragama Hindu,
kepala naga melambangkan persahabatan dengan Cina yang beragama
Buddha, dan badan burak lengkap dengan sayapnya, melambangkan
persahabatan dengan Mesir yang beragama Islam.
10
bangunan bangsal Pringgondani, berukuran lebar dan tinggi serta
penggunaan jalusi sebagai ventilasi udara.
Pada dinding kiri dan kanan bangsal Agung diberi hiasan tempelan
porselen dari Belanda
berukuran kecil 110 x 10
cm berwarna biru (blauwe
delft) dan berwarna merah
kecoklatan. Pada bagian
tengahnya diberi tempelan
piring porselen Cina
berwarna biru. Lukisan
pada piring tersebut
melukiskan seni lukis Cina dengan teknik perspektif yang bertingkat.
11
ornamen melambangkan kemewahan dan keagungan dan warna merah
melambangkan kehidupan ataupun surgawi. Bangunan Keraton
Kasepuhan menyiratkan perpaduan antara aspek fungsional dan simbolis
maupun budaya lokal dan luar. Mencerminkan kemajemukan gaya
maupun kekayaan budaya bangsa Indonesia.
3. Barongsai
Kesenian Barongsai
2.3. ASIMILASI
Asimilasi atau assimilation adalah proses sosial yang timbul bila ada golongan-
golongan manusia dengan latar belakangan kebudayaan yang berbeda-beda yang
saling bergaul langsung secara intensif untuk waktu yang lama, sehingga
kebudayaan-kebudayaan golongan-golongan tadi masing-masing berubah sifatnya
yang khas, dan unsur-unsurnya masing-masing berubah menjadi unsur-unsur
kebudayaan campuran.
12
Secara singkat, asimilasi adalah bercampurnya dua kebudayaan atau lebih
sehingga membentuk kebudayaan baru.
Asimilasi ini umumnya dapat terjadi apabila ada rasa toleransi dan simpati dari
individu-individu dalam suatu kebudayaan kepada kebudayaan lain.
Sikap toleransi dan simpati pada kebudayaan ini dapat terhalang oleh beberapa
faktor, yaitu :
a. Kurangnya pengetahuan tentang kebudayaan yang dihadapi
b. Sifat takut terhadap kekuatan dari kebudayaan lain
c. Perasaan superioritas pada individu-individu dari satu kebudayaan
terhadap yang lain.
Salah satu contoh proses asimilasi adalah program transmigrasi yang dilaksanakan
di Riau pada masa pemerintahan Orde Baru. Program transmigrasi ini tidak hanya
berhasil meratakan jumlah penduduk di berbagai pulau di Indonesia, tetapi
program transmigrasi ini juga mengakibatkan terjadinya asimilasi, terutama di
wilayah Riau. Hal ini terlihat dari banyaknya transmigran yang menghasilkan
budaya baru, misalnya Jawa-Melayu, Mandailing-Melayu, dan lain sebagainya.
13
BAB III
KESIMPULAN
14
DAFTAR PUSTAKA
15