Anda di halaman 1dari 16

Makalah Korupsi di Indonesia

March 8th, 2009


PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Peraturan perundang-undangan (legislation) merupakan wujud dari politik hukum institusi
Negara dirancang dan disahkan sebagai undang-undang pemberantasan tindak pidana korupsi.
Secara parsial, dapat disimpulkan pemerintah dan bangsa Indonesia serius melawan dan
memberantas tindak pidana korupsi di negeri ini. Tebang pilih. Begitu kira-kira pendapat
beberapa praktisi dan pengamat hukum terhadap gerak pemerintah dalam menangani kasus
korupsi akhir-akhir ini.
Gaung pemberantasan korupsi seakan menjadi senjata ampuh untuk dibubuhkan dalam teks
pidato para pejabat Negara, bicara seolah ia bersih, anti korupsi. Masyarakat melalui LSM dan
Ormas pun tidak mau kalah, mengambil manfaat dari kampanye anti korupsi di Indonesia.
Pembahasan mengenai strategi pemberantasan korupsi dilakakukan dibanyak ruang seminar,
booming anti korupsi, begitulah tepatnya. Meanstream perlawanan terhadap korupsi juga
dijewantahkan melalui pembentukan lembaga Adhoc, Komisi Anti Korupsi (KPK).
Celah kelemahan hukum selalu menjadi senjata ampuh para pelaku korupsi untuk menghindar
dari tuntutan hukum. Kasus Korupsi mantan Presiden Soeharto, contoh kasus yang paling anyar
yang tak kunjung memperoleh titik penyelesaian. Perspektif politik selalu mendominasi kasuskasus hukum di negeri sahabat Republik BBM ini. Padahal penyelesaiaan kasus-kasus korupsi
besar seperti kasus korupsi Soeharto dan kroninya, dana BLBI dan kasus-kasus korupsi besar
lainnya akan mampu menstimulus program pembangunan ekonomi di Indonesia.
B. PERMASALAHAN
Bagaimana korupsi mempengaruhi pembangunan ekonomi di Indonesia?
Strategi apa yang dapat dilakukan untuk meminimalisir praktek korupsi tersebut?
Bagaimana multiplier effect bagi efesiensi dan efektifitas pembangunan ekonomi di Indonesia?
BAB II
PEMBAHASAN
A. Makna Tindak Pidana Korupsi
Jeremy Pope dalam bukunya Confronting Coruption: The Element of National Integrity System,
menjelaskan bahwa korupsi merupakan permasalahan global yang harus menjadi keprihatinan
semua orang. Praktik korupsi biasanya sejajar dengan konsep pemerintahan totaliter, diktator
yang meletakkan kekuasaan di tangan segelintir orang. Namun, tidak berarti dalam sistem sosialpolitik yang demokratis tidak ada korupsi bahkan bisa lebih parah praktek korupsinya, apabila
kehidupan sosial-politiknya tolerasi bahkan memberikan ruang terhadap praktek korupsi tumbuh
subur. Korupsi juga tindakan pelanggaran hak asasi manusia, lanjut Pope.
Menurut Dieter Frish, mantan Direktur Jenderal Pembangunan Eropa. Korupsi merupakan
tindakan memperbesar biaya untuk barang dan jasa, memperbesar utang suatu Negara, dan
menurunkan standar kualitas suatu barang. Biasanya proyek pembangunan dipilih karena alasan
keterlibatan modal besar, bukan pada urgensi kepentingan publik. Korupsi selalu menyebabkan
situasi sosial-ekonomi tak pasti (uncertenly). Ketidakpastian ini tidak menguntungkan bagi
pertumbuhan ekonomi dan peluang bisnis yang sehat. Selalu terjadi asimetris informasi dalam
kegiatan ekonomi dan bisnis. Sektor swasta sering melihat ini sebagai resiko terbesar yang harus
ditanggung dalam menjalankan bisnis, sulit diprediksi berapa Return of Investment (ROI) yang
dapat diperoleh karena biaya yang harus dikeluarkan akibat praktek korupsi juga sulit diprediksi.
Akhiar Salmi dalam makalahnya menjelaskan bahwa korupsi merupakan perbuatan buruk,

seperti penggelapan uang, penerimaan uang sogok dan sebagainya.


Dalam makalahnya, Salmi juga menjelaskan makna korupsi menurut Hendry Campbell Black
yang menjelaskan bahwa korupsi An act done with an intent to give some advantage
inconsistent with official duty and the right of others. The act of an official or fiduciary person
who unlawfully and wrongfully uses his station or character to procure some benefit for himself
or for another person, contrary to duty and the right of others. Undang-undang Republik
Indonesia Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari
Korupsi, Kolusi dan Nepotisme, pasal 1 menjelaskan bahwa tindak pidana korupsi sebagaimana
maksud dalam ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang tindak pidana
korupsi. Jadi perundang-undangan Republik Indonesia mendefenisikan korupsi sebagai salah
satu tindak pidana. Mubaryanto, Penggiat ekonomi Pancasila, dalam artikelnya menjelaskan
tentang korupsi bahwa, salah satu masalah besar berkaitan dengan keadilan adalah korupsi, yang
kini kita lunakkan menjadi KKN. Perubahan nama dari korupsi menjadi KKN ini barangkali
beralasan karena praktek korupsi memang terkait koneksi dan nepotisme. Tetapi tidak dapat
disangkal bahwa dampak penggantian ini tidak baik karena KKN ternyata dengan kata tersebut
praktek korupsi lebih mudah diteleransi dibandingkan dengan penggunaan kata korupsi secara
gamblang dan jelas, tanpa tambahan kolusi dan nepotisme.
B. Korupsi dan Politik Hukum Ekonomi
Korupsi merupakan permasalah mendesak yang harus diatasi, agar tercapai pertumbuhan dan
geliat ekonomi yang sehat. Berbagai catatan tentang korupsi yang setiap hari diberitakan oleh
media massa baik cetak maupun elektronik, tergambar adanya peningkatan dan pengembangan
model-model korupsi. Retorika anti korupsi tidak cukup ampuh untuk memberhentikan praktek
tercela ini. Peraturan perundang-undang yang merupakan bagian dari politik hukum yang dibuat
oleh pemerintah, menjadi meaning less, apabila tidak dibarengi dengan kesungguhan untuk
manifestasi dari peraturan perundang-undangan yang ada. Politik hukum tidak cukup, apabila
tidak ada recovery terhadap para eksekutor atau para pelaku hukum. Konstelasi seperti ini
mempertegas alasan dari politik hukum yang dirancang oleh pemerintah tidak lebih hanya
sekedar memenuhi meanstream yang sedang terjadi.
Dimensi politik hukum yang merupakan kebijakan pemberlakuan atau enactment policy,
merupakan kebijakan pemberlakuan sangat dominan di Negara berkembang, dimana peraturan
perundang-undangan kerap dijadikan instrumen politik oleh pemerintah, penguasa tepatnya,
untuk hal yang bersifat negatif atau positif. Dan konsep perundang-undangan dengan dimensi
seperti ini dominan terjadi di Indonesia, yang justru membuka pintu bagi masuknya praktek
korupsi melalui kelemahan perundang-undangan. Lihat saja Undang-undang bidang ekonomi
hasil analisis Hikmahanto Juwana, seperti Undang-undang Perseroan Terbatas, Undang-undang
Pasar Modal, Undang-undang Hak Tanggungan, UU Dokumen Perusahaan, UU Kepailitan, UU
Perbankan, UU Persaingan Usaha, UU Perlindungan Konsumen, UU Jasa Konstruksi, UU Bank
Indonesia, UU Lalu Lintas Devisa, UU Arbitrase, UU Telekomunikasi, UU Fidusia, UU Rahasia
Dagang, UU Desain Industri dan banyak UU bidang ekonomi lainnya. Hampir semua peraturan
perundang-undangan tersebut memiliki dimensi kebijakan politik hukum kebijakan
pemberlakuan, dan memberikan ruang terhadap terjadinya praktek korupsi.
Fakta yang terjadi menunjukkan bahwa Negara-negara industri tidak dapat lagi menggurui
Negara-negara berkembang soal praktik korupsi, karena melalui korupsilah sistem ekonomisosial rusak, baik Negara maju dan berkembang. Bahkan dalam bukunya The Confesion of
Economic Hit Man John Perkin mempertegas peran besar Negara adidaya seperti Amerika

Serikat melalui lembaga donor seperti IMF, Bank Dunia dan perusahaan Multinasional menjerat
Negara berkembang seperti Indonesia dalam kubangan korupsi yang merajalela dan terperangkap
dalam hutang luar negeri yang luar biasa besar, seluruhnya dikorup oleh penguasa Indonesia saat
itu. Hal ini dilakukan dalam melakukan hegemoni terhadap pembangunan ekonomi di Indonesia,
dan berhasil. Demokratisasi dan Metamorfosis Korupsi Pergeseran sistem, melalui tumbangnya
kekuasaan icon orde baru, Soeharto. Membawa berkah bagi tumbuhnya kehidupan demokratisasi
di Indonesia. Reformasi, begitu banyak orang menyebut perubahan tersebut. Namun sayang
reformasi harus dibayar mahal oleh Indonesia melalui rontoknya fondasi ekonomi yang memang
Buble Gum yang setiap saat siap meledak itu. Kemunafikan (Hipocrasy) menjadi senjata
ampuh untuk membodohi rakyat. Namun, apa mau dinyana rakyat tak pernah sadar, dan terbuai
oleh lantunan lembut lagu dan kata tertata rapi dari hipocrasi yang lahir dari mulut para pelanjut
cita-cita dan karakter orde baru. Dulu korupsi tersentralisasi di pusat kekuasaan, seiring otonomi
atau desentralisasi daerah yang diikuti oleh desentralisasi pengelolaan keuangan daerah, korupsi
mengalami pemerataan dan pertumbuhan yang signifikan. Pergeseran sistem yang penulis
jelaskan, diamini oleh Susan Rose-Ackerman, yang melihat kasus di Italy, Rose menjelaskan
demokratisasi dan pasar bebas bukan satu-satunya alat penangkal korupsi, pergeseran pemerintah
otoriter ke pemerintahan demokratis tidak serta merta mampu menggusur tradisi suap-menyuap.
Korupsi ada di semua sistem sosial feodalisme, kapitalisme, komunisme dan sosialisme.
Dibutuhkan Law effort sebagai mekanisme solusi sosial untuk menyelesaikan konflik
kepentingan, penumpuk kekayaan pribadi, dan resiko suap-menyuap. Harus ada tekanan hukum
yang menyakitkan bagi koruptor. Korupsi di Indonesia telah membawa disharmonisasi politikekonomi-sosial, grafik pertumbuhan jumlah rakyat miskin terus naik karena korupsi.
Dalam kehidupan demokrasi di Indonesia, praktek korupsi makin mudah ditemukan dipelbagai
bidang kehidupan. Pertama, karena melemahnya nilai-nilai sosial, kepentingan pribadi menjadi
pilihan lebih utama dibandingkan kepentingan umum, serta kepemilikan benda secara individual
menjadi etika pribadi yang melandasi perilaku sosial sebagian besar orang. Kedua, tidak ada
transparansi dan tanggung gugat sistem integritas public. Biro pelayanan publik justru digunakan
oleh pejabat publik untuk mengejar ambisi politik pribadi, semata-mata demi promosi jabatan
dan kenaikan pangkat. Sementara kualitas dan kuantitas pelayanan publik, bukan prioritas dan
orientasi yang utama. Dan dua alasan ini menyeruak di Indonesia, pelayanan publik tidak pernah
termaksimalisasikan karena praktik korupsi dan demokratisasi justru memfasilitasi korupsi.
Korupsi dan Ketidakpastian Pembangunan Ekonomi Pada paragraf awal penulis jelaskan bahwa
korupsi selalu mengakibatkan situasi pembangunan ekonomi tidak pasti. Ketidakpastian ini tidak
menguntungkan bagi pertumbuhan ekonomi dan bisnis yang sehat. Sektor swasta sulit
memprediksi peluang bisnis dalam perekonomian, dan untuk memperoleh keuntungan maka
mereka mau tidak mau terlibat dalam konspirasi besar korupsi tersebut. High cost economy harus
dihadapi oleh para pebisnis, sehingga para investor enggan masuk menanamkan modalnya
disektor riil di Indonesia, kalaupun investor tertarik mereka prepare menanamkan modalnya di
sektor financial di pasar uang.
Salah satu elemen penting untuk merangsang pembangunan sektor swasta adalah meningkatkan
arus investasi asing (foreign direct investment). Dalam konteks ini korupsi sering menjadi beban
pajak tambahan atas sektor swasta. Investor asing sering memberikan respon negatif terhadap
hali ini(high cost economy). Indonesia dapat mencapai tingkat investasi asing yang optimal, jika
Indonesia terlebih dahulu meminimalisir high cost economy yang disebabkan oleh korupsi.
Praktek korupsi sering dimaknai secara positif, ketika perilaku ini menjadi alat efektif untuk
meredakan ketegangan dan kebekuan birokrasi untuk menembus administrasi pemerintah dan

saluran politik yang tertutup. Ketegangan politik antara politisi dan birokrat biasanya efektif
diredakan melalui praktek korupsi yang memenuhi kepentingan pribadi masing-masing. Pararel
dengan pendapat Mubaryanto, yang mengatakan Ada yang pernah menyamakan penyakit
ekonomi inflasi dan korupsi. Inflasi, yang telah menjadi hiperinflasi tahun 1966, berhasil diatasi
para teknokrat kita. Sayangnya sekarang tidak ada tanda-tanda kita mampu dan mau mengatasi
masalah korupsi, meskipun korupsi sudah benar-benar merebak secara mengerikan. Rupanya
masalah inflasi lebih bersifat teknis sehingga ilmu ekonomi sebagai monodisiplin relatif mudah
mengatasinya. Sebaliknya korupsi merupakan masalah sosial-budaya dan politik, sehingga ilmu
ekonomi sendirian tidak mampu mengatasinya. Lebih parah lagi ilmu ekonomi malah cenderung
tidak berani melawan korupsi karena dianggap tidak terlalu mengganggu pembangunan. Juga
inflasi dianggap dapat lebih menggairahkan pembangunan, dapat memperluas pasar bagi
barang-barang mewah, yang diproduksi. Dunia usaha memang nampak lebih bergairah jika ada
korupsi! Apapun alasannya, korupsi cenderung menciptakan inefisiensi dan pemborosan sektor
ekonomi selalu terjadi. Output yang dihasilkan tidak sebanding dengan nilai yang dikeluarkan,
ancaman inflasi selalu menyertai pembangunan ekonomi. GDP turun drastis, nilai mata uang
terus tergerus. Akibat efek multiplier dari korupsi tersebut. Mubaryanto menjelaskan, Kunci dari
pemecahan masalah korupsi adalah keberpihakan pemerintah pada keadilan. Korupsi harus
dianggap menghambat pewujudan keadilan sosial, pembangunan sosial, dan pembangunan
moral. Jika sekarang korupsi telah menghinggapi anggota-anggota legislatif di pusat dan di
daerah, bahayanya harus dianggap jauh lebih parah karena mereka (anggota DPR/DPRD) adalah
wakil rakyat. Jika wakil-wakil rakyat sudah berjamaah dalam berkorupsi maka tindakan ini
jelas tidak mewakili aspirasi rakyat, Jika sejak krisis multidimensi yang berawal dari krismon
1997/1998 ada anjuran serius agar pemerintah berpihak pada ekonomi rakyat (dan tidak lagi
pada konglomerat), dalam bentuk program-program pemberdayaan ekonomi rakyat, maka ini
berarti harus ada keadilan politik.
Keadilan ekonomi dan keadilan sosial sejauh ini tidak terwujud di Indonesia karena tidak
dikembangkannya keadilan politik. Keadilan politik adalah aturan main berpolitik yang adil,
atau menghasilkan keadilan bagi seluruh warga negara. Kita menghimbau para filosof dan
ilmuwan-ilmuwan sosial, untuk bekerja keras dan berpikir secara empirik-induktif, yaitu selalu
menggunakan data-data empirik dalam berargumentasi, tidak hanya berpikir secara teoritis saja,
lebih-lebih dengan selalu mengacu pada teori-teori Barat. Dengan berpikir empirik kesimpulankesimpulan pemikiran yang dihasilkan akan langsung bermanfaat bagi masyarakat dan para
pengambil kebijakan masa sekarang. Misalnya, adilkah orang-orang kaya kita hidup mewah
ketika pada saat yang sama masih sangat banyak warga bangsa yang harus mengemis sekedar
untuk makan. Negara kaya atau miskin sama saja, apabila tidak ada itikad baik untuk
memberantas praktek korup maka akan selalu mendestruksi perekonomian dalam jangka pendek
maupun panjang. Banyak bukti yang menunjukkan bahwa skandal ekonomi dan korupsi sering
terjadi dibanyak Negara kaya dan makmur dan juga terjadi dari kebejatan moral para cleptocrasy
di Negara-negara miskin dan berkembang seperti Indonesia. Pembangunan ekonomi sering
dijadikan alasan untuk menggadaikan sumber daya alam kepada perusahaan multinasional dan
Negara adi daya yang didalamnya telah terkemas praktik korupsi untuk menumpuk pundit-pundi
harta bagi kepentingan politik dan pribadi maupun kelompoknya.
C. Korupsi dan Desentralisasi
Desentralisasi atau otonomi daerah merupakan perubahan paling mencolok setelah reformasi
digulirkan. Desentralisasi di Indonesia oleh banyak pengamat ekonomi merupakan kasus

pelaksanaan desentralisasi terbesar di dunia, sehingga pelaksanaan desentralisasi di Indonesia


menjadi kasus menarik bagi studi banyak ekonom dan pengamat politik di dunia. Kompleksitas
permasalahan muncul kepermukaan, yang paling mencolok adalah terkuangnya sebagian kasuskasus korupsi para birokrat daerah dan anggota legislatif daerah. Hal ini merupakan fakta bahwa
praktek korupsi telah mengakar dalam kehidupan sosial-politik-ekonomi di Indonesia.
Pemerintah daerah menjadi salah satu motor pendobrak pembangunan ekonomi. Namun, juga
sering membuat makin parahnya high cost economy di Indonesia, karena munculnya pungutanpungutan yang lahir melalui Perda (peraturan daerah) yang dibuat dalam rangka meningkatkan
PAD (pendapatan daerah) yang membuka ruang-ruang korupsi baru di daerah. Mereka tidak
sadar, karena praktek itulah, investor menahan diri untuk masuk ke daerahnya dan memilih
daerah yang memiliki potensi biaya rendah dengan sedikit praktek korup. Akibat itu semua,
kemiskinan meningkat karena lapangan pekerjaan menyempit dan pembangunan ekonomi di
daerah terhambat. Boro-boro memacu PAD. Terdapat beberapa bobot yang menentukan daya
saing investasi daerah. Pertama, faktor kelembagaan. Kedua, faktor infrastruktur. Ketiga, faktor
sosial politik. Keempat, faktor ekonomi daerah. Kelima, faktor ketenagakerjaan. Hasil
penelitian Komite Pemantauan Pelaksanaan Otonomi Daerah (KPPOD) menjelaskan pada tahun
2002 faktor kelembagaan, dalam hal ini pemerintah daerah sebagi faktor penghambat terbesar
bagi investasi hal ini berarti birokrasi menjadi faktor penghambat utama bagi investasi yang
menyebabkan munculnya high cost economy yang berarti praktek korupsi melalui pungutanpungutan liar dan dana pelicin marak pada awal pelaksanaan desentralisasi atau otonomi daerah
tersebut. Dan jelas ini menghambat tumbuhnya kesempatan kerja dan pengurangan kemiskinan
di daerah karena korupsi di birokrasi daerah. Namun, pada tahun 2005 faktor penghambat utama
tersebut berubah. Kondisi sosial-politik dominan menjadi hambatan bagi tumbuhnya investasi di
daerah.
Pada tahun 2005 banyak daerah melakukan pemilihan kepala daerah (Pilkada) secara langsung
yang menyebabkan instabilisasi politik di daerah yang membuat enggan para investor untuk
menanamkan modalnya di daerah. Dalam situasi politik seperti ini, investor lokal memilih
menanamkan modalnya pada ekspektasi politik dengan membantu pendanaan kampanye caloncalon kepala daerah tertentu, dengan harapan akan memperoleh kemenangan dan memperoleh
proyek pembangunan di daerah sebagai imbalannya. Kondisi seperti ini tidak akan menstimulus
pembangunan ekonomi, justru hanya akan memperbesar pengeluaran pemerintah (government
expenditure) karena para investor hanya mengerjakan proyek-proyek pemerintah tanpa
menciptakan output baru diluar pengeluaran pemerintah (biaya aparatur negara). Bahkan akan
berdampak pada investasi diluar pengeluaran pemerintah, karena untuk meningkatkan PAD-nya
mau tidak mau pemerintah daerah harus menggenjot pendapatan dari pajak dan retrebusi melalui
berbagai Perda (peraturan daerah) yang menciptakan ruang bagi praktek korupsi. Titik tolak
pemerintah daerah untuk memperoleh PAD yang tinggi inilah yang menjadi penyebab
munculnya high cost economy yang melahirkan korupsi tersebut karena didukung oleh birokrasi
yang njelimet.
Seharusnya titik tolak pemerintah daerah adalah pembangunan ekonomi daerah dengan menarik
investasi sebesar-besarnya dengan merampingkan birokrasi dan memperpendek jalur serta
jangka waktu pengurusan dokumen usaha, serta membersihkan birokrasi dari praktek korupsi.
Peningkatan PAD (Pendapatan Asli Daerah), pengurangan jumlah pengangguran dan kemiskinan
pasti mengikuti.
D. Memberantas Korupsi demi Pembangunan Ekonomi

Selain menghambat pertumbuhan ekonomi, korupsi juga menghambat pengembangan sistem


pemerintahan demokratis. Korupsi memupuk tradisi perbuatan yang menguntungkan diri sendiri
atau kelompok, yang mengesampingkan kepentingan publik. Dengan begitu korupsi menutup
rapat-rapat kesempatan rakyat lemah untuk menikmati pembangunan ekonomi, dan kualitas
hidup yang lebih baik. Pendekatan yang paling ampuh dalam melawan korupsi di Indonesia.
Pertama, mulai dari meningkatkan standar tata pemerintahan melalui konstruksi integritas
nasional. Tata pemerintahan modern mengedepankan sistem tanggung gugat, dalam tatanan
seperti ini harus muncul pers yang bebas dengan batas-batas undang-undang yang juga harus
mendukung terciptanya tata pemerintah dan masyarakat yang bebas dari korupsi. Demikian pula
dengan pengadilan. Pengadilan yang merupakan bagian dari tata pemerintahan, yudikatif, tidak
lagi menjadi hamba penguasa. Namun, memiliki ruang kebebasan menegakkan kedaulatan
hukum dan peraturan. Dengan demikian akan terbentuk lingkaran kebaikan yang memungkin
seluruh pihak untuk melakukan pengawasan, dan pihak lain diawasi. Namun, konsep ini penulis
akui sangat mudah dituliskan atau dikatakan daripada dilaksanakan. Setidaknya dibutuhkan
waktu yang cukup lama untuk membangun pilar-pilar bangunan integritas nasional yang
melakukan tugas-tugasnya secara efektif, dan berhasil menjadikan tindakan korupsi sebagai
perilaku yang beresiko sangat tinggi dengan hasil yang sedikit.
Konstruksi integritas nasional, ibarat Masjidil Aqsha yang suci yang ditopang oleh pilar-pilar
peradilan, parlemen, kantor auditor-negara dan swasta, ombudsman, media yang bebas dan
masyarakat sipil yang anti korupsi. Diatas bangunan nan suci itu ada pembangunan ekonomi
demi mutu kehidupan yang lebih baik, tatanan hukum yang ideal, kesadaran publik dan nilainilai moral yang kokoh memayungi integritas nasional dari rongrongan korupsi yang
menghambat pembangunan yang paripurna. Kedua, hal yang paling sulit dan fundamental dari
semua perlawanan terhadap korupsi adalah bagaimana membangun kemauan politik (political
will). Kemauan politik yang dimaksud bukan hanya sekedar kemauan para politisi dan orangorang yang berkecimpung dalam ranah politik. Namun, ada yang lebih penting sekedar itu
semua. Yakni, kemauan politik yang termanifestasikan dalam bentuk keberanian yang didukung
oleh kecerdasan sosial masyarakat sipil atau warga Negara dari berbagai elemen dan strata sosial.
Sehingga jabatan politik tidak lagi digunakan secara mudah untuk memperkaya diri, namun
sebagai tangggung jawab untuk mengelola dan bertanggung jawab untuk merumuskan gerakan
mencapai kehidupan berbangsa dan bernegara yang baik. Biasanya resiko politik merupakan
hambatan utama dalam melawan gerusan korupsi terhadap pembangunan ekonomi nasional.
Oleh sebab itu, mengapa kesadaran masyarakat sipil penting?.
Dalam tatanan pemerintahan yang demokratis, para politisi dan pejabat Negara tergantung
dengan suara masyarakat sipil. Artinya kecerdasan sosial-politik dari masyarakat sipil-lah yang
memaksa para politisi dan pejabat Negara untuk menahan diri dari praktek korupsi. Masyarakat
sipil yang cerdas secara sosial-politik akan memilih pimpinan (politisi) dan pejabat Negara yang
memiliki integritas diri yang mampu menahan diri dari korupsi dan merancang kebijakan kearah
pembangunan ekonomi yang lebih baik. Melalui masyarakat sipil yang cerdas secara sosialpolitik pula pilar-pilar peradilan dan media massa dapat diawasi sehingga membentuk integritas
nasional yang alergi korupsi. Ketika Konstruksi Integritas Nasional berdiri kokoh dengan payung
kecerdasan sosial-politik masyarakat sipil, maka pembangunan ekonomi dapat distimulus dengan
efektif. Masyarakat sipil akan mendorong pemerintah untuk memberikan pelayanan publik yang
memadai.masyarakat sipil pula yang memberi ruang dan menciptakan ruang pembangunan
ekonomi yang potensial. Masyarakat melalui para investor akan memutuskan melakukan
investasi yang sebesar-besarnya karena hambatan ketidakpastian telah hilang oleh bangunan

integritas nasional yang kokoh. Jumlah output barang dan jasa terus meningkat karena
kondusifnya iklim investasi di Indonesia, karena kerikil-kerikil kelembagaan birokrasi yang
njelimet dan korup telah diminimalisir, kondisi politik stabil dan terkendali oleh tingginya
tingkat kecerdasan sosial-politik masyarakat sipil.
Para investor mampu membuat prediksi ekonomi dengan ekspektasi keuntungan tinggi. Sehingga
dengan begitu pembangunan ekonomi akan memberikan dampak langsung pada pengurangan
jumlah pengangguran dan masyarakat miskin, peningkatan PAD (Pendapatan Asli Daerah)
masing-masing daerah, peningkatan GDP dan pemerintah akan mampu membangun sisten
jaminan sosial warganya melalui peningkatan kualitas pendidikan dan layanan kesehatan yang
memberikan dampak langsung pada peningkatan kecerdasan masyarakat sipil.
BAB III
KESIMPULAN
Merangkai kata untuk perubahan memang mudah. Namun, melaksanakan rangkaian kata dalam
bentuk gerakan terkadang teramat sulit. Dibutuhkan kecerdasan dan keberanian untuk
mendobrak dan merobohkan pilar-pilar korupsi yang menjadi penghambat utama lambatnya
pembangunan ekonomi nan paripurna di Indonesia. Korupsi yang telah terlalu lama menjadi
wabah yang tidak pernah kunjung selesai, karena pembunuhan terhadap wabah tersebut tidak
pernah tepat sasaran ibarat yang sakit kepala, kok yang diobati tangan . Pemberantasan
korupsi seakan hanya menjadi komoditas politik, bahan retorika ampuh menarik simpati. Oleh
sebab itu dibutuhkan kecerdasan masyarakat sipil untuk mengawasi dan membuat keputusan
politik mencegah makin mewabahnya penyakit kotor korupsi di Indonesia. Tidak mudah
memang.
DAFTAR PUSTAKA
Bahan Bacaan Akhiar Salmi, Paper 2006, Memahami UU tentang Pemberantasan Tindak
Pidana Korupsi, MPKP, FE,UI.
Harian Kompas, 13 juni 2006,
Gramedia Hikmahanto Juwana, Paper 2006, Politik Hukum UU Bidang Ekonomi di
Indonesia, MPKP, FE.UI.
Mubaryanto, Artikel, Keberpihakan dan Keadilan, Jurnal Ekonomi Rakyat, UGM, 2004
Jeremy Pope, Confronting Corruption: The Element of National Integrity System,
Transparency International, 2000.
Robert A Simanjutak, Implementasi Desentralisasi Fiskal:Problema, Prospek, dan Kebijakan,
LPEM UI, 2003
Undang-undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah.
Undang-undang Republik Indonesia Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan
Pusat dan Daerah.

KORUPSI PERSPEKTIF PIDANA ISLAM Abstract : Corruption is action of deviation which is


against justice principle (al-`adalah), accountability (al-amanah), and responsibility. Corruption
with all its the negativity impacts generating various distortions to life of state and public can be
categorized is including deed fasad, damage on earth, also very is cursed God SWT. In corruption
Islam crime is crime which its the perpetrator is sanctioned by law. Sanction of Law in this case is
ta'zir based on government rule (Law and regulation) for absense of assertive sanction from alQur'an and Sunnah .
A. PENDAHULUAN
Salah satu kejahatan atau tindak pidana dalah korupsi, yang dalam bentuknya memiliki banyak
macam dan jenis. Ironis me mang, di Indonesia negeri yang mayoritas penduduknya beragama Islam
dan menjunjung tinggi nilai-nilai spiritual ini pernah meraih peringkat pertama sebagai Negara
terkorup di Asia dan Negara paling lamban yang keluar dari krisis dibandingkan negara-negara
tetangganya.1 Sebagai umat Islam sudah selayaknya kita menangani permasalahan tersebut dilihat
dari sudut pandang Islam. Adalah suatu hal yang naif apabila kenyataan ironis di atas ditimpakan
kepada Islam sebagai agama yang dianut oleh mayoritas penduduk. Yang perlu dikritisi di sini ialah
orientasi keberagamaan kita yang menekankan kesalehan ritual-formal dengan mengabaikan
kesalehan moral-individual dan sosial. Model beragama seperti ini memang sulit untuk dapat
mencegah pemeluknya dari perilaku-perilaku buruk, seperti korupsi. Padahal dalam perspektif ajaran
Islam, korupsi merupakan perbuatan terkutuk, karena dampak buruk yang ditimbulkannya bagi suatu
masyarakat dan bangsa sangatlah serius. Oleh karena itu, makalah ini akan membahas mengenai apa
itu korupsi? Bagaimana Islam melihat korupsi? Dan apa sanksi Islam mengenai tindak pidana
korupsi? Irdamisraini Hukum Islam. Vol. VIII No2 Desember 2008 121

B. PENGERTIAN KORUPSI
Kata korupsi sebagaimana yang diketahui oleh banyak orang sekarang ini berasal dari bahasa Inggris
corruption. Sebetulnya kata corruption tersebut berasal dari kata dalam bahasa Latin corruptus
yang berarti merusak habis-habisan. Kata corruptus itu sendiri berasal dari kata dasar
corrumpere, yang tersusun dari kata com (yang berarti menyeluruh) dan rumpere yang berarti
merusak secara total kepercayaan khalayak kepada si pelaku yang tak jujur itu. 2
Dalam khazanah pemikiran hukum Islam (fiqh) klasik, perilaku korupsi belum memperoleh porsi
pembahasan yang memadai, ketika para fuqaha berbicara tentang kejahatan memakan harta benda
manusia secara tidak benar (akl amwal al-nas bi al-bathil) seperti yang diharamkan dalam al-Quran,
tetapi apabila merujuk kepada kata asal dari korupsi (corrup), maka dapat berarti merusak (dalam
bentuk kecurangan) atau menyuap.3 Di antara berbagai bentuk kejahatan ini yang nampaknya paling
mirip substansinya dengan korupsi ialah ghulul yang diartikan sebagai pengkhianatan terhadap
amanah dalam pengelolaan harta rampasan perang dan risywah atau yang biasa dikenal dengan
istilah suap. Dalam konteks ajaran Islam yang lebih luas, korupsi merupakan tindakan yang
bertentangan dengan prinsip keadilan (al-`adalah), akuntabilitas (al-amanah), dan tanggung jawab.
Korupsi dengan segala dampak negatifnya yang menimbulkan berbagai distorsi terhadap kehidupan
negara dan masyarakat dapat dikategorikan termasuk perbuatan fasad, kerusakan di muka bumi, yang
juga amat dikutuk Allah SWT.
C. HADIS MENGENAI KORUPSI
:4 Irdamisraini Hukum Islam. Vol. VIII No2 Desember 2008 122

Artinya : Nabi menugaskan seorang laki-laki dari Bani Asad yang disebut Ibn al-Lutbiyah untuk
mengambil zakat, kemudian setelah kembali ia berkata (kepada Nabi): Ini untuk Tuan dan ini
diberikan kepadaku, kemudian Nabi naik ke mimbar, begitu juga yang dikatakan Sufyan (perawi),
kemudian Nabi memuji Allah dan menyanjung-Nya lalu bersabda: Apa-apaan petugas ini, aku utus
kembali seraya berkata, ini untukmu dan ini untukku? maka cobalah ia duduk (saja) di rumah
orang tuanya (tidak menjadi petugas) dan mengandaikan ia diberi hadish atau tidak? Demi Zat yang
diriku berada di tangan-Nya, maka ia tidak mendapat apa-apa kecuali datang di hari kiamat dengan
memikul di atas leher, kalaupun berupa unta, sapi atau kambing yang semuanya meringikik.
Kemudian Nabi mengangkat tangannya sampai kulihat putihnya ketiak beliau (kata rawi) dan
bersabda: bukankah telah aku sampaikan? diulanginya tiga kali. (H.R. Bukhari)
5 Artinya: Dari Abu hamid al-Saidy sesungguhnya Rasulullah saw bersabda: Hadiah-hadiah pada
pejabat adalah ghulul (pengkhianatan). (H.R. Ahmad)
:: 6 Artinya: Dari Abdullah ibn Amru berkata: Saya mendengar Rasulullah saw. bersabda: Allah
melaknat orang yang menyuap dan yang menerima suap. (H.R. Ibnu Hibban)
7 Artinya: Dari Abu Hurairah ra. Berkata: Rasulullah melaknat orang yang menyuap dan yang
menerima suap dalam hukum. (H.R. Turmuzi)
: 8 Irdamisraini Hukum Islam. Vol. VIII No2 Desember 2008 123

Artinya: Dari Tsubana berkata, Rasulullah saw. melaknat orang yang menyuap dan yang menerima
suap serta al-Raisya yaitu orang yang menjadi perantara keduanya. (H.R. Ahmad)
D. GHULUL
Ghulul menurut bahasa adalah khianat, sedangkan menurut Ibn al-Atsir, ghulul adalah berkhianat
mengenai harta rampasan perang atau mencuri harta tersebut, dan masih menurutnya setiap orang
yang berkhianat secara sembunyi-sembunyi mengenai urusan sesuatu, maka ia telah berbuat ghulul.9
Adapun maksud dari ghulul menurut korupsi adalah berupa tindakan penggelapan yang dilakukan
seseorang untuk memperkaya diri sendiri. Ada pula yang menganggap Harta Ghulul adalah harta
yang diperoleh oleh pejabat (pemerintah atau swasta) melalui kecurangan atau tidak syari, baik yang
diambil harta negara maupun masyarakat.10
E. RISYWAH (SUAP)
Menurut terminologi Fiqh, Risywah (suap) adalah segala sesuatu yang diberikan oleh seseorang
kepada seorang hakim atau yang bukan hakim agar ia memutuskan suatu perkara untuk
(kepentingan)nya atau agar ia mengikuti kemauannya.11 Sedangkan menurut Ibnu Nadim Risywah
adalah segala sesuatu yang diberikan seseorang kepada hakim atau yang lainnya untuk memutuskan
suatu perkara atau membawa (putusan tersebut) sesuai dengan keinginannya (yang memberi).
Risywah (suap) merupakan perbuatan yang dilaknat oleh Allah dan Rasulnya sebagaimana dijelaskan
dalam hadis. Risywah atau suap memang tidak bisa terjadi dari satu pihak. Ia selalu melibatkan kedua
belah pihak, bahkan sangat boleh jadi bisa tiga pihak. Yakni si penyuap (raasyii), yang disuap atau
yang menerima suap (murtasyii) dan yang menjadi perantara (raaisy) . Oleh sebab itu, risywah ini
memang merupakan kejahatan yang terorganisir. Sekaligus ia merupakan kejahatan yang susah
dibongkar, karena antara pelaku dan korban sama-sama terlibat. Beda dengan kejahatan umumnya,
pencurian, penipuan atau penganiayaan; pelaku dan korban tidak mungkin bersekongkol.
Tapi sebenarnya korban kejahatan suap bukan si penyuap, yang disuap atau pun si perantara.
Ketiganya, pada hakikatnya sama-sama merupakan pelaku. Sementara korban yang sesungguhnya
adalah Irdamisraini Hukum Islam. Vol. VIII No2 Desember 2008 124

pihak keempat, yakni: pertama, orang yang kehilangan haknya karena adanya praktek penyuapan,
dan korban kedua adalah masyarakat luas. Yang pertama korban langsung, yang kedua korban tidak
langsung. Oleh sebab itulah, maka menurut sabda Rasulullah SAW dalam kejahatan suap ini yang
dikutuk adalah yang menyuap dan yang disuap atau yang menerima suap.12
Dengan demikian dapat dipahami bahwa jika seseorang untuk mengerjakan sesuatu pekerjaan telah
dibayar maka apapun selain itu bukan menjadi haknya dan haram mengambilnya. Begitu juga, jika
dia memanfaatkan harta perusahaan atau negara untuk kepentingan pribadinya, dalam hal ini ia telah
mengambil sesuatu yang bukan haknya secara bathil dan haram hukumnya. Misal, seorang karyawan
menerima souvenir sebuah pulpen, parcel diakhir tahun, amplop yang berisi uang atau uang komisi
yang biasanya langsung ditransfer, mengambil harta perusahaan/ negara, melakukan mark-up suatu
transaksi, dan lain-lain.13
F. SANKSI HUKUM
Dalam pidana korupsi, sanksi yang diterapkan bervariasi sesuai dengan tingkat kejahatannya. Mulai
dari sanksi material, penjara, pemecatan jabatan, cambuk, pembekuan hak-hak tertentu sampai
hukuman mati. Mengapa bervariasi? Karena tidak adanya nash qathi yang berkaitan dengan tindak
kejahatan yang satu ini. Artinya sanksi syariat yang mengatur hal ini bukanlah merupakan paket jadi
dari Allah swt. yang siap pakai. Sanksi dalam perkara ini termasuk sanksi tazir, di mana seorang
hakim (imam/ pemimpin) diberi otoritas penuh untuk memilih tentunya sesuai dengan ketentuan
syariat bentuk sanksi tertentu yang efektif dan sesuai dengan kondisi ruang dan waktu, di mana
kejahatan tersebut dilakukan.14 Tetapi terdapat beberapa hadis yang mengancam seseorang untuk
berlaku curang, seperti hadis yang diriwayatkan oleh Imam Muslim yang artinya:
Rasulullah berjalan melewati sebuah kumpulan, sebuah kedai yang menjual barang makanan,
kemudian Rasulullah memasukkan tangannya ke dalam tumpukan makanan itu, ternyata tangan
Rasulullah menjadi basah, kemudian beliau bertanya: apa ini wahai pemilik makanan, orang
tersebut menjawab: kehujanan ya Rasulullah, kemudian Rasulullah bersabda:. tidakkah
sebaiknya engkau letakkan di atas tumpukan makanan ini, sehingga orang bisa Irdamisraini Hukum
Islam. Vol. VIII No2 Desember 2008 125

rnelihatnya, barangsiapa melakukan tipu daya dan manipulasi maka mereka bukan termasuk
golonganku. (H.R. Muslim) Selain itu terdapat hadis lain yang artinya: Diriwayatkan dari Umar bin
Khaththab, bahwasanya ketika selesai terjadi peperangan khibar, sekelompok sahabat Rasulullah
mereka bersaksi ada seseorang yang gugur dalam peperangan menjadi syahid, ada sesorang yang
gugur dalam peperangan menjadi syahid, kemudian Rasulullah berkata: Tidak demikian, sungguh
saya melihat dia berada di neraka sebab mencuri selimut dan mantel, kemudian Rasulullah
bersabda. Wahai Putra Khaththab, berangkatlah sampaikan kepada manusia, sesungguhnya tidak
akan masuk surga, kecuali orang-orang yang beriman kepada Allah, kemudian Umar berkata.
saya lalu keluar dan saya sampaikan, ketahuilah bahwasanya tidak akan masuk surga kecuali
orang-orang mukmin. (H.R. Muslim)
Ghulul dalam hadits tersebut, sebagaimana dijelaskan oleh Imam Nawawi, adalah khianat dalam
harta, yang berarti tidak amanat didalam mengemban tanggung jawab, dan ini identik dengan
korupsi. Dan Rasulullah saw. menjelaskan bahwa orang yang melakukan ghulul walaupun hanya
sekedar mantel dianggap keluar dari koridor iman, tidak berhak masuk sorga justru akan disiksa
dineraka.15
Apabila para fuqaha dalam hukum pidana Islam konvensional (fiqh al-jinayat al-fiqh al-jinai)
memasukkan ghulul dalam kategori tindak pidana (jarimah) tazir yang besar-kecilnya hukuman
(uqubah) diserahkan kepada pemerintah dan hakim, hal itu dapat dipahami, mengingat kejahatan
ghulul masih dalam skala kecil yang belum menjadi ancaman berarti. Hanya saja perlu digaris
bawahi bahwa hukuman tazir kendatipun pada asalnya bertujuan untuk memberi pelajaran (lil altadib) bentuknya tidak harus selalu berwujud hukuman ringan. Seperti yang ditulis oleh Abd alQadir Awdah dalam Al-Tasyri al-Jinai al-Islami, banyak fuqaha yang membolehkan pidana tazir
dalam bentuk hukuman mati jika kepentingan umun menghendakinya (idza iqtadlat al-mashlahah alammah taqrir uqubah al-qatl). Dengan memerhatikan kepentingan umum yang terancam dengan
sangat serius oleh kejahatan korupsi saat ini, maka dijatuhkannya hukuman tazir yang paling keras
(hukuman mati) atas para koruptor kelas kakap dapat dibenarkan oleh Islam.16 Irdamisraini Hukum
Islam. Vol. VIII No2 Desember 2008 126

G. KESIMPULAN
Tujuan utama syariat Islam (maqashid al-syariah) ialah menjaga dan melindungi kemanusiaan.
Perlindungan ini dirumuskan oleh para ulama dalam 5 tujuan (al-maqashid al-khamsah), yakni
perlindungan terhadap agama (hifzh al-din), perlindungan terhadap jiwa (hifzh al-nafs), perlindungan
terhadap akal (hifzh al-aql), perlindungan terhadap keturunan (hifzh al-nasl), dan perlindungan
terhadap harta (hifzh al-mal). Tindakan korupsi jelas merupakan perlawanan terhadap tujuan kelima;
hifzh al-mal. Apabila dalam kepustakaan hukum Islam, contoh populer perbuatan melawan tujuan
hifdh al-mal ini adalah kejahatan mencuri (al-sariqah) milik perorangan, maka korupsi sebagai
kejahatan mencuri harta milik bangsa dan negara lebih layak lagi untuk dicatat sebagai pelanggaran
yang sangat serius terhadap prinsip hifzh al-mal. Korupsi bukanlah pencurian biasa dengan
dampaknya yang bersifat personal-individual, melainkan ia merupakan bentuk pencurian besar
dengan dampaknya yang bersifat massal-komunal. Bahkan ketika korupsi sudah merajalela dalam
suatu negara sehingga negara itu nyaris bangkrut dan tak berdaya dalam menyejahterakan kehidupan
rakyatnya, tidak mampu menyelamatkan mereka dari ancaman gizi buruk dan busung lapar yang
mendera, maka korupsi lebih jauh dapat dianggap sebagai ancaman bagi tujuan syariat dalam
melindungi jiwa manusia (hifzh al-nafs). Dari uraian mengenai korupsi dalam bentuk ghulul dan
suap, maka dapat disimpulkan bahwa Islam telah melarang tindakan korupsi baik berbentuk ghulul
maupun suap. Walaupun tidak terdapat sanksi dalam bentuk nash qathi mengenai hukuman bagi
koruptor, bukan berarti tidak adanya sanksi bagi pelaku korupsi. Adapun pelaku yang melalukan
korupsi dapat dihukum tazir sesuai dengan tingkat kejahatannya. Irdamisraini, Dosen Fakultas Syariah
dan Ilmu Hukum UIN Sultan Syarif Kasim Riau. Alumnus Program Pasca Sarjana (S2) Universitas Islam Negeri
Suska Irdamisraini Hukum Islam. Vol. VIII No2 Desember 2008 127

Endnotes:
1. Lihat tulisan Dr. Anis Saidi, Kendala Perkembangan Demokrasi Dan Implikasinya Terhadap Penyalahgunaan
Kekuasaan (Korupsi), dalam dalam A.S.Burhan, dkk, ed, Korupsi Di Negeri Kaum Beragama; Ikhtiah Membangun
Fiqh Anti Korupsi (Jakarta: P3M dan Kemitraan Partnership, 2004), h. 43.
2. Jhon M Echol dan Hassan Shadily, Kamus Inggris Indonesia, Gramedia, Jakarta, 2003, h. 149
3. Anis saidi, loc. cit
4. Bukhari, Shahih Bukhari, Dar al-Fikr, Beirut, 1991, h. 215
5. Ibn Hanbal, Musnad Ahmad, j. 5, h.. 279.
6. Abu Hatim Muhammad Ibn Hibban Ibn Ahmad al-Tamimy, Shahih Ibn Hibban (Beirut: Muassasah al-Risalah,
1414 H/ 1993 M), j. 11, s. 468.
7. Abu Isa Muhammad Ibn Isa al-Turmudzy, Sunan al-Turmudzy (Beirut: Daar Ihya al-Turats, t.t), j.3. s. 622
8. Ibn Hanbal, loc. cit
9. Ghulul, Pengertian ,Kriteria dan Hukumnya, artikel diakses pada tanggal 16 Desember 2007 pada
http://hayatulislam.wordpress.com/2007/01/19/hukum-ghulul/
10. Rofiqul Ala, Suap Dalam Perspektif Islam, h. 199.
11. M. Masyhuri Naim, Korupsi Dalam Perspektif Islam, Sebuah Upaya Mencari Solusi Bagi Pemberantasan
Korupsi, artikel diakses pada tanggal 16 Desember 2007 pada
http://www.islamemansipatoris.com/artikel.php?id=236
12. H. A. Malik Madany, Korupsi SebagaiKejahatan Terhadap Kemanusian Dalam Perspektif Islam, artikel diakses
pada tanggal 16 Desember 2007 pada http://www.nuantikorupsi.or.id/page.php?display=dinamis&kategori=3&id=192
13. Anis saidi, loc. Cit
14. Ibid
15. Al-Nawawi, Al-Minhaj, dar al-Fikr, Beirut, 1990, h. 125
16. Abd al-Qadir Audah, al-Tasyri' al-Jina'iy al-Islamy, Dar al-Kitab al-Araby, Beirut, 1989, h. 1
Irdamisraini Hukum Islam. Vol. VIII No2 Desember 2008 128

*Dosen fakultas Syariah dan Ilmu Hukum UIN SUSKA Riau 1 Lihat tulisan Dr. Anis Saidi, Kendala
Perkembangan Demokrasi Dan Implikasinya Terhadap Penyalahgunaan Kekuasaan (Korupsi), dalam
dalam A.S.Burhan, dkk, ed, Korupsi Di Negeri Kaum Beragama; Ikhtiah Membangun Fiqh Anti Korupsi
(Jakarta: P3M dan Kemitraan Partnership, 2004), h. 43. 2 Jhon M Echol dan Hassan Shadily, Kamus
Inggris Indonesia, Gramedia, Jakarta, 2003, h. 149 3 Anis saidi, loc. cit 4 Bukhari, Shahih Bukhari, Dar alFikr, Beirut, 1991, h. 215 5 Ibn Hanbal, Musnad Ahmad, j. 5, h.. 279. 6 Abu Hatim Muhammad Ibn Hibban
Ibn Ahmad al-Tamimy, Shahih Ibn Hibban (Beirut: Muassasah al-Risalah, 1414 H/ 1993 M), j. 11, s. 468.
7 Abu Isa Muhammad Ibn Isa al-Turmudzy, Sunan al-Turmudzy (Beirut: Daar Ihya al-Turats, t.t), j.3. s.
622 8 Ibn Hanbal, loc. cit 9 Ghulul, Pengertian ,Kriteria dan Hukumnya, artikel diakses pada tanggal 16
Desember 2007 pada http://hayatulislam.wordpress.com/2007/01/19/hukum-ghulul/ 10 Rofiqul Ala,
Suap Dalam Perspektif Islam, h. 199. 11 M. Masyhuri Naim, Korupsi Dalam Perspektif Islam, Sebuah
Upaya Mencari Solusi Bagi Pemberantasan Korupsi, artikel diakses pada tanggal 16 Desember 2007
pada http://www.islamemansipatoris.com/artikel.php?id=236
12 H. A. Malik Madany, Korupsi SebagaiKejahatan Terhadap Kemanusian Dalam Perspektif Islam,
artikel diakses pada tanggal 16 Irdamisraini Hukum Islam. Vol. VIII No2 Desember 2008 129
Desember 2007 pada http://www.nu-antikorupsi.or.id/page.php?display=dinamis&kategori=3&id=192 13
Anis saidi, loc. Cit 14 Ibid 15 Al-Nawawi, Al-Minhaj, dar al-Fikr, Beirut, 1990, h. 125 16 Abd al-Qadir
Audah, al-Tasyri' al-Jina'iy al-Islamy, Dar al-Kitab al-Araby, Beirut, 1989, h. 1

Anda mungkin juga menyukai