Anda di halaman 1dari 43

SEJARAH KEDOKTERAN ISLAM

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang masalah
Ilmu kedokteran tak lahir dalam waktu semalam. Begitu pentingnya, ilmu kedokteran selalu
diwariskan dari generasi ke generasi dan bangsa ke bangsa. Cikal bakal ilmu medis sudah ada
sejak dahulu kala. Sejumlah peradaban kuno, seperti Mesir, Yunani, Roma, Persia, India, serta
Cina sudah mulai mengembangkan dasar-dasar ilmu kedokteran dengan cara sederhana.
Tapi peradaban keilmuan, khususnya dalam bidang kedokteran yang dicapai oleh bangsa-bangsa
itu akhirnya bergeser. Zaman pertengahan, peradaban ada ditangan Islam, dimana Ilmu
pengetahuan mendapat perhatian penuh. Tidak terkecuali ilmu kedokteran, ketika penerjemahan
dilakukan secara besar-besaran.
Dari kegiatan itu, dapat dikatakan kejayaan Islam dalam keilmuan dimulai. Inilah zaman
menuju keemasan Islam, yang dalam dunia politik kekhalifahan dipegang oleh bani Abbasiyyah.
Kontribusi peradaban Islam dalam dunia kedokteran sungguh sangat tak ternilai. Di era
keemasannya, peradaban Islam telah melahirkan sederet pemikir dan dokter terkemukan yang
telah meletakkan dasar-dasar ilmu kedokteran modern. Dunia Islam juga tercatat sebagai
peradaban pertama yang mempunyai Rumah Sakit dan dikelola oleh tokoh-tokoh professional.
Dunia kedokteran Islam di zaman kekhalifahan meninggalkan banyak karya yang menjadi
literatur keilmuan Dunia.
1.2 Rumusan masalah
Maka, dalam rangka memenuhi tujuan penulisan di atas, penulis akan mencoba memaparkan
bagaimana perkembangan ilmu kedokteran dalam dunia Islam. Baik dalam ilmu medis atau
institusi-institusi terkait. Siapa tokoh-tokoh yang sangat berpengaruh dalam bidang ini?
Bagaimana

karya-karyanya?

Dan

kontribusinya

terhadap

Dunia

Ilmu

kedokteran.

BAB II
PEMBAHASAN

A. Perkembangan Kedokteran Pada Masa Purba.


Ilmu kedokteran pada masa purba berkembang seiring dengan perkembangan kecerdasan dan
kreativitas manusia. Sejarah mencatat pada masa purba telah dikenal pijat-memijat, ramu-ramuan
obat dan juga alat-alat perdukunan. Hal ini didasarkan pada insting (gharizah) yang
dianugerahkan Allah Swt, bermula dari pengalaman seseorang salah saru bagian tubuhnya
mengalami sakit, secara refleks ia memijat bagian yang sakit tersebut. Apa bila tidak mengalami
kemajuan mereka mulai melihat binatang-binatang yang makan buah atau tanaman tertentu bila
sakit, kemudian dicoba sendiri dan bila sembuh diberikan ramuan tersebut pada orang lain,
bahkan sejarah mencatat pada masa purba pula sudah dikenal pembedahan. Kemudian
pengetahuan tersebut diturunkan secara generasi ke generasi, namun biasanya kemampuan
pengobatan tersebut masih diliputi oleh unsur syirik, penyembahan pada nenek moyang dan
sebagainya.

B. Perkembangan Kedokteran Pasa Masa Sebelum Nabi SAW


Masa Sumeria dan Arkadia
Sumeria termasuk wilayah Irak sekarang, yaitu di dekat sungai Furat (Eufrat) & sungai
Dajlah (Tigris). Menurut data sejarah, tabib-tabib bangsa Sumeria telah mengenal pengobatan
sejak 4000 tahun sebelum masehi. Pada masa tersebut terdapat dua cara pengobatan; Pertama,
menggunakan pengobatan dukun (menggunakan ramuan, pijatan, lalu dijampi dengan meminta
bantuan jin). Kedua, dengan pengobatan yang ilmiah dimasa itu (ramuan herba, madu, al-kayy
bakar, lasah (fisioterapi), bahkan para tabib telah menuliskan ilmu-ilmunya dalam buku-buku
yang dibuat dari tanah liat. Sedangkan Arkadia berada di Utara Irak bagian tengah tepatnya di
pertemuan antara sungai Furat (Eufrat) & sungai Dajlah (Tigris), kedokteran sempat mencapai
masa gemilang dimasa Raja Sargon, yang bahkan dari sejarah dikisahkan putri Raja Sargon,
Anhiduana selain menjadi pendeta juga sebagai pengkaji berbagai jenis pengobatan.

Babilonia
Bangsa Babiluuniyah (Babilon) masih serumpun dengan bangsa Arkadia dengan Raja
Hamurabi sebagai raja sangat terkenal. Dimasa Raja Hamurabi kemajuan segala ilmu didapat.
Bidang kedokteran yang berkembang saat itu antara lain al-kayy bakar, lasah (fisioterapi), ilmu
peramu obat (farmakologi) dan bahkan konon telah ada obat-obatan jaman Babilonia dalam
bentuk pil. Dibidang kedokteran didapati yang terkenal dimasa itu adalah dibedakannya antara
tabib dengan kahin (dukun). Tabib berperan sebagaiahli pengobatan yang jauh dari tahayul,
sedangkan kahin/dukun masih menghubungkan segala sesuatu dengan hal yang di luar jangkauan
akal.

Mesir
Mesir di masa Firaun telah memiliki peradaban yang tinggi mengungguli peradaban
bangsa lain, termasuk di dalamnya ilmu kedokteran. Pada masa Firaun Ramses II (sekitar +
1200 tahun sebelum masehi) di kota Thebe dan Memphis telah didirikan pusat pengkajian ilmu
kedokteran.

Di Mesir pun dikenal dua macam pengobatan; Pertama dengan khahin (dukun) yang meminta
bantuan pada jin berupa sihir-sihir. Di masa itu dikenal pula pembedahan namun dilakukan
hanya dengan menggunakan telunjuk dan dikatupkan kembali dengan ibu jari, dan konon tidak
meninggalkan bekas, selain itu juga dikenal pula pengobatan pijat jarak jauh, pengobatan ini
dilakukan oleh kahin-kahin (dukun-dukun) yang telah meminta bantuan jin lewat sihir-sihir
mereka. Kedua dengan pengobatan ilmiah. Pengobatan ini hingga saat ini telah membuat takjub
ilmu kedokteran modern saat ini. Mereka telah mampu melakukan pembedahan besar.
Perkembangan kedokteran Mesir telah mengenal anastesi yang dinamakan Taftah. Mereka pun
telah mengenal cara diagnosa dengan menggunakan detak nadi pasien. Diagnosa warna lidah pun
telah dikenal saat itu. Dapat disimpulkan metode kedokteran di masa Mesir telah maju.

Persia
Bangsa Persia merupakan serumpun dengan bangsa Aria India, Yunani, Romawi, Isbanji,
Jerman dan rumpun Aria Eropa. Bangsa ini hidup pada sekitar 3000 tahun sebelum masehi. Ilmu
Kedokteran pada masa itu sangat tinggi. Mereka mengkitabkan ilmu kedokteran dalam
lempengan tanah liat, kulit dan lembaran tembaga. Aksara yang digunakan adalah tulisan paku
yang berasal dari aksara SumeriaCabang ilmu kedokteran yang berkembang pada masa itu
adalah; kedokteran mata -berkembang di kota Syahran, kedokteran kandungan di kota Madyan
dan kedokteran umum di kota Jundi Kirman.
Metode bedah yang dikembangkan sangat baik mereka sangat baik dalam menjahit
kembali bagian tubuh yang dibedah. Mereka menggunakan afium (opium) sebagai anastesi
(pembiusan).Alat-alat kedokteran pun telah berkembang sangat baik, mereka telah menggunakan
logam sebagai alat kedokteran & bedah.Untuk sekolah kedokteran mereka sangat tertata rapi.
Mereka memiliki kurikulum yang sudah terstruktur baik, dengan tingkat-tingkat pemahaman
yangdiberikan.
Hindustan
Hindustan kita kenal dengan sistem kasta atau strata sosialnya. Kasta-kasta tinggi
menjadi penguasa dan kasta rendah menjadi pekerja. Begitu pula dalam kedokteran, ilmu
kedokteran Hindustan banyak dimonopoli oleh kasta Brahmana dan beberapa orang dari kasta
Ksatria. Lembaga pengkajian kedokteran sudah sangat maju di sana, diantaranya terdapat di
Mathura, Pataliputra dan Indraprahasta. Di Hindustan berkembang berbagai macam metode
kedokteran; Pertama yang berasaskan agama, yang berpangkal pada Atharwaweda (weda) atau
Ayurweda. Kedua metode tidak berasaskan agama, melainkan berasaskan ilmu kedokteran
murni. Ketiga metode campuran, yaitu metode kedokteran yang dicampur dengan sihir.
Pengobatan yang bersumber dari kitab Weda sertakitab-kitab Upanisad dan Ramapitara
antara lain: penyembuhan dengan terapi pernafasan yang biasa disebut Yoga, penyembuhan
dengan terapi upawasa (puasa) dan tapa, penyembuhan dengan terapi Dahtayana (tenaga dalam)
hingga pengobatan dengan perabaan jarak jauh. Ada juga pengobatan dengan terapi air,
4

pengobatan dengan tusukan dan bedah. Dalam kitab Hindu Susruta Samhita diceritakan bahwa
Susruta dapat membentuk telinga buatan pada seorang yang telinganya terpotong. Susruta ini
sebenarnya adalah seorang tabib bedah saat itu, namun tabib-tabib Hindustan setelahnya selalu
memejamkan mata, memanggil nama Susruta agar membantu dalam pembedahan secara gaib.
Dalam hal ramuan obat, peramu obat Hindustan hampir sama dengan peramu dari Persia.
Walaupun tabib-tabib Hindustan sudah sangat maju dalam pengobatan, mereka masih
mencampurkan antara ilmu kedokteran dengan praktek kahin (perdukunan). Kemajuan yang
gemilang yang didapat dari pengobatan Hindustan adalah, tabib-tabib mereka telah dapat
melakukan

pembedahan

minor

pada

daging

tumbuh

dan

semacamnya.

Suriah & Iskandariah


Kedokteran bangsa Suriah dan Iskandariah masih berpangkal pada ilmu kedokteran Mesir
Purba dan ilmu kedokteran Funisia. Kitab-kitab kedokteran bangsa suriah ditulis dalam bahasa
Suryani, yaitu bahasa serumpun Arab.
Cabang-cabang kedokteran yang berkembang di Suriah adalah:
(1) Pengobatan al-kayy yang dikenal dengan pengobatan al-kayy Syam.
(2) Pembedahan besar dan pembedahan kecil
(3) Lasah (fisioterapi) otot, syaraf dan tulang
(4) Pengobatan al-hijamah / bekam dan fashid.
(5) pengobatan dengan ramuan herbal.
Pada masa agama Nasrani berkembang di Suriah, ilmu kedokteran Suria mengalami
kemunduran. Rahib-rahib Nasrani ikut turun tangan mengobati pesakit menggantikan tabibtabib. Mereka membawakan pengobatan doa dan pengampunan, perabaan kasih Al-Masih,
percikan air suci Maria, sentuhan Salib Suci dan lainnya mirip kahin-kahin (dukun) Dewa Baal.
Hampir semua penyakit dihubungkan dengan kutukan, dosa dari Nabi Adam dan Hawa dan
semua itu harus ditebus dengan perabaan kasih Al-Masih, percikan air suci Maria, sentuhan Salib
5

Suci dan lainnya. Seorang gila dianggap kerasukan setan dan kena rayuan bisikan Iblis. Setan itu
bermukim di kepala orang gila tersebut oleh karenanya perlu dikeluarkan dengan jalan memahat
kepala orang gila tersebut agar setannya keluar dari lobang pahatan, Pengobatan semacam ini
terdapat juga di Iskandariah, Romawi sampai ke Andalusia pada kurun waktu 1500 Masehi.

Romawi & Yunani


Sejarah Yunani dan Romawi telah ada semenjak 500 tahun sebelum Masehi. Di sana
telah banyak dokter/tabib terkenal, namun dokter/tabib Yunani dan Romawi biasanya merangkap
sebagai kahin (dukun) atau sebaliknya. Kahin-kahin tersebut dianggap sebagai perantara bagi
dewa-dewa Olympus. Bentuk pemujaan dewa-dewa tersebut tecermin dari penggunaan nama dan
simbol keagamaan Yunani dan Romawi.
Dalam hal penggunaan nama, istilah dan lambang hingga saat ini pun masih digunakan
nama, istilah dan lambang yang berpangkal dari simbol keagamaan Yunani dan Romawi purba
dan tidak sedikit dokter-dokter muslim terbawa latah mengikutinya.
Diantara nama-nama yang digunakan dalam kedokteran modern saat ini adalah:
* Aesculapius, dewa obat-obatan berwujud ular
* Hygeia, dewi kesehatan
* Psyiko, dewa kejiwaan
* Venus, dewi kebirahian

Adapun lambang-lambang yang masih digunakan sekarang adalah:


* Lambang Piala dan Ular
* Lambang Tongkat dan Ular
* Tanda Rx, Recipe-Recipere (diberikan atau diambilkan)

Semua lambang merupakan berasal dari Lambang Altar Dewa Jupiter atau Zeus Pater.
Lambang ini dianggap sebagai azimat penangkal dan induk penyembuhan. Tabib-tabib Yunani
biasa menuliskan surat obat (resep) yang terdapat tulisan semoga Dewa Jupiter segera
memberikan kesembuhan Kita dapat melihat bentuk ikut-ikutnya dokter saat ini dalam sebuah
6

ajaran agama pagan yang mengimani dewa dan dewi Yunani dalam sumpah kedokteran modern
yang kita kenal dengan Sumpah Hippokrates;
* I swear by Apollo Physician and Asclepius and Hygieia and Panaceia and all the gods and
goddesses, making them my witnesses, that I fulfil according to my ability and judgement this
oath and this covenant.
Saya bersumpah demi (Tuhan) bahwa saya akan memenuhi sesuai dengan kemampuan saya
dan penilaian saya guna memenuhi sumpah dan perjanjian ini..

Saba
Ilmu kedokteran di Saba berpusat di Maarib, ibu kota negeri itu. Di Saba terdapat dua
aliran ilmu kedokteran, pertama aliran berdasarkan cara turun temurun, yaitu pusaka. Sedangkan
yang kedua terbilang aliran ilmiah. Aliran kedua ini dibawa oleh thabib-thabib lulusan syahran
dan Jundi syahpur, tapi ada pula seorang atau dua orang lulusan sekolah kedokteran di Iskandiah.
Di Saba terdapat cabang ilmu pengobatan: Fashid, itbah, bekan lasah, bedah,peramuan akarakaran, biji-bijian, rumput-rumputan,kurma keriting,jadam, madu dan lainnya.
Mereka mempunyai cara tetap dan tidak berubah dalam mengkaji ilmu kedokteran.
Metode pengkajinya secara taqlid bukan berdasarkan ilmu menggunakan alat dari serabang besi
dan prakteknya sangat ceroboh. Kini di Hadlramaut dan Oman masih di temukan pengobatan alkayy bakar semacam ini, namun oaring-orang terpelajar enggan berobat dengan al-kayy
semacam ini mencacat tubuh seumur hidup. Adapun al-kayy modern ini dikaji berdasarkan ilmu
tasyrib. Alat-alatnya pun terbilang lengkap serta cacat tubuh berusaha dihiondari.
Palestina
Orang-orang Bani Israil itu mengkaji ilmu kedokteran dari bangsa khaldan, Assiria,
Funisia, dan bangsa mesir karena kethabiban campuran. Pada zaman kebesaran nabi Sulaiman
a.s ilmu kedokteran sangat maju Karena mencontoh kedokteran mesir. Ilmu kedokteran bani
Israil mengalami kemunduran ketika bangsa di jajah oleh bangsa lain. Pada pembuangan
babilonia, thabib-thabib Bani Israil mengambil ilmu kedokteran bangsa khaldan. Pada masa
kekuasaan kekerajaan Persia, thabib-thabib Bani Israil banyak mengkaji kethabiban Persia, dan
7

ketika mereka ada di bawah kekuasaan bangsa romawi, pengobatan Bani Israil terpengaruh pula
pengobatan bangsa romawi.
Bangsa Yahudi merupakan salah satu suku dari Bani Israil yang terpuji kecerdasnnya dan
melebihi kecerdasan bangsa lainnya. Tetapi kebanyakan orang Yahudi itu berwatak keras kepala,
bakhil, ganas, dan takabut. Ke-ashabiyah-annya sangat menonjol sehingga mereka menganggap
dirinya bangsa terpilih. Mereka memegang dan menguasai ilmu kedokteran Bani Israil. Bahkan
sebelum tahun 70 Masehi, thabib-thabib bangsa Yahudi sangat terkenal di Roma dan sekitarnya.
Konon bangsawan Romawi dan Yunani selalu menggunakan thabib-thabib bangsa Romawidan
Yunani sendiri.
Cina
Sesungguhnya ilmu pengobatan di Cina telah maju sejak tahun 2500 tahun sebelum
Masehi, sebelum berkuasanya Kaisar Yao. Kitab pengobatan Cina yang tertua berasal dari zaman
Dinasti Hsia. Sedangkan kitab pengobatan Cina yang lengkap ditulis pada zaman Tsin shih
Huang Tie (221-210 sebelum Masehi)
Pengobatan di Cina terbagi atas dua bagian
1) Pengobatan anak negeri
Dilakukan oleh orang yang belajar sendiri, atau berguru beberapa saat pada mereka
dikatakan pandai dalam satu bidang pengobatan atau berpedoman pada kitab pusaka yang
diturunkan atau meniru cara pengobatan lain.
Jenis-Jenis pengobatan anak negeri:
a. Pijatan
b. Jamu
c. Sihir
d. Pengobatan dengan magnet tubuh seperti yang dilakukan guru-guru silat
e. Pengobatan dengan arak, darah ular, empedu wallet, cacing tiram, sarang burung
laying-layang laut, teripang, ganggang dan semacamnya.
8

2) Pengobatan sinse (dokter)


Cina telah mengenal cara mendiagnosa penyakit dengan tekanan jari pada nadi,
melihat warna kuku, warna lidah, melihat titik tubuh dengan cuaca,dan lain sebagainya.
Mengenai ramuan sinse, ilmu ramuan Cina terbagi dua, Ramuan basah dan ramuan
kering. Para sinse telah mengenal cara pengobatan dengan mengimbangi makanan panas
dengan makanan dingin. Ada juga pengobatan dengan air panas dan air dingin. Ilmu
lasah cina pun terkenal ribuan tahun lalu yaitu ilmu pijatan, membetulkan tulang patah,
penyegaran dan lainnya. Ditemukan juga ilmu ketukan jalan untuk pengobatan lumpuh,
lemah syahwat, dan lainnya.,
C. Perkembangan Kedokteran Pasa Masa Islam
Pada masa Nabi perkembangan kedokteran sudah sangat maju. Telah banyak
terapi-terapi yang bermunculan. Namun, dari sekian banyak terapi, Rasulullah memilih
cara pengobatan dengan cara bekam dan madu sebagai ikhtiar memperoleh kesembuhan
dari As-Syafii, Allah Yang Maha Penyembuh. Hal itu di tegaskan dalam hadits yang
disabdakan dalam Kitab Ath Thib: Dari Ibn Abbas ra. Dari Nabi saw. telah bersabda:
Kesembuhan (obat) itu ada pada tiga perkara yaitu minum madu, berbekam dan berobat
dengan api, dan aku melarang umatku berobat dengan api itu. (HR. Bukhari).
Dan pengobatan dengan madu diperkuat dengan firman Allah swt. dalam AlQuran. Allah swt berfirman ..Dari perut lebah itu keluar minuman (madu) yang
bermacam-macam warnanya. Di dalamnya terdapat obat yang menyembuhkan bagi
manusia. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda (kebesaran
Tuhan) bagi orang-orang yang memikirkannya. (An-Nahl 16 : 69). Selain itu Rasulullah
juga mengajarkan pengobatan dengan habbatus sauda, air Zam-Zam dan ruqyah.
Setelah Rasulullah wafat, Ibu Sina seorang ilmuwan Islam mempelajari dan
menerjemahkan kitab-kitab mengenai berbagai ilmu di istana Samani pada saat Raja
Bukhara Nuh bin Manshur berkuasa. Ibnu Sina atau juga dikenal dengan Aviciena
kemudian menulis kitab Qanun dalam ilmu kedokteran. Kitab itu dalam ilmu kedokteran
menjadi kitab rujukan utama dan paling otentik. Kitab itu mengupas kaidah-kaidah umum
9

ilmu kedokteran, obat-obatan dan berbagai macam penyakit. Seiring dengan kebangkitan
gerakan penerjemahan pada abad ke-12 Masehi, Kitab Al Qanun karya Ibnu Sina
diterjemahkan dalam bahasa latin, kemudian diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris,
Prancis dan Jerman. Al Qanun adalah kitab kumpulan metode pengobatan purba dan
metode pengobatan Islam. Kitab itu pernah menjadi kurikulum pendidikan kedokteran di
universitas-universitas di Eropa dan kemudian berkembang ke seluruh dunia.
Hingga

kini

Al

Qanun

dipergunakan

dalam

metode

pengobatan

konvensional/medik yang umum dikenal masyarakat dan ditangani para dokter dan ahliahli medis, yang terdidik dalam ilmu kedokteran. Pengembangan Dunia Pengobatan Saat
ini pengobatan yang berasal dari Barat dikenal dengan istilah Alopati. Pengobatan ini
memiliki banyak kelebihan seperti penggunaan teknologi modern untuk mendeteksi
penyakit (clinical diagnosis), melakukan operasi (pembedahan) pembuatan obat-obatan
(farmakologi), penanganan mata (optalmologi), penghilang rasa atau bius (anestisologi).
Pengobatan konvensional telah dilengkapi dengan berbagai temuan mutakhir dalam
kasus-kasus tertentu. Seperti penanganan kecelakaan, cedera pemindahan organ tubuh,
cangkok dan sebagainya.Selain itu juga berkembang pula di masyarakat berbagai
pengobatan diantaranya akupuntur, akupresur, dan batu giok. Ada juga dengan
menggunakan praktek sihir yang ditangani oleh para normal, dukun atau orang-orang
yang dianggap pandai. Diakui ataupun tidak sejak zaman purba hingga zaman sekarang,
praktik pengobatan seperti ini sangatlah disukai oleh masyarakat padahal Rasulullah telah
bersabda: Barang siapa yang datang kepada dukun menanyakan suatu perkara lalu
membenarkan ucapan dukun itu, kufurlah ia terhadap apa yang diturunkan kepada
Muhammad saw. dan barang siapa datang dan tidak membenarkannya, tidak akan
diterima

shalatnya

selama

empat

puluh

hari.

(H.R.

Thabrani).

Ath-Thibbun Nabawi
Ath-Thibbun Nabawi ialah pengobatan cara Nabi Muhammad saw. Nabi kita
memang tidak diturunkan sebagai seorang tabib, tetapi kita yakin bahwa yang disabdakan
Rasul ialah merupakan wahyu. Ciri khas dari pengobatan ini bersifat Ilahiah dan alamiah.
Sesuai dengan konsep Islam yang bersifat fitrah, dari mulai aqidah, ibadah, muamalah,
10

demikian juga dalam pengobatannya. Seperti yang disebutkan oleh DR. Jafar Khadem
Yamani, Syariah Islam yang dibawa Nabi Muhammad saw. terkandung nilai-nilai
aththib (kedokteran) yang murni dan tinggi. Karena prinsip dari syariah Islam ialah
membawa maslahat umat manusia pada masa sekarang dan yang akan datang.

Dari berbagai pengobatan yang ada sekarang ini kaum muslimin dapat memilih dari
bermacam pengobatan yang ada sekarang ini. pengobatan itu haruslah tidak melanggar
syariat Islam dan tidak merusak tubuh serta kecacatan. Apabila kita berobat dengan
racikan yang tidak terjamin halalan thayyibannya akankah Allah ridho dengan cara
seperti itu? Padahal seluruh sendi kehidupan kita hanya mencari ridho-Nya. Belum cukup
yakinkah kita dengan apa yang disabdakan dan pernah dikerjakan oleh Rasulullah saw.?
Sesungguhnya kedokteran pada zaman Nabi SAW yang dilakukannya sendiri oleh
beliau adalah mengatur makan dan minum, shaum minum madu, minum air putih, susu
murni, kurma, dan semacamnya. Nabi SAW pun berolahraga dan berobat, diantaranya
berbekam. Pada masa Nabi SAW oun berkembang pesat pengobatan ramuan, fashid dan
al-kayy bakar.Ahli al-kayy bakar yang terkenal dari sahabat Nabi SAW adalah Abi
Thalhah, tapi Nabi SAW kurang menyukai al-kayy karena menyebabkan kecacatan yang
adakalanya sampai seumur hidup.
Masa penerjemahan, Penyaduran, dan Pengembangan Pertama
Sesungguhnya Khalifah Khalid ibnu Yazid ibnu Muawwiyah adalah seorang yang
mempenyai perhatian besar pada ilmu pengetahuan. Ia mengkaji ilmu kedokteran, kimia, dan
asstronomi, serta giat mencari dan mengumpulkan kitab-kitab ilmu pengetahuan dari Iskadariah
dan sekitarnya.
Dalam tarikh kebudayaan Islam disebutkan bahwa khalifah Khalid ibnu Yazid adalah
orang pertama yang membuat sebuah lemari kitab yang besar. Selain itu ia mendatangkan
Marianus, seorang sarjana kimia dari Iskandariah untuk mengajarkan ilmu kimia. Setelah itu
beliau mengangkat pula ahli-ahli penerjemah untuk menerjemahkan kitab ilmu pengetahuan

11

mesir dan Yunani. Karena jasanya istana khalifah di Damsyiq menjadi pusat ilmu pengetahuan
pada masanya itu.

Thabib-thabib Penerjemah, Penyadur, dan Pemetik Ilmu Kedokteran Hilaniyah


(1) Al Kindi

Nama panjangnya adalah Abu Yusuf Yakub Ibnu Ishaq Ibnu Sabbah Ibnu Imran Ibnu Ismail
Al Ash ats Ibnu Qais Al Kindi. Ia adalah berasal dari suku Kindah Arab Samiyah. Ayahnya
seorang amir kota Kuffah. Sedangkan nama Al Ashats lbnu Qais yang ikut dicantumkan pada
nama Al Kindi adalah salah seorang shahabat Nabi saw.
Al Kindi lahir di kota Kuffah pada tahun 185 Hijriyah, dan wafat tahun 252 Hijriyah. Selain
seorang dokter, ia juga dikenal sebagai filosof, astronom, ahli kimia, dan juga ahli dalam ilmu
pasti. Ia telah mengarang lebih kurang 256 kitab. Ada 22 kitab yang berisi masalah-masalah
filsafat, 16 kitab ilmu perbintangan, 11 kitab aljabar dan ilmu hisab, 32 kitab ilmu ukur, 22 kitab
ilmu kedokteran, 11 kitab ilmu pengetahuan alam, 7 kitab masalah- masalah musik, kitab ilmu
jiwa (An Nafs), dan 9 kitab ilmu mantiq.
Dalam kitab ilmu kedokteran, orang mencatatnya sebagai salah seorang yang termasyhur
dalam hal pengobatan mata. Salah sa tu kitab yang diterjernahkan ke dalam bahasa latin diberi
nama De Aspectibus. Ia juga menyusun metode pengobatan dengan berpedomankan ilmu
hisab, yang kemudian diterjemahkan orang menjadi Medicarum Compacitarum Gradibus.
Dalam kitab-kitab yang lainnya, Al Kindi juga menerangkan cara-cara meracik ramuan obatobatan, cara memilih makanan, cara mengobati beberapa jenis penyakit seperti lever, empedu,
sakit perut, dan lain-lain.

12

(2) Hunain Ibnu Ishaq Al Ubbadi

Ia adalah anak Ishaq, seorang apoteker ternama, penganut agama Nashrani sekte
Nestorian. Hunain lahir tahun 194 Hijriyah dan meninggal tahun 265 H. Ia diberi gelar dengan
nama Syaikh Ath Thib. Ia adalah seorang pengarang, seorang penterjemah yang terbesar pada
zamannya, sebagai penyadur, dan sekaligus sebagai seorang thabib. Setiap kali ia
menerjemahkan sebuah buku, terjemahan itu diserahkan kepada khalifah. Lalu khalifah
mengganti jerih payahnya itu dengan uang emas seberat kitab itu. Konon Hunain telah
menterjemahkan lebih kurang 100 buah kitab ilmu kedokteran Yunani ke dalam bahasa Suryani.
Sekitar 39 buah di antaranya diterjemahkannya ke dalam bahasa Arab. Kebanyakan kitab-kitab
tersebut adalah buah karya Jalun (Galen), sehingga orang-orang yang seprofesi sebagai
penterjemah menyebutnya dengan nama Ibnu Jalun. Ia dianggap sebagai pembawa ilmu
kedokteran Jalun kepada umat Islam.
Sebenarnya Hunain Ibnu Ishaq bukan hanya sebagai penterjemah kitab-kitab ilmu
kedokteran karangan Galen. Tetapi ia juga menerjemahkan kitab-kitab kedokteran karang
Aribasius, Fa ul Ajina, dan kitab-kitab buah tangan bangsa Yunani lainnya. Selain itu, ia tidak
sekadar menterjemahkannya tetapi juga memperbaiki susunannya dalam sistematika yang lebih
baik. Misalnya, ia mengubah susunan kitab Materia Medica yang kelak dikemudian hari
menjadi peletak dasar ilmu kedokteran umum.
Kitab-kitab asli karangan Hunain Ibnu Ishaq antara lain Kitabul Asyr Maqalat Fil Ain
(sepuluh buah makalah tentang penyakit mata), Thariqat Ath Thib (jalan, metode kedokteran),
Al Masail Fi Ath Thib, Ath Thib Al Athfal (kedokteran anak), Tsamaru Kitabi Abqurat Fit
Mauluddin Li Tsamaniyahti Asyhur, Maqalat Fi Kaunil Janin, Mimma Jumia Min Aqwili
Jalinus Wa Abqart, Kitab Ath Thib (buku kedokteran umum), Kitabun Fil Laban (kitab
13

tentang susu), Thariqil Masalah Wal Jawab, Al Mauluddin Li Sabaati Asyhur, Risalatun
Fi Tadbiril Mauluddin, dan lain-lain. Kitab Sepuluh Makalah Penyakit Mata dikarangnya
untuk mahasiswa kedokteran jurusan mata (ilmu Ain; Opthamologi). Sedangkan kitab Thariqat
Ath Thib dikarangnya dalam dua bahasa, yaitu ke dalam bahasa Arab diperuntukkan bagi Baitul
Hikmah di Baghdad, dan ke dalam bahasa Persia bagi lembaga pendidikan tinggi kedokteran
Jundi Syahpur.
Buku Thariqat Ath Thib ini kelak diterjemahkan ke dalam bahasa Latin, Spanyol, Mor (bahasa
campuran Arab dan Spa nyol), dan bahasa Ibrani. Kitab ini dari bahasa Latin kemudian
diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris dengan nama Missive on the Galenic Translation.
Hunain Ibnu Ishaq menguasai bahasa Suryani, Arab, Yunani, Persia, Latin, dan sedikit bahasa
Yahu di (Ibrani Baru). Selain dengan berbagai predikat di atas, Hunain Ibnu Ishaq juga terkenal
sebagai filosof dalam bidang ilmu-ilmu kedokteran dan ilmu jiwa.
Di antara murid-murid Hunain yang terkenal adalah Tsabit Ibnu Qurrah dari Harran (Irak). Anak
Hunain sendiri, yaitu Ishaq bin Hunain dan Hubays bin Hunain, terkenal juga sebagai ilmuwan.
Kedua anaknya ini berhasil menterjemahkan sekitar 73 buah buku. Sebanyak 60 di antaranya
diterjemahkan dari bahasa Yunani ke dalam bahasa Arab. Sebanyak 13 buah di antaranya
diterjemahkan dari bahasa Yunani ke dalam bahasa Suryani.
(3) Tsabit bin Qurrah

Ia adalah bangsa Arab dari daerah Harrah di Irak. Lahir pada tahun 221 Hijriyah dan
meninggal tahun 288 Hijriyah. Tsabit adalah penganut Shabiyah (Shabiin) yang kemudian
14

mengkhususkan diri mengkaji ilmu-ilmu Islam. Selain menerjemahkan kitab-kitab, ia juga


seorang pengarang. Di antara kitab-kitab karangannya yang terkenal antara lain Azh Zhakhirah
Fi Ilmi Ath Thib, Jawaaminu Kitaabi Ghalinus Fil Mauluddin Li Shabati Asyhur, Risalatun
Fil Judari Wal Hisbah (Risalah tentang campak dan cacar), dan Maqalat Fi Shifati Kaunil
Janin (Makalah tentang sifat-sifat dan bentuk janin). Dalam kitab Risalah Ath Thib, salah satu
karangan Tsabit bin Qurrah, diperbincangkan perihal jenis-jenis penyakit, tanda-tandanya
(symptom), cara-cara pemeriksaannya, dan jenis-jenis pengobatannya. Dari urutan tersebut,
dibagilah penyakit-penyakit ke dalam kategori penyakit keturunan, penyakit luar, penyakit
dalam, penyakit kulit, dan penyakit pada kepala.
(4) Ali Ibnu Suhal Ath Thabari

Ia pada mulanya adalah penganut Nashrani sekte Nestorian. Tahun 228 H, ia bermukim di
Tibristan, menjadi juru tulis khalifah (sultan) Maziar bin Qarun. Tetapi pada pemerintahan Al
Watsiq, ia pindah ke Samara sampai pada masa kekuasaan Khalifah Al Mutawakkil.
Ali Ibnu Suhal banyak menulis kitab. Salah satu kitab yang terkenalnya adalah Firdaus Al
Hikmah. Di dalam buku ini terkandung keterangan tentang obat-obatan penting, makananmakanan yang sehat dan berguna, serta berbagai kiat cara hidup sehat, dan keteranganketerangan lainnya.
Aktifitasnya dalam keilmuan dan interaksinya dengan kaum Muslimin, menyebabkan ia
akhirnya masuk Islam pada tahun 253 Hijriyah. Setelah masuk Islam, ia lebih giat lagi
15

mengarang buku yang antara lain berjudul Ar Raddu Ala An Nashara (Kritikan tentang ajaran
Nashrani). Ia juga mengarang buku yang berjudul Ad Din Wat Daulah (Agama dan
pemerintahan), Tuhfatul Muluk (Buah para penguasa), dan Manafiul Atimah (Manfaat
makanan). Ia juga menulis ringkasan ilmu kedokteran lebih dari 360 buah kitab, petikan
karangan Hipocrates, Hunain, Ibnu Masawaih, dan pengarang-pengarang lainnya; ditambah
dengan kajian tentang ilmu pengobatan Hindustan (Ath Thib Al Hindi). Menurut pendapat para
orientalis, Ali Ibnu Suhal Ath Thabari adalah seorang peletak dasar-dasar farmakologi, patologi
dan diet. Salah seorang murid Ali Tbnu Suhal Ath Thabari adalah Abu Bakar Ar Razi, yang
dianggap sebagai pelanjut langsung dari kepintaran dan keilmuan Ali Ibnu Suhal Ath Thabari.
Abu Bakar Ar Razi kemudian memekarkan kepandaian gurunya itu lebih semarak lagi.
(5) Yuhana Ibnu Masawaih

Ia hidup pada pertengahan abad ketiga hijriyah. Profesinya adalah seorang thabib dan guru di
lembaga pendidikan tinggi kedokteran Jundi Syahpur, Kedudukannya di lembaga ini adalah
Ketua Jurusan kedokteran mata dan kandungan (janin). Posisi ini menyebabkan ia aktif menulis.
Ia banyak menulis kitab-kitab tentang penyakit mata, beberapa kitab tentang penyakit menular
yang cepat menjalar pada anak-anak; penyakit yang khas pada anak yaitu kaki bengkok di
negeri-negeri yang kurang mendapat sinar matahari, misalnya di daerah utara Majuji (Majista,
Kom; daerah Iran dekat perbatasan dengan Azerbaijan); kelumpuhan anak akibat kekurangan
shir (semacam vitamin D) dan karena kuman ganas; dan kitab-kitab karangan lainnya.

16

(6) Jabir Ibnu Hayyan

Ia Iahir dari klan Al Barmaki, seorang menteri terpenting pada masa kekuasaan Khalifah
Harun Al Rasyid. Ayahnya, Hayyan, adalah seorang pedagang, penyalur dan peracik obat-obatan
terbesar pada masa itu. Suasana keluarga, kemudian ditunjang oleh keahlian ayahnya, Jabir
akhirnya terkenal sebagai seorang thabib ahli obat (farmakolog), filosof, dan ahli kimia. Untuk
menunjang semua keahliannya, ia mengadakan berbagai percobaan di laboratorium yang
dibangunnya sendiri. Tentu saja ia akhirnya banyak menulis buku. Salah satu karangannya
adalah Maqalat Fi As Sum (Makalah tentang racun).
(7) Ishaq Yuda
Ishaq Yuda adalah seorang keturunan Yahudi. Ia lahir di Mesir pada tahun 241 Hijriyah dan
wafat tahun 344 Hijriyah. Ia bermukim di Qairawan (Tunisia) pada masa kekuasaan Dinasti
Fathimiyah dan bekerja sebagai thabib istana. Ishaq Yuda banyak mengarang buku. Di antara
buah penanya antara lain Kitab Ad Dawa yang berisi berbagai macam pengobatan, Al
Bawlun berisi tentang air kencing (urine) dan pengobatan kencing batu, Risalah Asy Syifa
berisi tentang pelbagai macam ilmu arahan (diagnosa) pengobatan penyakit, Kitan Mursyid Ath
Thabib berisi tentang bimbingan bagi seorang thabib. Kitab ini kemudian diterjemahkan ke

17

dalam bahasa Ibrani (Hebrew). Ia juga mengarang kitab tentang penyakit malaria, yang
kemudian diterjermahkan menjadi On Fevers. Kitab karangannya, Anasir juga
diterjemahkan oleh orang Eropa menjadi On the Element. Kitab Ad Dawa dan Asy Syifa
diterjemahkan juga menjadi On Simple Drugs dari Aliments.
(8) Ibnu Al Jazzar Al Qiruwani
Ia lahir di Qirwan (Qarruwan) pada tahun 285 H dan wafat tahun 365 H. Ia thabib
terkenal dengan kekhasannya dalam pengobatan anak-anak. Selain sebagai tbabib, Ibnu Al
Jazzar juga seorang ahli ilmu jiwa. Ia banyak menulis kitab, yang di antaranya adalah Siyatu As
Sibyan Wa Tadbirruhum (Siasat menangani anak-anak kecil).
(9) Ahmad bin Muhammad Ath Thabari
Ia lahir pada tahun 320 H dan meninggal tahun 366 H. Ia terkenal sebagai thabib anakanak. Ahmad bin Muhammad Ath Thabari banyak menuliskan ilmunya dalam beberapa buah
kitab. Ada 19 buah kitab yang telah , dikarangnya. Kebanyakan buku-bukunya itu membahas
tentang anak-anak, jiwa dan perkembangan anak, pendidikan anak, penyakit anak-anak, cara
mengobati penyakit anak-anak, dan memilih makanan bagi anak-anak. Kitabnya yang terkenal
adalah Al Muaalajaat Al Bugraathiyah.
(10) Abu Bakar Ibnu Zakaria Ar Razi
Ia orang Persia yang lahir di kota Rayy pada 1 Syaban 251 H, dan meninggal tahun 320
H. Pendidikan dasarnya ditempuh di Rayy. Kemudian berpindah-pindah pada beberapa orang
guru untuk mengkaji dasar-dasar filsafat, ilmu hisab, kimia, obat-obatan, dan kedokteran. Untuk
i1mu yang terakhir ini, ia belajar khusus kepada Ali Ibnu Suhal bin Rabban Ath Thabari. Ar Razi
banyak mengkaji buku-buku Galen, Hipocrates, Paul Agina, dan filosof Yunani lainnya. Selain
itu, ia juga mengkaji kitab-kitab Hindu, Nashrani dan kitab-kitab lainnya. Ia juga seorang
pengarang. Kitab pertama yang dikarangnya adalah Kitabul Hawi. Isinya menjelaskan tentang
metode kedokteran campuran pengobatan Syiria, Mesir, Yunani, Arab Irak (Persia), dan Hindu.
Kitab ini berjumlah 100 jilid. Atas perintah Charles I, buku ini diterjemahkan ke dalam bahasa
Latin oleh thabib Sisilia, Fatay Ibnu Salim, menjadi Liber Continens pada tahun 1279 M.
18

Kitab Ar Razi dalam bidang kimia adalaih Al Kimiya. Isinya menceritakan berbagai
unsur zat, yang antara lain masalah logam, amoniak, al ghul (hantu;alkohol), alkali. Juga
membahas tentang zat-zat nabati yang antara lain masalah hewan. Juga di dalamnya terdapat
pembahasan dalam masalah manusia, dan lain-lainnya. Kitab Sirr Al Asrar juga membahas
masalah zat kimia yang antara lain batu-batuan, borax, garam dan lain-lain. Ia juga
mengklasifikasikan benda-benda yang mudah menguap dan benda-benda yang lambat menguap.
Kitab Ar Razi dalam bidang ilmu kedokteran lainnya adalah Mukhtasar Fil Laban
(Ringkasan tentang masalah persusuan; payudara), Judari Al Hisbah (Cacar dan campak),
Man Laa Yahdluru Ath Thabib (Siapakah orang yang tidak didatangi thabib), TasrihiMansuri, dan lain-lain.
Anatomi manusia versi Ar Razi yang terdapat pada kitab Tasyrihi-Mansuri.
Ar Razi hidup sebagai seorang thabib dan memimpin Maristan (rumah sakit) di Rayy. Ia
kemudian menjadi kepala Maristan di Baghdad pada masa khalifah Al Muqtafi. Sebagai dokter,
ia ahli dalam alkay yang ketika itu terbilang modern. Ia juga ahli bedah, dokter anak. Karena itu
ia mengarang risalah Ath Thib Al Athfal. Khabarnya, Ar Razi banyak mengarang kitab dalam
dua bahasa, yaitu Arab dan Persia. Kitab terakhir yang ditulisnya dipersembahkan kepada Amir
(Wali) Khurasan (Irak), Al Manshur. Atas jerih payah nya ini, Wali Khurasan itu memberinya
hadiah uang emas 1000 dinar.
Pernah terjadi suatu peristiwa, Ar Razi mengatakan bahwa dengan jalan reaksi kimia, ia
dapat mengubah logam yang harganya murah menjadi emas. Wali Khurasan, Al Manshur,
kemudian menyediakan bahan-bahan yang diperlukan untuk keperluan itu. Namun setelah
dicoba, Ar Razi gagal membuktikan ucapannya. Al Manshur merasa ditipu. Ia kemudian
menyuruh pengawalnya untuk memukul kepala Ar Razi dengan buku yang memuat perkataan Ar
Razi. Sejak itu, Ar Razi kurang dihormati. Ia kemudian menjadi buta dan menolak diobati.
Dalam hal-hal tertentu, ia mempunyai pemahaman agama yang boleh dikatakan
menyimpang dari garis aqidah Islam. Ia beriman kepada Allah SWT, tetapi ia tegas-tegas
menolak masalah kenabian. Akal saja sudah cukup untuk membedakan mana kebajikan dan
mana kejahatan, katanya. Ia kemudian bertanya, Apa gunanya diutusnya seorang Nabi?
19

Bukankah dengan akalpun kita dapat mengenal Allah? Ia juga mengatakan bahwa tidak
seorangpun yang dapat membina orang banyak, karena semua orang lahir dengan kecerdasan
yang sama. Perbedaannya, kata Ar Razi, bukan terletak pada fitrah bawaannya, melainkan karena
pengembangan wawasan dan pendidikan yang dilaluinya. Untuk apa seorang Nabi memaksakan
ajarannya? tanya Al Razi.
Banyak hal lain yang aneh keluar dari mulutnya. Ia mengatakan bahwa antara Nabi yang
satu dengan Nabi yang lainnya, mereka saling bertentangan dalam membawakan ajarannya.
Agama itu, kata Ar Razi, diciptakan untuk meniru kebiasaan masa lalu, kekuasaan ulama untuk
mengabdi kepada penguasa, serta peribadatan yang sesungguhnya sesuatu hal yang naif dan
tidak masuk akal. Ar Razi, selain mengkritik isi Bibel, Zendaawesta, dan kitab agama lain, ia
sering juga mengkritik isi Al Quraan. Ia dengan tegas menolak adanya wahyu. Akal itulah yang
disebut wahyu, katanya. Untuk menebalkan keyakinannya, ia lebih tekun mempelajari filsafat
Yunani dan India.
(11) Abul Qasim Ibnu Abbas Az Zahrawi
Ia keturunan Anshar dan lahir di Az Zahra tahun 324 H dan meninggal tahun 404 H.
Pendidikan dasar dan menengahnya dilaluinya di Az Zahra dan Qurthubah (Kordoba), Di sini ia
mempelajari i1mu anatomi (At Tasyrih) di lembaga pendidikan kedokteran. Pada masa
pemerintahan khalifah Abdurrahman III di Andalusia, ia menjadi thabib istana Kordoba
(Spanyol). Az Zahrawi dikenal sebagai bapak ilmu bedah. Dialah peletak dasar-dasar i1mu
bedah. Sebelum melakukan pembedahan, ia sucihamakan semua alat dengan zat yang dinamakan
As Afra. Selain itu, Az Zahrawi terkenal jahitan bedahnya yang halus dan banyak berhasil
melakukan operasi batu ginjal, melebarkan saluran kandungan, menyambung pembuluh darah
dan lain-lain. Karena itulah, ia disebut sebagai guru besar ilmu bedah bagi dokter-dokter Eropa.
Dialah sesungguhnya peletak dasar-dasar ilmu bedah modern. Selain itu, Az Zahrawi juga ahli
alkay modern (asriyah). Ia mempergunakan peralatan yang lengkap. Dalam praktek alkay,
pengobatannya hanya meninggalkan bekas alkay yang sifatnya sementara pada kulit.
Kitab Az Zahrawi yang terkenal adalah Amaarul Aqaaqir Al Mufradah Wal
Murakkabah dan Kitab At Tasrif Liman Ajaza Anit Talif yang isinya tentang pengobatan

20

penyakit dalam, kandungan, ramuan obat-obatan, dan lain-lain, yang berbentuk ensiklopedi.
Tahun 899 H, Gerald Cremona menerjemahkan kitab At Tasrif ke dalam babasa Latin, dan
setiap jilidnya ia jadikan buku tersendiri. Az Zahrawi adalah pengarang yang produktif. Banyak
kitab yang dikarangnya, namun hanya sebagian saja yang berhasil diketemukan orang.
(12) Abu Hazam Asy Syahrani
Ia terkenal sebagai thabib alkay, namun namanya kurang dikenal dan hanya sekadar
disebut dalam kitab-kitab kedokteran. Sebagai seorang thabib alkay, ia telah mengganti batangan
besi yang membara dengan alat (yang beragam besarnya dalam bentuk batangan) yang terbuat
dari tembaga. Sebelum mengkay seseorang, ia terlebih dahulu menghangatkannya, kemudian
dicelupkan ke dalam minyak zaitun sebelum batangan itu dicapkan ke tubuh pasien.
(13) Ali Abbas Al Majusi
Para sejarawan belum sepakat tentang tahun kelahirannya. Hanya diperkirakan babwa Ali
Abbas Al Majusi lahir sekitar abad keempat hijriyah di kampung Majus (Majistan), kawasan
Ahwaz (Persia). Ia banyak menulis buku. Di antara karangannya yang terbesar adalah Kitab
Kamilush Shinaah Ath Thibiyah atau dinamakan Kitab Al Maliki. Kitab ini diterjemahkan
oleh bangsa Eropa Nashrani ke dalam bahasa Latin menjadi Liber Regius. Isi kitab ini berupa
kajian tentang ilmu kedokteran tentang asal muasal suatu penyakit, cara pengobatannya, obat
yang diperlukan, dan ara obat itu diracik. Juga di dalamnya terdapat kajian anatomi, kedokteran
anak-anak, dan sebagainya.
(14) Abu Raihan Muhammad bin Ahmad Al Bairuni
Al Bairuni dilahirkan di kampung Al Birun, kota Khawarizm (Persia) pada tabun 325 H
dan meninggal tabun 440 H. Ia adalah seorang ahli obat-obatan (Farmakolog), dokter, sejarawan,
ulama, ahli hisab, ahli ilmu ukur, ahli ilmu falak, sosiolog, dan sekaligus seorang sastrawan.
Dalam kajian ilmu kedokteran, Al Bairuni bersahabat dengan Ibnu Sina. Ia suka berdiskusi
dengan ilmuwan ini. Dalam praktek kedokterannya, ia melashah (fisioterapi), alkay, fashid
(insisi), pembedahan dan meramu obat untuk pasien.

21

Al Bairuni suka melakukan perjalanan panjang. Ia pernah bermukim di India, yang


kemudian menghasilkan kitab Tarikh-i-Hindi. Di dalamnya memuat tentang sejarah India,
alamnya, adat istiadatnya, agamanya,dan ilmu pengetahuan yang berkembang di sana. Kitab
sejarah lain yang dikarangnya adalah Al Atsar Al Baqiyah Minal Qurun Al Khaliyah (Sisa-sisa
peninggalan abad-abad yang silam), Selain itu, Al Bairuni juga mengarang kitab-kitab tentang
ilmu falak dan ilmu bumi. Al Bairuni paham berbahasa Arab, Persia, India, dan sedikit Ibrani.
Oleh karena itu, banyak kitabnya yang dikarang dalam dua bahasa, yaitu bahasa Arab dan Persia.
(15) Ibnu Sina
Nama panjangnya adalah Abu Ali Al Husain bin Abdillah bin Sina. Orang Eropa
menyebutnya dengan nama Avicena. Ia lahir di dusun Afshana, dekat Bukhara (Uzbekistan) pada
tahun 372 H dan meninggal tahun 429 H. Masa kecil Ibnu Sina dihabiskannya untuk mengkaji
bidang syariat Islam. Umur 10 tahun ia sudah hafal Al Quraan. Ia kemudian masuk ke lembaga
pendidikan tinggi dan mendatangi guru-guru. Tetapi ia kebanyakan belajar sendiri. Ia belajar
ilmu pasti dan ilmu falak kepada Abdullah Natali. Ia juga memperdalam filsafat Plato,
Aristoteles, dan Neoplatonis.
Dalam ilmu kedokteran, Ibnu Sina berguru kepada beberapa orang thabib terkenal di
Bukhara, sehingga pada usia 17 tahun ia telah menjadi thabib yang mempunyai kepandaian
menengah (thabib menengah). Mula-mula ia menjadi pembantu thabib di Bukhara, kemudian ia
menjadi thabib di sana. Ia pernah mengobati penyakit Sultan Nuh dari dinasti Samaniyah. Ia juga
pernah bekerja di Gurgan, Rai, Hamadan, dan Isfahan, yang beralih dari satu istana ke istana
lainnya.
Dalam bekerja, ia pernah dihukum buang, dipenjara, dan mendapat perlakuan lainnya.
Pemahaman Ibnu Sina dalam bidang agama boleh dikatakan menyimpang dari garis
aqidah Islam. Di bawah ini akan dikutipkan perkataan-perkataan yang aneh darinya:
Yang pokok itu adalah Allah SWT sebagai pangkal semua gerak, PengetahuanNya meliputi
seluruh ala m ini, tetapi Dia tidak sampai mengetahui yang kecll-kecll, karena hal itu tidak perlu
bagiNya. Alam dunia ini bersifat azali; yang ada hanyalah perubahan, bukan kehancuran

22

Ibnu Sina mengagungkan kemampuan akal manusia. Dalam masalah akal, keluar pernyataan
yang aneh-aneh:
Pokok manusia itu ada pada akalnya. Pertama, manusia mempunyai akal pertama yang
berfungsi sebagai alat untuk mengenal inti dan pusat ruh, sehingga dengan cara ini terciptalah
barang-barang yang baik yang dikehendaki manusia. Kedua, manusia mempunyai akal kedua
yang merupakan paduan antara ruh dengan tubuh, yang terdiri dari sembilan bagian. Sedangkan
sendi akal kedua itu adalah masalah wajib dan mungkin. Akal kedua ini berfungsi juga sebagai
alat pemikir ilmu ketuhanan yang akan membawa dan menentukan kebajikan. Ketiga, manusia
mempunyai akal ketiga, berupa jiwa dan tubuh yang dipengaruhi oleh alam, terutama
dipengaruhi oleh bintang Saturnus. Akal ketiga ini berisikan fikiran ketuhanan yang berguna
untuk memperoleh dan menghasilkan kebaikan. Ia bersendikan kepada hal wajib atau mungkin.
Dalam masalah kenabian, Ibnu Sina mempunyai pemikiran tersendiri. Perhatikan kata-katanya:
Nabi itu bersendikan kepada tiga tabiat utama. Pertama, kuat dalam menduga; kedua,
mempunyai daya khayal yang teramat kuat; serta ketiga, pandai dalam mempengaruhi massa
(masyarakat) .
Untuk menelusuri semua pemahaman seperti ini, pembaca bisa menelaahnya pada kitabkitab karangannya, yang antara lain Kitab Asy Syifa yang berjumlah 10 jilid; Kitab Ujunul
Hikmat sebanyak 10 jilid; dan Kitab Da-nesh Nameh. Menurut orang-orang yang sezaman
dengannya, Ibnu Sina konon adalah pengikut Hakimiyah yang merupakan cabang dari Firqah
Qaramithah yang diklaim oleh kebanyakan ulama sebagai faham yang sesat. Oleh karena itu,
faham Ibnu Sina ini banyak ditentang oleh ulama, yang antara lain Ibnu Qusairi, Syaikh
Muhammad Asy Syahrastani, Ibnul Qayyim Al Jauziyah, Imam AI Ghazali, dan puluhan
ulama lainnya.
Ibnu Sina banyak mengarang kitab ilmu kedokteran. Karangannya yang terkenal adalah Al
Qanun Fi Ath Thib yang memuat masalah-masalah obat dan dosisnya, anatomi tubuh manusia,
dan sebagainya. Kitab Ar Risalah memuat masalah filsafat ilmu kedokteran. Juga Kitab
Arjuzah Fi Ath Thib yang memuat hal yang sama. Dalam masalah karang mengarang ini, konon

23

Ibnu Sina telah mengarang sekitar 270 jilid kitab dalam dua bahasa, yaitu bahasa Arab dan
Persia. Tetapi bagaimana isi kitab-kitabnya? As Sijistani berkata:
Mereka yang memuji Ibnu Sina sesungguhnya hanya karena latah semata, taqlid kepada
khabar angin dari orang-orang. Padahal jika para pemuji itu sudah pernah membaca kitab
filsafatnya, maka segera kecewa. Jika mereka mau melanjutkan kajian sampai setengah dari
kltab-kitab karangannya, maka mereka akan berbalik membencinya. Apalagi jika semua
karangan Ibnu Sina mereka baca, maka mereka akan menyumpahi dan melaknatnya.
(16) Abul Qasim Amar bin Ali Al Maushilli
Al Maushilli terkenal sebagai thabib ahli mata. Ia orang Arab yang hidup pada masa
khalifah Al Hakim bin Amrillah. Ia meninggal pada tahun 401 H. Al Maushilli pernah tinggal di
Mesir, Irak, Ahaz, Khurasan, dan Palestina. Dalam bidang pengobatan mata, ia meramu sendiri
obat-obatnya. Pada awalnya ia meramu air Azraq. Karena itu, terkenallah istilah Murasih Air
Azraq. Ia juga menciptakan dan menggunakan jarum yang terbuat dari logam. Ia banyak
mengarang buku. Di antara buah penanya yang terkenal adalah kitab Al Muntakhab Fi Ilaaji
Amradlil Ain (Pilihan untuk mengobati penyakit mata). Dalam masalah penyakit mata, Al
Maushilli sangat dikenal di Eropa. Ia boleh dikatakan sebagai peletak dasar opthalmologi Eropa.
Bahkan kitab-kitabnya banyak dipergunakan sebagai bahan rujukan sampai sekarang.
(17) Ali Ibnu Ridwan
Ia seorang thabib di Al Qahirah. Tahun kelahirannya kurang diketahui. Sejarawan hanya
mengetahui tahun meninggalnya yaitu tahun 453 H. Ali Ibnu Ridwan adalah pengkaji ilmu
kedokteran Yunani, khususnya Galen. Ia berkali-kali berdebat melalui surat dengan thabib Ibnu
Buthlan. Ia juga banyak mengarang kitab. Di antara karangannya yang terkenal adalah Maqalat
Fi Anna Jalinus Lam Yakhlut Fi Aqaawilihi Fil Laban (Makalah tentang kebenaran pendapat
Galen tentang air susu). Selain itu, ia juga mengarang tentang penyakit dan cara pengobatan pada
bayi yang dikarangnya secara rinci. Karangan Ali Ibnu Ridwan banyak diterjemahkan orang
Eropa ke dalam bahasa Latin, semisal Kitab Ars Parva.
(18) Ibnu Buthlan
24

Ia seorang thabib Arab yang tinggal di Baghdad. Ia wafat pada tahun 450 H. Ibnu
Buthlan adalah dokter umum yang banyak mengkaji ilmu kedokteran Arab. Ia ahli alkay, fashid
(insisi), ahli bedah, dan kepandaian lainnya. Ia banyak mengkritik Galen. Karena itu, ia harus
berhadapan dengan pengagum dan pengkaji Galen, Ali Ibnu Ridwan. Kitab-kitab Ibnu Buthlan
banyak yang diterjemahkan ke dalam bahasa Latin. Misalnya buku Synopis Tables of
Medicine. Ibnu Buthlan termasuk ke dalam jajaran thabib-thabib besar pada waktu itu.
(19) Ibnu Zuhri
Lahir di Penaflor (Andalusia) pada tahun 436 H dan meninggal tahun 525 H. Ia seorang
thabib khusus (spesialis) ahli mata dan tidak mengutamakan ilmu kedokteran lainnya. Karena itu,
ia berkata bahwa thabib yang tertarik kepada bidang kajian mata, sebaiknya ia tidak berpaling
kepada ilmu kedokteran lainnya. Kitab karangan Ibnu Zuhri yang terkenal adalah Kitab At
Taisir.
(20) Abu Umaran Musa bin Maimun Al Qurthubi
Ia lahir di Qurthubah (Kordoba; Andalusia) pada tahun 529 H dan meninggal tahun 601
H. Ia mengkaji ilmu kedokteran di Mesir, kemudian ia menjadi thabib pahlawan Islam terkenal,
Shalahuddin Al Ayyubi, serta menjadi thabib istana khusus Sultan Al Afdlal. Di antara
karangannya yang terkenal adalah Kitab Fushu lul Qurthubi, As Sumum Wat Taharuz Minal
Adawiyah Al Qattalah, dan Ar Risalah Al Afdlaliyah yang merupakan kitab ilmu jiwa.
(21) Ibnu Al Baithari
Nama panjangnya adalah Abu Muhammad Abdullah bin Ahmad Dliauddin Al Andalusi
Al Maliki Al Usysyab Ibnu Al Bithar. Ia dilahirkan di Malaga (Andalusia) pada tahun 575 H
dan meninggal tahun 646 H. Keahlian Ibnu Al Baithari adalah dalam hal meramu obat dari
tumbuh-tumbuhan (herba). Ia menghimpun aneka rumput-rumputan obat dari Sisilia, Ruz, Azain,
Maghribi (wilayah Marokko sekarang), Aljazair, Tunisia, dan Mesir. Di Mesir ia menjadi thabib
sultan Al Kamil Al Ayyubi sampai pada masa pemerintahan sultan Najmuddin Al Ayyubi. Ia
pernah berkelana ke Damaskus dan Figria, sambil mencari rumput-rumputan obat.

25

Ibnu Al Baithari banyak sekali mengarang buku. Di antara kitab-kitab karangannya


antara lain adalah Qamus Al Jami Li Mufradatil Adwiyah Wal Aghdiyah yang memuat
berbagai macam obat-obatan. Kitabnya yang terkenallainnya adalah Al Mughanni Fil Adwiyah
Al Mufradah yang memuat cara pengobatan bagian-bagian tubuh yang sakit; ringkas tetapi
jelas.
(22) Al Qawafi
Ia seorang thabib Andalusia abad kelima Hijriyah. Ia mengkaji ilmu kedokteran pada
lembaga pendidikan kedokteran di sana, dan terakhir memperdalam ilmu pengobatan itu di
Isybilia. Al Qawafi ahli di bidang anatomi mata, obat-obatan mata, dan berbagai macam penyakit
mata. Karena itu ia lebih dikenal sebagai dokter mata.
(23) Hasday bin Shafrut
Ia lahir pada pada abad keempat Hijriyah. Ia bangsa Yahudi. Hasday bin Shafrut
mengkaji ilmu kedokteran di Qurthubah, tempat kelahirannya. Ia aktif menterjemahkan dan
mengembangkan kitab Materia Medica karangan Dioscurides ke dalam bahasa Arab. Sebab, ia
menguasai beberapa bahasa, yaitu bahasa Ibrani, Arab, Yunani, Mor, Spanyol, dan Latin.
(24) Ibnu Juljul
Ia seorang thabib di Qurthubah. Ibnu Juljul banyak mengarang buku-buku dan risalah
ilmu kedokteran. Konon, ia seorang ahli anatomi manusia.
(25) Ibnu Wafid
Ia hidup pada abad kelima Hijriyah di Andalusia. Ia mengarang kitab Jami Ath Thib
yang kemudian diterjemahkan ke dalam babasa Latin menjadi DeMedicinis Universalibus et
Particularibus oleh orang Eropa.
(26) Ibnu Bajah Al Tujibi

26

Nama panjangnya adalah Abu Bakar Muhammad Ibnu Yahya Ash Shaigh Ibnu Bajah Al
Tujibi. Ia berasal dari kabilah Al Tujib. Lahir di Saragosa kira-kira tahun
480 H dan meninggal tahun 533 H. Ibnu Bajah Al Tujibi adalah lulusan sebuah perguruan tinggi
Saragosa. Ia seorang thabib, filosof, dan orang yang menguasai 12 bidang keahlian ilmu
pengetahuan lainnya. Ia juga seorang pengarang. Kebanyakan karangannya berisi filsafat,
sebagian lainnya adalah ilmu kedokteran dan ilmu jiwa. Profesi yang tetap adalah dokter di
Sevilla dan sekaligus sebagai seorang filosof. Namun dari faham-fahamnya, ia dianggap sebagai
ahli bidah. Karena itu, kehidupannya tidak tenteram. Akhirnya ia kedapatan mati minum racun
buatan thabib Az Zuhri.
(27) Ibnu Tufail
Nama panjangnya adalah Abu Bakar Muhammad Ibnu Abdulmalik Ibnu Muhammad
Ibnu Tufail. Dalam praktek dokternya, ia dikenal dengan nama thabib Abu Bakar dari Granada.
Lahir pada tahun 500 H dan meninggal tahun 580 H. Ia menjabat thabib pemerintah sampai
tabun 578 H yang kemudian digantikan oleh Ibnu Rusydi. Ibnu Tufail banyak mengarang buku,
terutama buku filsafat, sastra, dan sedikit buku ilmu kedokteran.
(28) Ibnu Habal Al Bagbdadi
Nama panjangnya adalah Ibnu Habal Muhazhzhabuddin Ali Ibnu Ahmad Abul Hazem Al
Baghdadi. Ia lahir di Baghdad tahun 519 H dan meninggal di Maushil tahun 610 Hijriyah.
Tempat praktek dokternya ada di Mardin dan Maushil sebagai dokter anak dan kandungan. Ia
banyak mengarang buku. Di antara kitab-kitabnya yang terkenal adalah Mukhtarat fi Ath Thib
yang berisi tentang kebidanan, cara-cara merawat bayi, makanan yang sehat bagi bayi, dan
penyakit-penyakit yang biasa menyerang bayi; dan kitab Asy Syifa Wa Ad Dawa yang berisi
tentang masalah obat-obatan dari ramuan herba dan kimiawi.
(29) Ibnu Rusydi
Nama lengkapnya adalah Abu Al Walid Muhammad Ibnu Muhammad Ibnu Rusydi.
Lahir di Qurthubah pada tahun 520 Hijriyah. Ayahnya seorang fuqaha dan qadli di Qurthubah. Ia

27

seorang thabib yang menjadi murid Ibnu Zora. Ia pernah menjabat sebagai thabib pemerintah.
Tetapi Ibnu Rusydi lebih dikenal sebagai filosof daripada seorang thabib. Kebanyakan buku
karangannya adalah dalam perkara filsafat. Salah satu karangannya dalam ilmu kedokteran yang
terkenal adalah Kulliyat fi Ath Thib berjumlah 16 jilid.
(30) Abul Mani Al Haruni
Nama lengkapnya adalah Abul Mani Ibnu Abi An Nashar Al Aththar Al Israili Al
Haruni. Ia hidup di Mesir pada abad keenam Hijriyah. Ia seorang thabib ahli obat-obatan yang
konon masih mempunyai garis keturunan dengan thabib-thabib bangsa Yahudi terkenal masa
lalu. Tahun 658 Hijriyah, ia telah mengarang kitab Minhaju Ad Dustur Al Ayan fi Amal Wa
Tarakibi Al Adwiyah An Nafiah li Al Abdan yang berisi tentang ramuan (cara meracik) obatobatan dan peraturan cara mengurus apotik.
(31) Ibnu Al Quff Abu Faraj.
Ia seorang dokter dan ilmuan yang menguasai beberapa bidang ilmu. Lahir tahun 619 H
dan meninggal tahun 685 H. Beberapa kitab karangannya yang terkenal antara lain Asy Syafi fi
Ath Thib, Kitabul Umdah fi Shinaatil Jarrah, dan Kitabu Jamiil Faradl fi Hifzhish Shihhah
wal Maradl.
(32) Uraib Ibnu Saad Al Qurthubi
Ia seorang thabib dari Qurthubah (Kordoba; Andalusia). Di antara karangannya adalah
kitab Kalqul Janin wa Tadbirul Huba La wal Mauluddin. Dalam kitab ini, Uraib Ibnu Saad Al
Qurthubi menguraikan tentang proses terjadinya janin di dalam kandungan dan cara
pemeliharaannya.
(33) Ali Al Fairuzi
Ia seorang thabib bangsa Persia yang lahir di Fairuz (Persia). Ia mengarang kitab Tarikh
Ath Thib dan Kitab An Naas.

28

(34) Ahmad Ibnu Billah Al Junaidi


Ia seorang thabib yang pada awalnya mengikuti metode Ibnu Sina. Tetapi setelah ia
mengetahui kerusakan faham aqidah Ibnu Sina, ia kemudian membakar kitab Asy Syifa, lalu
mempelajari cabang kedokteran yang lain.
(35) Ibnu-Nafis Ali bin Abi Hazem Ad Damsyiqi
Sebagai seorang thabib, ia bermukim di Qahirah. Wafat pada tahun 687 Hijriyah. Kitabkitab karangannya antara lain Maujazul Qanun, Kitab Syarhu Tasyrihi Qanun Ibnu Sina, dan
Al Kitabul Samil fi Ath Thib. Ia menolak ilmu anatomi yang berasal dari Galen,juga menolak
faham-faham Ibnu Sina.
(36) Ibnu Abbin An Nandiri
Ia seorang thabib dan sekaligus pengemban dakwah. Tahun kelahiran dan kematiannya
tidak tercatat dalam sejarah. Ibnu Abbin banyak mengkaji ilmu kedokteran Persia, India
(Hindustan), Tabiti, Arab, dan Yunani. Di antara kitab-kitab karangannya, antara lain Kitab Asy
Syifa, Akhlaq Ath Thib. Makalah tentang masalah khamr dan As Sum (racun), dan
sebagainya. Keahliannya antara lain adalah dokter umum, ahli ramuan obat-obatan herba,
sejarawan kedokteran, dan juga pengarang cerita.
(37) Muhammad bin Utsman Ibnu Al Khatib
Lahir pada tahun 713 Hijriyah dan meninggal tahun 766 Hijriyah di Andalusia. Ada
kasus yang menyebabkan Al Khatib menjadi terkenal. Suatu saat di Eropa berjangkit wabah
Demam Hitam (Black Fever) yang merenggut nyawa ribuan orang. Para rahib Nashrani
mengklaim bahwa ini adalah penyakit kutukan. Namun setelah Al Khatib menelusuri dan
menelitinya dengan cermat, maka ia mengambil kesimpulan bahwa mereka yang jadi korban
adalah orang- orang yang pada tubuhnya dipenuhi dengan daki. Ternyata orang Eropa jarang
mandi dan tidak memakai sabun. Daki itulah tempat bersarangnya kuman-kuman berbahaya.
Kemudian thabib-thabib Muslim lantas menyebarkan pembersih tubuh (sabun) yang ketika itu
29

belum dikenal di Eropa. Orang Eropa menyebutnya dengan nama Soap yang sesungguhnya
berasal dari bahasa Arab Suf yang berarti Pembersih. Kitab thabib Al Khatib yang terkenal
antara lain Al Hawari yang kemudian diterjemahkan ke dalam bahasa Latin menjadi
Epidemie.
(38) Ibnu Khatimah
Ia meninggal pada tahun 771 Hijriyah. Ia seorang thabib ahli penyakit menular
(epidemiolog). Karangannya kebanyakan melanjutkan telaah-telaah yang telah dirintis oleh Ibnu
Al Khatib.
(39) Abu Khaer As Sirafi
Ia thabib ahli obat yang berasal dari kota Siraf (Persia). Ia menyusun kamus obat-obatan
yang dibaginya dalam bab-bab tentang obat-obatan ringan, sedang dan keras. Dalam kitabnya
itu, ia menghimbau agar obat-obatan yang keras hanya ada di tangan thabib ahli obat saja
(apoteker), jangan diperjualbelikan secara bebas di apotik.
(40) Muhammad bin Aslam Al Ghafiqi
Ia wafat pada tahun 991 Hijriyah. Ia seorang thabib spesialis penyakit mata. Kitabnya
yang terkenal adalah Al Mursyid fi Al Kuhal. Di dalamnya ia menerangkan tentang anatomi
mata, tasmak, warna-warna yang baik bagi mata (yakni biru langit, hitam, biru dan ungu), warna
yang buruk bagi mata (yakni sumber yang memancarkan sinar warna merah, ungu, putih dan
kuning, atau lain-lain). Selain itu, ia juga menjelaskan tentang obat-obatan dan cara meraciknya,
makanan dan minuman, tidur dan bangun, penyakit dan gejalanya, serta yang lain-lainnya.
(41) Daud Al Antaki
Ia dilahirkan di Antiokia. Ia thabib ahli lashah (fisioterapi), ahli meramu obat (apoteker)
dan ahli ilmu jiwa (An Nafs). Keahliannya itu menyebabkan ia diberi gelar Thabib Hazhiq Al
Wahid. Ia banyak mengarang kitab. Kitabnya yang terbesar adalah Tazhkiratu Ulil Albab Wal
Jami lil Ujbil (Tazhkiratu Ulil Daud) yang memuat lebih dari 2000 macam obat-obatan.

30

Dalam perkembangan sejarah kedokteran, berikut adalah Dokter-dokter (Thabib-thabib)


ahli sunnah, antara lain :
1.) Muhammad ibnu Ahmad ibnu Ayyub ibnu Saaduddin Hafidz, ibnu al-Qayyim al
Jauziah ad-Dimasyqi
2.) Abdurrahman bin Muhammad bin Muhammad as-sindi.
3.) Ali akbar al-Andalusi
4.) Lukman Hakim Jawad
5.) Ibnu Syamsuddin
6.) Zakaria al-Qazwani
7.) Ibnu Mursyid
8.) Ramadlan Basyir
9.) Ahmad Ibnu Rumman ibnu Natan ibnu abd-ur-Rahman ibnu Mashum ibnu Utsman
as-Syahrani

D.

10.)

Addah Tsabit Penshabi

11.)

Luqman al-Hakim ali al-Gharimi

12.)

Ahmad Fuad ibnu Ali Ghuri

13.)

Tasyrif Amin

14.)

Lulu Aini

Warisan-Warisan Peradaban Islam Dalam Bidang Kedokteran


Era kejayaan Islam, kegiatan kedokteran semakin maju pesat. Dokter-dokter Islam sangat

berjasa dengan kontribusinya pada dunia ilmu kedokteran. Hal ini dapat dilihat melalui
penemuan-penemuan mereka dalam menganilisis dan menemukan penyakit beserta obat
penawarnya, cara-cara pengobatan, institusi-intitusi pengobatan maupun pendidikan, serta
bangunan-bangunan lembaga tang berdiri kokoh hingga sekarang. Dibawah ini akan dipaparkan
warisan-warisan Islam yang dijelaskan diatas.
Penemuan-penemuan Islam Dalam Bidang Medis
1. Urologi, Bakteriologi, Anesthesia, Surgery, Ophthamology, Psikoterapi

31

Salah satu penemuan Islam yang juga diungkap oleh karya-karya Barat dalam bidang medis
adalah Urologi. Urologi merupakan cabang ilmu kedokteran yang khusus menangani tentang
penyakit ginjal dan saluran kemih serta alat reproduksi. Mengenai cabang ilmu ini ditulis dalam
kitab Prof. Rabie E Abdel-Halim, bertajuk Paediatric Urology 1000 Years Ago. Dikitab ini
disebutkan keberhasilan dunia kedokteran muslim pada seratus tahun seribu tahun silam dalm
bidang Urologi.
Dalam ilmu Urologi dikaji oleh empat dokter Islam dalam karyanya masing-masing. Kitab
keempat dokter tersebut ialah Kitab al-Hawi fi al-Tibb karya al-Razi, Risalah fi Siyasat as-Sibian
wa- Tadbirihim, karya Ibnu al-Jazzar, kitab at-Tasrif li-man Ajiza an at-Talif, karya AlZahrawi, dan Al-Qanun fi at-TIbb, karya Ibnu Sina. Dalam Urologi ini, mereka membahas dan
menganalisis penyakit ginjal dan yang lainnya dengan gejala-gejal yang timbul tentunya. Mereka
berhasil mengembangkan warisan-warisan ilmu medis YUnani dan menciptakan penemuan baru.
Cabang-cabang Ilmu kedokteran yang tidak bias saya jelaskan semuanya dari ilmuwan
Islam, diantaranya Anesthesia, Surgery, Ophthamology, Psikoterapi. Bakteriologi, Ilmu yang
mempelajari kehidupan dan klasifikasi bakteri. Dokter Muslim yang banyak memberi perhatian
pada bidang ini adalah Al-Razi serta Ibnu Sina. Anesthesia, suatu tindakan menghilangkan rasa
sakit ketika melakukan pembedahan dan berbagai prosedur lainnya yang menimbulkan rasa sakit
pada tubuh. Ibnu Sina tokoh yang memulai mengulirkan ide menggunakan anestesi oral. Ia
mengakui opium sebagai peredam rasa sakit yang sangat manjur.
Surgery, Bedah atau pembedahan adalah adalah spesialisasi dalam kedokteran yang
mengobati penyakit atau luka dengan operasi manual dan instrumen. Dokter Islam yang berperan
dalam bedah adalah Al-Razi dan Abu al-Qasim Khalaf Ibn Abbas Al-Zahrawi. Ophthamology,
cabang kedokteran yang berhubungan dengan penyakit dan bedah syaraf mata, otak serta
pendengaran. Dokter Muslim yang banyak memberi kontribusi pada Ophtamology adalah lbnu
Al-Haytham (965-1039 M).
Selain itu, Ammar bin Ali dari Mosul juga ikut mencurahkan kontribusinya. Jasa mereka masih
terasa hingga abad 19 M. Psikoterapi, serangkaian metode berdasarkan ilmu-ilmu psikologi yang
digunakan untuk mengatasi gangguan kejiwaan atau mental seseorang. Dokter Muslim yang
menerapkan psikoterapi adalah Al-Razi serta Ibnu Sina.
32

2. Aneka Metode Terapi dalam Medis Islam


Kometerapi, Krometerapi, Hirudoterapi
Kometerapi adalah metode peratan penyakit dengan menggunakan zat kimia untuk
membunuh sel penyakit kangker. Perawatan ini berguna untuk menghambat kerja sel. Dalam
penggunaan modernnya, istilah ini merujuk kepada obat antineoplastik yang digunakan untuk
melawan kangker. Kometerapi pertama kali dikenalkan oleh dokter legendaris muslim, Al-Razi.
Al-Razi merupakan dokter pertama yang memperkenalkan penggunaan zat-zat kimia dan obatobatan dalam penyembuhan. Zat-zat itu meliputi belerang, tembaga, merkuri, garam arsenik, sal
ammoniac, gold scoria, ter, aspal dan alcohol.
Krometerapi merupakan metode perawatan penyakit dengan menggunakan warna-warna.
Terapi ini merupakan terapi suportif yang dapat mendukung terapi utama. Menurut praktisi
krometerapi, penyebab dari beberapa panyakit dapat diketahui dari pengurangan warna-warna
tertentu dari system dalam menusia. Terapi ini dikembangkan oleh Ibnu Sina. Ia mampu
menggunakan warna sebagai salah satu bagian paling penting dalam mendiagnosa dan
perawatan. Seperti yang telah ia ungkapkan dalam kitabnya, The Canon of Medicane, warna
merupakan gejala yang nampak dalam penyakit.
Hirudoterapi merupakan terapi penyembuhan penyakit dengan menggunakan pacet/lintah
sebagai obat untuk tujuan pengobatan. Metode terapi ini juga diperkanalkan oleh Ibnu Sina
dalam karya yang sama. Tapi dalam kemajuannya, pengobatan dengan lintah inidiperkenalkan
lagi oleh Abdel-Latief pada abad ke-12 M. yang kurang lebih menulis bahwa lintah dapat
digunakan untuk membersihkan jaringan penyakit setelah operasi pembedahan.
Metode-metode ini banyak disadur dan dikembangkan dalam dunia modern. Hingga istilah
dan penyebutannya pun berbeda. Misalnya, kometerepi, di dunia modern bisa digunakan
kombinasi sitostika dan disebut regimen kometerapi. Padahal sebelumnya penggunaan
kometerapi digunakan satu jenis saja. Kometerapi pertama modern adalah asrsphenamine karya
Paul Ehrlich, sebuah Arsenic komplel ditemukan pada tahun1909 dan digunakan untuk merawat
sipilis. Dan tentunya masih banyak lagi metode terapi atau cara pengobatan lain dari khaazanah
ilmu kedokteran Islam.

33

Institusi-Institusi dan Sistemnya


1. Pendidikan
Abad ke-12 dan ke-13 gelombang besar melanda aktivitas kedokteran, ketika para dokter
dari seluruh dunia Muslim mengejar karir institusi medis di Damaskus dan Kairo. Karena sudah
banyak Rumah Sakit yang didirikan dan memerlukan lebih banyak dokter dalam
pengoprasiaanya. Rujukan pertama dalam mendapatkan ilmu kedokteran adalah Institusi
pendidikan seperti madrasah (sekolahan).
Di Damaskus abad ke-13, Muhadzadzab al-Din al-Dakhwar membuat sebuah sekolahan
dalam rangka pengajaran kedokteran eksklusif.Sekolah tersebut disambut gembira oleh
pemimpin otoritas keagamaan kota tersebut. Ada yang mengatakan, sekolah kedokteran pertama
yang dibangun umat Islam sekolah Jindi Shapur. Khalifah Al-Mansur dari Dinasti Abbasiyah
yang mendirikan kota Baghdad mengangkat Judis Ibn Bahtishu sebagai dekan sekolah
kedokteran itu. Pendidikan kedokteran yang diajarkan di Jindi Shapur sangat serius dan
sistematik.
Pendirian Madrasah sebagai lembaga pendidikan yang tidak hanya mempelajari bidang
keagamaan, mulai gencar pada abad ke-14 pada era Usmaniah hingga Sultan Muhammad
berkuasa. Madrasah tersebut banyak mencetak yang tidak hanya ulama, tapi seorang ilmuwan.
Dokter-dokter pun banyak terlahir dalam pendidikan ini. Pendidikan era Usmani ini, mempunyai
konsep dan metode khusus dalam mendidik tenaga medis, selain sudah memiliki tabib, yang
dikenal spesialis penyakit pada era itu.
Ternyata dalam era Usmani, pendidikan kedokteran tidak hanya dilakukan di gedung
sekolahan, tapi juga di sebuah Rumah Sakit yang memang ada khusus tempat didik calon dokter.
Bedanya dengan madraah, di RS tidak hanya diajari teori-teori seputar kedokteran, tapi juga
praktek medis langsung. Sedangkan Madrasah lebih banyak mempelajari seluk beluk kedokteran
secara teoritis.
Sekolah Tiinggi Kedokteran
Hampir semua rumah sakit bessar mempunyai sebuah musholla dan sebuah lembaga
kedokteran, berupa sekolah kedokteran menengah dan sekolah kedokteran tinggi atau kuliah
34

kedokteran (Kulliyyat ath-thibb). Dari kata kuliah ini dilatinkan menjadi Culigat dan disalin
dalam bahasa inggris menjadi college. Sekolah kedokteran menengah menghasilkan perawatperawat muslim yang taat dan pembantu-pembantu apoteker jika mereka lulus mendapat ijazah
pembantu thabib atau pembantu apoteker, tergantung kajian jurusannya.
Perkuliahan di lembaga kedokteran tinggi dilakukan secara terbuka, yang dalam
perkuliahannya tidak mengkhususkan diri dalam satu tempat, adakalanya mereka mengadakan
kuliah di masjid, tetapi dalam kuliah tasyrih (anatomi) dan faal (fisiologi) dilaksanakan dalam
ruangan khusus. Mahasiswa Lembaga kedokteran tinggi tidak lebih dari lima belas orang.
Mereka berpraktek dib alai-balai pengobatan rumah sakit dan di terjunkan pada masyarakat
sambil menyiarkan islam. Adapun sekolah kedokteran tinggi atau Kulliyat ath-thibb,
perkuliahannya itu tertutup, yaitu hanya mempunyai tempat khusus dan mahasiswanya pun
banyak. Ijazah keduanya bernilai sama terbagidua, yaitu ijazah pemula sarjana jika lulus kuliah
tiga sampai empat tahun. Diberi gelar Bibaq al-riwaya dalam lisan latin menjadi bacalareus, dan
dalam lisan inggris menjadi bachelor. Para lulusan berijazah sarjana pemula disebut Naib atThabib dan diterjemahkan menjadi Doctorandus Medicus. Mereka belum diperbolehkan untuk
berpraktek. Tetapi harus kuliah kembali dua sampai tiga tahun, setelah lulus mereka di beri
ijazah Thabib al-Am. Kelak mereka diperbolehkan belajar kembali di lembaga untuk
mengambil bidang kedokteran yang disukainya.
2. Rumah Sakit
Rumah sakit merupakan salah satu prestasi institusional terbesar masyarakat Islam abad
pertengahan. Antara abad ke-9 dan ke-10 lima RS dibangun di Baghdad. Rumah sakit paling
terkenal adalah RS Adudi yang dibangun di bawah pemerintahan Buyudiyah pada tahun 982.
Setelah periode ini jumlah RS meningkat signifikan. Ketika institusi terkenal seperti RS Nuri di
Damaskus (abad ke-12), dan RS al-Mansuri di Kairo (abad ke-13) dibangun bersamaan dengan
RS lain di Qayrawan, Mekkah, Madinah, dan Rayy. Institusi-intitusi medis terbuka bagi semua
orang yang memerlukan pengobatan atau obat. Tidak memandang gender, ras, kelas, orang
miskin atau kaya, agama. Perawatan medis bergerak secara bergilir ke pelosok-pelosok desa dan
juga melayani pengobatan para narapidana. System peraturan dan menageman RS juga telah
diterapkan. Dengan adanya pemisahan antara pasien wanita dan laki-laki, jadwal kerja para

35

dokter, terdapat seorang administrator kepala, seorang kepala setaf yang juga memiliki
wewenang menjalankan operasi medis.
Beberapa RS tersedia tempat pendidikan, perpustakaan dan juga ruang-ruang khusus operasi
atau pembedahan. Regulasi yang telah terorganisasikan secara sistematis, juga didukung dengan
sarana-sarana lainnya. Seperti Muhtasib (supervisor pasar) yang merupakan pegawai public,
berwenang untuk memberikan perlindungan melawan praktek curang. Manual hisbah (supervise
pasar), disusun untuk menjelaskan kewajiban muhtasib.
Dalam RS lebih maju terdapat berbagai fasilitas seperti apa yang telah dijelaskan. Termasuk
apotek (toko obat) khusus untuk melayani pembelian obat masyarakat umum. Berbicara
mengenai apotek, Islam juga mewarisi apotek-apotek yang dibangun oleh apoteker Islam zaman
dulu. Sharif Kaf al-Ghazal dalam tulisannya bertajuk The Valueble contributions of Al-Razi in
the History of pharmacy during the middle Ages, mengungkapkan, apotek pertama di dunia
berdiri di kota Baghdad pada tahun 754 M. Saat itu Baghdad sudah menjadi Ibu kota
Kekhalifahan Abbasiyah.
Selain itu, peradaban Islam juga merupakan pendiri sekolah farmasi pertama. Dengan
berkembangnya ilmu farmasi yang begitu cepat membuat apotek atau toko-toko obat tumbuh
berdiri di kota-kota Islam. Hampir di setiap RS besar dilengkapi dengan apotek instalasi
farmakologi. Bahkan di era Abbasyiah, para ahli-ahli obat mempunyai apotek sendiri
dirumahnya dan menggunakan keahliannya untuk meracik, menyimpan aneka obat-obatan
sendiri. Pemerintah Islam juga mendukung pembangunan dibidang farmasi, dengan tujuan
adanya selektifikasi atau ketelitian dalam obat.
Secara bersamaan, praktek sosial medis ini menjadikan kedokteran Islam berada pada satu
tingkatan yang tak terprediksikan dalam sejarah yang selanjutnya memberi kontribusi pada
perkembangan tradisi medis Timur maupun Barat.
Etika Kedokteran
Dalam praktek pengobatan dan perawatan pada pasien perlu diterapkan etika. Para dokter
harus memiliki sikap tersebut dalam menjalankan profesinya itu. Karena itu sangat berpengaruh
pada keberhasilannya dalam menyembuhkan pasien. Selain sikap itu khusus untuk menjaga
36

nama baik atau keprofesionalan seorang dokter, sikap-sikap etis dokter juga berkaitan dengan
psikologi pasien. Bagaimana seorang dokter mampu menciptakan suasana, menciptakan rasa
percaya diri untuk sembuh dan sebagainya.
Profesi dokter yang disandang seseorang, sangat terhomat di mata pasiennya. Oleh karena itu
untuk menjaga kehormatan, nama baik maupun keharmonisan antara dokter dan pasiennya, perlu
diterapkan sikap-sikap etis yang diemban para dokter. Berangkat dari situ, tradisi kedoteran para
era kejayaan Islam menetapkan peraturan atau kode etik harus diemban oleh para dokter. Hingga
era kekhalifahan Usmani peraturan berjalan sangat ketat. Para dokter muslim diwajibkan
memegang teguh etika kedokteran dalam mengobati pasiennya.
Akdeniz (sari) N mengatakan dalam karyanya, Osmanlilarda Hekim ve Hekimlik Ahlaki
(Dokter Ottoman dan Etika Kedokteran), setiap dokter harus mematuhi etika kedokteran dalam
setiap tindakannya. Menurut is secara garis besar ada empat hal yang harus dipegang teguh oleh
para

dokter

di

era

kekhalifahan

Turki

Usmani,

yaitu

kesederhanaan/kesopanan,

kepuasan,harapan dan kesetiaan. Akdeniz juga berpendapat berdasarkan catatan para tokoh di
zaman Turki Usmani, etika kedokteran mengatur dokter saat berinteraksi dengan pasiennya.
Nilai kesopanan dalam kutipan Akdeniz, tercermin dari sikap seorang dokter bijak abad 16
M zaman Turki Usmani yang bernama Nidai. Nidai menasehati pasiennya ketika memuji dirinya
setelah berhasil menyembuhkan, bahwa Allah-lah yang sebenarnya menyembuhkan. Nilai
kesetiaan disarankan dokter terkemuka era Turki, Vesim Abbas bahwa dokter harus setia dengan
pasien dalam pengobatannya walaupun pasien bertindak tidak baik.
Dalam nilai kepuasan ia juga menuturkan bahwa seorang dokter harus merasa puas terhadap
keberhasilannya mengobati dan menyembuhkan pasien tanpa ambisi mendapatkan uang. Begitu
juga rasa optimisme, seorang dokter tidak boleh menyebabkan pasiennya mengalami
keputusasaan. Seperti yang diajarkan dokter abad 15 M, Ibnu Shareef, dokter harus
mengembangkan dan menumbuhkan rasa optimisme para pasiennya. Bahkan tidak boleh
memberitahukan terkait kematiannya.
Tapi dalam karyanya, Tip Deontolojisi Prof. Nil tampaknya menunjukkan kesayanga.
Menurut Prof. Nil dizan modern ini, telah terjadi perubahan yang begitu besar. Akibat pesatnya
perkembangan pengetahuan dan teknologi medis Akibatnya nilai-niai moral yang dipegang teguh
37

dokter mulai terkikis dan tergantikan dengan nilai-nilai baru. Berbeda dengan ungkapan
Beauchamp LT dalamkarya Childress FJ: Principless of Biomedical Ethics, pada abad ke-20 M,
kemajuan besar telah dicapai dibidang studi etika medis. Etika medis saat ini terkonsentrasi pada
pemecahan pilihan moral sesuai dengan prinsip-prinsip etika dan peraturannya.
Pengaruh Kedokteran Islam terhadap kedokteran modern
Empat hal yang disebut-sebut berkaitan dengan kedokteran Islam
(1) kebiasaan sehat Rasulullah seperti puasa sunah, tidak makan sebelum lapar, berhenti
sebelum kenyang, dll;
(2) mengkonsumsi madu atau habatussaudah
(3) bila sampai sakit, terapinya adalah bekam;
(4) untuk penyakit karena pengaruh sihir dilakukan ruqyah syariyah.
Ilmu kedokteran Islam didefinisikan sebagai ilmu pengobatan yang model dasar, konsep,
nilai, dan prosedur- prosedurnya sesuai atau tidak berlawanan dengan Al-Quran dan As-Sunnah.
Prosedur medis atau alat pengobatan yang digunakan tidak spesifik pada tempat atau waktu
tertentu. Ilmu kedokteran Islam itu universal, mencakup semua aspek, fleksibel, dan
mengizinkan pertumbuhan serta perkembangan berbagai metode investigasi dan pengobatan
penyakit.
Dengan demikian, penyederhanaan seperti di atas merupakan hal yang tidak mutlak dapat
dibenarkan, walaupun cara-cara pengobatan yang disebut-sebut berkaitan dengan kedokteran
Islam tersebut merupakan bagian dari kedokteran Islam itu sendiri. Bahkan, bisa dikatakan
bahwa life style dan pedoman hidup sehat yang dicontohkan oleh Rasulullah adalah kebenaran
hakiki yang tidak diragukan manfaatnya bahkan dalam penelitian modern lambat laun diketahui
manfaat medisnya melalui berbagai penelitian.

38

Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi
orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan Dia banyak menyebut
Allah. (QS. Al- Ahzab: 21)
Pada ayat di atas ditegaskan, bahwa segala hal yang dicontohkan oleh Rasulullah SAW
merupakan teladan yang baik, tidak terkecuali dalam hal pengobatan dan kedokteran. Banyak
sunnah-sunnah Rasul yang setelah diteliti lebih lanjut, ternyata terbukti memberikan manfaat.
Orang yang melakukan wudhu dengan baik, termasuk di dalamnya
melakukan istinsyaq (menghirup air lewat hidung) dan istintsar (mengeluarkan air yang
dihirup lewat hidung), menurut hasil penelitian Prof. DR. Syahathah dari bagian THT Fakultas
Kedokteran Universitas Alexandria, istinsyaq dapat membersihkan hidung dari kuman-kuman
dan istintsar dapat mengeluarkan kuman tersebut sehingga mengurangi terjadinya infeksi hidung.
Begitu pun dengan cara pengobatan misalnya dengan menggunakan madu. Menurut
hadits yang diriwayatkan oleh Bukhari madu yang sangat dianjurkan oleh Rasulullah telah
terbukti kebenarannya, telah mendemonstrasikan bahwa madu dari tumbuhan Leptospermum
Scoparium memiliki aktivitas antibakteri yang tinggi, bahkan tim dokter Divisi bedah plastic
RSCM meneliti lebih lanjut efek anti bakteri tersebut mendapatkan hasil bahwa tiga jenis bakteri
yang terkenal berbahaya yaitu, Pseudomonas sp, Stapilococus sp serta bakteri yang terkenal
karena kebal terhadap berbagai antibiotic, MRSA (methicillin-resistant stapilococus aureus)
ternyata dapat dimatikan oleh madu.
Kedokteran Islam Modern
Diriwayatkan oleh Abu Hurairah bahwa Nabi SAW bahwa Nabi SAW telah
memerintahkan dokter melakukan pembedahan perut pada seorang laki-laki yang mempunyai
penyakit kronis pada perut. . Dokter itu berkata Ya Rasulullah, mungkinkah seni kedokteran
membantu dalam hal ini? Nabi menjawab Jika jenis pengobatan ini terbukti berhasil, maka
metode pengobatan ini hendaklah dipakai di sini.
Rasulullah tidak melarang pengobatan modern, malahan memberikan pengajuran yang
kuat padanya, beberapa hadits lain juga menerangkan bahwa Rasulullah pernah memanggil
39

dokter untuk pengobatan salah satu sahabat Anshar yang mengalami pendarahan internal, bahkan
Rasulullah ketika menjelang wafatnya, beberapa dokter baik Arab maupun non Arab selalu
datang selalu datang serta duduk di samping beliau dan mengobati beliau.
Penyederhanaan kedokteran Islam menjadi kedokteran nabi sesungguhnya juga tidak
terjadi pada masa-masa kejayaan Islam. Pada saat itu kaum muslimin secara sadar melakukan
penelitian-penelitian ilmiah di bidang kedokteran secara orisinal dan memberikan kontribusi
yang luar biasa di bidang kedokteran. Era kejayaan Islam telah melahirkan sejumlah tokoh
kedokteran terkemuka, seperti Al-Razi, Al-Zahrawi, Ibnu-Sina, Ibnu-Rushd, Ibn-Al-Nafis, dan
Ibn- Maimon.
Ibnu Sina misalnya, dokter kelahiran Persia yang telah menghafal al Quran sejak usia
lima tahun ini, tidak hanya dikenal sebagai Bapak kedokteran Islam, dunia pun menyebutnya
sebagai Bapak Kedokteran dunia. Tidak berlebihan, karena perkembangan dunia kedokteran
awal tidak bisa terlepas dari nama besar Ibnu Sina. Ia juga banyak menyumbangkan karya-karya
original dalam dunia kedokteran. Dalam Qanun fi Thib misalnya, ia menulis ensiklopedia dengan
jumlah jutaan item tentang pengobatan dan obat-obatan. Ia juga adalah orang yang
memperkenalkan penyembuhan secara sistematis, dan ini dijadikan rujukan selama tujuh abad
lamanya. Ibnu Sina pula yang mencatat dan menggambarkan anatomi tubuh manusia secara
lengkap untuk pertama kalinya. Ia pun adalah orang yang pertama kali merumuskan, bahwa
kesehatan fisik dan kesehatan jiwa ada kaitan dan saling mendukung.
Kedokteran: Potret Kekinian
Tidak ada penyakit yang Allah ciptakan, kecuali Dia juga menciptakan cara penyembuhannya
(HR Bukhari).
Keyakinan ini, hendaknya memotivasi para dokter untuk senantiasa menggali dan
mengembangkan ilmu kedokterannya serta mengambil hikmah yang terkandung di dalamnya.
Mengobarkan semangat para praktisi kesehatan Nabi (thibbun nabawi) untuk menggali teladanteladan dari pola hidup Rasulullah SAW dan mulai melakukan penelitian sehingga kedokteran
Nabi ke depannya akan menjadi kedokteran yang terbukti keilmiahannya, diterima secara global

40

dan bisa jadi menjadi pintu masuk hidayah bagi dokter-dokter barat yang memiliki kecintaan
pada bidang kedokteran ini.
Namun dikotomi yang terjadi dewasa ini, telah membuat jarak yang jauh antara
kedokteran modern dan thibbun nabawi. Sehingga ketika disebut kedokteran Islam identik
dengan thibbun nabawi saja. Bahkan yang lebih mengkhawatirkan, terjadi hubungan antagonistis
antara kedokteran modern dengan kedokteran nabi. Tidak jarang kita temukan, seorang pasien
yang berobat kepada dokter modern, dan si dokter mencela kedokteran cara nabi begitu pun
sebaliknya banyak kita temukan orang yang mengaku sebagai praktisi pengobatan nabi
mempengaruhi pasien akan dampak negatif kedokteran modern, yang lebih menakutkan ada
kalanya si praktisi kedokteran nabi tersebut jatuh ke dalam tahap fitnah terhadap kedokteran
modern, padahal seharusnya para praktisi kedokteran nabi tidak hanya mengobati pasien dengan
sunnah yang diajarkan Rasul SAW, tetapi juga mencontohkan melalui perilakunya sendiri.
Idealnya, seorang yang melakukan praktek kedokteran dalam kedokteran Islam, baik itu
dokter modern ataupun praktisi thibbun nabawi hendaklah berperan deliberative (sebagai guru
yang memberitahu pasien apa yang harus dikerjakan dan mengapa hal itu harus dikerjakan)
sehingga hubungan dokter pasien atau praktisi kesehatan dan pasien menjadi efektif untuk
penyembuhan pasien.
Bagi seorang dokter dalam melaksanakan tugasnya berlaku Aegroti Salus Lex uprema
yang berarti keselamatan pasien adalah hukum yang tertinggi jika pengobatan nabi merupakan
pengobatan yang dapat menyembuhkan pasien, maka tidak ada salahnya jika seorang dokter
menyarankan melaksanakan thibbun nabawi pada pasiennya, dan para praktisi kedokteran nabi
tentu akan dapat mencontoh Nabi SAW yang membolehkan bahkan menyarankan kedokteran
modern jika itu berguna untuk kemaslahatan.
Penelitian kedokteran modern yang berkembang pesat, hendaklah dimanfaatkan oleh
dokter-dokter muslim untuk menemukan pengobatan penyakit mau pun mengambil pelajaran dan
hikmah sehingga dokter-dokter muslim dapat kembali merasakan zaman keemasan kedokteran
Islam. Di samping itu, dokter muslim yang mendalami ilmu kedokteran modern hendaklah
menjadi agen kedokteran Islam dengan berperilaku yang mencerminkan akhlakul karimah.

41

Pengobatan cara nabi (thibbun nabawi) yang terkesan berkembang lambat karena hanya
sedikit diterapkan dalam kehidupan modern. Haruslah melakukan riset yang konseptual dan
sistematis. Hal ini sesungguhnya didukung oleh hukum kesehatan Indonesia. Dimana pada Kode
Etik Kedokteran Indonesia (KODEKI)

pasal 47 menyatakan bahwa pengobatan tradisional

dapat terus ditingkatkan dan dikembangkan untuk mewujudkan derajat kesehatan yang optimal
bagi masyarakat. Sehingga dengan pengembangan dan peningkatan mutu disertai dengan riset
konseptual dan sistematis pengobatan cara nabi (thibbun nabawi) akan diterima secara universal.
Penutup: Kedokteran Islam Integrasi Kedokteran Modern dan Thibbun Nabawi
Mohonlah kepada Allah kesehatan. Sesungguhnya karunia yang paling baik setelah keimanan
adalah kesehatan (HR Ibnu Majah)
Mayoritas orang memiliki kecenderungan mencari pengobatan instan, baik medis
maupun alternative. Harapan terbesar orang yang sakit adalah menjadi sehat kembali. Dokter
modern maupun praktisi kedokteran nabi (thibbun nabawi) ataupun kedua-duanya tidaklah bisa
memberi kesembuhan, karena sesungguhnya Allah lah yang maha menyembuhkan.

Dan apabila aku sakit, Dialah yang menyembuhkan Aku. (QS. Asy Syuaraa: 80) [14]
Baik dokter modern maupun praktisi thibbun nabawi sudah seharusnya berusaha untuk
kesembuhan pasiennya, dan berusaha mengembalikan kejayaan kedokteran Islam dengan cara
memperkaya khazanah ilmu

masing-masing,

memberikan

pelayanan

kesehatan

yang

professional dan menunjukkan nilai-nilai keislaman serta saling mendukung dan bekerja sama
dalam rangka ikhtiar untuk kesembuhan pasien. Tugas dokter, praktisi kesehatan nabi,
mahasiswa kedokteran bahkan mahasiswa pada umumnya dan masyarakat secara keseluruhan
untuk menanamkan paradigma berfikir yang benar tentang kedokteran Islam yang merupakan
integrasi kedokteran modern dengan penerapan akhlakul karimah dan pengobatan cara nabi
(thibbun nabawi) yang diiringi evidence base medicine (EBM)

42

BAB III
PENUTUP

Kesimpulan
Dari penjelasan yang panjang lebar di atas, mengenai tema Ilmu Kedokteran dalam Islam
dapat diambil kesimpulan bahwa Khazanah Pengetahuan Islam dalam bidang kedokteran sangat
kaya dan luas. Hal itu dapat dilihat dari karya-karya para tokoh kedokteran Islam. Saksi sejarah
yang lain juga terlihat pada bangunan-bangunan Institusi kedokteran atau rumah sakit, apotek
dan institusi yang lain.
Warisan-warisan Islam dalam bidang kedokteran tersebut tidak hanya menjadi kenangan
masa lampau. Tapi lewat karya dokter-dokter Islam, para ilmuwan Timur maupun Barat dapat
menguras habis teori-teori atau metode pengobatan dan analisis berbagai penyakit beserta
obatnya. Dengan begitu literature-literatur Islam dalam ilmu medis dapat mengilhami banyak
ilmuwanataudokterdunia.
Daftar Pustaka
DR. Jafar Khadem Yamani.2002.Jejak Sejarah Kedokteran Islam.Bandung:Pustaka Umat
www.avicenna.typepad.com :03-10-2014 pada 06:20 pm
www.rumahislam.com ;03-10-2014 pada 09:00 pm
http://daarusysyifa.blogspot.com/2013/01/jejak-sejarah-kedokteranislam.html#ixzz3FHUVtY2g; 03-10-2014 pada 12:00 pm

43

Anda mungkin juga menyukai