Anda di halaman 1dari 6

Pengaruh Fotoperiodisme dan Fitokrom Terhadap Pertumbuhan

dan Perkembangan Tanaman


(photoperiodism and photochrome influence the plant growth and
development)

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Faktor lingkungan merupakan faktor yang sangat erat berhubungan kehidupan tanaman,
yang akan mempengaruhi proses-proses fisiologi dalam tanaman. Semua proses fisiologi
akan dipengaruhi oleh suhu dan beberapa proses akan tergantung dari cahaya. Penyinaran
cahaya terhadap tanaman merupakan salah satu faktor eksternal yaitu faktor dari luar
yang mempengaruhi pembungaan .
Kejadian musiman sangat penting dalam siklus kehidupan sebagian besar tumbuhan.
Perkecambahan biji, pembungaan, permulaan dan pengakhiran dormansi tunas
merupakan contoh-contoh tahapan dalam perkembangan tumbuhan yang umumnya
terjadi pada waktu spesifik dalam satu tahun. Stimulus lingkungan yang paling sering
digunakan oleh tumbuhan untuk mendeteksi waktu dalam satu tahun adalah fotoperiode,
yaitu suatu panjang relative malam dan siang. Respons fisologis terhadap fotoperiode,
seperti pembungaan, disebut fotoperiodisme (photoperiodism)
Respons tersebut dikendalikan oleh pigmen fitokrom yang dapat mengabsorbsi
cahaya. Fitokrom merupakan senyawa yang paling banyak dikenal dan merupakan
penerima cahaya terpenting pada tumbuhan, Fitokrom dan penerima cahaya lainnya
mengatur berbagai proses morfogenesis yang bermula dari perkecambahan biji dan
pekembangan kecambah, serta mencapai puncak pada pembentukan bunga dan biji
baru.

1.2 Tujuan
Untuk mengetahui fotoperiodisme dan fitokrom dalam mempengaruhi
pertumbuhan dan perkembangan tanaman.

1.3 Manfaat
Untuk mengetahui fotoperiodisme dan fitokrom dalam mempengaruhi
pertumbuhan dan perkembangan tanaman
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Fotoperodisme
Fotoperodisme adalah respon tumbuhan terhadap lamanya penyinaran (panjang
pendeknya hari) yang dapat merangsang pembungaan. Respons tersebut dikendalikan oleh
pigmen fitokrom yang dapat mengabsorbsi cahaya. Istilah fotoperodisme digunakan untuk

fenomena dimana fase perkembangan tumbuhan dipengaruhi oleh lama penyinaran yang
diterima oleh tumbuhan tesebut. Beberapa jenis tumbuhan perkembangannya sangat
dipengaruhi oleh lamanya penyinaran, terutama dengan kapan tumbuhan tersebut akan
memasuki fase generatifnya, misalnya pembungaan.
Beberapa tumbuhan akan memasuki fase generatif (membentuk organ reproduktif)
hanya jika tumbuhan tersebut menerima penyinaran yang panjang >14 jam dalam setiap
periode sehari semalam, sebaliknya ada pula tumbuhan yang hanya akan memasuki fase
generatif jika menerima penyinaran singkat <10 Jam (Mader,1995). Berdasarkan panjang
hari, tumbuhan dapat dibedakan menjadi tiga macam, yaitu:
1. Tumbuhan hari pendek
Tumbuhan yang berbunga jika terkena penyinaran kurang dari 12 jam sehari.
Tumbuhan hari netral percobaan yang dilakukan Garner dan Alard pada tahun 1920 di
Amerika serikat menemukan bahwa tembakau varietas Maryland Mammoth adalah
tumbuhan hari Pendek (short day plant), karena tumbuhan ini nyatanya memerlukan
suatu periode terang yang lebih pendek dibandingkan dengan panjang siang hari yang
kritis untuk pembungaan, pembungaannya terjadi pada musim dingin. Krisan,
poinsettia, dan beberapa varietas kacang kedelai merupakan contoh tumbuhan hari
pendek yang padaumumnya berbunga pada akhir musim panas, musim gugur, atau
musim dingin
2. Tumbuhan hari panjang
Tumbuhan yang berbunga jika terkena penyinaran lebih dari 12 jam (1416 jam)
sehari. Tumbuhan hari panjang (long day plant) ini umumnya berbunga pada akhir
musim semi atau awal musim panas. Bayam,misalnya, memerlukan panjang siang
hari 14 jam ata lebih lama. Lobak, selada,iris, dan banyak varietas sereal lain
merupakan tumbuhan hari panjang. Tumbuhan hari panjang lain contohnya kembang
sepatu, bit gula, selada, dan tembakau.
3. Tumbuhan hari sedang
Tumbuhan yang berbunga jika terkena penyinaran kira-kira 12 jam sehari.
4. Tumbuhan hari netral

Tumbuhan yang tidak responsif terhadap panjang hariuntuk pembungaannya.


Mentimun, padi, wortel liar, kapas, tomat, padi, dan dandelion adalah contoh
tumbuhan hari netral (day neutral plant) yang berbunga ketika mereka mencapai
tahapan pematangan tertentu, tanpa memperdulikan panjang siang hari pada waktu
itu.
Yang dimaksud dengan panjang hari disini bukan panjang hari secara mutlak, tetapi
panjang hari kritis. Tumbuhan hari panjang (LDP) mungkin memiliki panjang hari kritis lebih
pendek dari tumbuhan hari pendek (SDP).Dinyatakan bahwa tumbuhan hari panjang akan
berbunga apabila memperolehinduksi penyinaran yang sama atau lebih dari panjang harin
kritisnya dansebaliknya tumbuhan hari pendek akan berbunga, apabila memperoleh
penyinaran sama atau lebih pendek dari panjang hari kritisnya. Sebelumnya diduga bahwa
tumbuhan dirangsang perbungaannya oleh lamanya panjang hari (day length). Pada tahun
1940-an peneliti menemukan bahwa sesungguhnya panjang malam atau panjang kegelapan
tanpa selingan cahaya atau niktoperiode, dan bukan panjang siang hari, yang mengotrol
perbungaan danrespons lainnya terhadap fotoperiode (franklin, dkk, 1991).
2.1.1. Induksi fotoperiodisme
Induksi fotoperiodisme sangat penting dalam perbungaan atau lebih tepat disebut
induksi panjang malam kritisnya. Respon tumbuhan terhadap induksi fotoperioda sangat
bervariasi, ada tumbuhan untuk perbungaannya cukup memperoleh induksi dari fotoperioda
satukali saja, tetapi tumbuhan lain memerlukan induksi lebih dari satu kali. Xanthium
strumarium untuk perbungaannya memerlukan 8 x induksi fotoperioda yang harus berjalan
terus menerus. Apabila tanaman ini sebelum memperoleh induksi lengkap, mendapat
gangguan atau terputus induksi fotoperiodanya, maka tanaman itu tidak akan berbunga.
Kekurangan induksi fotoperioda tidak dapat ditambahkan demikian saja, karena efek
fotoperioda yang telah diterima sebelumnya akan menjadi hilang. Untuk memperoleh induksi
lengkap, tanaman tersebut harus mengulangnya dari awal kembali.
Di dalam menerima rangsangan fotoperioda ini,organ daun diketahui sebagai organ
penerima rangsangan. Ada 4 tahap yang terjadi dalam resepon perbungaan terhadap
rangsangan fotoperioda, pertama menerima rangsangan, kedua transformasi dari organ
penerima rangsangan menjadi beberapa pola metabolisme baru yang berkaitan dengan
penyediaan bahan untuk perbungaan, ketiga pengangkuatan hasil metabolisme dan keempat
terjadinya respon pada titik tumbuh untuk menghasilkan perbungaan. Beberapa percobaan

dalam hubungan dengan rangsangan ini, menunjukkan bahwa apabila daun dibuang segera
setelah induksi selesai, tidak akan terjadi perbungaan, sedangkan apabila daun dibuang
setelah beberapa jam sehabis selesai induksi, tumbuhan tersebut dapat berbunga. Rangsangan
yang diterima oleh satu tumbuhan dapat diteruskan pada tumbuhan lain yang tidak
memperoleh induksi, melalui cara tempelan (grafting) sehingga tumbuhan tersebut dapat
berbunga. Hormon yang berperan dalam perbungaan ini adalah florigen, yang masih
merupakan hormonhipotesis.
2.2. Fitokrom
Fitokrom adalah reseptor cahaya, suatu pigmen yang digunakan oleh tumbuhan untuk
menyerap (mendeteksi) cahaya. Reseptor terangsang oleh cahaya merah dan infra merah.
Cahaya infra merah memiliki panjang gelombang yang lebih besar dari pada cahaya merah.
Fitokrom ditemukan pada semua tumbuhan. Molekul yang serupa juga ditemukan pada
bakteri. Tumbuhan menggunakan fitokrom untuk mengatur beberapa aspek fisiologi adaptasi
terhadap lingkungan, seperti fotoperiodisme (pengaturan saat berbunga pada tumbuhan),
perkecambahan, pemanjangan dan pertumbuhan kecambah (khususnya pada dikotil),
morfologi daun, pemanjangan ruas batang, serta pembuatan (sintesis) klorofil.
Secara struktur kimia, bagian sensor fitokrom dalah suatu kromofor dari kelompok
bilin (jadi disebut fitokromobilin), yang masih sekeluarga dengan klorofil atau hemoglobin
(kesemuanya memiliki kerangka heme). Kromofor ini dilindungi atau diikat oleh apoprotein,
yang juga berpengaruh terhadap kinerja bagian sensor. Kromofor dan apoprotein inilah yang
bersama-sama disebut sebagai fitokrom. Penelitian rintisan terhadap pengaruh cahaya merah
dan merah jauh terhadap pertumbuhan tumbuhan antara 1940-1960 dilakukan oleh Sterling
Hendricks dan Harry Borthwick dari Pusat Penelitian Pertanian Beltsville di Maryland,
dengan menggunakan spektrograf dari bahan- bahan sisa Perang Dunia Kedua. Dari hasilnya
diketahui bahwa cahaya merah memacu perkecambahan dan memicu tanggap untuk
pembungaan. Lebih lanjut, cahaya merah jauh berpengaruh sebaliknya terhadap pengaruh
cahaya merah. Penelitian lanjutan menunjukkan bahwa bagian yang peka terhadap
rangsangcahaya ini berada di daun.
2.2.1. Mekanisme Kerja Fitokrom
Banyak hipotesis diketemukan tentang mekanisme kerja dari fitokrom. Salah satunya
menyatakan kerja biologi pada mekanisme kerja fitokrom ini terjadi setelah terbentuknya Pfr
(phytocrome infra red) merah Pr <==> Pfr ---- > kerja biologi merah jauh. Sumber fitokrom

dapat diperoleh dari biji-biji yang etiolasi, sedangkan pada jaringan normal hanya sedikit.
Pada beberapa jaringan, perubahan Pr dan Pfr tidak selalu diikuti dengan terjadinya respon
morfogenetik. Perubahan Pr <===> Pfr prosesnya tidak sederhana seperti ditunjukkan di
atas. Pengukuran dengan spektrofotometer menunjukkan bahwa Pfr mungkin dipecah oleh
cahaya merah jauh, tidak menunjukkan hubungan secara kuantitatif dengan hilangnya Pfr.
Diduga mungkin Pfr berubah menjadi suatu derivat yang secara fotokimia tidak aktif. Tidak
aktif x Pr <==> Pfr----> Pfr x---> kerja biologi Merah Jauh Dirombak Selain mengatur
pembungaan, siklus pertukaran Pr Pfr kini juga diketahui mengatur fungsi pertumbuhan yang
lain. Siklus ini misalnya merangsang perkecambahan biji benih dan memperlambat
pamanjangan batang.
Keadaan Pfr dengan jelas menunjukkan kepada biji bahwa terdapat cahaya matahari
dan keadaanya sesuai bagi perkecambahan. Setelah perkecambahan, keadaan Pr menandakan
bahwa pemanjangan batang perlu terjadi untuk memungkinkan tumbuhan menerima cahaya
matahari. Anak benih yang ditanam dalam keadaan gelap akan mengetiolat, yaitu batangnya
bertambah panjang dan daunnya juga tetap kecil. Sebaiknya anak benih dibukakan terhadap
cahaya matahari dan Pr ditukarkan kepada Pfr. Anak benih mulai tumbuh secara normal
daunnya bertambah besar dan batangnya bercabang.

BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Fotoperiodisme merupakan respon tanaman terhadap panjang hari. Berdasarkan
panjang hari, tumbuhan dibedakan menjadi 4, yaitu tanaman hari panjang;
tanaman hari pendek; tanaman hari sedang dan tanaman netral. Respons tersebut
dikendalikan oleh pigmen fitokrom yang dapat mengabsorbsi cahaya Fitokrom adalah
reseptor cahaya, suatu pigmen yang digunakan oleh tumbuhan untuk menyerap
(mendeteksi) cahaya. Reseptor terangsang oleh cahaya merah dan infra merah.
Fitokrom aktif pada panjang gelombang 660 nm.

DAFTAR PUSTAKA

Clerget, dkk., 2007, Surprising flowering response to photoperiod: Preliminary


characterization of West and Central African pearl millet germplasm,
JournalIcarisat, 5: 1-4.
Bisth, dkk., 2009, Photoperiodic Effect on Seed Germination in Pyrethrum
(Chrysanthemum cinerariaefolium vis.) under the Influence of Some
GrowthRegulators, Journal of American Science 2009; 5 (4): 147-150
Dennis, dkk., 2009, vernalization cereals, Journal of Biology, 8: 57

Dibuat tdk lbih dri 10 lmbar A4 n referensi bku n jurnal dlm bhs.inggris.
dikumpulkan saat presentasi mnggu ke 13 n 14, format penulisan menggunakan bahasa
indonesia (presentasi B.inggris)

Anda mungkin juga menyukai