Anda di halaman 1dari 20

LAPORAN KASUS

KARSINOMA HEPATOSELULER

Oleh :
Tjhi Megawati
Moderator :
dr.Ria Triwardhani, SpPK

PROGRAM PENDIDIKAN DOKTER SPESIALIS I


BAGIAN PATOLOGI KLINIK FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS DIPONEGORO / RS. Dr. KARIADI
SEMARANG
2007
Daftar Isi

Halaman judul
Daftar isi...................................................................................................................2
Tinjauan pustaka.......................................................................................................3
Laporan kasus...........................................................................................................8
Tabulasi hasil laboratorium....................................................................................12
Catatan perjalanan penyakit ..................................................................................14
Pembahasan ...........................................................................................................17
Simpulan dan saran................................................................................................19
Daftar pustaka........................................................................................................20

TINJAUAN PUSTAKA
KARSINOMA HEPATOSELULAR

Karsinoma hepatoselular (KHS) / hepatoma merupakan keganasan hati primer.


Banyak kasus hepatoma adalah sekunder baik karena infeksi hepatitis (hepatitis B atau C)
atau sirosis (alkohol merupakan penyebab umum sirosis hepatis). Di negara-negara non
endemis hepatitis, keganasan hati umumnya disebabkan karena metastasis keganasan dari
tempat lain, seperti keganasan kolon. Pilihan terapi dan prognosis KHS tergantung pada
banyak faktor terutama pada ukuran dan stadium tumor.1
KHS merupakan keganasan nomer 5 di seluruh dunia, menyebabkan 662000
kematian per tahun di seluruh dunia. Penderita pria lebih banyak daripada wanita dan
umumnya antara dekade ketiga dan kelima.1, 2
Penyebab :
Penyebab pasti KHS belum diketahui secara pasti. Faktor-faktor yang diduga
berperan antara lain : 3
1. Faktor lingkungan :
a. Virus hepatitis B dan C
Infeksi virus hepatitis B (HBV) dan C (HCV) diduga sebagai penyebab hepatitis
kronik, sirosis
hepatoselular.4,

hati yang selanjutnya akan berkembang menjadi karsinoma


5

Pada individu dengan KHS dan infeksi HBV, diketahui bahwa

DNA HBV akan berinteraksi dengan DNA sel host baik di sel tumor maupun sel
yang berdekatan tanpa melibatkan hepatosit, yang akan menyebabkan perubahan
ekspresi gen. Sedangkan mekanisme karsinogenesis HCV belum jelas. Gen HCV
tidak berinteraksi dengan gen host.5
b. Aflatoksin
Aflatoksin adalah suatu mikotoksin yang dihasilkan oleh jamur spesies Aspergillus
yang biasanya tumbuh pada bahan makanan. Dikenal 4 jenis aflatoksin yaitu B 1, B2,
G1 dan G2. Aflatoksin B1 (AFB1) adalah yang paling toksis. AFB1 menyebabkan
perubahan genetik transversi G ke T pada kodon 249 dari gen supresor tumor p53.3-5
c. Alkohol

Mekanisme alkohol menyebabkan meningkatnya risiko KHS belum jelas. Penelitian


pada binatang dan manusia menunjukkan bahwa etanol bersifat karsinogen. Alkohol
menyebabkan meningkatnya produksi asetaldehid dan radikal bebas selama
metabolisme alkohol, menginduksi p4502EI, modulasi regenerasi sel, meningkatkan
atau memperluas defisiensi nutrisi dan perubahan sistem imun. Alkohol
menginduksi sirosis dan sirosis merupakan faktor terjadinya KHS (60-90%).3
d. Faktor hormonal
Tingginya angka kejadian pada pria menimbulkan dugaan adanya pengaruh faktor
hormonal antara lain pemakaian steroid androgenik dalam jangka waktu lama.5
e. Infeksi parasit
Infeksi Schistosomiasis dapat menyebabkan terjadinya KHS atau karsinoma
kolangioseluler. Mekanisme terjadinya karsinoma pada infeksi ini belum diketahui
dengan pasti.3-5
2. Faktor host (penjamu) :
a. Sirosis
Sirosis dengan berbagai penyebab merupakan faktor risiko KHS. Sekitar 80%
pasien KHS menderita sirosis. Penyabab utama sirosis di USA adalah konsumsi
alkohol, infeksi HBV dan HCV.6
b. Genetik dan ras
Diduga faktor ini ikut berperan karena tingginya insiden KHS di benua Afrika.4
c. Obesitas
Obesitas berhubungan dengan meningkatnya risiko KHS, terutama pada penderita
diabetes melitus dan non-alkoholik steatohepatitis. Obesitas mungkin bertanggung
jawab untuk terjadinya sirosis kriptogenik yang berhubungan dengan KHS. Calle
dkk melaporkan adanya peningkatan risiko KHS yang signifikan pada pria dan
wanita obesitas.3
d. Diabetes melitus
Banyak penelitian menunjukkan adanya hubungan antara diabetes dan sirosis. Telah
diketahui bahwa resistensi insulin berhubungan dengan sirosis. Hubungan diabetes-

sirosis dan diabetes-KHS merupakan konsekuensi dari proses fibrosis. Penelitian


kohort menunjukkan peningkatan risiko KHS diantara penderita diabetik dan
penderita dengan hiperinsulinemia, yang menunjukkan bahwa diabetes mendahului
perkembangan sirosis dan KHS. Penelitian juga menunjukkan bahwa steatosis
hepatis umum ditemukan pada penderita DM tipe 2.3
e. Kriptogenik sirosis
Nonalkoholik

steatohepatitis

(NASH)

merupakan

bentuk

lanjut

penyakit

perlemakan hati, ditemukan pada populasi wanita obese dengan diabetes melitus,
yang memiliki gambaran histologi mirip dengan penyakit hati alkoholik tetapi tidak
ditemukan riwayat konsumsi alkohol. NASH diperkirakan terjadi pada 10% pasien
NAFLD (Nonalcoholic Fatty Liver Disease). NASH telah terbukti menyebabkan
kriptogenik sirosis. Pasien dengan kriptogenik sirosis akan berkembang menjadi
KHS. Terdapat bukti bahwa obesitas dan NAFLD adalah faktor risiko KHS. Pasien
kriptogenik sirosis memiliki kadar plasma glukosa, kolesterol dan trigliserid yang
tinggi, dan peningkatan resistensi insulin.2

Gambaran Klinis :
Gambaran klinis KHS berbeda-beda. Terdapat 3 bentuk klinis yang utama : nyeri
perut kanan atas, keadaan umum yang memburuk pada pasien sirosis, asimptomatis
(ditemukan kebetulan pada waktu skrining). Pada awal penyakit KHS biasanya
asimptomatis, dan keluhan baru timbul bila penyakit sudah lanjut dan menyebar. Pada
umumya metastase terjadi ke paru-paru, kelenjar adrenal dan tulang.2,4
Gejala yang umum ditemukan adalah nyeri perut, berat badan menurun, masa abdominal,
anoreksia, hematemesis dan nyeri tulang. Pada pemeriksaan fisis dapat ditemukan
hepatomegali, asites, splenomegali, demam, dan ikterus. 2

Diagnosis :
Diagnosis KHS ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisis, pemeriksaan
laboratorium dan penunjang. Diagnosis pasti ditegakkan berdasarkan pemeriksaan jaringan
biopsi hati.3,4
Pemeriksaan Laboratorium :
Pada pemeriksaan laboratorium

didapatkan

peningkatan

Serum Glutamat

Oksaloasetat Transaminase (SGOT) ( 3-5x nilai rujukan), peningkatan Serum Glutamat


Piruvat Transaminase (SGPT), kadar Alkali fosfatase (ALP), Gamma Glutamil Transferase
(GGT), bilirubin terutama bilirubin direk. Penurunan kadar protein total dan albumin.7, 8
Alfa Feto Protein (AFP) merupakan salah satu piranti diagnosis KHS yang sangat
penting. AFP meningkat pada 75% kasus KHS. 6 Nilai batas adalah 20 ng/ml. Kadar antara
100-300 ng/ml menunjukkan kemungkinan adanya KHS, dan diperlukan pemeriksaan serial
(adanya peningkatan progresif) untuk kepastian diagnosisnya. Kadar 350-1000 ng/ml
menunjukkan hampir pasti adanya tumor, dan perlu pemeriksaan USG/biopsi untuk
konfirmasi diagnosis. Bila kadar AFP > 1000 ng/ml, dan ditemukan adanya masa, sirosis,
tidak ditemukan adanya hepatitis maka diagnosis pasti adanya KHS dapat dibuat (tanpa
biopsi).6, 9
Carcinoembryonic Antigen (CEA) biasanya tidak meningkat pada KHS (primer),
namun CEA merupakan petanda tumor yang sangat baik untuk menentukan adanya
metastasis di hati (sekunder). Kombinasi pemeriksaan AFP dan CEA dapat meningkatkan
akurasi dari diagnosis banding adanya KHS atau metastasis di hati.9
Feritin meningkat kadarnya pada KHS, tetapi jarang digunakan sebagai
pemeriksaan tunggal karena kurang spesifik dan sensitif. Bila dikombinasikan dengan
pemeriksaan AFP dan -1 antitripsin mempunyai nilai diagnostik yang dapat diandalkan
untuk deteksi KHS.9

Protein Induced by Vitamin K Antagonist-II (PIVKA II) atau des--carboxy


prothrombin (DCP) adalah protrombin abnormal karena defisiensi vitamin K sehingga
sebagian atau seluruh residu ten--carboxyglutamic acid (gla) tetap sebagai bentuk asam
glutamat.10, 11 Beberapa peneliti menyatakan bahwa PIVKA II hanya meningkat pada KHS,
sedangkan AFP dapat meningkat pada keganasan lain. Bila dilakukan pemeriksaan AFP dan
PIVKA II, maka diagnosis KHS lebih baik. Peningkatan kadar PIVKA II diduga karena
meningkatnya produksi prekursor protrombin dan sel tumor sendiri memproduksi PIVKA
II.10,11
Pemeriksaan Penunjang :
USG hepar, CT scan dan angiografi (dapat mendeteksi KHS dengan diameter 2 cm),
biopsi hepar (untuk mendapatkan diagnosis pasti)3,4

Pengobatan :2
1. Tanpa pembedahan :
a. Kemoterapi arteri hepatika
b. Kemoembolisasi
c. Injeksi etanol perkutaneus
d. Radiasi
e. Cryosurgery
f. Termoterapi
g. Kemoterapi sistemik
2. Terapi bedah

LAPORAN KASUS
IDENTITAS PENDERITA :
Nama

: Tn. S

Umur

: 58 tahun

Alamat : Banyumanik

Ruang

: C3C

MRS

: 26 Februari 2007

ANAMNESIS :
Keluhan Utama : Nyeri perut kanan atas.
Riwayat Penyakit Sekarang :
Lebih kurang 3 bulan sebelum masuk rumah sakit penderita merasa perut kanan atas
terdapat benjolan, makin lama makin besar, nyeri (+), mual (-), muntah (-), demam (-).
Lebih kurang 2 bulan yang lalu, penderita dirawat di RSDK selama lebih kurang 2 minggu,
dikatakan menderita hepatoma dengan nodul dan kencing manis.
Lebih kurang 15 hari sebelum masuk rumah sakit, penderita merasa nyeri perut lagi,
terutama setelah makan. Perut terasa penuh, mual (-), muntah (-), demam (-).
BAK seperti teh (+), BAB tidak ada kelainan.
Riwayat Penyakit Dahulu :
- Riwayat kencing manis (lebih kurang 20 tahun yang lalu).
- Riwayat opname di RSDK lebih kurang 1 bulan yang lalu karena sakit kuning dan sakit
gula.
- Riwayat sakit jantung, darah tinggi, asma dan riwayat minum alkohol disangkal.
Riwayat Penyakit Keluarga :
Riwayat kencing manis, sakit jantung, darah tinggi (-).
Tidak ada anggota keluarga yang sakit seperti ini.
Riwayat Sosial Ekonomi :
- Bekerja sebagai seorang buruh
- Biaya : ASKIN
- Kesan ekonomi : kurang.
PEMERIKSAAN FISIS
Keadaan umum: tampak lemah, kesadaran : compos mentis
Tanda vital : T : 150/90 mmHg

N : 88 x/menit, reguler, isi dan tegangan cukup


RR: 28 x/menit
T : 36,8C
Kulit : petekie (-), pucat (-)
Kepala : mesosefal, turgor cukup
Mata : konjungtiva palpebra pucat -/-; sklera ikterik -/Telinga : tidak ada kelainan
Hidung : nafas cuping hidung (-); epistaksis (-)
Mulut : bibir sianosis (-); ginggiva pucat (-); ginggiva hipertrofi (-)
Tenggorokan : pembesaran tonsil -/-; faring tidak hiperemis
Leher : trachea di tengah; pembesaran limfonodi (-); JVP 5-2 cm
Thorax :
Paru

I : Simetris, statis, dinamis


Pa : Stem fremitus kanan=kiri
Pc : Sonor seluruh lapangan paru
A : Suara dasar vesikuler; suara tambahan (-)

Jantung I

: Ictus cordis tidak tampak

Pa : Ictus cordis di sela intercosta V 2 cm linea midclavicula sinistra


Pc : Konfigurasi jantung dalam batas normal
A : BJ I-II murni, gallop (-), bising (-)
Abdomen I :Datar, venektasi (-)
A : Bising usus (+) normal
Pa : Supel, hepar teraba 8 cm di bawah processus xiphoideus, tepi tajam,
keras, berbenjol-benjol, nyeri tekan (+), lien tidak teraba
Pc : Timpani, pekak alih (+), pekak sisi (+)
Inguinal : pembesaran kelenjar (-)
Genetalia : tidak ada kelainan
Ekstremitas : Superior
Sianosis

-/-

Inferior
-/-

Bengkak

-/-

-/-

Petekie

-/-

-/-

Nyeri otot

-/-

-/-

PEMERIKSAAN LABORATORIUM (Tgl 26 Februari 2007)


Hematologi
Hb

: 8,5 g/dl

Ht

: 25,4%

Eritrosit

: 2,75 juta/mmk

MCH

: 31 pg

MCV

: 92,5 fL

MCHC

: 33,5 g/dl

Lekosit

: 5,1 ribu/mmk

Trombosit : 246 ribu/mmk


Kimia klinik
GDS (strip)

: 154 mg/dl

GDS

: 179 mg/dl

Ureum

: 25 mg/dl

Kreatinin

: 1,08 mg/dl

Total Protein : 6,7g/dl


Albumin

: 2,4 g/dl

Globulin

: 4,3 g/dl

SGOT

: 73 U/l

SGPT

: 54 U/l

ALP

: 805 U/l

GGT

: 1240 U/l

Na

: 138 mmol/L

: 4,1 mmol/L

Cl

: 111 mmol/L

10

Calsium

: 2,06 mmol/L

Pemeriksaan Laboratorium (Tgl 3 Januari 2007) :


HBsAg : 0,00 (negatif)
Anti HBc : negatif
Anti HCV : 0,038 (negatif)
FNA (25 Januari 2007) :
Eritrosit dengan kelompok sel-sel ganas bentuk pleiomorfik, kromatin kasar, yang pada
beberapa sel dengan inti prominen.
DIAGNOSIS :
- Karsinoma hepatoseluler
- Diabetes melitus tipe II
TERAPI :
- Infus NaCl 0,9% 20 tetes/menit
- Diet lunak DM 1900 Kkal
- Actrapid 8-6-6
- Aspilet 1x80 mg
- MST 2x1
PROGRAM :
- Gambaran darah tepi, hitung jenis, retikulosit
- AFP, asam urat, LDH, PPT/PTTK

11

- Urin rutinTABULASI HASIL LABORATORIUM


Tanggal
Hematologi
Hb (gr%)
Ht (%)
Eritrosit (juta/mm3)
MCH (pg)
MCV (fl)
MCHC (gr/dl)
Lekosit (ribu/mm3)
Trombosit (ribu/mm3)
Hitung Jenis

26-2-07

1-3-07

8,5
25,4
2,75
31
92,5
33,5
5,1
246

2-3-07

5-3-07

10,8
31,6
3,64
29,5
86,8
34,1
4,94
189
E3/B0/St1/Seg73/L21/M2

Gambaran darah Tepi


Retikulosit (%)
PPT (10-15")
aPTT (23,4-36,8")
Kimia Klinik
GDS (mg/dl)
GD I (mg/dl)
GD 2 jam PP (mg/dl)
Ureum (mg/dl)
Kreatinin (mg/dl)
Natrium (mmol/L)
Kalium (mmol/L)
Klorida (mmol/L)
Kalsium (mmol/L)
SGOT (U/l)
SGPT (U/l)
Gamma GT (U/l)
Alk fosfatase (U/l)
Bil Total (mg/dl)
Tanggal
Bil Direk (mg/dl)

27-2-07

Eri : anisositosis, poikilositosis ringan


Leko : Jumlah & bentuk normal
Trombo : Jumlah & bentuk normal
0,7
15,7
47,5
154 (strip), 179

22,3
62,5

Jam 22:00 : 270


260

25
1,08
138
4,1
111
2.20
73
54
1240
805

136
4,3
106

26-2-07

27-2-07

4,69
1-3-07
2,78

2-3-07

8,81
5-3-07
8,02

Protein Tot (gr/dl)


Albumin (gr/dl)
Globulim (gr/dl)
As. Urat (mg/dl)
Kolesterol (mg/dl)
Trigliserid (mg/dl)
HDL (mg/dl)
LDL (mg/dl)
LDH
AFP (IU/ml)
CEA (ng/ml)
PSA (ng/ml)
Sekresi Eksresi
Urin Rutin
Warna
BJ
pH
Protein (mg /dl)
Reduksi
Urobilinogen
Bilirubin
Aseton
Nitrit
Sedimen

6,7
2,4
4,3

6,3
2,6
3,7

6,0
2,5
3,5

5,5
133
91
15
78
213
5,83
6,8
1,09
Kuning,jernih
1.010
6.0
-/neg
-/neg
-/neg
-/neg
-/neg
-/neg
Epitel : 0-2/LPK
Lekosit : 1-3/LPB
Eritrosit: -/neg
Kristal: -/neg
Silinder : -/neg
Bakteri : -/neg
Lain-lain:-/neg

CATATAN PERJALANAN PENYAKIT


Tgl

Keluhan

Pemeriksaan Fisis

Konsul

Terapi

Program

27/2/07

S : (-)

28/2/07

S : Perut terasa KU/Kes : sakit sedang, CM


penuh
T : 140/90 mmHg
N : 60 x/mnt
RR: 16 x/mnt
t : 37C
Mata : SI +/+
S : Mulas
KU/Kes : sakit sedang, CM
T : 130/90 mmHg
N : 88 x/mnt
RR: 20 x/mnt
t : 37,2C
Mata : SI +/+

1/3/07

2/3/07

Tgl
2/3/07

S : Cegukan

Keluhan

KU/Kes : sakit sedang, CM


T : 120/80 mmHg
N : 88 x/mnt
RR: 20 x/mnt
t : 37C
Mata : SI +/+

KU/Kes : sakit sedang, CM


T : 140/80 mmHg
N : 80 x/mnt
RR: 20 x/mnt
t : 37C
Mata : SI +/+
Abdomen :
I : datar, venektasi (-)
A : BU (+) N, Bruit hepar (-)
Pa : Supel, hepar teraba 8 cm
di bawah proc.xiphoideus,
keras, tepi tajam, berbenjolPemeriksaan Fisis
benjol, NT (+)
Pe : Timpani, pekak sisi (+)
normal
Ekst : edem -/-

- Infus NaCl 0,9% 20 tts/mnt


- Diet DM 1900 Kkal, tinggi
telur
- MST 2x1
- Actrapid 8-6-6

- Gambaran darah tepi


putih - Retikulosit
- Hitung jenis
- AFP
- Asam urat
- LDH
- PPT/PTTK
- Urin rutin
- Infus NaCl 0,9% 20 tts/mnt
- Transfusi PRC (s/d Hb >
- Diet DM 1900 Kkal, tinggi
putih 10g/dl)
telur
- PSA, CEA
- Actrapid 8-6-6
- Foto toraks
- Paracetamol 3x500 mg (t 38C)
- Koreksi albumin
- Vit Bc 3x1 tab
- Curcuma 3x1 tab
- Bilirubin total, direk
- Lain-lain sama
- HbA1c
- TACE

Radiologi :
- Infus Martos 12 tetes/menit
Saran : Tunda TACE
- Lain-lain sama
sampai hari Senin dan
diulang laboratorium lagi

Konsul

Terapi

- Konsul radiologi untuk


TACE
- Hb post koreksi

Program

3/3/07

5/3/07

6/3/07

Tgl

S : Nyeri perut KU/Kes : sakit sedang, CM


T : 140/90 mmHg
N : 78 x/mnt
RR: 21 x/mnt
t : 37C
Abdomen : status quo
S : Sebah
KU/Kes : sakit sedang, CM
T : 140/80 mmHg
N : 80 x/mnt
RR: 20 x/mnt
t : 37C
Abdomen :
I : Cembung, tegang
A : BU (+) normal
Pa : Hepar teraba 8 cm di
bawah proc.xiphoideus, keras,
tepi tajam, berbenjol-benjol,
NT (+)
Pe : Timpani, pekak sisi (+)
normal
S : (-)
KU/Kes : sakit sedang, CM
T : 140/70 mmHg
N : 88 x/mnt
RR: 20 x/mnt
t : 37C
Mata : SI +/+
Abdomen :
I : Cembung, tegang
A : BU (+) normal
Keluhan

Pemeriksaan Fisis
Pa : Hepar teraba 8 cm di
bawah proc.xiphoideus,
keras,NT (+)
Pe : Timpani, pekak sisi (+)
meningkat

Sama

- Bilirubin total, direk


- Albumin
- PPT/PTTK
Senin

Sama

- Bilirubin total, direk


- Albumin
- PPT/PTTK

Radiologi :
- Spironolakton 1x50
Tidak merupakan kandidat - Lain-lain sama
yang tepat untuk
dilakukan TACE
mengingat kemungkinan
komplikasi liver failure
yang meningkat

Konsul

Terapi

Konsul ulang radiologi


untuk TACE

Program

7/3/07

S : (-)

8/3/07

S : (-)

9/3/07

S : Panas

KU/Kes : baik, CM
T : 130/80 mmHg
N : 80 x/mnt
RR: 22 x/mnt
t : 37C
Abdomen : Status quo
KU/Kes : baik, CM
T : 120/80 mmHg
N : 80 x/mnt
RR: 20 x/mnt
t : 37C
Mata : SI +/+
Abdomen :
Cembung, BU (+) normal,
tegang, hepar 8 cm di bawah
proc.xiphoideus, NT (+)
KU/Kes : sakit sedang, CM
T : 130/70 mmHg
N : 96 x/mnt
RR: 20 x/mnt
t : 38,5C
Mata : SI +/+
Abdomen :
Cembung, BU (+) normal,
tegang, hepar 8 cm di bawah
proc.xiphoideus, NT (+),
timpani, pekak sisi (+) normal

Sama

- Gula darah I/II

Sama

- Urin rutin
- Pungsi ascites gagal

- Cefotaksim 3x1 g
- Lain-lain sama

- Kultur darah
- GD I/II
Pasien pulang paksa

PEMBAHASAN
Seorang laki-laki, 58 tahun, dengan keluhan nyeri perut kanan atas dan terdapat
benjolan yang semakin membesar dengan riwayat DM. Pada pemeriksaan fisis didapatkan
hipertensi, sklera ikterik, hepatomegali dengan tepi tajam, keras, berbenjol-benjol, nyeri
tekan (+). Hasil pemeriksaan FNA yang dilakukan 1 bulan sebelum masuk rumah sakit
didapatkan sel-sel ganas bentuk pleiomorfik. Petanda infeksi hepatitis B: HBsAg (-),
Pemeriksaan laboratorium pada saat masuk rumah sakit didapatkan anemia normositik
normokromik , peningkatan kadar gula darah, SGOT, GGT, ALP dan hipoalbuminemia.
Penderita didiagnosis dengan karsinoma hepatoseluler dan diabetes melitus tipe 2.
Selama perawatan di RS, hasil laboratorium didapatkan :

Anemia normositik normokromik; disebabkan karena penyakit hati kronis, dimana


masa hidup eritrosit memendek yang penyebabnya belum jelas. Hati merupakan organ
yang menghasilkan zat prekursor eritropoetin yang menjadi aktif merangsang
eritropoeisis bila ada interaksi dengan enzim ginjal. Bila terjadi kerusakan pada hati,
maka eritropoeisis jadi berkurang.

Peningkatan kadar gula darah; Dari anamnesis, didapatkan pasien menderita DM sudah
sejak lebih kurang 20 tahun yang lalu. DM merupakan salah satu faktor risiko KHS.
Pada beberapa penelitian menunjukkan bahwa diabetes mendahului perkembangangan
sirosis dan KHS. Penelitian juga menunjukkan bahwa steatosis hepatis umum
ditemukan pada penderita DM tipe 2.3 Kadar HbA1c perlu diperiksa untuk memantau
terapi DM.

Pemanjangan studi koagulasi (PPT dan aPTT memanjang). Hati membentuk sebagian
besar protein pembekuan dalam plasma. Hati normal membentuk protein koagulasi
(yang disebut faktor hati atau faktor-faktor tergantung vitamin K, yaitu faktor II, VII, IX
dan X). Pada keganasan hepar,

keempat protein koagulasi akan menurun karena

kerusakan sel hati akan mempengaruhi pembentukan faktor pembekuan.12

Peningkatan kadar SGOT sedangkan kadar SGPT masih dalam batas normal. pada KHS
terjadi peningkatan SGOT yang mencolok (3-5x nilai rujukan) dibandingkan

peningkatan SGPT, karena adanya nekrosis sel hati akibat anoksia jaringan hati akibat
penekanan tumor dan diduga sel tumor sendiri juga membentuk SGOT.4,7

Peningkatan kadar GGT; Pada KHS dapat disebabkan karena kolestasis akibat
penekanan jaringan tumor. Kadar GGT perlu diperiksa ulang untuk pemantauan
terapi.

Peningkatan kadar ALP; Kenaikan kadar ALP pada keganasan hati (3-5x nilai rujukan)

disebabkan oleh karena kenaikan produksi enzim oleh sel hati.buku orange (13)

Peningkatan kadar bilirubin total, direk dan indirek; Kenaikan bilirubin total disebabkan
oleh karena adanya bendungan saluran empedu ekstrahepatik akibatadanya keganasan,
sedangkan peningkatan kadar bilirubin direk dapat disebabkan karena nekrosis
hepatoseluler. Peningkatan bilirubin indirek dapat disebakan karena adanya gangguan
konjugasi.13 Bilirubin perlu diperiksa ulang untuk pemantauan terapi.

Hipoalbuminemia; Salah satu fungsi hati adalah sintesis albumin sehingga apabila
terjadi kerusakan sel hati karena keganasan menyebabkan sintesis albumin

menurun.

Peningkatan kadar AFP; AFP meningkat kadarnya dalam darah pasien KHS primer
dan sekarang digunakan secara ekstensif untuk diagnosis kanker hati.AFP juga
dapat meningkat pada penyakit sirosis, hepatitis, nekrosis, dan bila ada metastasis
ke hati dari keganasan lain.14

Pemeriksaan ulang AFP perlu dilakukan untuk

pemantauan terapi.9

Peningkatan kadar CEA; CEA biasanya tidak meningkat pada KHS (primer), namun

kombinasi CEA dan AFP dapat meningkatkan akurasi dari diagnosis

banding adanya

KHS atau metastasis di hati.9

SIMPULAN
Berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisis dan hasil laboratorium dapat disimpulkan
penderita menderita karsinoma hepatoseluler primer dengan diabetes melitus tipe 2. KHS

pada penderita disebabkan karena DM dimana DM tipe 2 merupakan salah satu faktor
risiko terjadinya KHS dan telah diketahui bahwa resistensi insulin berhubungan dengan
sirosis.

SARAN

Pemeriksaan HbA1C untuk monitoring terapi DM tipe 2.

Pemantauan KHS perlu dilakukan pemeriksaan : AFP, Bilirubin total, direk dan
indirek serta GGT.

DAFTAR PUSTAKA
1. Wikipedia,
the
free
encyclopedia.
Available
http://en.wikipedia.org/wiki/hepatocellular carcinoma

from

URL:

2. Motola D, Valdes DZ, Uribe M, Sanchez NM. Hepatocellular carcinoma. An overview.


Annals Of Hepatology. 2006;5(1):16-24
3. McGlynn KA. Epidemiology and natural history of hepatocellular carcinoma. Available
from URL: http://www.sciencedirect.com
4. Amirudin F. Karsinoma hati. Dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, edisi ketiga.
Jakarta: Balai Penerbit FKUI; 1996:310-6
5. Dienstag JL, isselbcher KJ. Tumors of the liver and billiary tract. In Kasper DL, Fauci
AS, Longo DL, Braunwald E, Hauser SL, Jameson JL. Eds. Harrison's Principle of
Internal Medicine, 15th ed. NewYork: McGraw-Hill; 2001:588-90
6. Stuart
KE.
Hepatic
carcinoma,
primary.
Available
from
URL:
http://www.emedicine.com/med/topic2664.htm
7. Fauza Y, Rusly B, Hardjoeno. Tes enzimatik hati. Dalam Interpretasi Hasil Tes
Laboratorium Diagnostik. Makasar: Lembaga Penerbitan Universitas Hasanuddin;
2003:271-85
8. Mangarengi F, Oakasi R, Hardjoeno. Tes bilirubin serum. Dalam Interpretasi Hasil Tes
Laboratorium Diagnostik. Makasar: Lembaga Penerbitan Universitas Hasanuddin;
2003:265-70
9. Wijaya A. Petanda tumor penggunaan dan penafsiran. Forum Diagnosticum. Prodia.
Jakarta, 1994;6:11-12
10. Tang W, Miki K, Kokudo N, et al.Des--carboxyprothrombin in cancer and non cancer
liver tissue of patients with hepatocellular carcinoma. International Journal of
Oncology. 2003;22:969-75
11. Gotoh M, Nakatani T, Masuda T, Mizuguchi Y, Sakamoto M, Tsuchiya R, et al. Prediction
of invasive activities in hepatocellular carcinoma with special reference to
alphafetoprotein and des-gamma-carboxyprothrombin. Jpn J Clin Oncol.
2003;33(10):522-6
12. Sacher RA, McPherson RA. Uji fungsi hati. Dalam Hartanto H.ed. Tinjauan Klinis
Hasil Pemeriksaan Laboratorium, edisi 11. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC;
2004:360-84
13. Soemohardjo S, Soeleiman BH, Widjaya A, Muljanto. Dasar teoritik dan
pemakaian dalam klinik dari masing-masing tes faal hati. Dalam Tes Faal Hati
Dasar-Dasar Teoritik Dan Pemakaian Dalam Klinik, edisi 1. Bandung: Penerbit
Alumni;1983:15-24
14. Sacher RA, McPherson RA. Petanda tumor. Dalam Hartanto H.ed. Tinjauan Klinis
Hasil Pemeriksaan Laboratorium, edisi 11. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC;
2004:655-68

Anda mungkin juga menyukai