TINJUAN PUSTAKA
2.2. Pengelasan
Pengelasan yang paling popular di Indonesia yaitu pengelasan dengan
busur nyala listrik (SMAW), dibeberapa Industri yang mempergunakan teknologi
canggih, telah menggunakan jenis las TIG, MIG dan las tahan listrik (ERW). serta
las busur terendam (SMAW).
pada logam yang akan dilas, jenis dan panjang kawat elektroda, serta
dalam penetrasi las-an yang diinginkan.
2.2.2. Proses pengelasan busur terendam (submerged arc welding/SAW)
Ini adalah salah satu pengelasan dimana logam cair ditutup dengan
fluks yang diatur melalui suatu penampang fluks dan elektroda yang
merupakan kawat pejal diumpankan secara terus menerus, dalam
pengelasan ini busur listriknya terendam dalam fluks dapat dilihat pada
Gambar 2.2. Prinsip las busur terendam ini material yang dilas adalah
baja karbon rendah, dengan kadar karbon tidak lebih dari 0, 05 %.
Baja karbon menengah dan baja konstruksi paduan rendah dapat
juga dilas dengan proses SAW, namun harus dengan perlakuan panas
khusus dan elektroda khusus.
2.2.3. Proses pengelasan busur logam gas (Gas metal arc welding)
Pengelasan
ini
merupakan
proses
pengelasan
busur
yang
2.2.4. Proses
pengelasan
busur
berinti
fluks
(Flux-cored
arc
welding/FCAW)
Pengelasan dengan memakai busur nyala api yang menghasilkan
elektroda tetap yang terbuat dari tungsten (wolfram), sedangkan bahan
penambah terbuat dari bahan yang sama atau sejenis dengan bahan yang
dilas dan terpisah dari torch, untuk mencegah oksidasi dipakai gas
pelindung yang keluar dari torch biasanya berupa gas argon 99 %.
Pada proses pengelasan ini peleburan logam terjadi karena panas
yang dihasilkan oleh busur listrik antara elektroda dan logam induk. Proses
pengelasan busur tungsten gas dapat dilihat pada Gambar 2.4
2.2.5. Proses pengelasan busur tungsten gas (Gas Tungsten Arc Welding)
Pengelasan dengan memakai busur nyala api yang menghasilkan
elektroda tetap yang terbuat dari tungsten (wolfram) sering disebut dengan
Gas Tungsten Arc Welding (GTAW), sedangkan bahan penambah terbuat
dari bahan yang sama atau sejenis dengan bahan yang dilas dan terpisah dari
torch, untuk mencegah oksidasi dipakai gas pelindung yang keluar dari
torch biasanya berupa gas argon 99%. Pada proses pengelasan ini peleburan
10
logam terjadi karena panas yang dihasilkan oleh busur listrik antara
elektroda dan logam induk. Proses pengelasan busur tungsten gas dapat
dilihat pada Gambar 2.5.
b.
c.
d.
jenis alur sambungan (kampuh) las yang utama seperti pada Gambar 2.6
11
mengakibatkan terbentuknya manik las yang terlalu lebar dan deformasi dalam
pengelasan seperti ditunjukan pada Gambar 2.7.
Tabel 2.1 Hubungan diameter elektroda dengan arus pengelasan (Howard, 1998)
Diameter Kawat las (mm)
1.6
25 - 45
2.0
50 - 75
2.5
70 - 95
3.25
95 - 130
4.0
135 - 180
5.0
155 - 240
Amps
normal
Amps
Rendah
Amps
Tinggi
Volt
Rendah
Volt
Tinggi
Kecp
Rendah
Kecp
Tinggi
Gambar 2.7 Pengaruh arus listrik dan kecepatan pengelasan terhadap hasil
sambungan las (Wiryosumarto, 2008)
13
(Gatot, 1999). Untuk mencari daya (P) dapat dihitung dengan persamaan
berikut :
P=
W
t
(2.1)
Dimana :
W = Besarnya energi (Joule)
t
=VxI
(2.2)
Dimana :
W = Vab x I x t
(2.3)
W = I2 x R x t
(2.4)
Dimana :
Vab
14
XX
15
Jenis
Posisi
kasi JIS
fluks
pengelasan
Jenis listrik
Kekuatan
Kekuatan
Perpanj
Kekuatan
tarik
luluh
angan
tumbuk
(Kg/mm )
(Kg/mm )
(%)
(Kg/mm2)
D4301
imenit
F.V.OH.H
AC atau DC
43
35
22
48 (oC)
D4303
Titania
F.V.OH.H
AC atau DC
43
35
22
28 (oC)
F.V.OH.H
AC atau DC
43
35
22
28 (oC)
F.V.OH.H
AC atau DC
43
35
17
F.V.OH.H
AC atau DC
43
35
25
F..H.S
AC atau DC
43
35
17
F..H.S
AC atau DC
43
35
25
48 (oC)
F..H.S
AC atau DC
43
35
25
28 (oC)
Semua posisi
AC atau DC
43
35
22
28 (oC)
kapur
D4311
selulosa
tinggi
D4313
Oksida
titan
D4316
Hidrogen
48 (oC)
rendah
D4324
Serbuk besi
titania
D430126
Serbuk besi
hidrogen
rendah
D430127
Serbuk besi
D4340
Khusus
oksida
16
a. Baja karbon rendah yaitu baja yang mengandung karbon kurang dari
0,30%. Baja karbon rendah dalam perdagangan dibuat dalam bentuk pelat,
profil, batangan untuk keperluan tempa, pekerjaan mesin, dan lain-lain.
b. Baja karbon sedang adalah baja yang mengandung karbon antara 0,30%
0,60 %. Didalam perdagangan biasanya dipakai sebagai alat-alat perkakas,
baut, poros engkol, roda gigi, ragum dan pegas.
c. Baja karbon tinggi ialah baja yang mengandung karbon antara 0,6%
1,5%. Baja ini biasanya digunakan untuk keperluan alat-alat konstruksi
yang berhubungan dengan panas yang tinggi atau mengalami panas,
misalnya landasan, palu, gergaji, pahat, kikir, bor, bantalan peluru, dan
sebagainya (Amanto,1999).
Pengelasan yang banyak digunakan untuk baja paduan rendah adalah las busur
elektroda terbungkus, las busur rendam dan las MIG (las logam gas mulia).
Tabel 2.3 Spesifikasi baja karbon rendah (Callister, 2007)
17
pengelasan disebut daerah pengaruh panas (DPP), atau Heat Affected Zone (HAZ)
yang ditunjukan pada Gambar 2.9.
Gambar 2.9 Daerah pengaruh panas pada sambungan las (Ahmad, 1994)
Keterangan :
1. Logam Las (Weld Metal) adalah daerah dimana terjadi pencairan logam
dan dengan cepat kemudian membeku.
2. Fusion Line Merupakan daerah perbatasan antara daerah yang mengalami
peleburan dan yang tidak melebur. Daerah ini sangat tipis sekali sehingga
dinamakan garis gabungan antara weld metal dan H A Z.
3. H A Z merupakan daerah yang dipengaruhi panas dan juga logam dasar
yang bersebelahan dengan logam las yang selama proses pengelasan
mengalami siklus termal pemanasan dan pendinginan cepat, sehingga
terjadi perubahan struktur akibat pemanasan.
4. Logam Induk (Parent Metal) merupakan logam dasar dimana panas dan
suhu pengelasan tidak menyebabkan terjadinya perubahan struktur dan
sifat.
Daerah HAZ merupakan daerah paling kritis dari sambungan las, karena
selain mengalami perubahan struktur mikro juga mengalami perubahan sifat
mekanik pada daerah itu karena dipengaruhi lamanya pendinginan dan komposisi
kimia logam induk itu sendiri.
18
Pada proses pengelasan terjadi suatu siklus termal las yaitu proses
pemanasan dan pendinginan yang terjadi pada daerah lasan atau dapat dikatakan
proses perubahan panas yang bersifat lokal, tidak seperti proses perubahan panas
pada umumnya. Untuk melihat fenomena proses tersebut dapat dilihat pada grafik
siklus termal las pada Gambar 2.10 sebagai berikut.
2.9.
19
suhu dan transformasi, diagram tersebut dikenal dengan diagram CCT yang bisa
dilihat pada Gambar 2.11.
Gambar 2. 11. Diagram CCT untuk baja ASTM 4340 (Aljufri, 2008)
Dari diagram di atas dapat dilihat bahwa bila kecepatan pendinginan naik
berarti waktu pendinginan dari suhu austenit turun, struktur akhir yang terjadi
berubah campuran ferit-perlit ke campuran ferit-perlit-bainit-martensit, ferit-bainit
martensit, kemudian bainit-martensit dan akhirnya pada kecepatan yang tinggi
sekali struktur akhirnya adalah martensit (Wiryosumarto, 2000).
20
Logam Induk
Pusat elektroda
Garis Lebur
Manik Las
b.
Ferit Widmanstatten
Jika suhunya lebih rendah maka akan terbentuk ferit Widmanstatten.
Ukurannya besar dan pertumbuhannya cepat sehingga akan memenuhi
21
Ferit Acicular
Ferit acicular berbentuk intragranular dengan ukuran yang kecil
dan mempunyai orentasi arah yang acak (Dallam dkk, 1985). Jika terjadi
retak hasil las dengan struktur mikro ferit acicular, maka retak tersebut
tidak akan cepat merambat karena orientasi arahnya acak. Karena hal
tersebut
maka
bentuk
struktur mikro
ferit
acicular mempunyai
Bainit
Bainit merupakan ferit yang tumbuh dari batas butir austenit dan
berupa pelat-pelat sejajar dengan Fe3C diantara pelat-pelat tersebut atau
didalam pelat. Bainit mempunyai kekerasan yang lebih tinggi dibanding
ferit, tetapi lebih rendah dari pada martensit.
e.
Martensit
Martensit akan terbentuk pada proses pengelasan dengan
pendinginan sangat cepat, mempunyai sifat sangat keras dan getas
sehingga kekuatan tarik dan ketangguhannya rendah.
22
G
F
W
F
A
F
A
F
50
m
50
m
a)
b)
G
F
W
F
G
F
W
F
A
F
A
F
50
m
50
m
c)
d)
W
F
G
F
A
A
F
G
F
50
m
e)
f)
20
m
Gambar 2.14. Foto mikro daerah las a). 800 A, b). 825 A, c). 850 A, d).
875 A, e). 900 A, f). Struktur dengan pembesaran 500
kali AF : ferit acicular, GF : ferit batas butir, WF : ferit
Widmanstatten (Subeki, 2006)
23
24
BHN =
dimana
(2.5)
P
: Beban (kg)
25
b. Metode Rockwell
Metode Rockwell Berbeda dengan metode Brinell dan Vickers
dimana kekerasan suatu bahan dinilai dari diameter atau diagonal jejak
yang dihasilkan maka metode Rockwell merupakan uji kekerasan dengan
pembacaan langsung (direct-reading). Metode ini banyak dipakai dalam
26
Gambar 2.18. Identer kerucut pada ujung diamon (ASM Vol.8, 2008)
27
Tabel 2.4. Skala pada Metode Uji Kekerasan Rockwell (ASTM, 2009)
Tipe Material Uji
Skala
Beban Mayor
(Kg)
Tipe Indentor
60
100
1/16 bola
150
Intan kerucut
100
1/8 bola
100
Intan Kerucut
60
1/16 bola
150
1/8 bola
60
1/8 bola
150
bola
60
bola
100
bola
60
bola
100
bola
150
bola
digunakan yaitu:
1) Metode dengan Kerucut (HRC)
Pada percobaan dengan metode ini menggunakan identer
kerucut untuk penekanan ke material diperlihatkan pada Gambar
2.19 dengan besar nilai kekerasan HRC. Skala HRC memiliki nilai
kekerasan 0 sampai 100.
28
29
Identor
15 N
30 N
45 N
15 T
30 T
45 T
15 W
30 W
45 W
Diamond
Diamond
Diamond
1/16 in ball
1/16 1n ball
1/16 in ball
1/8 in ball
1/8 in ball
1/18 in ball
Besar beban
(Kg)
15
30
45
15
30
45
15
30
45
c. Metode Vickers
Banyak
masalah
metalurgi
yang
membutuhkan
penentuan
30
.
(2.6)
31
32
u =
(2.7)
Dimana:
x 100% =
Dimana:
x 100%
(2.8)
= Regangan (%)
L = Panjang akhir (mm)
Lo = Panjang awal (mm)
q=
Dimana:
x 100%
q
(2.9)
33
34