Dunia Akan Terbuka Dengan Seiringnya Perkembangan Science. Tapi ilmu kalau tidak di
imbangi Akhlak Yang Baik Makin Terpuruklah Dunia kita
picture
ALKALIMETRI
1.2.2
Teori Dasar
Reaksi dijalankan secara titrasi, yaitu suatu larutan ditambahkan dari buret sedikit
demi sedikit, sampai jumlah zat-zat yang direaksikan tepat menjadi ekivalen satu sama lain.
Pada saat titran yang ditambahkan tampak telah ekivalen, maka penambahan titran harus
dihentikan, saat ini dinamakan titik akhir titrasi. Larutan yang ditambahkan dalam buret
disebut titran, sedangkan larutan yang ditambahkan titran itu disebut titrat.
(W. Harjadi. Ilmu Kimia Analitik Dasar, 1986)
Untuk menetapkan titik akhir pada proses netralisasi ini digunakan indikator. Menurut
W. Ostwald, indikator adalah suatu senyawa organik kompleks dalam bentuk asam (Hin) atau
dalam bentuk basa (InOH) yang mampu berada dalam keadaan dua macam bentuk warna
yang berbeda dan dapat saling berubah warna dari warna satu ke warna yang lain.
Jalannya proses titrasi netralisasi dapat diikuti dengan melihat perubahan pH larutan
selama titrasi, yang terpenting adalah perubahan pH di sekitar titik ekuivalen karena hal ini
berhubungan erat dengan pemilihan indikator agar kesalahan titrasi sekecil-kecilnya.
(http://pdfqueen.com/modul-kimia)
Titrasi adalah proses penentuan banyaknya suatu larutan dengan konsentrasi yang
diketahui dan diperlukan untuk bereaksi secara lengkap dengan sejumlah contoh tertentu
yang akan di analisis. Prosedur analitis yang melibatkan titrasi dengan larutan-larutan yang
konsentrasinya diketahui disebut analisis volumetri. Dalam analisis larutan asam dan basa,
titrasi melibatkan pengukuran yang seksama, volume-volume suatu asam dan suatu basa yang
tepat saling menetralkan.
Pemilihan suatu indikator untuk suatu titrasi asam basa bergantung pada kuat relatif
asam dan basa yang digunakan dalam titrasi. Perhatikan dua titrasi asam kuat HCl dengan
basa kuat NaOH, dan titrasi asam kuat HC2H3O2 dengan basa kuat NaOH. Berikut persamaan
reaksinya:
HCl
(asamklorida)
HC2H3O2
(asamasetat)
NaOH
(natriumhidroksida)
NaOH
(natriumhidroksida)
HOH
(natriumklorida)
NaCl
(air)
NaC2H3O2 +
HOH
(natriumasetat)
(air)
Dalam reaksi semacam itu, titik kesetaraan adalah titik pada mana tepat cukup satu
perekasi ditambahkan untuk bereaksi dengan pereaksi yang lain. Suatu titik akhir adalah titik
pada saat indikator tertentu berubah warna.
(Keenan. Kimia Untuk Universitas, 1984)
Reaksi-reaksi kima yang dapat diterima sebagai dasar penentuan titrimetrik asam-basa
adalah sebagai berikut:
-
Jika HA merupakan asam yang akan ditentukan dan BOH sebagai basa, maka reaksinya
adalah:
HA + OH-A- + H2O
Jika BOH merupakan basa yang akan ditentukan dan HA sebagai asam, maka reaksinya
adalah:
BOH + H+ B+ + H2O
Dari kedua reaksi di atas dapat disimpulkan bahwa prinsip reaksi titrasi asam basa
adalah reaksi penetralan, yakni: H+ + OH- H2O dan terdiri dari beberapa kemungkinan
yaitu reaksi-rekasi antara asam kuat dengan basa kuat, asam kuat dan basa lemah, asam
lemah dan basa kuat, serta asam lemah dan basa lemah.
Khusus reaksi antara asam lemah dan basa lemah tidak dapat digunakan dalam
analisis kuantitatif, karena pada titik ekivalen yang terbentuk akan terhidrolisis kembali
sehingga titik akhir titrasi tidak dapat diamati. Hal ini yang menyebabkan bahwa titran
biasanya merupakan larutan baku elektrolit kuat seperti NaOH dan HCl.
(http://openpdf.com/metoda-asidimetri.html)
Dalam praktek laboratorium orang lazim menyiapkan dan menstandarkan satu larutan
asam dan satu larutan basa. Kedua larutan ini kemudian dapat digunakan untuk analisis
contoh-contoh dari asam dan basa, karena larutan asam lebih mudah disimpan daripada
larutan basa.
Dalam memilih asam untuk dipakai dalam larutan standart, faktor-faktor berikut harus
diperhatikan, yaitu:
-
Asamnya tidak merupakan suatu perekasi oksidator kuat sehingga tidak merusak senyawasenyawa organik yang digunakan seperti indikator.
(R.A. Day Jr, AL. Underwood. Analisis Kimia Kuantitaif, 1986)
(J.Basset. Kimia Analisis Kuantitatif Anorganik, 1994)
Larutan titran haruslah diketahui komposisi dan konsentrasinya. Idealnya kita harus
memulai dengan larutan standart primer. Larutan standart primer dibuat dengan melarutkan
zat dengan kemurnian yang tinggi (standart primer) yang diketahui dengan tepat beratnya
dalam suatu larutan yang diketahui dengan tepat volumenya. Apabila titran tidak cukup
murni, maka perlu distandardisasi dengan standart primer. Standart yang tidak termasuk
standart primer dikelompokkan sebagai standart sekunder, contohnya NaOH, karena NaOH
tidak cukup murni (mengandung air, natrium karbonat dan logam-logam tertentu) untuk
digunakan sebagai larutan standart secara langsung, maka perlu distandardisasi dengan asam
yang merupakan standart primer misalnya kalium hidrogen ftalat (KHP).
(http://osun.org/titrasi-alkalimetri-pdf-2.html)
Harus tersedia dengan mudah dalam suatu bentuk murni atau dalam keadaan kemurnian
yang diketahui. Pada umumnya total banyaknya ketidakmurnian tidak melampaui 0,01 ke
0,02%, dan haruslah mungkin untuk memeriksa ketidakmurnian itu dengan percobaan
kualitatif yang kepekaannya diketahui.
Zat itu harus mudah dikeringkan dan tidak boleh terlalu higroskopik sehingga menarik air
selama penimbangan. Tidak boleh kehilangan bobot bila dibiarkan di udara. Hidrat-hidrat
garamnya biasanya tidak digunakan sebagai standart primer.
akibat-akibat kesalahan
Asam atau basa yang digunakan harus merupakan asam atau basa kuat, artinya sangat
terdisosiasi, tetapi asam atau basa lemah juga dapat digunakan sebagai standart primer tanpa
cacat yang besar, terutama bila larutan standart itu akan digunakan untuk menganalisa
contoh-contoh asam atau basa lemah.
(R.A. Day Jr, AL. Underwood, Kimia Analisis Kuantitatif, 1986)
Baku primer adalah bahan dengan kemurnian tinggi yang digunakan untuk
membakukan larutan standart, misalnya arsen trioksida pada pembakuan larutan iodium.
Baku sekunder adalah bahan yang telah dibakukan sebelumnya oleh baku primer, dan
kemudian digunakan untuk membakukan larutan standart, misalnya larutan natrium tiosulfat
pada pembakuan larutan iodium.
(http://osun.org/titrasi-alkalimetri-pdf-2.html)
Beberapa bahan baku primer untuk asidimetri dan alkalimetri yang paling banyak digunakan
adalah:
a.
Untuk asam
b.
Untuk basa
-
Merupakan standart primer yang sangat bagus untuk larutan basa, tersedia dengan mudah
dalam kemurnian sekurang-kurangnya 99,95%.
tidak higroskopik, dan mempunyai bobot ekivalen yang tinggi yaitu 204,4 g/eq. Zat ini
merupakan asam monoprotik lemah. Asam monoprotik adalah sebuah asam yang hanya dapat
melepaskan satu ion hidrogen per molekul dalam larutan. Lawan dari asam monoprotik
adalah asam poliprotik, yang dapat melepaskan lebih dari satu ion hidrogen per molekul.
2.
Merupakan asam monoprotik kuat dan baik indikator fenolftalein ataupun merah metil dapat
digunakan dalam titrasi dengan basa kuat. Mudah diperoleh, tidak mahal, dan mudah
dimurnikan dengan pengkristalan ulang dari dalam air. Merupakan zat padat kristalin putih,
tidak higroskopik, dan stabil sampai temperatur 130 C. Asam sulfamat mudah larut dalam
air, dan kebanyakan garamnya dapat larut.
3.
4.
beakerglass
batang pengaduk
botol aquadest
buret
corong kaca
Erlenmeyer
gelas arloji
gelas ukur
karet penghisap
labu ukur
neraca analitik
pipet tetes
pipet volume
aquadest (H2O)
asamcuka (CH3COOH)
asamoksalat (H2C2O4.2H2O)
natriumhidroksida (NaOH)
phenolptalein (C14H14O4)
A.
- Memasukkan dalam labu ukur 100 mL, kemudian melarutkan dengan aquadest sampai tanda
batas
- Mengambil 10 mL larutan asamoksalat dan menambahkan indikator pp sebanyak 3 tetes
- Menstandardisasi dengan larutan NaOH sampai dengan berubah dari tidak jernih menjadi
warna pink
- Mengulangi percobaan sampai 3 kali.
C. Penentuan kadar asam dalam asamcuka yang diperdagangkan
- Menimbang beakerglass kosong kemudian memasukkan 5 mL asamcuka contoh dan
menimbang lagi sehingga diperoleh berat asamcuka
- Melarutkan dengan aquadest sampai volumenya 100 mL
- Memipet 10 mL kemudian memasukkan dalam Erlenmeyer dan menambahkan 4 tetes
indikator pp
- Menitrasi dengan larutan standard NaOH sampai warna merah jambu dan mencatat volume
yang diperlukan
- Mengulangi percobaan diatas sampai 3 kali.
II
III
40
40
40
500
500
500
10
10
10
11
6,3
9,6
abel 1.2.5.2. Data pengamatan menentukan kadar asamasetat dalam asamcuka yang diperdagangkan
Keterangan
II
104,7
104,7
109,6
109,6
100
100
10
10
0,08967
0,08967
88
90
+ C2H2O4.2H2O
(natriumhidroksida)
Na2C2O4
(asamoksalat)
+ 2H2O
(natriumoksalat)
(air)
(asamasetat)
NaOH
(natriumhidroksida)
CH3COONa +
H2O
(natriumasetat)
(air)
NaOH
0,1
= 2 gr
Jadi untuk membuat larutan standart NaOH 0,1 N sebanyak 500 mL diperlukan 2 gr NaOH
dan melarutkannya dengan aquadest sampai
500 mL.
B. Membuat larutan asamoksalat 0,1 N sebanyak 100 mL
BE
0,1
= 0,63 gr
Jadi untuk membuat larutan asamoksalat 0,1 N sebanyak 100 mL dengan cara menimbang
0,63 gr asamoksalat dan melarutkannya dengan aquadest sampai 100 mL.
=
= 8,967 mL
(V N) NaOH = (V N)
8,967 N NaOH = 10 0,1
N NaOH
= 0,08967 N
Jadi normalitas larutan NaOH hasil standardisasi dengan asamoksalat adalah 0,08967 N.
D. Menentukan kadar asam dalam asamcuka yang diperdagangkan
VNaOH
rata-rata
=
= 89 mL
% CH3COOH =
% CH3COOH
100 %
100 %
= 95,77 %
Jadi, kadar asam dalam asamcuka yang diperdagangkan adalah 95,77 %.
1.2.8. Pembahasan
Larutan yang terlalu lama terkontaminasi dengan udara bebas, sehingga memungkinkan
terjadinya penguapan larutan.
asam (CH3COOH) dengan menggunakan baku basa (NaOH). Pada percobaan diperoleh kadar
asam asetat sebesar 95,77 %.
(http://osun.org/titrasi-alkalimetri-pdf-3.html)
1.2.9. Kesimpulan
1.
: Kelompok II
: 21 Mei 2010
: Rahajeng Lisdayanti (09.14.002)
Christyfani Sindhuwati (09.14.019)
Muhammad Nur Hafidz (09.14.025)
DAFTAR PUSTAKA
LATAR BELAKANG
Kata larutan (solution) sering dijumpai. Larutan merupakan campuran homogeny antar
dua atau lebih zat berbeda jenis. Ada dua komponen utama pembentukan larutan, yaitu zat
terlarut (solution) dan pelarut. Dalam pembuatan larutan dengan konsentrasi tertentu sering
dihasilkan konsentrasi yang tidak tepat dengan yang diinginkan, untuk itu perlu dilakukan
praktikum. Dalam hal ini, dilakukan pembuatan dan standarisasi larutan. Pada praktikum kali
ini adalah membuat larutan 0,1 N HCl dan standarisasi larutan HCl, serta menentukan kadar
Na2CO3 degan larutan standar HCl 0,1 N yang merupakan standarisasi dengan metode
asidimetri. Sedangkan standarisasi dengan metode alkalimetri adalah standarisasi larutan
NaOH dengan asam oksalat.
Untuk mengetahui konsentrasi sebenarnya dari larutan yang dihasilkan maka dilakukan
standarisasi. Standarisasi pada percobaan kali ini menggunakan metode titrasi asam basa
yaitu proses penambahan larutan standar dengan larutan asam dan basa.
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
Analisis kimia yang diketahui terhadap sampel yaitu analisis kualitatif dan analisis
kuantitatif. Analisis kuantitatif yang paling sering diterapkan yaitu analisis titrimetri. Analisis
titrimetri dilakukan dengan menitrasi suatu sampel tertentu dengan larutan standar, yaitu
larutan yang sudah diketahui konsentrasinya. Perhitungan didasarkan pada volume titran
yang diperlukan hingga tercapai titik ekuivalen titrasi. Analisis titrimetri yang didasarkan
pada terjadinya reaksi asam dan basa antara sampel dengan larutan standar disebut analisis
asidi alkalimetri. Apabila larutan yang bersifat asam maka analisis yang dilakukan adalah
analisis asidimetri. Sebaliknya jika digunakan suatu basa sebagai larutan standar, analisis
tersebut disebut sebagai analisis alkalimetri. (Keenan, 1991)
Standarisasi dapat dilakukan dengan titrasi. Titrasi merupakan proses penentuan
konsentrasi suatu larutan dengan mereaksikan larutan yang sudah ditentukan konsentrasinya (
larutan standar). (Syukri, 1999)
Proses penentuan konsentrasi suatu larutan dipastikan dengan tepat dikenal sebagai
standarisasi. Suatu larutan standar dapat disiapkan dengan menggunakan suatu sampel zat
terlarut yang diinginkan, yang ditimbang dengan tepat dalam volume larutan yang diukur
dengan tepat. Zat yang memadai dalam hal ini disebut standar primer. (Day, 1998)
Suatu zat standar primer harus memenuhi persyaratan berikut :
1. Zat harus mudah diperoleh, mudah dimurnikan, mudah dikeringkan, dan mudah dipertahankan
dalam keadaan murni.
2. Zat harus tak berubah dalam udara selama penimbangan, kondisi-kondisi ini mengisyaratkan
bahwa zat tak boleh higroskopis, tak pula dioksidasi oleh udara atau dipengaruhi karbon
dioksida.
3. Zat harus dapat diuji terhadap zat-zat pengotor dengan uij-uji kuantitatif atau uji-uji lain yang
kepekaannya diketahui.
4. Zat harus mempunyai ekuivalen yang tinggi, sehingga sesatan penimbangan dapat diabaikan.
5. Zat harus mudah larut pada kondisi-kondisi dalam mana ia digunakan.
6.
Reaksi dengan larutan standar harus stokiometri dan praktis. Zat-zat yang biasa dipakai
sebagai standar primer adalah reaksi asam basa natrium karbonat, natrium tetraborat,
KH(C8H4O4), asam klorida bertitik didih konstan, dan asam benzoat.
Dalam analisis larutan asam dan basa, titrasi akan melibatkan pengukuran yang seksama
volume volumenya suatu asam dan suatu basa yang tepat akan saling menetralkan. Reaksi
penentralan atau asidimetri dan alkalimetri adalah salah satu dari empat golongan utama
dalam penggolongan reaksi alam analisis titrimetri. Asidi alkalimetri ini melibatkan titrasi
basa bebas atau basa yang terbentuk karena hidrolisis garam yang berasal dari asam lemah,
dengan suatu standar (asidimetri) dan teori asam bebas yang terbentuk dari hidrolisis garam
yang berasal dari basa lemah, dengan suatu basa standar (alkalimetri). Reaksi reaksi ini
melibatkan bersenyawaannya ion hidrogen dan ion hidroksida untuk membentuk air. (Bassett,
1994)
Tidak semua reaksi dapat digunakan sebagai reaksi titrasi. Untuk itu reaksi harus
memenuhi syarat-syarat berikut :
1. Berlangsung sempurna, tunggal dan menurut persamaan yang jelas (dasar teoritis).
2. Cepat dan reversibel. Bila tidak cepat, titrasi akan memakan waktu terlalu banyak.
3. Ada penunjuk akhir titrasi (indikator).
4.
Larutan baku yang direaksikan dengan analay harus mudah didapat dan sederhana
menggunakannya, juga harus stabil sehingga konsentrasinya tidak mudah berubah saat
disimpan.
Indikator asam-basa ialah zat yang dapat berubah warna apabila pH lingkungannya
berubah. Setiap indikator asam-basa mempunyai trayeknya sendiri, demikian pula warna
asam dan warna basanya. Diantara indikator ada yang mempunyai satu macam warna,
misalnya fenolftalein yang berwarna merah dalam keadaan basa tetapi tidak berwarna bila
keadaannya asam. Indikator satu warna menunjukkan warna yang sama, juga dalam
trayeknya, akan tetapi intensitas warna tersebut berbeda sesuai dengan pHnya. Untuk
fenolftalein, warnanya tampak semakin tua bila pH semakin tinggi (mendekati 9,6) dan
makin muda bila semakin kecil (mendekati 8,0). Letak trayek fenolftalein diantara 8,0 sampai
9,6 sehingga pada pH dibawah 8,0 larutan tak berwarna dan diatas 9,6 warna merah tidak
berubah intensitasnya. (Harjadi, 1990)
Tabel 1. Beberapa indikator asam-basa yang penting
Nama Indikator
Trayek pH
Warna
Asam
Basa
1. Asam pikrat
0,1 0,8
Tidak berwarna
Kuning
2. Biru timol
1,2 2,8
Merah
Kuning
3. 2,6-Dinitrofenol
2,0 4,0
Tidak berwarna
Kuning
4. Kuning metiil
2,9 4,0
Merah
Kuning
5. Jingga metil
3,1 4,4
Merah
Jingga
6. Hijau bromkresol
3,8 5,4
Merah
Biru
7. Merah metal
4,2 6,3
Merah
Kuning
8. Lakmus
4,5 8,3
Merah
Biru
9. Purpur bromkresol
5,2 6,8
Kuning
Purpur
6,0 7,6
Kuning
Biru
6,4 8,0
Kuning
Merah
12. p--Naftolftalein
7,0 9,0
Kuning
Biru
7,4 9,6
Kuning
Biru
14. Fenolftalein
8,0 9,6
Tidak berwarna
Merah
15. Timolftalein
9,3 10,5
Tidak berwarna
Biru
10,1 12,0
Kuning
Violet
17. 1,3,5-Trinitrobenzen
12,0 14,0
Tidak berwarna
Jingga
Pada saat terjadi perubahan warna indikator, titrasi dihentikan. Indikator berubah warna
pada saat titik ekuivalen. Pada titrasi asam basa dikenal istilah ekuivalen dan titik akhir
titrasi. Titik ekuivalen adalah titik pada proses titrasi ketika asam dan basa tepay habis
bereaksi. Untuk mengetahui titik ekuivalen digunakan indikator. Saat perubahan warna
terjadi, saat itu disebut titik akhir titrasi. (Sukmariah, 1990)
BAB 3
METODOLOGI PERCOBAAN
Pipet gondok 25 ml
f.
Pipet gondok 10 ml
g. Botol timbang
h. Kaca arloji
i.
Neraca analitik
j.
Batang pengaduk
k. Pipet tetes
l.
Corong
a.
Na2CO3 (s)
f.
Indikator MM
j.
Aquadest
3.2
PROSEDUR KERJA
3.2.1 Asidimetri
A. Membuat larutan standar HCl 0,1 N
1.
Dipipet 2,1 ml HCl pekat ke dalam labu ukur 250 ml, kemudian ditambahkan aquadest
sampai tanda batas
Ditambahkan 2 tetes indikator MM, dititrasi dengan larutan HCl sampai warna larutan
menjadi merah muda
Ditambahkan 3 tetes indikator MM, dititrasi dengan larutan HCl sampai warna larutan
menjadi merah muda
3.2.2 Alkalimetri
A. Membuat larutan standar NaOH 0,1 N
1. Ditimbang NaOH kristal 1,1 gram ddengan botol timbang
2. Dilarutkan dengan aquadest bebas CO2 ke dalam labu ukur 250 ml
3. Larutan disimpan dalam botol tertutup
1. Ditimbang 0,63 gram H2C2O4, dilarutkan dengan aquadest ke dalam labu ukur 100 ml sampai
tanda batas
2.
3. Dititrasi dengan NaOH sampai warna larutan berubah menjadi merah muda
BAB 4
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1
DATA PENGAMATAN
4.1.1 Asidimetri
A. Pembuatan larutan standar HCl 0,1 N
Bj = 1,19 gr/ml
% = 37 %
Mr = 36,5 gr/mol
II
Larutan Na2B4O7
25 ml
25 ml
25 ml
27,5 ml
27,4 ml
27,45 ml
II
Larutan HCl
Larutan Na2CO3
25 ml
25 ml
25 ml
74,2 ml
74,2 ml
74,2 ml
II
Larutan H2C2O4
10 ml
10 ml
10 ml
Larutan NaOH
10,2 ml
10 ml
10,1 ml
Larutan HCl
4.1.2 Alkalimetri
A. Pembuatan larutan standar NaOH 0,1 N
4.2
Volume
II
10 ml
10 ml
10 ml
Larutan NaOH
8,6 ml
8,5 ml
8,55 ml
REAKSI
4.2.1 Asidimetri
Indikator MM
4.2.2 Alkalimetri
Indikator fenolftalein
4.3
PERHITUNGAN
4.4
PEMBAHASAN
Pada percobaan kali ini, praktikan bertujuan untuk dapat membuat larutan HCl 0,1 N,
dapat melakukan standarisasi larutan HCl 0,1 N, menentukan kadar Na2CO3 dalam soda,
dapat membuat larutan NaOH 0,1 N, dapat melakukan standarisasi larutan NaOH 0,1 N, dan
dapat menentukan kadar asam dalam asam cuka yang diperdagangkan. Penggunaan larutan
NaOH dan HCl didasarkan pada pengertian asidimetri dan alkalimetri. Asidimetri yaitu
analisis secara volumetri dengan larutan standar asam. Sedangkan alkalimetri yaitu analisis
secara volumetri dengan lartan standar basa. Tujuan dari standarisasi adalah menentukan
konsentrasi larutan setepat mungkin.
Pada percobaan asidimetri digunakan larutan HCl dengan konsentrasi 0,1 N yang akan
distandarisasi. Hal pertama yang dilakukan adalah menghitung berapa banyak HCl pekat
yang diperlukan untuk membuat HCl 0,1 N, kemudian larutan HCl distandarisasi
menggunakan larutan standar primer yaitu boraks. Standarisasi dilakukan dengan melakukan
titrasi terhadap larutan boraks dengan HCl 0,1 N yang akan distandarkan dengan
menggunakan indikator metil merah untuk mengetahui titik akhir titrasi. Titrasi dihentikan
pada saat terjadi perubahan warna kuning menjadi merah muda.
Kemudian larutan HCl standar digunakan untuk menentukan kadar Na2CO3 dalam soda.
Sejumlah tertentu Na2CO3 ditimbang, kemudian dititrasi menggunakan HCl standard dengan
menambahkan 2 tetes indikator MM sebelum dititrasi. Titrasi dihentikan pada saat terjadi
perubahan warna kuning menjadi merah muda. Perubahan warna terjadi karena adanya
pengaruh dari ion H+ yang bersifat asam dari larutan HCl. Dari percobaan yang telah
dilakukan didapatkan konsentrasi larutan HCl standar 0,0910 N, dan kadar Na2CO3 dalam
soda sebesar 95,43%.
Pada percobaan alkalimetri digunakan larutan NaOH 0,1N sebagai larutan standar. Dalam
pembuatan larutan NaOH digunakan air bebas CO2 dengan cara dipanaskan terlebih dahulu,
hal ini bertujuan untuk menghilangkan CO2 dalam air karena apabila NaOH bereaksi dengan
CO2 dapat mempersulit pada saat pembacaan titik akhir titrasi. Kemudian Larutan NaOH
distandarisasi menggunakan Larutan asam oksalat dengan menambahkan 3 tetes indikator
fenolftalein. Titrasi dihentikan sampai larutan berubah warna menjadi merah muda.
Kemudian larutan NaOH standar digunakan untuk menentukan kadar asam asetat dalam
sampel asam cuka yang diperdagangkan. Sampel diencerkan sebanyak 5 ml ke dalam 100 ml
aquadest. Pengenceran cuka bertujuan agar jumlah kandungan ion asam asetat didalam
larutan sedikit berkurang, dengan demikian mempercepat pada saat titrasi. Karena basa kuat
hanya mengubah sejumlah kecil kandungan ion asam asetat. Titrasi dibantu oleh larutan
indikator yaitu indikator fenolftalein yang jangkauan pH antara 8 9,6. Pada saat ion basa
kuat mengubah semua ion asam asetat yang terdapat dalam Erlenmeyer, maka indikator akan
berubah warna menjadi merah muda karena telah terjadi titik ekuivalen. Dari percobaan yang
telah dilakukan didapatkan konsentrasi larutan NaOH 0,0990 N dan kadar asam asetat dalam
asam cuka sebesar 10,39 %.
BAB 5
PENUTUP
4.1
KESIMPULAN
1. Pembuatan larutan HCl standar dilakukan dengan pengenceran larutan HCl pekat. Dari hasil
perhitungana didapatkan volume 2,1 ml HCl pekat untuk membuat HCl 0,1 N.
2. Larutan standar HCl distandarisasi dengan boraks, dengan volume rata-rata 27,45 ml sehingga
konsetrasi yang didapatkan yaitu 0,0910 N.
3. Penentuan kadar Na2CO3 dalam soda dilakukan dengan larutan HCl sebagai peniter dan
penambahan indikator MM, sehingga kadar yang didapatkan sebesar 95,43 %.
4.
Pembuatan larutan NaOH standar dilakukan dengan melarutkan sejumlah NaOH dengan
aquadest bebas CO2.
5.
Larutan standar NaOH distandarisasi menggunakan asam oksalat, dengan volume rata-rata
10,1 ml sehingga konsentrasi yang didapatkan yaitu 0,0990 N.
6. Penentuan kadar asam asetat dalam dilakukan dengan larutan NaOH sebagai peniter dan
penambahan indikator fenolftalein, sehingga kadar yang didapatkan sebesar 95,43%.
DAFTAR
Modul IV
ASIDI ALKALIMETRI
Nama : Wina Piola
Nim : 441 410 049
Kelas : Kimia. A
JURUSAN KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN IPA
UNIVERSITAS NEGERI GORONTALO
2012 / 2013
LAPORAN AKHIR PRAKTIKUM
PERCOBAAN IV
A.
B.
C.
JUDUL
ASIDI ALKALIMETRI
TUJUAN
:
Mahasiswa mampu menentukan kadar atau kosentrasi larutan asam dengan
larutan basa yang sudah diketahui kosentrasinya atau sebaliknya.
DASAR TEORI
Basa dapat dititrasi dengan larutan baku asam. proses ini disebut asidimetri. Sebaliknya, asam
yang dititrasi dengan larutan baku basa disebut alkalimetri.
1.
Dalam asidi-alkalimetri, 1 ekivalen asam atau basa ialah sebanyak senyawa ini yang dapat
melepaskan 1 mol ion H+ (atau H3O+). Proses untuk menentukan banyaknya ekivalen asam
dibutuhkan untuk menetralkan sevolume larutan basa atau sebaliknya dititrasi, seharusnya:
Jumlah ekivalen asam = jumlah ekivalen basa
Saat persamaan ini tercapai, disebut titik ekivalen. Bila kita mengerjakan titrasinya, tandatanda apa yang memberi petunjuk, yang kita harus mengthentikan titrasinya?
Jawabanya : perubahan warna indikator yang menandakan tercapainya titik akhir titrasi.
2. Suatu indikator berubah warnanya pada daerah pH tertentu, misalnya:
Metil jingga
: merah pH 3,1 pH 4,4 kuning
Bromtimol biru : kuning pH 6,0 pH 7,6 biru
Fenoftalin
: bening pH 8,0 pH 9,8 merah
Untuk menentukan konsentrasi suatu larutan asam atau basa diperlukan suatu larutan baku.
Larutan baku yang dibuat dengan menimbang zatnya lalu melarutikan sampai volume tertentu,
secara langsung konsentrasinya diketahui. Larutan semacam ini disebut larutan baku primer.
Contohnya larutan asam oksalat. Larutan baku yang konsentrasinya ditentukan melalui titrasi
dengan larutan baku primer dinamakan larutan baku sekunder. Contohnya NaOH yang
konsentrasinya didapatkan dengan menitrasinya dengan larutan baku primer asam oksalat.1[1]
Asidimetri adalah pengukuran konsentrasi asam dengan menggunakan larutan baku basa,
sedangkan alkalimeteri adalah pengukuran konsentrasi basa dengan menggunakan larutan baku
asam. Oleh sebab itu, keduanya disebut juga sebagai titrasi asam-basa.
Titrasi adalah proses mengukur volume larutan yang terdapat dalam buret yang
ditambahkan ke dalam larutan lain yang diketahui volumenya sampai terjadi reaksi sempurna. Atau
dengan perkataan lain untuk mengukur volume titran yang diperlukan untuk mencapai titik ekivalen.
Titik ekivalen adalah saat yang menunjukkan bahwa ekivalen perekasi-pereaksi sama. Di dalam
prakteknya titik ekivalen sukar diamati, karena hanya meruapakan titik akhir teoritis atau titik akhir
stoikometri. Hal ini diatasi dengan pemberian indikator asam-basa yang membantu sehingga titik
akhir titrasi dapat diketahui. Titik akhir titrasi meruapakan keadaan di mana penambahan satu tetes
zat penitrasi (titran) akan menyebabkan perubahan warna indikator. Kadua cara di atas termasuk
analisis titrimetri atau volumetrik. Selama bertahun-tahun istilah analisis volumetrik lebih sering
digunakan dari pada titrimetrik. Akan tetatpi, dilihat dari segi yang yang keta, titrimetrik lebih baik,
karena pengukuran volume tidak perlu dibatasi oleh titrasi.
Rekasi-reaksi kima yang dapat diterima sebagai dasar penentuan titrimetrik asam-basa
adalah sebagai berikut :
o
o
Jika HA meruapakn asam yang akan ditentukan dan BOH sebabagi basa, maka
reksinya adalah : HA + OHA- + H2O
Jika BOH merupakan basa yang akan ditentukan dan HA sebagi asam, maka
reaksinya adalah ; BOH + H+ B+ = H2O
1[1] Teaching,Team. 2009. Modul Praktikum Dasar-dasar Kimia Analitik. Gorontalo: UNG.
Dari kedua reaksi di atas dapat disimpulkan bahwa prinsip reaksi titrasi asam basa adalah
reaksi penetralan, yakni ; H+ + OH - H2O dan terdiri dari beberapa kemungkinan yaitu reaksi-rekasi
antara asam kuat dengan basa kuat, asam kuat dan basa lemah, asam lemah dan basa kuat, serta
asam lemah dan basa lemah. Khusus reaksi antara asam lemah dan basa lemah tidak dapat
digunakan dalam analisis kuantitatif, karena pada titik ekivalen yang terbentuk akan terhidrolisis
kembali sehingga titik akhir titrasi tidak dapat diamati. Hal ini yang menyebabkan bahwa titran
biasanya merupakan larutan baku elektrolit kuat seperti NaOH dan HCl.2[2]
Perhitungan titrasi asam basa didasarkan pada reaksi pentralan, menggunakan dua macam
cara, yaitu :
1. Berdasarkan logika bahwa pada reaksi penetralan, jumlah ekivalen (grek) asam yang bereaksi sama
dengan jumlah ekivalen (grek) basa.
Diketahui : grek (garam ekivalensi) = Volume (V) x Normalitas (N),
Maka pada titik ekivalen : V asam x N asam = V basa x N basa; atau
V1 + N1 = V2 + N 2
Untuk asam berbasa satu dan basa berasam satu, normalitas sama dengan molaritas, berarti larutan
1 M = 1 N. Akan tetapi untuk asam berbasa dua dan basa berasam dua 1 M = 1 N.
2. Berdasarkan koifisein reaksi atau pensetaraan jumlah mol
Misalnya untuk reaksi :
2 NaOH + (COOH)2(COONa) + H2O
(COOH)2 = 2 NaOH
Jika M1 adalah molaritas NaOH dan V1 adalah volume NaOH, sedangkan M2 adalah molaritas
(COOH)2 dan V2 adalah volume (COOH)2, maka :
2[2] Underwood. 1986. Analisis Kimia Kuantitatif Edisi Kelima. Jakarta: Erlangga.
3[3] http://arifqbio.multiply.com
2. Gelas Ukur
3. Erlenmeyer
4. Pipet Ukur
5. Buret
7. Labu Takar
Digunakan
larutan
untuk
mengukur
larutan
volume
Sifat Kimia
Massa molar 36,46 g/mol
Indikator PP
Soda Api
Indikator
Fenoftalin
E.
PROSEDUR KERJA
Korosif
Asidimetri
Pembakuan Asam Klorida
a. Dengan Na2B4O7.10H2O 0,1 N
c. Penggunaan HCl Yang Telah Dibakukan Untuk Menganalisis NaOH Dan Na2CO3 Dari Caustic Soda
Melakukan duplo.
F.
HASIL PENGAMATAN
ASIDIMETRI
1. Pembakuan HCl
No
1.
Perlakuan
Hasil Pengamatan
Mengambil 25 ml larutan
boraks dengan pipet kedalam
Erlenmeyer.
2.
Menambahkan
indikator MO.
dengan Larutan
kuning
menjadi
warna
3.
menjadi
warna
4.
Melakukan duplo
5.
6.
0,1 N
2. Penggunaan HCl yang telah dibakukan analisis NaOH dan Na2CO3 dari Caustic Soda
No
Perlakuan
Hasil Pengamatan
1.
2.
3.
4.
Mengocok.
5.
Mengambil 25 ml larutan
tersebut ke dalam Erlenmeyer.
6.
Menambahkan 25 ml aquadest.
7.
Menambahkan indicator PP
beberapa tetes.
8.
9.
1,3 ml
10.
11.
12.
23 ml
13.
Melakukan duplo.
Larutan Boraks
Larutan duplo
| Reaksi
| Perhitungan
1. Pembakuan HCl
V1 HCl =
25,4 ml
V2 HCl =
24,1 ml
VHCl
V1N1 = V2N2
0,025 0,1 = 0,02475 N2
0,0025 = 0,02475 N2
N2 =
PEMBAHASAN
1. Pembakuan HCl
Boraks yang telah diukur sebanyak 25 ml ditambahkan indicator MO sebanyak 3 tetes menjadi
warna kuning kemudian dititrasi dengan larutan HCl hinggga terjadi perubahan warna menjadi
warna orange muda. Kemudian melakukan duplo sampai 2 kali.
2. Penggunaan HCl yang telah dibakukan analisis NaOH dan Na2CO3 dari Caustic Soda
Caustic soda yang telah di timbang sebanyak 0,4 gr dilarutka dalam 50 ml aquadest. Kemudan
mengambil 25 ml larutan caustic soda tersebut lalu ditambahkan indicator PP sebanyak 3 tetes
terjadi perubahan warna menjadi warna pink lalu dititrasi sampai terjadi perubahan warna menjadi
bening kemudian ditambahkan indicator MO menjadi warna kuning kemudian di titrasi kembali
menggunakan larutan HCl sampai ejadi perubahan warna menjadi warna orange. Kemudian
melakukanduplo sebanyak 2 kali.
H.
KESIMPULAN
Dari praktikum yang dilakukan dapat di ambil kesimplan :
1.
Analisisis volumetri dilakukan dengan tujuan menentukan kadar atau konsentrasi larutan asam
dengan larutan basa yang sudah diketahui konsentrasinya atau sebaliknya.
2. apabila basa ditirasi dengan larutan baku asam maka disebut asidimetri. Sedangkan apabila asam
ditirasi dengan larutan baku basa disebut alkalimetri.
Jadi apabila asam dan basah bertemu maka akan terjadi suatu perubahan warna.
I.
KEMUNGKINAN
alkalimetri.html
KESALAHANhttp://wina.piola.com/laporan-akhir-praktikum-asidi-
DAFTAR PUSTAKA
http://arifqbio.multiply.com
Teaching,Team. 2009. Modul Praktikum Dasar-dasar Kimia Analitik. Gorontalo: UNG.
Underwood. 1986. Analisis Kimia Kuantitatif Edisi Kelima. Jakarta: Erlangga.
PUSTAKA
Bassett, J. et al. 1994. Buku Ajar Vogel : Kimia Analitik Kuantitatif Anorganik. Kedokteran. EGC.
Jakarta.
Day, R.A. dan S. Keman. 1998. Kimia Analisa Kuantitatif. Erlangga. Jakarta.
Harjadi, W. 1990. Ilmu Kimia Analitik Dasar. Gramedia. Jakarta.
Syukri. 1999. Kimia Dasar 2. Bandung. ITB.
Keenan, Charles W. et al. 1991. Ilmu Kimia Untuk Universitas. Erlangga. Jakarta.
Sukmariah. 1990. Kimia Kedokteran edisi dua. Binarupa Aksara. Jakarta.
Diposkan oleh Wina Piola di 19.31
Kirimkan Ini lewat EmailBlogThis!Berbagi ke TwitterBerbagi ke FacebookBagikan ke
Pinterest