21kelemahangerakandakwahmasakini 111219002419 Phpapp02
21kelemahangerakandakwahmasakini 111219002419 Phpapp02
DR. Hisyam At-thalib dalam bukunya "Dalil Attadrib Al-Qiyadi" (The International Institute of Islamic Thought
19995) mengungkapkan 21 kelemahan gerakan dakwah masa ini. Kelemahan-kelemahan tersebut harus
diungkap agar para aktivis dakwah dan qiyadahnya menyadarinya dengan hati yang ikhlas dan pikiran yang
lapang. 21 kelemahan tersebut adalah hal-hal yang sangat prinsip dan menjadi faktor-faktor kemunduran
gerakan Dakwah kalau tidak bisa dikatakan sebagai faktor-faktor kehancurannya.
Melihat dan mengungkap 21 kelemahan tersebut adalah melalui kacamata internal gerakan dakwah itu sendiri
dan bukan dari sisi para pengamat dari luar, namun dari pelaku dari dalam gerakan itu sendiri. Diiharapkan, para
aktivis gerakan dakwah dan para qiyadahnya menyadari hal-hal tersebut dan pada waktu yang sama siap
mengoreksi diri untuk menatap masa depan yang lebih baik dan cerah lagi.
Bagi yang tidak siap melihat kelemahan dalam diri, siapapun dia dan apapun nama gerkannya, bersiap-siaplah
menuju kemunduran dan kejumudan. Hanya orang-orang yang berani mengakui kelemahan diri dan kemudian
mau merubahnya yang memiliki peluang berkembang dan meraih kesuksesan di masa yang akan datang.
Apalagi, masyarakat hari ini sudah mulai cerdas untuk menilai mana yang akan bermanfaat bagi mereka dan
mana yang mudharat.
Adapun kelemahan pertama (1) ialah : KEGAGALAN MENERAPKAN SISTEM SYURA
Gerakan Dakwah belum mampu menerapkan sistem syura secara utuh dan sempurna. Situasi dan kondisi yang
mendominasi berbagai gerakan dakwah adalah sistem "assam'u wat tho'ah" (dengar dan taat). Memang
sebagian qiyadah dakwah selalu menyerukan sistem syura. Namun, disayangkan hanya sebatas teori belaka.
Pada tataran prakteknya masih jauh panggang dari api. Debat apakah syura itu mengikat atau tidak, khususnya
bagi qiyadah juga masih belum tuntas.
Kita butuh kepada sebuah sistem syura yang mengikat, namun terorganisir dengan baik berdasarkan kaedahkaedah dan dasar-dasar ilmiyah yang mapan. Sebab itu, perlu keterlibatan sebanyak mungkin orang-orang
yangcredible dan qualified sebagai anggota majelis syura agar kebijakan dan keputusan yang diambil menjadi
lebih dekat kepada kebenaran, demikian juga halnya dengan implementasi kebjikan dan keputusan itu.
Sistem syura yang diamanahkan Al-Qur'an itu perlu dipahami secara pasti, bukan dengan konsep yang remangremang. Kita harus befikir dan bekerja keras untuk memahaminya dengan baik dan maksimal sehingga sampai
kepada kesimpulan yang pasti dan yakin, apalgi kita sekarang hidup di zaman yang serba pasti. (bersambung,
insya Alloh)
penyebab
utamanya
ialah
kepemimpinan
tunggal
dalam
semua
aspek
kehidupan
harokah.
Bapak/murabbi/naqib telah menjadi pemimpin mutlak di keluarga (usrah). Kondisi itu juga sama dengan apa
yang dialami oleh sekolah-sekolah, lembaga-lembaga pemerintahan, militer dan partai-partai (di negeri Muslim).
Sistem seperti ini telah bercokol terhadap semua lembaga/entitas kita, padahal sistem tersebutlah yang menjadi
penyebab keterbelakangan kita.
Kalau saja kita mencermati dunia internasional, kita akan menemukan Eropa dengan spirit jiddiyyah
(kesungguhan) dalam beramal terus menerus, adalah yang pertama mengangkat syi'ar (semboyan) kebebasan
dalam pengertian modern dan telah mendirikan negara-negara nasionalis. Akan tetapi, Amerika telah melampaui
kemajuan Eropa melalui penerapan sistem "asimilasi" yang menyatukan berbagai jenis kebangsaan dan ditata
dalam sebuah spirit kesungguhan dan untuk beramal secara serius dan sungguh-sungguh. Sedangkan Jepang
telah pula melampaui kemajuan Eropa dan Amerika melaui spirit team work dan loyalitas pada tradisi dan nilainilai agama mereka.
Anda harus membayangkan amal Islami itu harus dijalnkan bagaikan "foot ball team". Kendati semua pemain
terbaik dunia dikumpulakn dalam satu tim sepak bola, namun di antara mereka tidak ada spirit "total foot ball
team", pasti tim tersebut kalah menghadapi tim lain yang mungkin di bawah mereka kepandaiannya, namun
konsisten dengan spirit foot ball teamnya.
(bersambung, insya Alloh)
lebih
(jumlah
kaum
ibu)
masih
terabaikan
dan
terkucilkan
dalam the
real
battle...
Dalam konteks yang sama, kita belum mencurahkan tenaga kita untuk mepersiapkan anak-anak kita dan
mengembangkan potensi diri mereka (agar lebih baik dari kita). Prosentase materi pendidikan Islam khusus
anak-anak, misalnya, belum lebih dari 5 % dari yang seharusnya... Kita memprediksi mereka mampu membaca
dan memahami buku-buku untuk kaum dewasa.
Sesungguhnya pendidikan anak sejak balita sampai dewasa harus dirancang khusus dengan apik (tentu dengan
mendirikan sekolah-sekolah percontohan dan alternatif). Gerakan dakwah masih banyak kehilangan dalam sektor
ini karena mengabaikannya (dan tidak menjadikannya sebagai agenda utama).
(bersambung, insya Alloh)
Dalam pertemuan-pertemuan, pemimpin model seperti ini selalu mendominasi jalannya acara. Ia bicara kapan
dia mau ... di mana ia mau dan sebanyak apa yang dia mau ... serta judul apa yang dia inginkan ... Padahal dia
sama sekali tidak mempersiapkan diri sebelumnya ... Tidak pula menyusun pikiran-pikiran atau cata-catatannya.
Dia memiliki hak untuk menguasai pembicaraan dan semua hadirin harus menampakkan penghormatan padanya
dan mendahulukannya dalam segala sesuatu, tanpa peduli atas tuntutan posisi kepemimpinannya yang
memerlukan kehalian-keahlian, kemampuan-kemapuan dan spesialisasi.
Problem/hambatan utama yang dihadapi para pemimpin level kedua ialah siapa gerangan yang akan mampu
menggantikan 'Syekh' itu? Setiap mereka sudah ditempel dijidatnya sebuah keyakinan bahwa mereka tidak ada
apa-apanya di hadapan sang 'Syekh' itu ... Tawadhu' atau 'ketundukan' seperti ini sudah menjadi syarat
pembentukan/rekrutmen haraki ... Mayoritas mereka tidak pernah berlatih atas kebebasan berpendapat dan
kepemimpinan melalui praktek syura jama'i. Penghormatan yang agung terhadap 'Syekh' tidak memungkinkan
mereka untuk menantangnya dan berbeda pendapat dengannya, bahkan hanya sekedar mempertanyakannya ...
apalgi membangun pemikiran/pendapat yang berbeda dengannya ...
Terkadang hubungan yang dibangun tercerminkan dalam ungkapafan sufi "murid di hadap guru (Syekh)-ya
harus seperti mayyit (orang mati) di hadapan orang yang memandikannya". Demikianlah dalam banyak hal
keputusan yang sangat diperlukan dari sang 'Syekh' bisa saja berubah menjadi sebuah doa'. Amat sangat
disayangkan kondisi seperti ini berulang dan terus menerus terjadi (di banyak kawasan, tanpa terkecuali di
Indonesia), dan bahkan sampai ke tingkat sebahagian mereka menuduh sebagian yang lain dengan perkataan:
"Sesuai, nifaq (atau pura-pura) atau berpisah". Kita berlindung pada Allah dari ungkapan demikian. Namum, kita
juga menemukan sebagian sifat-sifat itu paling tidak ada pada sebagian besar para pemimpin gerakan dakwah.
Kita sekarang harus mempelajari dengan sungguh-sungguh dan objektif paraktek dan pengalaman dunia
internasional moderen di mana untuk masa terbaik (kepemimpinan) yakni antara 4 sampai 6 tahun saja dan
mungkin diperpanjang hanya untuk satu kali masa jabatan ... Sebuah kondisi yang memungkinkan untuk
memimpin itu paling lama hanya 12 tahun. Ketika masa kepemimpinan selesai, maka mantan para pemimpin itu
bisa bersaham positif dan efektif melalui komite khusus/spesialis atau sebagai penasehat bagi pemimpin yang
baru disebabkan kehormatannya atau keahliannya atau pengalamannya.
(bersambung, insya Alloh)
Kendati beberapa individu gerakan dakwah itu berhasil dalam meuwujudkan proyek-proyek dakwah pribadi
mereka, namun mereka gagal menyukseskan berbagai aktivitas yang bersifat jamai. Sebagaimana gerakan
dakwah juga belum mampu sampai saat ini melahirkan solusi yang mendesak terhadap fiqh muassasat dengan
bahasa dan konsepsi moderen yang dipahami.
Aktivitas dakwah akan selalu terbatas kepada slogan sampai lahir di seluruh negeri kita (Islam) lembagalembaga dakwah Islam yang bersifat massif yang sukses dengan prosentase 10 lembaga besar di setiap negeri
Islam, sebelum kita berhak mengklaim untuk masuk ke dalam percaturan menegakkan lembaga-lembaga yang
lebih besar lagi (dalam bentuk negara) dengan sukses.
(bersambung, insya Alloh)
sedikit
dari
kalangan
gerakan
dakwah
(bahkan
para
qiyadahnya)
mencampuradukkan
antara
ghoyah/tujuan dengan wasilah/sarana. Sering sekali kita menyaksikan bahwa kemaslahatan jama'ah menjadi
standar kerja dan kesuksesan.
Padahal kita tahu bahwa jamaah itu pada hakikatnya hanya sarana untuk berkhidmat/melayani tujuan perbaikan
kondisi masyarakat.
Pencampuradukkan itu telah menyita jamaah untuk sibuk memikirkan dan bekerja untuk kepentingannya
melebihi kepentingan masyarakat. Padahal jamaah itu pada awalnya didirikan bertujuan untk memperbaiki dan
melayani masyarakat.
Sebuah survey telah membuktikan bahwa mobilisasi waktu, harta dan tenaga anggota jamaah tercurah untuk
kepentingan internal sekitar 70 % dan hanya 30 % yang diberikan untuk kemaslahatan masyarakat banyak.
Sedangkan urutan yang benar adalah kebalikannya. (Dalam banyak kasus, potensi masyarakat atau luar
jamaahlah yang disedot sebanyak mungkin untk kepentingan elite jama'ah.
Sesungguhnya jama'ah sekarang sudah menjadi partai yang muqaddas (disucikan). Orientasinya persis seperti
partai umumnya yang didirikan sejak awal untuk kepentingan diri dan anggotanya.
(Munculnya pemikiran aljamaah hiyal hizb, wal hizb huwal jamaah, membuat jamaah semakin hancur). Inilah
faktor yang menyebabkan jamaah itu tidak berbeda dengan club olah raga atau organisasi profesi di mana ruang
lingkup pelayanannya terbatas pada anggotanya saja.
(Dalam banyak kasus, jamaah lebih buruk lagi di mana anggota/grassroots-nya saja tidak terurus sedangkan
elitenya hidup berfoya-foya penuh kemewahan dengan sumber harta yang tidak jelas, dengan alasan
menyesuaikan diri dengan kondisi pergaulan. Walaupun ada pelayanan masyarakat dilakukan itupun dengan
tujuan mendapatkan pujian atau dukungan suara pemilu).
Sebagaimana yang kita ketahui pada umumnya gambaran sebuah partai itu ialah organisasi yang terdiri dari
para anggotanya yang sibuk dengan kepentingan anggotanya saja, tanpa melirik peran utama yang seharusnya
dimainkan dalam masyarakan secara keseluruhan.
Sebab itu, mayoritas masyarakat tidak mau peduli atau empati terhadap kezaliman yang menimpa
jama'ah/tokohnya. Fenomena ini diiringi pula oleh kehilangan eksistensi kelompok Islam yang mampu
menduduki posisi (dalam masyarakat) sebagaimana kelompok sekuler sebagai hasil dari tidak terjalinnya
kerjasama antara gerakan dakwah atau jama'ah yang ada.
Sesungguhnya strukturisasi gerakan dakwah terkadang juga menjadi penghambat untuk merealisasikan tujuantujuan pokoknya.
Harus ditekankan tanpa ragu-ragu keharusan gerakan dakwah mencarikan solusi berbagai persoalan umat
secara umum dan menciptakan solusi tersebut merupakan tantangan langsung yang dihadapi gerakan dakwah
(masa kini).
Demikian pula, geralan dakwah berkewajiban untuk memobilisasi seluruh potensi dan kekuatannya untuk
memberikan solusi berbagai persoalan (masyarakat) tersebut, agar umat Islam yakin bahwa gerakan dakwah itu
adalah benteng yang aman yang memungkinkan mereka besandar/berlindung dan concern betul terhadap semua
urusan mereka.
(bersambung insya Alloh)
Akibatnya, kita berjalan dalam keadaan kondisi yang tidak menyadari tingkat produktivitas kita atau bebanbeban yang ditimbulkannya, tanpa peduli terhadap perencanaan yang sehat dan kuat dan keharusan berpindah
dari quadrantbekerja apa yang mungkin kepada quadrant bekerja sesuai yang harus dikerjakan.
(bersambung insya Allah)
Sebagaimana gerakan dakwah juga habis kebanyakan potensinya untuk beramal dan lebih concern kepada kerja
ketimbang meningkatkan kualitas berfikir dan intelektualitas anggotanya (seperti yang kita rasakan hampir 30
tahun tergabung dalam gerakan dakwah.
Ironisnya, setiap ada usulan yang mengarah kepada peningkatan kualitas berifikir dan intelektualitas internal,
selalu kandas dan tidak banyak mendapat dukungan. Akhirnya yang terjadi ialah tradisi taqlid tumbuh dengan
subur sehingga gerakan dakwah setiap hari berhasil melahirkan dan mencetak muqallidun/ kaum taqlid).
Bersamaan dengan absennya sikap resmi jamaah gerakan dakwah terhadap persoalan-persoalan utama yang
menyangkut masyarakat banyak, (seperti sistem pemerintahan yang zalim, sistem ekonomi ribawi kapitalis yang
lalim, persoalan kemiskinan, pendidikan, kesehatan, dan kebodohan.
Selain itu, adanya dominasi asing terhadap negeri-negeri Islam, kejahatan negara-negara maju, khususnya
Amerika Serikat terhadap negara-negara lain dan sebagainya), menyebabkan terbentuk/lahirnya pemikiranpemikiran para pengikut gerakan dakwah yang saling bertentangan yang sekaligus berperan menambah problem
pemikiran yang saling menjauh.
Akan lebih runyam lagi masalahnya jika sikap dan pendapat sebagian partai dan kelompok sekuler dan ideology
yang memusuhi Islam menyelusup pula ke dalam benak sebagian anggota/qiyadah gerakan dakwah untuk
memenuhi kekosongan pemikiran tersebut (seperti yang terjadi di Indonesia dan beberapa negara lainnya).
Sesungguhnya kita meyakini betul bahwa krisis pemikiran/intelektualitas itu pada dasarnya adalah menyangkut
cara turun/menterjemahkan Al-Quran dan As-Sunnah ke dalam realitas kehidupan.
Yang demikian itu akan dapat selesai dengan cara penelitian dan ijtihad yang orisinil dalam lapangan ilmu-ilmu
sosial dan kemanusiaan/humaniora lainnya.
Untuk itu, Independensi gerakan dakwah merupakan hal mutlak diperlukan dan tidak boleh ada kekuatan
manapun, termasuk pemerintahan setempat yang dapat mempengaruhi cara/metode berfikirnya.
Jika gerakan dakwah tersebut benar-benar ingin melakukan perubahan dari jahiliyah kepada Islam. Jika tidak,
gerakan dakwah hanya tidak lebih dari sekedar ornament jahiliyah itu sendiri. (bersambung)
paham
di
antara
jamaah/gerakan
dakwahpun
tak
terhindarkan
yang
mengakibatkan
hilangnya tsiqah(kepercayaan) dan pada waktu yang sama muncul permusuhan, padahal mereka hidup dalam
satu masyarakat.
Di samping itu, gerakan dakwah juga gagal membangun dialog dengan para penguasa setempat yang masih
mengaku Islam, kendati terkadang sangat memusuhi dan tidak toleran terhadap Islam. Akhirnya, yang
diperlihatkan gerakan dakwah selama ini hanya dua bentuk interaksi saja : perlawanan berdarah-darah seperti
yang banyak terjadi di negeri-negeri Arab atau menjilat dan menjual gerakan dakwah itu kepada penguasa,
seperti yang terjadi di Indonesia dan sebagainya.
Saatnya dirumuskan bentuk lain yang memungkinkan terjadinya dialog antara gerakan dakwah dengan
penguasa/pemerintah yang masih belum menerima Islam sebagai The Way of Life. Potensi itu sangat besar jika
saja gerakan dakwah maupun penguasa/pemerintah sama-sama ingin selamat dunia dan akhirat.
Poin lain yang harus dinyatakan dan diperlihatkan serta dibuktikan gerakan dakwah ialah bahwa mereka sama
sekali tidak menginginkan kekuasaan apalagi haus kekuasaan. Yang mereka inginkan hanya keselamatan
mereka, umat mereka dan negeri mereka di dunia mauapun di akhirat kelak.
(insya Allah bersambung)
demikian,
gerakan
dakwah
membiarkan
competitor/pesaingnya
(gerakan-gerakan
sekularisme,
liberalisme dan sebagainya) menguasai media massa sehingga dengan mudah melukiskan gambaran yang rusak
dan buruk tentang gerakan dakwah itu. Gerakan dakwah tidak diberi peluang dan kesempatan secara adil untuk
membela diri dengan efektif.
Sesungguhnya gerakan dakwah harus mencetak kader-kadernya dengan jumlah yang cukup dalam dunia media
massa sehingga mereka menjadi insan media profesional. Di negara-negara yang gerakan dakwah terlibat
pemilihan umum sangat diingatkan untuk hal tersebut, apalagi gerakan politiknya belum sampai ke tingkat yang
diharapkan. (Malah sebaliknya, jutaan dolar dihabiskan untuk biaya pemilu yang tidak memberikan pendidikan
politik yang baik (islami), melainkan belajar politik Micaville).
Adapun dunia penerbitan internal kebanyakannya belum menarik dan bahkan tak jarang pula yang menyebabkan
masyarakat lari. Tidak ada yang sabar menelaah produk-produknya kecuali anggota-angota yang punya
semangat luar biasa. Adapun pembaca yang bukan kader gerakan dakwah, mereka menjauh dan tidak mau
membaca terbitan-terbitannya. Terbatasnya penyebaran terbitan gerakan dakwah tersebut mengisayaratkan
hakikat yang sesungguhnya.
(Sangat disayangkan, baik media cetak, maupun elektronik yang berbau Islam, lahir bukan dari tangan-tangan
kreatif kader gerakan dakwah, termasuk juga lembaga Islam lainnya seperti ekonomi syariah, asuransi syariah
dan sebagainya. Melainkan lahir dari kalangan Muslim yang tidak terlibat gerakan dakwah. Kader-kader gerakan
dakwah baru sampai sebatas tataran teori kendati sudah terlibat gerakan dakwah puluhan tahun dan bahkan
umur gerakan dakwah sudah hampir 80 tahun).
Gerakan dakwah juga melupakan pengarahan terhadap sebagian tamatan SLTA nya untuk menekuni berbagai
lapangan yang banyak dibutuhkan seperti ilmu sosial, media, informasi dan komunikasi, public services,
kepolisian dan hukum. Kehilangan strategi dan perencanaan terhadap berbagai lapangan ini telah melahirkan
akibat yang fatal terhadap gerakan dakwah. Gerakan dakwahpun telah membayarnya dengan harga yang mahal.
(insya Allah bersambung)
Pada umumnya para pemimpin itu saat memaparkan laporan kerja mereka dan kerja organisasi melakukannya
secara umum dan dengan bahasa yng umum pula seperti, segala sesatu berjalan dengan baik, dakwah
mengalami kemajuan, sesungguhnya masa depan Islam cerah, kemenangan sudah dekat, mereka
melihatnya jauh, namun kami melihatnya dekat, kalian (para anggota) harus memperkuat keimanan dan
memberikan pengorbanan yang lebih banyak lagi, dan banyak lagi ungkapan-ungkapan umum lainnya.
(Nah, pertanyaan berikutya adalah : Jika dalam berharokah ada pemimpin yang mau membuat dan memberikan
laporan dan pertanggung jawaban terhadap kinerjanya dan kondisi organisasinya secara umum masih dianggap
belum cukup dan masih dianggap pemimpin tersebut bermasalah.
Maka bagaimana dengan pemimpin yang sudah memimpin puluhan tahun dan bahkan menginginkannya sampai
mati. Namun tidak pernah membuat laporan pertanggung jawaban kinerjanya dan organisasi? Inilah tragedy dan
ironi gerakan dakwah masa kini yang paling mengerikan.)
Gerakan dakwah kehilangan dasar-dasar ilmiyah yang dijadikan sandaran untuk mengevalusasi dan menilai para
anggotanya Belum ada statistik atau fakta-fakta yang berdasarkan angka-angka.
Tidak ada pula analisa objektif baik kuantitatif maupun kualitatif, khususnya terkait penjelasan tentang
keanggotaan, masalah keuangan, laporan/ survey untuk mengetahui opini umum (yang berkembang dalam
internal organisasi), taqwim jamai (evaluasi jamaah), maupun kualitas kerja organisasi.
Yang terjadi adalah, seringkali sebagian pemimpin itu menolak untuk menjawab suatu pertanyaan dengan alasan
keharusan sirriyah (rahasia tanzhim) dan tidak bisa dibuka secara umum (atau dengan bahasa lainnya, ini atau
itu adalah urusan qiyadah, cukuplah dia saja yang tahu).
Sesungguhnya gerakan dakwah itu mustahil berada dalam situasi dan kondisi yang sehat bila qiyadah
(pemimpin)-nya tidak tunduk pada evaluasi objektif secara rutin. Sebab itu, orang-orang yang menantang
untuk mejadi pemimpin atau ingin terus menjadi pemimpin perlu dihadapkan kepada tantangan-tantangan yang
riil dan harus selalu dituntut untuk meningkatkan kualitas kinerja mereka.
Hal yang sangat krusial lainnya ialah, bawa pertanggung jawaban dan evaluasi keuangan jamaah/gerakan
dakwah itu memiliki dimensi akhlak dalam internal gerakan dan dimensi hukum dalam sebuah negara.
Sebab itu, gerakan dakwah harus mengeluarkan laporan dan penjelasan-penjelasan keuangan dan siap
dievaluasi dan diaudit yang didasari oleh landasan yang benar dan sehat.
(Sungguh merupakan musibah besar dalam gerakan dakwah bila sistem dan kebijakan keuangan yang
diterapkan adalah sistem sentralistik dengan berbagai alasan dan dalil syari yang dikemukakan.
Sesungguhnya yang terjadi adalah qiyadahnya tidak pernah siap memberikan laporan keuangan kepada anggota
jamaahnya, karena takut diketahui penyimpangan mereka.. Inilah di antara efek negatif double standard
/standar ganda yang mereka terapkan). (bersambung)
Maka menentukan skala prioritas kerja adalah hal yang amat urgent. Dengan demikian, mobilisasi potensi SDM
dan pendanaan akan terarah kepada masalah-masalah yang tepat.
Sesungguhnya kebutuhan terhadap kemampuan menyusun skala prioritas kerja semakin amat terasa bersamaan
dengan perjalanan waktu yang semakin cepat dan berbagai peristiwa yang semakin bermunculan. Sebab itu,
tidak cukup bila insan dakwah hanya melakukan pekerjaan-pekerjaan yang wajib dan penting. Akan tetapi,
terlebih dahulu harus menunaikan yang lebih penting (first think first). (Dan masalah ini hanya akan terlaksana,
jika memiliki kemampuan perencanaan yang baik dan matang)
(insya Allah bersambung)