Anda di halaman 1dari 9

Agro inovasI

Inovasi Pengendalian
Hama Wereng

Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian


Jl. Ragunan No.29 Pasar Minggu Jakarta Selatan
www.litbang.deptan.go.id

AgroinovasI

NORMALISASI DAN PENGENDALIAN DINI HAMA WERENG


COKLAT PENGAMAN PRODUKSI PADI NASIONAL

Prof. Dr. Baehaki S.E, Balai Besar Penelitian Tanaman Padi. Jl. Raya No.9,
Sukamandi. Subang 14256, Jawa Barat. Telp.(0260) 520157, Fax. (0260) 520158.
E-mail: baehaki@telkom.net

Daerah hot spot wereng coklat

Simalungun

Tidak serempak, 2010

Pati
Pandeglang

Subang

Hot Spot Area

Banyuwangi

Klaten Jember

serempak, 2011

alam membicarakan normalisasi dan pengendalian dini hama wereng


coklat untuk mengamankan produksi padi nasional perlu tulisan berseri
yang dimulai dari sejarah Pengendalian Hama Terpadu (PHT) sampai
Sekolah Lapang Pengelolaan Tanaman Terpadu (SL-PTT), kepentingan
dan nilai ekonomi hama, teknologi, re-agroekosistem, sampai sosial budaya.
Namun demikian hal itu belum memungkinkan, karena akan menjadi tulisan yang
panjang. Oleh karena itu pada tulisan ini akan dipersingkat, dengan harapan dapat
memberikan masukaan bagi kebijakan maupun pelanggan teknologi.
Edisi 20-26 Juli 2011 No.3415 Tahun XLI

Badan Litbang Pertanian

AgroinovasI

Sejak diterapkannya PHT pada 1976 dan dikembangkannya program PHT mulai
1989, dmaka Indonesia telah dikenal sebagai Negara yang sedang berkembang yang
berhasil mengemas, mengembangkan dan menerapkan konsep PHT. Dukungan
politik untuk mengembangkan dan penerapan PHT secara luas yaitu Intruksi
Presiden No.3 tahun 1986 yang melarang 57 formulasi insektisida pada tanaman
padi. PHT muncul akibat serangan wereng coklat yang sangat luas dan memberikan
kotribusi yang nyata dalam penurunan produksi padi nasional. Di lain pihak Sekolah
Lapang Pengelolaan Tanaman Terpadu (SL-PTT) muncul mulai 2007 disebabkan
produksi padi nasional yang dikawal PHT mengalami pelandaian sejak 2000-2006
disekitar 54 juta ton GKg.
Berdasar data Ditlin setelah dikompilasi menunjukkan bahwa serangan wereng
coklat pada dasawarsa 1971-1980 mencapai 3.093.593 ha, dasawarsa 1981-1990
tercatat 458.038 ha. Pada dasa warsa 1991-2000 serangannya mencapai 312.610 ha.
Pada 2001- 2010 serangan wereng coklat mencapai 351.748 ha. Sejak diputarnya
PHT di Indonesia, sudah 2 kali terjadi ledakan besar yaitu pada tahun 1998 dan 12
tahun kemudian pada 2010 terjadi ledakan yang melampaui ledakan wereng coklat
di tahun 1998. Pada kurun waktu 1998-2010 terjadi ledakan-ledakan yang kecil
dengan luas ledakan kurang dari 50% dibanding ledakan 1998 maupun ledakan
wereng coklat 2010.
Pada tahun 2010 yang baru lewat seluas 128.738 ha pertanaman padi MP
2009/2010 dan MK 2010 yang membentang dari Banten sampai Jawa Timur terserang
wereng coklat dan penyakit kerdil hampa serta kerdil rumput. Dari luas tersebut
di atas diantaranya 4.602 ha mengalami puso. Kegagalan produksi padi tahun lalu
akibat perkembangan populasi wereng coklat yang tinggi saat La-Nina 2010 atau
musim kemarau yang banyak curah hujannya. Kegagalan pertanaman padi tersebut
melampaui kegagalan saat La Nina tahun 1998 dimana wereng coklat menyerang
tanaman padi di Jalur Pantura mencapai 115.484 ha dengan puso mencapai 4.874
ha.
Meluasnya ledakan wereng coklat diakibatkan oleh populasi wereng yang
tinggi. Dari hasil tangkapan lampu perangkap di Balai Besar Penelitian Tanaman
Padi Nasional (lebih dikenal dengan sebutan BB Padi) diketahui bahwa jumlah
wereng coklat mencapai 500.000 ekor per malam per satu lampu perangkap.
Membludaknya jumlah wereng coklat yang terus menerus selama 2 musim pada
2010, di sebabkan oleh pola pertanaman tidak serempak, menanam varietas rentan
yang menjadi pemicu (Stagger), praktek budidaya (khusus pemakaian pupuk
nitrogen yang mewah dan pengairan selalu tergenang sepanjang fase pertumbuhan
tanaman padi). Ledakan wereng coklat juga disebabkan adanya perubahan biotipe
wereng coklat dan melemahkan ketahanan varietas, tingginya laju pertumbuhan
intrinsic wereng coklat, bahkan kata wamentan ledakan wereng coklat diakibatkan
oleh petani maupun petugas lupa PHT dan meremehkan hama. Secara tidak sengaja
para petani menggunakan insektisida yang diduga sudah tidak manjur atau adanya
Badan Litbang Pertanian

Edisi 20-26 Juli 2011 No.3415 Tahun XLI

AgroinovasI

pelemahan dosis dan konsentrasi pemakaian insektisida, gagalnya pengendalian di


daerah hot spot disebabkan monitoring dan pengendalian dini kurang diperhatikan.
Secara ekologi di lapangan ledakan wereng coklat diakibatkan ada rantai makanan
yang hilang terutama di jalur pantura.
Memasuki awal tahun 2011, baru saja terlepas dari musibah serangan hama
wereng coklat dan penyakit kerdil hampa dan kerdil rumput pada tanaman padi.
Kejadian serangan wereng coklat dan penyakit menjadi beban yang berat. Oleh
karena itu perlu kewaspadaan penuh untuk pertanaman MP 2010/2011 yang
diperkirakan mulai panen awal Februari 2011. Kita semua termasuk petani, perlu
tafakur karena pasti ada yang salah. Hal ini disebabkan bahwa alam yang telah
diciptakan dalam keteraturan, sehingga setiap akibat kejadian ada penyebabnya.
Direktorat Perlindungan Tanaman pada tahun 2007 menampilkan data
kerusakan tanaman padi oleh hama tikus, penggerek batang padi, wereng batang
coklat, penyakit tungro, dan penyakit blas selama 5-10 tahun berturut-turut untuk
jenis hama/penyakit tersebut mencapai luas 128.156, 84.952, 34.054, 11.1197 dan
10.789 ha/tahun. Perkiraan susut hasil akibat serangan dari lima jenis organisme
pengganggu tanaman (OPT) tersebut mencapai 212.948 ton gabah kering panen
(GKP) tiap musim tanam senilai 424 milyar rupiah bila harga gabah GKP Rp 2.000,-/
kg. Keadaan tersebut terjadi pada kondisi normal sedangkan jika terjadi ledakan,
kerugian bisa terjadi lebih luas dengan keparahan yang lebih besar.
Pada MT. 2009/1010 dan MT. 2010 serangan hama dan penyakit berupa tikus,
penggerek batang padi, wereng batang coklat, penyakit tungro, dan penyakit blas,
hawar daun bakteri dan penyekit kerdil hampa dan kerdil rumput mencapai 526. 843
ha dan pada MT. 2010/2011 diramalkan akan menyerang pada luasan 298.921, suatu
serangan yang cukup luas. Dari luasan tersebut bila penurunan hasil 1-2 ton saja
akibat serangan ringan maka akan ada kehilangan hasil di awal tahun 2011 sebesar
298.921 597.842 ton atau Rp. 896.763.000.000 1.793.526.000 bila harga gabah Rp.
3000/kg, suatu harga yang sangat mahal. Itu bila ramalan tepat, tetapi bila ramalan
meleset dengan kerusakan tanaman padi yang lebih besar, maka dapat dibayangkan
akan menimbulkan kerugian bagi petani yang lebih besar lagi.
Serangan wereng coklat dapat menurunkan produksi padi Nasional. Hal ini
terbukti dari angka ramalan II (ARM-II) pada Agustus 2010 produksi padi mencapai
65150764 ton padahal angka tetap (ATAP) 2009 telah mencapai 64398890 selisihnya
kenaikan produksi hanya 751874 ton dengan kenaikan produksi hanya 1.17%.
Kenaikan produksi yang rendah ini akan mengganggu stabilitas nasional dalam
hal kerawanan pangan. Hal ini disebabkan pada produksi 2008 ke produksi 2009
kenaikannya mencapai 5%. Bila mengacu kepada program P2BN dengan target
produksi meningkat 5% maka terjadi penurunan produksi sebesar 3.83%. Di lain
pihak produktivitas padi ARM-II 2010 mencapai 50.62 kw/ha sedangkan ATAP
2009 mencapai 49.49 kw/ha, sehingga selisihnya hanya 1.13 kw/ha dengan kenaikan
produktivitas hanya 2.28%.
Serangan wereng coklat pada 2010 merupakan kejadian luar biasa (KLB)
Edisi 20-26 Juli 2011 No.3415 Tahun XLI

Badan Litbang Pertanian

AgroinovasI

dipandang secara nasional maupun internasional. Dipandang secara Nasional


disebabkan: a) Populasi wereng coklat sangat tinggi mengisap cairan sel tanaman
yang menimbulkan puso, b) wereng tersebut mentransfer tiga virus padi yang
berbahaya yaitu penyakit virus kerdil hampa (VKH) dan virus kerdil rumput tipe
1 (VKRT-1) dan virus kerdil rumput tipe 2 (VKRT- 2), c) Serangan wereng coklat
terjadi pasca tercapainya program Peningkatan Produksi Beras Nasional (P2BN)
dengan mengusung Jambore SL-PTT di Donohudan Solo pada 2009
Di lain pihak serangan wereng coklat pada 2010 dipandang sebagai kejadian luar
biasa (KLB) internasioal karena telah menyerang pertanaman padi di negara Asia
Tenggara, Asia Selatan, dan sebagian Asia Tengah. Serangan wereng coklat diikuti
dengan memindahkan tiga virus padi yang berbahaya menyebabkan terjadinya
penyakit virus kerdil hampa (VKH) dan virus kerdil rumput tipe 1 (VKRT-1) dan
virus kerdil rumput tipe 2 (VKRT- 2). Serangan wereng coklat di beberapa negara
Asia Tengah dan Asia Tenggara dilengkapi dengan serangan wereng punggung
putih yang menyebarkan penyakit Rice black streak dwarf virus (RBSDV) dan
RBSDV-2 (Southern Black Streak Dwarf Virus = SBSDV),
Atas prakarsa Wamentan untuk membendung laju serangan wereng coklat
maka pada tanggal 19 Mei 2010 diselenggarakan Workshop Wereng Coklat Nasional
di Kementrian Pertanian di Jakarta sebagai kelanjutan workshop wereng coklat di
Sukamandi. Dilanjutkan safari monitoring dan evaluasi pengendalian wereng coklat
dan penyakit virus kerdil oleh Dirjentan mulai dari Jawa Barat sampai Bali.
Oleh karena itu supaya di 2011 tidak terjadi gejolak hama yang menurunkan
produksi padi nasional, maka perlu kiat-kiat kebijakan pengelolaan pertanaman
padi di lapangan sebagai sebagai berikut:
1. Perhatikan Daerah Hama Ganda
Pengendalian hama dan penyakit harus terencana sejak awal sedemikian rupa
dengan berbagai reka perdaya yang penuh kearifan. Reka perdaya dapat dilakukan
dengan varietas tahan, waktu tanam yang tepat, pergiliran variatas, dan manipulasi
musuh alami. Pengendalian dari satu tempat ke tempat lain akan berbeda, tergantung
dari hama dan penyakit yang menyerang, dan tergantung dari sarana dan prasarana
produksi.
Dari penelaahan kejadian di lapangan, maka daerah hama dan penyakit di
Indonesia dibagi dalam kelompok daerah satu hama-penyakit = single dangerous
pest area (SDPA) dan daerah dua hama-penyakit = double dangerous pests areas
(DDPA), daerah tiga hama-penyakit = triple dangerous pests areas (TDPA), bahkan
dapat berkembang ke daerah 4 hama-penyakit = Quartet dangerous pests areas
(QDPA). SDPA yang disebabkan oleh tungro terjadi di Sulsel, NTT, Maluku, dan
Iran Jaya. SDPA yang disebabkan oleh wereng coklat Aceh, Sumut, Riau, dan
Lampung. DDPA yang disebabkan oleh tungro dan wereng coklat adalah Sumbar,
jambi, Sumsel, jateng, Yogyakarta, Jatim, Bali, Kalbar, Kalsel, kaltim, Sulut, Sulteng,
Sultera, NTB. Di P. Jawa terbentang dari Banten sampai Jawa Timur termasuk QDPA
Badan Litbang Pertanian

Edisi 20-26 Mei 2011 No.3415 Tahun XLI

AgroinovasI

yang disebabkan wereng coklat, penggerek, penyakit kerdil hama dan hawar daun
bakteri.
2. Pola Pertanaman Serempak
Pola pertanaman serempak akibat petani bertanam padi saling mendahului yang
dilandasi dengan adanya air selalu mengalir dimulai pada MP 2009/2010 dan musim
tanam sebelumnya. Hal ini mengindikasikan pada tahun sebelum 2010, sudah tidak
serempak, hama selalu ada, sedikit demi sedikit terjadi penumpukan sumber hama
yang menjadi ancaman pada MK 2010.
Pada daerah ledakan wereng coklat saat ini terlihat ketidak serempakan
tanaman dalam satu areal yang terbatas seperti halnya di Jawa Timur (Jember dan
Banyuwangi), Jawa Tengah (Klaten, Boyolali, Sukohardjo, Pati, Kudus, dan Demak),
Jawa Barat (Subang, Indramayu, Karawang, dan Bekasi), Banten (Pandeglang).
Salah satu pemandangan pertanaman padi di Subang, Jawa Barat mengisaratkan
pertanaman tidak serempak dengan sebagian petani bertanaman padi saat
pertanaman tetangganya rusak berat atau puso karena wereng coklat. Pada daerah
yang demikian akan terjadi sumber hama yang tidak hentinya.
Berdasar pengalaman di atas, maka sebelum tanam MP 2010/2011, pada Okteober
2010 khususnya antar dinas pertanian Kabupaten Sejalur Pantura, BBPOPT dan
BB Padi bertemu di Balai Besar Penelitian Tanaman padi Nasional untuk menbuat
Rencana Tindak Lanjut (RTL) pola pertanaman serempak. Hasil yang dicapai
sekarang terbentang luas pertanaman seempak yang saat ini berumur 1-2 bulan
dalam keadaan sehat. Hasil Tangkapan wereng coklat sampai awal Januari 2011
di BB Padi masih kosong, namun penggerek mulai hadir diikuti dengan penyakit
bacterial leaf streak (BLS). Oleh karena itu kepada semua petugas harus waspada.
3. Monitoring, Lampu Perangkap dan Pengendalian Dini Hama
Saat pertanaman padi ada di lapangan, segera dilakukan monitoring, jangan
sampai terlambat. Hal ini disebabkan perkembangan populasi wereng coklat
mengikuti laju pertumbuhan eksponensial. Jangan kaget kalau perkembangan
populasi wereng sangat tinggi, karena satu pasang wereng coklat bersayap panjang
yang bermigrasi dan hinggap pada tanaman padi maka dalam kurun waktu 20
hari (generasi ke-1) hanya mencapai 146 ekor, kurun waktu 40 hari (generasi ke-2)
mencapai 5.015 ekor, sedangkan pada kurun waktu 62 hari mencapai generasi ke-3
sebagai generasi penghancur mencapai 14.727 ekor.
Saat puso populasi wereng per rumpun mencapai 200-500 pasang bersayap
panjang/rumpun. Pada 160.000 rumpun padi/ hektar terdapat 32.000.000 -80.000.000
pasang wereng coklat. Bila semua wereng dari satu hektar bermigrasi dan menyebar
acak datang pada tanaman padi muda, maka pada 2 bulan kemudian populasi
wereng akan mencapai 471.264.000.000-1178.160.000.000 ekor. Dari jumlah tersebut
dengan factor koreksi kemampuan predator menekan wereng sebesar 17.92%,
maka populasi wereng yang hidup akan mencapai 3,86 -9,67 triliun ekor. Dengan
Edisi 20-26 Juli 2011 No.3415 Tahun XLI

Badan Litbang Pertanian

AgroinovasI

perhitungan perkembangan populasi dapat diramalkan pada 1 ha pertanaman padi


puso dengan tidak ada usaha pengendalian yang baik, maka wereng akan menyebar
dan dalam waktu 2 bulan setelah migrasi diramalkan akan terjadi kerusakan berat
sampai puso pada areal sekirar 6043 15109 ha. Data tersebut sangat mengerikan,
sebagai contoh ledakan wereng coklat pada tahun 2010 yang terekam di Jawa dari
sumber ledakan wereng coklat seluas 127 ha puso menyebar di Jawa Barat dan
menyerang tanaman padi seluas 60.488 ha, setelah berbagai usaha dilakukan.
Apakah akan terulang ledakan wereng coklat di tahun 2011, jawabnya terletak
kepada sensitivitas hati dan kinerja kita. Untuk mengatasi tidak terjadi ledakan
diperlukan pengendalian tuntas pada generasi ke 1 atau paling lambat harus
tuntas pada generasi ke-2. Bila pengendalian sudah generasi ke-3, dapat dipastikan
pengendalian tersebut tidak akan berhasil. Oleh karena itu kepada seluruh petani,
PHP, PPL dan petugas lapang lainnya harus waspada dan pandai mencermati batas
generasi.
Usaha pengamatan dini untuk mengatasi kegagalan sangat diperlukan dengan
memasang lampu perangkap sebagai indicator ada tidaknya wereng imigran yang
datang di pertanaman. Namun sayangnya saat ini tidak ada lampu perangkap
terpasng di tingkat kelompok tani, sehingga mereka selalu kebobolan dalam
produksi. Pertanyaannya sekarang mampukah para petugas membimbing untuk
memasang lampu perangkap di stingkat kelompok tani
4. Tuntaskan Pengendalian Di Daerah Hot Spot dan
Perubahan Sop Bantuan Insektisida
Daerah hot spot wereng coklat adalah daerah dimana selalu terjadi ledakan
wereng coklat untuk setiap tahunnya. Besarnya ledakan tergantung dari musim
dan pendukung penyebab ledakan. Daerah hot spot wereng coklat sebenarnya tidak
banyak hanya 7 titik saja yaitu Pandeglang di Banten, Karawang dan atau Subang di
Jawa Barat, Klaten dan Pati di Jawa Tengah, Jember serta Banyuwangi di Jawa Timur,
dan Simalungun di Sumatera Utara. Di lain pihak terdapat titik (bercak-bercak)
serangan wereng coklat disekitar daerah hot spot. Kalau kita dapat mengamankan
daerah tersebut pada saat generasi ke-1, ada kemungkinan besar tidak akan terjadi
ledakan.
Dirjen Tanaman Pangan pada 22 Desember 2010 telah mengintruksikan kepada
Ditlintan pangan dan BBPOPT supaya serangan wereng coklat segera dikendalikan
jangan sampai ada serangan ringan sekalipun. Namun demikian petani pada
daerah hot spot dan titik-titik ledakan kesulitan untuk mengendalian hama wereng
disebabkan sudah kekurangan biaya akibat puso pada MP 2009/2010 dan MK 2010.
Bila minta bantuan kepada petugaspun tidak dapat, karena SOP pengeluaran
bantuan saat sudah terjadi ledakan yang merugikan dan tidak dikeluarkan saat ada
serangan sedang apalagi ringan. Oleh karena itu kalau pertanaman padi MT 2011
akan diamankan pada generasi ke-1, maka SOP bantuan harus segera dirubah yaitu
diberikan pada saat pengendalian dini dan bukan saat pemadam kebakaran.
Badan Litbang Pertanian

Edisi 20-26 Juli 2011 No.3415 Tahun XLI

AgroinovasI

5. Peningkatan Aktivitas dan Kinerja Sl Ptt


Produksi padi mulai tahun 90-an sejak diluncurkannya PHT Nasional terus
meningkat, dan mencapai plateau (leveling off) pada 2004, 2005, dan 2006 produksi
padi tidak beranjak dari 54 juta ton. Pada 2007 dilaksanakan program Peningkatan
Produksi Beras Nasional (P2BN) untuk meningkatkan produksi beras 5% (2 juta
Ton) dengan meluncurkan Sekolah Lapang Pengelolaan Tanaman terpadu (SL-PTT)
di 60.000 unit yang meliputi areal 1.5 juta ha ( setiap unitnya 25 ha) dan setelah
dievaluasi pada 2008 dan 2009 ternyata target tersebut dapat dicapai. Produksi
padi Nasional tahun 2007, 2008, 2009 berturut-turut mencapai 57157440, 60325930,
64398890 ton. Atas kesuksesan tersebut maka Dirjen Tanaman Pangan mengadakan
Jambore Nasional SL-PTT di Donohudan -Solo- Jawa Tengah. Juga berdasar kepada
kesuksesan tersebut, pada 2010 program SL PTT dilanjutkan kembali pada 80 000
unit yang meliputi areal sawah 2 juta ha.
Namun demikian pada ARM I tahun 2010 hanya mencapai 65150764, belum ada
lonjakan seperti tahun-tahun yang lalu. Hal ini mungkin disebabkan para petugas
dan petani terlena dengan kemenangan peningkatan produksi padi di Donohudan.
Padahal kalau mengacu kepada ucapan presiden supaya produksi padi dipacu
dengan apapun jalannya untuk mengamankan persediaan beras nasional
6. Waspada terhadap Migrasi Wereng coklat
Migrasi wereng coklat secara besar-besaran terjadi pada saat akan mencapai
hopperburn baik pada tanaman padi vegetative maupun saat generative. Migrasi
wereng coklat dapat terjadi jarak dekat (short distance) hanya belasan kilometer,
jarak jauh (long distance) mencapai 200-300 km, dan gerakan jarak sangat jauh (very
long distance). Gerakan migrasi jarak dekat dapat terjadi dalam kabupaten dan
antar kabupaten. Gerakan migrasi jarak jauh dapat terjadi antar provinsi atau antar
pulau missal antar pulau di Indonesia), sedangkan migrasi jarak sangat jauh dapat
terjadi antar Negara atau antar benua, seperti halnya migrasi wereng coklat dari
China atau Vietnam ke Negara Jepang dan Korea.
Di jalur pantura Jawa Barat telah terjadi migrasi besar-besaran dari pertanaman
yang hopperburn ke pertanaman umur 1 bulan dan mendapatkan populasi
wereng coklat makroptera 100-200 ekor/rumpun. Lamanya waktu penerbangan
migrasi mencapai 10 hari dan 10 malam, sehingga populasi wereng coklat imigran
pada tanaman muda makin bertambah. Pada tanaman muda dari varietas yang
rentan dengan populasi imigran tersebut terjadi hopperbun setelah satu minggu
penerbangan. Di lain pihak pada tanaman muda dari varietas yang tahan dan
agak tahan yang dikendalikan dengan insektisida masih dapat bertahan, namun
populasi nimfanya setelah 10 hari dari awal penerbangan mencapai 100-500 ekor
dan menimbulkan puso.
7. Waspada La Nina atau Hujan Berkepanjangan
Kejadian awal ledakan hama wereng pada 1998 berbeda dengan tahun 2010. Pada
saat itu dimulai dengan adanya El-Nino yaitu kemarau panjang sehingga musim
Edisi 20-26 Juli 2011 No.3415 Tahun XLI

Badan Litbang Pertanian

AgroinovasI

tanam MP 1997/1998 terlambat menyebabkan di beberapa daerah pertanaman


menjadi tidak seragam memasuki musim kemarau 1998. Ketidak seragaman
pertanaman musim hujan diikuti dengan curah hujan tinggi memasuki musim
kemarau atau terjadi La-Nina pada pertanaman MK 1998 merangsang ledakan
hama wereng coklat dan wereng punggung putih. Dua data di atas yaitu tahun 1998
dan 2010 menunjukkan bahwa La-Nina atau hujan di musim kemarau akan memicu
ledakan wereng coklat. Sesuai dengan pembahasan di atas akan memperkuat bahwa
adanya curah hujan yang tinggi, kelembaban tinggi dan suhu rendah merupakan
keadaan yang cocok untuk perkembangan hama wereng coklat.
8. Hal Lain Yang Menjadi Permasalahan Besar
Masyalah besar pertama adalah tidak tersedianya varietas yang tahan wereng
coklat untuk menghadapi koloni wereng coklat dilapangan yang telah berkembang
menjadi biotipe 3 dan biotipe 4 atau campuran biotipe 2, 3, dan 4. Apa yang harus
dilakukan?. Saya kira harus segera ada program khusus perakitan varietas tahan
wereng coklat dengan tingkat resistensi yang tinggi, mengembangkan kultivar
durable resisten dengan pengembangan galur isogenik, piramiding gen melalui
Marker assisted selection (MAS) dan Kombinasi gen mayor/Quantitative trait loci
(QTLs) dengan mekanisme resistensi berbeda dengan adanya kinerja antixenosis,
antibiosis, tolerance. Selain itu perlu memahami mekanisme resistensi cultivar di
lapangan untuk memfasilitasi perkembangan kultivar resisten lestari.
Perlu segera SOP pengembangkan protokol skrining diberlakukan dengan ketat.
Setelah pengetatan skrining wereng coklat sebagai dasar pelepasan varietas perlu
dilanjutkan dengan managemen pengendalian wereng dan penyakit kerdil hampa
dan yellowing syndrom akibat virus yang disebarkan wereng
Masalah besar yang kedua adalah terbatasnya lahan pertanian. Komposisi lahan
di dunia adalah 71% lautan, 25% daratan, dan 4% danau air tawar. Hanya 24% dari
luas daratan yang potensial dapat ditanami, atau hanya 6% dari semua permukaan
tanah. Dari jumlah yang 24% itu hanya 12% untuk tanaman pangan atau hanya 3%
saja dari permukaan tanah ini untuk tanaman pertanian atau tanaman pangan. Setelah
membahas keberadaan lahan pertanian, pertanyaan yang mendasar mampukah
luasan tersebut mengsupport 8.3 milyar penduduk dunia pada tahun 2025.
Bagaimana Indonesia. Luas lahan pertanian mencapai 46,9 juta ha atau 5.21%
dari luas Indonesia, atau 24.63% dari luas daratan. Digunakan untuk sawah hanya
12.35% dari luas total lahan pertanian atau 0.86% dari luas Indonesia atau hanya
4.04% dari luas daratan kita. Mampukah memproduksi padi dari luas tersebut
diatas untuk menyokong 263 dan 275 Juta Jiwa penduduk Indonesia di 2020 dan
2025 mendatang?. Hal ini perlu dipertanyakan, sebab untuk menyediakan makan
penduduk saat ini banyak sekali gangguannya. Atau perlu dicari terobosan baru
supaya produksi rata-rata nasional pencapai lebih dari 6 t GKg/ha untuk mencapai
swasembada beras lestari.n
Badan Litbang Pertanian

Edisi 20-26 Mei 2011 No.3415 Tahun XLI

Anda mungkin juga menyukai